Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Kelompok 1 :
Armiyanti
Dewi
Hizmia aziza
Irmiwati
Maulina
Misna sari
Nafizah

KELAS : Xl AKUNTANSI 1
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

TAHUN PELAJARAN 2016-2017


Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah


SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk
menyelesaikan makalah ini yaitu tentang Masa Orde
Lama dan Orde Baru.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
Guru dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Dan semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...
BAB 1

PENDAHULUAN

Semejak negara indonesia mulai tahun 1945,telah terdapat beberapa pergantian penguasa
dan pimpinan dinegeri ini berbagai corak kepemimpinan telah dicatat dalam lembaran-
lembaran sejarah dengan berbagai ciri khas,kelebihan,dan kekurangannya masing-masing.
Orde lama merupakan salah satu yang kita tidak bisa lewatkan ketikan kita berbicara
sejarah didunia ini,orde lama dengan soekarno sebagai tokoh sentralnya telah mewarnai
sejarah kekuasaan dinegeri ini.orde lama bukanlah nama asli dari pemerintah ini .seokarno
tidak pernah mengatakan bahwa pemerintah yang ia pimpin ialah orde lama ,tetapi soeharto
lah yang memberikan nama orde lama kepada pemerintah yang dipimpin soekarno tersebut

1  Sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia


Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945
tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dan tanggal 8 Ramadan
1364 menurut Kalender Hijriyah, yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh
Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di
Indonesia. Kemudian muncullah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali dan hal tersebut
sangat mempengaruhi perpolitikan di Indonesia.
Konstituante diberikan tugas untuk membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat
UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru.
Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR
hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. UUDS 1950 ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia,
dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu
terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.
Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun
Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi
kembali berlakunya UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.

BAB II

Pembahasan

1 Masa Orde Lama


Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk kepada masa pemerintahan Soekarno
(1945-1965). Istilah ini tentu saja tidak digunakan pada saat itu, dan baru dicetuskan pada
masa pemerintahan Soeharto yang disebut juga dengan Orde Baru.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, & Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yg menganut sistem kabinet parlementer.

Era 1950-1959 adalah di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi


Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai
dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

2.1.1 Kabinet-kabinet Era Orde Lama


Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yg tak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.

1. 1950-1951-Kabinet Natsir
2. 1951-1952-Kabinet Sukiman-Suwirjo
3. 1952-1953-Kabinet Wilopo
4. 1953-1955-Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5. 1955-1956-Kabinet Burhanuddin Harahap
6. 1956-1957-Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7. 1957-1959-Kabinet Djuanda

2.1.2 Sistem Politik Masa Orde Lama


1. Tahun 1945 – 1950
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
a) Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang
MPR.
b) Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidentil menjadi
parlemen.Dimana dalam sistem pemerintahan presidentil, presien memiki fungsi ganda, yaitu
sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
2.Tahun 1950 – 1959
Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal. Ciri-
ciri demokrasi liberal:
1) presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2) Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
3) Presiden berhak membubarkan DPR.
4) Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung
dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat
UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak
stabil.Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
• 1950-1951 - Kabinet Natsir
• 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
• 1952-1953 - Kabinet Wilopo
• 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
• 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
• 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
• 1957-1959 - Kabinet Djuanda
3.Tahun 1959 – 1968 (Demokrasi Terpimpin)
Sejarah Indonesia (1959-1968) adalah masa di mana sistem "Demokrasi Terpimpin" sempat
berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno. Konsep
sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam
pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Berbagai penyimpangan dalam Demokrsi terpimpin :
- Pancasila diidentikkan dengan Nasakom
- Produk hukum yang setingkat dengan undang-undang (UU) ditetapkan dalam bentuk
penetapan presiden (penpres) daripada persetujuan
- MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955
- Presiden menyatakan perang dengan Malasya
- Presiden menyatakan Indonesia keluar dari PBB
- Hak Budget tidak jalan
- Penyimpangan lain dalam demokrasi terpimpin adalah campur tangan presiden dalam
bidang Yudikatif seperti presiden diberi wewenang untuk melakukan intervensi di
bidang yudikatif berdasarkan UUD No.19 tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 dan di bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden
No.14 tahun 1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal
atau sesuatu rancangan Undang-Undang.
Selain itu terjadi penyimpangan di bidang perundang-undangan di mana berbagai tindakan
pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Panpres) yang memakai Dekrit 5 Juli
1959 sebagai sumber hukum. Didirikan pula badan-badan ekstra kontitusional seperti ‘front
nasional’ yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai denga
taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai
persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.
Pada masa ini terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini
mencapai klimaks dengan meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan
oleh PKI.

1.  Demokrasi Liberal (1950 – 1959)


Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan
pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi
ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur
formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada
kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI
mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang
bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-
kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen
(DPR pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus
mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk
mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam
penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang
menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet
Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi
partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya
secara garis besar sebagai berikut ;
a) Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b) Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c) Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d) Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e) Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama
dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah
masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam
kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan
kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik
yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang
sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama
berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga
tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang
dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik
pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang
pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD
baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi
partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah
diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante
melaksanakan tugasnya ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat
militer, pergolakan daerah melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.

2.Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)


a.      Sistem politik Demokrasi Terpimpinan
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan
oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya
sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu
tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno
selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi
terpimpin. Tonggak bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya.
Satu hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang
terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem
Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet
Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan
pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan
Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini  yang memiliki program khusus yang
berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat.
Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan
DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN
pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959
berjudu”Penemuan Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik
Indonesia(Manipol),yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan
sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan
tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya
ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar
yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam
mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan
jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu
kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .

b.  Gerakan 30 September 1965


Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah
Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini
masih menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai versi
tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
  Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan
makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta
tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi.
Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi Terpimpin.
Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi
onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.

c.  Dampak G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik


Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
-     Demostrasi menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan
dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa tanda-
tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera
menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi
pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula
kasi yang dilakukan oleh KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
-     Mayjen Soeharto menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965
Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD.
Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan
ormasnya.
-     Kedaan ekonomi yang buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai
panglima, akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak
sosial yang pada puncaknya menimbulakan pemberontakan. 
-     Tri Tuntutan Rakyat Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk
mengajukan Tritura yang isinya :
a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret
1966.
- Kabinet seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet
9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai
berikut ;
- Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima
Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya
untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan
mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik bekerja
sam dengan KAMI dan KAPPI.
- -       Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan
dari AD. Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa
baik demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia
mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh
Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11
Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966          .
- Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat
penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang
Supersemar.
- Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama
empat panglima angkatan bersenjata.
- Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap
Nawaksara dan semakin  bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967 
DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa
dilaksanakan.
- Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
- Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan
untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan
presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada
pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden
kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
- Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan
presiden, presiden tidak dapat  menerima  konsep tersebut karena tidak menyetujui
pernyataan yang isinya berhalangan.
- Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk
membicarakan konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
- Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah
diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga
dan menegakkan revolusi.
- Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden
/Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan
kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
- Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai pejabat presiden RI
BAB III
PENUTUP

A.  SIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia
yang berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak
dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan
pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan
demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno
ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan
pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan
partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai
politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai primordialisme yang
tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya
proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut
ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan
pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses
politik.
 Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an
menandai tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam
13
kerangka ini, banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan
politik ke arah demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah
bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan tumbuhnya
demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik yang memadai
diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai
produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan massa yang berasal dari arus
keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit politik di tingkat nasional yang dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran.
Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis
dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita
tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru
terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian
birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar
secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah
beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama.

Anda mungkin juga menyukai