1. MASA MENGISI KEMERDEKAAN DAN MASA ORDE LAMA DAN
ORDE BARU
A. PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN & MENGISI KEMERDEKAAN
-Masalah internal yang dihadapi bangsa Indonesia : a. Konflik Elit Politik Antara Soekarno Dan Syahrir Konflik politik antara Soekarno dan Syahrir yaitu perbedaan mencolok pada awal kemerdekaan tentang pandangan mereka mengenai partai politik. Sebelum menjadi presiden, Soekarno tak pernah tinggal di luar Indonesia. Meski ia memperoleh pendidikan Barat, pengalamannya diserap dari pergumulan kehidupan sehari-hari di negeri terjajah. Ia tak pernah merasakan dan mengamati sendiri bagaimana liberalisme dan demokrasi berjalan di suatu negara yang bebas. Ciri khas dari karakter Soekarno adalah prasangkanya terhadap Barat dan sistem politik liberal. Ia memang tak menampik demokrasi, tapi lebih menghendaki demokrasi yang sesuai dengan adat Indonesia. Musyawarah mufakat dianggap lebih mampu memelihara persatuan dan kesatuan seperti yang diasumsikan berlangsung dalam masyarakat Nusantara selama ratusan tahun. Soekarno sedari muda memang terobsesi dengan gagasan persatuan dan kesatuan dalam kerangka negara integralistik. Sebuah negeri seperti Indonesia, yang terdiri dari bermacam suku bangsa, mesti diikat dengan tali persatuan yang kokoh agar tidak tercerai berai di masa depan. Dari gagasan tersebut, tak heran bahwa Soekarno lebih menghendaki sistem partai tunggal. Ini makin menambah tebal keyakinannya bahwa sistem partai tunggal mesti diterapkan di Indonesia agar dapat menjadi negeri yang tangguh. Terkait pandangannya mengenai konstitusi dan struktur pemerintahan meski kita tak bisa mengelakkan kenyataan bahwa keluasan bahan bacaannya jauh melampaui batas sempit negerinya. Soekarno hanya pernah melihat secara langsung struktur negara Hindia Belanda. Dalam negara kolonial ini, kekuasaan berada di tangan 1 orang (gubernur jenderal) dan peran badan perwakilan sebagai penasehat semata. Tak mengherankan bahwa pada awal berdirinya Republik, Soekarno dengan tegas menyatakan sistem yang berlaku di Indonesia adalah partai tunggal. Ketika itu ia mendukung didirikannya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berfungsi sebagai staatspartij. Pola partai tunggal macam ini adalah ciri khas negara fasis dan komunis totaliter. Soekarno tidak melihat bahwa partai tunggal yang dikehendakinya bisa jatuh ke dalam kubangan totaliterisme. Ia hanya melihat partai tunggal sebagai instrumen terbaik untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Masyarakat yang tercerai berai karena sekat-sekat partai hanya akan membuat ricuh proses persatuan itu. Ia juga melihat partai tunggal sebagai sistem yang paling cocok dengan adat dan tradisi Indonesia. Keengganan Soekarno atas partai makin memuncak tatkala ia menyaksikan zaman demokrasi liberal pada dekade 1950-an. Zaman ini memang ditandai menguatnya peran partai politik dalam pemerintahan. Bagi Soekarno, partai-partailah, karena kepentingan masing-masing yang saling bertentangan, yang menyebabkan instabilitas politik berkepanjangan. Soekarno muak dengan keadaan itu sampai akhirnya mengeluarkan sebuah Dekrit yang mengakhiri sistem demokrasi liberal pada 1959. Syahrir bisa dibilang representasi Pemikiran Barat dalam jajaran bapak pendiri republik. Ia mewakili garis politik sosial demokrat yang sangat populer di kalangan intelektual Eropa sejak awal abad ke 20. Ia percaya kepada sistem demokrasi Barat yang tidak menerima gagasan partai tunggal yang monolitik. Secara teoretis ia memang mengaku bahwa staaspartij bisa saja memiliki komposisi yang beraneka rupa dan merepresentasikan berbagai ideologi serta aliran yang ada dalam masyarakat. Tetapi selalu terbuka kemungkinan bahwa partai itu akan diselewengkan terutama oleh penguasa. Baginya pertai tunggal cenderung merepresi berbagai perbedaan politik yang pokok bukan sebagai medium untuk mengakomodasi segala macam perbedaan tersebut. Syahrir menyaksikan sendiri bagaimana demokrasi parlementer dijalankan di Belanda tatkala kuliah di sana. Pergaulan dengan kelompok sosial demokrat Belanda juga turut memberi warna pada pemikirannya itu. Dalam hal ini, ia sebenarnya lebih cocok dengan gagasan Hatta. Sedangkan Sukarno tidak pernah mengenyam pendidikan di luar negeri. Penolakan Syahrir terhadap gagasan nasionalisme Soekarno juga mencerminkan pokok perbedaan di antara kedua bapak bangsa ini. Syahrir menolak gaya nasionalisme menggebu gebu yang baginya sangat berbahaya karena bisa mengarah kepada fasisme. Gagasan Syahrir yang sangat Barat ini jelas tidak sesuai dengan ide Soekarno yang cenderung sinkretis dan percaya kepada sistem negara integralistik. B. 19 -8-45 Pres Undangan PPKI & Pemuda Utk :Bentuk KNIP;Rancang 12 Dept & Tunjuk Menteri;Bagi Wilayah 8 Propinsi PPKI melaksanakan sidang yang kedua yaitu pada tanggal 19 Agustus. Sidang tersebut menghasilkan 3 buah keputusan yakni Pembagian Wilayah RI Menjadi 8 Provinsi, Menetapkan 12 Kementerian, Pembahasan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pembagian wilayah RI menjadi 8 Provinsi terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, Sumatera. Dan kemudian PPKI membentuk 12 Kementerian. Awalnya Ahmad Soebardjo mengusulkan dibentuknya 13 Kementerian, namun setelah dilakukan sidang memutuskan adanya 12 Kementerian dan 1 menteri negara, Yaitu : 1. Departemen Dalam Negeri 2. Departemen Luar Negeri 3. Departemen Kehakiman 4. Departemen Keuangan 5. Departemen Kemakmuran 6. Departemen Kesehatan 7. Departemen Pengajaran 8. Pendidikan dan Kebudayaan 9. Departemen Sosial 10. Departemen Pertahanan 11. Departemen Perhubungan 12. Departemen Pekerjaan Umum
C. 23-8-45 Pres bentuk KNIP & BP KNIP.
KNIP merupakan Badan Pembantu Presiden yang keanggotaannya terdiri dari pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. KNIP ini diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia sehingga tanggal pembentukannya diresmikan menjadi Hari Jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan. Namun kemudian diperluas tidak hanya sebagai penasehat presiden tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut wakil presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan maklumat Pemerintahan RI No.X yang isinya meliputi hal-hal seperti berikut. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi ke kuasaan legislatif untuk membuat UU dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Halunan Negara (GBHN). Berhubung gantinya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat Pusat sampai tingkat Daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
KNIP sudah melaksanakan sidang beberapa kali, antara lain yakni :
Sidang pleno ke 2 di Jakarta tanggal 16-17 Oktober 1945 Sidang pleno ke 3 di Jakarta tanggal 25-27 November 1945 Kota Solo tahun 1946 Sidang pleno ke 5 di Malang tanggal 25 Februari s/d 6 Maret 1947 Yogyakarta pada tahun 1949
Hasil Sidang KNIP 16 Oktober 1945
Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Sutan Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin. Kemudian Drs. Moh. Hatta mengeluarkan maklumat politik 3 November 1945 atas desakan dari Sutan Syahrir selaku Ketua BP-KNIP. Akibatnya adalah munculnya berbagai partai politik di Indonesia dengan ideologi yang beraneka ragam. Contoh : Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Partai Nasional Indonesia. Tanggal 11 November 1945 BP-KNIP mengeluarkan pengumuman Nomor 5 tentang pertanggungjawaban Materi Kepada Perwakilan Rakyat. Anehnya presiden Soekarno menyetujui usul tersebut dan mengeluarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 dengan persetujuan tersebut sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemenkan menjadi sistem kabinet parlementer. Anggota KNIP terdiri dari 137 orang, yang bertindak sebagai pemimpin ialah : 1. Mr. Kasman Singodimedjo – Ketua 2. M. Sutardjo Kartohadikusumo – Wakil Ketua I 3. Mr. J. Latuharhary – Wakil Ketua II 4. Adam Malik – Wakil Ketua III Berhubung dengan keadaan dalam negeri yang genting, pekerjaan sehari- hari KNIP dilakukan oleh 1 Badan Pekerja, yang anggotanya dipilih dikalangan anggota dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP BP-KNIP dibentuk tanggal 16 Oktober 1945 yang diketuai oleh Sutan Syahrir dan penulis oleh Soepeno dan beranggotakan 28 orang. Pada tanggal 14 November 1945, Sutan Syahrir diangkat menjadi Perdana menteri sehungga BP-KNIP diketuai oleh Soepeno dan penulis Dr. Abdul Halim, kemudian pada tanggal 28 Januari 1948 Soepeno diangkat menjadi menteri Pembangunan dan pemuda pada kabinet Hatta I, sehingga ketua ialah Mr. Assaat Datu Mudo dan penulis tetap Dr. Abdul Halim. Pada tanggal 21 Januari 1950 Mr. Assaat diangkat menjadi Pelaksana Tugas Presiden RI dan Dr. Abdul Halim diangkat menjadi Perdana menteri serta sebagian besar anggota BP-KNIP diangkat menjadi menteri dalam kabinet Halim tersebut. Para anggota BP-KNIP tercatat antara lain : Sutan Syahrir, Mohamad Natsir, Soepeno, Mr. Assaat Datuk Mudo, Dr. Abdul Halim, Tan Leng Djie, Soegondo Djojopoespito, Soebadio Sastrosatomo, Soesilowati, Rangkayo Rasuna Said, Adam Ghafar Pringgodigdo, Abdoel Moethalib Sangadji, Hoetomo Soepardan, Mr. A. M. Tamboenam, Mr. I Gusti Pudja, Mr. Lukman Hakim, Manai Sophiaan, Tadjudin Sutsn Makmur, Mr. Mohamad Daljono, Sekarmadji Kartosoewirjo, Mr. Prawoto Maruto Nitimihardja, Mr. Abdoel Hakim, Hamdani, dll. -Matlumat KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) : Maklumat Politik 3 November 1945
Pemerintah RI menghendaki munculnya partai politik untuk menjadi media
dalam menyalurkan dan mempresentasikan seluruh aliran dan paham yang terdapat di Indonesia. Pemerintah RI menetapkan bahwa pembentukan partai politik telah tersusun rapi sebelum dilaksanakannya pemilihan. Matlumat Wakil Presiden Atas usulan KNIP dalam sidangnya pada tanggal 16-17 Oktober 1945 di Balai Muslimin, Jakarta diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang dalam diktumnya berbunyi : “Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi Kekuasaan Legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Halunan Negara, serta pekerjaan Komite Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Fungsi KNIP :
Membantu Tugas kepresidenan dan Penasehat Presiden
Pembentukan alat Kelengkapan Keamanan Negara Pertahanan dan keamanan Negara Mempunyai kewenangan legislatif Badan atau lembaga yang berfungsi sebagai DPR sebelum dilaksanakannya Sebagai wadah generasi mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde baru Sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi Muda Mahasiswa Pembentukan provinsi I seluruh wilayah Indonesia Pembentukan lembaga pemerintahan di daerah
D. 16-17 Oktober 45 Rapat Pleno KNIP : Maklumat Pemerintah No.10
(Wapres) tugas KNIP kekuasaan legislatif dan tetapkan GBHN. Karena terbukti adanya kesalahfahaman tentang kedudukan, kewajiban dan kekuasaan Badan Pekerja Komite Nasional, yang dibentuk oleh Rakyat pada tanggal 16/17 Oktober 1945 berhubung dengan Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia No. X. Menurut keputusan ini maka Badan Pekerja berkewajiban dak berhak : Turut menetapkan garis besar haluan Negara. Menetapkan bersama sama dengan Presiden UU yang boleh mengenai segala macam urusan Pemerintahan. Yang menjalankan UU ini adalah pemerintah, artinya Presiden dibantu oleh menteri dan pegawai yang dibawahnya. Berhubung dengan perubahan dalam kedudukan dan kewajiban Komite Nasional Pusat mulai tanggal 17 Oktober 1945 Komite Nasional Pusat (dan atas namanya Badan Pekerja) tidak berhak lagi mengurus hal hal yang berkenaan dengan tindakan Pemerintahan (Uitvoering). Kedudukan Komite Nasional Daerah akan lekas diurus oleh Pemerintah (Presiden). Kewajiban dan kekuasaan Badan Pekerja yang diterangkan diatas (a dan b) berlaku selama Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk dengan cara yang ditetapkan dalam UUD.
Pekerjaan KNIP oleh BP KNIP.Pimp KNIP Kasman S;
Sutardjo.J.Lauharhary; Adam Malik. PNI sebagai partai tunggal; Dibentuk BKR->TKR; DPA; 3 November 1945 Maklumat Pemerintah (M.Hatta) anjuran bentuk parpol atas usul BP KNIP, Lahir parpol dengan ideologi agama; nasionalisme; sosialisme/komunisme. Ekonomi pasca perang : 3 mata uang pemerintah Belanda; pemerintah Jepang; De Javasche bank. Uang NICA pengganti uang Jepang; Ori pengganti uang Jepang.
-Masalah eksternal yang dihadapi bangsa Indonesia :
Serbuan sekutu;Bld bentuk BFO (NIT,Sumtim, Pasundan,Jatim,Madura) oleh
pimp NICA HJ van Mook.
20-7-47-Aksi Polisionil/Agresi Belanda terhadap Jawa Barat, Madura, Ujung
Timur, Semarang & pelabuhan yang dikuasai RO. Ada tekanan Internasional. 8 Desember 47 Perundingan Renville: RI setuju bentuk Negara Indonesia Serikat daerah RI yang dikuasai Belanda diakui s/d plebisit, RI menarik pasukan TNI dari Daerah kekuasaan Belanda. 18 Desember 48 Belanda lakukan aksi Polisionil/agresi II ke Yogyakarta, tangkap Soekarno, Hatta, Agussalim, anggota kabinet diasingkan ke luar Jawa Dikutuk masyarakat Internasional dan pembahasan di PBB. Dibentuk PDRI (Syafruddin Prawiranegara) di Sumatera, dengan cadangan LN Palar (LN) Perang gerilya oleh Jenderal Sudirman. Perundingan Roem-Royen dengan hasil : RI hentikan perang gerilya, turut KMB, Pembebasan tak bersyarat pemimpin RI 23 Agustus – 2 Nopember 49 KMB di Den Haag diikuti : RI; BFO & Belanda dengan hasil : Belanda akui RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat; Kares.Irian selesai dalam waktu 1 tahun; dibentuk Uni Indonesia – Belanda; RIS bayar hutang Belanda sejak 1942. 27 Desember 49 Belanda serahkan/mengakui kedaulatan RIS (tidak termasuk Irian) memakai Konstitusi RIS, dengan rumusan dasar negara : Ketuhanan yang Maha Esa; Peri Kemanusiaan; Kebangsaan; Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial. Dibentuk DPRRIS; Senat RIS; DPA RIS. Kurun waktu 15 tahun (11Kabinet, 1945 – 1959) masa Demokrasi Liberal/Parlementer. 29 September 1955 pemilu O untuk pilih anggota DPR, Konstituante, DPRD Prop/Kab/Kota. Terpilih PNI, Masyumi, NU; PKI yang menguasai kursi di DPR dan Konstituante. Kejadian penting : Pemantapan BKR; Indonesia jadi anggota PBB Bina hubungan dengan negara lain; Pembangunan segala bidang; Penerapan Demok. Liberal/Parlementer; Pemilu 1955; sidang Konstituante; Dekrit Presiden Soekarno; ciptakan simbul negara; penerapan Pancasila dalam UUD; tumpas Pemberontakan DI/TII, PKI Madiun. 2. MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU
E. Pelaksanaan UUD 1945 – Awal Kemerdekaan
18 Agustus 1945 – UUD 1945 disahkan oleh PPKI. Sistem Pemerintahan dengan Kebinet Presidensial : Menteri diangkat, diberhentikan dan tanggung jawab kepada Presiden. Andrew Heywood(2001) dikutip Airlangga Pribadi (Jawa Pos 7 Mei 2010), prinsip utama dan tujuan Sistem Presidensial : 1. Presiden maupun Legislator dipilih langsung oleh rakyat sehingga masing-masing institusi memiliki legitimasi yang kuat (dual legitimacy) dan satu sama lain tidak dapat saling menjatuhkan kecuali melalui mekanisme pemakzulan bagi presiden. 2. Kekuasaan presiden bersifat tak terbagi (sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan), 3. Presiden memimpin secara langsung pemerintahan yang dipilihnya dengan hak prerogatif presiden untuk memilih dan memberhentikan menteri menterinya. 4. Presiden bertanggung jawab langsung kepada konstitusi dan rakyat sebagai pemilih. Memperhatikan pendapat diatas, sistem presidensial belum diterapkan karena belum ada pemilu di Indonesia (situasi) pasca kemerdekaan, serbuan sekutu, perundingan dengan Belanda, keadaan ekonomi masih belum stabil, pemberontakan PKI Madiun-1948, dll). UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh/Pasal-pasal dan penjelasan : 16 bab, 37 pasal Aturan Peralihan (4pasal) dan Aturan Tambahan (2 ayar). Perubahan Praktek Ketatanegaraan : 1. W September 1945 dilantik kabinet I dipimpin Pres. Soekarno 2. Maklumat Wapres No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP sebelum terbentuk MPR & DPR diserahi kekuasaan legislatif dan tetapkan GBHN. Berhubung gentingnya keadaan dijalankan oleh Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan bertanggung jawab kepada KNIP. Maklumat ini mengurangi kekuasaan Presiden yang semula amat luas. 3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, Kabinet tidak dipimpin Presiden tapi diketuai Perdana menteri Sutan Syahrir. 1. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 MASA ORLA (1959- 196/1967) Prof. mardojo,SH : Revolusi Permanen dipimpin PBR sehingga perlu dibuat hukum revolusi dalam bentuk Penpres; Perpres; Keppres, yang kadang bertentangan dengan UUD 1945. Politik terjadi pemusatan kekuasaan pasa Presiden Soekarno, karena Moh. Hatta 20 Juli 1956 mengundurkan siri dari jadi Wapres. Kejadian penting : 1. Pembekuan DPR hasil pemilu 1955 (Penpres No. 3/1960); 2. DPRGR dibentuk (Penpres No. 4/1960); 3. Tata tertib DPR (Penpres No.14/1960); 4. MPRS dibentuk (Penpres No. 2/1959); 5. Penyederhanaan Parpol dengan syarat tertentu (Penpres No.7/1959); 6. Front Nasional dibentuk (Penpres No. 13/1959); 7. GBHN (Penpres No. 1/1960); 8. Pembreidelan Pers (Penpres No. 14/1963); 9. TAP MPRS/MPRS/1960 Manipol dari Ir.Soekarno dijadikan GBHN; 10. TAP MPRS/MPRS/1963, Pengangkatan PBR sebagai Presiden seumur hidup, 11. TAP MPRS No. V/MPRS/1965 Amanat Politik Presiden”Berdikari” sebagai Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik (Manipol).
2. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 MASA ORBA
(1966/1967-1998) Orba bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 srcara murni dan konsekuen, karena ada tuntutan dari rakyat terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945 oleh Orla. Orba lahir setelah PKI gagal dalam pemberontakan G30S, Sehingga lahir tuntutan rakyat (TRITURA). PKI dan Ormasnya dibubarkan, pembersihan unsur PKI dari Lembaga Negara (MPRS, DPRGR, Pemerintahan, lembaga hukum, dll. Ada konsensus nasional antara pemerintah dan unsur masyarakat Hasil Konsesus : 1. Tap MPRS No.XX/MPRS/1966-Memorandum DPRGR tentang Sumber Tertib Hukum RI & Tata Urutan Peraturan Perundangan RI. 2. Konsensus tentang RUU Kepartaian, Keormasan dan Kekayaan. 3. Pemilu dengan sistem proporsional representation yang sederhana. 4. Anggota MPR 1/3 diangkat, agar UUD 1945 tidak dirubah. 5. ABRO diberi jatah 100 kursi di DPR (Sebagai stabilisator dan dinamisator), di daerah diberi jatah maksimum 20%. 6. Pancasila ditetapkan sebagai satu-satunya azas bagi parpil dan ormas (Tap MPR No.I/MPR/1983) 7. Tap MPR No. I/MPR/1978-pasal 115-Peraturan Tata Tertib MPR ditegaskan MPR tidak akan lakukan kehendak dan tidak lakukan perubahan UUD 1945 dan akan laksanakan secara murni dan konsekuen. 8. Pemilu 1971, 1977, 1982, 1992, 1997-tidak mempermasalahkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi program parpol. 9. Lembaga Negara terbentuk hasil pemilu, ada Mekanisme kepemimpinan Nasional 5 tahunan. 10. Tap MPRS diteliti, dievakuasi, dan dicabut. 11. Tap MPRS No.XXXIII/MPRS/1967-Pencabutam Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno, dan Mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden, hingga Pemilihan Presiden oleh MPR hasil pemilu. 12. Tap MPRS No XLI /MPRS/1968-Pengangkat Pengemban Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden RI. 13. Tap MPR No.II/MPR/1978-(Ekaprasetia Pancakarsa) 14. Tap MPR No.III/MPR/1978-Kedudukan dan Hubungan Tatakerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. 15. Tap MPR tentang GBHN (sejak Pemilu 1971-terakhir) 16. Tap MPR No.IV/MPR/1983-Referendum. 17. Produk hukum UU,PP,dll sebagai pelaksanaan Tap MPR atau Produk hukum lainnya. Wapres : Sri Sultan Hamengku Buwono IX; Umar Wirahadikusuma; Adam Malik; Sudharmono; Try Soetrisno; BJ Habibie. PPP gabungan NU, PARMUSI, PSSI, PERTI, Pernah pecah jadi 2 PPP, PKB, PKNU, PBB, Partai Idaman, dll. PDI gabungan PNI, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, MURBA dan IPKI. Pecah jadi PDI Suryadi/Budi Harjono, PDIP- Megawati, PNI Front Margaenis, dll. GOLKAR : gabungan dari 102 ormas a.l. KOSGORO, MKGR, SOKSI, Satkar Ulama, dll. Pernah pecah jadi 2 GOLKAR. Dari GOLKAR lahir HANURA, GERINDRA,NASDEM, MKGR, BERKARYA, dll. 3. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 ORDE REFORMASI (1998-Sekarang) 21 Mei 1998, Presiden Soeharto berhenti sebagai Presiden dan diganti BJ Habibie (Wakil Presiden sebagai Presiden)-dilantik oleh Pimpinan MA. SI MPR-11-13 Nop 1998, hasilkan : 12 Tap MPR : Referendum; GBHN; P-4 (dicabut); Tap baru tentang Pokok-2 Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Penyelenggaraan Negara Bersih dan Bebas KKN; Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden; HAM; dll.
Presiden dan Wakil Presiden Masa Orde Reformasi :
1. BJ Habibie 2. Abdurrahman Wahid-Megawati 3. Megawati-Hamzah Haz 4. Soesilo Bambang Yudhoyono-M. Yusuf Kalla 5. Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono 6. Joko Widodo-M Yusuf Kalla 7. Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin Pelaksanaan UUD 1945 : 1. Pemilu memilih anggota DPR (parpol); DPD (perorangan DPRD Prov,Kab/Kota dan Presiden & Wakil Presiden; 2. Gubernur & Wakil Gubernur, Bupati & Wakil Bupati, Walikota & Wakil Walikota dipilih langsung; 3. Lembaga baru : Mahkamah Konstitusi dan Komisi-komisi : KPU;KPK;KY;KPPU;KPI;Komnas HAM;KPAI; 4. Perubahan UUD 1945 (1999-SU MPR;2000,2001,2002-ST MPR), sehingga UUD 1945 (pembukaan dan pasal-pasal; penjelasan- penjelasan UUD 1945 dihapus); 5. Ada penambahan 5 bab baru di UUD 1945 : Pemilu; DPD; BPK; HAM; Wilayah Negara, 36 pasal baru, sehingga jadi 21 bab & 73 pasal; 6. DPA dihapus dalam BAB IV pasal 16 UUD 1945; 7. GBHN tidak ada tapi diganti Program Kerja dari Presiden terpilih (UU 25/2004-Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)