Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Guru pengajar : Jaenal Abidin, S. Pd.

Disusun Oleh :

Nama : Elgi Nur Andika Suwarso

Kelas : XII MIPA 4

No. Absen : 12

SMA NEGERI 1 GUNUNGPUTRI

Tahun Ajaran 2023 / 2024


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan Saya kemudahan
sehingga dapat meyelesaikan makalah “Masa Demokrasi Parlementer
(1950-1959)”.Tanpa pertolongan-Nya mungkin saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam saya haturkan kepada nabi
kita yakni Nabi Muhammad SAW.Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang Sistem Perkembangan Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer yang Saya
sajikan dari berbagai sumber.Makalah ini disusun dengan berbagai kesulitan, baik yang
datang dari diri Saya sendiri maupun dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
pertolongan dari ALLAH SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. saya
mengetahui bahwa masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan dalam makalah ini.
Karena seperti yang kita ketahui tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali ALLAH
SWTsemata. Saya mengucapkan terima kasih kepada pak jaenal abidin s.pd. selaku guru
sejarah yang telah membimbing Saya dan kepada teman-teman yang bersedia memberi
masukan dalam pembuatan makalah. Saya berharap makalah ini dapat memperkaya
wawasan pembaca tentang Sistem Perkembangan Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi
Parlementer walaupun makalah ini masih jauh dari kata baik.Kritik dan saran Saya
kebutuhkan untuk dapat membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya. BOGOR, 4
februari 2024

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini
telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata "demokrasi" berasal
dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-
sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
pengalaman tentang demokrasiSudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia,
yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi
pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14
November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959. Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak
awal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus
Indonesia mengenal bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan
demokrasi kita. Dalam paper ini terutama akan dijabarkan pelaksanaan pasa masa pasca revolusi
kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer?

2. Bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer?

3. Apa kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer?

4. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia?

5. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia?

6. Bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer

3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer

4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di


Indonesia

5. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di


Indonesia

6. Untuk mengetahui bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia


BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

PERKEMBANGAN POLITIK MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS
1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara. Masa Demokrasi
Parlementer disebut pula masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku
menggunakan prinsip-prinsip liberalMasa ini berlangsung mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959.

1. Sistem pemerintahan

Pada sistem inirakyat memiliki keleluasaan untuk ikut campur urusan politik dan boleh membuat
partai. Selain itu, para anggota kabinet juga diperbolehkan mengkritik pemerintah jika tidak setuju
terhadap sesuatu. Apabila kabinet dipandang tidak mampu menjalankan tugas maka parlemen
segera membubarkannyaNegara Indonesia menganut sistem Parlementer mulai 17 Agustus 1950
sampai 5 Juli 1959.

Menurut Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir, sistem pemerintahan ini mampu menciptakan partai
politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta dapat menciptakan wujud demokrasi
sesungguhnya, yakni dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk

rakyat. Sistem kabinet yang digunakan pada masa Demokrasi Parlementer adalah Zaken

Kabinet. Zaken Kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-
tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.

Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia memiliki ciri, yaitu banyaknya partai politik yang usaling
berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan. Hal tersebut menyebabkan sering terjadi
pergantian kabinet. Tahun 1950-1959 telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet yang
digunakan antara lain adalah kabinet natzir (1950-1951), kabinet Sukiman (1951-1952), kabinet
Wilopo (1952-1953), kabinet Ali Sastroamidjojo (1953-1955), kabinet Burnahuddin Harahap (1955-
1956), kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957), dan kabinet Djuanda (1957-1959).
2. Sistem kepartaian

Sistem kepartaian yang dianut pada masa ini adalah sistem multipartai, yaitu suatu sistem
kepartaian yang memiliki banyak partai politik. Partai-partai politik tersebut, sebagai berikut.

a. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dipimpin oleh Dr. Sukirman Wiryosanjoyo
berdiri pada tanggal 7 November 1945.
b. Partai Nasional Indonesia (PNI) dipimpin oleh Sidik Joyosukarto berdiri pada tanggal 29
Januari 1945.
c.Partai Sosialis Indonesia (PSI) dipimpin oleh Amir Syarifuddin berdiri pada tanggal 20
November 1945.
d. Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpin oleh Mr. Muh. Yusuf berdiri pada tanggal 7
November 1945.
e. Partai Buruh Indonesia (PBI) dipimpin oleh Nyono berdiri pada tanggal 8 November 1945.
f. Partai Rakyat Jelata (PRJ) dipimpin oleh Sutan Dewanis berdiri pada tanggal 8 November
1945.
g.Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dipimpin oleh Ds. Probowinoto berdiri pada tanggal 10
November 1945.
h. Partai Rakyat Sosialis (PRS) dipimpin oleh Sutan Syahrir berdiri pada tanggal 20 November
1945.
i. Persatuan Marhaen Indonesia (Permai) dipimpin oleh J.B. Assa berdiri pada tanggal 17
Desember 1945.
j. Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) dipimpin oleh I.J. Kassimo berdiri pada tanggal 8
Desember 1945.

Partai-partai politik yang ada cenderung memperjuangkan kepentingan golongan daripada


kepentingan nasionalPartai-partai yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan, dan
saling menjatuhkanPartai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan
tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang
sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal inilah yang
menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet. Kabinet tidak berumur panjang sehingga
program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya dan menyebabkan stabilitas
politik, sosial ekonomi, serta keamanan terganggu.

3. Pemilu 1955

Pelaksanaan pemilu merupakan konsekuensi dari sebuah negara yang menganut sistem
demokrasi. Pada waktu itu, sebagian partai politik belum berfungsi sebagai penyalur aspirasi
rakyat karena lebih mementingkan para pemimpinnya. Kenyataan itu mengakibatkan
kehidupan politik tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan masyarakatPersiapan
pelaksanaan pemilu telah dimulai pada masa pemerintahan Kabinet Ali-Wongso. Selain itu,
pelaksanaannya dilakukan pada masapemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu
dilaksanakan dua tahap, yaitu:

a. Tahap pertama diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan untuk
memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

b. Tahap kedua diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955 dengan tujuan untuk
memilih anggota-anggota Konstituante (Dewan Pembuat Undang-Undang Dasar).

Dalam pemilihan umum tersebut diikuti oleh banyak partai politik, organisasi, dan
perorangan pun juga ikut sehingga DPR terbagi dalam banyak fraksi, di antaranya keluar
sebagai empat besar, yaitu (1) Fraksi Masyumi (60 anggota); (2) Fraksi PNI (58 anggota); (3)
Fraksi NU (47 anggota); (4) Fraksi PKI (32 anggota). Seluruh anggota DPR hasil pemilu I
tersebut berjumlah 272 anggota, yaitu dengan perhitungan bahwa seorang anggota DPR
mewakili 300.000 orang penduduk. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang.

Pada tanggal 25 Maret 1956 DPR hasil pemilihan umum dilatik. Sedangkan anggota
Konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956, Pemilihan umum tahun 1955 berjalan
secara demokratis, aman, dan tertib sehingga merupakan suatu prestasi yang luar biasa di
mana rakyat telah dapat menyalurkan haknya tanpa adanya paksaan dan ancaman.
Walaupun begitu, pada waktu itu masih mengalami krisis politik dan berakibat lahirnya
Demokrasi Terpimpin.

4. Gangguan keamanan

Walaupun pemilu pertama dapat terlaksana dengan baik, namun ternyata mereka tidak
mampu menghasilkan pemerintahan yang baik dan stabil. Hal ini disebabkan oleh partai-
partai politik yang lebih mementingkan kepentingan kelompokakibatnya muncul pergolakan
di daerah-daerah yang mengakibatkan stabilitas politik menjadi terganggu. Oleh karena itu,
pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan Konsepsi Presiden yang berisi
Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional (Dewan Pertimbangan Agung) yang bertindak
sebagai penasihat presiden.

Beberapa pemberontakan yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer, sebagai berikut.
a. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Gerakan APRA muncul di kalangan KNIL (Koninklijk Netherlands Indish Leger). APRA dipimpin
oleh Raymond Westerling. Pada masa itu di Indonesia sedang dalam kondisi belum stabil.
Dari situlah muncul isu akan datangnya Ratu Adil (Messias). Ratu Adil adalah suatu pemikiran
akan "seseorang" yang mampu membawa sebuah perubahan dari kondisi keterpurukan
menuju kondisi yang lebih baik. Atas dasar itu, kemudian pemikiran seperti ini dimanfaatkan
oleh Westerling untuk menghasut rakyat. Akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah untuk
mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia

Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA menyerang Kota Bandung dan membunuh hampir
setiap anggota TNI termasuk Letnan Kolonel Lembong. Markas Divisi Siliwangi juga berhasil
didudukinya. Dari pendudukan markas itu, ternyata hanya ada tiga orang yang lolos.
Akhirnyapemerintah RIS segera mengirimkan pasukan bantuan ke Bandung.

Sementara itu, di Jakarta terjadi perundingan antara Drs. Moh. Hatta dengan Komisaris
Tinggi Belanda. Hasilnya adalah Westerling didesak meninggalkan Kota Bandung. Pasukan
APRA kemudian meninggalkan Kota Bandung pada sore harinyaGerombolan APRA semakin
terdesak dan terus dikejar oleh pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat)
bersama dengan rakyat. Akhirnya gerakan APRA berhasil dilumpuhkan.

Namun kemudian berhasil diketahui bahwa dalang dari gerakan APRA adalah Sultan Hamid
II. Rencana sebenarnya dari gerakan itu adalah menculik Sri Sultan Hamengku Buwana IX,
Mr. All Budiarjo, dan Kolonel T.B. Simatupang. Akhirnya pada tanggal 22 Februari 1950,
Westerling melarikan diri ke luar negeri dengan pesawat Catalina, sedangkan Sultan Hamid Il
berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950.

b. Pemberontakan Andi Aziz

Mantan KNIL di bawah pimpinan Andi Azis melakukan pemberontakan di Makassar pada
tanggal 5 April 1950. Pemberontakan tersebut dilatarbelakangi adanya perasaan tidak puas
atas kehadiran TNI yang akan mengamankan situasi di Makassar. Menurut Andi Azis, hanya
tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar. Oleh karena
itu, Andi Azis menghalangi TNI masuk ke Makassar.

Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya dan

mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu 4 x 24 jam untuk


mempertanggungjawabkan tindakan Andi Azis. Namun, ultimatum tersebut tidak
dilaksanakan oleh Andi Azis. Oleh karena itu, pemerintah RI melaksanakan operasi militer
untuk menumpas pemberontakan Andi Azis. Pasukan penumpas pemberontakan Andi Azis,
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Batalion Worang mendarat di Makassar pada tanggal
21 April 1950 dan disusul oleh pasukan pimpinan Kawilarang pada 26 April 1950. Akhirnya,
pasukan Andi Azis menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI.

c. Pemberontakan PRRI atau Permesta

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat


Semesta (Permesta) dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap masalah otonomi
dan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah serta ketidaksetujuan terhadap peran
PKI dalam pemerintahan.

Puncak pemberontakan terjadi pada tanggal 10 Februari 1958, di Padang, Letkol Ahmad
Husein mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri, membentuk
Zaken Kabinet, dan presiden kembali pada kedudukannya sebagai presiden konstitusional.
Usulan tersebut ditolak pemerintah pusat. Oleh karena ultimatumnya ditolak pemerintah,
pada tanggal 15 Februari 1958, Letkol. Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI
kemudian diikuti oleh pengumuman Letkol D.J. Somba di Sulawesi tentang Permesta pada
tanggal 17 Februari 1958.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer
gabungan unsur darat, laut, dan udara. Operasi militer tersebut, sebagai berikut.

1) Operasi Tegas, dipimpin Letkol Kaharudin Nasution di Riau.


2) Operasi 17 Agustus, dipimpin Kolonel Ahmad Yani di Sumatra Barat.
3) Operasi Sapta Marga, dipimpin Brigjen Djatikoesoemo di Sumatra Utara.
4) Operasi Sadar, dipimpin Letkol Ibnu Sutowo di Sumatra Selatan.
5) Operasi Merdeka, dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat di Sulawesi dan Indonesia
Timur

Pada tanggal 14 Maret 1958, Pekanbaru dapat dikuasai APRIKemudian tanggal 4 Mei 1958
Bukittinggi dapat direbut kembali. Pada tanggal 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-
tokoh sipil yang menyokong PRRI akhirnya menyerah.

d . Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)

Republik Maluku Selatan (RMS) didirikan oleh Christian Robert Soumokil. Latar

belakang pemberontakan RMS adalah ketidaksenangannya untuk kembali ke negara


kesatuan sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB). Untuk memperjuangkan misinya,

Soumokil mengintimidasi, menerordan membunuh lawan-lawan politiknya. Pemerintah


menerapkan dua cara untuk menghadapi pemberontakan ini. Cara

diplomasi ditempuh dengan mengirimkan DrLeimena, tetapi ditolak Soumokil. Selanjutnya


pada 14 Juli 1950 pasukan dari APRIS mulai mendarat di Maluku. Pada bulan Desember 1950
seluruh Maluku Tengah dapat dikuasai oleh APRIS. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel
Kawilarang. Pasukan dibagi menjadi tiga, sebagai berikut.

1) Grup I dipimpin Mayor Ahmad Wiranatakusumah


2) Grup Il dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi
3) Grup III dipimpin Mayor Surjo Subandrio

RMS dengan mudah dipadamkan, tetapi Letkol Slamet Riyadi tewas tertembakPada tanggal
2 Desember 1953, Soumokil dapat ditangkap dan dia dijatuhi hukuman dengan pidana mati.

5. Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda Berikut penyelenggaraan Konferensi
Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda.

a. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA)

Konferensi Asia-Afrika dilaksanakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955: Pelaksanaan
KAA dibuka oleh Presiden SoekarnoPerdana Menteri Ali Sastroamidjojo dipilih sebagai ketua
sidang dan Roeslan Abdoelgani dipilih sebagai sekjenKonferensi Asia- Afrika dihadiri oleh 29
negara termasuk lima negara pengundang. Dari negara-negara yang diundang tersebut,
muncul tiga golongan berikut.

1) Golongan prokomunis, yaitu Tiongkok dan Vietnam Utara.


2) Golongan pro-Barat, yaitu Filipina, Thailand, Pakistan, Irak, dan Turki.
3) Golongan netral, yaitu India, Birma, Srilanka, dan Indonesia.

Tujuan penyelenggaraan KAA sebagai berikut.

1) Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarbangsa Asia-Afrika dengan


meningkatkan persahabatan.
2) Membicarakan dan mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
3) Memerhatikan posisi dan partisipasi Asia-Afrika dan bangsa-bangsa dalam dunia
internasional.

Memerhatikan masalah khusus terkait dengan kedaulatan, kolonialisme, dan imperialisme.


Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip

yang dikenal dengan Dasasila Bandung. Isi Dasasila Bandung, sebagai berikut.
1) Menghormati hak-hak dasar manusia, tujuan, serta asas-asas yang termuat dalam Piagam
PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, baik besar
maupun kecil.
4) Tidak melakukan intervensl atau campur tangan soal-soal dalam negeri negara lain.
5) Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara mandiri atau
kolektif, sesuai dengan Piagam PBB
6) Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara besar, dan tidak melakukan tekanan terhadap
negara lain.
7) Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi ataupun menggunakan kekerasan
terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrase, atau penyelesaian hukum dan lain-lain, dengan cara damai.
9) Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Pada tahun 1965 akan diselenggarakan KAA II di Algiers, Aljazair. Rencana tersebut gagal
akibat konfliktitik di Aljazair. Indonesia sangat kecewa atas kegagalan penyelenggaraan KAA
II. Sebagai usaha mengobati rasa kekecewaan tersebut, Indonesia menyelenggarakan
peringatan sepuluh tahun KAA I yang diberi nama Dasawarsa KAA. Peringatan tersebut
diselenggarakan di Jakarta dan dimeriahkan dengan pergelaran budaya Asia-Afrika.
Tujuannya agar spirit Bandung sebagai hasil KAA I tidak lekas pudar sehingga rasa solidaritas
negara-negara Asia-Afrika terus terpelihara.

b. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda adalah deklarasi yang dicetuskan oleh Indonesia melalui Perdana Menteri
Djuanda pada 13 Desember 1957. Deklarasi ini secara umum menyatakan bahwa seluruh
kawasan laut yang ada di sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan RI adalah termasuk
kedaulatan Republik IndonesiaDeklarasi ini menyudahi kesulitan yang dialami Indonesia
akibat kepemilikan laut yang hanya 3 mil dari garis pantai sehingga memisahkan antarpulau
di Indonesia dengan kawasan laut internasional. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing
bebas mengarungi lautan tersebut tanpa

hambatan. Kondisi ini menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah


Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan
hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Isi Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, sebagai berikut.

1. Bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri.
2. Bahwa sejak dahulu kala Kepulauan Nusantara ini merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
3. Ketentuan ordonansi tahun 1939 yang dianut sebelumnya dapat memecah belah
kesatuan dan kedaulatan Republik Indonesia.

Isi dari deklarasi ini menyatakan dengan jelas bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia
memiliki hak atas laut di sekitar kepulauannya. Tidak adanya jaminan tersebut membuat
kedaulatan Republik Indonesia sepanjang waktu terancam oleh keberadaan pihak- pihak
asing yang dengan bebas melayari laut internasional di antara pulau-pulau.

Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah Republik Indonesia meluas
hingga 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2.
Kesimpulan

Demokrasi awal yang diberlakukan di Indonesia adalah demokrasi parlementer dimana


kekuasaan tertinggi berada di tangan parlemen. Demokrasi ini berlaku sejak kurun waktu 1945-1959
(yakni bermula dari pasca kemerdekaan Indonesia sampai dengan munculnya dekrit presiden 5 Juli
1959). Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami pergantian kabinet selama 7 kali. Hal itu
disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk membentuk undang-undang serta adanya
konflik antar parpol. Selain itu, pada masa demokrasi ini pernah menerapkan UUD 1945, UU RIS, dan
juga UUDS 1950. Mulanya demokrasi ini disetujui oleh bangsa Indonesia karena merujuk ke
demokrasi liberal dimana kebebasan rakyat lebih diakui, terbukti dengan sistem multipartai dan
menjamurnya parpol yang ikut andil dalam kursi pemilu tahun 1955. Namun, ternyata dalam
perjalanannya demokrasi ini tidak cocok diterapkan di Indonesia karena menimbulkan banyak
penyimpangan, pergolakan, perpecahan, bahkan pemberontakan yang terjadi dimana-mana.
Akhirnya muncullah dekrit presiden dari Soekarno yang menyatakan bahwa Indonesia kembali ke
konstitusi UUD 1945 dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem
pemerintahan presidensiil.

Saran

Sejarah merupakan acuan yang menjadi pijakan untuk menuju ke masa depan yang lebih
gemilang. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita harus berupaya untuk mengisi
kemerdekaan bangsa dengan cara mempertahankannyaSalah satu caranya adalah dengan
mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi Indonesia. Hal ini menjadi penting manakala dijadikan
referensi untuk membentuk sistem pemerintahan yang lebih baik melalui hikmah dan pelajaran yang
didapatkan dari sejarah itu sendiri

DAFTAR PUSTAKA

https://onespiritz.wordpress.com/2010/12/11/masa-demokrasi-parlementer-1950- 1959/

http://brantar.blogspot.co.id/2014/05/ppt-indonesia-pada-masa-demokrasi.html
https://www.google.com/search?q=Demokrasi+Parlementer+ppt&ie=utf- 8&oe=utf-
8#q=Demokrasi+Parlementer++pada+masa+di+indonesia+ppt

https://www.academia.edu/People/Demokrasi Parlementer

https://www.academia.edu/Documents/in/Sejarah Pelaksanaan Demokrasi Parle menter

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia &ie=utf-8&oe=utf-
8#q=Demokrasi+parlementer+academia

https://www.academia.edu/8638920/PEMAHAMAN DAN PENERAPAN DE MOKRASI DI INDONESIA

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia &ie=utf-8&oe=utf-
8

http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7- kabinet-di-indonesia/

http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah- selama.html

http://www.scribd.com/doc/99701659/Kabinet-Indonesia-Masa-Demokrasi- Liberal

Anda mungkin juga menyukai