Anda di halaman 1dari 6

Dinamika Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Indonesia

Dinamika Persatuan Dan Kesatuan – Tahukah Grameds bahwa dinamika persatuan dan
kesatuan bangsa itu penting untuk dipelajari sebagai upaya kita sebagai generasi bangsa
untuk menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak masa
proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah terjadi banyak dinamika
dalam mempertahankan utuhnya Indonesia dari masa ke masa hingga sekarang.
Dinamika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam perwujudannya sangat kuat.
Pernah terjadi berbagai bentuk pemberontakan dan segala bentuk upaya untuk
memisahkan diri dari NKRI. kedinamisan bangsa Indonesia tersebut telah dimulai sejak
Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Maka dalam peristiwa ini Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tidak bisa lepas dari sejarah Indonesia. 
Kemudian sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mulai menggelar sidang untuk menetapkan
tiga keputusan penting, yakni menetapkan UUD 1945, memilih presiden dan wakil presiden,
dan membentuk KNIP untuk membantu presiden. Dari situlah dinamika persatuan dan
kesatuan bangsa dimulai dan terus berlanjut dari masa ke masa dengan berbagai bentuk
seperti berikut ini: 
1. DINAMIKA PERSATUAN DAN KEATUAN BANGSA INDONESIA
Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Dinamika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia bisa dikatakan dimulai sejak masa
revolusi kemerdekaan  hingga tanggal 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Bangsa
Indonesia pada masa ini menghadapi Kolonial Belanda yang ingin kembali menguasai,
Ditariknya tawanan Jepang yang kalah perang, sekaligus menghadapi berbagai
pemberontakan. Selama masa revolusi ini, terjadi peperangan antara negara Indonesia yang
merdeka yakni antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.
Belanda yang mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak sah, kenyataannya
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya secara terang-terangan kepada
seluruh dunia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda
datang kembali untuk mencoba membantah kemerdekaan dengan kedatangan serbuan dari
luar negeri melalui Agresi Militer, sehingga terjadilah peperangan kembali antara kedua
negara tersebut.
Melihat dari sudut Indonesia, terjadinya peperangan tersebut bertujuan untuk
mempertahankan kemerdekaannya, itulah sebabnya disebut sebagai perang kemerdekaan.
Masa perang kemerdekaan tersebut terjadi mulai dari tahun 1945 sampai 1949. Pada akhir
tahun 1949, Belanda resmi mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan berdasarkan istilah
pada hasil Konferensi Meja Bundar disebut dengan penyerahan kedaulatan.
Dalam perang kemerdekaan tersebut akhirnya Belandalah yang kalah berdasarkan
perjanjian Konferensi Meja Bundar tersebut yang berhasil digelar. Pada masa ini, periode
tahun 1945-1949 dinamakan sebagai periode ”Perang Kemerdekaan”. Pada masa revolusi
kemerdekaan ini, terjadi pula pemberontakan untuk memisahkan diri dari Indonesia, yakni
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun di tahun 1948 dan Darul Islam atau
Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
2. Masa Republik Indonesia Serikat (RIS) (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
Masa ini berlangsung sejak 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Konstitusi
Republik Indonesia Serikat tahun 1949 kemudian menjadi dasar terbentuknya federasi dari 15
negara bagian. Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) pada masa ini adalah Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Masa ini, para menteri bertanggung jawab kepada Perdana
Menteri.

Presiden pada masa ini adalah kepala negara yang tidak didampingi oleh seorang wakil presiden
berdasarkan konstitusi RIS. Jika presiden berhalangan hadir, maka akan digantikan posisinya oleh
perdana menteri yang tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri
dan para menteri kabinet. Pada masa ini Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan
parlementer, dimana kabinet akan bertanggung jawab kepada parlemen dan jika
pertanggungjawaban kabinet tidak diterima oleh parlemen maka kabinet harus dibubarkan atau
mengundurkan diri. 

Konstitusi RIS ini mengenal enam lembaga Negara, yakni presiden, dewan menteri, senat, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Dewan Pengawas Keuangan (DPK). Sistem
pemerintahan parlementer ini tidak berlaku lama, hanya kurang lebih delapan bulan. Kemudian RIS
dibubarkan dan Indonesia kembali menggunakan sistem sebagai negara kesatuan. Pemberontakan
yang terjadi pada masa ini adalah pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
Pemberontakan Andi Azis dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Berdasarkan hasil perundingan pada Konferensi Meja Bundar dengan Belanda, Indonesia harus
berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Pada masa Republik Indonesia Serikat ini
terjadi dinamika persatuan dan kesatuan bangsa yang diwarnai dengan berbagai pemberontakan,
seperti Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, pemberontakan Andi Azis di
Makassar dan pemberontakan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

3. Masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1945- 5 Juli 1959)

Masa Demokrasi Liberal Indonesia dimulai sejak 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959.
Indonesia pada masa ini menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun
1950 (UUDS 1950) yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950 ini adalah bentuk
perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara
pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950 dengan bentuk negara kesatuan
Indonesia.

Karena Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara, maka dibentuk sebuah badan
untuk merumuskan Undang-Undang Dasar. Namun, terjadi dinamika politik yang tinggi, dan saling
memaksakan kepentingan kelompok dan golongan sehingga pembahasan Undang-Undang Dasar
menjadi rumit dan berjalan sangat lama.
Itulah sebabnya Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5
Juli tahun 1959 dengan isi sebagai berikut:

 Pembubaran konstituante

 Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

 Pembentukan MPR dan DPA sementara

Pada masa ini terjadi berbagai pemberontakan, seperti Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) di Sulawesi, Aceh, Kalimantan Selatan dan Pemberontakan PRRI/Permesta.

4. Masa Orde Lama Atau Masa Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959- 12 Maret 1967)

Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 kemudian menjadi awal pada masa ini, yakni 5 Juli 1959
sampai dengan 11 Maret 1966. Presiden kembali berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan sejak berlakunya kembali UUD 1945 dan jabatan Perdana Menteri sudah tidak berlaku
lagi. Berlakunya demokrasi terpimpin  ini berawal mula dari demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
dengan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. 

Namun, semakin lama justru bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden atau Pemimpin Besar
Revolusi. Itulah sebabnya akhirnya segala sesuatu yang didasarkan kepada kepemimpinan
pemerintahan yang dianggap sebagai penguasa. Pada masa orde lama ini, Irian Barat bersatu dalam
Negara Indonesia melalui perjanjian Trikora. Sebelumnya, dalam perjanjian KMB, Belanda tidak mau
menyerahkan wilayah Irian kepada negara Indonesia.

Dinamika yang terjadi di masa ini adalah para pemimpin MPR, DPR, BPK dan MA diberi kedudukan
sebagai menteri, sehingga ditempatkan sebagai bawahan presiden. Presiden kemudian
membubarkan DPR Tahun 1960 dan muncul UU No. 19 tahun 1964 sehingga presiden bisa berhak
untuk mencampuri proses peradilan. Pada masa orde lama terjadi pemberontakan besar, yakni
G3OS/PKI. 

5. Masa Orde Baru Indonesia (12 Maret 1967- 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru ini dimulai sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998. Masa Orde Baru adalah
sebutan untuk pemerintahan presidensial Indonesia dengan Soeharto sebagai presidennya. Presiden
Soekarno sudah tidak lagi menjadi presiden Indonesia sejak tahun 1966 yang menandakan
berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde
Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Para menteri pada masa orde baru berbentuk tujuh kabinet dengan nama Kabinet Pembangunan I
sampai Pembangunan 7. Namun dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan fatal
bagi bangsa Indonesia, seperti pembatasan hak-hak politik rakyat, pemusatan kekuasaan ditangan
presiden dan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam badan pemerintahan. Karena
penyimpangan yang sangat berat tersebut akhirnya kekuasan orde baru berakhir setelah adanya
perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Soeharto melalui gerakan reformasi.

Tepat tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden
republic Indonesia selama 30 tahun masa jabatannya. B.J Habibie yang ketika itu menjabat sebagai
wakil presiden, dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga menggantikan Soeharto. Masa jabatan
Presiden B.J Habibie sangat singkat dan berakhir setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh sidang
Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999. Pada masa orde baru terjadi integrasi bekas jajahan
Portugis di pulau Timor, yakni menjadi provinsi ke-27 Indonesia bernama Timor-Timur.
6. Masa Reformasi (21 mei 1998-Sekarang)

Masa reformasi terjadi banyak perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945
menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional. Amandemen ini diharapkan dapat membentuk
sistem pemerintahan yang lebih baik dan stabil daripada masa-masa sebelumnya. Amandemen UUD
1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Pemerintah konstitusional memiliki ciri bahwa konstitusi negara berisi adanya pembatasan
kekuasaan pemerintahan maupun eksekutif dan adanya jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak
warga Negara lainnya. Setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden indonesia dan mulai
memasuki masa reformasi, muncul kebijakan yang berhubungan dengan kebebasan berpolitik.
Seperti adanya kemerdekaan pers, kemerdekaan membentuk partai politik, terselenggaranya pemilu
yang demokratis dan Otonomi Daerah pada tahun 1999. 

Dilakukannya amandemen atau perubahan pada UUD NRI Tahun 1945 pada masa reformasi ini
termasuk mengenai penyelenggaraan negara. Salah satu tujuan utamanya adalah agar kekuasaan
presiden tidak disalahgunakan sehingga tercapai kondisi kenegaraan yang lebih stabil. Masa
reformasi Indonesia mengalami lima kali pergantian presiden, yakni B.J. Habibie (masa memimpin
1998-1999), Abdurrahman Wahid (masa memimpin 1999-2001), Megawati Soekarno Putri (masa
memimpin 2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (masa memimpin 2004-2014) dan Joko Widodo
(masa memimpin 2004-sekarang).

Dilihat dari dinamika persatuan dan kesatuan bangsa di atas adakalanya persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia begitu kukuh, tetapi ada pula masa ketika dinamika persatuan dan kesatuan
bangsa mendapat ujian ketika dihadapkan oleh berbagai macam  gerakan pemberontakan yang ingin
memisahkan diri dari NKRI.  Segala bentuk teror yang bisa berdampak munculnya perpecahan di
kalangan masyarakat Indonesia sudah banyak terjadi dalam sejarah Indonesia hingga saat ini.
Namun sebagai generasi bangsa, kita patut bersyukur ancaman atau gangguan tersebut tidak
membuat NKRI menjadi lemah, tetapi semakin kukuh pberkembang hingga sekarang.

Faktor Pendorong dalam Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Dalam perkembanganya, ada tiga faktor yang dapat mendorong dan memperkuat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang. Ketiga faktor tersebut adalah bentuk
pemersatu seluruh bangsa Indonesia yang bisa mempersatukan segala perbedaan dan
keanekaragaman yang mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Mulai dari perbedaan suku bangsa,
agama, bahasa dan lainnya ini bisa dipersatukan dengan menjalankan nilai-nilai yang terdapat dalam
ketiga faktor tersebut. Sehingga perbedaan- perbedaan tersebut justru bisa semakin memperkuat
persatuan dan kesatuan NKRI. Berikut ini tiga faktor pendorong dalam dinamika persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia:

1. Pancasila

Bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar Negara dengan pandangan hidup bangsa,
pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, dan perjanjian luhur bangsa. Penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia ini dapat menjadi faktor pendorong persatuan
dan kesatuan bangsa.Dalam nilai-nilai Pancasila juga tidak hanya diperuntukkan bagi suku atau
penganut agama tertentu saja, melainkan nilai-nilai Pancasila berlaku dan menjadi pedoman hidup
rakyat Indonesia tanpa memandang perbedaan suku bangsa, agama, budaya, dan bahasa.
2. Sumpah Pemuda

Pemuda Indonesia telah mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang
merupakan sumpah untuk menunjukkan tekad seluruh pemuda Indonesia yang memperjuangkan
bangsa dalam melawan penjajah demi mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Isi rumusan
Sumpah Pemuda memiliki nilai utama, yakni satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni
Indonesia. Kehadiran Sumpah Pemuda kemudian menjadi sangat penting di tengah gempuran
berbagai isu yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, bahkan sampai
sekarang.

3. Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna walau berbeda-beda tetap satu jua. Walaupun negara
Indonesia adalah bentuk negara yang majemuk dan multikultural, namun tetap tidak terpecah belah,
yakni tetap bersatu demi keutuhan NKRI.

Faktor Penghambat  dalam Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Selain faktor pendorong, ada pula faktor yang dapat menghambat persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, seperti berikut ini: 

1. Kebhinekaan/Keberagaman pada Masyarakat Indonesia yang tidak diiringi oleh sikap saling
menghargai, menghormati, dan toleransi yang telah menjadi karakter khas masyarakat
indonesia. Hal ini bisa terjadi perbedaan pendapat yang lepas kendali, adanya perasaan
kedaerahan yang berlebihan, sehingga bisa memicu terjadinya konflik antardaerah atau
antarsuku bangsa

2. Letak geografis indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, sehingga berpotensi untuk memisahkan diri. Contohnya daerah- daerah
yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari Negara tetangga
atau daerah perbatasan. Selain itu daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar,
seperti daerah wisata atau daerah yang memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah

3. Adanya gejala Etnosentrisme yang merupakan sikap menonjolkan kelebihan budayanya dan
menganggap rendah budaya suku bangsa lain

4. Melemahnya nilai- nilai budaya Bangsa sehingga memperkuatnya pengaruh budaya asing
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak secara langsung
maupun kontak tidak langsung

Itulah penjelasan tentang dinamika persatuan dan kesatuan bangsa yang pernah terjadi di
Indonesia sejak kemerdekaan hingga sekarang.Dinamika tersebut merupakan catatan sejarah bangsa
Indonesia yang membuktikan bahwa untuk menjadi Negara yang besar pasti akan dihadapkan pada
banyak masalah sebagai bentuk kedinamisan. Sebagai generasi muda kita perlu mengenal dan
memahami sejarah dinamika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar lebih memaknai sejarah
kebangsaan ini. 

Anda mungkin juga menyukai