Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HADITS-HADITS TENTANG GASHB, SYUF’AH DAN LUQATHAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur dalam Mata kuliah Hadits-hadits
Ekonomi

Di Susun Oleh:
KELOMPOK 4

DIAN PUTRI DIANA NIM: 1930405003

DOSEN PENGAMPU HAFIZULLAH, S.TH.I., M.A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR 2021/1442

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehatNya, baik berupa sehat fisik mapun akal pikiran, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur di mata kuliah
Haditshadits Ekonomi dengan judul “HADITS-HADITS TENTANG GHSHB,
SYUF’AH DAN LUQATHAH”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Makalah yang akan Penulis buat, penulis mengutip dari jurnal-jurnal Skripsi
dari senior-senior terdahulu dari berbagai Universitas. Di karenakan Sumber Buku
yang terbatas sekarang ini di tengah pandemi wabah virus.
Penulis minta maaf jika penulisannya masih banyak kekurangan-kekurangan

Batusangkar, 20 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................
ii
BAB IPENDAHULUAN...............................................................................................
A.Latar Belakang........................................................................................................1
B.Rumusan Masalah...................................................................................................2
C.Tujuan Perumusan Masalah..................................................................................2
BAB IIPEMBAHASAN................................................................................................
A.Larangan Melakukan Ghasb.................................................................................3
B.Pemanfaatan Harta Ghasb.....................................................................................6
C.Ruang Lingkup Harta Syuf’ah dan Status Harta Syuf’ah..................................9
D.Menyikapi Brang-Barang Temuan.....................................................................13
BAB IIIPENUTUP .......................................................................................................
Kesimpulan...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Dalam Islam setiap manusia yang lahir ke muka bumi ini memiliki hak,
baik hak yang terkait dengan harta ataupun hak yang bukan harta. Hak yang
terkait dengan harta ini bersifat permanen dan mengikut bagi pemiliknya. Para
ulama fiqh menyatakan bahwa syariat Islam telah menetapkan agar setiap orang
berhak memelihara dan menjaga haknya dari kesewenangan orang lain baik
menyangkut hak-hak kepidanaan maupun hak keperdataan. Apabila harta
seseorang dikuasai oleh orang lain tanpa hak, maka pemilik harta dapat
menuntutnya. Penguasaan terhadap harta orang lain tanpa hak dalam fiqh
mu’amalah dikenal dengan al- gaṣab.
Syuf’ah adalah hak untuk membeli secara paksa yang ditetapkan untuk
serikat lama atas serikat baru dengan sebab adanya perserikatan terhadap harta
yang mereka miliki bersama. Berdasarkan defenisi tersebut jelas bahwa teman
serikat (syafi’) mempunyai hak membeli dengan paksa barang serikat yang telah
dijual oleh teman serikatnya kepada orang lain baik dia rela menjual kembali
barang yang telah dibelinya atau tidak rela, dengan kata lain ditetapkannya hukum
syuf’ah agar salah seorang peserikat tidak menjual barang serikatnya kepada
orang lain sebelum ditawarkan kepada teman serikatnya lebih dahulu
Luqathah secara bahasa ialah sesuatu yang di temukan atau didapat,
sedangkan menurut istilah sebagaimana di ta’rifkan oleh Muhamad al-Syarbini
alKhatib berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-luqathah ialah
‫ماوجد من حق محترم غير محرور ال يعرف الواجد مستحقه‬
Artinya: “Sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga
dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya”

1
B.Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana larangan Melakukan Gashb?
2. Bagaimana Pemanfaatan harta Gashb?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Harta Syuf’ah?
4. Bagaimana menyikapi Barang Temuan Luqathah?

C.TujuanPerumusan Masalah
Adapun Tujuan Perumusan Masalah yaitu sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui larangan Melakukan Ghasb
2. Untuk Mengetahui Pemanfaatan harta Ghasb
3. Untuk Mengetahui Ruang Limgkup Syuf’ah
4. Untuk Mengetahui Barang Temuan Luqathah

2
BAB II PEMBAHASAN

A.Larangan Melakukan Gashb


1) Hadist
‫ من ا قا تطع مناأل رضشبرا‬:‫عن سعيد سعيد بن زيد رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
(‫ )رواه البخاري و مسلم و أحمد‬.‫ظلما طوقه هللا إياه يوم القيامة من سبع أرضين‬
Terjemahan Hadist
“Dari Sa’id bin Zaid ra. Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang
mengambil dan menyerobot sejengkal tanah milik orang lain secara aniaya,
maka sejengkal tanah itu akan dijadikan tujuh bumi dan dikalungkan ke
lehernya kelak di akhirat.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
2) Mufradat‫برا‬rr‫األ رضش‬rr‫ = من‬tanah milik orang lain ‫ = ظلما‬aniaya ‫ = القيامة‬akhirat
kelak ‫ = أرضين‬di lehernya
3) Biografi Perawi
a. Imam Bukhari
Nama beliau adalah Abdillah Muhammad bin Bardizbah al-Ju’fi
alBukhri. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Bukhari
dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Bukhari berguru kepada
Syekh Ad-Dakhili, ulama hadis yang masyur di Bukhara.
Bukhari memiliki daya hafal tinggi, sebagaimana yang diakui
kakaknya, Rasyid bin Ismail. Bukhari meninggal di sebuah desa kecil
sebelum Samarkand di rumah familinya pada malam Idul Fitri dalam usia
60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah). Ia dimakamkan selepas Shalat
Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.

b. Imam Muslim
Nama lengkap Imam Muslim ialah Abu al-Husain Muslim bin
alHajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusairi al- Naisaburi, beliau
dinisbatkan kepada Naisaburi karena dilahirkan di Nisabur, sebuah kota

3
kecil di Iran bagian timur laut. Beliau juga dinisbatkan kepada nenek
moyangnya atau kabilahnya yaitu Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah bin
Sa’sa’ah suatu keluarga bangsawan besar. Imam Muslim dilahirkan pada
tahun 204 H (820 m). Imam Muslim mulai belajar hadits mulai usia kurang
lebih 12 tahun pada tahun 218 H (833 M) sejak itulah beliau sangat serius
dalam mempelajari hadits, mengembara ke berbagai negeri seperti Hijaz,
Irak, Syam, Mesir.Khurasan, Roy dan lain-lain. Imam Muslim bin Hajjaj
meninggal dunia pada hari Ahad (Minggu), 25 rajab tahun 261 H dalam
usia 55 tahun.
c. Imam Ahmad
Imam Ahmad adalah seorang ulama hadits yang sangat kuat
hafalannya dan itu merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh ahli
hadits, ulama yang haus akan ilmu melakukan pengembaran ke berbagai
negeri untuk mencari ilmu dan meriwayatkan hadits oleh sebabnya ia
dijuluki Imam rihalah. Beliau juga sangat sabar dan Ulet, memiliki
keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian.
Ahmad bin Hambal, lahir 20 Rabiul Awal 164 H (27 November
780) dan wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855)
4) Penjelasan hadist
Harta seseorang haram bagi orang lain. Siapapun itu tidak boleh
mengambilnya tanpa kerelaan hati pemiliknya. Dan perampasan hak terbesar
adalah menguasai tanah. Kaum Muslimin sepakat tentang diharamkannya
perbuatan gaṣab. Gaṣab adalah salah satu dosa besar meskipun besaran barang
yang digaṣab tidak mencapai kadar pencurian.

5) Pemahaman Yang berkaitan dengan larangan melakukan Ghasb

4
Gaṣhb adalah bentuk masdar dari kata kerja r‫بھ‬rrr‫غصبھيغص‬, yaitu
mengambil sesuatu secara ẓalim. Gaṣhb secara etimologi adalah mengambil
sesuatu secara paksa dan terang-terangan. Sedangkan secara terminologi
syara’ gaṣab ialah menggunakan hak orang lain dengan jalan aniaya atau
menguasai hak orang lain tanpa seizin pemiliknya. Masalah menguasai itu
dikembalikan kepada pendapat kebanyakan orang. Yang termasuk hak orang
lain adalah sesuatu yang sah menggaṣabnya. Gaṣhb tidak terbatas pada
perkara yang berupa harta benda, tetapi juga hal-hal yang berupa kemanfaatan.
Mazhab Hanafi mengemukakan bahwa gaṣhb merupakan sebagai harta
yang bernilai menurut syara’ dan dikuasai tanpa seizin pemiliknya, sehingga
harta itu berpindah tangan.
Menurut Mazhab Maliki, gaṣhb adalah mengambil harta orang lain
secara paksa dan sewenang-wenang (bukan dalam arti merampok). Definisi ini
juga membedakan antara mengambil barang dan mengambil manfaat. Menurut
mereka, perbuatan sewenang-wenang tehadap harta itu ada empat bentuk,
yaitu:
a) Mengambil materi benda tanpa izin, mereka menyebutnya sebagai gaṣab
b) Mengambil manfaat suatu benda, bukan materinya, juga disebut gaṣab
c) Memanfaatkan sesuatu sehingga merusak atau menghilangkan benda itu,
seperti menebang pohon yang bukan miliknya, tidak termasuk gaṣab,
tetapi disebut ta’addī
d) Melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan rusak atau hilangnya milik
orang lain seperti melepaskan tali pengikat seekor kerbau sehingga kerbau
itu lagi, tidak termasuk gaṣab, tetapi disebut ta’addi. Menurut Ulama
Mazhab Maliki keempat bentuk perbuatan diatas dikenakan ganti rugi,
baik dilakukan secara sengaja maupun tersalah,
Menurut Ulama ‘Syafi’i dan mazhab Hambali mendefinisikan gaṣab sebagai
penguasaan terhadap harta orang lain secara sewenang-wenang atau secara

5
paksa tanpa hak. Definisi ini lebih bersifat umum dibandingkan kedua definisi
sebelumnya. Menurut mereka, gaṣhb itu tidak hanya mengambil materi harta
tetapi juga mengambil manfaat suatu benda.
Muhammad Syatha al-Dimyati berpendapat bahwa gaṣhb ialah
penguasaan terhadap hak orang lain walau hanya untuk mrngambil manfaat.23
Dalam kompilasi hukum ekonomi syariah pasal 435-454 diatur tentang
syarat dan ketentuan gaṣhb sebagai berikut:
1. Menghalang-halangi pihak atau para pihak untuk
menggunakan kekayaannya termasuk gaṣab.

2. Mengingkari keberadaan wadī’ah bih termasuk gaṣab.

3. Pelaku perampasan diharuskan mengembalikan harta yang dirampasnya


jika harta itumasih dikekuasaannya, dan lain sebagainya.
(Https://repository.arraniry.ac.id/id/eprint/3769/1/Haura%20Nabrisa.pdf)

B.PemanfaatanHarta Gashb
1) Hadist
ْ ‫ قال رسول هللا‬:‫وعن رافع بن خديْج رضي هللا عنه قال‬
‫فليس له‬، ‫من زرع فى أرض قوم بغير إذ كفم‬
(‫ )رواه احمد و الترمزي و أبوداود و ابن مجه‬.‫من الزرع شىء وله نفقت‬
Terjemahan Hadist
“Dari Rafi’ bin khadij bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa
menanam (suatu tanaman) di tanah milik suatu kaum tanpa seizin mereka,
maka dia tidak memepunyai hak atas tanaman itu, tepapi dia (hanya berhak)
atas biaya (yang telah dikeluarkan).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Daud
dan Ibn Majah).
2) Mufradat‫ = زرع‬menanam ‫ = أرض‬di tanah ‫ = قوم‬kaum ‫ = بغير إذ كفم‬tanpa seizing
mereka
3) Biografi Perawi
a. Imam Ahmad

6
Imam Ahmad adalah seorang ulama hadits yang sangat kuat
hafalannya dan itu merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh ahli
hadits, ulama yang haus akan ilmu melakukan pengembaran ke berbagai
negeri untuk mencari ilmu dan meriwayatkan hadits oleh sebabnya ia
dijuluki Imam rihalah. Beliau juga sangat sabar dan Ulet, memiliki
keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian
Ahmad bin Hambal, lahir 20 Rabiul Awal 164 H (27 November
780) dan wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 990)
b. Imam Tirmizi
Beliau adalah Muhammad bin „Isa bin Saura bin Musa bin Dhahak
al-Sulami Bugi al-Tirmidzi, beliau dilahirkan disebuah kota kecil di
pinggir utara sungai Amuderiya Iran bagian utara; pada tahun 209 h (824
m), adalah seorang ahli hadits mashyur yang mengarang kitab Jami‟ dan
al-I‟lal juga tentang kitab Jarh dan Ta‟dil dan lain-lain.
Tokoh besar Imam Tirmidzi wafat pada malam senin tanggal 13
Rajab tahun 279 h pada usia 70 tahun di desa Bug dekat kota Tirmiz , di
akhir hayatnya beliau terserang penyakit mata. Itulah sebabnya Ahmad
Muhammad Syakir menambah dengan sebutan al- darir karena Imam
Tirmidzi mengalami kebutaan dimasa tuanya.
c. Imam Abu Dawud
Amru bin Ishak bin Basyir bin Amar al-Azdi al-Sijistani. Beliau
dilahirkan pada tahun 202 h di Sijistan, sampai meninggalnya pada 16
Syawal tahun 275 h pada usia 73 tahun di kota Bashrah. Adalah ulama
Mutaqaddimin dalam bidang hadits yang produktif, beliau selalu
memanfaatkan waktunya untuk ilmu dan ibadah, beliau salah satu ulama
hadits paling terkenal penulis kitab Sunan, ada dua orang orang ahli hadits
yang masyur dengan nama Abu Dawud . Yaitu Abu Dawud al-Thayalisi

7
pengarang kitab Musnad dan Abu Dawud al-Sijistani pengarang kitab
Sunan.
d. Imam Ibnu Majjah
Ibnu Majjah Adalah salah seorang ulama ahli hadits. pemilik Sunan
Ibnu Majah. Salah satu kitab hadits yang dimasukkan dalam kelompok
kutubus sittah. Ibnu Majah lahir tahun 209 H dan wafat 273 H.
4) Penjelasan Hadist
Jika barang yang di gaṣab mengalami pertambahan menurut Imam
Abu Hanifah dan Abu Yusuf, pertambahan barang yang digaṣab statusnya
tidak ditanggung oleh pelaku, baik apakah pertambahan itu menyatu dengan
barang aslinya maupun terpisah, karena didalamnya tidak ditemukan unsur
mehilangkan dan menyingkirkan tangan pemilik dari pertambahan itu (karena
pertambahan itu belum ada ketika barang tersebut masih berada di tangan
pemiliknya).
5) Pemahaman yang terkait dengan Pemanfaatan harta ghasb
Ulama Hanafiyah mengatakan jika seandainya seseorang menggaṣab
lahan orang lain lalu ia menanami pohon di atasnya, sementara nilai lahan itu
lebih tinggi dari nilai pohon tersebut, maka pelaku gaṣhb diharuskan mencabut
pohon tersebut dan mengembalikan lahan tersebut dalam keadaan kosong
seperti semula kepada pemiliknya, karena menurut ulama Hanafiyah seperti
yang telah dijelaskan terdahulu, tidak ada gaṣab pada harta tidak bergerak dan
hak kepemilikan atas lahan tersebut tetap atas pemiliknya dan pelaku gaṣab
harus mengosongkannya kembali sebab tidak ada hak bagi akar yang ẓalim.
Ulama Hanafiyah mengatakan, barang siapa menggaṣab sebuah pohon
jati, lalu ia gunakan untuk membangun sebuah bangunan di atas tanah tempat
pohon jati itu berada atau sekitarnya, sementara nilai bangunannya lebih tinggi
dibandingkan nilai pohon jati tersebut, maka kepemilikan pemilik pohon jati
itu hilang dari pohon jati tersebut dan pelaku gaṣab harus mengganti nilai

8
harganya, karena pohon atau kayu jati itu telah berubah menjadi sesuatu yang
lain. Sementara jika seandainya pelaku gaṣhb diharuskan untuk
menghilangkan bangunannya itu, maka tentunya hal itu hanya akan merugikan
dirinya tanpa ada suatu keuntungan apapun yang kembali kepada pemilik
pohon tersebut. sedangkan, kerugian pemilik pohon jati itu bisa teratasi
dengan denda yang harus dibayarkan oleh pelaku gaṣhb. Namun apabila nilai
pohonnya itu lebih tinggi daripada nilai bangunannya, maka kepemilikan
pemilik pohon jati tidak hilang dari pohon jati tersebut, karena prinsip yang
digunakan di sini adalah, mengambil salah satu dari dua kerugian atau
kemudharatan yang lebih ringan (Https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/3769/1/Haura%20Nabrisa.pdf).

C.Ruang Lingkup Harta Syuf’ah dan Status Kedudukan Harta Syuf’ah


1)Hadist
‫ ا ان ب صه هللا عليه وسلم قضى با لشفعة في كل مالم يقسم فاذا وقعت الحدودو صرفت الطر‬:‫ع جببش‬
(‫ق فال شفعة )رواه أ حمدوالبخارى‬
Terjemahan Hadist
Dari Jabir, bahwa Nabi SAW. menetapkan syuf’ah pada setiap barang
yang belum dibagi. Karena itu, apabila batas-batasanya sudah tetap dan
jalanjalannya sudah diatur maka tidak ada syuf’ah. (HR. Ahmad dan Bukhari)
2) Mufradat ‫ = قضى با‬Menetapkan ‫ = لشفعة‬Syuf’ah‫= كل مالم‬
Setiap barang ‫ = فاذا وقعت‬Yang belum dibagi
3) Biografi Perawi
a. Imam Ahmad
Imam Ahmad adalah seorang ulama hadits yang sangat kuat
hafalannya dan itu merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh ahli
hadits, ulama yang haus akan ilmu melakukan pengembaran ke berbagai
negeri untuk mencari ilmu dan meriwayatkan hadits oleh sebabnya ia

9
dijuluki Imam rihalah. Beliau juga sangat sabar dan Ulet, memiliki
keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian
Ahmad bin Hambal, lahir 20 Rabiul Awal 164 H (27 November
780) dan wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855)
b. Imam Al-Bukhari
Nama beliau adalah Abdillah Muhammad bin Bardizbah al-Ju’fi
alBukhri. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Bukhari
dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Bukhari berguru kepada
Syekh Ad-Dakhili, ulama hadis yang masyur di Bukhara.
Bukhari memiliki daya hafal tinggi, sebagaimana yang diakui
kakaknya, Rasyid bin Ismail. Bukhari meninggal di sebuah desa kecil
sebelum Samarkand di rumah familinya pada malam Idul Fitri dalam usia
60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah). Ia dimakamkan selepas Shalat
Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri
4) Penjelasan Hadist
Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. memutuskan
syuf’ah pada barang serikat yang belum dilakukan pembagian dimana keadaan
barang tersebut memungkinkan untuk dibagi, maka jika telah ditetapkan
batasan bagian di antara peserikat maka tidak berlaku syuf’ah dan dasar
hukum tersebut, menunjukkan legalitas benda yang bisa di-syuf’ah-kan,
menyangkut hal ini sehingga permasalahan tidak terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Misalnya si X berserikat dengan Y, Y menjual bagiannya dalam serikat
kepada si Z tanpa izin si X, dalam hal ini X berhak membeli benda yang telah
dijual Y kepada Z walaupun tidak disukai Z.
5) Pemahaman yang terkait Pelaksanaan Syuf’ah
Kata syuf’ah berasal dari bahasa arab ‫فع‬rr‫( ش‬syafa’a) yang berarti
menggabungkan kepadanya yang sepertinya. Dikatakan demikian karena

10
orang yang mempunyai hak syuf’ah menggabungkan benda serikat yang dijual
oleh temannya kepada miliknya dalam serikat itu sehingga terlihat seolah-olah
berpasangan.
Adapun menurut jumhur ulama selain ulama Hanafiyyah syuf’ah
adalah hak seorang peserikat untuk mengambil (membeli) benda yang dijual
teman serikatnya berupa benda tidak bergerak, dengan mengganti harga atau
nilainya yang telah dibayarkan oleh pihak ketiga itu dengan shighat (lafaz).
Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syuf’ah adalah hak
seorang peserikat untuk membeli secara paksa barang serikat yang dijual oleh
teman serikatnya kepada pihak lain yang menjadi peserikat baru karena
pembeliannya itu dengan memberikan ganti (harga) sebesar harga barang
tersebut saat dijual untuk menghindari terjadinya ke-mudharat-an kerena
perubahan teman serikat.
Rukun syuf’ah ada tiga yaitu
a. Syafi’ ialah orang yang mengambil (yang mempunyai hak istimewa untuk
membeli secara paksa),
b. Masyfu’ ialah sesuatu yang diambil atau dibeli secara paksa, dan
c. Masyfu’ minhu ialah pemilik barang yang diambil darinya (peserikat baru)
Masing-masing dari tiga rukun tersebut mempunyai syarat-syarat
sendiri sebagai berikut:
1. Syarat yang berlaku pada syafi’ (serikat lama); Bagi syafi’ disyaratkan
hendaknya ia merupakan teman serikat (mitra) yang sama-sama memiliki
harta tersebut. Maliki, Syafi’i dan Fuqaha Madinah sependapat bahwa hak
syuf’ah membeli secara paksa) hanya diberikat kepada peserikat selama ia
mengambil bagian. Sedangkan menurut mazhab Hanafi syuf’ah berlaku
juga pada tetangga.
2. Syarat yang berlaku pada masyfu’ (benda yang diambil secara paksa);
Mengenai benda yang menjadi objek syuf’ah yang diambil secara paksa

11
oleh syafi’ maka para ulama telah sepakat bahwa syuf’ah berlaku pada
rumah, tanah dan benda tetap lainnya yang memungkinkan bisa dibagi.
Dalam hal ini menurut mazhab Syafi’i syuf’ah berlaku pada tanah dan apa
yang mengikut kepadanya ketika dijual seperti bangunan dan
tanamtanaman dan pohon pohonan yang tumbuh di tanah, adapun bila
tanamtanaman tersebut dijual sendiri (terpisah tidak bersama dengan
tanah) maka tidak berlaku syuf’ah pada benda-benda tersebut. Syarat
benda yang akan dijual tersebut merupakan benda yang memungkinkan
bisa dibagi dan dengan pembagian itu tidak menghilangkan manfaat yang
dimaksud dari benda tersebut sebelum diadakan pembagian. Artinya benda
tersebut tetap dapat dipergunakan sebagaimana sebelum dibagi. Dengan
demikian tidak berlaku syuf’ah pada benda yang tidak tetap (yang dapat
dipindahkan) dan benda yang tidak dapat dibagi.
3. Syarat yang berlaku pada masyfu’ minhu: Bagi masyfu’ minhu (peserikat
baru) disyaratkan bahwa sebab kepemilikannya lebih akhir dari pada sebab
kepemilikan syafi’. Dengan demikian syafi’ baru dapat mengambil hak
syuf’ah dari masyfu’ minhu disebabkan ia memiliki lebih dahulu barang
serikat tersebut.
Demikianlah beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat
dipandang berlakunya hak syuf’ah bagi peserikat yang tinggal atas
peserikat baru.
Dalam kaitannya dengan rukun dan syarat syuf’ah di atas maka
terlihat bahwa sigat (ijab dan kabul) tidak termasuk salah satu rukun
sebagaimana halnya yang berlaku dalam transaksi lainnya menurut mazhab
Syafi’i sigat hanya wajib dalam hal kepemilikan, sehingga syafi’ tidak
dapat memiliki barang serikat kecuali dengan adanya lafaz yang diketahui
seperti aku memiliki atau aku mengambil hak syuf’ah yang diikuti dengan
salah satu dari tiga hal berikut:

12
a. Pembeli telah menerima harganya;
b. Kerelaan dengan harga yang ada dalam tanggungan syafi’
c. Diputuskan oleh hakim baginya
(http://repository.uinsu.ac.id/3085/1/Skripsi%20Nur%20Maidah%20%
20Muamalah%20A%20%20pdf.pdf).

D.Baranng Tamuan Luqathah


1)Hadist

‫ َغ َزوْ ت‬:‫ َع ْن س َو ْي ِد بْ ِن َغفَلَة‬،‫ ع َْن َسل َمة َ ْب ِن كھَ ي ٍْل‬، ‫َرنَا ش ْعبَة‬ ‫ب‬ rََْ ،‫َح َّد ثنَا م َح َّمد بْ ن َكثيِ ٍر‬
َ ‫أْخ‬
، ‫ اَل‬:‫لْ ت‬rrَ‫ فق‬، ‫رحْ و‬r ْ ‫ لِ َي‬: ‫ فقَا اَل‬،‫ت َسوْ طًا‬
َ r‫اط‬ ْ ‫ْب ِن َربِي َعة َ فَ َو َجد‬ َ‫ َو َس ْل َمان‬، َ‫َم َع زَ ْي ِد ْب ِن صو َحان‬
َ‫ي ْبن‬ َّ َ‫أل ت أ ب‬ َ ‫ ِة‬rَ‫ َررْ ت َعلَى ْال َم ِدين‬r‫ فَ َح َججْ ت فَ َم‬،‫ ِه‬rِ‫ْع ت ب‬rََْ ‫ْمَْت‬rَ ‫ت‬r‫اس‬
َْ r‫فس‬ ْ ‫صا ِحبَه َوإاَِّل‬ ْ ‫ِك ْن إ ْ ِن َو َجد‬
َ ‫ت‬ rََِ ‫َول‬
َ‫ ف‬،‫لَّ َم‬r‫ ِو َو َس‬rَ‫ل َْْي‬rr‫لَّى هللا َع‬r‫ص‬ َ َ‫ ف‬،‫َار‬
َِّ rَّ ‫أت يْ ت‬
َّ ‫النِب‬
َ ‫ي‬ ٍ ‫ت صرَّة ً فيِھَا ِم ائةَ ِدين‬ ْ ‫ َو َجد‬: ‫ فَ قَا َل‬،‫ب‬ ٍ ‫َك ْع‬
‫ا‬rrَ‫ فَ َع َّر ْفت ھ‬، « ‫ » َع َّر ْفھَا َحوْ اًل‬:‫أت يْت ه فقَال‬ َ ‫ث َّم‬، ‫ » َع َّر ْفھا َحوْ اًل « ف َع َّر ْفت ھَا َحوْ اًل‬: ‫ق ا َل‬ َ
: ‫ق لْ ت‬ َ ‫أت يْ ت ه ف‬ َ ‫ ث َّم‬، ‫ » َع َّر ْفھَا َحوْ اًل « فَ َع َّر ْفت ھَا َحوْ اًل‬: ‫ فقَا َل‬، ‫أت يْت ه‬ َ ‫ ث َّم‬، ‫َحوْ اًل‬
ْ َ‫ا َوإ ااِل ف‬rrَ‫احب ھ‬
‫ْمتِ ْع‬rََْ ‫ت‬r ‫اس‬ َ ‫ فَإ ْ ِن َجا َء‬،‫ظَ عَد َدهَا ِو ِو َكا َءهَا َو ِو عَا َءهَا‬
ِ r‫ص‬ ْ ‫ »احْ ف‬:‫ِج ْد م ْن ي َْعرف ھَا فقَا َل‬rَ ‫لَ ْم أ‬
ِ َ َِ
.ً َ‫ْو َمرَّة ً َوا ِحدة‬rََْ ‫ » َع َّر ْفھَا« أ‬:‫ْد ِري أثَاََل ثا ً قَا َل‬rََْ ‫ َو اَل أ‬: ‫ا َوقَا َل‬rَ‫ب َِِھ‬
Terjemahan Hadist
Dari Suwaid bin Ghafalah:”aku berperang bersama Zaid bin Shuhan
dan Salman bin Robi’ah. Lalu aku menemukan sebuah cambuk, keduanya
berkata kepadaku:”buanglah cambuk tersebut!”. Aku berkata “tidak”, akan
tetapi jika aku menemukan pemiliknya, akan aku berikan kepadanya ,jika
tidak maka akan aku pakai”, aku kalahkan mereka dengan pendapatku.”lalu
aku pergi ke Madinah. Aku bertanya kepada Ubay bin Ka’ab Ra, dia berkata:
“aku telah mendapatkan pundi berisi 100 dinar, lalu aku mendatangi Nabi
Saw maka, beliau bersabda: ”umumkanlah kepada orang-orang selama 1
tahun!”. Kemudian aku mengumumkannya ,Kemudian aku mendatanginya
lagi. Beliau bersabda: “umumkanlah kepada orang- orang selama 1 tahun!”.
Maka aku kembali mengumumkan kepada orang-orang selama setahun.

13
Kemudian aku kembali mendatangi Nabi, dan beliau bersabda. ”Umumkanlah
kepada orangorang selama setahun!”. ”maka aku umumkan, dan aku
mendatanginya dan aku katakan: ”aku belum menemukan siapa yang
mengetahui pemilik pundi ini “Beliau bersabda: “Jagalah jumlahnya, tali
pengikatnya, dan kantungnya, apabila pemiliknya datang, maka berikanlah
pundi tersebut” Suwaid berkata

“Saya tidak tahu apakah beliau Bersabda .”Umumkanlah “.Sebanyak tiga


kali atau hanya satu kali.(H.R. Abu Dawud no 1701)
2) Mufradat َ‫ = ف‬lalu
‫ت َسوْ طًا‬
ْ ‫ = َو َجد‬aku menemukan
ْ ‫ = لِ َي‬Buanglah
cambuk ‫اط َرحْ و‬
cambuk tersebut ‫ََِِك ْن‬r ‫ = َول‬akan tetapi ‫إِ ْن‬
ْ ‫ = َو َجد‬jika aku menemukan ‫صا ِحبَه‬
‫ت‬ َ
= pemiliknya
3) Biografi perawi
a.Imam Abu Dawud
Amru bin Ishak bin Basyir bin Amar al-Azdi al-Sijistani. Beliau
dilahirkan pada tahun 202 h di Sijistan, sampai meninggalnya pada 16
Syawal tahun 275 h pada usia 73 tahun di kota Bashrah. Ia Adalah ulama
Mutaqaddimin dalam bidang hadits yang produktif, beliau selalu
memanfaatkan waktunya untuk ilmu dan ibadah, beliau salah satu ulama
hadits paling terkenal penulis kitab Sunan, ada dua orang orang ahli hadits
yang masyur dengan nama Abu Dawud . Yaitu Abu Dawud al-Thayalisi
pengarang kitab Musnad dan Abu Dawud al-Sijistani pengarang kitab
Sunan.
4) Penjelasn Hadist
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Suwaid seorang Tabi’in
bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab R.a tentang barang temuan dan

14
ternyata Ubay pun pernah mengalami apa yang dialami Suwaid. Dan Ubay
bertanya kepada Rasulullah Saw lalu beliau memerintahkan untuk
mengumumkan perihal temuannya itu kepada khalayak ramai selama 1 tahun
untuk menunggu pemiliknya datang, dan jika sudah lewat masa pengumuman
itu maka penemu boleh memanfaatkan nya dengan tetap menjaga sampai
pemiliknya datang. Maka jelaslah bahwa orang yang menemukan sesuatu
barang untuk kemudian disebut Luqhathah berkewajiban untuk
mengumumkannya agar pemiliknya tahu dan datang mencarinya.
5) Pemahaman yang terkait dengan Pelaksanaan Luqathah
Barang temuan dalam bahasa arab disebut luqathah menurut bahasa
(etimologi) sebagaimana yang dijelaskan didalam kamus Al Munawwir ialah
Asyaiul maltuqith, mashdar nya laqath, ismun fa‟il nya lilaqath jamaknya
luqathah. Pengertian luqathah (huruf qaf nya disukun) secara bahasa adalah
barang temuan atau nama sesuatu yang didapat tanpa usaha. Menurut istilah
syara’ sebagaimana yang didefinisikan oleh ahli fikih diantaranya: H.Sulaiman
Rasjid mengemukakan pendapat: “luqathah adalah barang-barang yang
didapat dari tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun”.
Dari keterangan diatas dapat kita pahami bahwa luqathah adalah
barang yang terlepas dari pemiliknya karena jatuh, lupa dan lain-lain dan
barang tersebut dipungut oleh seorang. Perkataan barang temuan tersebut
dipakai untuk benda yang bersifat umum, bukan dikhususkan untuk nama
barang dengan jenis tertentu, dia bisa dikaitkan dengan barang-barang yang
bisa disimpan ditempat tertentu, benda yang bisa dipakai seperti perhiasan,
hewan yang tersesat, makanan, serta anak manusia yang hilang pun
merupakan luqathah. Jadi luqathah adalah nama suatu barang hilang berupa
benda, manusia, dan hewan.
Tentang pengambilan barang temuan, para ulama berselisih pendapat
mana yang lebih utama mengenai mengambil atau membiarkannya, Imam Abu

15
Hanifah berpendapat bahwa yang lebih utama ialah mengambilnya, karena
orang muslim itu wajib memelihara harta saudaranya sesama muslim. Imam
Syafi‟i juga mengemukakan pendapat yang sama.
Imam malik dan segolongan fuqaha berpendapat bahwa mengambil
barang temuan itu makruh, Alasan pertama, pendapat ini didasarkan dari
iwayat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas , dan dikemukakan oleh Imam Ahmad,
yang diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bersabda:
Artinya:“Barang hilang milik mukmin adalah nyala api neraka”.(H.R
Ahmad).
Kedua dikhawatirkan kemungkinan terjadinya kelalaian dalam
mengurusi hal-hal yang diharuskan terhadap luqathah, seperti mengumumkan
temuan itu kepada khalayak dan sanggup tidak menyia-nyiakannya.
Fuqaha yang lebih mengutamakan mengambil barang temuan tersebut
memberikan penafsiran terhadap hadits riwayat Imam Ahmad tersebut dengan
mengatakan bahwa larangan yang dimaksud hadits tersebut adalah
pengembilan manfaat dari barang temuan itu dan bukannya pengambilan
barang temuan untuk kemudian diumumkan oleh si penemu, segolongan
Fuqaha lainnya berpendapat bahwa pengembalian barang temuan itu wajib.
Rukun Luqathah ada dua yaitu:
a. Orang yang mengambil (orang yang menemukan)
Ketika ada orang yang mengambil barang tersebut maka pada saat
itu juga barang tersebut berstatus luqathah artinya barang yang masih
tercecer dan tidak ada yang mengambil itu belum termasuk luqathah.
Orang yang menemukan boleh orang yang sudah baligh, atau belum,
muslim atau non muslim fasiq atau bukan, barang tersebut itu dari dalam
tanah liar, atau ditengah jalan, maka ia boleh memungutnya atau tidak,
namun diutamakan dia memungutnya, kalau nantinya dapat dipercaya

16
dalam menangani barang temuan itu, dan kalau dia tidak memungut barang
itu, berarti dia tidak menanggung kewajiban atas barang temuan itu.
Jika yang mengambil adalah orang yang tidak adil atau tidak jujur,
hakim berhak mencabut barang itu dan memberikannya kepada orang yang
adil dan dipercaya. Begitu pula jika yang mengambilnya adalah anak kecil,
hendaklah perkara tersebut diurus oleh walinya.

b. Bukti barang temuan


Terdapat bermacam-macam barang yang dapat dikategorikan
sebagai luqathah yang dapat ditemukan oleh manusia
(http://repository.radenintan.ac.id/4228/1/SKRIPSI%20YUSUF%20KUR
NIAWAN.pdf)

17
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
A. Larangan Melakukan Gashb
Gaṣhb adalah bentuk masdar dari kata kerja ‫بھ‬rrr‫ غصبھيغص‬, yaitu
mengambil sesuatu secara ẓalim. Gaṣhb secara etimologi adalah mengambil
sesuatu secara paksa dan terang-terangan. Sedangkan secara terminologi
syara’ gaṣab ialah menggunakan hak orang lain dengan jalan aniaya atau
menguasai hak orang lain tanpa seizin pemiliknya. Masalah menguasai itu
dikembalikan kepada pendapat kebanyakan orang. Yang termasuk hak orang
lain adalah sesuatu yang sah menggaṣabnya. Gaṣhb tidak terbatas pada perkara
yang berupa harta benda, tetapi juga hal-hal yang berupa kemanfaatan
B. Pemanfaatan harta Gashb
Ulama Hanafiyah mengatakan jika seandainya seseorang menggaṣab
lahan orang lain lalu ia menanami pohon di atasnya, sementara nilai lahan itu
lebih tinggi dari nilai pohon tersebut, maka pelaku gaṣab diharuskan mencabut
pohon tersebut dan mengembalikan lahan tersebut dalam keadaan kosong
seperti semula kepada pemiliknya, karena menurut ulama Hanafiyah seperti
yang telah dijelaskan terdahulu, tidak ada gaṣab pada harta tidak bergerak dan
hak kepemilikan atas lahan tersebut tetap atas pemiliknya dan pelaku gaṣab
harus mengosongkannya kembali sebab tidak ada hak bagi akar yang ẓalim

18
C. Pelaksanaan Syuf’ah
Syuf’ah adalah hak seorang peserikat untuk membeli secara paksa
barang serikat yang dijual oleh teman serikatnya kepada pihak lain yang
menjadi peserikat baru karena pembeliannya itu dengan memberikan ganti
(harga) sebesar harga barang tersebut saat dijual untuk menghindari terjadinya
ke-mudharat-an kerena perubahan teman serikat.

D. Pelaksanaan Luqathah
Barang temuan dalam bahasa arab disebut luqathah menurut bahasa
(etimologi) sebagaimana yang dijelaskan didalam kamus Al Munawwir ialah
Asyaiul maltuqith, mashdar nya laqath, ismun fa‟il nya lilaqath jamaknya
luqathah. Pengertian luqathah (huruf qaf nya disukun) secara bahasa adalah
barang temuan atau nama sesuatu yang didapat tanpa usaha. Menurut istilah
syara’ sebagaimana yang didefinisikan oleh ahli fikih diantaranya: H.Sulaiman
Rasjid mengemukakan pendapat: “luqathah adalah barang-barang yang
didapat dari tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun”

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/3769/1/Haura
%20Nabrisa.pdfHttps://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/3769/1/Haura
%20Nabrisa.pdfhttp://repository.uinsu.ac.id/3085/1/Skripsi%20Nur%20Maidah
%20%20Muam alah%20A%20%20pdf.pdf
http://repository.radenintan.ac.id/4228/1/SKRIPSI%20YUSUF%20KURNIAW
AN.pdf

Anda mungkin juga menyukai