Anda di halaman 1dari 7

Kekuatan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin dan Masa

Reformasi (sekarang)

Nama : Velice Setiawan

No : 24

Kelas : XII IPA


Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama (1959–1965) adalah masa ketika Presiden
Indonesia Soekarno berkuasa di bawah naungan Undang-Undang Dasar
1945 yang asli. Demokrasi terpimpin sendiri adalah sebuah
sistem demokrasi yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara.

Sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno


dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10
November 1956. Demokrasi Terpimpin menurut ketetapan MPRS No.
VIII/MPRS/1965 yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat
secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan pada Nasakom.

B. Rumusan Masalah

 Bagaimana Kekuatan Politik pada masa demokrasi Terpimpin ?


 Bagaimana kekuatan politik yang ada pada masa sekarang ?
 Apa perbedaan situasi politik kedua masa ?

C. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan


politik dimasa terpimpin dan masa sekarang.
Bab 2

Pembahasan

1. Masa Demokrasi Terpimpin


a. Konflik

Presiden pertama Republik Indonesia (RI), Sukarno pernah membubarkan Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR). Sejarah hari ini (Sahrini) mencatat, pembubaran DPR
hasil Pemilihan Umum (Pemilu) pertama Tahun 1955 itu terjadi pada 5 Maret
1960 atau tepat 61 tahun silam.

Berawal saat Bung Karno mengeluarkan Dekret Presiden pada 5 Juli 1959. Hal itu
lantaran Badan Konstituante dinilai telah gagal menetapkan konstitusi baru untuk
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

Dalam 'Dekrit Presiden 5 Juli 1959' disebutkan bahwa dekret resmi diumumkan
Presiden Sukarno di Istana Merdeka, Jakarta pada Minggu, 5 Juli 1959 pukul
17.00 WIB. Dekret inilah yang menjadi keputusan Presiden Sukarno
membubarkan lembaga tertinggi negara Konstituante, hasil pemilihan umum
1955. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 edisi 19 Mei 2008, kala itu sedang terjadi
perbedaan pandangan ideologi yang menajam antaranggota Konstituante
mengenai dasar negara, apakah berdasarkan agama atau bukan.
Badan Konstituante sendiri merupakan lembaga negara yang dibentuk lewat
Pemilihan Umum (Pemilu) 1955. Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan
merumuskan undang-undang baru.
Berdasarkan 'Dekrit Presiden: Isi dan Sejarahnya' sejak dimulainya persidangan
pada 1956 hingga 1959, Badan Konstituante nyatanya tidak kunjung berhasil
merumuskan UU baru. Kondisi ini membuat situasi Indonesia memburuk.
Pemberontakan terjadi di berbagai daerah. Mereka tidak mengakui keberadaan
pemerintahan pusat dan membuat sistem pemerintahan sendiri.
Akhirnya pada 22 April 1959, Presiden Sukarno mengadakan sidang lengkap
Konstituante di Bandung. Dalam pidatonya, dia menyebut Badan Konstituante
kurang mengalami kemajuan selama dua tahun lima bulan 12 hari. Soekarno
kemudian mengusulkan penggunaan kembali UUD 1945. Usul tersebut lantas
menimbulkan polemik pro-kontra di kalangan Konstituante.
Beberapa kali telah dilakukan pemungutan suara dalam sidang Konstituante
terkait usulan tersebut. Namun tetap tidak kunjung membuahkan solusi. Hingga
akhirnya, 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mengumumkan Dekret Presiden tentang
berlakunya kembali UUD yang dipergunakan pada 1945, saat Indonesia
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pertama kalinya.
Hubungan Partai Masyumi dengan Presiden Sukarno mulai renggang sejak awal
1957. Kala itu, Bung Karno mengambil perubahan orientasi sikap dalam menilai
jalannya sistem multipartai di Indonesia, yang dengan eksplisit menyampaikan
keinginannya untuk mendirikan satu partai negara dan mengubur partai-partai
yang lainnya. Awal tahun 1960, konflik parlemen dengan Sukarno mulai muncul
ke permukaan. Ketika itu, parlemen menentang keras Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan oleh pemerintah.
Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) berperan sebagai provokator
pemboikotan RAPBN itu. Meski begitu, Sukarno tidak kehilangan akal untuk
memuluskan niatnya.
Sukarno lantas meloloskan RAPBN dengan cara kasar, yakni membubarkan
parlemen hasil Pemilu 1955. Sebab baginya, selama komposisi parlemen tidak
steril dari unsur oposisi maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan terus diganjal.
Akhirnya Pada 5 Maret 1960, Presiden Sukarno mengeluarkan Penpres Nomor 3
Tahun 1960 tentang pembubaran DPR hasil pemilihan umum 1955. Alasannya
adalah DPR hasil Pemilu 1955 tidak dapat memenuhi harapan untuk saling
membantu pemerintah, tidak sesuai dengan jiwa dan semangat UUD 1945,
Demokrasi Terpimpin, dan Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945.
Hal itu karena susunan DPR saat itu merupakan hasil dari Undang-Undang Dasar
Sementara 1950.

b. Dampak dari Konflik


Pembubaran DPR pada konflik ini menyelamatkan negara dari perpecahan dan
krisis politik yang berkepanjangan. Namun dengan bubarnya DPR artinya
memberi kekuasaan yang besar pada presiden, hilangnya kebebsan berpendapat,
dan penyimpangan nilai-nilai demokrasi. Hal ini tampak selama masa demokrasi
terpimpin hingga berlanjut ke masa Orde Baru.

2. Masa Reformasi
a. Konflik
KKB merupakan sebuah kelompok yang kerap menebar teror baik kepada
warga sipil maupun TNI serta Polri di wilayah Papua. Tujuan KKB Papua
adalah melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh
karena itu, KKB Papua dapat disebut sebagai gerakan separatis, yang
gerakannya kerap memakan korban jiwa.
Pembunuhan yang menyeret nama oknum Kelompok Kriminal Bersenjata
(KKB) di Papua Kembali terjadi. Peristiwa ini menunjukkan Indonesia ternyata
tak habis-habisan tangani KKB di Papua dengan berbagai alasan. Untuk
diketahui, salah satu pimpinan KKB Papua, Joni Botak disebut tewas ditembak
dan dianiaya oleh KKB laian, yakni pimpinan Lewis Kogoya akibat dituduh
sebagai mata-mata.
Sebelum kejadian ini, pada Februari 2023 lalu, KKB Papua juga sempat bikin
geger di wilayah Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Saat itu,
pesawat Susi Air, maskapai milik Susi Pudjiastuti diduga dibakar setelah berhasil
mendarat dengan selamat di Lapangan Terbang Paro. Sang pilot, Philips Marthen,
juga disandera oleh KKB Papua. Banyak pihak menyayangkan alasan Indonesia
tak bisa bergerak cepat untuk menangani KKB di Papua. Alasan utamanya, KKB
dan banyak masyarakat Papua mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah
Indonesia.
Pada awalnya Papua bernama Irian Barat. Lalu saat pemerintahan Soeharto, nama
Irian Barat diganti dengan Irian Jaya. Kemudian melalui Undang-undang Nomor
21 tentang Pada awalnya Papua bernama Irian Barat. Lalu saat pemerintahan
Soeharto, nama Irian Barat diganti dengan Irian Jaya. Kemudian melalui Undang-
undang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua, pada tahun 2021 Irian Jaya
berganti nama menjadi Papua sebagi provinsi. Jauh sebelum pergantian nama
menjadi Papua dan keputusan sindang PBB. Papua ingin melepaskan diri dari
wilayah Indonesia dan merdeka melalui OPM dengan melakukan perlawanan
terhadap TNI dan Polri. Diketahui konflik telah terjadi sejak tahun 1960-an
hingga saat ini. Otonomi Khusus Papua, pada tahun 2021 Irian Jaya berganti
nama menjadi Papua sebagi provinsi. Jauh sebelum pergantian nama menjadi
Papua dan keputusan sindang PBB. Papua ingin melepaskan diri dari wilayah
Indonesia dan merdeka melalui OPM dengan melakukan perlawanan terhadap
TNI dan Polri. Diketahui konflik telah terjadi sejak tahun 1960-an hingga saat
ini. Berdasarkan peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), aksi prokemerdekaan Papua dipicu akibat dari pelanggaran hak asasi
manusia yang dilakukan oleh beberapa oknum tentara Indonesia di Papua Barat
kala itu.

b. Dampak dari Konflik


Aksi KKB pada semester I-2023 sebanyak 75 kasus. Jumlah ini meningkat 24
kasus apabila dibandingkan dengan aksi KKB pada semester I tahun 2022, yakni
51 kasus. Serangan kelompok kriminal bersenjata di sejumlah kabupaten wilayah
Papua menewaskan 17 jiwa selama enam bulan terakhir. Selain warga sipil, para
korban juga aparat TNI dan Polri. Ratusan Anak dari Kabupaten Nduga di 12
distrik yang ada di kabupaten nduga kini telah mengungsi di Kabupaten
Jayawijaya, pasca adanya aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Ekianus
Kogoya yang dilakukan oleh aparat TNI/Polri.

Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik,
sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957.
Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya: Pembaruan
struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin yang didukung
oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang, dan
membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat,
yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau
golongan fungsional alias golongan karya.
Demokrasi Terpimpin memiliki tujuan untuk menata ulang kehidupan politik serta
pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, justru terdapat banyak
pelanggaran UUD 1945 pada proses pelaksanaannya.
Sedangkan masa reformasi adalah masa transisi dari orde baru menjadi sistem
pemerintahan dengan lingkungan sosial politik yang lebih terbuka. Kekuatan
politik pada masa reformasi jauh berbeda dengan masa demokrasi terpimpin.
Kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin hanya seutuhnya berada di
tangan Presiden Soekarno yang didampingi Partai Politik yang paling dominan
pada saat itu yaitu PKI dan TNI AD sebagai kekuatan KanHam dan sosial politik.
Sedangkan pada era reformasi, kekuatan politik lebih terbuka luas dan terjangkau
oleh sipil, contohny kekuatan politik Indonesia hingga saat ini terdiri dari Partai
Politik, Golongan Intelektual, Pers dan Media Massa, Organisasi Buruh, Agama,
Mahasiswa, Pengusaha, Serta Lembaga Survei dan Birokrasi.
Sebab bentuk persaingan politik sekarang berupa persaingan orang dalam yang
terkadang menggunakan cara yang kurang baik. Akibat yang ditimbulkan adalah
banyaknya korupsi, dan permasalahan yang tidak diselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai