Diajukan Sebagai
Oleh :
Ahmad Jailani
Dewi
Hasnani Maulida
Indah Astuti
Irliani
Mona Hidayah
Rizal Ahmad
Dosen Pembimbing :
AMUNTAI
2018/2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG............................................................1
2. RUMUSAN MASALAH........................................................2
3. TUJUAN PENULISAN..........................................................2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.........................................................................12
3.2 Saran...................................................................................12
3.3 Daftar pustaka ....................................................................13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi negara Indonesia. Dalam berbahasa Indonesia, tentu tidak lepas dari
kaidah dan aturan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Kriteria yang diperlukan
dalam kaidah kebahasaan tersebut antara lain tata bunyi, tata bahasa, kosakata, ejaan,
makna, dan kelogisan. Bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu pada ragam
bahasa yang memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran, dan bahasa yang baik
dan benar adalah bahasa yang sesuai kaidah baku, baik tertulis maupun lisan
(Murtiani et al, 2016).
Sebelum tahun 1900, Indonesia yang sebagian besar penduduknya berbahasa
Melayu, masih belum memiliki sistem ejaan yang dapat digunakan. Lalu seorang ahli
bahasa dari Belanda, Prof. Charles van Ophuijsen bersama dua orang pakar bahasa,
Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Sutan
Ibrahim membuat ejaan bahasa Melayu dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan
Latin dan ejaan Belanda. Ejaan van Ophuijsen dianggap kurang berhasil dikarenakan
kesulitan dalam memelayukan tulisan beberapa kata dari bahasa Arab yang memiliki
warna bunyi bahasa khas. Namun, oleh van Ophuijsen, kesulitan tersebut terus
diperbaiki dan disempurnakan, sehingga pada tahun 1926, sistem ejaan menjadi
bentuk yang tetap. Semenjak itu sistem ejaan terus berkembang dan disempurnakan,
muncul Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi, kemudian Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Melindo, lalu Ejaan Baru, Ejaan Rumi Bersama, dan Ejaan yang Disempurnakan
(EYD).
Pada 26 November 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia mengubah Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) menjadi
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pedoman penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perubahan tersebut bukanlah sesuatu yang
tidak biasa, sebagaimana pendapat Chaer (2007) bahwa bahasa bersifat dinamis (as
cited inYanti, 2016). Bahasa tidak pernah lepas dari berbagai aspek kehidupan
manusia semenjak keberadaan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
bermasyarakat. Kehidupan manusia akan terus berubah dan tidak tetap, karena eratnya
keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, maka bahasa pun akan terus ikut
berubah, tidak tetap, dan tidak statis.
Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan, terutama yang berkaitan
dengan ejaan. Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda
baca (Rahmadi, 2017). Ejaan bahasa Indonesia yang digunakan saat ini menganut
tulisan fonemis. Sistem tulisan fonemis merupakan sistem tulisan yang menggunakan
satu lambang atau satu huruf saja untuk satu fonem secara konsisten.
Perubahan bahasa dapat terjadi pada seluruh tingkatan, baik fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, ataupun leksikon.
Perubahan pada tingkat semantik dan leksikon yang paling terlihat, sebab hampir
setiap saat muncul kata-kata baru sebagai akibat dari perubahan ilmu dan budaya, atau
juga kemunculan kata-kata lama dengan makna yang baru. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan terus terjadi, secara otomatis pula akan
bermunculan konsep-konsep baru yang disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata
dan istilah-istilah baru. Jika kelahiran konsep tersebut belum disertai dengan
wadahnya, maka manusia sendiri yang akan menciptakan istilahnya (Chaer, 2007, as
cited Yanti, 2016).
Ejaan Bahasa Indonesi (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang
mengatur penggunaan bahasa indoensia dalam tulisan, mulai dari pemakaian huruf,
penulisan kata, penulisan penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca.
Dalam menulis berbagai karya ilmiah ,di perlukan aturan tata bahasa yang
menyempurnakan sebab karya tersebut dapat berupa artikel, resensi, profil,karya
sastra, jurnal, skripsi, tesis, disertai, dan sebagainya. Sehingga PUEBI dapat
diartikan sebagai suatu ketentuan dasar secara menyeluruh yang berisi acuan
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Misalnya:
Islam
Alquran
Allah
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan
(a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang. Misalnya:
Doktor Mohammad Hatta
Andri Wicaksono, Magister Pendidikan
(b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, profesi serta nama jabatan dan kepangkatan yang
dipakai sebagai sapaan. Misalnya:
Selamat datang, Yang Mulia.
Silakan duduk, Prof.
(c) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang
tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Gubernur Papua Barat
(d) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Dani
bahasa Bali
Catatan:
Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.Misalnya :
pengindonesiaan kata asing
kejawa-jawaan
Ny Nyata Banyak -
Sy Syarat musyawarah Arasy
Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
(3) Jika kata maha,sebagai unsure gabungan,merujuk kepada Tuhan dan diikuti
oleh kata dasar,kecuali kata esa,gabungan itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
(4) Bentuk-bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia,seperti pro,kontra,dan anti,dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
(5) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan dituis serangkai dengan
bentuk dasar yang mengikutinya,tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk
berimbuhan.
Misalnya: tak tembus cahaya
3.1 Simpulan
1. Ejaan Bahasa Indonesia adalah tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang
mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan,mulai dari pemakaian
huruf,penulisan kata, penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca.
2. Ruang Lingkup PUEBI huruf , penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan
penulisan unsur serapan.
3. Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang melambangkan bunyi bahasa.
Pemakaian huruf yang di atur dalam PUEBI antara lain : huruf abjad,huruf
vokal, huruf kapital, huruf konsonan, kata dasar, dan kata berimbuhan.
4. Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang dapat berdiri sendiri dan
terusun dari morfem tunggal. Kata merupakan perwujudan kesatuan perasaan
dan pikiran yang digunakan da lam berbahasa, baik diucapkan maupun
dituliskan. Pedoman penulisan kata yang diatur oleh PUEBI adalah kata dasar,
kata berimbuhan, dan lain-lain.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, kami menyarankan agar pembaca :
1. Memahami PUEBI dan menerapkannya dalam berbahasa Indonesia yang
baik dan benar
2. Menjadikan PUEBI sebagai patokan dalam menulis berbagai karya ilmiah
DAFTAR PUSTAKA