Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AKAD - AKAD LAINNYA

Dosen Pengampu: Dri Asmawanti S, SE., M.S., Ak

Disusun Oleh Kelompok 11:

1. Rury Destiana C1C017034


2. Hedi Devita Sari C1C017018
3. Andre Nofrian C1C017107
4. M.Rifqi Syafdel C1C017057

PRODI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya penulis
dapat menyelesaiakan Makalah tentang “Akad-Akad Lainnya”. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil
menyelesaikannya dengan baik.

Penulis juga sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh
sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis selaku penyusun menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata bagi kita semua.

Bengkulu, 30 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I – PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................ 5
BAB II - PEMBAHASAN ......................................................................................................... 6
A. Akad Sharf ..................................................................................................................... 6
B. Akad Wadiah................................................................................................................. 8
C. Akad Al-Wakalah ....................................................................................................... 10
D. Akad Al-Kafalah ......................................................................................................... 12
E. Qardhul Hasan ............................................................................................................ 14
F. Akad Al-Hiwalah/Hawalah ........................................................................................ 15
G. Akad Al-Rahn .............................................................................................................. 18
H. Akad Ju’alah ............................................................................................................... 20
I. Charge Card dan Syariah Card ................................................................................ 20
BAB III - PENUTUP ............................................................................................................... 22
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

3
BAB I – PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu islam sudah sangat lama berkembang, namun karena runtuhnya kekuasaan islam
pada masa lampau, telah juga menghilangkan praktik – praktik tentang ekonomi islam yang
baik dan benar di dalam masyarakat. Sehingga yang berkembang yakni paham – paham yang
berasal dari bangsa Barat yang bersifat liberalis dan materialistis.
Ilmu ekonomi islam muncul kembali pada abad ke-20 dengan munculnya bank bagi hasil.
Praktik ekonomi islam resmi disahkan pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang
berlangsung di Jedah 1976.
Berbagai krisis ekonomi yang telah melanda dunia saat ini, para ahli berupaya mencari
alternatif pemecahan masalah menggunakan ilmu ekonomi islam. Ilmu islam pada dasarnya
bersifat adil dan tidak memihak sebelah pihak, dan oleh sebab itu kebanyakan orang – orang
ataupun lembaga – lembaga yang memakai ilmu ekonomi islam tidak merasa dirugikan.
Untuk itu sebaiknya dalam menjalankan suatu lembaga keuangan lebih baik kita
menggunakan ilmu ekonomi islam.
Makalah ini berisi tentang definisi dari akad yang ada di dalam ilmu keuangan syariah,
dan juga apa saja jenis – jenis dari akad itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atas Berbagai Jenis Akad, seperti:
a. Sharf (Jual Beli Mata Uang Asing)
b. Wadiah (Titipan)
c. Al Wakalah (Agen)
d. Al-Kafalah (Jaminan)
e. Qardhul Hasan (Dana Kebajikan)
f. Al Hiwalah (Pengalihan)
g. Rahn (Gadai) dan Rahn Tajsili (Fidusia)
h. Ju’alah (Hadiah/Bonus)
i. Charge Card and Credit Card Syariah
2. Apa Sumber Hukum Masing-Masing Akad Tersebut?
3. Rukun dan Ketentuan Syariah Masing-Masing Akad Tersebut?
4. Bagaimana Perlakuan Akuntansi Bagi Pihak yang Terlibat dalam Akad Tersebut

4
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Apa pengertian atas Berbagai Jenis Akad, seperti:
a. Sharf (Jual Beli Mata Uang Asing)
b. Wadiah (Titipan)
c. Al Wakalah (Agen)
d. Al-Kafalah (Jaminan)
e. Qardhul Hasan (Dana Kebajikan)
f. Al Hiwalah (Pengalihan)
g. Rahn (Gadai) dan Rahn Tajsili (Fidusia)
h. Ju’alah (Hadiah/Bonus)
i. Charge Card and Credit Card Syariah
j. Apa Sumber Hukum Masing-Masing Akad Tersebut?
2. Untuk Mengetahui Rukun dan Ketentuan Syariah Masing-Masing Akad Tersebut
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Perlakuan Akuntansi Bagi Pihak yang Terlibat dalam
Akad Tersebut.

5
BAB II - PEMBAHASAN
A. Akad Sharf
1. Pengertian Akad Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukarn, pengindraan, atau transaksi jual-
beli. Sharf adalah transaksi jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau
pertukaran mata uangan dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis maupun yang
tidak sejenis.
2. Sumber Hukum Akad Sharf
“Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tangan
ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan perak harus sama takaran,
timbanngan dan tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah riba, gandum dengan
gandum harus sama takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah
riba, tepung dengan tepung harus sama takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai),
kelebihannya adalah riba, kurma dengan kurma harus sama takaran, timbanngan dan
tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah riba, garam dengan gram harus sama
takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah riba,” (HR.
Muslim)
“Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan
syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan
sejenis secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan dengan
tunai.” (HR. Muslim)
“Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).” (HR.
Muslim)
 Jenis pertukaran transaksi valuta asing
1) Transaksi “spot” yaitu transaksi pembelin dan penjualan valas dan penyerahannya pada
saat itu atau penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu 2 hari, transaksi dibolehkan
secara syariah karena dianggap tunai.
2) Transaksi “foward” yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang.
3) Transaksi “swap” yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas yang sama
dengan harga foward, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/judi/maisir.
4) Transaksi “option” yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call
option) atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit

6
valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu, hukumnya haram karena ada unsur
spekulasi/judi/maisir.
3. Rukun dan Ketentuan Syariah
 Rukun transaksi Shaf terdiri dari :
1) Pelaku terdiri atas pembeli dan penjual
2) Objek akad berupa mata uang
3) Ijab qobul (serah terima)
 Ketentuan syariah, yaitu :
1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
2) Objek akad :
 Nilai tukar atau kurs mata uang yang telah diketahui oleh kedu belah pihak
 Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual
sebelum keduanya berpisah
 Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka
jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang sama, sekalipun model
dari mata uang yang berbeda
 Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli
 Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang
yang saling dipertukarkan, karena sharf dikatakan sah apabila penguasaan objek
akad dilakukan secara tunai atau dalam kurun waktu 2×24 jam (harus dilakukan
seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu
harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta
itu berpisah.
3) Ijab qobul yaitu penyertaan dan ekspresi saling ridha atau rela diantara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Pelakuan Akuntansi Akad Sharf
1) Jurnal saat membeli valuta asing :
Kas (Dolar) xxx
Kas (Rp) xxx
2) Jurnal saat dijual :
Kas (Rp) xxx
Kerugian* xxx

7
Keuntungan** xxx
Kas (Dolar) xxx
Keterangan : * jika harga beli valas lebih besar dari harga jual
** jika harga beli valas lebih kecil dari harga jual

Untuk tujuan laporan keuangan akhir periode, aset moneter (piutang dan utang) dalam suatu
valuta asing akan dijabarkan dalam satuan rupiah dengan menggunakan nilai kurs tengah
Bank Indonesia pada tanggal laporan keuangan. Jurnal penyesuaiannya adalah sebagai
berikut :
 Jika nilai kurs BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pencatatannya :
Kerugian xxx
Piutang (valas) xxx
Utang (valas) xxx
Keuntungan xxx

 Jika nilai kurs BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pencatatannya :
Piutang (valas) xxx
Keuntungan xxx
Kerugian xxx
Utang (valas) xxx

B. Akad Wadiah
1. Pengertian Akad Wadiah
Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak yang bukan
pemiliknya, untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang
mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun
titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan
tersebut dan yang menjadi penjamin pengembali barang titipan. Sumber hukum dari akad
wadiah terdapat pada Al-Qur’an (Qs 4:58) yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amat kepada yang berhak menerimanya dan As-Sunnah yang berbunyi
“Tunaikan amanat itu kepada orang yang member amanat kepadamu dan jangan kamu
mengkhianati orang yang mengkhianatimu”(HR. Abu Dawud dan Al Tirmidzi).

8
2. Jenis Akad Wadiah (PSAK 59)
1) Wadiah amanah, yaitu wadiah di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didayagunakan. Contohnya: Titipan barang di pusat
perbelanjaan.
2) Wadiah yadh dhamanah, yaitu wadiah di mana si penerima titipan dapat
memanfaatkanbarang titipan tersebut dengan seizing pemiliknya dan meminjam untuk
mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat pemilik menghendakinya.
Contohnya: Tabungan dan Giro Tidak Bejangka dengan Akad Wadiah.
3. Sumber Hukum
1. Al-Qur’an
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya...” (QS 4:58)
“.....Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya..” (QS 2:283)
2. As-Sunnah
“Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangan
kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR Abu Dawud dan Al Tirmidzi)
4. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun wadiah ada tiga diantaranya pelaku terdiri dari: pemilik barang/pihak yang
menitip (muwaddi’) dan pihak yang menyimpang (mustawda’), objek wadiah berupa barang
yang dititipkan (wadian), dan ijab Kabul/serah terima. Sedangkan ketentuan syariah yaitu:
pelaku harus cakap hukum, balig serta mampu memelihara barang titipan; objek wadiah,
benda yang dititipkan tersebut jelas dan diketahui spesifikasinya oleh pemilik dan
penyimpan; ijab kabul/serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Pencatatan akuntansi wadiah bagi pihak pemilik barang dan bagi pihak penyimpan barang
adalah sebagai berikut:
 Bagi pihak pemilik barang
1) Pada saat menyerahkan barang dan membayar biaya penitipan, jurnal:
Beban Wadiah xxx
Kas xxx

9
Jika biaya penitipan belum dibayar, jurnal:
Beban Wadiah xxx
Utang xxx

2) Pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya penitipan, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx

 Bagi pihak penyimpan barang


1) Pada saat menerima barang dan penerimaan pendapatan penitipan, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan Wadiah xxx

2) Jika biaya penitipan belum dibayar, jurnal:


Piutang xxx
Pendapatan Wadiah xxx

3) Pada saat menyerahakan barang dan menerima pembayaran kekuranag pendapatan


penitipan, jurnal:
Kas xxx
Piutang xxx

C. Akad Al-Wakalah
1. Pengertian Akad Al-Wakalah (Agen/Wakil)
Al Wakalah atau Al Wikalah atau Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian,
pemberian mandate (Sabiq, 2008). Akad Wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
2. Sumber Hukum Akad Al Wakalah
terdapat pada Al-Qur’an (Qs 18:19) dan As-Sunnah.
3. Rukun dan ketentuan Syariah
Rukun wakalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri dari pihak pemberi kuasa/muwakil
dan pihak yang diberi kuasa/wakil, objek akad berupa barang atau jasa, ijab Kabul/serah
terima. Sedangkan ketentuan syariah, yaitu:
1) Pelaku

10
a. Pihak pemberi kuasa/pihak yang meminta diwakilkan adalah pemilik sah yang dapat
bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan; orang mukalaf atau anak mumayyi dalam
batas-batas tertentu, yakni dalam hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
b. Pihak penerima kuasa: harus cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan
kepadanya.

2) Objek yang dikuasakan/diwakilkan


a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakilkan
b. Tidak bertentangan dengan syariah islam
c. Dapat diwakilkan menurut syriah islam
d. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai
e. Kontrak dapat dilaksanakan

3) Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

4. Berakhirnya Akad Wakalah


1) Salah seorang pelaku meninggal dunia atau hilang akal
2) Pekerjaanyang diwakilkan sudah selesai
3) Pemutusan oleh orang yang mewakilkan
4) Wakil mengundurkan diri
5) Orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas sesuatu yang
diwakilkan
5. Pencatatan akuntansi Al-Wakalah
 Bagi pihak yang mewakilkan/wakil
1) Pada saat menerima imbalan tunai, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan wakalah xxx
2) Pada saat membayar beban, jurnal:
Beban wakalah xxx
Kas xxx
3) Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun di muka, jurnal:

11
Kas xxx
Pendapatan wakalah diterima di muka xxx
4) Pada saat mengakui pendapatan wakalah diterima di muka, jurnal:
Pendapatan wakalah diterima di muka xxx
Pendapatan wakalah xxx

 Bagi pihak yang meminta diwakilkan


1) Pada saat membayar ujr/komisi, jurnal:
Beban wakalah xxx
Kas xxx

D. Akad Al-Kafalah
1. Pengertian Akad Al-Kafalah (Jaminan)
Akad kafalah adalah suatu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhul/ashil).
2. Sumber Hukum Akad Al-Kafalah
terdapat dalam Al-Qur’an (QS 3:37 & QS 12:72) dan As-Sunah (HR Abu Dawud, At
Tirmidzi) tentang Penjamin.
3. Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun kafalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri atas pihak peminjam, pihak yang
beruntung, dan pihak yang berutang; objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik
berupa barang, jasa maupun pekerjaan; ijab Kabul/serah terima. Sedangkan ketentuan
syariah, yaitu:

 Pelaku
1) Pihak penjamin (kafiil): baligh dan berakal sehat, berhak penuhuntuk melakukan
tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela dengan tanggungan kafalah tersebut.
2) Pihak orang yang berhutang (Ashiil, Makful’anhu): sanggup menyerahkan
tanggungannya (utang) kepada peminjaman, dikenal oleh penjamin.
3) Pihak orang yang berpiutang (mahful lahu): diketahui identitasnya, dapat hadir pada
waktu akad atau memberikan kuasa, berakal sehat.

12
 Objek penjaminan (mahful bihi)
1) Merupakan pihak atau orang yang berutang, baik berupa uang, benda maupun pekerjaan.
2) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
3) Harus merupakan utang mengikat , yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar
atau dibebaskan
4) Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya
5) Tidak bertentangan dengan syariah

 Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

4. Berakhirnya Akad Kafalah


1) Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh penjamin,
atau jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada orang yang
berutang.
2) Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin.
Mka penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utnag tersebut. Namun jika kreditor
melepaskan jaminan dari penjamin, bukan berarti orang yang berutang telah terlepas
dari utang tersebut.
3) Ketika utang tersebut telah dialihkan (hawalah)
4) Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui arbitrase dengan kreditor
5) Kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak menyetujuinya.

5. Pencatatan Akuntansi Al-Kafalah


 Bagi pihak penjamin
1. Pada saat menerima imbalan tunai, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan kafalah xxx
2. Pada saat membayar beban, jurnal:
Beban kafalah xxx

Kas xxx

13
 Bagi pihak yang meminta jaminan
Pada saat membayar beban, jurnal:
Beban kafalah xxx
Kas xxx

E. Qardhul Hasan
1. Pengertian Qardhul Hasan
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenai biaya (hanya wajib membayar sebesar
pokok utangnya). Pinjaman qardh bertujuan diberikan pada orang yang membutuhkan atau
tidak memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan social atau kemanusiaan. Sumber
hukumnya terdapat pada Al-Qur’an (Qs 2:280) dan As-Sunah. Rukun dan ketentuan syariah
dalam qardhul hasan sebagai berikut. Rukun qardhul hasan ada tiga diantaranya: pelaku yang
terdiri dari pemberi dan penerima pinjaman; objek akad, berupa uang yang dipinjamkan; ijab
Kabul/serah terima. Sedangkan ketentuan syariahnya yaitu:
1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
2) Objek akad
a. Jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya
b. Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah
disepakati.
c. Apabila peminjam mengalami kesulitan keuangan, maka watu peminjaman dapat
diperpanjang atau menghapuskan sebagian atau seluruh kewajibannya.
3) Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
2. Perlakuan Akuntansi Qardhul Hasan
Qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul
hasan tersebut bukan aset perusahaan. Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat dengan dana akun
kebajikan dan dibuat buku besar pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana
kebajikan yang diterima atau yang dikeluarkan. Jadi pencatatannya sebagai berikut:
 Bagi pemberi pinjaman
1) Saat menerima pinjaman dari pihak eksternal, jurnal:
Dana kebajikan-kas xxx
Dana kebajikan-infak/sedekah xxx

14
2) Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal, jurnal:
Dana kebajikan-kas xxx
Dana kebajikan-denda/pendapatan nonhalal xxx
3) Untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardhul hasan, jurnal:
Dana kebajikan-dana kebajikan produktif xxx
Dana kebijakan-kas xxx
4) Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman qardhul hasan, jurnal:
Dana kebajikan-kas xxx
Dana kebajikan-dana kebajikan produktif xxx

 Bagi pihak yang meminjam


1) Saat menerima uang pinjaman, jurnal:
Kas xxx
Utang xxx
2) Saat pelunasan, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx

F. Akad Al-Hiwalah/Hawalah
1. Pengertian Akad Al-Hiwalah/Hawalah (Pengalihan)
Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit atau
memikul sesuatu diatas pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa utang atau piutang. Pada
dasarnya adalah akad tabaruu’ yang bertujuan untuk saling menolong untuk mengharap ridho
Allah. Terdapat beberapa jenis akad hiwalah diantaranya dapat ditinjau dari:

 Segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi dua:


1. Apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menagih piutang, maka pemindahan itu
disebut hiwalah al haqq (pemindahan hak)/anjak piutang.
2. Apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang, maka pemindahan itu
disebut hiwalah ad-dain (pemindahan utang).
 Sisi persyaratan, hiwalah terbagi menjadi dua:
1. Hawalah al-muqayyadah (pemindahan bersyarat)hawalah di mana muhil adalah pihak
yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal’alaih.

15
2. Hawalah al-muthlaqah (pemindahan mutlak) hawalah di mana muhil adalah pihak yang
berutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal’alaih.
Dasar hokum hiwalah adalah hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika salah
seorang kamu dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka
turutlah (menerima pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim)

Rukun dan ketentuan syariah dalam hiwalah adalah sebagai berikut; Rukun hiwalah ada
tiga, yaitu: (1) Pelaku yang terdiri atas pihak yang berutang atau berpiutang atau muhil,
pihak yang berpiutang atau berutang atau muhal, pihak pengambil alih utang atau
piutang atau muhal’alaih. (2) Objek akad adalah adanya utang dan piutang. Selain itu
yang (3) ijab Kabul/serah terima.

2. Ketentuan Syariah
1. Pelaku; sudah balig dan berakal sehat, berhak penuh untuk melakukan tindakan hokum
dalam urusan hartanya dan rela dengan pengalihan utang piutang tersebut, dan di ketahui
identitasnya.
2. Objek penjamin (makful bihi); bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang
atau piutang, harus merupakan utang atau piutang mengikatyang tak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, tidak
bertentangan dengan syariat islam.
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

3. Perlakuan Akuntansi Hiwalah (ED PSK 110)


 Akuntansi pihak yang mengalihkan utang/muhil
1. Ketika pengambilalihan utang di man muhal’alaih membayar utang muhil pada muhal,
jurnal:
Utang-A (muhal) xxx
Utang-B (muhal’alaih) xxx
2. Jika utang yang dialihkan harus dilunasi dalam jangka pendek maka ujrah (fee) yang
dibayarkan diakui pada saat terjadinya, jurnal:

16
Beban hawalah xxx
Kas xxx
3. Jika utang yang dialihkan dilunasi dalam jangka pangka panjang maka ujrah (fee) yang
dibayar diakui sebagai beban tangguhan, jurnal:
Beban tangguhan hawalah xxx
Kas xxx
4. Beban diakui melalui amortisasi beban tangguhan secara garis lurus, jurnal:
Beban hawalah xxx
Beban tangguhan hawalah xxx
5. Biaya transaksi hawalah seperti biaya legal dan biaya administrasi diakui sebagai beban
pada saat terjadinya, jurnal:
Beban hawalah xxx
Kas xxx
6. Pelunasan utang oleh muhil pada muhal’alaih, jurnal:
Utang-B (muhal’alaih) xxx
Kas xxx

 Akuntansi pihak yang menerima pengalihan utang/muhal’alaih


1. Pada saat pembayaran kepada pihak muhal sebesar jumlah utang yang diambil alih,
jurnal:
Piutang-C (muhil) xxx
Kas xxx
2. Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka pendek, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan hawalah xxx
3. Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka panjang, ketika muhal’alaih
menerima feel ujrah sekaligus, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan diterima dimuka xxx
4. Pendapatan diakui melalui amortisasi pendapatan diterima dimuka secara proporsional
denagn jumlah piutang yang tertagih, jurnal:
Pendapatan diterima dimuka xxx
Pendapatan hawalah xxx
5. Ketika menerima pelunasan piutang, jurnal:

17
Kas xxx
Piutang-C xxx

G. Akad Al-Rahn
1. Pengertian Akad Al-Rahn (Pinjaman dengan Jminan)
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang
disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn yaitu menahan barang
sebagai jaminanatas utang. Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai
pihak yang berutang. Sumber hokum akad rah terdapat pada Al-Qur’an (Qs 2:283) dan As-
Sunah. Rukun al-rahn ada empat diantaranya sebagai berikut; (1) pelaku terdiria atas pihak
yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang menerima gadai (murtahin), (2) objek akad
berupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih), (3) ijab Kabul/serah
terima.

2. Ketentuan Syariah
1) Pelaku, haruscakap hokum dan baliq
2) Objek yang digadaikan (marhun) terdiri dari (a) barang gadai; dapat dijual dan nialinya
seimbang, harus bernilai dan dapat dimanfaatkan, harus jelas dan dapat ditentukan secara
spesifik, tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan). (b) utang, nilai utang
harus jelas demikian juga tanggal jatuh temponya.
3) Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.

3. Perlakuan Akuntansi Rahn


 Bagi pihak yang menerima gadai
Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi mebuat tanda terima atas barang
1) Pada saat menyerahakn uang pinjaman, jurnal:
Piutang xxx
Kas xxx
2) Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan xxx
3) Pada saat mengekluarkan biaya untuk biaya pemaliharaan dan penyimpanan, jurnal:

18
Beban xxx
Kas xxx
4) Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda
serah terima barang, jurnal:
Kas xxx
Piutang xxx
5) Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian gadai dijual oleh
pihak yang menggadaikan, jurnal:
Kas xxx
Piutang xxx

 Bagi pihak yang menggadaikan


Pada saat menyerahkan asset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima atas
penyerahan asset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang yang
digadaikan.
1) Pada saat menerima uang pinjaman, jurnal:
Kas xxx
Utang xxx
2) Bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan, jurnal:
Beban xxx
Kas xxx
3) Ketika dilakukan pelunasan atas hutang, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx
4) Jika pada saat jatuh tempo, uang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual pada
saat penjualan barang gadai, jurnal:
Kas xxx
Akumulasi penyusutan (bila asset tetap) xxx
Kerugian xxx
Keuntungan xxx
Asset xxx
5) Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx

19
H. Akad Ju’alah
1. Pengertian Akad Jualah (Hadiah)
Ju’alah berasal dari kata ja’ala yang memiliki banyak arti yaitu jumlah imbalan,
meletakkan, membuat, menasabkan. Menurut fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab
dalam bentuk janji memberikan hadiah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil
melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau sesuai
dengan yang diharapkan. Sumber hukum akad ini adalah Al-Qur’an (Qs 12:71) dan As-
Sunah. Rukun yang terdapat pada akad ini ada empat, yaitu: pihak yang membuat
sayembara/penugasan (al aqid/al ja’il); objek akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al
maj’ul), hadiah yang akan diberikan (al’jil); ada sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab).
Sementara itu ketentuan syariah, yaitu: (a) pihak yang membuat sayembara; cakap hukum
dan balig, (b) objek yang harus dikerjakan; harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh
dimanfaatkan sesuai syariah, (c)hadiah yang dinerikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan
jumlah harus jelas. (d) sah denagn ijab saja tanpa ada Kabul.

2. Pelakuan Akuntansi Untuk Akad Ju’alah

 Bagi pihak yang membuat sayembara/membuat janji


Saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti atas
sayembara tersebut. Saat sayembara terpenuhi, jurnal:
Beban ju’alah xxx
Kas/asset nonkas lain xxx
 Bagi pihak yang menerima janji
Saat mendengar janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut. Setelah sayembara tersebut terpenuhi, jurnal:
Kas/asset nonkas lain xxx
Pendapatan ju’alah xxx

I. Charge Card dan Syariah Card


1. Pengertian Charge Card dan Syariah Card (Kartu Kredit Syariah)
Charge Card dan Syariah Card merupakan salah satu produk dari perbankan syariah,
sedangkan yang digunakan adalah kombinasi dari akad-akad yang telah dijelaskan
sebelumnya. Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang
kartu (hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat

20
tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang member tanlangan pada waktu aynga
telah ditetapkan. (fatwa DSN MUI No. 42/DSN MUI/V/2004)

Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit hubungan hokum (berdasarkan
sistem yang sudah ada ) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah. Kedua jenis kartu
tersebut merupakan pola pembiayaan seperti halnya kartu kredit dan kartu debit di bank
konvensional. Hanya saja charge dan syariah card tidak mengenakan bunga, tetapi
mengenakan fee atas kenaggotaan dan transaksi yang dilakukan.

2. Sumber Hukum
1) Al-Qur’an
“Dan janganlah kamu menhambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara saudara syaitan dan syaitanitu sangatlah ingar
kepada Tuhannya,” (QS. Al-Isra’ (17) ; 26-27)

2) Hadist
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan.
Rasulullah bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka,
beliau menshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun
bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Mereka menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata,
‘Shalatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau menshalatkannya). Lalu Abu
Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.’ Maka Rasulullah pun
menshalatkan jenazah tersebut.”(HR Bukhari)

3. Rukun dan Ketentuan Syariah


Transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentun
syariahnya akan merujuk pada rukun dan ketentuan syariah dari akad khafalah, ijarah, dan
qard.

4. Perlakuan Akuntansi
Transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentuan
syariahnya akan merujuk pada perlakuan akuntansi dan akad khafalah, ijarah dan qard hasan.

21
BAB III - PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut terminologi hukum Islam akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya. Terdapat banyak akad di luar yang dikenal luas dalam islam seperti: salam,
istishna’, musyarakah, mudharabah, ijarah tetapi ada juga akad lain yang juga sesuai dengan
syariah dan ketentuan syariah. Akad tersebut adalah sebagai berikut.

1. Akad Sharf (Jual Beli Mata Uang Asing)


2. Akad Wadiah (Titipan)
3. Akad Al-Wakalah (Agen/Wakil)
4. Akad Al-Kafalah (Jaminan)
5. Qardhul Hasan (Dana Kebajikan)
6. Akad Al-Hiwalah/Hawalah (Pengalihan)
7. Akad Al-Rahn (Pinjaman dengan Jminan)
8. Akad Jualah (Hadiah)
9. Charge Card dan Syariah Card (Kartu Kredit Syariah)

Islam telah memberikan keleluasaan dalam melakukan transaksi sepanjang tidak dilarang
secara syariah. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih yaitu muamalah hukumnya boleh
kecuali yang dilarang.

22
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri, Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salem

23

Anda mungkin juga menyukai