Anda di halaman 1dari 13

BAHAN AJAR SEJARAH DEMOKRASI LIBERAL

Sekolah : MAN 1 Ketapang


Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas / Semester : XII / 1

A. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui kegiatan tanya jawab serta mengamati video, peserta didik mampu
menganalisis kehidupan politik Indonesia pada awal kemerdekaan secara kritis dan
mandiri
2. Melalui kegiatan tanya jawab serta mengamati video peserta didik mampu
menganalisis latar belakang munculnya Demokrasi Liberal secara secara kritis dan
mandiri.
3. Melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok peserta didik mampu mendeskripsikan
kehidupan politik dan faktor yang menyebabkan jatuh bangunnya kabinet pada masa
demokrasi liberal secara tepat dan benar
4. Melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok peserta didik mampu menganalisis
pelaksanaan pemilu yang berlangsung pada masa Demokrasi Liberal secara tepat
5. Melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok peserta didik mampu menganalisis
permasalahan ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal tepat
6. Melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok peserta didik mampu menganalisis
uasaha pemerintah mengatasi permasalahan ekonomi Indonesia pada masa
Demokrasi Liberal secara tepat
7. Melalui penugasan peserta didik dapat menyajikan presentasi hasil identifikasi
tentang kehidupan politik masa demokrasi liberal secara tepat

B. Uraian Materi

1. Awal Pelaksanaan Demokrasi Liberal

https://imnahdia.wordpress.com/2016/10/17

Pembentukan negara kesatuan setelah masa Republik Indonesia Serikat (RIS)


menandakan babak baru periode pemerintahan bangsa Indonesia. Kesepakatan
antara RIS dan RI untuk membentuk negara kesatuan tercapai pada tanggal 17 Mei
1950, dengan ditandatanganinya Piagam Persetujuan antara RIS dan RI. Isi piagam
tersebut menyatakan bahwa kedua belah pihak antara RIS dan RI dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dansecara bersama-sam akan melaksanakan
pembentukan negara kesatuan (Soepomo, 1950: 133-139). Periode ini
berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 yang disebut dengan
system Parlementer.
Perancang landasan dasar demokrasi liberal atau sistem parlementer di Indonesia
dirancang oleh Panitia Gabungan RIS dan RI atau disebut dengan Panitia Persiapan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan yang diketuai oleh Menteri Kehakiman
RIS yaitu Prof. Supomo dan wakil ketua yaitu Perdana Menteri RI, Dr. Abdul
Halim (Anhar Gonggong dan Musa Asy’ari, 2005: 57). Pekerjaan rancangan UUD
Negara Kesatuan baru selesai tepatnya pada tanggal 20 Juli 1950. Undang-Undang
tersebut kemudian dibahas oleh DPR masing-masing, dan diterima oleh senat dan
parlemen RIS maupun KNIP. Barulah pada tanggal 15 Agustus 1950
Presiden Soekarno menandatanga ni rancangan UUD tersebut yang kemudian
dikenal dengan Undang-Undang Dasar Sementara Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal (Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, 2008: 307), kemudian secara resmi Negara Kesatuan
dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1950.
Landasan demokrasi liberal ini adalah Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
1950. Undang- Undang Dasar Sementara 1950 terdiri dari dari Mukadimah dan
Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal (Zulkarnain, 2012: 10). Enam
bab tersebut mengatur tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia, alat-alat
kelengkapan negara, tugas alat-alat perlengkapan negara, pemerinta h daerah,
daerah-daerah swapraja, konstituante dan perubahan, ketentuan-ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup. Sistem pemerintahan yang dianut dan diterapkan
pada masa berlakunya UUDS 1950 ini adalah sistem pemerintahan parlementer.
Kabinet di dalam sistem parlementer tidak bertanggung jawab kepada Presiden
seperti yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dalam UUDS
1950 kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun begitu, kekuasaan Presiden dan
Wakil Presiden tetap diakui. Terdapat pada pasal 83 ayat (1) UUDS 1950, Presiden
dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat (Zulkarnain, 2012: 103). Artinya
Presiden dan Wakil Presiden di dalam sistem parlementer UUDS 1950, masih
diakui meskipun tugas menjalankan pemerinta ha n dipegang oleh perdana menteri
dan Menteri-menteri terpilih.
Sebenarnya UUDS 1950 hanyalah bersifat sementara, sifat kesementaraan ini
jelas terlihat dan tertulis pada pasal 134 yang menyatakan konstituante yaitu
Lembaga Pembuat UUD yang bersama - sama dengan pemerintah selekas-lekasnya
menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini
(Zulkarnain, 2012: 111).
Alat-alat kelengkapan negara menurut UUDS 1950, ketentuan Umum, pasal 44,
ialah; Presiden dan Wakil-Presiden, menteri- menteri, Dewan Perwakilan
Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewa n Pengawas Keuangan. Jika melihat
pasal 45 ayat (1) tertuang bahwa Presiden hanya berstatus sebagai Kepala
Negara. Artinya kekuasaan Presiden ialah hanya sebagai kepala negara tanpa
menjalankan roda pemerintahan secara langsung. Sistem parlementer pada masa
demokrasi liberal ini Presiden dan Wakil Presiden hanyalah sebagai simbol yang
tidak memiliki fungsi pemerinta ha n sehari-hari. Namun, Presiden tetap dapat
menyetujui perdana menteri baru atau tetap dapat mengeluarkan dekrit. Menurut
UUDS 1950, kekuasaan legislatif 369 di pegang oleh Presiden, kabinet dan DPR
(Zulkarnain, 2012: 103).
Perdana Menteri yang menjabat sebagai kepala pemerintahan dan menjalankan
roda pemerinta ha n seharihari serta memimpin kabinet disetujui oleh Presiden.
Kabinet keseluruhan maupun secara perorangan bertanggungjawab kepada DPR
yang mempunyai hak untuk menjatuhkan kabinet secara seluruhnya ataupun
memberhentikan menteri- menteri secara individual. Artinya yang mengangkat
Perdana Menteri dan kabinet adalah DPR atas persetujuan Presiden. Sistem politik
pemerintahan pada masa ini pula mendorong untuk lahirnya partai-partai politik,
karena sistem kepartaian menganut sistem multipartai. Akibat yang didapat
dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal ini yang mengikuti sistem
pemerintahan gaya Eropa, maka partai-partailah yang menjalankan pemerintahan
melalui kekuasaannya di parlemen. Untuk wilayah kekuasaan negara Kesatuan
Indonesia pada masa demokrasi parlementer dibagi menjadi 10 daerah provinsi
yang otonom. Kabinet-kabinet Pada Masa Sistem Parlementer Antara tahun 1950-
1959 sudah terjadi 7 (tujuh) kali pergantian kabinet. Pergantian kabinet ini
hampir terjadi setiap tahun hingga berakhirnya Undang-undang Dasar
Sementara (UUDS) 1959. (Zulkarnain, 2012: 11). Pergantian kabinet yang terjadi
dalam waktu singkat ini menandakan lemahnya kekuatan kabinet sehingga dapat
dikudeta atau dijatuhkan oleh partai atau orang lain..

2. Ciri – Ciri sistem demokrasi liberal di Indonesia


Pelaksanaan demokrasi liberal pada hakekatnya adalah sesuatu yang wajar
sebab sesuai dengan konstitusi yang berlaku pada saat itu yaitu Undang – Undang
Dasar Sementara 1950 yang memang bernafaskan semangat liberal. Demokrasi
liberal pada dasarnya merupakan sistem politik pemerintahan yang didasarkan
pada asas liberal yang ditandai dengan besarnya peran partai – partai politik. Sistim
pemerintahan pada dasarnya membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan
serta hubungan lembaga – lembaga negara yang menjalankan kekuasaan –
kekuasaan negara itu dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat, namun
kenyataannya hal ini tidak terjadi pada masa pelaksanaan demokrasi liberal.
Konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi liberal maka bangsa Indonesia pada
tahun 1950 – 1959 menganut sistem parlementer. Dalam sistem parlementer
hubungan antara eksekutif ( kabinet ) dan legislatif ( parlemen ) sangat erat,
karena kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.

Masa demokrasi liberal merupakan masa kiprahnya partai – partai politik pada
pemerintahan Indonesia. Dua partai terkuat PNI dan Mayumi silih berganti
memimpin kabinet. Setiap kabinet jika ingin bertahan harus mampu memperoleh
dukungan suara terbanyak di parlemen demikian juga kebijaksanaan pemerintah
tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki parlemen. Ciri – ciri sistem
kabinet parlementer (Kabinet Minsiteril) adalah :
a. Adanya sistem multi partai
b. Adanya pemisahan kekuasaan antara Kepala Negara dengan Kepala
Pemerintahan.
c. Presiden adalah Kepala Negara. Kepala Negara tidak bertenggung jawab
atas segala kebijaksanaan yang diambil kabinet.
d. Kepala pemerintahan ( Kabinet ) adalah seorang Perdana Menteri
e. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Kabinet harus meletakkan
mandatnya kepada Kepala Negara jika parlemen mengeluarkan mosi tidak
percaya kepada menteri tertentu atau seluruh Menteri
f. Dalam parlemen terdapat dua kelompok partai yaitu partai pemerintah (partai
penguasa) dan partai oposisi ( partai yang tidak memiliki wakil di
pemerintahan/kabinet).
g. Bila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan Kepala Negara
beranggapan cabinet berada dipihak yang benar maka Kepala Negara dapat
membubarkan parlemen, serta secepatnya dilaksanakan pemilu untuk
membentuk parlemen yang baru.

3. Kondisi Politik pada Masa Demokrasi Liberal

https://www.kompas.com/
stori/read/
2021/04/16/161915979/

Kondisi politik
Indonesia di Demokrasi
Liberal tahun 1950–
1959 disebut sebagai
zaman pemerintahan
partai-partai. Di waktu
tersebut, mayoritas
partai dianggap
mengakibatkan kabinet
atau pemerintahan harus terus berganti.
Masa demokrasi liberal ditandai dengan adanya sistem parlementer. Karena
menggunakan sistem ini, pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri,
sedangkan presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.
Ada 7 kabinet yang naik turun selama periode ini, sehingga dikenal sebagai
pemerintahan politik dagang sapi. Maksud dari politik tersebut adalah banyak partai
yang cenderung saling menjatuhkan untuk berkuasa di parlemen, sehingga bisa
mencari keuntungan untuk partainya.
Model politik dagang sapi inilah yang membuat kabinet tak bisa menjalankan
fungsinya dengan baik. Tak hanya itu, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah juga
makin memudar. Kondisi Indonesia juga cenderung tidak stabil karena pergolakan
politik yang tak tertangani.
Selama kurun waktu 1950–1959, ada 7 kabinet yang menduduki parlemen. Pendeknya
masa kekuasaan kabinet pada masa demokrasi liberal disebabkan karena masalah
internal dan keamanan yang sering terjadi. Berikut adalah penjelasan lengkapnya.
1) Kabinet Natsir
Kabinet pertama dalam demokrasi liberal adalah kabinet Natsir, kabinet ini
berjalan dari September 1950–Maret 1951. Di kabinet ini, Moh Natsir dari Partai
Masyumi menjadi perdana menteri, sedangkan anggotanya termasuk
Hamengkubuwono IX, Ir. Djuanda, hingga Prof. Soemitro.
Program kerja kabinet Natsir terbagi dalam lima pokok, yakni memperjuangkan
penyelesaian masalah Irian Barat, mengembangkan ekonomi rakyat, serta
menyempurnakan Organisasi Angkatan Perang. Kabinet Natsir juga menggiatkan
usaha keamanan sekaligus menyempurnakan susunan pemerintah.
Salah satu keberhasilan kabinet Natsir adalah mengupayakan terjadinya
perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas masalah Irian Barat.
Kabinet ini juga cukup berhasil menjalankan Gerakan Banteng, yakni gerakan
nasional untuk mengubah struktur ekonomi nasional.
Penyebab jatuhnya kabinet Natsir adalah berpindahnya PNI sebagai pihak oposisi.
Awalnya PNI memang menjadi koalisi Partai Masyumi, namun Natsir tak
memasukkan PNI dalam susunan kabinet. Karena masalah ini, PNI berubah
menjadi oposisi bersama dengan PKI dan Murba.
Jatuhnya kabinet Natsir disebabkan oleh masalah internal juga, yakni tidak
berjalannya Sumitro Plan dan adanya perubahan susunan lembaga daerah akibat
mosi dari PNI.
2) Kabinet Sukiman
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden pun
menunjuk Sukiman dari Masyumi dan Sidik dari PNI untuk membentuk kabinet
koalisi. Kabinet Sukiman merupakan kabinet koalisi pertama antara Masyumi dan
PNI.
Program kerja kabinet Sukiman lebih mengutamakan untuk meningkatkan
keamanan dan ketentraman negara. Tak hanya itu, kabinet ini juga punya program
kerja untuk memperbaharui hukum agraria sesuai kepentingan petani hingga
mempercepat pemilihan umum.
Kabinet pada masa demokrasi liberal ini membuat program kerja untuk
menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan memasukkan Irian Barat kembali
ke Indonesia. Kabinet Sukiman juga menyiapkan undang-undang untuk
kepentingan buruh dan penetapan upah minimum.
Keberhasilan kabinet Sukiman terlihat dengan meningkatnya perusahaan kecil di
berbagai daerah. Sektor pendidikan juga mulai diperluas dan bisa melanjutkan
beberapa program kerja dari kabinet sebelumnya, terutama masalah Irian Barat.
Penyebab jatuhnya kabinet Sukiman adalah ketidakmampuan kabinet mengatasi
berbagai pemberontakan di wilayah Jawa dan Sulawesi. Selain itu, kabinet ini juga
mendapat sandungan karena dinilai menjalin kerja sama dengan blok barat lewat
MSA.

3) Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo berjalan dari April 1952–Juni 1953 dengan penunjukan Wilopo
dari PNI sebagai formatur. Kabinet ini mendapat dukungan dari 3 partai, yakni
PSI, Masyumi, serta PSI. Program kerja kabinet Wilopo terbagi dalam 2 program,
yakni dalam dan luar negeri.
Untuk program dalam negeri, Kabinet Wilopo berfokus untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat, stabilitas negara, dan akses pendidikan. Kabinet ini juga
mengusahakan untuk segera menyelenggarakan Pemilu untuk memilih DPR,
Konstituante, dan DPRD.
Kemudian, untuk program luar negeri, Kabinet Wilopo melanjutkan dari program
kabinet sebelumnya, yakni memperjuangkan Irian Barat dan melakukan politik
bebas aktif. Keberhasilan kabinet Wilopo terlihat dengan terlaksananya Pemilu
dan produksi pangan nasional yang meningkat.
Penyebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah adanya konflik internal TNI, krisis
ekonomi, hingga adanya defisit kas negara. Tensi gangguan juga meningkat
dengan adanya gerakan separatis yang ada di Jawa dan luar Jawa, berikut dengan
ketidak puasan masyarakat.
Peristiwa yang menjadi sebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah Peristiwa Tanjung
Morawa. Peristiwa ini merupakan konflik yang terjadi di Deli antara petani liar
yang didukung PKI dan aparat kepolisian mengenai tanah perkebunan. Peristiwa
Tanjung Morawa ini mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya dari Serikat
Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo, sehingga kabinet ini pun jatuh.

4) Kabinet Ali Sastroamijoyo I


Pada Juli 1953, kabinet Ali Sastroamijoyo I terbentuk dengan dukungan penuh
dari parlemen, termasuk partai NU. Program kerja kabinet Ali Sastroamijoyo I ini
ada 6 poin, yakni meningkatkan keamanan dan kemakmuran negara,
menyelenggarakan pemilu, dan pembebasan Irian Barat.
Program kerja lainnya adalah pelaksanaan politik bebas aktif, peninjauan kembali
hasil Konferensi Meja Bundar, serta penyelesaian pertikaian politik yang terjadi di
dalam parlemen negara. Keenam program kerja tersebut juga termasuk dari
perkembangan program kerja kabinet sebelumnya.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo I diantaranya adalah merampungkan
Pemilu dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Kabinet ini juga
memperkenalkan sistem ekonomi baru bernama Ali Baba untuk menggalang kerja
sama antara pribumi dan Tionghoa.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo I disebabkan karena adanya pemberontakan
gerakan separatisme, yakni DI/TII di Jabar, Sulawesi Selatan dan Aceh. Kabinet
ini juga harus menghadapi kemelut di tubuh TNI AD sekaligus mengatasi masalah
ekonomi yang belum rampung.
Keadaan di dalam kabinet dan parlemen makin buruk dengan adanya konflik
antara PNI dan NU, sehingga koalisi kabinet ini pecah. NU menarik menterinya
pada Juli 1955 yang kemudian diikuti partai lainnya. Pada akhir Juli 1955, kabinet
ini mengembalikan mandatnya pada presiden.

5) Kabinet Burhanuddin Harahap


Kabinet pada masa demokrasi liberal berikutnya adalah kabinet Burhanuddin
Harahap. Kabinet ini berjalan dari Agustus 1955–Maret 1956 dengan koalisi
Partai Masyumi. Berbeda dengan sebelumnya, PNI memilih menjadi oposisi di
kabinet ini.
Program kerja kabinet Burhanuddin Harahap diantaranya mengembalikan
kewibawaan pemerintah dengan meningkatkan kepercayaan AD dan masyarakat
pada kinerja negara. Selanjutnya, kabinet ini juga merencanakan terbentuknya
parlemen baru dan mengatasi masalah korupsi, inflasi dan desentralisasi.
Kabinet ini juga masih berusaha memperjuangkan Irian Barat agar kembali ke
pangkuan Indonesia. Tak hanya itu, politik bebas aktif yang sebelumnya
disepakati dalam KAA juga menjadi prioritas dari kabinet Burhanuddin.
Keberhasilan kabinet Burhanuddin Harahap bisa Sobat Pijar lihat dengan
bubarnya Uni Indonesia Belanda. Penangkapan pejabat tinggi yang melakukan
korupsi juga berhasil dilakukan, hubungan yang membaik dengan AD dan
penyelenggaraan Pemilu yang berhasil.
Penyebab jatuhnya kabinet Burhanuddin Harahap adalah perintah presiden untuk
membubarkan kabinet tersebut. Dengan selesainya Pemilu, maka tugas kabinet ini
juga berakhir dan dianggap telah selesai.

6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II


Kabinet pada masa demokrasi liberal tidak selesai dengan berakhirnya kabinet
Burhanuddin Harahap. Pada Maret 1956 – Maret 1957, kabinet Ali Sastroamijoyo
II terbentuk dengan dukungan 3 partai besar, yakni PNI, NU dan Masyumi.
Program kerja kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah program jangka panjang yang
disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun. Beberapa isi dari rencana
tersebut adalah pembatalan KMB, melaksanakan keputusan KAA, serta
pembentukan daerah otonomi.
Masalah sosial dan politik juga disoroti oleh kabinet ini, yakni mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan menyehatkan keuangan negara. Pemulihan
keamanan sekaligus pengembalian Irian Barat juga dilakukan oleh kabinet Ali II
ini.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah pembatalan seluruh perjanjian
KMB. Namun pembatalan perjanjian ini juga menjadi penyebab jatuhnya kabinet
ini. Dengan berakhirnya perjanjian KMB, nasib modal pengusaha Belanda di
Indonesia mulai tidak jelas.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo II juga terlihat dengan adanya gelombang
anti Cina di masyarakat. Pergolakan dan kekacauan di berbagai daerah juga terus
menguat dan mengarah ke gerakan separatisme. Perpecahan antara Masyumi dan
PNI membuat kabinet ini akhirnya jatuh.

7) Kabinet Djuanda
Kabinet baru setelah kabinet Ali II dipimpin oleh Ir. Djuanda, kabinet Djuanda
disebut juga zaken kabinet karena berisi menteri yang ahli di bidangnya dan
tergolong intelektual. Jadi, di dalam kabinet ini minim dan bahkan tidak ada unsur
politik Sobat Pijar.
Program kerja kabinet Djuanda dikenal dengan nama Panca Karya yang berisi 5
poin. Diantaranya membentuk Dewan Nasional, normalisasi keadaan RI,
perjuangan pengembalian Irian Jaya, serta melancarkan pembatalan KMB.
Kabinet ini juga berusaha untuk mempercepat proses pembangunan.
Keberhasilan kabinet Djuanda adalah mengeluarkan Deklarasi Djuanda, dengan
deklarasi ini wilayah Indonesia makin luas karena perairan Indonesia menjadi 12
mil dari garis pantai. Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia
terbatas hanya di angka 3 mil.
Penyebab jatuhnya kabinet Djuanda adalah kegagalan kabinet dalam mengatasi
pergolakan PPRI atau Permesta. Tak hanya itu, kabinet juga dinilai gagal menjaga
keamanan negara karena adanya Peristiwa Cikini, yakni peristiwa percobaan
pembunuhan terhadap Soekarno.
Kabinet Djuanda akhirnya dibubarkan sebagai efek dari Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Dengan adanya dekrit tersebut, kabinet demokrasi liberal telah berakhir.
Indonesia pun mengganti sistem pemerintahannya sebagai masa demokrasi
terpimpin.

3. Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal di Indonesia


Mengutip buku Pengantar Ilmu Ekonomi, Agung Nusantara dkk (2022: 16), pada
masa demokrasi yang berlangsung pada 1959 sampai 1957, terjadi pergantian kabinet
yang cukup sering. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah partai yang cukup banyak
namun tidak memiliki partai mayoritas mutlak. Pada masa demokrasi liberal,
perekonomian diberikan kepada pasar untuk mengaturnya. Kebijakan tersebut
mengakibatkan adanya ketimpangan sosial antara pengusaha pribumi dengan
pengusaha non-pribumi karena adanya ketidakmampuan dalam bersaing di pasar.
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada masa demokrasi liberal, maka
diberlakukan beberapa kebijakan ekonomi. Berikut ini adalah beberapa kebijakan
ekonomi pada masa demokrasi liberal:

1. Gunting Syafruddin
Gunting Syafruddin merupakan kebijakan pemotongan nilai uang atau sanering
yang diambil dari Menteri Keuangan Syarifuddin Prawiranegara. Pada 20 Maret
1950, semua uang yang bernilai Rp 2,50 ke atas akan dipotong nilainya hingga
setengahnya.
Tujuannya adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5,1 miliar.
Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang.

2. Gerakan Benteng
Gerakan Benteng merupakan sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional.
Sistem ini dicanangkan oleh Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, ayah
dari Prabowo Subianto.
Gerakan Benteng pada saat itu diwujudkan dengan menumbuhkan pengusaha
Indonesia lewat kredit, teman-teman.
Sayangnya, program ini dikatakan gagal karena pengusaha yang ada saat itu tidak
mampu bersaing. Kegagalan ini justru menambah defisit anggaran dari Rp 1,7
miliar pada tahun 1951 menjadi Rp 3 miliar pada tahun 1952.

3. Nasionalisasi De Javasche Bank


Pada tahun 1951, pemerintah menasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Bank milik Belanda itu dijadikan sepenuhnya bank milik Indonesia
untuk menaikkan pendapatan, menurunkan biaya ekspor, dan menghemat drastis.
Sebab sebelumnya, operasional De Javasche Bank ini masih membutuhkan
persetujuan dari Belanda. Dengan nasionalisasi bank milik Belanda, pemerintah
lebih leluasa dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter

4. Sistem Ekonomi Ali-Baba


Sistem ekonomi Ali-Baba ini diprakarsai oleh seorang Menteri Perekonomian
Kabinet Ali I, yakni Iskaq Tjokrohadisurjo. Program ini diberi nama Ali Baba
karena melibatkan pengusaha pribumi (Ali) dan pengusaha keturunan Tionghoa
(Baba). Lewat program ini, pengusaha keturunan Tionghoa diwajibkan untuk
melatih tenaga yang ada di Indonesia alias pribumi. Sebagai imbalan, para
pengusaha keturunan Tionghoa akan mendapat bantuan kredit dan lisensi dari
pemerintah.

Sayangnya, sistem ekonomi ini mengalami kegagalan karena beberapa hal berikut
ini
- Banyaknya pengusaha pribumi yang mengalihkan usaha mereka kepada para
pengusaha non-pribumi.
- Kredit yang diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha
pribumi.
- Kredit yang awalnya ditujukan untuk mendorong kegiatan produksi justru
digunakan untuk kegiatan konsumsi.
- Pengusaha pribumi gagal dalam memanfaatkan kredit secara maksimal
sehingga kurang berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia
5. Persaingan Finansial Ekonomi
Utang kepada belanda seperti yang disepakati lewat Konferensi Meja Bundar
(KMB) tentu saja memberatkan Indonesia. Oleh karena itu pada 7 Januari 1956,
Indonesia memutuskan langkah Finansial Ekonomi atau Finek, isinya:
- Persetujuan hasil KMB dibatalkan.
- Indonesia keluar dari Uni Indonesia-Belanda
Akibatnya banyak pengusaha Belanda menjual perusahaannya, sementara
pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan itu
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional merancang Rencana Pembangunan
Lima Tahun atau RPLT. Sebab saat itu kabinet pemerintahan kerap berganti yang
berakibat pembangunan berjalan tersendat karena disibukkan persaingan politik.
RPLT disetujui DPR pada 11 November 1958. Pembiayaan Rp 12,5 miliar
rencananya akan digunakan untuk pembangunan selama 1956-1961.
Namun, Rencana Pembangunan Lima Tahun ini tidak berjalan karena depresi
ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barta. Depresi itu juga berdampak pada
perekonomian dalam negeri, seperti ekspor lesu dan pendapatan negara yang
merosot

7. Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)


Di masa Kabinet Juanda, terjadi kesenjangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Masalah kesenjangan ini pun kemudian diatasi dengan
diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Munap mengubah
rencana pembangunan yang sudah ditetapkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan.
Meski begitu, Munap tetap bisa menyelesaikan masalah karena terjadi
pemberontakan politik PRRI/Permesta

C. Latihan, Kunci Jawaban dan Rubrik


1. Perhatikan data berikut ini!
1) Kabinet bersifat presidensial
2) Kabinet bersifat parlementer
3) Persaingan antarpartai politik yang saling menjatuhkan
4) Koalisi partai politik yang dibangun gampang pecah
5) Pemerintah membangun partai tunggal
Berdasarkan pernyataan di atas, penyebab jatuh bangunnya kabinet selama masa
Demokrasi Liberal (1950-1959) berada pada pernyataan nomor ...
A. 1, 2, dan 3
B. 2, 3, dan 4
C. 3, 4, dan 5
D. 1, 3, dan 5
E. 1, 2, dan 4

2. Pada masa demokrasi liberal keadaan pemeritahan tidak stabil. Hal ini disebabkan
karena ...
A. Kabinet yang berkuasa sangat lemah
B. Para menteri yang diangkat banyak melakukan korupsi
C. Sering terjadi pergantian Kabinet
D. Kabinet pada waktu itu tidak mendapat dukungan dari rakyat
E. Tidak adanya Partai mayoritas

3. Setiap kabinet yang berkuasa pada masa demokrasi liberal mempunyai program.
Masalah yang selalu menjadi program setiap Kabinet pada masa Demokrasi Liberal
adalah ...
A. Penyelesaian Konflik Angkatan darat
B. Pembangunan Lima Tahun
C. Pelaksanaan Pemilihan Umum
D. Pengembalian Irian Barat ke Republik Indonesia
E. Pembentukan Partai Politik

4. Pada masa demokrasi liberal terjadi gangguan keamanan yang mengancam disintergrasi
bangsa. Contoh gangguan keamanan yang terjadi di Indonesia pada awal pelaksanaan
demokrasi liberal adalah ...
A. Pemberontakan PRRI atau PERMESTA
B. Permberontakan di Irisan Barat
C. Krisis keuangan di berbagai daerah
D. Munculnya gerakan separatisme di berbagai daerah
E. Intervensi Parlemen terhadap TNI

5. Sistem Multipartai yang merupakan dampak Maklumat Pemerintah 3 November 1945


mendorong bangsa Indonesia menerapkan sistem Demokrasi ...
A. Komunis
B. Pancasila
C. Sosialis
D. Terpimpin
E. Liberal

6. Pada masa Demokrasi Liberal, terdapat … kabinet.


A. 4
B. 5
C. 6
D. 7
E. 8

7. Pada 22 Januari 1951 Hadikusumo dari PNI mengeluarkan mosi kepada Kabinet Natsir.
Dampak mosi Hadikusumo tersebut adalah....
A. Kursi menteri diperebutkan oleh PNI dan Masyumi
B. Moh. Natsir memasukkan tokoh-tokoh PNI dalam formatur kabinetnya
C. PNI memutuskan menjadi bagian oposisi bagi Kabinet Natsir
D. Moh. Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno
E. Moh. Natsir mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1950

8. Kinerja Kabinet Burhanuddin Harahap dinilai berhasil dan berdampak besar bagi
kehidupan politik di Indonesia. Salah satu bentuk keberhasilan tersebut adalah....
A. Mendapatkan kembali wilayah Irian Barat setelah dikuasai Belanda
B. Melunasi utang kepada Belanda yang menumpuk sejak masa kolonial
C. Membatalkan kesepakatan KMB yang dianggap merugikan bangsa Indonesia
D. Menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan konstituante
E. Membentuk konstituante yang bertugas merumuskan UUD baru

9. PNI menjadi partai oposisi dalam Kabinet Burhanuddin Harahap. Kondisi tersebut
terjadi karena...
A. Kabinet Burhanuddin Harahap membatalkan hasil KMB
B. PNI meraih suara terbanyak dalam penyelenggaraan pemilu 1955
C. A.H. Nasution diangkat sebagai KSAD untuk menyelesaikan permasalahan dalam
tubuh TNI
D. Tuntutan PNI agar menunjuk sendiri orang-orang yang akan duduk dalam
kabinet tidak disetujui
E. Kabinet Burhanuddin Harahap belum berhasil mengembalikan wilayah Irian Barat
ke Indonesia
10. Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo II PKI tidak dilibatkan dalam
jajaran kabinet. Salah satu faktor penyebab PKI tidak dilibatkan dalam kabinet ini
adalah....
A. PKI tidak mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah
B. Beberapa tokoh Islam menolak keterlibatan PKI dalam kabinet
C. PKI tidak hadir dalam sidang pembentukan formatur kabinet
D. Ali Sastroamidjojo menolak keterlibatan PKI dalam kabinet
E. PKI tidak termasuk partai besar pemenang pemilu 1955

Kunci Jawaban

1. B. 2, 3, dan 4
2. C. Sering terjadi pergantian Kabinet
3. D. Pengembalian Irian Barat ke Republik Indonesia
4. D. Munculnya gerakan separatisme di berbagai daerah
5. E. Liberal
6. D. 7
7. D. Moh. Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno
8. D. Moh. Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno
9. D. Tuntutan PNI agar menunjuk sendiri orang-orang yang akan duduk dalam
kabinet tidak disetujui
10. B. Beberapa tokoh Islam menolak keterlibatan PKI dalam kabinet

DAFTAR PUSTAKA

Anjar, M. 2019. E-Modul Perkembangan Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal.
Jakarta : Direktorat Pembinaan SMA-Kemendikbud

Dicky Setyawan. 2023. Sejarah Pemilu 1955: Latar Belakang, Jumlah Partai &
Pemenangnya. https://tirto.id/sejarah-pemilu-1955-latar-belakang-jumlah-partai-
pemenangnya-gAQ9 diakses 11 Oktober 2023

Kemendikbud. 2018. Buku Sejarah Indonesia Siswa Kelas XII. (edisi revisi 2018).
Jakarta : Kemdikbud RI

Melkisedek, dkk. 2017. PR Sejarah Indonesia Siswa Kelas XII Kurikulum 2013.
Jakarta : Intan Pariwara

Anda mungkin juga menyukai