Anda di halaman 1dari 5

Maklumat Pemerintah tentang Pembentukan Partai

MAKLUMAT PEMERINTAH TENTANG PEMBENTUKAN PARTAI DAN PERUBAHAN


BENTUK PEMERINTAHAN

Sejarah Politik Indonesia di Masa Awal Kemerdekaan

Pada saat Indonesia baru merdeka, pemerintah Indonesia saat itu masih belum
mengatur sistem pemerintahan secara sempurna. Para founding fathers kita alias para
pendiri Indonesia masih terus berusaha mencari sistem pemerintahan yang tepat untuk
Indonesia. Dalam catatan sejarah politik Indonesia disebutkan Soekarno-Hatta dilantik
menjadi presiden dan wakil presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Saat itu sistem
pemerintahan yang diterapkan untuk Indonesia adalah sistem presidensial. Presiden
Soekarno kemudian membentuk Kabinet Presidensial untuk memenuhi alat kelengkapan
negara.

Sistem pemerintahan presidensial tersebut terpusat atau tersentral pada Soekarno-Hatta


karena pada saat itu rakyat Indonesia mempercayakan Indonesia kepada mereka.
Sebelum ada Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun Dewan
Pertimbangan Agung, Presiden Soekarno dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP). Nah, untuk menghindari adanya absolutisme atau kekuasaan mutlak dari satu
pihak saja, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan tiga maklumat. Pertama,
Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi ketetapan KNIP
yang diubah menjadi lembaga legislatif. Kedua, Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945, yang berisi mengenai pembentukan partai-partai politik di Indonesia.
Ketiga, Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, yang berisi mengenai
perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari sistem presidensial ke sistem demokrasi
parlementer.

Kumpulan peristiwa sejarah Indonesia mencatat, dalam sistem demokrasi parlementer,


kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat. Karena pemerintahan bersifat parlementer,
Presiden Soekarno perlu membentuk suatu kabinet lagi. Namun sayangnya, kabinet-
kabinet bentukan Presiden Soekarno tersebut tidak ada yang bertahan lama. Ini terjadi
karena pada saat itu, masih ada banyak tantangan bagi pemerintah Indonesia, baik dari
dalam maupun dari luar negeri. Salah satu di antaranya adalah karena pada saat itu
Belanda kepingin balik berkuasa lagi di Indonesia.

LATAR BELAKANG MUNCULNYA MAKLUMAT

Gagasan tentang partai di Indonesia sudah muncul jauh sebelum kemerdekaan. Di era
pergerakan nasional, topik kepartaian telah memicu sejumlah diskusi dan perdebatan.
Kelahiran Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) yang diinisiasi Mohammad Hatta dan
Sutan Sjahrir, misalnya, bukan hanya sebagai jawaban atas Partai Nasional Indonesia
(dan kemudian Partindo), melainkan juga dapat diletakkan dalam konteks perdebatan
tentang model-model kepartaian. Perdebatan itu terus berlangsung dan memuncak
pada awal-awal kemerdekaan. Beberapa elite politik mulai memikirkan perlunya
Indonesia menjadi negara demokratis. Dan untuk itu, perlu dibangun pula infrastruktur
demokrasi agar aspirasi dan suara rakyat bisa tersalurkan lewat jalur yang demokratis. Di
sisi lain, beberapa elite tidak menghendaki adanya banyak partai. Mereka menginginkan
sistem partai tunggal yang diharapkan bisa mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Partai,
bagi mereka, hanyalah pemecah belah rakyat dan menjadi batu sandungan bagi
terbentuknya persatuan dan kesatuan bangsa. Sukarno, misalnya, masih merawat hasrat
keberadaan sebuah partai pelopor yang menjadi satu-satunya partai. Dalam bayangan
Sukarno, partai semacam itu akan menjadi wadah bagi seluruh spektrum politik yang
ada.

Ia sebenarnya sempat merealisasikan gagasan partai pelopor ketika Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyetujui desakannya soal pembentukan partai negara
pada 22 Agustus 1945. Lima hari berikutnya, 27 Agustus, PPKI mengumumkan secara
resmi berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai negara. Dalam
pengumuman itu disebutkan juga mengenai pembentukan Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) yang menjalankan fungsi parlemen. PNI cuma bertahan sangat singkat,
hanya empat hari. Pada 1 September partai tersebut dibubarkan lantaran dikhawatirkan
bisa menjadi pesaing KNIP. Dalam Nationalism and Revolution in Indonesia (1952),
George Kahin mengungkapkan, "Partai Nasional yang monolitik itu dibubarkan karena
dirasa menyamai dan menyaingi KNIP sehingga mungkin kelak akan menimbulkan
perpecahan" (hlm. 186). Hanya dua bulan berselang, akibat dinamika yang begitu hebat,
kondisi politik berubah arah. Dari mereka yang memiliki gagasan perlunya pembentukan
partai-partai politik, dan tidak hanya satu partai, terbitlah sebuah keputusan pemerintah
pada 3 November 1945, tepat hari ini 74 tahun lalu. Sesuai dengan tanggal terbitnya, ia
kemudian dikenal dengan nama “Maklumat Pemerintah 3 November 1945”. Maklumat
itu berisi anjuran agar masyarakat membentuk partai-partai politik dalam rangka, seperti
disebutkan di dalamnya, “memperkuat perdjuangan… mempertahankan kemerdekaan
dan mendjamin keamanan masjarakat.” Maklumat Pemerintah 3 November 1945 adalah
sebuah turning point bagi proses demokrasi dan kehidupan kepartaian di Indonesia.
Sejarah memperlihatkan, perbedaan pandangan mengenai sistem partai tunggal dan
multipartai sama menariknya dengan proses lahirnya partai-partai politik. Sebab dari
situlah dapat terlihat bagaimana pergulatan pemikiran para founding father, terutama
dalam hal cara mereka memberi makna pada demokrasi. Dalam pergulatan soal partai
politik tersebut, dua tokoh memegang peranan kunci dalam panggung politik Indonesia
masa itu: Sukarno dan Sutan Sjahrir.

ISI MAKLUMAT PEMERINTAH 3 NOVEMBER 1945

Pada 3 November 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengumumkan Maklumat


Pemerintah Republik Indonesia. Mungkin karena tergesa atau maklumat itu memang
dibuat secara terburu-buru, Menteri Sekeretaris Negara pertama republik ini, Prof. Mr.
Abdoel Gaffar Pringgodigdo, tidak membawa daftar urutan maklumat wapres. Untuk
sementara nomor urut itu tidak diisi, hanya diberi tanda silang (X). Namun hingga
Pringgodigdo menjadi Menteri Kehakiman pada 1950, nomor urut tak pernah diterakan.
Jadilah maklumat tersebut bernama Maklumat No. X.

Isi Maklumat itu pendek, hanya satu paragraf, tanpa konsiderans, berisi anjuran
pemerintah, 

“1. Pemerintah menjukai timbulnja partij-partij politik karena dengan adanja partij-partij
itulah dapat dipimpin kedjalan jang teratur segala aliran paham jang ada dalam
masjarakat. 2. Pemerintah berharap supaja partij-partij politik itu telah tersusun,
sebelumnja dilangsungkan pemilihan anggauta Badan-Badan Perwakilan Rakjat pada
bulan Djanuari 1946.”

Nada kalimat maklumat itu datar. Desakan untuk membentuk partai politik memang
menguat sejak Oktober tahun itu. Beberapa kelompok, terutama yang tak terakomodir
dalam pemerintahan yang baru seumur jagung itu, meminta diberi jalan mendirikan
wadah, dalam bentuk parpol, untuk berkumpul dan menyebarkan gagasan-gagasan.

Namun hanya dengan kalimat pendek itu terjadi revolusi sistem politik di Indonesia:
penggantian sistem kabinet presidensiil menjadi kabinet parlementer.

Yang terkena pertama adalah Presiden Soekarno, yang kewenangannya dilucuti.


Soekarno tinggal hanya sebagai Kepala Negara yang praktis tanpa kekuasaan politik.

Setelah itu hingga Desember 1945 partai-partai politik bermunculan. Namun masa-masa
revolusi kemerdekaan itu bukan tempat untuk bermain politik, paling tidak secara
formal.

Pemenang perang dunia ke-2 datang. Inggris mewakili sekutu menduduki Indonesia
sejak Oktober 1945. Pemilu yang digagas pada 1946 taqk pernah terjadi.

Namun beberapa partai politik berkat Maklumat “tanda silang” itu. Masyumi (Majelis
Syuro Muslimin Indonesia), dipimpin oleh Dr. Soekiman Wirjosandjoyo, berdiri pada 7
November. PKI (Partai Komunis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Moch. Yusuf, juga
berdiri pada tanggal itu.

PNI (Partai Nasional Indonesia), dipimpin Sidik Djojosukarto, berdiri 29 Januari 1946. PNI
didirikan sebagai hasil penggabungan antara PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerakan
Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing telah berdiri
antara November dan Desember 1945.

PSI (Partai Sosialis Indonesia), yang dipimpin Amir Sjarifuddin berdiri 10 November 1945.
PRS (Partai Rakyat Sosialis), yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, berdiri 20 November 1945.
PSI dan PRS kemudian bergabung dengan nama Partai Sosialis pada Desember 1945.,
dan dipimpin Sutan Syahrir.
Syahrir inilah yang disebut-sebut di belakang gagasan Maklumat 3 November 1945 itu. 

MAKLUMAT 14 NOVEMBER 1945 MENGENAI PERUBAHAN BENTUK


PEMERINTAHAN 

Selain alasan diatas perubahan sistem pemerintahan dianggap sebagai cermin


demokrasi Indonesia waktu itu. Hal ini tertulis pada maklumat di atas,“Guna
menyempurnakan tata usaha Negara kepada susunan demokrasi”. Selain itu, alasan lain
adalah salah satunya berfungsi untuk mengurangi kekuasaan presiden sebagai satu-
satunya pemegang kekuasaan tertinggi di negara, karena dengan keharusan presiden
untuk melapor atau bertanggung jawab kepada parlemen menunjukkan bahwa presiden
tidak absolut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Dengan berbagai alasan dan latar belakang peristiwa diatas Pemerintah Indonesia pada
14 November 1945 akhirnya mengeluarakan maklumat yang berisi,

“Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan


selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat
sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna
menyempurnakan tata usaha Negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam
perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggungjawab adalah di dalam
tangan Menteri.

Selanjutnya KNIP dalam sidang ketiga tanggal 25-27 November 1945 menyetujui pula
adanya pertanggungjawaban menteri tersebut dengan kata-kata “… membenarkan
kebijakan presiden perihal mendudukkan perdana menteri dan menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai suatu langkah
yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang.”

Maklumat ini menjadi titik balik perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yang semula
presidensil (12 September – 14 Novmber 1945) menjadi parlementer. Yang membuat
nantinya pemerintahan (Perdana Menteri bersama Kabinet) bertanggung jawab kepada
parlemen (KNIP) yang berfungsi sebagai badan legislatif bukan pada Presiden lagi, hal ini
sesuai dengan isi maklumat No.X 16 Oktober 1945 yang menyebutkan KNIP sebagai
fungsi legislatif.

Pengumuman maklumat ini menandai kemenangan Kelompok Oposisi Sosialis yang


telah menguasai KNI-P Pimpinan Sutan Sjahrir dan setelah maklumat tersebut Kelompok
Oposisi Sosialis di KNI-P segera mengusulkan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri
pertama Indonesia dan Soekarno pun menyambutnya dengan senang hati dan saat
itulah awal berlangsungnya kekuasaan Perdana Menteri Sutan Sjahrir atau yang lebih
dikenal Kabinet Sjahrir I karena nantinya Sjahrir berhasil menjadi Perdamna Menteri
sebanyak 3 periode pemerintahan,
Sistem kabinet parlementer yang berlaku sejak tanggal 14 November 1945 hingga 27
Desember 1949 menggunakan Konstitusi UUD 1945 dan selama itu terdapat Sembilan
kali pergantian kabinet, antara lain sebagai berikut.

1.) Kabinet Presidensial Pertama, 2 September 1945-14 November 1945.

2.) Kabinet Syahrir I, 14 November 1945-12 Maret 1946.

3.) Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946-20 Oktober 1946.

4.) Kabinet Syahrir III, 20 Oktober 1946-27 Juni 1947.

5.) Kabinet Amir Syarifuddin I, 3 Juli 1947-11 November 1947.

6.) Kabinet Amir Syarifuddin II, 11 November 1947-29 Januari 1948.

7.) Kabinet Hatta I (Presidensial), 29 Januari 1948-4 Agustus 1948.

8.) Kabinet Darurat (PDRI), 19 Desember 1948-13 Juli 1949.

9.) Kabinet Hatta II (Presidensial), 4 Agustus 1949-20 Agustus 1949.

Namun Perubahan Pemerintahan ini melalui Maklumat 14 November 1945 jelas-jelas


melanggar konstitusi karena bertolak belakang dengan UUD 1945 yang berlaku saat itu.
Dan seiring berjalannya waktu, Indonesia merasa tak cocok dengan sistem ini. Hal ini
dibuktikan dengan sering jatuh bangunnya kabinet yang membuat pemerintahan kurang
stabil dan membuat pembangunan terhambat.

Anda mungkin juga menyukai