Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA


MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

DIBIMBING OLEH:
Rosiati Handayani, S.Pd

DISUSUN OLEH:
Almaida Putri
Dinda Nurmaina Sari
M. Dzaki Hilmi
M. Rafha Setiawan
Ririn Anggaraini

SMAN 2 PENAJAM PASER UTARA


2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya.

Penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah
ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi memberikan arahan serta
bimbingannya sehingga pembuatan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Penyusun
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah yang ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah.

Penyusun mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita
sebagai manusia. Semoga materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Waru, Agustus 2023


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….…….
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….…………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………….
A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal………………………………………….…………
1. Sistem Pemerintahan……………………………………………………………………………
2. Sistem Kepartaian…………………………………………………………………….…………
3. Pemilihan Umum 1955…………………………………………………….……………………
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………….……………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….……………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika pemerintahan Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada Agustus 1950, RI kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan bentuk pemerintahan diikuti pula dengan perubahan
undang-undang dasarnya, dari Konstitusi RIS ke UUD Sementara 1950. Perubahan ke UUD
Sementara ini sekaligus membawa Indonesia memasuki masa Demokrasi Liberal. Masa Demokrasi
Liberal berlangsung sejak 1950 sampai Juli 1959. Demokrasi Liberal (atau demokrasi konstitusional)
adalah suatu demokrasi politik yang menganut kebebasan individu. Secara konstitusional dapat
diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam Demokrasi Liberal,
keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian
besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi
UUD Sementara 1950.

Demokrasi Liberal sangat mengedepankan kebebasan. Ciri khas kekuasaan demokrasi ini adalah
pemerintahnya dibatasi oleh konstitusi. Artinya, kekuasaan pemerintahannya terbatas, sehingga
pemerintah tidak diperkenankan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Demokrasi ini
sangat menghargai kebebasan individu dalam berpolitik dan individualisme, dengan berusaha
mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan hak yang sama bagi seluruh rakyat, dimana setiap
warga negara dianggap dapat memiliki kekuasaan tanpa memandang suku, agama, atau ras asal
individu tersebut.

Namun, meskipun banyak sekali dampak positif yang dibawa oleh era ini, seperti juga terciptanya
Pemilihan Umum yang sering dinilai sebagai pemilu paling demokratis yang pernah dilaksanakan
dalam sejarah Indonesia tahun 1955, nyatanya banyak pula dampak negatif yang membuat Demokrasi
Liberal kemudian berakhir.

Salah satunya adalah sistem politik pada Demokrasi Liberal yang mendorong lahirnya partai-partai
politik. Hal ini disebabkan oleh sistem yang dianut pada masa itu adalah sistem multi partai, dimana
banyak partai yang mencoba silih berganti untuk memegang tampuk kekuasaan eksekutif dan
legislatif.
Dalam perjalanan panjangnya, Demokrasi Liberal di Indonesia pun telah mengalami tujuh kali
pergantian kabinet, pergantian kabinet tersebut menyebabkan terjadinya kegoncangan atau
ketidakstabilan dalam perjalanan politik Indonesia saat itu. Mengapa pada era demokrasi liberal
seringkali terjadi pergantian kabinet? Alasan utamanya disebabkan karena adanya perbedaan
kepentingan antar partai yang ada. Sayangnya, perbedaan di antara partai-partai tersebut tidaklah
pernah dapat terselesaikan dengan baik. Kekacauan politik yang ada pada masa demokrasi liberal
membuat kabinet telah mengalami jatuh bangun, karena munculnya mosi tidak percaya dari partai
relawan. Sehingga banyak terjadi perdebatan dalam konstituante, yang sering menimbulkan suatu
konflik berkepanjangan, menghambat upaya pembangunan.

Atas kondisi tersebut, pada 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan dekrit presiden dengan membubarkan
Dewan Konstituante, dewan perwakilan yang bertugas untuk membentuk konstitusi baru
menggantikan UUD Sementara 1950, karena dianggap tidak menjalankan tugas secara maksimal
sehingga masa Demokrasi Liberal resmi berakhir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Liberal?
2. Apa saja partai-partai yang lahir dalam sistem politik Demokrasi Liberal?
3. Kenapa Pemilu 1955 pada masa Demokrasi Liberal disebut sebagai pemilu paling demokratis?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal

1. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Demokrasi Liberal di Indonesia yang pernah berlangsung adalah parlementer.
Sistem Demokrasi Parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan
legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif . Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri, Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen. Sementara Presiden menjabat sebagai kepala Negara. Pemerintahan pada masa Demokrasi
Parlementer dijalankan oleh tujuh kabinet dengan masa jabatan berbeda. Ketujuh kabinet itu adalah:

1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)


Kabinet pertama pada masa Demokrasi Liberal adalah Kabinet Natsir. Kabinet ini dilantik pada
tanggal 7 September 1950 dengan pemimpin Mohammad Natsir dari Partai Masyumi. Penyebab
jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat
dan adanya mosi tidak percaya dari partai PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai
DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir
harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)


Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Soekiman
Wirjosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi
dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Sukiman (Masyumi)-Suwirjo (PNI) yang
dipimpin oleh Sukiman. Kabinet Sukiman pun akhirnya berakhir pada 23 Februari 1952, karena
tindakan Sukiman yang menandatangani persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika
Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act (MSA).

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yakni kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya di bawah pimpinan Perdana Menteri Wilopo. Banyak program-program yang diusung
kabinet Wilopo, namun sayang, akibat peristiwa Tanjung Morawa yaitu peristiwa bentrokan antara
aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli), muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga
Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953-Agustus 1955)


Pada tanggal 18 Juli 1953, presiden menunjuk formatur baru yaitu Mr.Wongsonegoro dari Partai
Indonesia Raya (PIR). Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1953, terbentuklah kabinet baru yang dinamakan
Kabinet Ali Sastroamidjojo I atau Kabinet Ali-Wongso. Namun sayangnya, NU menarik dukungan
dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada Presiden.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)


Kabinet Burhanuddin Harahap adalah kabinet yang saat itu berhasil melaksanakan Pemilu 1955.
Dengan Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai pemimpin yang ditunjuk langsung oleh Dr.
Muh. Hatta dan menjadi formatur kabinet pertama yang ditunjuk Wakil Presiden sebab kepergian Ir.
Soekarno naik Haji ke Mekkah. Bubarnya Kabinet Burhanuddin karena mereka telah melaksanakan
tugas dengan baik dan secara etika politik demokrasi, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan
mandatnya.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956-Maret 1957)


Presiden Soekarno menerapkan cara yang berbeda dalam menunjuk formatur untuk kabinet
selanjutnya. Kali ini, Presiden Soekarno menunjuk calon yang diajukan oleh partai pemenang pemilu.
PNI sebagai partai pemenang pemilu berhak menjadi formatur dan mereka menunjuk Ali
Sastroamijoyo dan Wilopo. Tetapi pada akhirnya presiden hanya memilih Ali Sastroamijoyo menjadi
ketua formatur kabinet yang baru dan dinamakan Kabinet Ali Sastroamijoyo II. Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Lalu, mundurnya sejumlah menteri
dari Masyumi membuat Kabinet Ali II jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden pada tanggal
14 Maret 1957.

7. Kabinet Djuanda (April 1957-Juli 1959)


Ir. Djuanda ditunjuk Presiden Soekarno membuat kabinet baru lantaran setelah berakhirnya masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo II, terjadi perebutan kekuasaan antara partai politik. Maka pada tanggal 9
April 1957 Kabinet Djuanda resmi berdiri. Namun kemudian berakhir saat Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berakhirnya kekuasaan kabinet Djuanda menandakan
bahwa demokrasi parlementer telah dianggap gagal. Kegagalan sistem demokrasi parlementer juga
ditandai oleh kegagalan Badan Konstituante dalam menyusun UUD baru.
2. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian yang dianut pada masa Demokrasi Liberal adalah multi partai. Partai politik
pertama kali dibentuk oleh Soekarno pada 23 Agustus 1945 dengan nama Partai Nasional Indonesia
(PNI) sebagai partai tunggal. Gagasan pembentukan partai baru muncul lagi ketika pemerintah
mengeluarkan maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945. Melalui maklumat inilah
gagasan pembentukan partai-partai politik dimunculkan kembali dan berhasil membentuk partai-partai
politik baru, antara lain: Masyumi, PNI, PSI, PKI, PBI, PRJ, Parkindo, PRS, Permai dan PKRI.

Akan tetapi, pada kenyataannya partai-partai politik tersebut cenderung untuk memperjuangkan
kepentingan golongan daripada kepentingan nasional. Partai-partai politik yang ada saling bersaing,
saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Dampaknya adalah era ini sering terjadi pergantian
kabinet sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan
terjadinya ketidakstabilan nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi maupun keamanan.

3. Pemilihan Umum 1955


Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955 ini merupakan Pemilu pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17
Agustus 1945, pemerintah sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan Pemilu
pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden
Mohammad Hatta tanggal 3 November 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai
politik. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan
diselenggarakan bulan Januari 1946.
Tidak terlaksananya Pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh
Maklumat 3 November 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :

1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu.


2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang
ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam.
Dengan kata lain, para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan mengusir
penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan Pemilu. Sejak masa Kabinet
Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) Pemilihan Umum sebenarnya sudah dirancang
dengan membentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah pada 31 Mei 1954. Sayangnya,
pemilihan umum tidak dilaksanakan pada masa Kabinet Ali I karena terlanjur jatuh. Kemudian Pemilu
1955 tetap berlangsung dengan Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai pengganti Ali I yang
melanjutkan.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan
dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian
dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai
politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan. Pemilu 1955 dilakukan dua
kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15
Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya,
meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang
memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan
untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu, sosok pejabat negara tidak
dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan Pemilu dengan segala cara.

Hasil Pemilihan Umum 1955 yang berhasil dilaksanakan pada tahun 1955 tersebut memunculkan
empat partai terkemuka yang meraih kursi terbanyak di DPR dan Konstituante. Keempat partai
terkemuka itu adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Nasional Indonesia (PNI),
Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dominasi keempat partai tersebut tampak dari perimbangan kursi di DPR yang terdiri dari 257 kursi.
Untuk kursi DPR PNI 57 kursi, Masyumi 57 kursi, NU 45 kursi, PKI 39 kursi, dan partai lain
memperebutkan sisa 59 kursi. Sedangkan perimbangan kursi konstituante 514 kursi dengan hasil
Masyumi 112 kursi, PNI 119 kursi, NU 91 kursi, PKI 80 kursi, dan partai lainnya memperebutkan sisa
112 kursi. Pelantikan anggota DPR hasil pemilu dilakukan pada tanggal 24 Maret 1956, sedangkan
pada anggota Dewan Konstituante dilakukan pada tanggal 10 November 1956.
BAB III
KESIMPULAN

Demokrasi Liberal diterapkan pada sistem pemerintahan Indonesia pada tahun 1950-1959 yang
berpegang pada konstitusi UUDS 1950. Pada tahun 1950, politik liberal berjalan dengan diiringi jatuh
bangunnya pergantian kekuasaan 7 kabinet.

Selain itu juga, pengaruh partai-partai politik yang terlalu kuat dalam sistem demokrasi parlementer
akhirnya mengakibatkan pemerintahan parlementer dibubarkan melalui Dekrit Presiden Juli 1959
yang kemudian merubah sistem demokrasi Indonesia menjadi sistem Demokrasi Terpimpin.
DAFTAR PUSTAKA

Sejarah Indonesia Kelas Xll SMA/MA/SMK/MAK


E-modul 2019 Kelas Xll Sejarah Indonesia KD 3.3
https://m.kumparan.com/amp/berita-terkini/memahami-sistem-kepartaian-indonesia-pada-masa-demo
krasi-liberal-203Y3N5OEiP
https://populicenter.org/2021/02/21/pemilu-pertama-1955/
https://katadata.co.id/intan/berita/61b9a5485652b/sejarah-demokrasi-liberal-di-indonesia-serta-penger
tian-dan-cirinya
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5817976/apa-itu-demokrasi-liberal-ini-sejarah-hingga-masa-
berakhirnya-di-indonesia
https://www.studocu.com/id/document/institut-teknologi-sepuluh-nopember/kewarganegaraan/makala
h-demokrasi-liberal/43863509
https://www.kpu.go.id/page/read/8/pemilu-1955
https://adjar.grid.id/amp/543529926/7-kabinet-pada-masa-demokrasi-liberal?page=2

Anda mungkin juga menyukai