Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Belakangan ini banyak orang Indonesia yang kurang mengerti bahasanya sendiri. Bukan
berarti pada makna yang sebenarnya, akan tetapi mereka kurang paham tentang kaidah-
kaidah dan aturan tata bahasa yang ada di dalam Bahasa Indonesia.

Baik kita sadari atau tidak, kita itulah yang terjadi.Berangkat dari polemik di atas, makalah
ini disusun.Di dalam makalah ini pembahasannya lebih kepada EYD dan tanda baca yang
keduanya merupakan indikator dari keabsahan Bahasa Indonesia itu sendiri.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka tim penyusun mengajukan beberapa
rumusan masalah, di antaranya:

1. Apakah EYD itu?


2. Apa saja macam ejaan yang ada dalam Bahasa Indonesia?
3. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam EYD?
4. Bagaimakah penggunan tanda baca yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam
EYD?

III. TUJUAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh tim penyusun adalah:

1. Mengetahui pengertian EYD


2. Mengetahui jenis-jenis ejaan
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang berlaku dalam EYD
4. Mengetahui dan memahami tanda baca yang ada di dalam Bahasa Indonesia dan cara
penggunaannya yang baik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,


bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu
kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata.

B. Macam-macam Ejaan

1. Ejaan Van Ophuysen

Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna
bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya
Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus
ejaan Van Ophuysen:

Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang
dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang
mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:

1. Huruf (u) ditulis (oe).


2. Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’,
ta’
3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka
di atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :

o Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)


o Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
o Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)

Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa
huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan
Bahasa Belanda sampai saat ini.

Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf
Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi

Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini
disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan
latin untuk Bahasa Indonesia.

Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :

1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).


2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k)
misalnya kata’ menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus,
misalnya ejaan, seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.

Contohnya :

a. Berlari-larian

b. Berlari2-an

6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara

Contohnya :

a. Tata laksana

b. Tata-laksana

c. Tatalaksana

7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet)
dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra)
bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).

3. Ejaan Malindo

Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan


melayu dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia
tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan
dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan
Malaysia.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD

Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan


pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.
156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada
tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat
Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987.

a. Pemakaian Huruf

Apabila dibanding dengan Ejaan Suwandi, ejaan Bahasa Indonesia yang


Disempurnakan menggunakan huruf abjad lebih banyak. Ejaan Suwandi hanya
menggunakan 19 huruf sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah
Disempurnakan menggunakan 26 huruf.Jumlah huruf dalam abjad ada 26 buah.Ini
berarti ejaan kita sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat dalam
abjad.Kebijakan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan Bahasa
Indonesia.

Pemakaian Bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang
seirama dengan tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan
menyerap unsur-unsur asing (yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam
Bahasa Indonesia) dalam pemakaian Bahasa Indonesia.karena tidak ada konsepnya
dalam Bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing, misalnya, izin, folio, dan
vak dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang tadinya
tidak ada dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab
situasi dan kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti
aliran purisme yang mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak
proposional.Menyadari keadaan yang demikian itulah, ejaan kita sekarang
menerima pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa Indonesia, walaupun
pemakaiannya dalam batas-batas tertentu.

 Huruf q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan


nama. Jadi, dalam pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah,
kedua huruf itu belum dapat dipakai. Dalam matematika, misalnya, dapat
menandai sesuatu dengan q da x. begitu juga nama Baihaqi, Iqbal (nama
orang); dan xerox, Xerxes, sinar-X (nama barang) dibenarkan. Tetapi kata-
kata asing aquarium, equator, quadrat, extra, dan taxi harus dituliskan
akuarium, ekuator, kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti
ks.
 Huruf f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan
sama tetap dipakai secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak
bersuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan ditulis f dalam
Bahasa Indonesia, sedangkan yang diucapkan (v) besuara oleh pemakaian
bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan dengan v. jadi, kata-kata
asing factor, physiology, photocopy, vitamin, television, dan vacuum diubah
menjadi faktor, fisiologi, fotokopi, vitamin, televisi, dan vakum.
 Sedangkan huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi
kerjasama antara indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal
pengembangan dan pembinaan kedua bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan
Bahasa Indonesia . apabila pada Ejaan suwandi penulisan bunyi (cacat) dan
(sayat) ditulis tjatjat dan sajat, maka pada ejaan sekarang ditulis cacat dan
sayat. Dalam Bahasa Melayu pun ditulis cacat dan sayat.
 Bunyi (z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis
sebagai bunyi aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat,
zodiac yang dianggap tepat, tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak.

Masalah lain yang perlu dibicarakan sehubungan dengan pemakaian huruf ini ialah
tentang pelafalan huruf. Di dalam pedoman ejaan sekarang ini telah disebutkan
tentang pelafalan huruf abjad yang dipakai dalam Bahasa Indonesia. Secara
terperinci, huruf-huruf serta nama dan bunyinya sebagai berikut.

Huruf Nama Bunyi yang dilambangkan

A A A

B Be B dan P

C Ce C

D De D dan T

E E E

F Ef F

G Ge G dan K

H Ha H

I I I
J Je Je

K Ka K dan G

L El L

M Em M

N En N

O O O

P Pe P

Q Ki K

R Er R

S Es S

T Te T

U U U

V Ve F

W We W

X Eks Ks

Y Ye Y

Z Zet Z

Selain huruf-huruf abjad di atas dalam Bahasa Indonesia juga dikenal Huruf
Diftong. Huruf Diftong merupakan dua bunyi vokal yang dirangkap dalam satu
suku kata. Di antara dari huruf-huruf diftong tersebut ialah:

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Diftong Awal Tengah Akhir

Ai Ain Syaitan Pandai

Au Aula Saudara Harimau


Oi – Boikot Amboi

Ei – Pleistosen Survei

Terlepas dari huruf abjad utama pula dalam Bahasa Indonesia terdapat gabungan
huruf konsonan yang membentuk sebuah bunyi. Contohnya adalah:

Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf
Konsonan Awal Tengah Akhir

Kh Khusus Akhir Tarikh

Ng Ngilu Bangun Senang

Ny Nyata Hanyut –

Sy Syarat Isyarat –

b. Penulisan Huruf

Tentang penulisan huruf ini ada dua hal yang dibicarakan yaitu tentang penulisan
huruf besar atau kapital dan tentang penulisan huruf miring.

Di dalam pedoman ejaan telah dijelaskan bahwa penulisan huruf kapital selain
dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat juga dipakai sebagai huruf
pertama petikan langsung.

Misalnya:Mengapa kamu sedih?

Ayah bertanya, “Mengapa kamu sedih?”

“Mengapa kamu sedih?”Tanya ayah.

Dalam pemakaian sehari-hari, terutama dalam suratkabar dan majalah, sering kita
jumpa pemakaian nama gelar, jabatan dan pangkat diikuti selain nama orang,
bahkan tidak diikuti sama sekali. Misalnya pada kalimat berikut:

 Kemarin Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Desa besuki.


 Pada kesempatan itu, Gubernur menghimbau agar penduduk ikut
mensukseskan sensus pertanian.
 Bersamaan dengan itu, Camat Karang Ploso, Hermadi, juga melaporkan
kemajuan daerah itu kepada Bupati Malang, Edi Slamet.

Pada prinsinya penulisan nama gelar, jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang
tidak ditulis dengan huruf kapital awal katanya. Tetapi contoh-contoh diatas
walaupun tidak diikuti nama orang terap mengacu kepada orang tertentu. Berarti
sebagai nama pengganti nama diri. Oleh sebab itu, huruf awal nama jabatan atau
gelar ketiga contoh diatas ditulis dengan huruf kapital.

Lain lagi halnya dengan pemakaian nama jabatan pada contoh berikut:

 Seorang gubernur yang menjabat di daerah yang masyarakatnya multi


kompleks harus bijak.
 Siapa saja yang menjadi gubernur jawa timur harus dapat menjalankan
program Koran masuk desa
 Apakah kakakmu yang menjadi camat Sekar Putih sekarang?

Kata gubernur, gubernur jawa timur, dan camat Sekar Putih ditulis dengan huruf
kecil awalnya, sebab tidak menunjuk pada orang tertentu. Jadi, kata yang
menunjukkan jabatan atau pangkat tersebut sama dengan kata-kata benda
umumnya, seperti radio, rumah, orang, dan kucing.

Masalah selanjutnya tentang bagaimana penulisan kata yang mengikuti kata


sandang? Ditulis dengan kata sandang apa tidak? Yang jelas, ada dua
kemungkinan. Apabila mengikuti kata sandang merupakan kata nama, maka awal
katanya ditulis dengan huruf besar. Jadi, penulisan berikutlah yang benar.

si Gandu

sang Kerempeng

si Bisu

Tetapi, apabila yang mengikuti kata sandang berupa kata pengganti nama, huruf
awal tidak ditulis dengan huruf kapital, misalnya:

sin terdakwa

si anak

sang pembatu

sang istri

Tentang penulisan kata yang menunjukkan kekerabatan apakah ditulis dengan


huruf kapital awalnya? Tidak selalu. Yang ditulis dengan huruf kapital awalnya
hanyalah yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan saja, sedangkan yang lainnya
tidak.Perhatikan conroh kata yang menunjuk kekerabatan berikut.

 Mengapa Saudara mengatakan hal itu?


 Saya benar-benar menganggap keluarga Pak Ali sebagai saudara sendiri.
 “Ayo, ke sini, Nak !” kata Ibu kepadaku.
 Seorang anak harus berbakti kepada ibunya.

Kata saudara pada kalimat pertama serta nak dan ibu pada kalimat ke-tiga ditulis
dengan huruf kapital awalnya karena kata tersebut sebagai kata sapaan (Saudara
dan Nak) dan kata ganti (Ibu).Pada kalimat ke-2 dan ke-4 ditulis dengan huruf
biasa, karena bukan sebagai kata ganti atau sapaan.

c. Penulisan Kata

Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah urgensi yang tak boleh
lepas dari sistem penulisan. Karena tiap karya sastra Bahasa Indonesia terbentuk
dari kata-kata.

Di antara poin penting penulisan kata dalam EYD ialah:

1. Kata Dasar

Kata yang sudah mewakili sebuah arti tanpa imbuhan apapun

2. Kata Turunan

Merupakan kata dasar yang telah mengalami perubahan berupa imbuhan

3. Bentuk Ulang

Merupakan kata yang ditulis berulang, baik bermakna tunggal, jamak maupun
berulang. Bentuk kata berulang ini dihubungkan dengan lambang (-)

4. Gabungan Kata

Merupakan kata majemuk yang mewakili sebuah arti. Adakalanya ditulis terpisah,
bersambung, maupun dihubungkan dengan tanda (-)

5. Kata Ganti –ku, kau, –mu, dan –nya

Kata yang menggunakan imbuhan kepunyaan ini ditulis bersambung

6. Kata Depan di, ke, dan dari


Tiap-tiap kata depan ditulis terpisah dengan kata dasarnya

7. Kata si dan sang

Kata yang menunjukkan sebuah subyek maupun obyek ini ditulis terpisah dengan
kata dasarnya

8. Partikel

Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata dasarnya, sedangkan
partikel pun ditulis terpisah. Selain itu partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’,
dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari kata dasarnya

9. Singkatan dan Akronim


10. Angka dan Lambang Bilangan

d. Penulisan Unsur Serapan

Masalah pemakaian atau penulisan unsur serapan dalam Bahasa Indonesia sangat
runyam.Dikatakan demikian sebab pemakaian Bahasa Indonesia sering begitu saja
menyerap unsur asing tanpa memperhatikan situasi dan kondisinya.

Penyerapan unsur asing dalam pemakaian Bahasa Indonesia dibenarkan apabila:

a. Konsep yang terdapat dalam unsur itu tidak ada dalam Bahasa Indonesia,
atau
b. Unsur itu merupakan istilah teknis sehingga tidak atau kerang layak dipakai
unsur Indonesianya.

Apakah dengan penyerapan itu menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia miskin akan
kata-kata? Tidak.Penyerapan unsur asing merupakan kejadian biasa pada setiap
bahasa. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya.
Sedangkan kebudayaan pemakai bahasa satu dengan yang lain tidak ada yang
sama. Pada suatu saat karena masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan yang
lainnya (yang masing-masing berlatar belakang kebudayaan berbeda)
berkomunikasi, maka timbullah akulturasi, yaitu saling berpengaruhnya satu
kebudayaan dengan yang lain. Salah satu wujud akulturasi itu adalah saling
berpengaruhnya konsep-konsep tertentu. Misalnya, karena masyarakat Indonesia
tidak mempunyai konsep tenteng “radio”, maka mereka menyerap konsep itu dari
masyarakat pemakai bahasa Inggris. Sebaliknya, karena masyarakat pemakai
bahasa Inggris tidak mempunyai konsep “bambu” maka mereka menyerap konsep
itu dari masyarakat pemakai Bahasa Indonesia.Jadi peristiwa penyerapan tidak ada
kaitannya dengan kaya atau miskin kata-kata.
Berikut ini disajikan beberapa kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan
adaptasi:

 ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e

Haemoglobin hemoglobin

Haematitehematite

 ai tetap ai

Trailer trailer

Caisson kaison

 e, di muka a,u, o dan konsonan, menjadi k

Construction konstruksi

Crystal Kristal

Classification klasifikasi

Caupe kup

 c, di muka e,I,oe, dan y, menjadi s

Central sentral

Cylinder silinder

Ceolom selom

 cc, di muka o,u, dan konsonan, menjadi k

Accommodationakomodasi

Acculturation akulturasi

Accumulation akumulasi

 cch dan ch, di muka a,o,dan konsonan, menjadi k

Charisma karisma

Chromosome kromosom
 ch, yang lafalnya c menjadi c

Chek cek

China cina

 ee (belanda) menjadi e

Statosfeer statosfer

System system

 ph, menjadi f

Phase fase

Photocopyfotokopi

 q menjadi k

Aquarium akuarium

Equator ekuator

3. Penggunaan Tanda Baca

Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan


tanda baca yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai
dalam Bahasa Indonesiayaitu :

1. Tanda baca titik (.)

Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :

a. Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan
berupa kalimat tanya atau kalimat seruan.

Contoh : – Saya beragama islam

–Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.

b.Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar atau daftar.

Contoh :– 4.1 Pembahasan

–Lampiran 2. Calon jamaah haji


c. Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukan jangka waktu.

Contoh :– pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

d. Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.

Contoh : – Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.

2. Tanda baca koma (,)

Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:

a. Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.

Contoh:Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

b. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila
kalimat setara berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.

Contoh:– Semua pergi, tetapi dia tidak.

–Dia bukan kakakku, melainkan adikku.

c. Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk
kalimat.

Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.

d. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak
kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.

Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.

e. Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar


kalimat yang terdapat pada awal kalimat.

Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.

3. Tanda baca titik koma (;)

Kaidah penggunaannya sebagai berikut :


a. Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau
setara.

Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul


di atas permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.

b. Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat


majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah
sedang membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di
depan rumah.

4. Tanda baca titik dua (:)

Kaidah penggunaannya sebagai berikut:

a. Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.

Contoh:Ketua : Ahmad Wijaya,

Sekretaris : Imam Tantowi

Bendahara: Siti Khotijah

b. Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat
di dalam kitab suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan
penerbit buku acuan.

Contoh: Tempo, I (1971). 34:7

Surat Yasin:19

Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.

5. Tanda hubung (-)

Kaidah penggunaannya sebagai berikut :

a. Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai


dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.

Contoh: Se-Indonesia

hadiah ke-2
tahun 50-an

Menteri-Sekretaris-Negara

sinar-X

Men-PHK-kan

b. Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.

Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge

6. Tanda Pisah (–)

Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai
ke“ atau “sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua
buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

Contoh: 1920–1945

Tanggal 15—10 April 19970

(Samsudin), 1999:25—34

Samsudin (1999:25—34)

7. Tanda elipsis (…)

Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah
ada bagian yang hilang.

Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti


lebih lanjut.

8. Tanda kurung ((…))

Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:

a. Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal
10.

b. Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian


integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.

9. Tanda tanya (?)

Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang
membutuhkan jawaban.

Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?

10. Tanda seru (!)

Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang
kuat.

Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!

Ambilkan buku itu!

Duduklah!

Dasar mata keranjang!

11. Tanda kurung siku ( [] )

Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung.

Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II


[lihat halaman 67-89])

12. Tanda petik (“…..”)

Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .

Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”

“Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia”(Imran,1998)

13. Tanda petik tunggal (‘…’)

Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’

Reformasi ‘perubahan’

Keplicuk ‘dalam Bahasa Indonesia disebut terkilir’

Islami ‘bernuansa islam’

14. Tanda garis miring (/)

Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun takwim.

Contoh: 14/YPU-i/12/99

Jalan Kramat III/10 Jakarta

Tahun Anggaran 1985/19986

15. Tanda apostrof (‘)

Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan
penghilangan bagian suatu kata atau bagian angka tahun.

Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah)

1 Januari ’88 (’88 = 1988)

Berdasarkan uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam
EYD dalam Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain
tanda baca dapat diuraikan sebagai berikut

1. Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan
tanda seru (!), ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata
yang mendahuluinya dan diberi spasi dengan kata yang sesudahnya.
2. Tanda petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-
masing diketik rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3. Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing
diketik rapat dengan huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4. Tanda hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x),
bagi (:), lebih kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi
dengan huruf yang mendahului dan mengikutinya.
BAB III

PENUTUP

Demikianlah isi dari makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharap apresiasi
berupa saran maupun kritik dari pembaca, supaya makalah ini bisa menjadi lebih
lengkap dan lebih sempurna. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
setiap orang yang membacanya, Amin.

Jazakumullah khairan katsir

DAFTAR PUSTAKA

Syafi’ie, Dr. Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang
Yaqin, M. Zubad Nurul. 2011. Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang: UIN Maliki
Press

Tim Pustaka Widyatama. 2009. EYD Lengkap. Malang: Pustaka Widyatama

http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca.html pada
22 September 2012 pukul 11.30

http://www.scribd.com/doc/43732004/Sejarah-EYDpada 24 September 2012 pukul


13.30

Anda mungkin juga menyukai