2. Demokrasi Permusyawaratan
Hatta menguraikan konsep demokrasi yang diidealkan, yaitu suatu bentuk
demokrasi yang tepat guna, selaras dengan karakter dan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Model demokrasi yang diidealkan, secara ringkas diuraikan oleh Mohamad Hatta sebagai
berikut ( Latif, 2011: 385):
“Negara itu haruslah berbentuk republik berdasarkan kedaulatan rakyat. Tetapi
kedaulatan rakyat yang dipahamkan dan dipropagandakan dalam pergerakan
nasional berlainan dengan konsepsi Rousseau yang bersifat individualisme.
Kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar dalam pergaulan hidup
sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus pula
perkembangan daripada demokrasi Indonesia yang “asli”. Semangat kebangsaan
yang tumbuh sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat,
memperkuat pula keinginan untuk mencari sendi-sendi bagi Negara nasional
yang akan dibangun ke dalam masyarakat sendiri”.
Konsep ideal demokrasi yang diuraikan Hatta tersebut menunjukan bahwasanya
demokrasi harus beranjak dari kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, dan
sosial psikologis yang spesifik dan berusaha untuk mengatasi tantangan kondisional.
Oleh karena itu demokrasi tidak bergerak diruang hampa, pengadopsian demokrasi juga
memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan realitas sosial historis, moral
kebudayaan, dan ideal-ideal kemasyarakatan.
Selanjutnya konsepsi para pendiri bangsa tentang demokrasi itu itu tertuang di
dalam Pancasila dan pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi:
“….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”.
A. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan tiga elemen yang mendasari demokrasi permusyawaratan
2. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan hak pe’pe!
Jawab:
1. Ada tiga elemen dasar dalam demokrasi permusyawaratan, pertama:
kekeluargaan dalam demokrasi desa, kedua, konsep syura’ dan kesederajatan
dalam Islam, ketiga, egaliterianisme dalam sosial-demokrasi Barat
2. Hak pe’pe adalah hak protes bersama yang dilakukan oleh rakyat dan dilakukan
dengan cara berjemur diri di tengah lapangan
B. SOAL FORMATIF
1. Menurut anda apa makna sesungguhnya dari demokrasi ?
2. Jika dilihat dari landasan ontologis demokrasi permusyawaratan yang berpijak
dari hakikat manusia yang monopluralis, maka apa yang sesungguhnya melatar
belakangi konsepsi demokrasi moderen lainnya sehingga demokrasi tersebut
dianggap tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia ?
3. Bagaimana membumikan konsepsi demokrasi permusyawaratan ditengah
masyarakat Indonesia yang majemuk?
4. Terkait dengan pelaksanaan pemilu 2014 yang telah kita lewati, dimana sempat
muncul ketegangan pasca pemilu antara dua kubu yang berseberangan. Kubu
yang satu menginginkan pemilihan langsung, dan kubu lain menginginkan
pemilihan lewat DPR. Menurut anda apa kelebihan dan kekurangan dari ide dua
kubu tersebut dan apakah hal tersebut menjadi ukuran demokratis tidaknya
suatu pemerintahan ?
C. DAFTAR PUSTAKA
Alfian, 1986, Demokrasi dan Proses Politik, LP3ES, Jakarta.
Asshidiqie, Jimly, 2011, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika,
Jakarta
Budiarjo, Miriam, 1996, Demokrasi di Indonesia:Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila, Gramedia, Jakarta
_______, 2000, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Collins, Elizabeth, 2004, Islam and the Habits of Democracy, dalam Error! Hyperlink
reference not valid.,akses tanggal 20 Februari 2010.
Dahl, Robert, 1992, Demokrasi dan Para Pengkritiknya, YOI, Jakarta.
Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia,PT.
Refika Aditama, Bandung
Feith, Herberth, 1973, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Cornell
University Press, Ithaca and London.
Gerung, Rocky, Tersesat di Jalan yang Benar, dalam Tempo 17 Agustus 2007
Hardiman, Budi, 2009, Demokrasi Deliberatif, Kanisius, Yogyakarta
Hardin, R., 1990, Public Choice versus Democracy, Alan Wertheimer, NewYork
University Press, New York.
Haryono, Anwar, 1997, Perjalanan Politik Bangsa, Gema Insani Press, Yogyakarta
Hatta, Mohammad, 1966, Demokrasi Kita, Pustaka Antara, Jakarta.
Kleden, Ignas, 2001, Menulis Politik Sebagai Utopia, Kompas, Jakarta
Latif, Yudi, 2009, Negara Paripurna, Gramedia, Jakarta
_________, Demokrasi Pasca Reformasi, Kompas 20 Maret 2006.
Mafud, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
Mc Lean , George, 2004, Democracy Culture and Value, Cardinal Station, Washington DC
Noer, Deliar, 1997, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Mizan, Bandung.
Nordholt, Schulte, 2003, Indonesian in Transition :Work in Progress, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Notonagoro, 1975, Pantjasila Ilmiah Populer, Hand Out Fakultas Filsafat UGM.
Outhwaite, William, ed.,2008, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Moderen, terj. Tri
Wibowo, Prenada Media Group, Jakar
Pranowo, Bambang, Islam dan Pancasila Dinamika Politik Islam Indonesia, Ulumul
Quran, Vol III, No 1, tahun 1992.
Rais, Amin, 1986, Demokrasi dan Proses Politik, LP3ES, Jakarta.
Riff, Michael, ed., 2001, kamus Ideologi Politik Moderen, terj., Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Suhelmi, Ahmad, 1999, Pemikiran Politik Barat:Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan, Darul Falah, Jakarta.
Suhelmi, Ahmad, 1999, Pemikiran Politik Barat:Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan, Darul Falah, Jakarta.
Sumarjan, ed.,, 2000, Kesadaran dan Perilaku, dalam Menuju Tata Indonesia Baru,
Gramedia, Jakarta.
Sukarno, 1964, Dibawah Bendera Revolusi, Panitia Penerbit di Bawah Bendera Revolusi,
Jakarta.
Sundaussen, Ulf, Demokrasi dan Kelas Menengah:refleksi mengenai pembangunan
politik, Prisma, no 2, thn XXI, 1992
Wahyono, Padmo, 1996, Kuliah-Kuliah Ilmu Negara, Ind-Hill-Co, Jakarta
Wardaya, Baskara, Membuka Kotak Pandora Pemilu 1955, Basis, no 03-04, tahun ke-53,
maret-april 2004.
Winarno, Budi, 2007, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Budi Winarno, Medpres,
Yogyakarta.
D. PENUTUP
Modul III ini membahas mengenai HAM dan Demokrasi, di mana keduanya
merupakan yang sangat penting dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Isu
mengenai HAM merupakan isu yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
tidak bisa dilihat dengan cara pandang material semata, tetapi hal ini menyangkut nilai
kemanusiaannya. Di Indonesia kasus-kasus pelangaran HAM terus saja terjadi,
misalnya menyangkut kekebasan berekspresi, beragama dan berkeyakinan, hingga
bidang-bidang yang lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya terus meneru untuk
melakukan penyadaran di level masyarakat, di samping koreksi atas kekuasaan dan
hukum yang selalu tidak bersinergi dalam melakukan pengungkapan kasus HAM
Di samping HAM, persoalan demokrasi kita yang bersifat prosedural, yakni
pemilihan umum 5 tahunan diartikan sebagai tujuan untuk mengejar kekuasaan. ‘Cara’
menjadi ‘tujuan’, sehingga ketika musim pemilu tiba dijadikanlah ajang untuk merebut
kekuasaan. Ketika demokrasi telah dibajak oleh kaum elite, disanalah sebetulnya terjadi
kematian bagi demokrasi itu sendiri, sebagaimana yang telah lama dikhawatirkan oleh
filsuf Plato.
Minimnya peran masyarakat dalam demokrasi tersebut menyadarkan kita untuk
melihat kembali gagasan Bung Hatta tentang peran pelibatan masyarakat dalam
demokrasi Permusyawaratan. Kekuatan-kekuatan demokrasi digiring untuk aktif
berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik negara. Demokrasi
permusawaratan mensyaratkan rasionalitas, menanggalkan atribut, serta
kesederajatan antara kekuatan untuk mencapai sebuah kemufakatan. Percapakan
rasional (deliberasi) ini mengharuskan dibukanya ruang publik untuk membicarakan
isu-isu yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat umum. Demokrasi
permusyawaratan harus dilakukan di atas akal-kearifan daripada kepentingan-
kepentingan kelompok atau golongan.