Anda di halaman 1dari 72

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PEMERINTAHAN

SOEKARNO UNTUK MENGGANTI


SISTEM POLITIK DEMOKRASI PARLEMENTER
M.ENJADI DEMOKRASI TERPIMPIN

Disusun oleh:
P.Y. Nur lndro
Fransisca Mulyono

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN


KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BAN DUNG
1996/1997
/\hstrak

ABSTRAK

Amll kemerdekmm Indonesia. pada tanggal 3 November 1945, parajc}/./llding


Jc7thers sepakal unluk menerapkannya sistem politik demokrasi parlemenler. Unluk itu
dikeluarkan Maklumat Pemerintah Indonesia yang merupakan realisasi usulan dari
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia yang memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada rak·yat Indonesia w1tuk mendirikan partai politik agar kepentingan segala
aliranlgolongan dalam masyarakat Indonesia tersalurkan' secara teratur.

Pad a tahun 1955 hasil Pemilihan Umum . pe~ama kali yang diadakan di
Indonesia menunjukkan semakin maraknya jurrllah partai politik. Hal tersebul
menegaskan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas elemen atau paling tidak
kepentingan-kepentingan yang beragam

Dekrit Presiden Soekamo milllcul pada tanggal 5 Juli 1959 yang pada
pokoknya untuk membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Lebih lanjut
dari Dekrit ini adalah pembentukan Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional
yang keduanya merupakan instrumen W1tuk meniadakan peran partai politik dan
berbagai golongan di dalam pemerintahan. Hal ini merupakan perkembangan realisasi
dari sistem politik demokrasi terpimpin.

Penelitian ini berusaha untuk mencari . faktdr:-faktor yang mendorong


munculnya perubahan dari sistem politik demokrasi parlementer ke sistem politik
demokrasi terpimpin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelusuran
historis serta penerapan hermeneeuti terhadap teks dan peristiwa-persitiwa yang
terjadi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan Soekarno atau pemerintah saat


itu tidak melihat perpecahan bangs Indonesia sangat besar. Soekamo menyatakan
dalam beberapa pidatonya bahwa penyebab perpecahan ini karena adanya oposisi
dalam pemerintahan tidak mampu rnemberikan kritik yang koruitruk.i:if tetapi bahkan
berusalla menghancurkan pemerintahan. Untuk itu Soekarno rneniadakan peran partai

ii
/\bstrak

dalam pemerintahan dengan satu prinsip bahwa yang utama adalah identitas bangsa
Indonesia bukan partai politik.

..

iii
BAR I

PENDAHULUAN

,·· .
. .· . .··
I. Lallw Belakang Masalat1

IV!enuri.tt G.J. Wolhofr (G.J. Wolhoff, h.~ 54) orgm1isasi-organisasi

· pergerak'N1 nasional Indonesia pada nwlanya berkemban·g di kalangan kaum


.'
Terpelajar sebagai organisasi pendidikan dan perkumpulan-perkumpulan sosial

ekonomi yang kemudian menjadi partai-partai politik yang didukung massa buruh

dan tani. Tujuan berbagai pergerakan tersebut adalah memunculkan otonomitas

manusia Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi utama

adalah kebebasan rakyat, kebebasan untuk menentukan dirinya dan mengontrol

pemerintah.

Walau pada tahun 1916 didirikan Dewan Rakyat atau Volhraad oleh

Belanda yang berfungsi sebagai pemberi masukan kepada Gubemur Jenderal, tetap

bukan merupakan perwujudan hak rakyat. Dewan Rakyat tidak dapat dipandang

sebagai parlemen yang mewakili bangsa Indonesia, sebab :

l. Anggotanya dipilih melalui penunjukkan yang mayoritas adalah orang Belanda;

2. Tidak mempunyai kekuasaan legislatif;

3. Pemilih didasarkan kepada status ekonomi.

Pelaksanaan Undang-undang Tata Pemerintahan Hindia Belanda pada

tahun 1925 mengangkat Dewan Ral..')'at ini menjad sebuah badan Ko-legislatif yang

memiliki kekuasaan mengajukan petisi, mengubah undang-undang dan

mengundangkannya Walaupun menurut Sartono Kartodirdjo, dengan didirikannya

'Dewan Perwakilan' berarti realisasi dari langkah permulaan menuju pemerintahan


nab ] - ]1 L'Il(hJllll]llall

sendiri dengan terdapat partisipasi di dalamnya (M . Rusli Karim, h. 2g-29), rak~·at

tetap tidak puas. Ketidakpuasan tersebut memw1culkan kehendak untuk

membebaskan diri dari penjajah. Berkenaan dengan hal tersebut, partai politik yang

didirikan dipandang dapat rnenjadi sarana dan wadah perjuangan yang lebih

terenc<ma. Meskipun pad a saat itu masih sulit untuk. membedakan antara partai

politik dengan organisasi-organisasi lainnya, karena hampir semua perkumpulan

yang bersifal sosial, ekonomi, kedaerahan maupun keagamaan secara langsung

maupun tidak berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat politis untuk

merebut kemerdekaan, tujuan utan1anya adalah kebebasar1 rak-yat.

Partai-partai politik tersebut terus tumbuh dan berkembang tetapi tidak

mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam pemerintahan (kecuali pada jaman

penjajahan Jepang, semua partai politik dilarang). ·Hal tersebut dapat terjadi

mengingat karena sejumlah pemerintah meskipun · mungkin menginginkan

kelompok-kelompok masyarakat mengorganisir partai-partainya sendiri, tetapi

menolak penyertaan mereka dalam mengendalikan kekuasaan nasional serta

membatasi partisipasi mereka dalam sistem pemerintahan (Myron Weiner dan

Joseph Lapalombara dalam Miriam Budiardjo, h. 161). Partai politik pada masa

penjajahan Belanda selalu mendapat pengawasan ketat dan tekanan-tekanan politik

untuk tidak semakin berani. Walau dernikian, partai-partai politik di Indonesia saat

itu terus berkembang dan mempw1yai tujuan bersama, yaitu (Selo Soemardjan, h.

22-27) :

1. Merebut kekuasaan politik dari pemerintallan kolonial Belanda;

2. Menjalankan pemerintahan sendiri;


3. Dan jika mungkin menuju Indonesia merdeka dengan mendirikan pemerintal1an
nasional Indonesia.
Hab I - l'endahuluan ·'

Kchendak dru1 earn merintis kcmerdebrm dalam banyak hal dipclopori olch

kaum cendikiawan Indonesia yru1g secara sungguh-sungguh mempelajari budayn

Barat dan pertemuannya dengan budaya yang tidak ada di Indonesia. Tokoh-tokoh

dari bum Cendikiawru1 ini banyak yru1g menjadi pemimpin nasional setelah berhasil

merebut kemerdekaan dari penjajah (Alfian, h. 47-103).

Negara Indonesia merupakan kompleksitas pemikiran politik yang sangat

beraga:m. Dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965

Herbert Feilh dan Lance Castles mengidenlifikasi adanya lima aliran pemikiran

politik, yaitu Nasionalisme Radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam, Sosialisme

Demokratis dan Komunisme (Herberth Feith dan Lance Castles, h. 4). Kelimn

aliran pemikiran politik tersebut terimplementasikan dalam berbagai partai politik

yru1g ada di Indonesia.

Lebih lanjut Feith dan Castles menjelaskan bahwa ·setiap partai politik dapat

dipengaruhi atau berlandaskan kepada satu atau lebih aliran pemikiran politik yang

telah disebutkan di atas. Demikian juga dapat terjadi bahwa satu aliran pemikiran

politik mempengaruhi atau melandasi lebih dari satu partai politik.

Pada awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia lebih memilih membentuk

satu partai dalam rangka menjaga persatuan, yakni Partai Nasional Indonesia.

Namun demikian, banyak pandangan yang menginginkan adanya lebih dari satu

partai politik agar kehidupan demokrasi menjadi semakin berkembang. Maklumat

Pemerintah Indonesia tertanggal 3 November 1945 yang merupakan realisasi

usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang berfungsi sebagai

parlemen, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada ral..)'at Indonesia untuk

mendirikan partai-partai politik dengan batasan bahwa partai-partai politik dapat


!Jab I - Pendahuluan

mcmpcrk ual J>CIJunngan bangs a dalam mempertalumkan kemerdekaan dan

menjamin keamanan masyarakat . Maklumat pemerintah tersebut merupakru1

landasan legal yang kokoh bagi eksistensi partai politik di Indonesia. Lebih lanjut

maklumat pemerintah tersebut menyatakan adanya dua hal :

Pemerintah menginginkan adanya partai-partai , politik agar segala aliran


pemikiran yang ada dalam masyarakat Indonesia dapat disalurkan.
2. Terdapat batas waktu untuk mendirikan partai politik, yakni sebelum
dilangsungk<m pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan
Januari 1946.

Menurut klasifikasi M. Rusli Karim dengan menggunakan buku Kepartaian

Indonesia terbitan Kementrian Penerangan tahun 195l .dan penambahan Nahdatul

Ulama yang resmi menjadi partai politik pada tahun 1952 serta Partai IkatCU1

Pendilkung Kemerdekaan Indonesia, partai-partai di Indonesia setelah Maklumat


.
Pemerintah Indonesia 3 November 1945 dapat digolongkan atas dasar :

a. Ketuhanan : Masjumi, Partai Sjarikat Islam Indonesia, Nahdatul Ulama,


Pergerakan Tarbiyah Islamiah (Perti), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan
Partai Katolik.
b. Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Persatuan Indonesia Raya
(PIR), Partai Indonesia Raya (Parindra), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai
Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita
Rak.-yat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rak-yat
(PKR), Serikat Kerak.-yatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI),
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan. Indonesia (IPKI), Partai Tani Indonesia
(PTI) dan Wanila Demokrat Indonesia (WDI).
c. Marxisfne : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI),
Partai Murba, Partai Buruh dan Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
d. Partai lain-lain : Partai Demokrat Tionghoa (PDT!) dan Partai Indo Nasional
(PIN).
n~1b I - Pcndahuluan

Mulai l<mggal I I November I 945 terdapat perubah<m y<mg mendasar.

Kabinet yang semula bertanggLmgjawab kepada Presiden mulai saat itu berganti

kepada Komite Nasionallndonesia Pusat (KNIP). Pada tanggal 14 November 1945

Sulan Sjahrir menjadi Perdru1a Menteri dalam kabinet yang baru. Dengan demikian

sislcm politik berubah rnenjadi Demokrasi Parlementer .. ·

Dalam perjalanan politik di fndonesia, pemah dilaksanakan suatu sistem

politik yang disebut dengan demokrasi liberal atau demokrasi parlementer dengan

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada berbagai aliran pemikiran politik

untuk berpartisipasi mewujudkan tujuan bangsa Indonesia yang tertera pada

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Usaha tersebut gagal, karena munculrlya

pertentangan yang tidak pernah selesai.

Dengan sistem politik Demokrasi Parlernenter, pemerintahan Indonesia

melangkah sesuai dengan cita-cita semasa perjuangan, yaitu kemerdekaan dengan

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Asprasi rakyat Indonesia ditampung oleh

berbagai partai yang dapat didirikan. Kehidupan demokrasi berjalan sampai tahun

1959.

Pada tahun 1957 Soekarno memberlakukan sistem politik demokrasi

terpimpin dengan harapan dapat mengatasi berbagai perpecahan dan di bawah satu

pimpinan semua aliran pemikiran politik dapat rnelangkag dalam satu arah untuk

mevvujudkan tujuan bangsa.

Hal yang sangat menarik untuk diteliti adalah pada tanggal 5 Juli 1959

Soekamo membubarkan Majelis Konstituante dan memberlakukan kembali UUD

1945. Dengan demikian sistem politik yang berlaku di Indonesia bukan lagi
l~ab I - l'endahuluan (,

Demokrasi Parlementer, tetapi, menurut istilah Soekamo adalah_ Demokrasi

Terpimpin .

POKOK PERSOALAN

Maklumat pemerintah Indonesia tanggal 3 November 1945 dengan

mempertimbangkan usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat merupakan

awal dimulainya kehidupan demokrasi di Indonesia. Dalam maklumat tersebut

dapal dipahami pand<mgan dan usnhn Indonesia untuk mcnghargai kedaulatw1

rakyat. Di Indonesia terkandung banyak aliran pemikiran, selain terdiri dari banyak

suku, pulau, etnis dan lata cara.

Secara garis besar isi maklumat tersebut adalah (Wilopo, h. 9-l 0) :

1. Untuk menjunjung tinggi asas demokrasi tidak dapat didirikan hanya satu partai
saJa.
2. Di<mjurkan pembentukan partai-partai politik untuk memudahkan pengukuran
kekuat<m perjuangan. kita
3. Dengan adanya partai politik dan· organisa.Si politik, akan memudahkan
pemerintah untuk meminta pertmggungjawab<m kepada pemimpin barism
peiju<mgan.

lsi maklumat pemerintah .tersebut didasari tuju<m utama untuk memb<mgun

pemerintal1an Indonesia ymg terbebas dari sifat-sifat fasis . Telah direnc<mak<m

lebih lanjut bahwa dengm maklurnat ini, maka Indonesia dapat melakukan

pemilih<m umum di bulan Jmuari 1946.

Usaha pemenuhan kedaulatan ral;rat terungkap secara nyata ketika pada

tahun 1950 diberlakukan sistem politik Demokrasi Parlementer deng<m Undmg

Undang Dasar Darurat (UUD Darurat) 1950.


Hab I - 1\:nJahuluau 7

Signifikansi dengan sistem politik Demokrasi Parlementer. maka diberi

kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik. Dengan demikian

berbagai aliran pemikiran politik di Indonesia dapat memi\iki wadah. Sistem

Demokrasi Parlementer di Indonesia berlangsung sampai dengan tahw1 1957. Ciri

ulama sistem politik Demokrasi Parlementer yang berlangsung di Indonesia adalah

a. Banyak partai politik.


b. Keputusan diambil melalui voting.
c. Kekuasaan tidak terpusat di satu· tang an.

Dalam kehidupan politik semasa pemerintahan Kabinet Natsir sampat

dengan Ka~inet Djuanda, partai-partai politik yang menjadi pembawa aspirasi

rakyat aktif berpartisipasi.

Kehidupan aliif partai-partai politik ini memudar dan lenyap ketika pada

tanggal 19 Februari 1959 pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan untuk

melaksanakan Demokrasi Terpimpin yang diuraikan Presiden Soekarno pada

pidato Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Rl tanggal 17 Agustus 1959. Undang

Undang Dasar (UUD) 1945 diberlakukan untuk menggantikan UUD Darurat 1950,

daripada menyusun UUD baru. UUD 1945 menetapkan seorang presiden yang

kuat.

Berdasarkan uraian di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut : Faktor-faktor apa yang mendorong pemerintahan Soekarno untuk

mengganti sistem politik Demokrasi Parlementer menjadi Demokrasi Terpimptn?


Ilab I - Pcndahuluan

TUJUAN l>t<:NELITIAN .

Membcri gambaran sccara hisloris kondisi politik selama pemerinlahan


Republik Indonesia dalam sistem politik Demokrasi Palementer. Penekru1an
utruna adalah kepada kondisi-kondisi politis yang dipersepsikru1 pemerintahan
Soekarno yang dapat menghambat atau menghancurkan persatuan dan
kesatuan sesuai dengan tujuan utama pembentukan negara Indonesia.

2. Memberi gambaran berkaitan dengan perubahan yan~ terjadi karena pergantian


dari sistem politik Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Tekanan
utama terletak pada t~juan perubahan sistem politik tersebut dan gejolak politik
yang muncul karena perubahan tersebut.

3 Menganalisis faktor-faktor yang mendoro~g pemerintahan Soekarno untuk


mengganti sistem politik Demokrasi Parlementer menjadi Demokrasi
Terpimpin.

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian yang berusaha membahas faktor-faktor pendorong diterapkannya

sistem politik demokrasi terpimpin di Indonesia pada bulan Juli 1957 ini merupakan

kandungan dari analisis pemikiran politik. Vernon van Dyke dalam bukunya

Political Science : A Philosophical Analysis menyatakah bahwa pemikiran politik

dapat disebut teori poiitik yang mengandung ekspresi tentang ide-ide politik atau

philosophizing about government. Selanjutnya dikatakan bahwa teori politik

tersebut juga dapat mengandung dua pengertian, yaitu :

a. Sistem keyakinan politik secara menyeluruh.


b. Filsafat politik, dalarn arti analisis logis terhadap pemikiran politik yang
diungkapkan, baik secara eksplisit maupun implisit oleh aktor-aktor politik atau
para komentator pada proses poJitik (Vernon van Dyke, h. 89-95).
11ab I - Pendahuluan 9

Sehubungan dengan hal tersebut di alas, Manuel Kaisiepo men~~atakan

bahwa kajian mengenai pemikiran politik suatu bangsa di !'nasa lalu, sebenarnya

merupakan telaah mengenai sejarah atau tradisi intelektual bangsa itu sendiri.

KCliian mengenai pemikiran politik dengan sendirinya juga menyentuh bagaimana

proses pencarian, pengenalan dan pendalaman terhadap berbagai ide atau


'.
pemikiran pada suatu kurun waktu tertentu (Manuel Kaisiepo, Kompas 1994).

Fokus penelitian ini adalah faktor-faktor pendorong perubahan sistem

politik di Indonesia. Sedangkan sistem politik yang menjadi telaahan utama adalah

demokrasi terpimpin yang merupakan bentuk pemikiran presiden Soekamo pada J

saat itu. Untuk lebih dapat menguraikan pemikiran politik tersebut, penelitian ini

menggunakan pandangan dari Feith dan Castles, yang mengidentifikasi adanya lima

aliran pemikiran politik di Indonesia: Nasionalisme Radika1, Tradisionalisme Ja'..va,

Islam, Sosialisme Demokratis, dan Komunisme.

Atas dasar pemikiran-pemikiran politik Soekarno sebelum kemerdekaan

sampai dengan usaha pengisian kemerdekaan Indonesia dan substansi dari

demokrasi terpimpin, maka pemikiran Soekamo tersebut dapat dirnasukkan sebagai

aliran pemikiran nasionalisme radikal.

METODOLOGI PENELITIAN

Pemaharnan atas pemikiran politik demokrasi terpimpin Soekarno

mengandung paling tidak satu kesatuan politik, yaitu implikasi dexologis, yang

berarti suatu penelitian terhadap pemikiran politik yang dilakukan dengan

penekanan untuk mengagung-agungkan pemikiran politik tersebut. Kemungkinan

untuk jatuh ke dalam implikasi dexologis berkaitan dengan usaha pemahaman


Hab I - l'cndahuluan 10

pemikiran Soekarno cukup besar. Hal tersebut dikarenakan adanya penilaian

terbadap pernikiran-pemikiran Soekamo yang sedemikian besar serta secara

substansial pidalo-pidalo Soeknrno penuh dengan sifatnya yang puitis.

Untuk mengatasi .hal tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian

yang bersifat deskriptif analisis kritis. Sifat kritis dala,m hal ini merupakan usaha

rasional untuk memberikan argumentasi dalam diskursus yang memiliki

kornpehcnsibilitas. Sifat kritis penelitian ini juga sealur dengan pandangan

Immanuel Kant berkaitan dengan usaha w1tuk semakin lebih mendekati nomenon.

Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja tidak lepas dari metoda positifuya

Edmund Husser! yang disebut zu den Sachen selbst (kembali ke halnya sendiri).

Dengan demikian pemikiran politik demokrasi terpimpin berusaha dipaharni apa

adanya, bukan sebagai gagasan tentang pemikiran politik tersebut. Walau demikian,

penelitian ini juga tetap berpijak kepada kesadaran Paul Ricoeur bahwa meskipun

menempatkan diri kepada jarak historis tertentu, tetap tidak ada titik nol yang

menjadi awal. dari kritik (Sillnaryono, h. 106)

Me.ngingat objectum materiale penelitian ini ada dalarn konteks ilmu sosial,

maka jcjakm1 yru1g dipakai adalah a posteriori analitis Immanuel Kanl. Selain ilu

sesuai dengan pandangan Jurgen Habermas, obyek sosial dalam penelitian ini tetap

ditelusuri tidak hanya dengan prinsip historical empiricism yang cenderung

melepaskan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalanmya, tetapi JUga

memperhatikan pendalaman kontekstualnya (Jurgen Habermas, h. 10-11 ).

Metode hermeneutika dipakai dalarn penelitian ini terutarna untuk

membuka makna yang sesungguhnya dalam kerangka kontekstual. Hermeneutika


Bab 1 - Pcndahuluan II

Hans George Gadamer dipandang paling tepat sebagai alat pemahaman obyek

penelitian ini. dengan dasar bahwa pemahaman bukan gerak reproduktif. letapi

partisipasi kekinian yang produktif


BABll

PEMERINTAHAN PARTAI-PARTAI POLITIK

Pentmusan cita-cita kemerdekaan Indonesia pertama kali adalah pada akhir

tahun 1920-an. Pokok-pokok pikiran kemerdekaan Indonesia, dikemukakan oleh

Soekamo dengan tekanannya pada persatuan· dan kebesaran bangsa., serta Hatta

pada kemakmuran dan demokrasi (Herberth Feith dan Lance Castles, h. 1-2.

1988).

Pemikiran-pemikiran lebih lanjut setelah proklarnasi kemerdekaan RI

timggal 17 Agustus 1945 tetap bersumber kep(j.da paduan dua pemikiran tersebut

di atas. Tetapi setelah kehancuran Partai Nasional Indonesia yang berperan sebagai

partai negara, pemikiran tersebut tetap menyatu dengan penonjolan derajat yang

berbeda-beda di antara kesatu dengan yang kedua Partai Nasional Indonesia ini

ditetapkan berdirinya pada tanggal 22 Agustus 1945 tetapi kemudian pada 31

Agustus 1945 dicabut karena banyak yang menentang~ Partai negara tersebut hanya

berumur pendek, karena berasal dari Jawa Hokokai yang dicurigai sarat dengan

pengarUh Jepang.

Pada tanggaJ 14 November 1945 muncul suatu politik demokrasi

parlementer di Indonesia dengan Soetan Sjahrir sebagai perdana menteri. Dalam

pemerintahan Soetan Sjahrir, partai-partai politik dan organisasi politik mulai

dibangun berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Tujuan

diperkenankannya pendirian partai-partai politik dan organisasi politik ini, adaJah

(Wilopo, Jaman Pemerintahan Partai-partai dan Kelemahan-kelemahannya, h. 9-1 0)


13ub 2 - Pcmcrintahun l'artai-partai Politik

I. Untuk menjunjung tinggi asas demokrasi tidak dapat didirikan hanya satu partai
saja.
2 Oianjurk<m pembenlukan partai-partai politik untuk mudah dapal mengukur
kekuatan perjuangan Indonesia.
3 Dengan adanya partai politik dan organisasi politik, pemerintah dapat dengan
mudah meminta pertanggungjawaban para pemimpin barisan peijuangan.

Maklumat Pemerintah Indonesia tersebut merupakan realisasi usulan dari

Badan Pckerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang berfungsi dengan parlemen,

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia untuk mendirikan

partai-partai politik dengan batasan bahwa partai-partai politik dapat memperkuat

perjuangan bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan

rakyat. Maklumat pemerintah tersebut merupakan landasan legal yang kokoh bagi

eksistensi partai politik di Indonesia.

Lebih lq.njut Maklumat Pemerintah tersebut menyatakan adanya dua hal (M.

Rusli Karim, h. 64 - 65) :

1. Pemerintah menginginkan adanya partai-partai politik agar segala aliran/paham

yang ada dalam masyarakat Indonesia dapat disalurkan secar~ teratur.

2. Terdapat batas waktu untuk mendirikan partru politik, yakni sebelum

dilangsungkan pernilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada Januari

1946.

Klasifikasi M. Rusli Karim dengan menggunakan buku Kepartaian

Indonesia terbitan Kementrian Penerangan tahun 1951 dan penambahan Nahdlatul

Ulama yang resrni menjadi partai politik pacta tahun 1952 serta Partai Ikatan
Bab 2 - Pemerintahan Partai-parlai Politik 14

Pendukung Kemerdekaan Indonesia seperti tersebut dibawah ini dipakai dalam

penditia11 ini untuk menentukan lru1dasan pcmikiran Parlrii Sosialis Indonesia :

l. Dasar· Ketuhanan : Masjumi, Partai Serikat Islam Indonesia, Nahdlatul Ulama,


Pergerakan Tarbiyah Islamiah (Perti), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan
Partai Katholik.
·2. Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Persatuan Indonesia
Raya (PIR), Partai Indonesia Raya (Parindra), Partai Ral..-yat Indonesia (PRJ),
Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai
Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan
Ral..·yat (PKR), Serikat Keral-yatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia
(!Nl), Partai lkatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Rakyal
Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), dan Wanita Demokrat Indonesia
(WDI).
3. Dasar· Man:isme : Partai Komunis Indonesia (PKI), ·Partai Sosialis Indonesia
(PSI), Partai Murba, Partai Buruh, dan Persatuan 'rakyat Marhaen Indonesia
(Permai) .
4. Pa•iai Lain-lain : Partai Demokrat Tionghoa (PDTI), dan Partai Indo Nasional
(PIN).

2.1 Masa Kabinet Sjahrir·- Sjarifuddin

Dalrun pemerintahan demokrasi parlementer, partai-partai besar seperli

Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Masjurni dan Partai Sosialis

Indonsia berebut kedudukan di kabinet. Kabinet Sjahrir l sebagian besar adalah

orang-orang dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Hal ini mendatangkan banyak

perlawanan. Selain itu Tan Malaka yang tidak menyetujui Sjahrir berunding dengan

Belanda membangun persatuan Peijuangan untuk me'nentang pemerintah (M.C.

Ricklefs, h. 333 - 334).


13ab 2 - Pcmerintahun Partai-partui Politik 15

Pad a kabinet Sjahrir II, kabinet telah mulai memiliki anggota yang beragam

dari beberapa partai politik tetapi kebijakan politik kabinet ini tidak mengalami

perubahan . Oposisi semakin banyak, terutama dipelopori oleh Persalwm

Pe~juangan . Persitiwa 3 Juli 1946 yang berkesan pada penculikan Perdana Menleri

Soelan Sjahrir, mengakhiri kabinet ini . Dengan Maklumat Presiden no. l tahun

194o Presiden Soekarno emngambil alih kekuasaan pemerintahan untuk sementara

waktu, dengan pemyataan keadaan darurat.

Kehidupan kepartaian mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika

pada kabinet Sjahrir III . Komposisi anggota kabinet merupakan perpaduan dari

berbagai kekuatan politik yang ada di Indonesia. Usaha pemerintah meratifikasi

perjanjian Linggarjati menjadi pertentangan antara partai-partai politik dan

organisasi-organisasi politik yang ada pada saat itu. Pertentangan tersebut dan

perpecahan yang terjadi dalam PSI milik Soetan Sjahrir menyebabkan berubahnya

kabinet Sjahrir III.

Kabinet Amir Sjarifuddin yang dibentuk 3 Juli 1947 sangat mengutamakan

keberhasilan untuk melanjutkan perundingan-perundingan dengan Belanda.

Persetujuan Renville terlaksana, tetapi Masjumi dan Partai Nasional Indonesia

menarik dukungannya terhadap kabinet Sjarifuddin karena memandang persetujuan

tersebut sangat merugikan Indonesia Dengan mlilldurnya dukungan kedua partai

besar tersebut, dan ditambah dengan perpecahan dalam SI, kabinet Sjarifuddin

han cur.
l3ab 2 - Pcmcrintahan Parta i-parlai Polilik I(,

2.2 Masa Kabinet Hatta

Pada langgal 27 Desember I 949 lerbentuk kabinel Hatta yang merupakan

kabinel administrator lembaga kabinet solidarity makers. Kabinet Halla bukan

t• mediator yang akhli membangunsolidaritas di antara kelompok-kelompok yang

memiliki tingkatan berbeda dan tidak berperan sebagai manipulator simbol-simbol

integrati( tetapi terdiri dari ahli-ahli administratif yang mengutamakan teknis dan

Jegalitas dengan kemampuan anggota-anggota yang relatif sejajar.

Dalarn kabinetnya Hatta merupakan orang yang memiliki dukungan politik

yang besar terutarna karena keberhasilanny;;t dalam · Konferensi Meja Bun dar

(Herberth Feith, h. 51). Pembentukan kabinet ini tidak lepas dari keinginan

berbagai parpol untuk dapat secepatnya mengatasi krisis nasional. Landasan

pembentukan kabinet ini tidak pada suatu program parta.i politik tertentu atau

koalisi dari berberapa partai politik, tetapi pacta pemenuhan kepentingan bersama.

Hal ini terbuk.1i dengan anggota-anggota kabinet yang diambil dari Masjumi, Partai

Nasional Indonesia, Partai Kristen, Partai Sosialis dan yang tidak berpartai.

Kabinet Hatta tetap meneruskan perjanjian dengan Belanda yang telah

disetujui dan melakukan perbaikan-perbaikan pada pemerintahan sebelumnya. Hal

tersebut dapat dilihat dari program kabinet Hatta :

1. Menyelenggarakan persetujuan Renville dan meneruskan perundingan


berdasarkan segala sesuatu yang sudah terbentuk.
2. Mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat.
3. Mengadakan nasionalisasi ke dalam
4. Pembangunan.
l~ab 2- Pcmcrinlahan J>arlai-parlai Polilik 17

Komposisi kabinet Hatta dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (Herberth

Feith, h. 46-47) :

Tabel2
Komposisi Kabinct Hatta

JABATAN PEJABAT ASAL PART AI

Pcrdana Mcntcri dan Drs. Mohanunad Halla RI Non partai


Menteri Urusan Luar
Negeri
Mcnteri Urusan Dalam Ide Anak Agung Gde Agung Indonesia Non partai
Negeri Timur
Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX RI Non partai
Menteri Keuangan Mr. Siafruddin Prawiranegara RI Masiumi
Menleri Kcscjahtcraan lr. Djuanda RI Non parlai
Menteri Pendidikan dan Dr. Abu Hanifa~ Rl Masjumi
Kebudayaan I

Menteri Tenaga Kerja Mr. Wilopo RI PNI


Mentcri Kclwkimah Prof. Mr. Dr. Supomo RI Non partai
Menteri Komunikasi dan Ir. Herling Laoh Rl PNI
Pekerjaan Umum
Menteri Informasi Arnold Mononutu Indonesia PNI
Timur
Menteri Kesehatan Dr. Johannes Leimena RI Parkindo
Menteri Urusan Sosial Mr. Kosasih Purwanegara Pasundan Non partai
Menteri Urusan Agama K.H. Wachid Hasiim R1 Masjumi
Menteri Negara Sultan Hamid II Kalimantan Non partai
Barat
Menteri Negara Mr. Mohammad Roem RI Masjumi
Menteri Negara Dr. Suparmo Madura Non partai

Bagi kebanyakan partai, kabinet Hatta dapat diterima sebagai alat atau

intkomest (jalan) untuk mengatasi dan selanjutnya menghindarkan berbagai krisis

dalam negara republik Indonesia Kabiriet Hatta berdasarkan orang-orang yang

menjadi anggota dan prograrnnya dinilai mempunyai pengaruh kuat keluar dalam

arti mendapat penghargaan dan kepercayaan dunia dan ke dalam yang berarti

sanggup memelihara peraturan rakyat yang bulat, menJaga semangat


Hub 2 - J>cmcrinlahan l'urlai-purlui Polilik IX

perJuangannya, rnembasmi koruptor dru1 para pengacau scrta mengatur

pembru1gunan negara (PSL Sikap Klta, h. 12).

Dukungan partai-partai terhadap kabinet Hatta mt secara garis besar

didasarkru1 kepada pertimbru1gan-pertimbangru1 :

I. Untuk mengatasi krisis politik yang diakibatkan oleh pembubaran kabinet Amir
Sjarifuddin.
2. Menjaga persaluan nasional dan menghindarkan agitasi devide et impera yru1g
berusaha memisahkan ral...;at dengan pemerintah.
3. Mempcrkuat kcdudukru1 pcmcrintah yang sedang menghadapi perundingan
politik sebagai kelanjutan dari prsetujuan yang sudah dicapai dengan Belanda.
4. Untuk turut menyusun sendi pertahanan dan · pembangunan masyarakat dan
negara.
5. Untuk turut memperbaiki kedudukandan derajat negara Indonesia dalrun
pru1dangan internasional.

2.3 Masa Kabinet Natsir (September 1950- Maret 1951).

Pada tanggal 6 September 1950 Mohan1mad Natsir dari Partai Masjurni

mengajukan formasi kepada kabinetnya dan kepada presiden dan kemudian

disahkan. Susunan kabinet Natsir tersebut dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini

(Herberth Feith, h. 150).

Pada masa kabinet Natsir, muncul pembicaraan tentang Iriru1 Barat atau

Guinea Baru sebelah Barat antara pemerintah Indonesia dengan Belanda. The

Netherlands - Indonesian Union mendirikan Joint Committee on New Guinea yang

mengadakan beberapa pertemuan dan petjalanan ke Irian Barat. Dari sudut

pru1dru1g Indonesia, merupakan hal yang penting bahwa Irian barat menjadi rnilik

Indonesia sesuai dengru1 Konferensi Meja Bundar pada tanggal 27 Desember 1950

yang merupakan akhir 12 bulan kekuasaan Belanda di Irian Barat.


Bah 2 - Pemerintahan Partai-partai Politik 19

Tabel3
Komposisi Kabinet Natsir

JABATAN PEJABAT PART AI

Perdana Menter\ Mohanunad Natsir Masjumi


Wakil Perdana Menteri Sultan Hamengku 8uwono IX Non partai
Mentcri Urusan Luar Negeri Mr. Mohammad R<X:m . Masjumi
Menteri Interior Mr. Asaat Non partai
Mcntcri Pertahanan (ad interim) Dr. Abdul Halim Non partai
Menteri Kehakiman Mr. Wongsonegoro PIR
Menteri lnformasi M.A. Pellaupessy Fraksi Demokratik
Menter\ Kcuangan Mr. Sjafruddin Prawirancgara Masjumi
Menteri Pertanian Mr. Tandiono Manu PSI
Mentcri Perdagangan dan Dr. SumitTo Djojohadikusumo PSI
Industri
Menteri Komunikasi lr. Djuanda Non partai
Menteri Pekerjaan Umum Prof. H. Johannes PIR
Mcntcri Tcnaga Kcrja R.P . Suroso Parindra
Menteri Urusan Sosial F.S. Harjadi Katolik
Menteri Pendidikan Dr. Bahder Djohan Non partai
Mcnteri Urusan Agama K.H. Wachid Hasjim Masjumi
Menteri Kesel1atan Dr. Joltannes Leimena Parkindo
Menteri Negara Harsono Tjokroaminoto• PSII

Dalam pemerintahan kabinet Natsir, Irian Banit merupakan isu domestik

yang paling banyak dibicarakan. Pemerintah mendirikan Badan Perdjoeangan Irian

yang bertugas untuk memberikan penerangan kepada rakyat di berbagai daerah.

Bagi Presiden Soekamo, Irian Barat menjadi perhatian utama yang selalu

disinggung dalanl. setiap pidatonya di setiap daerah. Bahkan pada tanggal 17

Agustus 1950, menjelang pemerintahan kabinet Natsir, pada peringatan

kemerdekaan Indonesia menyatakan :

This is not a trifling question; this is a major issue ... This is a national
task for us which cannot be evaded : because we have pledge that we will
fight till the end of time as long as one part of our country- however small
that part may be - is not yet free! We still. hope that West Irian will be
returned to us within this year. (Soekamo, 1965, h. 99- 121).

"Harsono m cngundurkan diri dari kabinet pada tanggal 31' Desember 1950.
13ab 2 - Pcmcrintahan Partai-partai Politik 20

Berkaitan dengan keinginan untuk merebut Irian Barat, terdapat dua

strategi. Pertama, kabinet Natsir mencoba berusaha untuk bertindak tidak dengan

kekerasan. tetapi menggunakan jalur diplomasi. Hal ini sesuai dengan keinginan :

a. agar tidak terjadi tindakan-tindakan agitas politik di dalam negen supa~·a

Belanda tidak meneruskan penguasaannya atas Irian Barat


b. y<mg didasarkan kepada pandangan bahwa Belru1da ~empunyai good sense
c. munculnya kemungkinan tekanan Amerika Serikat terhadap Belanda.

Strategi yang kedua dikembangkan oleh Presiden Soekarno Wltuk

mengorganisir power domestik. Tuntutan untuk menggunakan kekerasan untuk

merebut Irian Barat datang dari Sutomo, yang kelak menjadi pemimpin Partai

Rak-yat Indonesia. Sutomo mengatakan bahwa pada tanggal 9 November 1950

mendesak pemerintah untuk melakukan boikot ekonomi kepada Belanda bila tidak

menyerahkan Irian Barat pada tanggal 27 Desember 1950. Partai Sosialis Indonesia

sangat mengecam usul Sutomo ini karena tidak sesuai dengan semangat demokrasi

(Herberth Feith, h. 157-160).

Pada tanggal4 Januari 1951 muncul dua mosi.tentang masalah Irian Barat

terhadap kabinet Natsir. Dua mosi ini dilatarbelakangi oh~h perbedaan pandangan

yang teijadi dalarn parlemen sehubungan dengan hasil Konferensi Meja Bundar

yang memuat status pernilikan Irian Barat. Anggota Partai ~omwlis Indonesia dan

Partai Murba menghendaki agar persetujuan pada Konferensi Meja Bundar

dicabut, sedangkan yang lain menghendaki revisi terhadap perjanjian Konferensi

Meja Bundar. Mosi yang pertarna berasal dari Mr. Djody Gondokusumo dari Partai

Rak-yat Indonesia yang menghendaki pemerintah :


Bub 2 - Pcmerinlahan Parlai-parlai Politik 21

I. to be prepared to conduct ji.~rther negotiations with the Netherlands on the

basis (~(the tran.~lcr ofindonesian sovereignty over West Irian ;


2 to give the Nther/and~· at most two months to answer the Indonesian demand as
in ( /) ahove: and
3. to abrogate the Union State and review the results of the Round Table

C01~(erence and other agreements with the Netherlands with a view to


abrogating all agreements wich are damaging to Indonesian if this is no Dutch
answer, or no satisfactory Dutch answer, within the time stipulate above.

Mosi yang kedua berasal dari Rahendra Kusnan, ditandatangani oleh

anggota-anggota Partai Nasional Indonesia dan Partai Serikat Islam Indonesia

(Herberth Feith, h. 164) :

1. to continue to demand the immediate incorporation of West Irian into the


territory of the Republic of Indonesia, on the basis of its having the same status
as othe areas of Indonesia;
2. to abolish the Indonesian - Dutch Union, and

3. to review the other results of the Round Table Conference within three months
with a view to obtaining their abrogation.

Pacta tanggal 10 Januari 1951 kabinet Natsir tidak menerima rnosi Kusnan,

tetapi ada perbedaan kecil dalam pendirian mosi tersebut dan 'memasukkannya ke

dalam modi Djody. Dengan demikian mosi tersebut menyatakan bahwa negosiasi

dengan Belanda hanya di atas dasar transfer kekuasaan atas Irian.

Pacta saat yang sama, diambil suara atas mosi Kusnan yang ditandatangani

anggota Partai Nasional Indonesia dan Partai Serikat Islam Indonesia. Dalam

pemungutan suara ini Partai Sosialis Indonesia abstain dan hasil akhir merupakan

kekalahan mosi Kusnan.


Bab 2 - Pemerinlahan Partai-parlai l'olilik 22

2.4 Masa Kabinet Sukiman

Pada Langgal ~I Maret 1')5 I kabinel Nalsir bcrhcnli dan lima han

berikutnya Presiden Soekamo meminta kepada Mr. Sartono, seorang pemimpin

Partai Nasionalis Indonesia dan ketua parlemen WJtuk rnembentuk suatu kabinel

koalisi nasional pada suatu basis yang lebih luas.

Selama 28 hari Mr. Sartono bekerja tmtuk membentuk kabinel yang

merupakan koalisi antara Partai Nasionalis Indonesia dengan Masjumi. Kesulitan

yang dialam.i Mr. Sartono bersumber kepada keinginan kedua partai tersebut yang

terus menenlang masalah pajak dan adanya dewan-dewan regional yang didasarkan

kepada Regulasi 39. Disamping itu juga mernperrnasalahkan hubungan Indonesia

dengan Belanda terutama rnengenai Irian Barat. Partai Nasionalis Indonesia

rnenginginkan penghapusan unilateral dari Uni Indonesia - Belanda dan beberapa

perubahan dari perjanjian Konferensi Meja Bun4ar, sedangkan Masjurn.i

menghendaki sernua penundaan kesepakatan yang dibuat atas dasar persetujuan

bilateral. Selain hal tersebut, kesulitan utarna Mr. Sartono terletak kepada

penentuan perdana rnenteri dalarn kabinet tersebut. Kornposisi kabinet Sukirnan

dapat dilihat pada tabel4 di bawah Herberth Feith, h. 180).

Pada masa pemerintahan kabinet Sukirnan, terdapat kesan adanya usaha

perluasan kekuasaan dari Partai Nasionalis Indonesia dalam struktur Pamong

Pradja dengan menempatkan Sudiono di Sulawesi sebagai gubemur. Gubemur

yang berasal dari Partai Nasionalis Indonesia telah banyak, antara lain di Surnatera

Selatan, pulau-pulau Sunda Kecil, Jawa Timur dan Kaliinantan. Pengangkatan

Sudiono di Sulawesi rnendapat reaksi negatifkarena ket.tirunan Jawa. Pada tanggal

5 September 1951 rnos1 Iskaq diungkapkan. Dalarn pengarnbilan suara,


l!ub 2- l'eineiiillahan i'uiLui-purlui Polilik

Masjumi, Partai Nasionalis Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia meninggalkan

ruanga.n. Tindaka.n meninggalka.n rua.nga.n ini merupaka.n ungkapa.n tida.k setuju

untuk menekankan kesukuan da.lam pertimbangan.

Tabel4
Komposisi Kabinet Sukiman

.JA8ATAN PEJABAT PARTAI

Perdana Menteri Dr. Sukiman Wi~josa ndjqjo Masjumi


Wakil Perdana Menteri Suwirjo PNI
Mcntcri Urusnn Lunr Ncgcri Mr. Achmnnd Subarc~jo Masjumi
Menteri Interior Mr. lskaq Tjokroadisurjo PNI
Menteri Pertahanan (ad interim) Sumitro Kolopaking" PIR
Menteri Kehakiman Mr. Muhammad Yamirn" Non partai
Menteri. lnformasi Arnold Mononutu PNI
Mcnteri Keuangan Mr. Jusuf Wibisono Masjumi
Menteri Pertanian Ir.Suwarto Katolik
Menteri Perdagangan dan Industri Mr. Sujono Hadinoto • PNI
Menteri Komunikasi Ir. Djuanda Non partai
Menteri Pekerjaan Umum Ir. Ukar Bratah.'Usumah PNI
Menteri Tenaga Kerja lr. Tecljasukmana . Buruh
Menteri Urusan Sosial Drs. Samsuddin Masjumi
Mcntcri Pendidikan Mr. VVongsonegoro PIR
Menteri Urusan Agama K.H. Wachid Hasjirn Masjumi
Menteri Kesehatan Dr. Johannes Leimena Parkindo
Menteri Umum M.A. Pellaupessy Fraksi Demokratik
Menteri Kepcgawaian R.P. Suroso Parindra
Menteri Agraria ---------- •

"Sumitro Kolopaking sebenarnya tidak pernah ditunjuk. Tanggal 4 Mei ia


mengumumkan bahwa ia te1ah merubah pik.irannya dan tidak akan menerima penunjukkannya
sebagai menteri. Tanggal 9 Mei Sewaka dari PIR ditunjuk mengisi posisi ini.

"Mr. Yami mengundurkan diri pada tanggal 14 Juni 1951. Ia digantik.an hari itu juga
o1eh M.A. Pellaupessy yang bertindak sebagai Menteri Kehakiman ad interim (dan juga scbagai
Menteri Umum) sampai 20 November, ketika Mr. Muhammad Nastun (non partai) m~ngisi
jabatim Menteri Kehakiman.

·Mr. Sujono Hadinoto mengundurkan diri tanggal 16 Juli. Tiga hari kemudinn in
digantikan o1eh Mr. Wilopo dari Partai Nasionalis Indonesia.

•Posisi kosong ini akhirnya pada tanggal 20 November 1951 diisi o1eh Mr.
Gondokuswno dari PIR, yang mcningga1 tangga1 6 Maret 1952.
lluh 2 -l'l'lll<..'lllllidiulll'uilUI-pullUII'llllllk 2·1
------------------~--------------------------------------

Pad a tanggal 3 Agustus I<)51 terdapat usaha untuk menguasa1

pemerintahru1 Indonesia yang berasal dari sejumlah orang dari Jawa Timur, seperti

yang diungkapkan oleh koran .Java Post. Gerakan ini disebutkan mempunyai

hublli1gru1 dengan organisasi ilegal di luar negeri (Uni Soviet) yang bekerja sama

dengan Partai Komlffiia Indonesia dan melibatkan or~g-orang keturlffian Cina di

Indonesia.

2.5 Masa Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)

Setelah kegagalan kabinet Sukiman, timbul harapan besar akan dibentuk

kabinel yang' lebih efektif dan mempunyai kekuatan lUlluk' menghadapi setiap

tanltU1gm1. S<U1gat dibutuhkan suatu kabinet yang mempunyai seorang pemimpin

yang inspiratif dan beijangkauan ke masa depail.. Pacta saat itu pembentukan

kabinet seperti yang diharapkan tersebut sangat sulit. Terdapat ketegangan antara

partai-partai dan menurut Herbert Feith terdapat beberapa isu menonjol yang

kemlUlgkinan besar akan ditentang oleh Masjwni dan Partai Nasionalis Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Partai Sosialis Indonesia

menghendaki suatu kabinet yang tidak hanya didukung oleh satu partai dan

merupakan kabinet bisnis. Menurut Partai Sosialis Indonesia kabinet bisnis m1

mempllilyai ciri-ciri sebagai berikut (Herberth Feith, h. 226) :

1. Jabatan dalam kabinet diisi oleh orang-orang yang memiliki kemarnpuan teknis
yang tinggi
2. Mempunyai kemampuan untuk mereduksi ketegangan antar partai politik
3. Tidak terlalu menekankan postur ideologis
4. Secara internal kohesif
5. Mampu bergerak cepat menuju pemilihan umum nasional.
13ah 2 - Pemt:rintahan Parlai-partai Politik 25

Pacta tanggal 30 Maret 1952 Wilopo berhasil menyusun kabinet

berdasarkan kesatuan, teamwork dan orientasi politik yang bersifal umum. Formasi

kabinet Wilopo adalah sebagai berikut (Herberth Feith, h. 22g - 229) :

Tabel5
Komposisi Kabinet Wilopo

JABATAN PEJABAT PART AI

Pcrdana Mcnlcri Mr. Wilopo PNl


Wakil Pcrdnna Mcntcri Prawoto Mangkusasmito Masjumi
Mcntcri Urusan Luar Ncgcri Mukarto Notowidigdo PNI
Mcnteri lnterior Mr. Mohammad Roem Masjumi
Mcnteri Pcrtahanan Sultan Hamengku Buwono IX lndependcn
Mcnleri Kehakiman Mr. Lukman Wriadinata PSI
Menleri Informasi Arnold Mononutu PNI
Menteri Keuangan Dr. Sumitro Djojohadikusumo PSI
Menteri Pertanian Mohamm:ad Sardjan Masjumi
Mentcri Urusan Ekonomi Mr. Sumanang PNI
Menteri Komunikasi Ir. Djuanda Indepcnden
Menteri Pekcrjaan Umum Ir. Suwarto Katolik
Menteri Tenaga Kerja I. Tedjasukmana Buruh
Menteri Urusan Sosial Anwar Tjokroaminoto PSII
Mentcri Pendidikan Dr. Bahder Djohan Independen
Menteri Urusan Agama K.H. Fakih Usman Masjumi
Mentcri Kesehatan Dr. Johannes Leimena Parkindo
Menteri Kepegawaian R.P . Suroso Parindra

2.6 Kabinet Ali Sastroarnodjojo (Maret 1956 - Mar-et 1957)

Kabinet Ali Sastroamidjojo merupakan kenyataan dari kegagalan partai-

partai pemerintah dan ketidakmampuan politik dalam mengatasi berbagai gejolak

yang muncul. Kenyataan politik ini pada tahun 1957 dipakai oleh Soekarno sebagai

alasan diterapkannya konsepsi Demokrasi Terpimpin. Dalam kabinet ini, tidak

seorangpun dari anggota kabinet Burhanuddin Harahap ada di dalamnya dan tidak

ada seorangpun wakil dari Partai Sosialis Indonesia. Dalam hal ini, kritik Partai
ll:~h .' l'<'llll'lllil:lli:lll 1'1111:11 Jlllll/11 l'<>lillk

Sosialis Indonesia pada awalnya tertuju pada komposisi anggota-anggota kabinet

tersebut yang dinilai tidak mewakili keingimm rakyat.

Pada pertengahan tahun 1956, Partai Sosialis Indonesia mengkritik

pemerintah karena ban:yak pejabat yang sebenamya tidak memiliki pekerjaan yang

harus dikerjakan. Dalam struktur pemerintahan yang qibentuk Ali, terdapat banyak

elemen struktur yang sebetulnya tidak diperlukan, sehingga menyebabkan banyak

pejabat dalam slruktur tersebut tidak mempunyai pekerjaan yang harus

diselesaikan.

Selain hal tersebut di atas, kritik Partai Sosialis Indonesia juga tertuju

'kcpad:1 pcndominasim1 parlcmcn olch pemerintah dtm pemimpin-pemimpin pm·ta.i.

Hal tersebut senada dengan pemyataan Mohammad Hatta pada bulan November

J <)56, "]>artie.\· ... have been made into an end in themselves, the state being their

tool ... The standing of the government has become that of a messenger boy of the

politi(.:al parties" (Herberth Feith, h. 511). Dominasi terhadap parlemen oleh

pemerintah merupakan peniadaan demokrasi. Demikian, juga dominasi-dominasi

yang dilakukan oleh para pemimpin partai merupakan penguasaan yang tidak akan

marnpu memenuhi keinginan rakyat dalam segala lapisan.

Sikap kritis Partai Sosialis Indonesia terhadap kabinet Ali ini menyebabkan

munculnya tuduhan bahwa Partai Sosialis Indonesia berusaha menjatuhkan

pcmcrinlah dcngm1 usaha-usaha menyebarkan anti C:i:na dan anti Jawa serla

permusuhan regionalitas. Tidak dapat disangkal bahwa pers yang simpati terhadap

Partai Sosialis Indonesia antara lain Mingguan Siasat terus menerus mewartakan

kasus Han dan Lie serta para pelamar keturunan Jawa yang memasuki akademi

kepolisian lebih mendapatkan kesempalai1 untuk diterima. Pers yang simpati


Huh 2 - 1\::merintuhun l'urlui-purlai l'olitik 27

terhadap Partai Nasionalis Indonesia bahkan menyatakan bahwa usaha-usaha

lersebul di alas dilakukan Parlai Sosialis .lndonesia karena kalah dalam pemilihan

umum 1955.

Kondisi politik yang tergambar di atas menurut Herbert Feith sangal

menguntw1gk<m Presiden Soekarno untuk melaksanakan konsepsi !Jemokrosi

. Terpimpin. Atas kegagalan partai pemerintah, Soekarno berusaha melawan para

politikus partai sehingga mendapat simpati dan kepercayaan dari para pemimpin

regionalis. Selain itu Soekarno berusaha untuk menjagajarak dari kabinel Ali yang

saat itu mendapatkan berbagai kritik yang berasal dari ~etidakpuasan politik. Pada
J

saat itu Soekamo tampak mempunyai solusi yang Iebih luas, komprehensif dan

secara ideologis lebih memuaskan daripada solusi yang pemah ada. Formasi

kabinet Ali ini bisa dilihat pada tabel6 di bawah. (Herberth Feith, h. 469- 470) :
nab 2 - l'cmcrintahan Parlai-partai Politik 2X
- -- - --------=-------- -- - -- -- --·- - -

Tabel6
Komposisi Kabinet Ali

JABATAN PEJABAT PART AI

Pcrdnnn Mcntcri Mr. Ali Saslroamidjojo PNI


Wakil Pcrtama Perdana Menteri Mr. Mohanunad Roem Masjumi
Wakil Kedua Perdana Menteri ldham Chalid NU
Menteri Urusan Luar Negeri Roeslan Abdulga)li PNI
Mcntcri Interior Mr. Sunarjo NU
Mcnteri Perlahanan (ad interim) Mr. Ali Sastroamidjojo PNI
Mentcri Kehakiman Prof. Mr. Muljatno Masjumi
Menteri lnformasi Sudibjo PSII
Menteri Keuangan Mr. JusufWibisono Masjumi
Menteri Pertanian Eni Karim PNT
Wakil Mcnlcri Pcrtanian Sjcch Marhaban PSII
Mentcri Urusan Ekonomi Mr. Burhanuddin NU
Wakil Menteri Urusan Ekonomi N.F. Umbas I
Parkindo
Menteri Komunikasi Sucl1iar Tedjasukmana Masjumi
Wakil Menteri~omunikasi A.B. de Rozario Katolik
Mcnlcri Pckcrjaan Ulnum Ir. Pangcran Noor Masjumi
Mcntcri Tenaga Kerja Sabilal Rasjad PNI
Menteri Urusan Sosial K.H. Fatah Jasfu NU
Mcntcri Pcndidikan Sarino Mangunprailo(J) PNl
Mcntcri Urusan Agama K.H . Iljas NU
Menteri Kesehatan Dr. H. Sinaga Parkindo
Menleri Agraria Prof. Mr. Soehardi Katolik
Menteri Negara Urusan Veteran Dahlan Ibrahim IPKI
Menteri Negara Hubungan Parlemen H. Rusli Abdul Wahid Perti
Menteri Negara Urusan Perencanaan Ir. Djuanda Non partai

2.7 Masa Kabinet Djuanda

Pada bulan April 1957 Soekarno membentuk kabinet Karya yang dipimpin

oleh Djuanda Kartawidjaja, seorang politisi yang tidak tergabung dalam suatu

partai. Alasan Soekarno merrrilih Djuanda antara lain karena terdapat permusuhan

yang semakin dalam diantara partai-partai yang ada. Walau demikian, bila dilihat

dari komposisi anggota kabinetnya, tampak sebagai koalisi antara Partai Nasionalis

Indonesia dan Nahdlatul Ulama.


l3ab 2 - Pcmcrinlahan Pllrlai-parlai Polilik 2'J
------------------~--------------------------------------

Kabinet ini mengalami berbagai masalah yang mengarah kepada pergernkru1

nasional. Pada bulan September dan Oktober 19Yl berlangsung pertemuan di

Sumatera antara Kolonel Simbolon. Kolonel Sumual dari Permesta dan Kolonel

Lubis. Hasil pertemuan tersebut menandaskan bahwa (M. C. Ricklefs, h. 393).

I. diselenggarakan pemilihan umum untuk memil~ s;~orang presiden baru gLma


mengakhiri kegiatan-kegiatan Soekamo yang pro Partai Komunis Indonesia.
2. Nasution dan staf di pusat diganti .

3. Partai Komunis Indonesia dilarang.

Demikian juga Masjumi dalam waktu yang hampir bersamaan mengadakru1

Mukiamar Ulama se Indonesia di Palembang yang menghasilkan pemyataan bahwa

Partai Komunis Indonesia hams dilarang karena Komunisme bagi kaum muslim

adal'ah haram. Selain itu pada bulan November sidang-sidang M<Yelis Konstituante

mengalami kemacetan karena percekcokan antara pihak yang menghendaki Islam

dengan yang menghendaki Pancasila sebagai dasar falsafah bagi suatu undang-

undang dasar baru.

Berdasarkan kenyataan bahwa kabinet Djuanda tidak mampu menangani

masalah-masalah yang terjadi, pada bulan Januari 1958 Partai Sosialis Indonesia

menuntut pembenlukan kabinet baru. TW1tutan tersebut ditolak oleh Soekarno dan

Partai Nasionalis Indonesia dan Nahdlatul Ulama berusaha terus mempertahankan

kabinet Djuanda. Pada tanggal 10 Februari 1958 tuntutan pembubaran kabinet juga

datang dari Pertemuan di Padang antara para perwira militer dan para pemimpin

Masjumi (Natsir dan Sjafruddin) serta Sumitro Djojohadikusumo dari Partai

Sosialis Indonesia. Selain itu Pertemuan di Padang juga menuntut (M.C. Ricklefs,

h. 396) :
Bub 2 - Pemerintahan Partai-partai Politik 30

I. 1-Jatta dan Sultan Hamengku Buwono IX harus ditunjuk untuk membenluk


kabinet karya baru.
.., Soekarno harus kembali ke posisi konstitualnya, yaitu presiden hanya sebagai
lambang.

Para pemimpin Partai Sosialis Indonesia di Jakarta tidak berhasil mencegah

munculnya pemerintahan pemberontak yang terkenal dengan sebutan Pemerintah

Revolusioner Republik indonesia (PRRI) yang berinarkas di Bukittinggi. Pada

tanggal 17 Februari 1958 pemberontak Permesta bergabung dengan PRRI


BAB Ill
DEMOKRASI TERPIMPIN

3. I Pemil<iran Politik Hegel dan Tmdisionalisme Jawa

Dalam bukw1ya y<mg berjudul Philosophy of Right, Hegel menyatakan bal1\\'a

negara modern merupakan implemenlasi rasionalitas dan kebebasan. Secara dialektis.

pertentangan W1tuk memperebutkan kadar kebebasan antara individu dan masyarakat

melahirkan negara sebagai sintesa. Sejarah merupakan proses dari kebebasan terbatas

men~ju kebebasan yang semakin besar.

Berdasarkan pernyataan tersebut di alas, seringkali ditafsirk<m bahwa w1tuk


J

mewujudkan tujuan negara haruslall dipimpin oleh seorang yang kuat dan dapat

dipercaya Rakyat harus mengikuti kehendak pemimpin tersebut dan bahkan alles was

der mensch ist, verdank er dem staat.

Mirip dengan pandangan di atas, Tradisionalisme Jawa seperti yang diuraikan

Supomo dan Ki Hajar Dewantoro menyatakan ballwa individu hanya berarti bila ada

dalam masyarakat, sebab masyarakat merupakan totalitas. Dalam pernik iran S upomo

dan Ki Hajar Dewantoro, negara adalah patrirnoniaVcorporated state, dalam arti

rakyat sebagai individu diwakili negara sebagai totalitas 1. Dengan demikian pirnpinan

negara sangat menentukan dan ral)'at harus rnendukung dan menaati segenap

kemauannya.

Pemikiran Hegal dan Tradisionalisme Jawa secara ringkas dipaparkan kerane

terdapat pandangan yang menyatakan bahwa kedua pemikiran tersebut mempengaruhi

corak pemerintahan Demokrasi Terpimpin.

1
Supomo menyatakan total iter, tetapi maksudnya adalah totalitas. Kita mengcnal tulisan
Suporno dari Moh . Yamin.
13ab 3 - Demokrasi Terpirnpin 32

3.2 Landasan Demokl'asi Teqlimpin

Mcnurut Feith, sejak tahun 1956 perjalanan polilik di Indonesia didasark<m

atas garis etnis dan geografis. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai kelompok di

luar Jawa, misalnya : De\:..'an Ban,t eng di Sumatera Barat, Garuda di Sumatera Selatan

dan Permesta di Indonesia Timur. Perpecahan ke dalam kelompok-kelompok politik

tersebut semakin meruncing dengan ditambah kenyataan bahwa:

• kabinet-kabinet koalisi sering jatuh,

• politisasi atau repolitisasi penduduk sebagai akibat persamgan partai-partai

sebelum pemilu 1955,


'
• menyebamya kekuatan kera.J...')'atan ke dalam politik etnisitas dan sentrifugalisme.

Keadaan tersebut ditambah dengan meletusnya pemberontakan PRRI

mendorong elit melakukan restrukturisasi politik. Pertentangan-pertentangan yang

kompleks menyangkut restrukturisasi inilah akhimya melahirkan Demokrasi

Terpimpin (M. Karim, h. 138-9).

Sistem liberalisme yang terkandung dalam Demokrasi Parlementer dipandang

sebagai penyebab setiap perpecahan dan kegagalan delapan kabinet serta munculnya

berbagai persaingan politis yang tidak sehat. Dengan demikian sistem ini tidak cocok

dengan bangsa Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut Soekarno memunculkan

konsep 'retooling' untuk menghapus semua hal yang berkaitan dengan liberalisme

serta hanya mengakui hak hidup 10 partai politik yang relatif tidak dapat berfungsi

seperti sebelumnya. Menurut Soekamo dan juga didukung oleh Selo Soemardjan

(dalam Feith dan castles, Demokrasi Terpimpin dan Tradisi Kebudayaan Kila) bahwa
Bub 3 - Dcmokrasi Tcrpimpin 33
------------~~~----------------------------------------

yang cocok dengan masyarakat Indonesia adalah pemerintahan yang terpusat, yang

tercakup dalam konsepsi Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin sebagai suatu sistem politik di Indonesia sccara lonna!

dan jelas dimulai pada tahw1 1959 ketika sidang konstituante tidak berhasil

mendapatkan dukungan 2/3 untuk kembali ke UUD 1945 . Landasan formal bagi

sistem politik ini terdapat dalam :~

I. Dekrit Presiden 5 Juli 1959. ;


2. Pidato presiden Soekamo tariggal 17 Agustus 1959 yang terkenal dengan sebutan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).

Pada tahun 1958 sewaktu pemerintahan kabinet Djuanda, partai-partai politik

sudah mulai kehilangan sebagian besar hak yang pemah dimilikinya. Kekuasaan

kabinet Djuanda semakin tereduksi, sedang kekuasaan presiden Soekarno semakin

besar. Walau demikian, presiden Soekarno menyatakan bahwa Demokrasi Terpimpin

belwn dilaksanakan (Herberth Feith, h. 71).

Tidak dapat diingkari bahwa terjadi pertentangan yang arnat besar antara

pemerintah pusat dengan daerah, terutama dengan para pelopor pendirian Pemerintah

Revolusioner Republik Indonesi~ pada akhir kabinet Djuanda. Pada saat itu dapat

dinyatakan bahwa sistem politik Demokrasi Parlementer berakhir. Untuk mengatasi

pertentangan-pertentangan tersebut, pada tanggal 22 April 1959 presiden Soekarno

mengusulkan agar sidang Konstituante memutuskan untuk mengganti UUDS 1950

dengan UUD 1945. J.D. Legge dalam hal ini menyatakan bahwa banyak partai yang

ada saat itu memandang keinginan Soekamo untuk "kembali ke UUD 1945 untuk

mendapatkan kekuasaan mutlak (J.D. Legge, h. 321).


Ilab J - Ikulllk rasi Tcrpimpiu

Pacta bulan Mei 1957, Dewan Nasional yang terctiri atas 41 wakil 'go Iongan

flngsional' ditambah beberapa anggota ex officio terbentuk. Pada tanggal 17 Maret

1958 Dewan Nasional mengadakan sidang untuk mengatasi perpecahan yang terus

berlanjut, kemudian menyarankan agar pemerintah segera menyatakan kembali ke

UUD 1945.

Presicten Soekamo ctalam pictatonya pacta tanggal 22 April 1959 yang beructul

Res Publica, sekali lagi Res Publica menganjurkan sup·a ya Konstituante menetapkan

UUD I ~45 menjadi undang-undang dasar Republik Indonesia. Golongan Islam

menerima keputusan untuk kembali ke UUD 1945 asal disertai dengan amandemen

'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' sebagaimana

yang terdapat dalam Piagam Jakarta. Usulan amandemen ini ditolak dalam sidang

tangal 29 Mei 1959, 30 Mei 1959 dan 2 Juni 1959 karena belum mencapai korum dua

pertiga seperti diatur dalam UUDS 1950, pasal37 (lihat Nugroho Notosusanto) .

Kegagalan Konstituante untuk embuat keputusan berkenaan dengan usaha

kembali ke UUD 1945, menyebabkan semakin rnemuncaknya krisis nasional. Untuk

mengantisipasi kemungkinan munculnya dampak politik yang mengancam

keselamatan bangsa dan negara, KSAD. Letjen · A.H. Nasution atas nama

Pemerintah!Penguasa Perang Pusat, pada tanggal 3 Juni 1959 mengeluarkan peraturan

no. Prt/Peperpu/040/1959 tentang larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik.

Selain usaha lersebut, Nasulion mengusulkan cara untuk rnemecahkan jalan bunlu dai

usaha Konstituante untuk memberlakukan kembali UUD 1945 dengan mengeluarkan

Dekrit Presiden. Tindakan pernerintah . lebih lanjut - dengan mendapat dukungan

Angkatan Bersenjata - adalah mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal S' Juli 1959
13ab 3 - Dcmokrusi Terpimpin 35

walaupun Konstituante masih dapat bersidang sekali lagi menurut UUDS 1950,

sebagai berikut :

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONSEIA/PANGLIMA TERTINGGI


ANGKATAN PERANG,

McnctaJ>kan pcmbubaran Konstituante;

Mcnctapkan Undang-undang Dasar 1945 bcrlaku lagi bagi scgcnap bangs a


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal
pcnctapan Dckrit ini, d~m tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasm· Semen tara.

Pcmbcntukan Majclis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas


anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, scrta pembentukan J)ewan Pcrtimbangan
Agung Scmcntara, akan diselcnggarakan dalam waktu yang ssingkat-singkatn)·a.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 5 Juli 1959
Atas nama Rakyat Indonesia :
PRE$IDEN REPUBLIK INDO-
NESWPANGLIMA TERTING-
GIANGKATAN PERANG,
Soel{arno.

Sidang Konstituante tidak bersedia untuk menienuhi perintaan Soekamo

kembali ke UUD 1945. Berkaitan dengan hal tersebut Soekarno menilai bahwa

Konstituante tidak mampu menjadi penyelamat revolusi, maka demi kepentingan nusa

dan bangsa Dekrit 5 Juli 1959 dibuat.

Dekrit tersebut yang ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani Soekarno

sebagai presiden Republik Indonesia!Panglima Tertinggi Angkatan Perang beri~i:

l . Ketetapan Pembubaran Konstituante.


2. Ketetapan berlakunya kembali UUD 1945 bagi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
3. Ketetapan tidak: berlak:unya kembali UUDS 1950.
4. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Bub 3 - Dcmokrasi Tcrpimpin

5. Ketetapan akan dibentuk Dewan Pertimangan Agung Sementara dalam \vaktu


yang sesingkat-singkalnya.

Pada langgal I I Juli 1959 Mahkamah Agung menyatakan bahwa Dekril

Presiden ini mempunyai kekuatan hukum karena dikeluarkan berdasarkan Undang-

undang Darurat. Dalam pandangan PKI dru1 PNI berkenaan dengan dikcl uarkannya

Dekrit Presiden adalah selain dapat menerobos kekerasan pendirian partai-partai Islam

juga menghindarkan terjadinya kudela oleh pihak tentar~ (M.C. Ricklefs, h. 402).

Dengan diberlakukannya UD 1945, maka presiden Republik Indonesia bukan

lagi hanya Jambang, tetapi memiliki kekuasaan besar. Bagi Soekamo pemberlakwm

UUD 1945 tidak hanya sekedar pergantian, tetapi merupakan pelurusan kembali dari

penyelewengan terhadap dasar dan tujuan perjuangan Indonesia, yaitu proklamasi I 7

Agustus 1945.

Bagi Soekamo UUD 1945 paling cocok untuk menghadapi instrumen polilik

imperialisme, yaitu devide et impera. Undang-undang Dasar 1945 berdiri di aLas dasar

uniterisme negara dan tidak mengijinkan federalisme di Indonesia dalam bentuk

apapun. Bab I fasal 1 menegaskan Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang

berbentuk Republik.

Selain Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pidato Presiden Soekamo tanggal 17

Agustus 1959 yang terkenal dengan sebutan Manipol juga merupakan landasan bagi

pemikiran dan implementasi Demokrasi T~rpimpin.

Dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959 Sekamo mengutip La Divina

Commedia karya Dante, menganalogikan bahwa demokrasi parlementer adalah

merupakan infemonya bangsa Indonesia, saat dicetuskannya Dekrit Presiden 5 Juli

1959, bangsa Indonesia memasuk purgatorio dan mengarah k~ paradiso yang


8ab 3 - Dernokrasi Terpimpin

berwujud masyarakat adil dan makmur (Soekamo, h. 375). Berkaitan dengan hal

tersebut, Manipol merupakan penjelru;an tentan persoalanpersoalan pol-; ok dan

program urnum Revolusi Indonesia ~~ an bersifat menyeluruh. Manipol merupakan

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai perdoman resmi untuk

menyelesaikan revolusi Indonesia.

Berdasarkan penjelasan Kementrian Penerangan Indonesi~ Persoalan-

pcrsoalan Pokok Revolusi Indonesia dan Program Umum Revolusi Indonesia adalah

(Herbeth Feith dan Lance Castles, h. 97-98):

1. menjadi program pemerintah, program front nasiona1, program semua partai ,


semua organisasi massa dan semua warga negara Republik In'donesia.
2. menjadi tolok ukur untuk menentukan lawan dan musuh revolusi, sehingga
menghindarkan pertentangan-pertentangan.

3.3 Latar Belakang Demokrasi Terpimpin

Pertentangan-pertentangan yang terjadi antara pusat dan daerah, antara partai

atau kelompok yang satu dengan yang lainnya serta berbagai pemberontakan pada

sistem politik demokrasi parlementer semakin besar dan membahayakan persatuan dan

kesatuan bangsa Indonesia. Untuk mengatasi berbagai gejolak tersebut, pada bulan

Maret I <J57 diberlak.ukan Undang-w1dang Keadaan Bahaya. Kepa1a Star Angkaltm

Darat Nasution menjadi Penguasa Perang Pusat, para panglirna wilayah menjadi

Penguasa Perang Daerah dan para komandan tentara di berbagai tingkat y<mg lebih

rendah memperoleh kekuasaan baru dalam pemerintahan daerah.

Pada tangga1 29 November 1957 Perserikatan Bangsa-bangsa tidak berhasil

mengeluarkan resolusi yang menghimbau Belanda lintuk merundingkan masa1ah Irian

lebih lanjut. Keadaan tersebut memicu gerakan mengambil alih perusahaan-perusahaan


Bub 3 - Dcmokrasi Tcrpimpin

milik l3elanda di Indonesia. Pada tanggal 1113 Desember 1957 Nasution mengambil

alih nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda tesebut dan menverahan

pengelolaannya kepada militer.

Dengan kerja sama tersebut kekuasaan militer semakin besar bukan hanya di

bidang keamanan, tetapi juga politik dan ekonomi. Selain itu Nasution juga berhasil

lllcllL~konsolidasikan kckuatan-kckuatan politik, militcr, ckonomi dan adiJllJi s lrasi d

tangan militer. Kerja sama yang diangun militer dengan sipil terorganisir dalam bentuk

• The Youth- Military Cooperative Body

• The Labor - Military Cooperative Body


• The Former - Military Cooperative Body.

Undang-undang Darurat Perang menjadikan militer terlibat dalam berbagai

aspek kehidupan di Indonesia. Usaha-usaha rniliter membangun berbagai ke1ja sama


.
dengan lapisan-lapisan sosial yang ada merupakan reduksi besar-besaran bagi perruuu1

partai politik. Presiden Soekarno menolak permntaan partai politik untuk mengurangi

peran militer karena membutuhkan militer untuk ·menumpas pemberontakan-

pemberontakan di daerah. Dengan demikian militer ).llernpunyai bagaining power

sangat kuat terhadap presiden.

Presiden Soekarno setelah menyadari semakin bersama kekuasa.:w militer

berusaha melakukan dua hal, y~tu :

l. menyangkut dirinya sendiri sebagai kepala Penguasa Perang Tertinggi. Dengcm


demkian secara kelembagaan para panglima daerah militer menjadi bawahannya.
Undang-undang Keadaan darurat terbagi dalam :
• keadaan darurat perang
• keadaan darurat rniliter
• keadaan darurat sipil.
Bub 3 - Demokrasi Terpirnpin 39
--------------~~-------------------------------------------

Dalam keadaan darurat perang atau keadaan darurat militer, kekuasaan berada di
tangan panglima atau komandan mili~er.

2. Mencari partai politik yang mampu mengimbangi posisi militer. Walaupun Partai
Nasional Indonesia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan presiden,
hanya beberapa orang pemimpinnya yang mendukung demokrasi terpimpin,
bahkru1 PNT menjadi kehilangan agresivitasnya ·Dalam hal ini Partai Komunis
Indonesia (PKI) memberikan dukungan yang besar kepada demokrasi terpimpin.
Selain karena membenci militer, PKT mau metnberikan dukungannya karena
berusaha memperbaiki citra bangsa Indonesia karena telah mengadakan
pemberontakan pacta tahun 1948. Dukungan PKI terhadap deokrasi terpimpin
merniliki kekuatan dan pengaruh yang besar, sebab partai ini mampu memangun
organisasi massa di tingkat daerah.

Dengan dernikian Soekarno ada di tengah-tengah perjuangan partai dan militer


untuk meebut pengaruh dari dirinya. Ia mencoba menkomprornikan kedua
kekuatan tersebut dengan menyediakan sistem pem~rintahan yang lebih dapat
menerima militer daripada sistem demokrasi . parlementer, disamping itu
memberikan a1tematif yang lebih dapat diterima partai daripada jw1ta militer
(lma\.van Riswandha, h. 163).

Peranan rniliter dalam kehidupan politik pada tanggal 11 November 1958

memang telah dibangun oleh Jend. Nasution sebagai panglirna Angkatan Bersenjata.

Dalam pidatonya pada calon-calon rniliter di Magelang, Jawa Tengah ia mengingatkan

bahwa :

• tiga dari lima serdadu meninggal dalam peijuangan pembebasan Irian barat,
• rniliter lebih besar memiliki tanggung jawab moral terhadap penyelamatan bangsa
dan negara daripada sipil.

Oleh karena itu Jend. Nasution menyebut peran militer sebagai the Army 's

Middle Way dalam arti militer sudah selayaknya memainkan peranan militer dtm sipil.
l3ab 3 - D(.,'lnokrasi Tcrpimpin 40
--------------~~-------------------------------------------

Dalam hal ini Daniel S. Lev menyebut pidato tersebut sebagai a basic documem in

Indonesian Constitutional and Political evelopment (Daniel S. Lev, h. 191 ).

Usaha presiden Soekamo untuk mencegah dan mengatasi pertentangan-

pertentangan dan membuat keseimbangan dari kekuatan-kekuatan y<mg ada

menempatkan dimya pada pi1ihan mengimp1ementli,sikan sistem politik demokrasi

terpimpin. Selain itu juga untuk melangkah bagi terwujudnya tujuan dasar revolusi

Indonesia.

3.4 Demokrasi Te1-pimpin Sebagai Sistem Politik

Ber1akunya kembali Undang-undang Dasar 1945 dalam kerangka Demokrasi


)

Terpimpin mendapatkan tanggapan yang secara umum dapat digolongkan ke dalam

dua sikap. Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia dan sebagian dari

Nahd1atul Ulama (NU) dan ABRI menerimanya konsepsi Demokrasi Terpimpin,

sedangkan sebagian dari Nahdlatul Ulama, Masjumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI)

dan Partai Kato1ik menolaknya (Nugroho Notosusanto, h. 102). Kelompok partai

yang menolak konsepsi tersebut membentuk Liga Demokrasi yang tidak dapat

bertahan lama. Masjumi dan PSI terus bertahan sebagai oposan sampai di1arang pada

bulan Agustus 1960.

Pengertian konsep 'terpimpin' da1am UUD 1945 adalah sesuai dengan sila

keempat Pancasila : Kerakyatan yang dipimpin oleh hilanat kebijaksanaan dalam

permusayawaratan perwakilan. Disamping itu kedudukan presiden sejajar dengan

parlemen dan berada di bawah MPR. Dalam pelaksanaannya, karena DPR yang

merpakan has! Pemilu 1955 dengan berdasar kepada Penetapan Presiden no. 1/1959

menjalankan tugas sesuai dengan UUD 1945, tidak menyetujui Anggaran Pemerintah
Bah 3 - Dcmokrasi Tcrpimpin ·II
--------------~~------------------------------------------

dan Belanja Negara (APBN) y<mg diajukan pemerintah, maka dibubarkan oleh

Presiden dengan Penclapan Presiden no . 3/IWlO. Sel<mjulnay dengan Penetapan

Presiden no. 4/1060 dibentuk DPR Gotong Royong yang komposisi keanggolaannya

adalah : 44-PNL 36-NU. 30-PKI, 118-Golongan Fungsional Non ABRI dan 35-

ABRI. Selain itu juga dibentuk Dewan Nasional yang keduanya dipimpin oleh

Presiden.

Presiden sebagai mandataris MPR berubah posisinya dengan pengangkatan

pimpinan MPRS yang dibentuk presiden menjadi Menteri Koordinator. Deng•ul

demikian ekuasaan presiden dapat dikatakan tidak terbatas. Tambahan lagi Sidang

Umum MPRS tahun 1963 dalam Ketetapan no. III/MPRS/1963 memutuskan

'mengangkat Dr. Jr. Haji Soekamo menjadi presiden s.eumur hidup'.

Pertentangan dan pemberontakan terus muncul pada masa akhir sistem politik

demokrasi parlementer, PRRI yang merupakan bentukan Maijumi dan sebagian

anggota PSI merupakan masalah yang ha.rUs ditangani secepatnya, termasuk berbagai

perbedaan kepentingan antar partai politik yang rnenju:rus ke konflik ideologi.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas presiden Soekamo menempatkan sistem

politik demokrasi parlementer dengan adanya banyak partai yang tidak memiliki

haluan yang sama sebagai penyebab segala pertentangan dan pemberontakan yang

menjadi kendala persatuan dan kesatuan. Demokrasi parlernenter bersumber pacta

demokrasi Barat yang menuntut adanya oposisi. Dalam pandangan Soekarno oposisi

tidak memberi kritik membangun, tetapi yang menjatuhkan untuk diganti

pemerintahan dari oposisi. Oleh karena itu partai tidak ada gunanya, malahan menjadi

hambatan persatuan dan kesatuan.


BABIV

TRANSISI UNTUK MEMBANGUN PERSA TUAN BAN GSA

4.1 Pe1·satuan dalam Demol<msi Patiementer

Maklumat peme1intah l<mggal 3 November 1945 memicu pendirian parlai-

partai politik di Indonesia. Dalam sistem politik Demokrasi Parlementer, peran

parlai-partai politik dalam pemerintahan sangat besar. Partai-parlai yang sudah ada

pad a saat it u adalah (Kompas, 1999) :

1. Partai Serikat Islam Indonesia, berdiri tahun I 905


2. Partai Nasional Indonesia Massa Marhaen, berdiri tahun 1927
3. Partai N asional Indonesia, berdiri tahun 1927
4. Partai Komunis Indonesia, berdiri tahun 1920.

Partai-parlai yang lainnya menyusul kemudian (setelah tanggal 3 November 1945).

Hal tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa partru-partai politik yang ada

pada saat itu sebagian besar masih relatif muda, disamping itu kemerdekaan baru

saja terwujud. Dua kondisi tersebut membawa dampak yang cukup besar bagi

persatuan bangs Indonesia. Partai-partai politik yang ada berusaha

merepresentasikan kepentingan kelompoknya dan relatif diberi muatan yang lebih

besar daripada kepentingan persatuan bangsa. Ideologi partai dan masalah-masalah

primordial yang berkaitan dengan partai tersebut lebih menyebabkan pertentangan

daripada mengisi dinamika perkembangan bangsa. Negara yang masih muda

dengan komposisi berbagai suku, budaya, agama dan etnis semakin mewarnai

pertentangan-pertentangan yang ada

Pada masa sistem politik Demokrasi Parlementer hampir setiap

koran/majalah yang memberitakan dalam bidang politik selalu berafiliasi dengan


---------------------"-- --

Tabell
Komposisi KNIP Bulan Maret 1947

Partai
PNI 45 anggota (45) 1
MASJUMI 60 anggota (35)
Partai Sosialis 35 anggota '(35)
Partai Buruh 35 anggota ( 6)
PKJ 35 anggota ( 2)
PARKINDO 8 anggota ( 4)
Partai Kato!ik 4 ang_~ota ( 2)
Pel<erjaan
Pekerja 40 anggota ( 0)
Petani 40 anggota ( 0)
Daerah (selain Jawa}
Sumatcra 50 anggota ( I)
Kalimantan 8 anggota ( 4)
Sulawesi lO an_ggota ( 5)
Maluku 5 anggota ( 2)
Sunda kecil 5 G\nggota ( 2)
Ras Minoritas
Cina 7 anggota ( 5)
Arab 3 anggota ( 2)
·' Belanda 3 anggota . ( 1)
Lain" lain
Individu, partai minor, dsb . 121 anggota (49)
TOTAL 514 anggota (200)

1
Angka dalam kurung adalah angka sebelum diperbesar.
Tabel2
Perbandingan Perwakilan Partai
(dalam %)

Partai KNIP Lama Usulan Soekari10 Perubahan 1Y., dalam


proporsi total
PNI 22.5 8.8 - 61
MASJUMf 17.5 I 1.7 - 33
PSI (Sosialis) 17.5 6.8 -. 61
Buruh 3.0 6.8 + 126
PKI (Komunis) 1.0 6.8 + 580
PARKINDO (Kristen) 2.0 .8 - 60
Katolik 1.0 .8 - 20

Pckcrjaan :
Pekerja 0 7.8 + 780

. Pctani 0 7.8 +780

Daerah :
Sumatra .5 9.7 + 1,8,-tO
Kalimantan 2.0 1.5 - 25
Sulawesi 2.5 2.0 - 20
Maluku 1.0 1.0 0
Sunda Kecil 1.0 1.0 0

Minoritas :
Cina 2.5 1.3 -48
Arab 1.0 .6 -40
OdanJa .5 .6 + 20

Individu, partai2 minor dan .5 24.3 + 2,860


organisasi2 bcrsenjata
Tuhd I ,emhaga-kmhuga . .
- - - - - -- - - - -- -- - - - -·- - --

TabciJ
Perbandingan Keterwakilan Partai dalam Palemen KNIP Soekarno dan Parlemen
1955
(dalam %)

Partai KNIP 1955 % Pcrubahan dalam


Proporsi Total
PNl (Nasionalis) 8.8 22.2 + 152
MASJUMl (lslam) l\.7 22.2 + 89
NU (Islam) 0 17.5 + 100
PSI (Sosialis) 6.8 1.9 -72
Buruh (Komunis) 6.8 .8 - 88
PKI (Komunis) 6.8 l:S.2 + 123
P,J<\RKJNDO (Kristen) .R :u + 287
!-~ATOLIK .8 2.3 + 187
Laimwa 24.3 14.8 - 39
Tahd l..<!mbnga- lcmbugn ... d

Tabel4
Ketenvakilan Partai dalam Kabinet
(Agustus 1945 sampai Maret 195)

Nama Non Islam Islam


Kabinet PNI PSI PKl Parkindo Katolik NV Masjumi

Scbclum
Pcmilu 1955

Prcsidcnsia1 - - - - - - -
Sjahrir 1 - 7 - 2 - - 1
Sjahrir II - 7 - 2 - - 3
Sjahrir Ill 4 6 - 2 - - 7
Amir S. I 7 7 1 1 - - -
Amir S . II 7 lO I l - - 4
Hatta l 3 1 - 1 - - 4
Hatta II 5 - - 1 - - 4
Susanto 5 I - - - - - 2
Halim 3 3 - 1 - - 4
RIS 3 - - I - - 4
Sukiman 4 - - 1 - - 5

Sctclah Pcmilu
1955

Wilopo 4 2 - 1 - - 4
Ali I 4 - - - - 3 -
Burhanuddin - 2 - 1 I 2 1
Ali II 6 - - 2 2 5 4
Joiuanda - - - - - - -

,.
!lab .1- lknwkrasi Tcrpimpin

'we made a ve1:v great mistake in 1945 when we urged the establislunellf c!!'
JIOrtics. parties. parties. Now that mistake is wreaking its l'engcancc llf)()IJ liS
.. Let us all join to bury the political parties' (Herbeth Feith dan Lance
Castles, h. 8 I).

Lebih lanjut ketidaksetujuan Soekamo terhadap Liberalisme tercetus dalam

pidato 17 Agustus 1959 :

'Tinggalkan sama sekali a/am liberalisme, tinggalkan sama sekoli se,!!,alu


konstruksi-konstruksi dari a lam libera/isme itu, tinggalkan sama sekali
Undang-undang Dasar 1950, masuklah sama sekali dalam alam revolusi
lagi. pakailah Undang-undang Dasar 1945 itu sama sekali sehogai olaf
pe!:Juangan. kibarkanlah sama sekali benderanya Demokrasi 'l'erpimpin -
hiduplah sama sekali secara baru, berjuanglah sama sekali secara baru'.
(Soekamo, h. 371).

Liberalisme menyebabkan munculnya partai-partai yang slaing menjatuhkan.

Dalam hal ini Soekamo merasa sa1ah ketika November· 1945 menganjurkan pendirian

partai-partai politik yang berakibat saling berhadapan satu dengan yang lain sebagai

musuh. Bagi Soekamo penyebab paling besar bagi retaknya persatuan dan kesatuan

adalah partai.

'Ada penyakit yang kadang-kadang bahkan lebih hebat dari pada rasa suku
dan rasa daerah! Yaitu penyakitnya apa? Penyakit keartaian saudara-
saudara! Ya terus terang saja, saudara-saudara penyakit kapartaianl
(Herbeth Feith dan Lance Castles, h. 63).

Ketika hasil peinilu 1955 memunculkan banyak partai politik, Soekamo hanya

berharap dapat digalang persatuan di antara partai-partai tersebut, menjadi

samcubundeling van revolutio naire krachtinen. Kenyataannya tidak demikian,

pertent<mgru1 ru1tara parlai yru1g satu dengan yang lain semakin luas dan dalam. Oleh

karena ilu partai-partai harus dikurangijurnlahnya, bahkan dibubarkan.


{
Dengan menguburkan partai politik dan anti liberalisme, Soekamo dipersepsi

sebagai seorang pemimpin negara yang menginginkan kekuiasaan mutlak di


Bah 3 - Dcmokra si Tcrpimpin

tangannya. seorang diktator. Pada pidatonya _tanggal 2g Oktobcr l95(J di lkpan

perlemuan wakil-wakil pemuda dari semua partai menyatak<m :

a. Soekarno menegaskan bahwa dia bukan seorang diktator.


b. Soekarno menyatakan bahwa dirinya seorang demokrat.
c. Demokrasi yang diinginkan Soekarno bukan lihera/e democ1wic lclapi
dernokrasi terpimpin geleide democratze.

Demokrasi liberal menurut Soekarno menyebabkan negara dan bnngsa

Indonesia berada dalam ketidakstabnilan dan kemerosotan. Kondisi tersebut dapat

dapat diatasi dengan mengubah sistem politik dari Demokrasi Parlementer menjadi

... Demokrasi Terpimpin . Dalam Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekamo mendasarkan

konsep dan tindakannya atas pendapat bahwa revolusi dalam menuju masyarakat adil

dan makmur masih belum selesai. Oleh karena itu revolusi harus berjalan terus dan

dengan demikian segala susunan pemerintahan masih bersifat sementara. Sehubungan

dengan hal tersebut, .sidang Umum I MPRS 1960 men~tapkan Pidato Kenegaraan

Presiden pacta tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Kembali ke Rei Revolusi

menjadi Manifesto Politik Republik Indonesia dan menetapkannya menjadi GBHN.

Salah satu yang diharapkan dari Manifesto politik ini adalah segenap bangsa bersatu

padu menjalani revolusi untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, tidak terpecah

sendiri-sendiri (lihat cuplikan naskah DPA dalam Feith dan castles, h. 98 dan Panitia

Pembina Djiwa Revolusi, Pancawarna Manipol).

Penjelasan Departemen Penerangan RI terhadap pidato presiden Soekarno

tanggal 17 Agustus 1959 menyebutkan bahwa pidato kenegaraan tersebut adalah

manipol. Manipol tidak dapat dipisahkan dengan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi 5

Juli 1959 bahkan sebagai pen.. .. Resmi dekkrit tersebut. Demokrasi terpimpin
llah .1- lleJJiokrasi lerpimpin ·1·1

merupakan satu elemen dalam Manipol. Dalam Manipol yang merupakan usalw

kembali ke rei revolusi, terka.ndw1g 5 doktrin politik, yailu (lmawan Riswandlw. h.

15(i):

a. UUD 1945
b. Sosialisme Indonesia
c. Demokrasi Terpimpin
d Ekonomi Terpimpin
e. ldentitas Indonesia.

Kesatuan dari kelima doktrin politik tersebut dikenal dengan nama USDEK. Jadi

demokrasi terpimpin merupakan elemen dari Manipol USDEK.

Kelengkapan, yang merupakan kandungan dari pelaksanaan demokrasi

terpimpin, terdapat dua konsepsi politik. Konsepsi politik Soekarno tersebut adalah

kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional. Kabinet Gotong Royong merupakan

kabinet yang terdiri dari segenap partai dan fraksi~fra.k.<;i di dalam parlemen yang

mencapai kies-quotient. Oleh karena itu kabinet ini disebut kabinet Gotong Royong,

agar menjadi penjelmaan jiwa Indonesia. Sedangkan Dewan Nasional terdiri dari

segenap bangsa Indonesia yang akan merupakan penasehat kabinet. Prinsip dasar

pembentukan konsepsi ini adalah agar tidak muncul oposisi.

Kahinet Gotong Royong dibangun berdasarkru1 partai-partai politik y.u1g

memiliki kies-quotient dalam Pemilu 1955. Dalam kabinet, tidak lagi dibedakan atas

dasar partai-partainya. Dengan demikian yang menjadi pandangan utama adalah orang

Indonesia bukan orang dari · suatu partai politik Tidak ada higi istilah yang

menyatakan bahwa menteri tersebut berasal dari PNI atau yang lainnya. Kabinet

tersebut harus mencerminkan sebuah keluarga yang menerapkan prinsip gotong


!lab 3 - Dcmokrasi Tcrpimpin
-------

royong. Bila prinsip lersebut diterapkan secara penuh, i"naka tidak ada lagi oposisi dan

kehidupan politik akan berjalan dengan damai, tidak ada lagi gontok-gontokkan.

Soekarno tetap mengakui perbedaan pendapat sebagai yang membawa ke arah

kemajuan . Tetapi perbedaan pendapat tidak berarti quote que quote menentang_

mencoba menjatuhkan kabinet. Semua perbedaan di bawa ke dalam musyawarah

dalam suasana kegotongroyongan.

Konsepsi politik yang kedua adalah Dewan Nasional yang pada awalnya

disebut Dewan Revolusioner. Soekamo akhimya m~milih istilah 'Nasional' karena

berarti kekeluargaan yang besar, meliputi sekujur bangsa Indonesia. Anggota-anggota

Dewan Nasional ini terdiri dari :

a. wakil golongru1 buruh, karcna buruh adalah golqng@ fungsional y<mg hcbal.
b. Wakil golongan tani, karena tani adalah golongan fungsional yang hebat.
c. Wakil go Iongan cendikiawan, karena merupakan perancang pembangunan.
d. Wakil golongan pengusahan nasional. ·
e. Wakil golongan agama.
f Walcil golongan wanita.
g. Walcil-wakil daerah, yang Iebih mengerti persoalan daerah.

h. Kepala staf angkatan darat, !aut, udara dan kepala kepolisian negara.
L. Jaksa agung.
Scperti halnya kribinel Gotong Royong, Dewan Nasiomil ini harus tidak lagi melihal

asal anggota-anggotanya, tetapi ada kesadaran bahwa mereka adalah bangsa

Indonesia. Lebih lanjut Dewan Nasional it1i dipimpin oleh Soekamo.

Bagi Soekamo kabinet adalah penceffilinan dari Parlemen. Sedar1gkan Dewan

Nasional adalah perasan dari masyarakat yang hidup, yang bergelora dan yang dinanlis

aktiC Kabinet dan Dewan Nasional berdiri berdarnpingan stu sama lain_
13ah l - Dc1nokrasi Tcrpimpin

Pemmtang utama dari konsepsi politik Soekarno ini adalah Masjumi , PSI U<Ul

pa11ai Katolik. Bagi mereka Dewan Nasional merupakan usaha membangun partai

tunggaL sebab konsep Dev.,:an Nasional adalah eliminasi dari peran partai-partai politik

dalam pemerintahan. Bahkan partai politik bukan lagi berrungsi sebagai rcpn~scntasi

mas~ · arakat. telapi inslrumen pemcrinlah unluk menyampaikan pesan kepada rakyal

(Yahya Muhaimin, h. 99). Sedangkan partai yang tidak setuju dnegan konsepsi politik

lersebut letapi masih loyal kepada presiden Soekamo adalah Parkindo, IPKI cl <m PSI!.

PNT dan PKI secara mutlak setuju dnegan konsepsi politik tersebut.

Menurut Soekamo dalam pidato kenegaraannya tanggal 17 Agustus 1959,

Demokrasi Terpimpin tidak menitikberatkan kepada 'satu orang = satu suara',

sehingga partai menjadi semacam koeliewerver di jaman Belanda, tetapi dernokrasi

terpimpin menitikberatkan pada (Soekarno, 1964, h. 372) :

a. Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada :


• Kepentingan urnurn,

• Masyarakat sebagai keseluruhan,


• Bangsa
• Negara
b. Tiap-tiap orang berhak rnendapat penghidupan layak dalarn masyarakat, bangsa
dan negara itu.

Pacta tahun 1960 lernbaga-lernbaga politik demokrasi terpirnpin dibentuk

berdasarkan segenap pemikiran presiden Soekamo dalam Manipol. Lernbaga-lembaga

Politik Demokrasi Terpimpin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


llah 11 - 'I 1ansisi un\uk Mcm han gun ..

salah satu partai dan pa.sti saja menjadi alat propaganda. Koran/majalah lersebul

antara lain :

l. Pedoman, milik Partai Sosialis Indonesia


2. Harian Rak-yat, milik Partai Komunis Indonesia
3 Suluh Indonesia, milik Partai Nasionallndonesia
4 Abadi, milik Masjwni.

Koran/majalah tersebut dapat menjadi sumber pertentangan lebih lanjut

karena tulisan-tulisannya yang memojokkan pemerintah atau kelompok-kclompok

lainnya.

Partai-prutai tersebut berusaha membangun organisasi rnassa meliputi

berbagai bidang di daerah-daer;th. Partai7partai politik ini juga berusaha menjalin

hubungan dengan etnis tertentu, agama tertentu dan kumpulan budaya tertentu.

Pertentangan antara partai-partai politik sebelum Pernilu 1955 menurut Herberth

Feith sangat bersifat ideologis.

Setelah Pemilu 1955 pertentangan-pertentangan yang muncul, terutama

bersumber pada 4 partai terbesar pemenang pemilu. Partai-partai tersebut adalah :

I . Parta.i Nasionalis Indonesia, merebut 22,3%


2. Masjwni, merebut 20,9%
3. Nahdlatul Ulama, merebut 18,4%
4. Partai Komunis Indonesia, merebut 16,4%.

Pemberontakan besar yang dipicu oleh Masjumi dan sebagian anggota PSI

dengan wujud PRRI menyebabkan berperannya Tentara Nasional Indonesia (TNI)

dalam dlllia politik. Beberapa saat kemudian memaasuki juga bidang ekonomi dan

sosial. Soekamo sangat membutuhkan TNI karena dapat menjadi instrumen untuk

mengatasi pemberontakan.
llah 1\ - l1 ansisi 1111111k Mcmhangnn . . )\)

Pada massa antara tahun 1945 sampai Pemilu 1955 isi dru1 warna kabinel

cenderung berdasarkan partai perdana menteri yang ditunjuk presiden. Dengru1

demikian seringkali terjadi bahwa partai-partai yang lain menjadi oposan yang

berusaha kcras untuk menjatuhkan pemerintah. Pada masa ini kabinel seringkali

jatuh \\·aiau baru memerintah beberapa bulan.

Setelah pemilu tetap ada pertentangan antm: kelompok, pemberontakan

relatif semakin banyak dan lebih kuat. Pertentangan yang muncul juga menyentuh

masalah-masalah agama, terutama apakah sebaiknya negara berdasarkan Pancasila

atau Islam Pemerintah sangat lemah, tidak mampu mengatasi berbagai konflik

tersebut
'
Masa setelah Pemilu 1955 mulai banyak tuntutan agar TNI mendapat peran
~ ..
lebih besar, sehingga berbagai konflik dapat diatasi dan agar pemerintah bisa

menjadi kuat. Dalam hal ini presiden Soekamo telah mengusulkan agar

Konstituante mengganti UUDS 1950 dengan UUD 1945, agar presiden dapat lebih

berperan. Konstituante tidak mampu memenuhi permintaan tersebut, karena tidak

mencapai kuorum,

Upaya untuk mengatasi berbagai pertentangan tersebu muncul dalam wujud

Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berdasarkan Dekrit Presiden 1959 ini UUD 1945

berlaku kembali. Akibatnya presiden memiliki wewenang lebih besar dari

sebelurnnya.

..'•.
llah 4 - 'Jransisi untuk Mcmbangun ...

4.2 Penman Tcntara N;asiomtl htdoucsi;a d;al;am Mcwujudl'"m l'crsatuan

Bangs a

Sebelum diberlakukan Undang-und<mg Darurat tanggal 14 M arel J 05 7.

ABRI tidak mempunyai peran yang luar biasa dalam bidang politik. Partai politik

memiliki peran .yang Iuar biasa pada sistem politik Demokrasi Terpimpin.

Pertentangan antar partai dan berbagai pemberontakan tidak dapat men)'ebabkan

A8RI berpartispasi untuk mengatasinya. Selain itu ABRI dalam posisi lemah

secara fisik, lebih-lebih secara legal. Peranan ABRI sebelum Undang-undang

Darural hanya sebagai pembela negara dari ancaman-ancaman ekstemal . Kondisi

dalnm ncgcri, terutama yang berkailan dengan partai-.partai politik tidak mcnjadi

hirauan ABRI.

Dengan adanya Undang-undang Daryrat, militer berhak untuk ikut

mengalasi setiap ancaman terhadap persatuan negar~ baik dari lingkungan

eksternal maupun internal. Bahkan dalam pidatonya tanggal 11 November 1958 di

depan kadet militer di Magelang, Jenderal Nasution menyatakan bahwa peran

militer tidak hanya dalam skope geografis, tetapi juga dalam bidang politik.

Pacta perkembangan selanjutnya, dampak Undang-undang Darural adalah


:
memposisikan peran militer pada bidang-bidang ekonomi dan pengaturar1

pembangunan semesta. Profesionalitas militer pada dasamya hanya meliputi

keal1!ian mempertahankan negara dari ancaman-ancaman lua negeri. Di Indonesia,

profesionalitas militer ditandai dengan keman1puan militer untuk ikut berperan

dalam bidang-bidang kehidupan pemerintahan selain pasti saja keamanan. Dengru1

demikian untuk memenuhi profesionalitasnya, militer Indonesia mengikuli


Ilab 4- Tnmsisi unluk Mcmbangun ...

pcndidil\an tinggi. baik di dalnm rnapun di luar negeri dalarn bidnng poli11k d:u1

ekonomi .

Pemerintahan Seokarno yang lemah sangal diw1tungkan oleh peran militer

1111. Persatu<m bangsa dapat terwujud dan dikendalikan. Pertentangan-pertenlangan

antar partai politik dan usaha-usaha untuk melepaskan diri dari pemerintah pusat

mulai melemah.

Pada sisi lain, berpeannya militer di dalam berbagai bidang pengaturan

negara memperlemah partai-partai. Militer mendukung implementasi ide Soekarno

untuk mengubur partai-partai politik. Dengan deikian rniliter berusaha untuk

merebut kekuasaan politik dari tangan partai-partai politik dan berusaha

~endekatkan diri kepada kekuasaan Soekarno.

4.3 Peranan Pmiai Politik daJam Mewujudkan Pea-satuan Bangsa.

Bagi partai-partai politik, Undang-undang Dariu-at yang diberlakukan

pemerintah sangat mengurangi peran mereka dalam pemerintahan negara.

Kedekatan Soekamo dengan rniliter mengurangi pengaruh mereka terhadap

pelaksanaan kekuasaan Soekarno. Pada waktu itu seakan-akan dapat dbuat rumus

bahwa semakin intensif kedekatan Soekarno dengan rniliter, semakin hilang peran

partai-partai politik dalam pemerintahan negara Indonesia

Kondisi seperti tersebut di atas yang tidak memw1gkinkan partai-partai

politik berperan apalagi lebih berperar1 dalam pemerintahan, memunculkar1 berbagai

prates . Prates utama yang datang dari partai politik adalah pencabutan Undang-

undang Darurat dan mengembalikan kekuasaan politik ke tangan partai-partai

politik.
i!;d, ·1 Tr;,n:;isi 1111111h Mt~rrriXIIII'. IIII ) I
-- --- ---------------------------------------------

Dcngru1 munculnya Dekril Presiden 5 Juli 1959, dcng:m dilcrapk<utnya

sistem politik Demok.rasi Terpimpin, maka partai-partai politik untuk lebih

berperru1 sernakin hilang. Kekuasaan politik menjadi terpusat di tangan Presiden

Soekarno yang didukung militer.

Pada perkembangan selanjutnya dari pelaksanaan Dekrit Presiden 5 Juli

l 959, bagi partai-partai politik hanya ada dua pilihan, yaitu :

I . Mendukung pemerintahan Presiden Soekamo atau

2. Dibubarkan.

Pada bulan Januari 1960 Presiden Soekamo menyatakan adanya 3 syarat

pengakuan sebagai partai politik, yaitu (Bernard Da.hm, h. 200) :


'
1. Penerimaan Pancasla sebagai idiologi negara dan UUD 1945,
2. Pembatasan cabang partai-partai politik di sleuruh negara dan
3. Tidak menerima bantuan dari luar negeri.

Berdasarkan 3 syarat tersebut di atas, hanya 10 p'artai politik yang diakui

pemerintah, yaitu :
1•,

l . Parlai Nasionallndonesia,

2. N ahdlatul Ulama,
3. Partai Serikat Islam Indonesia,
4. Partai Kristen Indonesia,
5. Partai Katolik,
6. Perti
7. IPKI
8. Partai Murba
9. Partai Komunis Indonesia
10. Partindo.

·~ •,
llab 4- Transisi unluk Mcmhangun .

Kontrol pcmeri11tah terhadap partai-parlai politik sangal ketal. 1\..epulustul

Presiden no . 13/ I 060 tertanggal 5 Juli 1960 menyatakan bahwa partai-partai politiJ.\

harus mendafiarkan (Riswanha lmawan, h . 166) :

a. Konstitusinya,
b. Jumlah cabangnya
c. Nama para anggotanya (termasuk umur dan tempat tinggal) dan
d. Dana yang dimilik, termasuk penerimaan dan pengeluarannya.

Usaha-usaha untuk mereduksi partai-partai politik dalam pemerintaha

diteruskan dengan pembatasan ideologi yang menjadi landasan partai tersebut.

Dalam Peraturan no. 14/1960 yang dikeluarkan pada tanggal 12 Juli 1960

dinyatakan bahwa anggota-anggota Parlemen Gotong Royong (DPRGR)

dikelompokkan delam 4 satuan ideologi, yaitu (Riswandha Imawan, h. 167) :

• Ideologi Pancasila,
• Islam
• Kristen

• K.omunis.

Pengelompokan tersebut dipaksakan, karena pada prinsipnya suatu partai

didirikan dan mendapat pengikut sebab landasan ideologi dan interest yang dimiliku
~- ·.

tidak tertampung dalam partai-partai politik yang lain. Pengelompokan ideologi ini

dapat berakibat melemahnya perjuangan-perjuangan partai politik, karena landasan

dan kepentingan yang kurang atau tidak sesuai dengan ketika partai politik yang

bersangkutan didirikan.

Penyederhanaan partai-partai politik ini terus dilaksanakan dengan

Keputusan Presiden no. 5/1960 tanggal 23 September 1960 yang menyatakan

bahwa setengah dari anggota DPGR terdiri atas perwakilan partai-partai politik,
Hah tJ- Trar1sisi 1111111k M1:rnhang1111 .,.,

sedangkan yang setengah lagi dari kelompok fungsional yang didominasi militer.

Kenyataan ini menjadikan militer semakin emngatasi partai-partai politik.

Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1965 dengan judul Capailah Hintong-

himong 1)i J,angit : Tahun Berdikari. tetap mengekspresikan bahwa revolusi masih

berjalan tcrus . Doktrin NASAKOM merupakan upaya unluk mempersatukan

kekuatan-kekuatan besar yang ada pada sat itu agar revolusi dapat berjalan dengan

lebih lancar_ yaitu :

• Nasionalisme, yang terwujud dalam Partai Nasionallndonesia,


• Agama, yang terwujud dalam Nahdlatul Ulama dan
• Komunisme, yang terwujud dalam Partai Komunis Indonesia.

Konstelasi politik yang menonjol pacta waktu Deni.okrasi Terpimpin adalah

interaksi antara 3 kekuatan, yaitu : Soekamo, PKI dan ABRI, walau dalam Kabinet

Kaki Empat juga terdapat PNI dan NU. Rebutan pengaruh antara PKI dan ABRI

terlihat pada pembentukan organisasi yang saling mengtmbangi dan membatasi.

PKJ membentuk Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) , Barisan

Tani Indonesia (I3Tl) dan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) serta menguasai

Kantor Berita Nasional Antara. Sedangkan ABRI atas dasar kekhawatiran bahwa

pengaruh PKI akan semakin menjauhkan pelaksanaan pemerintahan dari UUD 945,

maka membentuk Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonsia (SOKSI),

Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) dan Koperasi Serba Guna

Gotong Royong (Kosgoro), yang pada tanggal 20 Oktober 1964 bersatu

membentuk Sekber Golkar.

Pengaruh dan posisi ABRI sangat diuntungkan dengan berlakunya Undang-

undang Darurat Perang. Pencabutan undang-undang tersebut, setelah berlangsLmg


llub '1- Trausisi uuluk McrnlxmgLUl . ..

terbongkarnya rahasia scbuah telegram sural Gilchrist yang dikirim kc Ltmdon

oleh Duta Besar Ingrris di Jakarta. Perimbangan kekuatan yang bermusuhan dalam

Demokrasi Terpimin berakhir dengan munculnya pemberontakan G30S/PKI.

Sekali lagi Presiden Soekarno mernbuat penyederhanaan partai-partni

politik menyangkut ideologi yang menjad landasan partai-partai politik. Pada tahun

1963 Presiden Soekarno menyatakan adanya satu ideologi 1w1ggal, yaitu

NASAKOM yang merupakan kombinasi 3 idelogi di Indonesia, yaitu

nasionalismc, agarna dan komunsime. Menurut Soekamo, NASAKOM adalah

kontinuitas logis dari Pancasila sebagai idelogi negara (Bernard Dalun, h. 102).

B<myak pernimpin partai politik yang menolak idelogi NASAAKOM mr

terutama dari pemuka-pemuka agama Islam Kombinasi ini jelas dipaksakan lebih

dari keputusan sebelurnnya.

What NASAKOM meant, ten parties not three, or an inspiring spirit for the
'
whole nation, was nevern spelled out. Indeed its . vagueness was u.1·e_ji.dl to
Soekarno for he would play-off interpretation against each other. (Riswandha
Jmawan, h. 168).

Terhadap protes-protes ketidaksetujuan tersebut, Soekamo tetap

menyalakall bahwa kombinasi ketiga elemen tersebut ke daJam NASAKOM adalah

mungkin (Soekamo, 1970, h. 35).

4.4 Tanggapan atas Demokrasi Terpimpin

Ciri-ciri Demokrasi Terpimpin adalah :

1. Kekuasaan pemerintahan terpusat kepada Soekamo, sehingga dapat dikatakan


tidak ada alat kontrol yang efektif.
2. Partai po\itik, organisasi dan individu walau boleh mempunyai keyakinan politik
sendiri, tetapi harus selalu mengacu kepada Program Revolusi yang ditentuka
l!:d1 tJ - lJliJJSisi lllllllk Mclnhullgllll .. )X
------------------~----------------------------------

Soekarno. Sdain itu jumlah partai dibatasi serla kegialannya ~elalu ditl\\a~i
militer. Walau deikian mengandung potensi kontlik yang besar. Menjelang
tahun 1963 peran PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik menjad
SL~111:1k i11 bcs:1r.

3. Jalur kepemimpinan dari pusat sampai daerah diwai-nai konsep hubungan ru11nrn
Bapak dengan anak dan pemimpin dianggap sebagai sesepuh.
4 Angota Dean Perwakilan Rak)'at yang berj ulah 261 orang, di m<ma separuhnya
berasal dari partai politik serta sisanya berasal dari golongan fungsional,
ditentukan oleh Presiden.
5. Golongan oposisi dipandang sebagai orang yang egois yang akan mengru1ggu
keserasian pemerintahan, sehingga harus disingkirkan

Pada umumnya banyak pimpinan partai politik menolak pelakstma<m

Demokrasi Terpimpin. Tanggapan paling lengkap pada ' saat itu berasal dari

Mohammad Natsir sebagai ketua Masjumi.

Natsir dalam mval maiannya menyatakan bahwa bangsa Indonesia

mempunyai banyak masalah yang pokoknya adalah (Feith dan Castles, h. 72-80) :

a. Penentuan bentuk dan struktur negara


b. Rehabilitasi dan resetlement yang tepat bagi para pejuang bersenjata
c. Pembangunan kehidupan dan pemangkitan kekuatan rakyat
d. · Pemulihan keamanan
e. Posisi Indonesia di dunia internasonal
f Pembentukan kader-kader pemimpin bangsa dan
g. Peletakan dasar pemerintahan demokratis.

Menurut Natsir, untuk mengatasi hal-hal tersebut sudah benar bangsa

Indonesia memilih deokrasi. Memang diakui bahwa demokrasi dapat berubah

menjad anirki kalau tidak hati-hati, juga bahwa deokrasi merupakan suatu sistem

yang sulit. Di luar, menurut Natsir, adalah salah besar apabila demokrasi diganti
llah ''- Transisi unluk Mc111bangtut ..

Demokrasi Terpimpin, yang merupak<Ul sislem oloriler. Dalam hal 1111 N:ttsir

mengutip ucapan Sjafruddin Prawiranegara :

Apabila pemimpin rak)'at pada suatu saat tidak sanggup lagi bekerja betul-
betul untuk kepenlingan rakyatnya : apabila kedudukan atau kursi sudah
menjadi tujuan bukan lagi menjad alat, maka yang akan mengancam negara

kita adalah balnva : deokrasi tenggelam dalam koalisi dan kemudian koalisi
dimakan oleh anarki dan anarki diatasi oleh golongan-golongan yang
bersenjata atau golongan yang menguasai golongan-golongan bersenjata
itu.

Bagi Natsir sebenarnya sumber kesulitan yang dihadapi bangsa Indonesia

adalah :

l . Melw1turnya idealisme,

2. Mengabumya batas antara yang patut dan tidak patut,

3. Mengaburnya nilai-nilai keadilan yang tegas dan obyektif

Apalagi kalau ketiga hal tersebut telah menghinggapi lapisrln atas bangsa Indonesia.

Bagi Natsir, sistem dernokrasi akan mampu mernbawa bangsa Indonesia keluar dari

kesulitan, asal partai-partai politik berperan seperti yang seharusnya, bukan dikubur

dan muncul diktator.

Pada tanggal l Mei 1960 Mohammad Hatta menerbitkan artikel yang

berjudul Demokrasi Kita dalam Mingguan Panji Masyarakat Jakarta (Feith dan

Castles, h. 123-7). Menurut Hatta, tindakan-tindakan pemerintah Indonesia telah

bertentangan dengan illldang-illldang dasar yang berlaku dan badan yang

bertanggung jawab untuk mengontrol tindakan-tindakan ini malahan mendukw1g

dengan berbagai alasan.


13oh 4 - Tmnsisi untuk Mcmhilnglm ...

/\tas dasar kcadaan darurat dan pandangrul bahwa rcvolusi masih bc1jalan,

Presiden Soekarno melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan UUD

1945 yang telah ditetapkannya sendiri menjadi dsar negara. DPR dibubarkan dru1

membentuk OPT baru menurut konsepnya sendiri, degan semua anggota ditunjuk

oleh presiden. DPR tugasnya hanya memberikan dasar hukum bagi segala

keputusru1 yang telah ditetapkan pemerintah. Anggota DPRGR mempunyai polensi

konOik internal yang besar, dengan Soekamo sebagai penentu mereka dapal

bekerja sama.

Sistem politik Demokrasi Terpimpin yang diktator dan tergantung kepada

kewibawaan satu orang tidak akan berumur panjang, akrena tidak ada kaderisasi

dan tidak disukai rakyat.

Lebih Ianjut Hatta menilai bahwa motif dari segala tindakan Soekarno

tersebut adalah ingin melihat terbentuknya Indonesia yang adil dan makmur

selekasnya. Kelemahan Soekamo dala111 hal ini adalah selalu melihat semua

permasalahan hanya secara garis besar, hal-hal yang bersifat detil tidak

dihiraukannya.

Surnitro Djojohadikusumo dalam tulisannya yang berjudul Searchlight on

Indonesia yang diterbitkan pada bulan Desember 1959 menyatakan bahwa

Indonesia sedang sekarat karena penyakit yang disebabkan oleh regim yang tidak

becus dan juga bejat ahlaknya. Sislem politik yang berlaku, yakni Demokrasi

Terpimpin menimbulkan kemacetan dan keumduran yang parah dalam bidang

ckonomi. Kcmerosotan dalam bidang sosial, disintegrasi dan kekacauan dalam

bidang politik.
Ilab 4- Tr<~nsisi unluk Mcmbangun .. ld

Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemerintah tidak dapal berual bw1yak

untuk menanggulangi keadaan tersebut di atas. Semboyru1-semboyan dikeluru·kan

untuk menyelubungi kebusukan dan sebagai alat penguasa untuk melanggengkru1

kekuasaan.

Menurut Presiden Soekarno, sistem politik Demokrasi Terpimpin tidak

meletakru1 dirinya dalam posisi sebagai diktator. Penyederhanaan partai-patai

politik merupakan cara agar tidak muncul banyak pertentangan, sehingga partai-

partai politik yang ada dapat disatupadukan untuk mencapai tujuan~tujuan nasional,

bukru1 kepcntingru1-kepentingan sendiri. Agar kesatupaduan partai politik dapat

sampai ke l uju<mnasional, perlu ada pengarah- pemimpin.

4.4 Signifilmnsi Peran Militel' dan Pa11ai Politik

Pemili 1955 tidak menyatukan partai-partai politik yang sudah ada, bahkru1

secara kuantitas mengembangkan jumlah partai politik. :Partai-partai politik yang

booyak pasti mendukung banyak interest untuk diperjuangkan pemenuhannya.

Secara historis dapat dinyatakan bahwa partai-partai politik di Indonesia pada

sekitar tal1un 1955 tidak dapat bekerja sama, bahkan saling menjatuhkan satu sruna

lain.

Pertikaian muncul di berbagai bidang kehidupan, bahkan karena

pandangan-pandangan yang ebrbeda secara ideologis ini mampu memunculkan

pemberontakan-pemberontakan untuk memisahkan diri dari pemerintah pusat. Hal

ini dapal diatasi dengan Undang-undang Darurat. Selai itu bagi Soekarno yang

menyebabkan konflik-konflik tersebut adalah banyaknya partai yang tidak mrunpu

bekerja sama untuk meraih tujuan nasional.


Hah 11 -l1an ~ i s i tmluk Mt:mhangun . !· .~
--------------------~---------------------------------------

Oeng<m berbagai pcratunm Soekarno berhasil menycdcrhanak<m ju111lah

partai politik maupun jumlah ideologi partai politik. NASAKOM merupakw1

ideologi tunggal untuk kepartaian yang merupakan kontinuitas logis dari Pancasila.

Selain itu juga mengubah istem politik dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi

Terpimpin.

Seiring dengan melemahnya peran partai-partai politik dalan1 pemerinatahru1

Indonesia. peran militer terus naik sebagai pendukung sistem politik Demokrasi

Terpimpin. Militer semakin berkuasa atas berbagai bidang kehidupan, terutama

politik dan ekonomi. Kekuasaan rniliter menjad sernakin besar setelah dibentknya

Front Nasional melalui Keputusan Presiden no. 13 talmn 1960 yang bekerja sama

dcngan militcr scbagai kclompok fungsional untuk pememmgan Irian I3arat.

Soekarno mulai menyadari peran militer yang tidak lagi hanya dalam bidang

pertahru1ru1 negara dari ancarnan-ancaman eksternal. Bahkan militer sedikit demi

sedikit mulai mepengaruhi dan berkuasa atas Presiden Soekamo. Untuk mengatasi

militer Soekamo menggunakan Partai Komunis Indonesia. PKl berusal1a rnenjad

pendukung Soekamo yang paling besar, karena berusaha memperbaiki citra yang

terpuruk dengan pemberontakan komunis 1948. Partai Nasional Indonesia tidak

memberi dukungan besar kepada Presiden Soekamo karena sebagian besar elit

partainya tidak setuju dengan sistem politik Demokrasi Terpimpin.

Dalam perkembru1gan pelaksanaan sistem politik Demokrasi Terpimpin.

terdapat 3 kekuatan yang merniliki pengaruh yang relatif seimbang :

I. Tentara Nasional Indonesia,

2. Presiden Soekamo ,

3. Partai Komunis Indonesia.


lluh 4- Trunsisi un!uk Meml"l<lngun .

PKI dm1 TN I saling bcrusaha mcmpcngaruhi dan mcnggunaknn kck uas:1an

Soekamo w1luk menjatuhkan yang lain. Pada tahun 1965 sistem politik Demokrasi

Terpimpin hancur ketika militer mendapat kesempatan untuk menjaluhkan PKI dan

Presidcn Soekarno.
11uh 5 - Kcsimpulan

nAn v
KESIMPULAN

Sistem politik Demokrasi Terpimpin dalam usaha mencapai tujuan bangsa

dengan mcnyatukan berbagai aliran pemikiran politik di bawah satu pimpimm

temyata menemui kesulitan bahkan kegagalan. Hal tersebut merupakan kegagalru1

yang kedua setelah dilaksanakannya Demokras Liberal yang memberi kesempatan

berbagai aliran pemikiran politik untuk berpartisipasi relatif bebas dalam usaha

Lmtuk mencapai tujuan bangsa.

Kegagalan Demokrasi Terpimpin dapat disebakan karena pemimpin yru1g

dalam hal ini adalah Soekamo, gaga! mewujudkan harmonisasi di antara beragai

kepentingan aliran pem.ikiran politik yang ada. Selain itu menjelang keruntuhan

Demokrasi Terpimpin, Soekamo terlihat dapat dipen.garuhi oleh golong<m-

golongan tertentu yang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Hal tersebut

mungkin disebakan Soekamo tidak mempunyai pendukung yang kuat.

Walau pemerintahan Demokrasi Terpimpin Soekarno gag! meraih tujuan

bangsa, tetapi hal tersebut tetap berguna sebagai pelajaran bagi pemerintahan

berikutnya. Selain itu, motif dari individu Soekamo tetap mempunyai nilai, seperti

ycmg diungkapkan Mohammad Hatta :

Bahwa Soekamo seorang patriot yang cinta pacta tanah aimya dan ingin
melihat Indonesia yang adil dan makmur selekas-lekasnya, itu tidak dapat
disangkal. Dan itulah barru1gkali motif yang terutama baginya untuk
melakukan tindakan yang luar biasa itu dengan tanggung jawab sepenullnya
pada d.irinya (Feith dan Castles, h. 127).

64
DAFTAR PUSTAKA

/\llian , l'cmikimn l)o/itik dun /)eruhahan Folitik lndonesiu, Jak<~rl~l .


G ramedia. IlJl)2

Almond, Gabriel, et.al., The Politics of the Developing Areas, New Jersey :
Princeton University Press, 1960.

--------- ----------. Demokrasi di Indonesia : Demokrasi Parlemen/er


dan Demokrasi Pancasila, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Dyke, Vernon van-, Political Science: a Philosophical Analysis, Stanford


· Stanford University Press, 1960.

Feith, Herbert. Decline ~(Constitutional Democracy in Indonesia. I th:tca ·


Cornell University Press, 1968 . '

-----------------, Soekarno - Militer dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta :


Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Feith, Herbert [and] Lance Castles, ed. Pemikiran.Politik Indonesia 1945-


1965, Ithaca : Cornell University Press, 1970

Gould, Carol C., Demokrasi Ditinjau Kembali, Yogyakarta: Tiara Wacann


Yogya, 1993.

Habermas, Jurgen, The Themy of Communicative Action, London ·


Heinemann, 1979.

----------------- The Philosophical Discourse of Modernity.


Massachusetts : the MIT Press Cambridge, 1992.

--------------------- , Theory and Practice, London: Heinemann, 1974 .

Kaisicpo, Manuel, Mereka-reka Pemikiran Politik Orde Baru, KompclS -


30 Oktober 1994.

Karim, M. Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia : Sebuah Potret


Pasang Surut, Jakarta: C.V. Rajawali, 1993.

Legge, J.D., Soekarno : Sebuah Biograji Politik, Jakarta : Pustaka Sinar


Harapan, 1996.
Da flar Puslaka

Lev, DanielS ., The l'o/itical Role of the Army in indonesia,

Muhaimin, Yahya, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia!


Y ogyakarta : Gajah Mada University Press, 1982.

Notosusanto, Nugroh, Pejuang dan Prajurit, Jakarta Pustaka Sinar


Harapan, I 991 .

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta Gadjah Mada


University Press, 1991.

Ris\vandha, I rnawan, The Evolution of Politica'l System in Indonesia 1900


/0 1987,

Sjan1Suddin, Nazaruddin, Soekarno Pemikiran Politik dan Kenya1aan


Praktek, Jakarta : Rajawali Press, 1988.

Soekarno, !Jibawah Hendera Revolusi I, Jakarta : Dibawah Bendcra


Revolusi, 1964.

Soekamo, Dibawah Bendera Revolusi II, Jakarta Dibawah Bendera


Revolusi, 1965.

Sumaryono, E., Hermeneutika, Sebuah Metoda Filsafat, Yogyakarta


Kan.isius, 1993.

Wilopo, Zaman Pemerintahan Partai-partai dan Kelemahan-


kelemahannya, Jakarta : Idayu, 1978.

Majalah:

Majalah Mingguan Sikap Kita, Jogjakarta 1948.

Anda mungkin juga menyukai