html
Landasan pemerintahan saat ini yaitu UUD sementara 1950. Sistem yang dianut
adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal masih bersifat semu. Ciri sistem ini
terlihat dalam ketentuan UUDS seperti:
Pada masa ini terdapat kebebasan yang diberikan kepada rakyat tanpa
pembatasan dan persyaratan yang tegas dan nyata untuk melakukan kegiatan politik,
sehingga banyak bermunculan partai politik. Persaingan terbuka sangat tampak waktu itu,
masing-masing ingin mencapai cita-cita partainya. Sistem banyak partai ini berakibat
kabinet baru yang akan berjalan, akan mantap apabila didalamnya terdapat koalisi.
Adanya koalisi karena tidak ada partai yang menang mutlak, sehingga partai yang berkuasa
kehilangan dukungan diparlemen dan kabinet akan bubar. Dilihat dari kepentingan nasional
hal ini tidak dapat dibiarkan, oleh karena itu presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada
tanggal 5 juli. Yang menyatakan bahwa konstituante dibubarkan, serta kembalinya ke UUD
1945 yang kemudian menghendaki terbentuknya MPRS dan DPRS.
http://danut.comze.com/Sis._Pem._1950-1959.html
3. Sistem Pemerintahan di Indonesia Tahun 1950 - 1959
Landasan pelaksanaan system pemerintahan pada tahun 1950 adalah Undang-Undang Dasar
Sementara 1950, pengganti Konstitusi RIS 1945. Undang-Undang ini berlaku sejak tanggal 17
Agustus 1950. Sistem pemerintahan yang dianut oleh UUDS 1950 juga tidak jauh berbeda
dengan Konstitusi RIS 1949. system yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi
liberal, yang masih bersifat semu (Quasi Parlementer). Ciri system pemerintahan parlementer
yang tampak pada ketentuan-ketentuan UUDS 1950 seperti berikut :
a.Presiden dan wakil presiden tidap dapat diganggu gugat
b.Menteri-menteri bertanggung jawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-
sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
c.Presiden berhak membubaskan Dewan Perwakilan Rakyat
d.Perdana menteri diangkat oleh Presiden
e.Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua masih dicampurtangi oleh Presiden.
Pada masa ini terdapat kebebasan yang diberikan pada rakyat tanpa pembatasan dan persyaratan
yang tegas dan nyata untuk melakukan kegiatan politik, sehingga banyak bermunculan partai-
partai politik. Persaingan secara terbuka antarpartai sangat tampak dalam panggung politik
nasional, masing-masing berusaha untuk mencapai cita-cita politiknya. Hal tersebut berpengaruh
pada jumlah partai yang menjadi konsisten pemilu, buktinya dalam pemilu yang pertama sejak
Indonesia dipromlamirkan sangat banyak partai yang menjadi kontestan pemilu. Sistem banyak
partai ini berakibat kabinet baru yang akan berjalan, akan tetapi apabila didalamnya terdapat
koalisi.
Adanya koalisi antara berbagai partai yang besar ini dikarenakan tidak ada satupun partai yang
menang secara mayoritas mutlak. Adanya koalisi ini, sering mengakibatkan partai yang berkuasa
kehilangan dukungan di parlemen, sehingga kabinet harus bubar. Hal ini mengakibatkan
kelebihan pemerintahan yang tercermin dari sering jatuh bangunannya kabinet Di Indonesia
dalam kurun waktu 1950-1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet. Peristiwa jatuh bangunnya
kabinet tersebut jelas menganggu jalannya pemerintahan, pembangunan pun terhambat, dan
timbul berbagai masalah dalam mekanisme pemerintahan di Indonesia.
Dilihat dari kepentingan nasional tentu hal ini tidak dapat dibiarkan, sehingga Presiden Soekarno
selaku Kepala Negara pada waktu itu mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa
Konstituante dibubarkan, serta kembalinya ke UUD 1945, yangkemudian menghendaki
terbentuknya MPRS dan DPRS. Dekret ini dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959.
http://pandekasamuik.blogspot.com/2012/02/bakaco-pemerintahan-indonesia-pada.html
Selain itu diupayakan mencari kredit dari luar negeri terutama untuk pembangunan prasarana ekonomi.
Menteri Kemakmuran Ir. Djuanda berhasil mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah $
100.000.000. Dari jumlah tersebut direalisasi sejumlah $ 52.245.000. Jumlah ini untuk membangun
proyek-proyek pengangkutan automotif, pembangunan jalan, telekomunikasi, pelabuhan, kereta api, dan
perhubungan udara. Namun demikian sejak 1951 penerimaan pemerintah mulai berkurang lagi, karena
menurunnya volume perdagangan internasional. Indonesia dengan ekonomi agrarianya memang tidak
memiliki barang-barang ekspor lain kecuali hasil perkebunan.
Upaya perbaikan ekonomi secara intensif diawali dengan Rencana Urgensi Perekonomian (1951) yang
disusun Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo di masa Kabinet Natsir. Sasaran utamanya adalah
industrialisasi. Setahun kemudian, pada zaman Kabinet Sukiman, pemerintah membentuk Biro
Perancang Negara yang berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Ir. Djuanda,
dan Mr. Ali Budiardjo. Pada tahun 1956 badan ini menghasilkan suatu Rencana Pembangunan Lima
Tahun (1956-1960) dan untuk melaksanakannya, Ir. Djuanda diangkat sebagai Menteri Perancang
Nasional. Pembiayaan RPLT ini diperkirakan berjumlah Rp 12,5 milyar, didasarkan harapan bahwa harga
barang dan upah buruh tidak berubah selama lima tahun. Ternyata harga ekspor bahan mentah
Indonesia merosot. Hal ini mendorong pemerintah untuk melaksanakan nasionalisasi terhadap
perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia pada bulan Desember 1957.
Sementara itu, ketegangan politik yang timbul akibat pergolakan daerah ternyata tidak dapat diredakan
dan untuk menanggulanginya diperlukan biaya yang besar, sehingga mengakibatkan meningkatnya
defisit. Padahal ekspor justru sedang menurun. Situasi yang memburuk ini berlangsung terus sampai
tahun 1959.
Dalam bidang ekonomi satu fenomena moneter yang paling terkenal pada periode ini adalah pemotongan
mata uang rupiah menjadi dua bagian. Penggunti-ngan uang ini terkenal dengan sebutan gunting
Syafrudin. Tujuan dari penggun-tingan uang ini adalah untuk menyedot jumlah uang beredar yang terlalu
banyak, menghimpun dana pembangunan dan untuk menekan defisit anggaran belanja.
http://istijabsangel.wordpress.com/2012/07/09/gejolak-politik-pada-masa-pemberlakuan-uuds-1950-
1959/
GEJOLAK POLITIK PADA MASA PEMBERLAKUAN
UUDS 1950-1959
Posted: July 9, 2012 in Ketatanegaraan, Kuliah
0
Era Undang Undang Dasar Sementara, 1950 1959 Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959,
Indonesia menggunakan Undang Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya.
UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5
Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno. Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara
1950 tersebut dimulai pada saat Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-
besaran dari rakyat yang menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sehingga akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar
Sementara sejak 17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak politik yang
panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga kabinet
pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7 kali
pergantian kabinet, yaitu : 1950 1951 : Kabinet Natsir, 1951 1952 : Kabinet Sukiman
Suwirjo, 1952 1953 : Kabinet Wilopo, 1953 1955 : Kabinet Ali Sastroamidjojo I, 1955
1956 : Kabinet Burhanuddin Harahap, 1956 1957 : Kabinet Ali Satroamidjojo II, 1957 1959 :
Kabinet Djuanda.
Hingga puncaknya pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang isinya seperti
yang telah ditulis diatas, dan pada masa berakhirnya UUDS 1950 dan kembali ke Undang
Undang Dasar 45, sistem kabinet parlementer ikut juga berakhir menjadi sistem Demokrasi
Terpimpin dimana seluruh keputusan dan pemikiran hanya terpusat pada Presiden.
PEMBAHASAN
Masa republik ketiga adalah periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian
disebut dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Konstitusi ini sebenarnya
merupakan perubahan konstitusi federal. Dari segi materi, konstitusi negara kesatuan Republik
Indonesia ini merupakan perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik
Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai
hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung
antara 17 Agustus 1950 5 Juli 1959.
Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari
17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi
Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukannya UUDS 1950.
Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, dan Presiden hanya sebagai lambang. Sistem
Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi stabilitas politik.
Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik ideologis, konflik antarkelompok dan
daerah, konflik kepentingan antarpartai politik.
Adanya pergantian kabinet yang silih berganti mengakibatkan pembangunan tidak berjalan
lancar,masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Kondisi
perpolitikan di Indonesia sebelum dilaksanakan Pemilu tahun 1955 ada dua ciri yang menonjol,
yaitu munculnya banyak partai politik (multipartai) dan sering terjadi pergantian kabinet/
pemerintahan. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang
tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1. 1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk pada
tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet
ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-
tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda. Program kerja kabinet Natsir :
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat. Akan tetapi, belum sampai program
tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya
kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan
oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
1. 2. Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua partai
terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana
menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20
April 1951. Program kerja kabinet Sukiman :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan
dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.
2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk
mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas
pejuang dalam pembangunan.
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab
jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar
negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi,
dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya
Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar
negeri bebas aktif.
1. 3. Kabinet Wilopo
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan
kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri.
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali
Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya).
Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin
Harahap dari Masyumi.
1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat
dan masyarakat
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia.
Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan
Maret 1956.
Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet
Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum.
1. Kabinet Juanda
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana
menteri pada tanggal 9 April 1957. Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang
meliputi :
2) Normalisasi keadaan RI
5) Mempercepat pembangunan
Faktor yang menyebabkan seringnya terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal yakni pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi
Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri
langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai.
Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17
kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi),
sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari
mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu
pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian
tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan
instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga
koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku
Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk
kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh
oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan
kekuasaan antar elite politik.
Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar.
Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat
bergantung pada basis dukungan di parlemen.
Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-
kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap
tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan
pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat
Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUD 1950 dengan sistem
Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana
untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950.
Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan
Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia
kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan Demokrasi
Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi.
Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena
berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di
Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan,
Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin
memisahkan diri.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957
mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan Konsepsi Presiden yang isinya antara lain
sebagai berikut.
2. Akan dibentuk Kabinet Gotong Royong, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-
orang dari empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan
yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam
yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam yang menghendaki
dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar daripada
golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu
keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950). Pada tanggal 22 April 1959 di
hadapan Konstituante, Presiden Soekarno berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali
kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden
Soekarno untuk segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit.
Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh
rakyat Indonesia. Adapun isi Dekrit Presiden tersebut adalah
1. Pembubaran Konstituante,
2. Berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3. Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu
sesingkat-singkatnya.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan hukum
untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak
lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni:
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR). Dalam pidato
Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali
Revolusi Kita. Pidato yang terkenal dengan sebutan Manifesto Politik Republik Indonesia
(MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garisgaris Besar Haluan Negara
(GBHN). Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dari Manipol ini adalah Undang-Undang Dasar
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK.
Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang
besar dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya.
Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom yakni ada unsur
Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi
terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang
yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya,
pemerintah melarang budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan
baru atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih
condong ke Blok Timur.
Sementara para elit politik sibuk dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami kesulitan karena
adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya
sosial-ekonomi. Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain :
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas
antara eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara
dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/ pelaksana pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk
kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang
menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain. Mentri-mentri
beratanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya
maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 presiden berhak untuk membubarkan DPR.
Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat
mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan
berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil
(Pasal 56 UUDS 1950).
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat
dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan.
Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak
dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam
wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan
berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh
pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul
itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Walaupun masih menggunakan Undang-undang dasar sementara (UUDS) tahun 1950, dan sistem
pemerintahan waktu itu masih menggunakan sistem parlementer, yaitu mentri-mentri( kabinet)
bertanggungjawab kepada parlemen. Parlemen dapat menjatuhkan cabinet dengan mosi tidak
percaya, sedangkan posisi presiden disini hanya sebagai kepala negara bukan sebagai kepala
pemerintahan sehingga tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kabinet dipimpin oleh perdana
mentri. Dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 menyatakan bahwa Negara Republik Indonseia adalah
negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sedangkan untuk melaksanakan kepanjangan tangan
dari pemerintah pusat serta pendelegasian wewenang diselenggarakan desentralisasi atau
otonomi daerah. Kemudian di jelaskan pada pasal 131 disebutkan yaitu pembagian wilayah
Indonesia atas daerah besar kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom),
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan oleh Undang-Undang.
PENUTUP
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang
Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950
sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat Republik
Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang menuntut
kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akhirnya
pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak 17 Agustus
1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada tahun 1950 itu juga dibentuk sebuah badan konstituante yang bertugas membuat dan
menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950, namun sampai
akhir tahun 1959, badan konstituante tersebut belum berhasil merumuskan Undang Undang
Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang
isinya membubarkan badan konstituante tersebut, sekaligus menegaskan pada tahun itu juga
bahwa Indonesia kembali ke Undang Undang Dasar 1945, serta membentuk MPRS dan DPRS.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak politik yang
panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga kabinet
pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7 kali
pergantian kabinet.