Anda di halaman 1dari 3

Kondisi Politik Indonesia

Pada Masa Demokrasi Liberal

Kelompok 2 ;
1. Farhan Yanzil Ramadhan (10)
2. Fauzan Dio Ramadhan (11)
3. Firasya Kazza Muthiah (12)
4. Fisca Anggita (13)
5. Kevin Gantama (14)
6. Lintang Kinary (15)
7. Mahathir Kurniansyah Wahid (16)
8. Marcellino Arya Wijaya (17)
9. Muhammad Aziz Almuhadi (18)
Pada tahun 1950 – 1959, pemerintahan Indonesia dalam sejarahnya pernah berubah
menjadi bentuk Republik Indonesia yang menganut demokrasi liberal dengan sistem
kabinet pemerintahan parlementer. Demokrasi liberal dipilih setelah negara Republik
Indonesia serikat dibubarkan pada tahun 1950. Penerapan demokrasi liberal pada negara
Indonesia tersebut tertuang dalam undang undang sementara atau UUDS 1950 yang berlaku
sebelum adanya konstitusi yang tetap.

Dengan penerapan sistem pemerintahan parlementer, pada saat itu kekuasaan tertinggi
dipegang oleh seorang Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai kepala negara. Secara
definsi, pengertian demokrasi liberal adalah sistem politik yang memberikan kebebasan
Individu warga negaranya. Dalam demokrasi liberal tersebut, setiap keputusan dibuat
berdasarkan suara mayoritas namun tetap memperhatikan hak hak individu agar tidak
dilanggar.

Demokrasi liberal yang sekarang ini dapat kita lihat dari contoh negara yang masih
menerapkan asas demokrasi liberal dalam sistem politiknya, seperti Amerika Serikat, menjadi
salah satu sejarah kelam politik Indonesia pada saat ini. Pemberlakuan pemerintahan
Indonesia pada tahun 1950 – 1959 tersebut mengalami banyak gonjangan politik, ekonomi,
dan sosial. Berikut beberapa keadaan politik pada masa demokrasi liberal yang perlu
diketahui.

1. Pergantian kabinet
Keadaan politik pada masa demokrasi liberal pertama dan yang paling mudah dilihat adalah
adanya banyak pergantian kabinet selama masa demokrasi liberal dari tahun 1950 – 1959.
Kabinet menjadi bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang ditetapkan. Selama masa
demokrasi liberial ada 7 kabinet yang pernah terbentuk diantaranya;
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 2juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)
Seringnya berganti kabinet tersebut menjadikan strategi pemerintahan dan tujuan demokrasi
liberal tidak berjalan dengan baik karena setiap kabinet memiliki pemikiran tersendiri.

2. Sistem mulitpartai
Pada masa pemerintahan demokrasi liberal ada kebebasan individu menjadikan salah satu
dasar munculnya banyak partai di Indonesia yang sebenarnya warisan dari penerapan partai
tahun tahun sebelumnya. Sistem kerpartaian ini diawali sejak lama ketika Presiden Soekarno
mendirikan PNI kemudiaan diikut dengan keputusan wakil Presiden Moh. Hatta
mengesahkan 10 partai diantaranya seperti Masyumi, PNI, PSI, PKI, PBI, PRJ, Parkindo,
PRS, Permai,PKRI.

a) Sisi positif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.


 Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan
pemerintahan.
 Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena wewenang pemerintah
dipegang oleh partai yang berkuasa.
 Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia karena setiap warga berhak
berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, menyampaikan
pendapat, dan mendirikan partai politik.

b) Sisi negatif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.


 Ada kecenderungan terjadi persaingan yang tidak sehat di parlemen maupun
kabinet.
 Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompoknya sendiri, bukan
kepentingan rakyat banyak.

3. Pemilu 1955
Pada saat penerapan demokrasi liberal di Indonesia, salah satu yang paling mencolok terkait
keadaan politik masa itu adalah pelaksanaan pemilu 1955 yang banyak dikatakan sukses.
Pemilu 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota DPR dan anggota konstituante yang
berlansung dalam dua tahapan. Pemilu 1955 menghasilkan 5 parpol terkuat diantaranya PNI,
Masyumi, NU, PKI, dan PSII.

4. Kegagalan Konstituante
Keadaan politik lain yang terlihat dalam masa demokrasi liberal adalah terjadinya banyak
gesekan antar partai yang memiliki kepentingan masing masing. Kondisi gesekan antar partai
tersebut menjadi salah satu alasan kegagalan konstituante dalam tugasnya. Konstituante yang
ditugasi untuk merumuskan UUD baru tidak mampu menjalankan tugasnya bukan karena
gesekan antar partai yang menimbulkan banyak perselisihan saja namun juga karena adanya
desakan yang kuat untuk kembali pada UUD 1945. Konstituante akhirnya dibubarkan pada
tahun 1959 melalui dekrit presiden Soekarno pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai