Anda di halaman 1dari 13

BAB SEJARAH

6 KETATANEGARAAN
INDONESIA
A. Hakikat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada 6 Agustus 1945 jatuhlah bom atom Amerika Serikat di kota Hirosima.
Pemimpin-pemimpin Jepang mengetahui, bahwa negaranya telah mendekati kekalahan.
Berhubung dengan itu Jenderal Terauchi, Panglima Angkatan Perang Jepang untuk Asia
Tenggara, yang ber- kedudukan di Saigon pada 7 Agustus 1945 mengeluarkan pernyataan
dan berjanji, bahwa Indonesia di kemudian hari akan diberikan kemer- dekaan.
Untuk menerima petunjuk-petunjuk tentang penyelenggaraan ke- merdekaan itu. Ir.
Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Raji- man Wedyodiningrat diminta datang ke
Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945. Tetapi ketika bom atom yang kedua meledak di
Nagasaki Jepang tak ada kesempatan dan tak punya kekuasaan lagi untuk memikirkan
nasib bangsa lain.
Pada 15 Agustus 1945 menyerahlah Jepang tanpa syarat kepa- da sekutu. Lenyaplah
"janji kemerdekaan" dari Jenderal Terauchi. Dengan penandatanganan penyerahan
Jepang tanpa syarat kepada sekutu di atas kapal Amerika Serikat "Missouri" lenyap
pulalah cita-cita Jepang untuk membentuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya di
bawah pimpinannya.1
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, di Inodnesia terjadi kekosongan kekuasan.
Golongan pemuda berhasil mendesak Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta untuk
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.2
Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi
pembentukan negara kesatuan RI. Proklamasi kemerdekaan itu telah mewujudkan negara
RI yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, agama, dan golongan menjadi suatu negara
kesatuan. Namun negara yang diproklamasikan kemerdekaannya itu bukanlah merupakan
tujuan semata-mata, melainkan hanyalah alat untuk men- capai cita-cita bangsa dan
tujuan negara, yakni membentuk masyarakat madani, adil, dan makmur berdasarkan
Pancasila. Menurut Soekarno, kemerdekaan alat adalah "politieke onafhankelijkheid,

1
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
(Cet. III; Jakarta: Kencana, 2015). h. 109.
2
Sultan Remy Sjahdeini, Sejarah Hukum Indonesia, (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2021). h. 98.
political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan, satu jembatan
emas....., di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat."
Kemudian dalam pidatonya di hadapan sidang BPUPKI-PPKI, pernyataan senada
diulangnya kembali.3
Adapun secara khusus proklamasi kemerdekaan RI memiliki arti:
1. Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, setelah berjuang berpuluh tahun sejak
20 Mei 1908;
3. Titik tolak daripada pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Se- arah pemerintahan
Indonesia bermula semenjak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945.4

B. Lahirnya Sistem Tata Negara Indonesia


Tonggak sejarah sistem pemerintahan Indonesia diawali sejak Proklamasi 17 Agustus
1945, proklamasi merupakan titik penjebolan sistem hukum kolonial sekaligus awal
pembangunan hukum ketatanegaraan Indonesia, kemerdekaan merupakan norma dasar
yang tertinggi, karena tidak bersumber kepada norma yang lain.
Bangsa Indonesia melalui proklamasi menyatakan kemerdekaannya secara formal
kepada bangsa sendiri dan dunia internasional. Merdeka bermakna bahwa sejak itu
bangsa Indonesia mampu menentukan nasibnya dan tanah airnya dalam setiap aspek
kehidupan. Dengan demikian, proklamasi menjadi pijakan bagi penyelenggaraan tatanan
hukum yang baru. Proklamasi merupakan dasar atau landasan hukum bagi pemberlakuan
hukum nasional. Ini berarti, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
menjadi landasan hukum bagi semua bentuk peraturan dan bermacam ketentuan yang
ditetapkan di Indonesia.5
Sistem ketatanegaraan Indonesia pada awal Indonesia merdeka tersebut dapat di baca
dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan kedaulatan ada ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat, jadi MPR adalah
pemegang kedaulatan rakyat. Sedang yang memegang kekuasaan pemerintah adalah
Presiden, jadi sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Presidensil.
Lembaga tertinggi Negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat yang disingkat
MPR. MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan
tertinggi Negara dan pelaksana kedaulatan rakyat. MPR memilih dan mengangkat
presiden/mandatris dan wakil presiden untuk membantu presiden. MPR memberikan
mandate kepada presiden untuk melaksanakan Garis-Garis Besar Halauan Negara

3
Jazim Hamidi, Jurnal Vol. 2. No. 2, Makna dan Kedudukan Hukum NaskahProklamasi 17 Agustus
1945 Dalam Sistem Ketatanegaraan Republlik Indonesia, 2006. Hlm. 68-86.
4
CTS Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hlm. 34.
5
Agil Burhan Satia, Cicik Nike Rimayani, dan Hesti Nuraini, Jurnal Vol. 3. No. 1, Sejarah
Ketatanegaraan Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Sampai 5 Juli 1959 di Indonesia, 2019.
hal 91.
(GBHN) dan putusan-putusan MPR lainnya. MPR dapat pula memberhentikan presiden
sebelum habis masa jabatannya.6

C. Sejarah Umum Ketatanegaraan


Organisasi pemerintahan pada Zaman Belanda dimuali pada tahun 1816, dengan
membentuk sebuah sekretariat pemerintahan (Algemene Secretarie) di Bogor pimpinan
urusan "oorlog en marine " diserahkan kepada sebuah departemen, kemudian urusan
keuangan diserahkan kepada "Generale Derective Pinancien". Kemudian baru pada tahun
1904 Belanda merombak sistem pemerintahan dengan membentuk 10 Departemen, 8
Departemen berpusat di Batavia dan 21 Departemen berpusat di Bandung. Kemudian
pada tahun 1905 diterapkanlah asas desentralisasi. Pada saat Indonesia Merdeka, maka
Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1945 mengangkat 12 Menteri. Kemudian
pada masa Konstitusi RIS dan UUDS 1950 berubah menjadi sistem parlementer, pada
masa ini kemelut politik berlanjut kepada perpecahan karena masing-masing partai yang
menguasai parlemen ingin memaksakan kehendaknya untuk memonopoli pemerintahan
sehingga kabinet pada waktu itu tidak berlangsung lama.
Kemudian pada tangal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang
intinya adalah kembali kepada UUD 1945, maka pada tangal 9 Juli 1959 Soekarno mem-
bentuk kabinet baru dengan nama "Kabinet Kerja" dan pada saat ini dimulailah babak
baru pemerintahan dengan Demo- krasi Terpimpin, dimana pusat kekuasaan berada di
tangan Presiden Soekarno, situasi nasional pada saat itu semakin memburuk baik
dibidang politik lebih-lebih di bidang ekonomi, apalagi dengan adanya penghianatan PKI
pada tahun 1965.
Pada Tahun 1966 lahirlah Orde Baru yang ditandai dengan keluarnya Supersemar,
melalui Tap MPRS No. XLIV/ MPRS/1966 Jenderal Soeharto dilantik menjadi Presiden
RI, Presiden Soeharto membentuk kabinet dengan 18 Menteri yang memempin
departemen, 5 Menteri Negara dengan nama Kabinet Pembangunan. Nama kabinet ini
terus berlanjut, pada tahun 1973 dibentuk Kabinet Pembangunan II, Tahun 1978 Kabinet
Pembangunan III, tahun 1983 Kabinet Pembangunan IV, tahun 1989 Kabinet
Pembangunan V. Dan tahun 1994 Kabinet Pembanguan VII sampai Presiden Soeharto
meletakan jabatan/mengundurkan diri pada tahun 1998. Nama-nama kementerian relatif
stabil dengan beberapa penambahan pada setiap pembentukan kabinet baru. Setelah itu
dimulailah babak baru era Reformasi. Dimulai dari Presiden BJ. Habibie, Abdurrahman
Wahid, Megawati Soekarno Putri dan sekarang Soesilo Bambang Yudoyono.
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17
Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan
(kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
6
Tri Karyanti, Jurnal Vol. 3. No. 1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen UUD 1945. 2012. Hal 197.
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai
negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).7

D. Sejarah Perubahan Sistem Ketatanegaraan


UUD 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945 merupakan UUD yang sangat singkat
dan supel, karena hanya mengatur hal pokok-pokok saja akan tetapi Presiden mempunyai
kekuasaan yang cukup besar apalagi dengan adanya ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan
UUD 1945 yang berbunyi: "Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang
Dasar in, segala kekuasaan di jalankan oleh Presiden dengan dibantu sebuah komite
Nasional." dengan ketentuan ini Presiden dengan sah dapat bertindak sebagai dektator,
karena bantuan komite nasional sama sekali tidak dapat diartikan suatu pengekangan atas
kekusaannya.
Akan tetapi pada bulan Oktober 1945 dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden No.
X yang intinya menyerahkan sebagian kekuasaan Presiden kepada KNIP berupa ikut
serta dalam penetapan GBHN, bersama-sama dengan presiden menetapak segala macam
UU. KNIP ini mempunyai Badan Pekerja dalam aktivitasnya.
Kemudian pada tanggal 14 Nopember 1946, terjadi lagi perubahan ketatanegaraan
dengan keluarnya Maklumat Pemerintah yang mengumumkan nama-nama menteri
dimanan menteri dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, dengan demikian kekuasaan
eksekutif telah bergeser dari Presiden kepada Perdana Menteri (Sunny, 1980). Dengan
perubahan-perubahan ini timbul beberapa pendapat tentang adanya perubahan UUD 1945
ada yang mengatakan telah terjadi hukum kebiasaan "convention", (Soepomo dan Ismail
Sunny) adanya persetujuan antar Presiden dan KNIP yang dapat disetarakan dengan UU
(Mr. Asaat), dan ada juga yang mengatakan suatu tindakan yang bertentangan dengan
UUD dan tidak sah. (M. Yamin).

Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,


priodesasi perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dilihat dari tahap- tahap
perkembangan sejarah konstitusi Indonesia. Ada enam tahap perkembangan konstitusi
Indonesia jika dilihat dari perkembangan naskah Undang-Undang Dasar yaitu;
a. Priode tanggal 17 Agustus 1945-27 Desember 1949;
b. Priode tanggal 27 Desember 1949-17 Agustus 1950;
c. Priode tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli 1959;
d. Priode tanggal 5 Juli 1959-19 Oktober 1999;
e. Priode 19 Oktober-10 Oktober 2002;
f. Priode tanggal 10 Agustus 2002-sampai sekang.8

7
Arif Wijaya, Jurnal Vol. 4. No. 1. Demokrasi Dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.
2014. h. 138.
8
Jilmy Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer. 2007). h.73
Dari perkembangan priodesasi konstitusi ini pula, ide-ide tentang lembaga-lembaga
negara dibangun. Ada lembaga negara yang dibentuk karena amanat UUD, amanat UU,
dan ada pula lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.

1. UUD 1945 (17 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)


Sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama kali
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), pada 18 Agustus 1945 saat
itulah dimulai babak baru. penyelenggaraan ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945
bersamaan dengan itu telah dipilih dan ditetapkan pula presiden dan wakil presiden
yaitu masing-masing Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta
sebagai Wakil Presiden.
Sebagai kelengkapan pelaksanaan ketatanegaraan dan pelaksanaan pemerintahan
maka dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. KNIP berfungsi sebagai pembantu
presiden dalam tugas-tugas melaksanakan kedaulatan rakyat dan tugas lembaga tinggi
negara lainnya (tugas MPR, DPR dan DPA) sebelum badan itu dibentuk Keanggotaan
KNIP sebanya 135 orang yang mencerminkan dari tokoh-tokoh perjuangan
kemerdekaan baik di pusat maupun di daerah, tokoh agama, pemimpin partai,
pemimpin masyarakat pemimpin ekonomi yang terkemuka. Kemudian pada tanggal 2
September 1945 dibentuk dan dilantik oleh Ir. Soekarno kabinet Pertama yang
dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno.
Pada periode ini telah terjadi perubahan pertama ketatanegaraan yang sangat
signifikan, karena KNIP berkeinginan untuk berperan dalam penyelenggaraan negara,
karena sejak pembentukannya hanya berfungsi sebagai pembantu presiden dalam
melaksanakan tugas-tugas yang seharusnya di emban oleh MPR, DPR dan DPA.
Hasil kesepakatan PPKI menetapkan empat pasal Aturan Peralihan dan dua Ayat
Tambahan. Menurut Pasal 3 Aturan Peralihan, "Untuk pertama kali presiden dan
wakil presiden dipilih oleh PPKI." Realisasi dari pasal tersebut, maka atas usul Otto
Iskandardinata dipilih secara aklamasi Soekarno dan Moh. Hatta sebagai presiden dan
wakil persiden.9
Berdasarkan desakan dari anggota KNIP, maka wakil presiden mngeluarkan
maklumat No. X tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945, yang dikemudian hari menjadi
polimik tentang dasar hukum dikeluarkannya maklumat wakil presiden tersebut.
Maklumat No. X antara lain menetapkan: "bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum
terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dewan Perwakilan Rakyat
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada haluan
negara. Ini berarti bahwa segala penetapan undang-undang harus disetujui baik oleh
Komite Nasinal Pusat maupun oleh Presiden. Maklumat itu juga menentukan, bahwa
Komite Nasional Pusat, berhubung gentingnya keadaan mendelegasikan

9
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta. 1994). h. 92.
kekuasaannya kepada sebuah badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat (Sunny, 1986:28).
Latar belakang keluarnya maklumat No. X ini menurut Mahfud MD (2010:25)
yang mengutip pendapat George McTrunan Kahin di dalam National and Revolution
in Idonesia, karena tokoh-tokoh muda seperti Sjahrir menganggab pemerintah
berdasarkan UUD 1945 tak ubahnya seperti pemerintahan fasis sehingga mereka
mendorong digantinya sistem pemerintahan melalui desakan KNIP kepada
pemerintah untuk mengeluarkan maklumat.
Dengan adanya maklumat tersebut sebenarnya telah mengurangi kekuasaan
Presiden sebagai penyelenggara negara melalui sistem pemerintahan presidensiil,
karena harus membagi kekuasaan kepada KNIP, yang semula melalui Pasal IV
Aturan Peralihan UUD 1945 kekuasaan presiden sangat luas.
Perubahan kedua terjadi pada tanggal 11 Nopember 1945, ketika Badan Pekerka
KNIP mengusulkan kepada presiden adanya sistem pertanggungjawaban menteri-
menteri kepada parlemen (KNIP), menanggapi usul tersebut maka pada tanggal 14
Nopember 1945 kabinet presidensiil dibawa pimpinan Ir. Soekarno meletakkan
jabatan dan diganti ole kabinet baru, dengan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menter
dan mulai saat itu kekuasaan eksekutif telah bergeser da presiden kepada Perdana
Menteri.
Pada periode ini pemerintah Indonesia juga mengalam tragedi luar biasa, karena
Belanda melakukan agresi pertama tanggal 27 Juli 1947 dan disusul dengan agresi ke
dua pada tangal 19 Desember 1948, dan Ibu Kota Negara terpaksa harus pindah ke
Yogyakarta, di samping itu PKI juga melakukan pemberontakan di Madiun pada
tanggal 18 September 1948. Dengan peristiwa-peristiwa seperti ini membuat negara
Republik Indonesia yang baru merdeka mengalami cobaan- cobaan luar biasa selalu
akan tercatat dalam sejarah bangsa.

2. Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)


Perjalan sejarah perjuangan bangsa terus berlanjut sebelumnya pada tanggal 18
Desember 1948 Belanda secara sepihak membatalkan perjanjian Renville di Tanjung
Priok, dan disinilah Belanda melancarkan agresi kedua, Ir. Soekarno, Sutan Syahrir,
H.A. Salim pada tanggal 27 desember 1948 diasingkan ke Brastagi, sedangkan Moh.
Hatta, Mr. Pringgodogdo, M. Assaat, Suryadarma, Moh. Room, Mr. All Satro
Amidjojo diasingkan ke pulau Bangka. Sedangkan Jenderal Sudirman terus
melakukan griliya di hutan-hutan seputar Yogyakarta dan Jawa Timur.
Setelah diproklamasikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
pada tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 27 Desember 1949 diganti
dengan negara federasi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal itu mengakibatkan
berlakunya dua kon- stitusi secara bersamaan di wilayah negara bagian RI, yaitu
Konsti- tusi RIS dan UUD 1945.10
Pada tanggal 1 Maret 1949 rakyat bersama TNI di bawah pimpinan Soeharto
melancarkan serangan besar-besar untuk merebut kembali negara RI di Yogyakarta
dan terjadi pertempuran selama 6 jam dan Yogyakarta dapat direbut kembali,
peristiwa ini telah membuka mata dunia bahwa Indonesia masih eksis sebagai negara
yang selama ini diinformasikan oleh Belanda bahwa TNI tidak ada lagi dan RI sudah
bubar. Dengan peristiwa 1 Maret 1949 tersebut maka PBB memerintahkan Indonesia
untuk mengadakan perundingan kembali yang isinya Belanda menyetujui RI kembali
ke Yogyakarta. Setelah para tokoh RI kembali dari pengasingan, maka pada tanggal
16 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden yang pertama RIS oleh negara-
negara bagian dan Soekarno terpilih sebagai presiden RIS, kemudian 19 desember
1949 terbentuk kabinet RIS ke- 1 dengan perdana menterinya Moh. Hatta merangkap
Menteri negeri. Maka pada tangal 27 Desember 1949 terbentuklah Negara RIS
dengan dikembalikannya kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia.
Dalam KMB ini oleh kedua belah pihak (delegasi Indonesia dan delegasi Bijeen-
komst voor federal overlag (B.F.O) Pemerintahan Belanda) disepakati dan diputuskan
pula rancangan naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Serikat
(Konstitusi RIS) yang kemudian mulai diberlakukan secara resmi pada 27 Desember
1949 setelah KNIP dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah memberikan
persetujuan. Dasar hukum pemberlakuan Konstitusi RIS ialah Keputusan Presiden
RIS 31 Januari 1950 No. 48 (Lembaran Negara 50-3). Sejak itulah negara Indonesia
Serikat mulai berdiri dengan berdasar pada naskah Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Serikat Tahun 1949 atau lazim kita sebut dengan istilah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Pada 27 Desember 1949 terjadi tiga
peristiwa penting lainnya, yakni penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda yang
diwakili Ratu Juliana kepada Moh. Hatta yang mewakili Republik Indonesia Serikat
di negeri Belanda, penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik
Indonesia Serikat di Yogyakarta, dan penyerahan kekuasaan dari Wakil Belanda
Lovink kepada Wakil Indonesia Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta.11
Peristiwa terbentuknya negara RIS diawali dari Kon- ferensi Meja Bundar antara
Belanda dan Indonesia di Den Haag dari tanggal 23 Agustus -2 Nopember 1949 ialah
kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan atas wilayah Indonesia kepada
Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Dan pada hari yang sama pula Republik
Indonesia menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat dan menjadi
salah satu dari enam belas negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
Negara serikat yang berbentuk federal merupakan bentukan dari Belanda seperti
Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Pasundan, Negara
10
Sultan Remy Sjahdeini, Sejarah Hukum Indonesia, (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2021). h. 157.
11
Widjono Prodjodikoro. Azaz-Azaz Hukum Tata Negara Indonesia. (Jakarta: Dian Rakyat,
1977). h. 28.
Sumatera selatan Negara Jawa Timur, Negara Madura, dan lain-lain. Akan tetapi
walaupun berbentuk negara serikat yang terpisah-pisah rakyat tetap merasakan
sebagai negara kesatuan yang tujuan utamanya mempertahankan negara Republik
Indonesia yang di Proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
engan berlakunya Konstitusi RIS untuk negara Republik Indonesia Serikat tidak
menghapuskan berlakunya UUD Republik Indonesia (UUD 1945).12 UUD 1945
hanya berlaku untuk salah satu negara bagian saja, yakni Negara Republik Indonesia
(di Yogyakarta), sesuai perjanjian Renville.

3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


Seperti telah diketahui bahwa negara RIS adalah hasil kompromi antara Indonsia
dengan Belanda dalam posisi terdesak Indonesia menerima RIS, namun negara RIS
hasil dari KMB tidak sejalan dengan cita-cita dan perjuangan bangsa Indonesia, maka
pada tangal 27 Desember 1949 dirintis untuk kembali kepada negara kesatuan dengan
proses pemulihan kedaulatan sebagai berikut:
a. Negara-negara bagian yang menggabungkan diri pada negara bagian yang lain
(dalam hal ini kepada negara RIS pemerintah federal);
b. Penyerahan kekuasaan kepada pemerintah federal oleh negara bagian;
c. Persetujuan antara negara federal dengan negara bagian.
Dengan cara ini ternyata belum berhasil untuk melaksanakan pembentkan negara
kesatuan kembali, maka harus di cari jalan lain, yaitu harus merubah Konstitusi RIS
dengan konstitusi baru dengan berbagai catatan antara lain:
a. Pasal-pasal yang federalisme dalam konstitusi RIS harus dicabut.
b. Negara Kesatuan dibentuk dengan cara semua negara bagian yang ada masuk RI,
dengan sendirinya RIS bubar.
Oleh karena itu maka pada tanggal 18 Agustus 1950 dinyatakan UUDS 1950
dinyatakan berlaku, UUDS 1950 ini sangat berbeda dengan UUD 1945 hasil
proklamsi terutama sistem pemerintahan yang parlementer, kepala pemerintahan di
pimpin oleh Perdana Menteri. Pada periode ini pemerin- tahan tidak stabil sering
terjadi pergantian pemerintahan, untuk itu diadakanlah Pemilihan Umum untuk
Konstituante bulan Desember 1955 yang diikuti oleh banyak partai politik, pada
tanggal 10 November 1956 Presiden Soekarno membuka dengan resmi sidang
pertama Konstituante di Bandung. Presiden Sokarno meminta agar Konstituante tidak
terlalu lama bersidang untuk menghasilkan UUD. Tetapi setelah itu konstituante telah
menjadi medan perdebatan yang tidak berkesudahan, medan pertarungan bagi partai
politik dan pemimpin-pemimpin politik mengenai persoalan-pesoalan prinsipil.
(Sunny, 1986:1991).
Di samping itu terjadi pergolakan pada masa kabine Ali Satro Amidjojo terjadi
pemberontakan di daerah oleh PRR Permesta pada akhir 1956, kemudian disusul
12
Slamet Effendy Yusuf dan Umar Basalim. Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan Pertama
UUD 1945. (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000) hlm. 14.
dengan pengunduran diri wakil presiden Moh. Hatta. Konstituante yang bersidang
untuk membentuk UUD yang permanen telah gagal.
Adapun prinsip-prinsip ketatanegaraan yang dicantumkan dalam UUDS 1950
antara lain; (i) Senat dihapuskan; (ii) DPR sementara terdiri atas gabungan DPR RIS
dan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP); (iii) DPRS bersama-
sama dengan Komite Nasional Indonesia Pusat disebut Mejelis Perubahan Undang-
Undang Dasar, dengan hak mengadakan perubahan-perubahan dalam Undang-
Undang Dasar baru; dan (iv) Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih
melalui pemilihan umum.13
Konstitusi yang berlaku pada tahun 1950, sebagaimana penyebutannya sebagai
Undang-Undang Dasar sementara, memang dikonsepsikan bersifat sementara. Hal ini
tercermin dari adanya BAB V tentang Konstituante. Pasal 134 menegaskan bahwa
"Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan
pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Dan lebih lanjut,
sebagaimana diatur dalam Pasal 135 ayat 2 UUDS mengatur bahwa anggota-anggota
konstituante dipilih oleh warga negara Indonesia (pemilihan umum). Pemilu
diselenggarakan pada bulan Desember 1955 dan diresmikan pada 10 November 1956
di Bandung.14 Namun, Konstituante yang dibentuk tidak berhasil menunaikan
tugasnya dalam merumuskan UUD yang baru bagi bangsa Indonesia.15

4. UUD 1945 Setelah Dekrit 5 Juli 1959


Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 merupakan UUD yang bersifat sementara,
maka pada bulan Desmber 1955 diadakanalah Pemilihan umum untuk memeilih
anggota Konstituante yang akan menyusun UUD yang bersifat permanen, akan tetapi
setelah tiga tahun bersidang Konstituante ini tidak berhasil menyusun UUD baru dan
Presiden Soekarno berkesimpulan bahwa konstituante telah gagal. Atas dasar itulah
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 (dituangkan dalam Keputusan
Presiden No 150 Tahun 1959) yang oleh kalangan ahli hukum dan tata negara
menjadi kontroversial atas dekrit ini.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini didasari atas kondisi
ketatanegaraan Indonesia dalam keadaan darurat dan bahaya yang bisa mengancam

13
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010),
h. 17.
14
Zulkarnain, 2014, Jurnal Istoria Vol. 1. No. 1, Ketatanegaraan Indonesia Pasca Kemerdekaan,
h. 9.
15
Amir dan Mustafa, Aspek Hukum dan Dinamika Pemilihan Umum di Indonesia. (Jakarta
Selatan: Kreasi Cendekia Pustaka).h. 125.
persatuan dan kesatuan bangsa. Hal sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Presiden No. 150 Tahun 1950.16
Prawoto Mangkusasmito berpandangan bahwa Dekrit Presiden menjadi sumber
bagi berlakunya kembali UUD 1945. Begitupun juga dengan Muh. Yamin, justifikasi
(dasar pembenaran) Dekrit Presiden ini ialah ketentuan yang bersumber kepada
hukum darurat kenegaraan yang dinamai "Das Notrecht des Staats atau Das Staats
Notrecht", suatu prinsip yang dikenal dan diakui oleh ilmu hukum nasional dan
internasional.
Tindakan kembali ke UUD 1945 dan pembubaran Konstituante adalah titik awal
berakhirnya proses demokrasi di Indonesia karena mulai saat itu Indonesia memulai
masa demokrasi terpimpin untuk memenuhi watak kepentingan politik Soekarno dan
tentara yang watak kekuasaanya otoriter. Menurut Adnan Buyung Nasution tindakan
Soekarno membubarkan Konstituante ini sebagai tindakan "Kudeta konstitusional".
Suatu kesalahan besar yang menjauhkan bangsa ini dari cita-cita pembentukan negara
konstitusional.

5. UUD NRI Hasil Amandemen (Empat Kali Perubahan)


Alternatif penggunaan UUDS 1950 dan tidak kemabli kepada UUD 1945 pada
saat kembali kepada negara kesatuan, menurut Mahfud MD (2010:24) pada saat itu
memperjelas bahwa UUD 1945 tidak cukup baik untuk diper- gunakan di dalam
membangun negara hukum yang demo- kratis. Memang tida semua negara yang
mempunyai konstitusi itu dapat melahirkan pemerintahan yang konstitusional, sebab
tampilnya pemerintahan konstitusional bergantung juga pada banyak hal, termasuk
elaborasi konstitualisme, secara ketat di dalam UUD atau konstitusinya. Dalam kaitan
ini tampak- nya disadari bahwa sebagai konstitusi tertulis UUD 1945 tidak mampu
mendorong tercapainya pemerintahan yang konstitusi- onal dan demokratis.
Pada era reformasi usaha untuk menjadikan UUD 1945 mendorong terbentuknya
negara hukum yang demokratis, oleh karena itu salah satu berkah dari reformasi
adalah perubahan terhadap UUD 1945, karena sejak Dekrit 5 Juli 1959 sampai
berakhirnya kekuasaan Presiden Seoharto praktis UUD 1945 belum pernh diubah.
Pada era Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya telah melahirkan kediktatoran dan
menjauhkan diri dari nilai-nilai kedaulatan rakyat.
Begitupula pada masa Soeharto, UUD 1945 tidak boleh dagangu gugat oleh
siapapun, jika ada yang mengganggu keutuhan UUD 1945 maka akan di cap sebagai
subversif bahkan hanya pemerintah Orde Baru yang boleh menafsirkan UUD 1945.
misalnya di dalam UUD disebutka "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakayat dengan suara terbanyak ditafsirkan oleh orede baru dengan
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan

16
Irfan Amir, Hukum Konstitusi dan Lembaga Negara. (Cet. I; Kabupaten Bantul: Mata Kata
Inspirasi, 2022). h. 59.
musywarah mufakat dan calonnya harus tunggal, dan akhirnya Seoharto berkuasa
selama 32 tahun.
Secara substansif UUD 1945 banyak mengandung kelemahan, pertama:
kekuasaan presiden/eksekutif terlalu besar tanpa didasari prinsif check and balances,
Kedua: rumusan UUD 1945 sangat sederhana, umum, bahkan tidak jelas, sehingga
banyak menimbulkan multi tafsir. Ketiga. Unsur-unsur konstitualisme tidak
dielaborasi secara memadai dalam UUD 1945. Keempat, Telalu menekankan kepada
semangat penyelenggaraan negara, kelima Memberikan atribusi kewenangan terlalu
besar kepada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dalam UU. Keenam, Banyak
materi yang penting justru hanya diatur dalam penjelasannya dan Ketujuh, status
kekuatan hukum penjelasan UUD.
Dalam rapat Ad Hoc III Badan Pekerja MPR masa sidang 1999, disepakati untuk
mengadakan perubahan terhadap UUD 1945, tanpa menetapkan UUD 1945 terlebih
dahulu. Fraksi-fraksi di MPR menyepakati bahwa perubahan UUD 1945 tidak
menyangkut dan menggangu eksistensi negara, tetapi dimaksudkan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penyelenggaraan negara, tidak merubah
pembukaan UUD 1945 walaupun tidak ada ketentuan larangan untuk itu dan tetap
mempertahankan bentuk negara kesatuan. (NKRI). Kesepakatan perubahan dilakukan
dengan "Adendum" artinya tidak menghilangkan naskah asli UUD 1945.

Daftar Pustaka

Buku
Amir, Irfan. Hukum Konstitusi dan Lembaga Negara. Cet. I. Kabupaten Bantul: Mata
Kata Inspirasi, 2022.
Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.
Irfan, Amir dan Mustafa. Aspek Hukum dan Dinamika Pemilihan Umum di Indonesia.
Jakarta Selatan: Kreasi Cendekia Pustaka, 2021.
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Negara Indonesia. Cet. VIII. Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Prodjodikoro, Widjono. Azaz-Azaz Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat,
1977.
Radjab, Dasril. Hukum Tata Negara Indonesia. Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Sjahdeini, Sultan Remy. Sejarah Hukum Indonesia. Cet. I. Jakarta: Kencana, 2021.
Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Tata Negara Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group,
2010.
Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945. Cet. III. Jakarta: Kencana, 2015.
Yusuf, Slamet Effendy dan Umar Basalim. Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan
Pertama UUD 1945. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000.

Jurnal

Zulkarnain, Jurnal Istoria Vol. 1. No. 1. Ketatanegaraan Indonesia Pasca Kemerdekaan.


2014. hlm. 9.
Hamidi, Jazim, Jurnal Vol. 2. No. 2. Makna dan Kedudukan Hukum NaskahProklamasi
17 Agustus 1945 Dalam Sistem Ketatanegaraan Republlik Indonesia. 2006. hlm. 68-
86.
Satia, Agil Burhan, Cicik Nike Rimayani, dan Hesti Nuraini, Jurnal Vol. 3. No. 1. Sejarah
Ketatanegaraan Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Sampai 5 Juli 1959
di Indonesia. 2019. hal 91.
Karyanti, Tri, Jurnal Vol. 3. No. 1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan
Sesudah Amandemen UUD 1945. 2012. hal 197.
Wijaya, Arif, Jurnal Vol. 4. No. 1. Demokrasi Dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik
Indonesia. 2014. h. 138.

Anda mungkin juga menyukai