Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena berkat rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah manajemen keuangan perbankan syariah. Sholawat dan salam juga kami sampaikan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan sahabatnya. Karena dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin agar terwujud
sebuah makalah yang baik dan dapat dipahami. Maka apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kebaikan
makalah ini.

Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terimakasih.

Indramayu, 26 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulis ................................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 4
A. Pengertian Manajemen Keuangan ................................................................................................ 4
B. Peran Manajemen Keuangan ........................................................................................................ 4
C. Fungsi Dan Kegiatan Manajemen Keuangan Syariah ................................................................ 5
D. Tujuan Perusahaan Dan Pentingnya Aspek Etika ...................................................................... 6
E. Tujuan Perusahaan Dalam Lingkup Tata Kelola Perusahaan................................................... 7
F. Model Tata Kelola Perusahaan Dalam Prespektif Barat ............................................................ 8
G. Model Tata Kelola Perusahaan Dalam Perspektif Islam ...................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu pasti memiliki manajemen dalam menjalankan aktivitas hidupnya.
Dengan adanya manajemen, maka di harapkan semua aktivitas dapat di lakaukan dengan
sistematis atau berurutan, maksimal sehingga medapatkan hasil yang baik. Apa bila seorang
individu saja membutuhkan adanya manajemen untuk mengatur hidupnya, pastinya sebuah
organisasi atau pun perusahaan akan lebih membutuhkan adanya manajemen untuk mengatur
kinerja dari anaggota agar dapat mencapai tujuan yang di inginkan dan mendapatkan hasil
kerja yang baik, salah satu manajemen yang penting ialah adanya manajemen keuangan
dalam suatu organisasi atau pun perusahaan.
Pengertian Manajemen Keuangan mengalami perkembangan mulai dari pengertian
manajemen yang hanya mengutamakan aktivitas memperoleh dana saja sampai yang
mengutamakan aktivitas memperoleh dan menggunakan dana serta pengelolaan terhadap
aktiva. Khususnya penganalisisan sumber dana dan penggunaan-nya untuk merealisasikan
keuntungan maksimum bagi perusahaan tersebut. Seorang manajemen keuangan harus
memahami arus peredaran uang baik eksternal maupun internal.
Namun, Manajemen keuangan juga berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva
yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana untuk
membelanjai aktiva tersebut. Untuk memperoleh dana, manajer keuangan bisa
memperolehnya dari dalam maupun luar perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal
dari pasar modal, bisa berbentuk hutang atau modal sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian manajemen keuangan?
2. Apa peran manajemen keuangan?
3. Apa fungsi dan kegiatan manajemen keuangan syariah?

C. Tujuan Penulis
1. Agar mengetahui pengertian manajemen keuangan.
2. Agar mengetahui perana manajemen keuangan.
3. Agar mengetahui fungsi dan kegiatan manajemen keuangan syariah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Keuangan


Manajemen keuangan adalah keseluruhan keputusan dan aktivitas yang menyangkut
usaha untuk memperoleh dana dan mengalokasikan dana tersebut berdasarkan perencanaan,
analisis dan pengendalian sesuai dengan prinsip manajemen yang menuntut agar dalam
memperoleh dan mengalokasikan dana tersebut harus mempertibangkan efisiensi (daya guna)
dan efektivitas (hasil guna).

Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan yang pada dasarnya dapat


dilakukan bukan hanya pada perusahaan, namun juga oleh perseorangan, keluarga, maupun
pemerintah. Penerapan konsep atau teori keuangan untuk pengambilan keputusan keungan
pada level individu disebut personal finance, sedangkan padalevel negara disebut public
finance. Teori keuangan yang ditetapkan pada konteks perusahaan dikenal dengan keuangan
perusahaan (corporate finance) yang secara umum disebut manajmen keuangan (financial
management).

Kekhususan manajemen keuangan pada level peusahaan antara lain adalah perusahaan
dapat dimiliki oleh lebih daari satu orang, terikat peraturan yang berlaku untuk perusahaan,
tetapi tidak untuk individu, dan penggunaan prinsip-prinsip akuntansi keuangan
(Husnan.1996:10). Adapun keuangan perusahaan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah
yang digali dari sumber-sumber hokum islam, yaitu al-Qur’an, Sunnah, ijma’ dan qiyas,
dapat dikatakan keuangan perusahaan syariah.

B. Peran Manajemen Keuangan


Keputusan-keputusan keuangan yang diambil manajer keuangan, yaitu keputusan
investasi, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen, yang pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan. Hal ini ditandai oleh meningkatnya nilai
perusahaan atau harga sahamnya apabila perusahaan tersebut listing di pasar modal.

Fungsi utama bagi manajer keuangan atau pembuat keputusan keuangan dalam sebuah
perusahaan adalah sebagai berikut: Pertama, menghimpun dana dari pasar keungan yang
disebut dengan keputusan pendanaan atau financing decision. Kedua, menginvestasikan dana
yang disebut dengan penganggaran modal atau keputusan investasi (investment decision).
Ketiga, menghasilkan dana dari operasi yang efisien dan mengalokasikan dana yang
dihasilkan untuk diinvestasikan kembali (reinvestment) atau untuk membayar dividen tunai
yang disebut dengan keputusan dividen (divedendpolicy).

Kegiatan untama manajer keuangan adalah merencanakan, mencari, dan memanfaatkan


dana dengan sejumlah cara untuk memaksimumkan efesiensi dan efektivitas operai-operasi
perusahaan. Perencanaan keuangan meliputi proyeksi (forecasting) dan anggaran,
sedangakan pencarian dana atau pendanaan menyangkut pencarian sumber dana dan mencari
keseimbangan struktur keuangan dan struktur modal.

C. Fungsi Dan Kegiatan Manajemen Keuangan Syariah


Fungsi manajemen keuangan syariah yang dijalankan oleh seorang manajer keuangan syariah
adalah mengambil keputusan yang berkaitan dengan:

1. Perencanaan keuangan (Planning), fungsi ini meliputi tentang perencanaan arus kas dan
rugi laba.
2. Anggaran (Budgeting), fungsi ini meliputi perencanan menerimadan mengalokasikan
anggaran biaya secara efisien dan memaksimalkan dana yang dimiliki.
3. Pengelolaan keuangan, fungsi manajemen keuangan dalam penggunaan dana perusahaan
untuk memaksimalkan dana yang sudah ada dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat.
4. Pencarian keuangan yaitu manajemen keuangan mencari dan mengekspoitasi sumber
dana yang sudah ada untuk operasional aktivitas perusahaan.
5. Penyimpanan keuangan yaitu dana yang sudah terkumpul disimpan dan diamankan oleh
manajemen keuangan.
6. Pengendalian keuangan (controlling), fungsi ini adalah melaksanakan evaluasi dan juga
memperbaiki atas keuangan dan juga sistem keuangan perusahaan.
7. Pemeriksaan keuangan (auditing), fungsi ini manajemen keuangan dalam melaksanakan
audit di internal terhadap keuangan perusahan yang ada supaya sesuai dengan kaidah
standar akuntansi syariah dan tidak terjadi penyimpangan.
8. Pelapor keuangan (reporting) fungsi ini manajemen keuangan menyiapkan laporan
informasi tentang kondisi keuangan perusahaan dan analisa rasio laporan keuangan.
Adapun kegiatan manajer keuangan syariah yaitu mengambil keputusan yang berkaitan
dengan pendanaan yang sesuai dengan syariah islam dan juga mengambil keputusan yang
berhubungan dengan alokasi dana tersebut untuk mendanai pembelian asset yang juga harus
dibenarkan atau dilegalkan menurut syara. Tidak hanya sampai disitu saja, pengelolaan dana
jangka pendek (liquidity) yang sesuai syara juga merupakan tugas dari manajer keuangan
dalam perusahaan syariah. Manajer keuangan mencari dana dari pasar keuangan dengan jalan
menerbitkan sekuritas atau memperoleh penyertaan dari lembaga keuangan yang berbasis
syariah, ada dua jenis sekuritas yaitu saham syariah dan sukuk (obligasi syariah), keputusan-
keputusan yang berkaitan dengan kegiatan sehar-hari (operasional) perusahaan juga
merupakan tugas dari seorang manajer keuangan syariah.

D. Tujuan Perusahaan Dan Pentingnya Aspek Etika


Tujuan manajemen keuangan diperlukan karena prestasi manajer keuangan perlu
dievaluasi berdasarkan tertentu. Apabila manajer keuangan mempunyai prestasi diatas
standart, berarti ia berhasil melaksanakaan tugasnya. Dan demikian pula sebaliknya. Agar
tujuan tersebut dapat diterapkan, maka perlu definisi operasional tujuan manajemen
keuangan yang kemudian diterjemahkan kedalam variable yang dapat diukur.
Pada perusahaan publik adalah jumlah saham beredar dikalikan dengan harga saham pada
periode tertentu, atau biasa disebut dengan kapitalisasi pasar. Dengan informasi diatas, maka
penyesuaian perhitungan akuntansi menjadi arus kas dapat dilakukan dengan sederhana,
yaitu:

Arus kas = laba bersih akuntansi + depresiasi

Untuk meningkatkan nilai perusahaan, manajemen perlu memperoleh arus kas masuk
yang tinggi dan berkelanjutan. Disamping arus kas dari aspek jumlahnya (magnitude) seperti
yang dikemukakan diatas, manajer keuangan perlu memperhatikan aspek waktu (timing) dan
resiko arus kas.

Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970-an, kemudian meluas ke Eropa tahun
1980-an dan menjadi fenomena global pada tahun 1990-an. Apabila sebelumnya hanya para
teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dalam bisnis. Sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis
dianggap sebagai suatu respons tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika
Serikat.

Tanggung jawab pertama suatu bisnis adalah tanggung jawab ekonomi, yaitu
meningkatkan nilai perusahaan, memperoleh laba agar perusahaan dapat tetap menjalankan
bisnisnya, melayani pelanggannya, dan menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi masyarakat
disekitar menuntut agar bisnis juga memenuhi tanggung jawab social etika, atau hokum.
Sistem bisnis beroperasi dalam suatu lingkungan yang menghendaki prilaku etis, tanggung
jawab social, peraturan pemerintah dan undang-undang yang saling berkaitan satu sama lain.

E. Tujuan Perusahaan Dalam Lingkup Tata Kelola Perusahaan


Gambaran sejumlah perusahaan public di Indonesia hanya menempatkan keuntungan sebagai
tujuan perusahaan (single bottom line). Keberadaan stakeholder tidak pernah diperhitungkan oeh
perusahaan. Walaupun diperhitungkan perannya hanya sedikit. Sebenarnya keberadaan
stakeholder ini dapat menjadi alat untuk self control yang efektif, misalnya kritik dan saran
mereka merupakan sarana yang baik untuk mengevaluasi kelemahan sistem dan struktur
perusahaan (Surya dan Yustiavandana,2008:65).

Tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen pokok dalam setiap pengembangan
perusahaan karena memainkan peran untuk merancang dan menyebarluaskan prinsip keadilan,
akuntabilitas, dan transparansi (Hasan,2008). Konsep tata kelola dari barat, baik model Anglo-
Amerika yang mengemukakan sistem shareholder value ataupun model Eropa yang
mengunggulkan sistem stakeholder value, telah menjadi topik perdebatan yang terus menerus
selama lebih dari satu abad. Namun, perlu dicermati juga bahwa tidak banyak ditemukan
pembahasan atau interatur yang mengulas masalah tata kelola perusahaan dari perspektif islam.
Hal ini cukup menjadi petunjuk agar setiap perusahaan islam, terutama lembaga keuangannya,
perlu memiliki model tata kelola yang solid dan strategi yang tepat agar mempercepat penerapan
tata kelola perusahaan yang efektif dan kuat sesuai paradigma islam.

Kata tata kelola (governance) berasal dari kata latin gubernare yang berarti mengarahkan
atau memerintah (Cadbury, 2002:1). Oxford English Dictionary mendefinisikan memerintah
(govern) sebagai memandu (guide), mengatur (direct), atau mengarahkan masyarakat. Menurut
Stoker (1998:17), tata kelola berkenaan dengan timbulnya berbagai gaya yang mengatur ketika
batasan-batasan antara sector public dan privat menjadi tidak jelas. Definisi ini memberikan
makna yang terlalu luas karena dapat mencakup bidang politik, ekonomi, keadilan social, dan
administrasi public.

Konsep tata kelola perusahaan dari perspektif islam tidak banyak berbeda dengan definisi
konvesional karena hal tersebut mengacu pada sebuah sistem, yaitu perusahaan diarahkan dan
dikenadalikan agar memenuhi tujuan perusahaan dengan melindungi kepentingan dan hak semua
stakeholder. Namun demikian, paradigma islam memperlihatkan perbedaan karakteristik atau
ciri-ciri dibandingkan dengan sistem konvesional ketika berkenaan dengan persoalan konsep
pengambilan keputusan yang lebih luas dengan menggunakan dasar pemikiran (premis) social-
ilmiah islam yang didasarkan pada ketauhidan Allah (choudury dan hoque,2004).

Tata kelola perusahaan dalam islam dan Barat berperan sangat penting dalam rangka
memenuhi tujuan tertentu dan tujuan perusahaan. Sebenarnya islam sudah lebih jauh
menambahkan nilai-nilainya dengan menggunakan unsur maqasid syariah yang tidak ditemukan
dalam konsep barat. Fungsi-fungsi tujuan menempatkan maqasid syariah sebagai tujuan akhir
dari tata kelola islam. Maqasid syariah bermakna perlindungan atas kesejahteraan manusia, yang
terletak dalam bentuk perlindungan hak asasi berupa keyakinan agama, hidup, intelektual,
keturunan, dan kesejahteraan (al-ghazali,1937:139:140).

F. Model Tata Kelola Perusahaan Dalam Prespektif Barat


Dari sejumlah model barat yang ada, bagian ini hanya berfokus pada dua sistem tata kelola
perusahaan yang dominan, yaitu pendekatan Anglo-Saxon atau “neo liberal” dan model eropa.
Persoalan tata kelola muncul dalam perusahaan pada saat dua situasi. Pertama adalah ketika
terdapat agency problem atau konflik kepentingan yang melibatkan anggota-anggota organisasi
bisnis, seperti dewan direksi, manajer, dan pemegang saham. Kedua adalah biaya bisnis, seperti
hallnya agency problem, keduanya tidak dapat ditangani melalui kontrak (aturan) yang normal.

1. Model Anglo-Saxon

Model tata kelola perusahaan Anglo-Saxon (yang juga dikenal sebagai sistem berbasis pasar,
sistem nilai pemegang saham, model principal-agen, atau model keuangan) dianggap sebagai
teori yang paling dominan dan diunggulkan di Amerika Serikat dan Inggris. Dasar pemikirannya
bahwa pasar (khususnya pasar modal), tenaga kerja manajerial, dan control perusahaan
memberikan batasan-batasan yang paling efektif terhadap kebijakan manajerial.

Amerika dan Inggris dipengaruhioleh model yang berbasis singleboard system, yaitu
keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi tidak dipisahkan, dalam model ini dewan
komisaris merangkap sebagai dewan direksi dan kedua organ inilah yang disebut sebagai dewan
direksi. Sistem nilai pemegang saham ini merupakan tata kelola yang dominan selama bertahun-
tahun. Hal ini dibuktikan (selain Amerika Serikat dan Inggris) dengan banyaknya praktik
perusahaab di sejumlah negara yang menggunakan sistem ini seperti Australia, Selandia Baru,
Kanada, Afrika Selatan, China, dan sebagian besar negara-negara Asia Tenggara, misalnya
Malaysia, Filiphina, dan Singapura.

Pemegang Saham

Manajer
Dewan Direksi

Karyawan

Gambar diatas menunjukkan bahwa model Anglo-Saxon didasarkan pada konsep hubungan
wewenang dalam perusahaan antara pemegang saham dan manajer yang dimotivasi oleh perilaku
berorientasi laba. Konsespsi ini berasal dari keyakinan kapitalisme pasar dimana kepentingan
dan pasar dapat berfungsi dalam mengatur dirinya dan berfungsi secara seimbang.

Aspek yang paling khas dari sistem ini adalah pada struktur kepemilikan perusahaan, yaitu
kepemilikan saham tersebar secara luas dan pemegang saham mempunyai pengaruh yang lemah
pada manajemen. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa dalam sistem ini perusahaan perlu
hokum yang kuat untuk melindungi para pemegang saham. Singkatnya, pusat perhatian tata
kelola perusahaan pada sisten Anglo-Saxon adalah untuk melindungi kepentingan dan hak-hak
pemegang saham.
2. Model Eropa

Model eropa juga disebut dengan stakeholder yang merupakan kelompok-kelompok


konstituen yang mempunyai klaim yang sah pada perusahaan atau dapat diartikan orang yang
memberikan kontribusi secara langsung atau tidak langsung pada perusahaan. Stakeholder dapat
diklasifikasikan menjadi pemegang saham, stakeholder internal (karyawan dan serikat pekerja),
para mitra operasional (pelanggan, pemasok, kreditur, dan kontraktor) dan komunitas social
(otoritas negara, kantor dagangm organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil).

Dalam sistem ini sebagian besar perusahaan meningkatkan keuangan eksternal mereka dari
bank-bank yang telah terhubung dekat dan dari hubungan jangka panjang dengan pelanggan
mereka. Model stakeholder dipraktikkan oleh mayoritas negara-negara Eropa seperti Jerman,
Italia, Spayol dan Yunani. Model ini isinya menolak tiga proposisi utama model Amerika yang
menyatakan bahwa semua stakeholder memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan perusahaan yang dampak pada mereka, manajer bertugas terutama untuk melindungi
kepentingan seluruh stakeholder dan peruusahaan bertujuan untuk meningkatkan kepentingan
stakeholder dan bukan hanya pemegang saham (Iqbal dan Mirakhor, 2004:46).

Ciri khusus model Eropa adalah praktik sistem dua tingkat (two tier) yang terdiri atas dewan
pengawas dan dewan manajemen (direksi) seperti yang dipraktikkan oleh perusahan-perusahaan
di Jerman atau Perancis yang disebut conseil de surveillance. Kedua dewan ini terpisah dari
direktur eksekutif, yaitu struktur dua dewan yang bertemu secara terpisah.

Di Jerman perhatian kerangka tata kelila perusahaan terutama tertuju pada perusahaan besar
dengan lebih dari 2000 karyawan yang terdaftar di bursa saham dan beroperasi pada sistem dua
tingkat yaitu sistem dewan pengawas dan dewan manajemen. Sistem dua tingkat yang terdiri atas
dewan manajemen dan dewan pengawas tersebut memberikan keuatan atau wewenang bagi
dewan pengawas untuk memilih dewan manajemen. Namun, dewan pengawas tidak memiliki
tanggung jawab dan menentukan dalam banyak pengambilan keputusan sehingga dapat
mengurangi efektivitas pengawasnya. Konsep yang sama juga dipraktikan di Perancis, yaitu
dewan direksi dan manajer memegang tugas bukan hanya untuk perusahaan itu sendiri, tetapi
juga untuk karyawan kantor dagang, dewan pekerja, dan kepada masyarakat secara umum.
G. Model Tata Kelola Perusahaan Dalam Perspektif Islam
Secara umum diketahui bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai
kesejahteraan pemegang saham. Jika demikian, maka hal ini menandakan bahwa perusahaan
tersebut, termasuk juga perusahaan Islam yang memiliki tujuan tersebut, dalam prektiknya masih
mengadopsi tata kelola perusahaaa model Anglo-Saxon.

Studi tata kelola perusahaan alternative menyertakan bahwa perusahaan Islam dapat
mengambil model yang sama sekali berbeda atau membuat versi modivikasi dari model
stakeholder-oriented sebagai alternative kerangka tata kelola perusahaan.

Studi yang pertama mengacu pada model tata kelola perusahaan berdasarkan prinsip
konsultasi yang menegaskan bahwa semua stakeholder memiliki tujuan yang sama, yaitu tauhid
atau keesaan Allah (Choudury dan Hoque,2004). Studi selanjutnya mengadopsi sistem nilai
stakeholder dengan beberapa modifikasi (Iqbal dan Mirakhor,2004; dan Chapra dan Ahmed,
2002). Dalam konteks Islam, kepentingan stakeholder bukan hanya seputar return financial atau
memaksimalkan keuntungan, tetapi kepentingan tersebut juga meliputi unsur etika, syariah dan
prinsip tauhid

1. Pendekatan Berbasis Tauhid dan Musyawarah

Perusahaan Islam memiliki nilai tata kelola perusahaan barat. Choudhury dan Hoque
membahas dasar epistemologi tauhid sebagai acuan pada model tata kelola perusahaan Islam.
Sebagai dasar iman Islam adalah tauhid, dasar kerangka tata kelola perusahaan juga berasal dari
konsep ini. Konsep tata kelola perusahaan dalam perspektif Islam oleh Choudhury dan Hoque,
tampak pada gambar 1.3 Tauhid sebagai Pilar

Dewan Syariah: Puncak Tata Kelola

Musyawarah atau
Konsultasi

Pemegang Saham Masyarakat

Kesejahteraan Sosial

Pengujian kesatuan Penetapan proses


pengetahuan interaktif, integratif dan
menurut aturan evolusi yang
syariah melengkapi tujuan
perusahaan dan sosial
Gambar 1.3 menunjukan bahwa pendekatan tata kelola perusahaan Islam didasarkan pada
model epistemologi tauhid yang peran fungsional perusahaannya bekerja melalui aturan syariah.
Prinsip tauhid menurunkan konsep penting khilafah dan keadilan atau keseimbangan. Prinsip
keseimbangan sosial dalam konteks ekonomi memberikan konfigurasi terbaik pada kegiatan
produksi, konsumsi, dan distribusi. Dalam konteks ini, kebutuhan semua anggota masyarakat
merupakan prioritas pertama di atas individu.

Para stakeholder sebagai khalifah Allah mempunyai tugas menegakan prinsip keadilan
distributif melalui proses permusyawaratan. Chapra (1992:234) menyebutkan bahwa praktik
musyawarah bukan merupakan pilihan, tetapi suatu kewajiban. Unsur musyawarah memberikan
seluas mungkin partisipasi stakeholderdalam urusan negara, termasuk juga perusahaan, baik
secara langsung maupun wakil-wakil. Terdapat dua lembaga utama yang terlibat dalam proses
tata kelola perusahaan di atas, yaitu dewan syariah dan unsur dari sekelompok-kelompok
anggota musyawarah (semua stakeholder). Dalam menentukan cakupan syariah, lembaga dewan
syariah masuk ke dalam struktur dan memainkan peran penting untuk memastikan bahwa semua
kegiatan perusahaan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.

2. Pendekatan Berbasis Stakeholder secara Islam

Prinsip hak-hak kepemilikan dalam Islam dengan jelas memberikan kerangka yang
komprehensif untuk mengidentifikasi, mengakui, menghormati, dan melindungi kepentingan dan
hak setiap individu, masyarakat, negara, dan perusahaan. Dalam hal hak-hak kepemilikan, Islam
menyatakan bahwa Allah adalah pemilik tunggal atas harta dan manusia hanyalah wakil dan
pemeliharaan. Hal tersebut menunjukan adanya pengakuan untuk menggunakan dan mengelola
harta tersebut sesuai dengan aturan syariah. Terdapat berbagai ayat al-Qur’an yang menyebutkan
prinsip hak milik, salah satunya adalah dalam QS 57:7.

Meringkas tata kelola perusahaan secara Islam berdasarkan model berorientasi stakeholder.
Ada dua konsep dasar prinsip-prinsip syariah, yakni prinsip hak milik dan prinsip kerangka
kontrak. Tata kelola setiap perusahaan dalam Islam diatur oleh syariah bagi semua stakeholder
termasuk pemegang saham, manajemen, dan stakeholder lain seperti karyawan, para pemasok,
para pemodal, dan masyarakat.
Keharusan melibatkan Dewan Pengawasan Syariah dalam struktur dan kegiatan perbankan
syariah sudah diberlakukan secara formal dalam sejumlah hukum positif indonesia. Bagi
perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, mereka
diwajibkan pula melibatkan DPS. Hal ini dicantumkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang
perseroan terbatas. Pada UU tersebut tercantun satu pasal yang menyinggung tentang Dewan
Pengawas Syariah, yaitu pada bagian 2 dewan komisaris pasal 109, yang dinyatakan sebagai
berikut:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain


mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawasan Syariah.

2. Dewan pengawasan syariah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) terdiri atas
seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.

3. Dewan pengawasan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas


memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.

Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, undang-undang


ini mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, selain
mempunyai dewan komisaris, juga mempunyai dewan pengawas syariah. Tugas DPS adalah
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Edisi Kelima.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Najmudin. 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Moderen. Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET.
Muhamad. 2014. Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqih dan Keuangan. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.

Anda mungkin juga menyukai