Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia.
Supersemar terjadi pada 11 Maret 1966, tiga jenderal utusan Letnan Jenderal Soeharto menghadap
Presiden Soekarno di Istana Bogor. Brigadir Jenderal M Jusuf, Brigadir Jenderal Amirmachmud dan
Brigadir Jenderal Basuki Rahmat.
Masih belum ada kejelasaan bagaimana Sukarno mau menandatangani surat yang praktis akan
melucuti kekuasaanya itu. Sebuah kesaksian dari pengawal presiden, Sukardjo Wilardjito, telah
menyebutkan bahwa saat itu Sukarno ditodong pistol oleh seorang jenderal utusan Soeharto.
Catatan lain menyebut Sukarno terpaksa menandatangani karena, Istana Bogor telah
dikepung tank-tank TNI dan ribuan massa yang berunjuk rasa. Supersemar diyakini tidak menyebut
secara eksplisit penyerahan kekuasaan kepada Soeharto seperti yang dipropagandakan oleh TNI.
Dalam pidato Sukarno pada 17 Agustus 1966, dia mengecam pihak yang telah mengkhianati
perintahnya.
Hanya butuh waktu 24 jam setelah penerbitan surat sakti tersebut, Soeharto membubarkan
PKI, menangkapi anggota kabinet dan orang-orang tedekat Sukarno. Menurut adik Soeharto,
Probosutedjo, surat itu tidak secara eksplisit memerintahkan pembubaran PKI. Sebab itu pula
Sukarno menerbitkan surat perintah 13 Maret untuk menganulir Supersemar. Serupa Supersemar,
naskah asli surat perintah itu hingga kini lenyap tanpa bekas.
Setelah adanya pelucutan kekuasaan, Sukarno langsung diasingkan dari kancah politik di
Jakarta. Dia dilarang membaca koran ataupun mendengarkan radio. Kunjungan keluarga serta
layanan kesehatan dibatasi.Sementara itu Soeharto mulai membangun kekuasaan dengan
membentuk kabinet dan membujuk parlemen untuk mengesahkan Supersemar dalam TAP MPRS
No. IX/MPRS/1966.
Supersemar pada akhirnya digunakan oleh Soeharto untuk melahirkan rezim orde baru.
Hingga kematiannya sang diktator tidak berniat membuka tabir sejarah gelap tersebut, begitu pula
dengan orang-orang terdekatnya. Berbagai upaya yang dilakukan Arsip Nasional untuk menemukan
naskah asli Supersemar terbentur sikap diam pejabat orba. Saat ini semua saksi kunci Supersemar
telah meninggal dunia.
1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi
dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris
MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti
segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya
seperti tersebut di atas.