Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi Terpimpin merupakan suatu sistem pemerintahan yang


ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957 yang merupakan suatu
gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan sosial dan
kehidupan ekonomi.Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno
menawarkan konsepsinya serta menghendaki dibentuknya Dewan Nasional.
Beliau juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal merupakan
demokrasi yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa
Indonesia. Pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam konsepsi
tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan
sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang
mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan
kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang
terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan politik baru
yang diberi nama oleh Presiden Soekarno golongan fungsional atau
golongan karya.

Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden


Soekarno :

1. Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada


masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.

2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa


demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh
kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga
pembangunan ekonomi tersendat.

1
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk
menggantikan UUDS 1950.

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali


oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk
menggantikan UUDS 1950adalah UUD 1945. Namun usulan itu
menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai
tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh
seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka
mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden
Soekarno tersebut.

Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :

 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945

 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang
menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah
ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.

Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret


yang disebut Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 :

1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950

2. Berlakunya kembali UUD 1945

3. Dibubarkannya konstituante

4. Pembentukan MPRS dan DPAS

2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Politik masa demokrasi terpimpin?
2. Apakah penyebab Politik sistem demokrasi terpimpin?
3. Apakah dampak dari politik sistem demokrasi terpimpin?
4. Apakah konsep Sistem demokrasi terpimpin?
5. Bagaimanakah Perkembangan Ekonomi masa demokrasi terpimpin?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Politik masa demokrasi terpimpin
2. Untuk mengetahui penyebab Politik masa demokrasi terpimpin
3. Untuk mengetahui dampak dari Politik masa demokrasi terpimpin
4. Untuk mengetahui konsep Sistem demokrasi terpimpin
5. Untuk mengetahui Perkembangan Ekonomi masa demokrasi terpimpin
6. Untuk memenuhi tugas Sejarah semester 1 kelas XII SMAN 2
KENDARI

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami tentang Politik masa demokrasi terpimpin dan
perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin,
2. Memberikan informasi tentang dampak dan penyebab Politik masa
demokrasi terpimpin,
3. Memberikan informasi Politik masa demokrasi terpimpin dan
perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin.
4. Sebagai salah satu referensi mengenai Politik masa demokrasi
terpimpin.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Masa Demokrasi Terpimpin


Politik demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola,
adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi dengan
peningkatan otokrasi dan menjadi bagian dari perkembangan

3
demokrasi di Indonesia. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh
pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh
pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama .
Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk
mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat
melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah
kebijakan publik. Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar
demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap
otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk
memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang
dijalankan oleh negara melalui pengefektifan teknik kinerja humas
yang berkelanjutan.
Istilah ini digunakan sebagai referensi untuk periode politik
tertentu di Indonesia. Akhir-akhir ini istilah ini juga banyak
digunakan dalam Rusia, di mana ia diperkenalkan ke dalam praktik
umum oleh pemikir dari anggota Kremlin, khususnya Gleb
Pavlovsky.

B. Penyebab Munculnya Politik Demokrasi Terpimpin


1. Faktor-Faktor Munculnya politik Demokrasi Terpimpin

a. Adanya rasa tidak puas terhadap hasil-hasil yang dicapai sejak


tahun 1945.
karena belum mendekati cita-cita dan tujuan proklamasi seperti
masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan yang tidak terbina.
Belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang masih
dijajah Belanda. Instabilitas nasional yang ditandai oleh jatuh
bangunnya kebinet sampai 17 kali, serta pemberontakan yang
terjadi
didaerah-daerah. Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya rasa
nasionalisme, pemilihan Demokrasi Liberal yang tanpa pemimpin
dan tanpa disiplin. Suatu demokrasi yang tidak cocok dengan
kepribadian Indonesia. Serta sistem multi partai yang didasarkan

4
pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang ternyata partai-
partai itu digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan
sebagai alat pengabdi negara.
b. Ketidak mampuan Demokrasi Parlementer mewujudkan amanat
penderitaan rakyat.
Karena itu, perlu diadakannya suatu koreksi untuk segera kembali
pada cita-cita dan tujuan semula, harus dilakukan dengan cara
meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan suatu
sistem demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara
dan bangsa yang beranggotakan orang-orang jujur. Cara yang harus
ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah:
● Mengganti sistem free fight liberalism dengan Demokrasi
Terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia. Dalam Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu
Kabinet Gotong Royong
yang anggotanya terdiri dari semua
partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang
ada dalam masyarakat.
● Dewan Perancang Nasional akan membuat blue print
masyarakat yang adil dan makmur.
● Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-
golongan fungsional dalam masyarakat. Tugas utama Dewan
Nasional adalah memberi nasehat kepada kabinet baik diminta
maupun tidak diminta.
● Hendaknya konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang
berlarut-larut dan segera menyelesaikan pekerjaannya agar blue
print yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada konstitusi
baru yang dibuat konstituante.
● Hendaknya konstituante meninjau dan memutuskan masalah
Demokrasi Terpimpin dan masalah kepartaian.
● Perlu adanya penyederhanaan sistem kepartaian dengan
mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945
yang telah memberi ruang bagi sistem multi partai dan
menggantinya dengan Undang-Undang Kepartaian serta
Undang-Undang Pemilu.

2. Asas yang melahirkan sistem politik demokrasi terpimpim


Asas demokrasi terpimpin itu sendiri Merujuk pada pidato yang
disampaikan Soekarno pada tanggal I juni 1945 ada dua asas yang
mendukung lahirnya demokrasi terpimpin yaitu:
Petama, Mufakat, Permusyawaratan dan Perwakilan. Negara

5
Indonesia bukanlah satu egara untuk satu orang, bukan satu negara
untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi tujuan
didirikan negara Indonesia “semua buat semua dan satu buat
semua”. Menurut Soekarno, syarat mutlak untuk kuatnya negara
Indonesia ialah dengan mewujudkan dasar permusyawaratan dan
perwakilan. Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk
memelihara agama. Dengan cara mufakat, umat Islam bisa perbaiki
segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan
pembicaraan/permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.
Hal-hal yang belum memuaskan bisa dimusyawarahkan. Badan
perwakilan inilah tempat untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan
Islam. Disinilah rakyat mengusulkan kepada pemimpinnya segala
hal yang dirasa perlu bagi perbaikan bangsa. Bagi ummat Islam,
disinilah saatnya untuk berjuang dan bekerja keras memilih
utusannya yang duduk di badan perwakilan. Malahan rakyat harus
yakin, kalau yang menduduki badan perwakilan mayoritas Muslim,
pemuka-pemuka Islam, maka dengan sendirinya hukum-hukum
yang keluar dari Badan Perwakilan Rakyat itu hukum Islam pula.
Kalaulah hal yang demikian itu terjadi, barulah boleh dikatakan
bahwa agama Islam benar-benar hidup dalam jiwa rakyat Indonesia
yang mayoritas Muslim, sehingga 60-90 % utusannya adalah orang
Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam maka hiduplah
Islam Indonesia dan bukan Islam yang hanya di atas bibir saja.
Tetapi kenyataan yang ada dalam sidang Lembaga Konstituanta
dan DPR hanya beberapa persen saja yang memberikan suaranya
kepada Islam. Hal itu menjadi bukti bahwa Islam belum betul-betul
hidup di kalangan ummat Islam bangsa ini. Disinilah
diperlukannya dasar
permusyawaratan dan perwakilan. Tidak ada satu bangsa pun yang
betul- betul hidup kalau di dalam Badan Perwakilan Rakyatnya
tidak ada perjuangan paham di dalamnya. Baik ummat Islam

6
maupun ummat Kristen, perjuangan selamanya akan selalu ada.
Dalam hal ini Soekarno mengistilahkan dengan menumbuk
membersihkan gabah, supaya keluar daripadanya beras, dan beras
itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Mari jadikan
permusyawaratan dan perwakilan sebagai tempat mempro-
pagandakan ide-ide rakyat dengan cara yang Berkebudayaan.
Kedua, kesejahteraan dan keadilan sosial, tidak akan ada lagi
kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Prinsip ini merupakan
suatu jembatan yang bisa dijadikan sebagai alat untuk
menyeberang dari paham kapitalis dan imprealis yang selama ini
membelenggu kehidupan rakyat Indonesia. Kedua paham tersebut
telah menghalangi bangsa ini dalam meraih alam demokrasi politik
dan demokrasi sosial ekonomi.

C. Dampak Demokrasi Terpimpin


1. Dampak positif demokrasi terpimpin

a. Bisa mencegah krisis berkepanjangan akibat dari perpecahan


Dampak demokrasi terpimpin yang pertama ialah dapat
mencegah terjadinya krisis yang berkepanjangan. Seperti yang
kita tahu, krisis ekonomi dapat membawa masyarakat menuju
kehancuran karena adanya perebutan dan rasa tidak terima dari
adanya kebijakan yang semakin membuat ekonomi Indonesia
hancur. Dari hancurnya ekonomi tersebut, masyarakat dapat
lebih mudah untuk diadu domba, seperti contoh-contoh konflik
yang juga terdapat faktor ekonomi di dalamnya, seperti
penyebab perang Aceh, penyebab konflik Ambon, dan
penyebab konflik Maluku. Krisis ekonomi selain itu juga bisa
berdampak kepada kesehatan masyarakat, karena daya beli
makanan untuk mendapatkan gizi yang lebih baik akan
berkurang. Karena hal itulah, masyarakat bisa menjadi sumber
daya yang tidak berguna karena kekuarangan segalanya.
Namun hal tersebut berhasil diatasi oleh adanya demokrasi

7
terpimpin. Pada demokrasi ini suara berpusat kepada Presiden,
sehingga tidak adanya bias antara satu lembaga dengan
lembaga lainnya. Dengn begitu Presiden bisa memanfaatkan
momen ini untuk bisa meningkatkan ekonomi Indonesia
dengan melakukan perbaikan infrastruktur sehingga bisa
meningkatkan ekonomi pada suatu daerah dengan mudahnya
jalur transportasi.

b. Lahirnya pedoman untuk hidup yang jelas pada UUD 1945


Untuk juga memudahkan dibentuknya suatu aturan hukum, maka
diperlukan suatu pedoman untuk menyesuaikan antara kebijakan
tersebut dengan masyarakat Indonesia sendiri. Juga sebagai
langkah awal sebagai pelaksaan demokrasi di Indonesia saat ini
yang baik, maka akhirnya UUD 1945 berhasil diciptakan.
Penciptaan aturan tersebut merupakan hal yang sangat penting,
karena dari sanalah segala aturan hukum dibuat. Pada saat ini,
kita dapat melihat sendiri bahwa segala hukum di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang yang berlaku, dan aturan dalam
UU tersebut bersifat mutlak. Jadi, dengan adanya pedoman
tersebut, maka masyarakat Indonesia bisa lebih disiplin untuk
menaati aturan-aturan lain yang ada. Karena, hukum dalam
pedoman tersebut sifatnya sangat kuat dan mengikat.

c. Mengawali pembentukan dari lembaga negara seperti DPAS dan


MPRS
Demokrasi terpimpin juga merupakan awal dari dibentuknya
lembaga-lembaga negara, yang bertugas untuk membantu Presiden
dalam menjalankan tugasnya. Sebagai contoh saja, pada saat ini
ada beberapa lembaga negara yang juga cukup kontroversial,
seperti MPR dan juga DPR. Kedua lembaga tadi juga bukan
merupakan lembaga yang original, melainkan perkembangan atau
revisi dari lembaga yang dahulu dibuat pada masa demokrasi
terpimpin, yaitu MPRS dan juga DPAS.

8
d. Adanya penguatan negara yang dilakukan oleh Presiden
Selain itu, setelah mendapatkan bantuan dari lembaga-lembaga
yang terkait, presiden dapat melakukan pembaharuan kembali
mengenai sistem ekonomi, politik, dan sosial yang ada di negara
Indonesia. Meskipun efek yang terlihta hampir sama dengan yang
ada pada perkembangan politik masa Demokrasi Liberal, namun
dengan dibekali cikal bakal dari prinsip-prinsip Demokrasi
Pancasila, maka Presiden bisa mengembangkan negara Indonesia
menjadi semakin baik lagi. Efek dari segi ekonomi terasa pada
demokrasi terpimpin ini, dimana harga-harga dari barang juga
sedikit mengalami penurunan. Dan lagi banyak lagi kemudian
pembangunan negara yang bergerak pada berbagai bidang,
terutama infrastruktural nya.

2. Dampak negatif demokrasi terpimpin


a. Kekuasaan Presiden yang bisa terlalu besar
Nah, terlepas pada berbagai hal positif yang bisa didapatkan
dari adanya demokrasi terpimpin ini, tentunya ada beberapa
dampak Demokrasi Terpimpin yang negatif yang bisa
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah
kekuasaan Presiden. Pada demokrasi terpimpin ini, kekuasaan
Presiden seolah-olah tidak memiliki batasan dan seringkali
diklaim sebagai orang yang tidak bisa dijatuhkan. Presiden juga
berhak untuk membuata kebijakan-kebijakan baru yang
menyangkut tentang aspek apapun, termasuk ekonomi di
dalamnya. Untuk rakyat yang mendapatkan pemimpin yang
baik dan bijaksana, itu merupakan hal yang baik tentunya,
karena dengan kekuasaan penuh, pemimpin mereka bisa
memajukan negara dengan sangat baik dibandingkan dengan
negara lainnya. Namun keadaan berubah bila skenarionya
dirubah, jika rakyat mendapatkan pemimpin yang buruk, maka

9
mereka harus bertahan atas kebijakan-kebijakan tidak masuk
akal yang dibuatnya.

b. Militer bisa masuk kedalam politik


Salah satu dampak yang paling mencengangkan adalah
masuknay militer dalam politik. Militer dan politik tidak akan
pernah bisa akur bila digabungkan pada satu ruang lingkup.
Dan akhirnya timbul bebeberapa perselisihan antara politikus
dengan militer. Pada akhirnya mereka bisa menyadari bahwa
masuknya militer dalam dunia politik bukanlah pengendalian
konflik sosial yang baik, justru sebaliknya.

c. Presiden menjabat seumur hidup


Hampir sama seperti diktator paling kejam di dunia, Presiden
yang menjabat pada era demokrasi terpimpin seringkali
mendapatkan mandat untuk memimpin rakyat sampai akhir
hayatnya. Namun bila ada protes dari masyarakat yang besar-
besaran seperti pada era Presiden Soeharto, maka seorang
pemimpin bisa saja meninggalkan mandatnya..

D. Konsep Demokrasi Terpimpin


1. Menuju demokrasi terpimpin
Konsepsi Presiden Soekarno tentang demokrasi, sebenarnya
memuat tiga hal pokok yang terkandung didalamnya. Pertama,
adalah diperkenalkannya gaya kepemimpinan dan sistem
pemerintahan baru yang kemudian dikenal dengan sistem
demokrasi terpimpin. Kedua untuk mewujudkan konsepsi baru
tersebut maka ia mengusulkan pembentukan kabinet gotong
royong seperti sudah disinggung diatas dengan memasukan
seluruh partai politik termasuk Partai Komunis Indonesia.
Ketiga dibentuknya Dewan Nasional yang terdiri dari sebagian
besar golongan fungsional, yang dimaksud golongan
fungsional adalah golongan karyawan yang terdiri dari wakil
buruh, tani, cendekiawan, pengusaha nasional, golongan

10
agama, pemuda, angkatan bersenjata, wanita dan juga wakil-
wakil daerah. Dewan Nasional adalah pencerminan dari
masyarakat secara keseluruhan (Mar’iyah, 1988). Usulan
pembentukan kabinet gotong royong adalah membentuk
kabinet dengan menyertakan seluruh partai termasuk PKI.
Karena menurut Soekarno partai ini adalah satu bagian yang
sah dari revolusi dan PKI seharusnya diberi kesempatan untuk
ikut serta dalam pembentukan suatu kesepakatan nasional.
Dengan demikian akan terbentuk suatu pemerintahan yang
terdiri dari PNI, Masyumi, NU dan PKI, dan mungkin akan
dibantu oleh partai-partai kecil yang lain. Jadi kabinet yang
terbentuk menurut Soekarno akan lebih mampu menjalankan
kebijaksanaan politik nasional yang dapat diterima dan
meningkatkan kerukunan persatuan nasional daripada suatu
kabinet koalisi yang terus diganggu oleh oposisi. Gotong
royong menurut Soekarno adalah perkataan asli Indonesia yang
menggambarkan jiwa Indonesia yang semurni-murninya
(Mar’iyah, 1988). Salah satu gagasan Soekarno yang lain yaitu
penguburan partai-partai politik pada pidatonya tahun 1956 di
nuka pertemuan delegasi pemuda dari semua parti dan di muka
semua Persatuan Guru-guru ia menyatakan bahwa tak
seorangpun dapat membenarkan adanya 40 buah partai di
negeri ini, dan mengajak kita untuk mengubur paretai-partai.
Soekarno tidak suka pada sistem multi partai karena terlalu
banyak partai malah menimbulkan ketidakstabilan di kabinet
dan parlemen. Sebenarnya Soekarno lebih menginginkan
terbentuknya satu pertai tunggal atau partai pelopor pada awal
kemerdekaan tetapi tidak mendapatkan persetujuan dari KNIP
karena dikhawtirkan menjadi pesaing KNIP, ditambah
munculnya maklumat pemerintah No. X tanggal 3 November
1945 tentang Pembentukan Partai Politik membuat usulan

11
Soekarno menjadi gagal. Gagasan ini ditentang oleh M. Natsir
ketua Masyumi, Natsir menolak pandangan Presiden Soekarno
tentang sistem partai dan demokrasi pada umumnya serta
konsepsi kepala negara. Dengan perkataannya “bahwa selama
demokrasi masih ada, selam itu pula partai-partai terus ada,
dengan atau tidak dengan keputusan pemerintah pada bulan
November 1945. Sebaliknya, dikatakannya pula, selama masih
ada kebebasan partai, selama itu demokrasi ditegakkan. Kalau
partai-partai dikubur. Demokrasi otomatis akan terkubur. Dan
diatas kuburan ini hanya dikatator yang memerintah. Pada
bulan November 1956 Kiai Dahlan menyatakan bahwa
penguburan partai-partai bertentangan dengan semangat Islam.
Penguburan partai-partai bisa menimbulkan dikataor. Imron
Rosyadi, Ketua Pemuda Ansor (NU) mengatakan bahwa
dikator berlawanan dengan Islam. Ia juga menambahkan bahwa
sistem pemerintahan harus dikembangkan lepas dari soal siapa
Presidennya. Imron Rosyadi juga menuduh bahwa Dewan
Nasional hanya dibentuk untuk kepentingan Soekarno (Noer,
1987). Setelah seringnya Soekarno mengkritik demokrasi
parlementer dan sistem multi partai dengan pidato-pidatonya.
Situasi politik yang makin kritis dalam masa tersebut seperti
pergolakan dalam badan konstituante dan parlemen, membuka
kesempatan bagi Soekarno untuk ikut menyelesaikan masalah
yang dihadapi, dengan mengambil tindakan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante
2. Berlakunya Kembali UUD 1945
3. Tidak berlakunya UUDS 1950
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Akibatnya terjadi pembubaran DPR dan MPR hasil pemilu
1955, digantikan dengan

12
MPR Sementara dan DPR Gotong Royong yang anggotanya
diangkat oleh Presiden Soekarno. Demikian juga pimpinan
MPR Sementara dan DPR Gotong Royong diangkat
sebagai menteri kordinator dan menteri dalam kabinet.
Sedangkan usaha Presiden Soekarno untuk menyederhanakam
sistem partai politik dengan mengurangi jumlah partai politik
melalui Perpres No. 7/1959 yang membatalkan maklumat
pemerintah tentang pembentukan partai politik tanggal 3
November 1945, diganti dengan partai-partai politik harus
memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi agar diakui
pemerintah. Hanya 10 partai yang memenuhi sayarat tersebut
yaitu PKI, PNI, NU, Partai Katolik, Partindo, Parkindo, Partai
Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti, sedangkan
partai lain tidak memenuhi syarat, termasuk PSI dan Masyumi
yang dituduh terlibat pemberontakan PRRI/PERMESTA
(Budiardjo, 1998). Untuk mewadahi 10 partai tersebut maka
dibentuklah Front Nasional, yang berdasarkan NASAKOM
(Nasionalis, Agama dan Komunis) ditambah golongan
fungsional termasuk militer. PKI berhasil mengembangkan
pengaruhnya untuk melemahkan kedudukan partai politik.
Tetapi akibatnya dalam perpolitikan nasional malah terjadi
persaingan baru dan sebuah segitiga kekuatan politik yaitu
Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Antara Angkatan
Darat dan PKI memiliki tujuan yang berbeda, Presiden
Soekarno turun sebagai kekuatan penyeimbang diantar
persaingan tersebut untuk menjaga agar konsep demokrasi
terpimpinnya dan nasakom tetap berjalan. Tetapi tidak berhasil
karena adanya upaya PKI melalui Gestapu untuk menyingkir
Angkatan Darat, tapi Angkatan Darat lebih siap
menghadapinya, malah menyebabkan demokrasi terpimpin
gagal dan Presiden Soekarno tersingkir dari kekuasaan
(Budiardjo, 1998). Konsep demokrasi terpimpin Soekarno
menurut Takashi Shirasi (Sularta, 2001, p.

13
70) dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang pada
nasionalis generasi pertama seperti yang diwakili Soetatmo,
Tjipto, dan Ki Hajar Dewantara. Pengaruh Tjipto terhadap
Soekarno adalah perlunya national spirit menjadi national will
yang akhirnya akan mewujud dalam bentuk aksi nasional.
Sedangkan pengaruh Soetatmo di dapatnya dari konsep
demokrasi dan leiderschap (kepemimpinan) dari Ki Hadjar
Dewantara, yang sangat dipengaruhi oleh visi Soetatmo
mengenai negara kekeluargaan di bawah kendali Bapak/yang
bijaksana/pandhita ratu. Soetatmo adalah seorang anggota Budi
Oetomo, yang dalam bukunya “Sabdo Pandito Ratu” Soetatmo
menuliskan bahwa sistem politik yang sedang berjalan di Indies
(Sebutan Indonesia ketika masih di jajah Belanda) tidak benar.
Ia membandingkan negara Indies dengan sebuah keluarga yang
“bapaknya cerewet dan ibunya sibuk mengurus diri sendiri,
sehingga lupa tugasnya terhadap anak-anak”. “Jika ibu terus
menerus menolak tugasnya, kecelakaan tidak terhindarkan. Dan
ketika kecelakaan terjadi, anak-anak adalah pemenangnya.
Aturan akan kacau, sebagai akhir bapak dan ibu harus
menaatinya. Dan itulah gambaran negara yang berlandaskan
demokrasi” (Sularta, 2001, p. 70). Soetatmo sangat mengerti
bahwa gelombang yang menuju negara demokratis tak
terhindarkan. Ia juga memperhatikan dengan sedih orang-orang
menerima dengan penuh antusias datangnya demokrasi. Namun
dia percaya bahwa volksregeering atau pemerintahan rakyat
yaitu demokrasi adalah ilusi. Karena ” Jika setiap individu
memiliki hak yang sama, mereka tak punya tugas untuk
dipenuhi, setiap individu bersandar pada dirinya, haknya
sendiri dan tak ada masyarakat yang mungkin bertahan. Anak-
anak akan mengurus dirinya sendiri, karena mereka
menekankan bahwa setiap orang harus menghormati haknya.
Tak

14
akan ada persatuan sama sekali, tetapi hanya perbedaan, tak ada
keteraturan tetapi kekacauan” (Sularta, 2001, p. 70).
Jalan keluar dari semua itu menurut Soetatmo melalui
pembinaan moral adalah kuncinya. Ia melihat opvoeding yang
diberikan pandita-ratoe sebagai jalan dan kunci untuk
perkembangan kebudayaan Jawa maupun jawaban atas
demokrasi. Ia mengatakan bahwa pembina moral harus
diarahkan oleh pandita yang sangat mengerti aturan tertinggi,
demokrasi harus diarahkan pandita-ratu yang bijaksana. Atau
dengan kata lain, ”apa yang dikatakan bapak itu baik, karena
bapak itu benar! Itulah keluarga ideal, begitu juga
negara.” Adalah Bapak/yang bijaksana/pandita ratoe/ yang
mesti mengarahkan demokrasi dan perkembangan kebudayaan
Jawa. Pemikiran Soetatmo inilah yang mempengaruhi Ki
Hajar Dewantara mengenai opvoeding (pembinaan/tut wuri
handayani). Negara kekeluargaan dan pandita ratu yang
bijaksana memberi landasan pada teori Ki Hajar Dewantara
tentang demokrasi dan leiderschap (kepemimpinan), yang
kemudian diwarisi oleh Soekarno dalam rumusannya yang
tertuang dalam demokrasi terpimpin (Sularta, 2001,
p. 71). Tetapi Tjipto Mangoenkosoemo sebagai demokrat sejati
tidak setuju dengan pendapat Soetatmo, dalam pandan Tjipto,
Soetatmo tidak mengerti sejarah perkembangan dunia. Tidak
diragukan bahwa Indies terdiri dari berbagai kelompok etnis
yang berbeda dalam budaya dan bahasanya seperti yang
dikatakan Soetatmo. Tetapi Jawa sudah lama kehilangan
kedaulatannya dan menjadi bagian dari Hindia Belanda yaitu
Indies. Tanah air orang Jawa bukan lagi Jawa, tetapi Indies dan
adalah tugas pemimpin nasional untuk merumuskan
nasionalisme Indies. Tjipto lantas menggambarkan nation
untuk Indiers (sebutan untuk orang Indies) sebagai landasan
masa depan Indies merdeka (Sularta, 2001, p.72). Inilah yang

15
mengilhami Soekarno dengan national spirit yang kemudian
menjadi national will dalam bentuk aksi nasional.

2. Peta kekuatan politik Nasional


Demokrasi Terpimpin diawali sejak dikeluarkannnya Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang ditandai oleh kekuasaan
Soekarno yang hampir tidak terbatas. Era Demokrasi Terpimpin
ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI)
sebagai partai politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai
kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi terpimpin
merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik
militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan
Presiden Soekarno sebagai penyeimbang diantara keduanya.
Ada tiga kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin yaitu
Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI
AD. Hubungan antara PKI dan Soekarno pada masa Demokrasi
terpimpin merupakan hubungan timbal balik. PKI
memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan
massa. Ketika MPRS mengangkat Soekarno menjadi presiden
seumur hidup PKI memberikan dukungannya. Sementara itu
TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi
antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Apalagi setelah TNI-
Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal
ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan
TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat
ditunggangi. Sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B,
pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, TNI
mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik.
Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI dan
didukung penuh dalam pelaksanaannya. Menguatnya pengaruh
TNI AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan
pengaruh TNI AD terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu

16
Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik
yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-
angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara. Keadaan
ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya.
Dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno,
PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak saat itu PKI
berusaha menyaingi TNI. PKI berusaha memperoleh citra
sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan
Presiden Soekarno yang menguntungkannya. PKI pun
melakukan berbagai upaya untuk memperoleh dukungan politik
dari masyarakat. Berbagai slogan disampaikan oleh pemimpin
PKI. Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk kabinet
Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 karena mendapat
tentangan dari kalangan Islam dan TNI AD, PKI mendapat
kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam
MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta
dalam Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).
Ketika TNI AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melakukan
tindakan pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan,
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, pimpinan TNI AD
mengambil tindakan berdasarkan UU Keadaan Bahaya
mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya
Harian Rakyat dan dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan
kawan-kawan, namun mereka berhasil lolos. Tindakan TNI AD
tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan
segala keputusan dicabut kembali. Pada akhir tahun 1964, PKI
disudutkan dengan berita ditemukannya dokumen rahasia milik
PKI tentang Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini.
Namun pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dan menyebutnya
sebagai dokumen palsu. Presiden Soekarno menyelesiakan
masalah ini dengan membuat kesepakatan untuk menyelesaikan

17
permasalahan secara musyawarah karena sedang menjalankan
proyek Nekolim, konfrontasi dengan Malaysia. Kesepakatan
tokoh-tokoh partai politik ini dikenal sebagai Deklarasi Bogor.
Merasa kedudukannya yang semakin kuat PKI berusaha untuk
memperoleh kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya
dilakukan PKI mulai dari aksi corat-coret, pidato-pidato dan
petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom.
Mereka juga menuntut penggantian pembantu-pembantu
Presiden yang tidak mampu merealisasikan Tri Program
Pemerintah, serta mendesak supaya segera dibentuk Kabinet
Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom. Terhadap TNI
AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka
mematahkan pembinaan teritorial yang sudah dilakukan oleh
TNI AD. Seperti peristiwa Bandar Betsy (Sumatera Utara),
Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini dilakukan melalui
radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang
harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini adalah
menguasai desa untuk mengepung kota. Soekarno tetap
bertahan terhadap ide Nasakom (Nasionalis, Agamis dan
Komunis) yang mengatakan bahwa kekuatan politik di
Indonesia pada saat itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar
yaitu golongan yang berideologi nasionalis; golongan yang
berideologi dengan latar belakang agama; serta golongan yang
berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan kekuatan yang
diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah bangsa
secara bersama-sama. Namun dalam pelaksanaanya demokrasi
terpimpin terdapat beberapa penyimpangan yang terlihat antara
lain sebagai berikut :
a. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di
bawah MPR. Namun, kenyataannya MPRS tunduk kepada

18
Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan
oleh MPRS.
b. Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan
Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan
dengan UUD 1945, seharusnya pengangkatan anggota
MPRS sebagai lembaga tertinggi negara dilakukan melalui
pemilihan umum.
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955
dibubarkan karena pada tahun 1960 DPR menolak RAPBN
yang diajukan pemerintah. Sebagai gantinya presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR), dimana semua anggotanya ditunjuk oleh
presiden.
d. Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga
ini diketuai oleh presiden. Kedudukan DPAS juga berada di
bawah pemerintah (presiden) sebab presiden adalah
ketuanya.
e. Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah
organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD
1945. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno.
f. Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet
Kerja. Program kabinet antara lain: mencukupi kebutuhan
sandang pangan; menciptakan keamanan negara; serta
mengembalikan Irian Barat
g. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh
PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan
terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut
menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran
kehidupan berbangsa dan bernegara serta menggeser
kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi Komunis.

19
h. TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan.
Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima
Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah
presiden.
i. Pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi
oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Pembatasan
gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan
pemerintah terutama presiden.
j. Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik
bebas aktif yang mengabdi pada kepentingan nasional. Pada
masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri
cenderung mendekati negara-negara blok Timur dan
konfrontasi terhadap negara-negara blok Barat.

Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu


kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang
perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk
saling mendekati dan mempengaruhi presiden. Tentara
sangat mewaspadai kedekatan Soekarno dengan PKI yang
digunakan PKI sebagai sarana pendukung demi gagasan
Nasakomisasi sistem Demokrasi Terpimpin. Namun
sebaliknya PKI senantiasa memanfaatkan proyek
nasakomisasi untuk masuk kedalam pemerintahan dan
lembaga nonstruktural yang dianggap penting sekali.

3. Pembebasan Irian Barat


Pada awalnya, Irian Barat merupakan wilayah jajahan Belanda
dan bagian dari kesatuan dari pulau-pulau lain di Indonesia
dalam Hindia Belanda. Namun, ketika penyerahan
kemerdekaan kepada RI, Irian Barat belum disertakan di
dalamnya. Hal ini menyebabkan kepemilikan wilayah itu
menjadi permasalahan antara RI dan Belanda, sehingga

20
munculah upaya pembebasan Irian Barat dari tahu 1945-1963.
Dalam sidang BPUPKI ditegaskan bahwa wilayah Republik
Indonesia mencakup seluruh wilayah bekas Hindia Belanda,
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,
ketika Indonesia merdeka maka Irian Barat sudah seharusnya
ikut merdeka. Namun, Belanda tidak mau mengakui
kemerdekaan Indonesia, tetapi justru melakukan agresi ke
NKRI, sehingga berkobarlah perang kemerdekaan (1945-
1949). Akibat perjuangan Indonesia dan dukungan forum
internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan
Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949.
Kendati Belanda telah mengakui, namun dalam penyerahan
kedaulatan tersebut Irian Barat belum disertakan dan baru akan
dirundingkan satu tahun kemudian. Pada kenyataannya
masalah Irian Barat tidak mudah untuk diselesaikan, karena
Belanda tetap bersikeras mempertahankan wilayah itu. Oleh
karena itu, tuntutan yang dilancarkan pihak Indonesia terus
mengalami jalan buntu. Meskipun mendapati jalan buntu,
namun pemerintah Indonesia tidak putus asa. Sebagai solusi
pertama, Indonesia menggunakan jalur diplomasi untuk
merundingkan penyerahan Irian Barat ke Indonesia.
Setelah setahun, Irian masih tetap dikuasai oleh Belanda, dan
usaha-usaha secara bilateral telah mengalami kegagalan, maka
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1954 membawa permasalah
Irian ke dalam sidang Majelis Umum PBB. Persoalan Irian
berulang kali dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis
Umum PBB, tetapi tidak pernah berhasil memperoleh
tanggapan positif.

Pada sidang Majelis Umum tahun 1957, Menteri Luar Negeri


Indonesia, Roeslan Abdulgani, menyatakan dalam pidatonya,
ketika ikut dalam perdebatan bahwa Indonesia akan menempuh

21
jalan lain yang tidak akan sampai kepada perang untuk
menyelesaikan sengketa Irian dengan Belanda, jika sidang ke-
12 PBB tidak berhasil menyetujui resolusi Irian Barat.
Sayangnya, pidato dari menteri luar negeri tidak dapat merubah
pendirian negara-negara pendukung Belanda, sehingga resolusi
yang disponsori 21 negara termasuk Indonesia tidak dapat
dimenangkan karena tidak mencapai 2/3 suara. Negara-negara
Barat masih kokoh mendukung posisi Belanda, malah sikap itu
bertambah kuat dengan adanya Perang Dingin antara Blok
Timur dan Barat. Dengan demikian pihak Belanda tetap tidak
mau menyerahkan Irian Barat, bahkan mereka tidak
mempunyai keinginan untuk membicarakannya lagi.
Pembebasan Irian Barat merupakan sebuah tuntutan nasional
yang didukung oleh semua partai politik dan semua golongan.
Tuntutan itu didasarkan atas pembukaan UUD 45; “Untuk
membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia”. Sementara Irian adalah bagian mutlak dari
tumpah darah Indonesia. Itulah sebabnya, kabinet-kabinet pada
sistem parlementer tidak ada yang beranjak dari tuntutan
nasional itu. Setelah jalan damai yang ditempuh selama satu
dasawarsa belum berhasil membebaskan Irian Barat, maka
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain.
Dalam rangka itu, pada tahun 1957 dilancarkan aksi-aksi
pembebasan Irian di seluruh tanah air, yang dimulai dengan
pengambil-alihan perusahaan Belanda di Indonesia oleh kaum
buruh dan karyawan. Untuk mencegah anarki dan menampung
aspirasi rakyat banyak, maka Kepala Staf Angkatan Darat,
Jenderal Nasution memutuskan untuk mengambil alih semua
perusahaan milik Belanda dan menyerahkannya kepada
pemerintah. Ketegangan antara Indonesia dan Belada mencapai

22
puncaknya pada tanggal 17 Agus 1960. Pada tahun itu
Indonesia secara resmi memutus hubungan diplomatik dengan
Pemerintah Belanda. pembebasan irian barat Kemudian, dalam
sidang Majelis Umum PBB tahun 1961 kembali masalah Irian
diperdebatkan.Sekretaris Jenderal PBB, U Thant menganjurkan
kepada salah seorang diplomat Amerika Serikat, Ellsworth
Bunker untuk mengajukan usulan penyelesaian masalah Irian.
Inti dari usulan Bunker secara singkat adalah “agar pihak
Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik
Indonesia. Penyerahan itu dilakukan melalui PBB dalam waktu
dua tahun.” Pemerintah RI pada prinsipnya dapat menyetujui
usulan tersebut dengan catatan agar waktu penyerahan
diperpendek. Namun pemerintah Belanda mempunyai pendapat
sebaliknya. Mereka mau melepaskan Irian dengan membentuk
dulu perwakilan di bawah PBB untuk kemudian membentuk
Negara Papua. Sikap Belanda disamput oleh Indonesia dengan
membulatkan tekad untuk mengadakan perjuangan bersahabat.
Presiden Soekarono memformulasikannya sebagai ”Politik
konfrontasi dengan uluran tangan. Palu godam disertai dengan
ajakan bersahabat.” Dalam rangka persiapan militer untuk
merebut irian melalui jalur konfrontasi, Pemerintah Indonesia
mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya senjata
diharapkan diperoleh dari negara-negara Blok Barat, khususnya
Amerika, tetapi tidak berhasil. Kemudian usaha pembelian
senjata dialihkan ke Uni Soviet, Pada Desember 1960, Jenderal
Nasution bertolak ke Moskow untuk mengadakan perjanjian
pembelian senjata. Kemudian pada tahun 1961, Jenderal
Nasution mengunjungi beberapa negara : India, Pakistan,
Australia, Jerman, Prancis, Inggris dll untuk mendengar sikap
negara-negara itu, jika terjadi perang antara Indonesia dengan
Belanda. Kesimpulan yang diperoleh Kasad bahwa negara-

23
negara tersebut tidak mempunyai keterikatan dengan Belanda
dalam bidang bantuan militer, meskipun negara-negara tersebut
menekankan supaya perang dihindari dan bahkan ada yang
mendukung posisi Belanda. Di pihak lain, Belanda mulai
menyadari apabila Irian Barat tidak segera diserahkan kepada
Indonesia, maka lawannya akan berusaha membebaskan Irian
dengan kekuatan militer. Belanda tidak tinggal diam melihat
persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Indonesia. Awalnya
mereka mengajukan protes kepada PBB dengan menuduh
Indonesia melakukan agresi. Selanjutnya Belanda memperkuat
kedudukannya di Irian dengan mendatangkan bantuan dan
mengirimkan kapal perangnya ke perairan Irian di antaranya
kapal induk Karel Doorman. Pada tanggal 19 Desember 1961,
pemerintah mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang
berisi: Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan
Belanda Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air
Indonesia Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan
bangsa. Dengan diucapkannya Trikora maka dimulailah
konfrontasi melawan Belanda. Pada tanggal 2 Januari 1962,
Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan No. 1 tahun 1962
untuk membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
Awalnya Belanda meremehkan persiapan-persiapan Komando
Mandala tersebut. Mereka menganggap pasukan Indonesia
tidak mungkin dapat masuk ke wilayah Irian. Akan tetapi
setelah operasi-operasi infiltrasi dari pihak Indonesia berhasil
yang di antaranya terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke
tangan Indonesia, maka Belanda akhirnya bersedia untuk
duduk di meja perundingan. Tidak hanya Belanda, dunia luar
yang dulunya mendukung posisi Belanda di Forum PBB mulai
mengerti bahwa Indonesia tidak main-main. Pemerintah

24
Belanda juga banyak mendapat tekanan dari Amerika Serikat
untuk berunding. Desakan ini untuk mencegah terseretnya Unni
Soviet dan Amerika Serikat ke dalam suatu konfrontasi
langsung di Pasifik, di mana masing-masing pihak memberi
bantuan kepada Indonesia dan Belanda. Sehingga, pada tanggal
15 Agustus 1962, ditandatangani suatu perjanjian antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New
york. Perjanjian New York dibuat berdasarkan prinsip-prinsip
yang diusulkan oleh Delegasi Amerika Serikat, Ellsworth
Bunker, yang oleh Sekretaris Jenderal PBB diminta untuk
menjadi penengah. Persoalan terpenting dari perjanjian ini
adalah mengenai penyerahan pemerintahan di Irian Barat dari
pihak Kerajaan Belanda kepada PBB. Untuk kepentingan
tersebut maka dibentuklah United Nation Temporary
Excecutive Authority (UNTEA) yang pada waktunya akan
menyerahkan Irian Barat ke Indonesia sebelum tanggal 1 Mei
1963. Sementara Indonesia mendapat kewajiban untuk
mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat di irian sebelum akhir
1969, dengan ketentuan bahwa: kedua belah pihak, Indonesia
dan Belanda, akan menerima hasil referendum itu. Dedangkan
pemulihan hubungan diplomatik keduanya akan dilakukan
npada tahun 1963 itu juga, dengan pembukaan Kedutaan Besar
Indonesia di Den Haag dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.
Kondisi Irian Barat sendiri sangat memprihatinkan selama
berada di bawah Belanda. Tidak ada warisan belanda yang bisa
dipakai sebagai modal untuk membangun daerah itu. Rakyat
Irian sama sekali belum diajari untuk menghasilkanbarang-
barang yang mempunyai nilai jual, karena semua barang
didatangkan dari luar negeri. Oleh karena itu, pembangunan
Irian menjadi salah satu tantangan negara yang masih muda ini.
Itukah sebabnya Presiden Soekarno mengatakan bahwa

25
pembangunan Irian termasuk ke dalam Trikora Pada tanggal 17
Agustus 1960, pemerintah Indonesia memutus hubungan
diplomatik dengan Belanda. Setelah Trikora diserukan
Soekarno pada tanggal 18 Desember 1961 di Yogyakarta,
selanjutnya diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan
Gabungan Kepala Staf serta Komando Tertinggi Pembebasan
Irian Barat yang memutuskan untuk membentuk: Provinsi Irian
Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
Komando Mandala yang langsung memimpin kesatuan-
kesatuan Abri dalam tugas merebut Irian Barat.
Pembentukan Provinsi Irian Barat diputuskan melalui
penetapan presinden No. 1/1962 dengan ibukota baru Jayapura
(pada masa Belanda dinamai Hollandia). Sesuai dengan Trikora
kesiapan di semua bidang diperkuat. Sistem gabungan kepala
staf dan pimpinan angkatan bersenjata berdiri langsung di
bawah Panglima Tertinggi. Angkatan Udara RI pada tanggal 10
Januari 1962 meresmikan pembentukan Komando Regional
Udara I-IV. pembebasan irian barat Operasi Pembebasan
Irian Barat Selaku Panglima Mandala ditunjuk Brigadir
Jenderal Soeharto dan Komanda Mandala berpusat di
Makassar. Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigjen Soeharto
dilantik menjadi panglima Mandala dan dinaikkan pangkatnya
menjadi Mayor Jenderal. Di samping sebagai Panglima
Mandala, Soeharto juga merangkap sebagai Deputi Kasad
Wilayah Indonesia bagian Timur.

Pada bulan Januari di tahun yang sama, juga ditetapkan


susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat sebagai
berikut:

Panglima Besar Komando Tertingggi Pembebasan Irian Barat:


Presiden Soekarno Wakil Panglima Besar: Jenderal A. H.
Nasution Kepala Staf: Mayor Jenderal Ahmad Yani

26
Sementara susunan Komando Mandala:
1.Panglima Mandala: Mayor Jenderal Soeharto

Wakil Panglima I: Kolonel Laut Subono


Wakil Panglima II: Letkol Udara Leo Wattimena
Kepala Staf Umum,: Kolonel Ahmad Tahir
Pada tanggal 15 januari 1962, terjadi peristiwa tragis yakni
pertempuran Laut Aru. Dalam pertempuran yang tidak
seimbang antara MTB ALRI melawan kapal perusak dan fregat
belanda, gugur Deputi Kasal, Komodor Yos Sudarso. Di tengah
situasi yang semakin memanas, Trikora diperjelas dengan
instruksi Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian
Barat No. 1 kepada Panglima Mandala yang berisi:
Merencakan, mempersiapkan dengan menyelenggarakan
operasi-operasi militer, dengan tujuan untuk mengembalikan
wilayah provinsi Irian Barat ke dalam kekuasaan NKRI.
Mengembangkan situasi di wilayah Provinsi Irian Barat Sesuai
dengan taraf-taraf perjuangan di bidang diplomasi. supaya
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah Provinsi
Irian Barat dapat secara de facto menjadi daerah-daerah bebas
atau berada di bawah kekuasaan NKRI. Untuk melaksanakan
instruksi itu, Panglima Mandala menyusun strategi yang
dikenal dengan sebutan Strategi Panglima Mandala. Untuk
mencapai tujuan dari strategi itu, maka penyelesaiin tugas
dibagi ke beberapa fase. Sampai akhir tahun 1962, operasi
difokuskan pada infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi ke
sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de
facto yang kokoh. Kesatuan-kesatuan ini juga harus
mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta
rakyat Irian Barat. Awal tahun 1963, operasi mulai masuk ke
fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap
pusat militer lawan, dan menduduki pos-pos pertahanan
penting. Selanjutnya pada awal 1964, operasi akan memasuki

27
fase konsolidasi dengan menempatkan kekuasaan RI secara
mutlak di seluruh Irian Barat. Hingga triwulan ketiga
1962,terdapat perkembangan baru di bidang diplomasi,
sehingga jadwal penyelesaian tugas Operasi Mandala harus
dipercepat enam bulan. pembebasan irian barat Infiltrasi
melalui laut sebagian telah tercium oleh musuh dan mengalami
rintangan berat, mulai dari kapal-kapal Belanda sampai ombak
yan gtinggi. Pada bulan April 1962, dilakukan infiltrasi dari
udara. Dengan demikian sampai tanggal 15 Agustus telah
diinfiltrasikan 10 kompi. Sementara itu, telah dipersiapkan pula
operasi penentuan yang bernama Operasi Jaya Wijaya dengan
target pelaksanaan pada awal Agustus 1962. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk merebut daerah Irian Barat. Operasi
Jaya Wijaya dibagi atas Operasi Jaya Wijaya I untuk merebut
udara dan laut, Operasi Jaya Wijaya II bertujuan merebut Biak,
Operasi Jaya Wijaya III merebut Hollandia dari Laut, dan
Operasi Jaya Wijaya IV yang bertujuan merebut Hollandia dari
udara. Untuk melaksanakan operasi tersebut, Angkatan Laut
Mandala di bawah Kolonel Laut Sudomo membentuk
Angkatan Tugas Amfibi 17, yang terdiri dari tujuh gugus tugas,
sedangkan Angkatan Udara membentuk enam kesatuan tempur
baru. Akan tetapi sebelum Operasi Jaya Wijaya ini
dilaksanakan datanglah perintah dari Presiden untuk
menghentikan serangan pada tanggal 18 Agustus 1962.
Perintah presiden diikuti dengan surat perintah Panglima
Mandala yang ditujukan kepada seluruh pasukan dalam jajaran
Mandala yang berada di daerah Irian. Isi perintah panglima itu
adalah: agar semua pasukan mentaati perintah penghentian
tembak-menembak dan mengadakan kontak dengan perwira-
perwira peninjau PBB. Surat perintah presiden tersebut
dikeluarkan setelah menandatangani persetujuan antara

28
pemerintah RI dan Belanda mengenai Irian Barat di Markas
Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Agustus
1962. Berhasilnya Trikora adalah berkat kerjasama bidang
militer dan diplomasi. Diplomasi tanpa adanya dukungan
militer akan sia-sia, seperti yang telah dialami sebelum
keluarnya Trikora. Operasi terakhir yang dilaksanakan adalah
operasi Wisnu Murti yakni operasi menghadapi penyerahan
Irian Barat kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei
1963. Dengan demikian, pada tanggal 1 Mei 1963 tugas
Komando Mandala telah selesai dan komando tersebut secara
resmi dibubarkan.

4. Konfrontasi Terhadap Malaysia


Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang
mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak
yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun
1962 hingga 1966. Perang ini berawal dari keinginan Federasi
Malaya lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada
tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak
kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan
Persetujuan Manila oleh karena itu keinginan tersebut ditentang
oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan
Federasi Malaysia sebagai "boneka Inggris" merupakan
kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru, serta
dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri
dan pemberontakan di Indonesia.

Pelanggaran perjanjian internasional konsep THE


MACAPAGAL PLAN antara lain melalui perjanjian
Persetujuan Manila mengenai dekolonialisasi yang harus
mengikut sertakan rakyat Sarawak dan Sabah. Pada 1961,
Kalimantan dibagi beberapa administrasi:
1. Kalimantan : Sebuah provinsi di Indonesia

29
2. Brunei
3. Koloni Inggris : Sarawak & Borneo Utara(Sabah)

Sebagai bagian dari penarikan koloninya di Asia Tenggara,


Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan
dengan Federasi Malaya dan membentuk Federasi
Malaysia. Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan
Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia
hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia
hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini,
sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga
membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu
memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui
Kesultanan Sulu. Filipina dan Indonesia resminya setuju
untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila
mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial
memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi
oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari
pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan
federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat
untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia
melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar
dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris.

8 Desember 1962 : Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan


Utara (TNKU) memberontak. Mereka mencoba menangkap
Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan
lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan
Inggris dan Gurkha dari Singapura.

30
16 Desember 1962: Komando Timur Jauh Inggris (British Far
Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat
pemberontakan utama telah diatasi.
20 Januari 1963 : Menteri Luar Negeri Indonesia, Soebandrio
mengumumkan sikap bermusuhan dengan Malaysia.
17 April 1963 : Pemimpin pemberontakan ditangkap dan
pemberontakan berakhir.
27 Juli 1963 : Presiden Soekarno memproklamirkan Ganyang
Malaysia.
16 September 1963 : Federasi Malaysia resmi dibentuk. Brunei
menolak bergabung & Singapura keluar di kemudian hari.
17 September 1963 : Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala
Lumpur.
3 Mei 1964 : Presiden Soekarno mengumumkan Dwikora.
Mei 1964 : Pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di
Semenanjung Malaya. Dibentuk Komando Siaga yang bertugas
untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia
(Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi
Komando Mandala Siaga (Kolaga).
Agustus 1964: Enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap
di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan
juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan
pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Hanya sedikit
saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan
dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah
untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia.
Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan
Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan
khusus mereka yaitu Special Air Service(SAS).
16 Agustus 1964 : Pasukan dari Rejimen Askar Melayu Diraja
berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.
17 Agustus 1964 : Pasukan terjun payung mendarat di pantai
barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya.
2 September 1964 : Pasukan terjun payung didaratkan di Labis,
Johor.

31
29 Oktober 1964 : 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan
Johor-Malaka dan membunuh pasukan Resimen Askar Melayu
DiRaja & Selandia Baru dan menumpas juga Pasukan Gerak
Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.
20 Januari 1965 : Indonesia menarik diri dari PBB.
Januari 1965 : Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke
Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari
Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan
Australia dan Resimen Australian Special Air Service.
28 Juni 1965 : Militer Indonesia menyeberangi perbatasan
masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan
berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan
Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.
1 Juli 1965: Militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih
5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di
Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga
8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan
"Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.
Akhir 1965 : Jendral Soeharto memegang kekuasaan di
Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena
konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan
perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan
pun mereda.
28 Mei 1966 : Di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan
Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan
penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan
perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan
diresmikan dua hari kemudian.
Korban Jiwa
Malaysia : 114 korban jiwa & 181 cedera
Indonesia : 590 korban jiwa & 222 cedera

E. Perkembangan ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin

32
Demokrasi Terpimpin dibentuk Seokarno pasca adanya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dalam bidang ekonomi dipraktekan sistem
ekonomi Terpimpin, Presiden Soekarno secara langsung terjun dan
mengatur perekonomian-perekonomian yang terpusat pada
pemerintah pusat yang menjurus pada sistem ekonomi etatisme
menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi. Pada gilirannya
keadaan perekonomian mengalami inflasi yang cukup parah. Pada
akhir tahun 1965 inflasi telah mencapai 650 persen. Secara khusus
sebab-sebab pokok kegagalan ekonomi terpilih adalah sebagai
berikut : Penanganan/penyelesaian masalah ekonomi yang tidak
rasional Ekonomi lebih bersifat politis dan tanpa terkendali
Defisit yang makin meningkat yang ditutup dengan mencetak mata
uang sehingga menyebabkan inflasi Tidak adanya suatu ukuran
yang objektif dalam menilai suatu usaha/hasil orang lain
Struktur ekonomi cenderung bersifat etatisme.
Pembentukan Depernas dan Bappenas
Sementara itu, garis-garis besar Pola Pembangunan Semesta
Berencana Tahap 1 (1961 – 1969) yang telah disusun oleh Dewan
Perancang Nasional (Depernas) dan telah diresmikan oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961. Depernas disusun di bawah
Kabinet Karya pada tanggal 15 Agustus 1959 yang dipimpin oleh
Mohammad Yamin dengan beranggotakan 80 orang. Tugas dewan
ini menyusun overall planning yang meliputi bidang ekonomi,
kultural dan mental. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden
Soekarno memberikan pedoman kerja bagi Depernas yang tugas
utamanya memberikan isi kepada proklamasi melalui grand
strategy, yaitu perencanaan overall dan hubungan pembangunan
dengan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin. Namun pada
penerapannya tidak berhasil, Hal ini disebabkan antara lain sebagai
berikut : Rencana pembangunan kurang matang
Biaya pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri kurang memadai Proyek-proyek yang sudah direncanakan
sering diterlantarkan Pembangunan lebih mengarah pada

33
pembangunan yang bersifat Mercusuar Depernas pada tahun 1963
diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno
sendiri. Tugas Bappenas ialah menyusun rancangan pembangunan
jangka panjang dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah,
serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan, dan
menyiapkan dan menilai Mandataris untuk MPRS.
Senaring Selain itu upaya pemerintah untuk mengatasi inflasi
adalah dengan cara melakukan senaring. Kebijakan sanering[3]
yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25
Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan
mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan
perbaikan keuangan dan perekonomian negara. Untuk mencapai
tujuan itu uang kertas pecahan Rp500 dan Rp1000 yang ada dalam
peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya
menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan
pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di
atas Rp25.000 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi
pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran Rp1000
dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas
bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1
Januari 1960. Deklarasi Ekonomi (Dekon) Deklarasi Ekonomi atau
Dekan disusun oleh Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya
para ahli ekonomi, namun juga melibatkan para pimpinan partai
politik, anggota Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi
(MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilkan konsep
yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai
strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan

34
Ekonomi Terpimpin. Dekon disampaikan oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 28 Maret 1963. Strategi Ekonomi Terpimpin dalam
Dekon terdiri dari beberapa tahap; Tahapan pertama, harus
menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis
yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme. Tahapan
ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu tahap
ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya
mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal
luar negeri serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan
subsidi. Pada tanggal 26 Mei 1963, pemerintah mengeluarkan
peraturan-peraturan yang berjumlah 14 kemudian terkenal dengan
Peraturan 26 Mei, yang isinya antara lain: Peraturan Presiden No.1
tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi Ekonomi di bidang
ekspor Peraturan Presiden No. 6 tahun 1963 tentang pelaksanaan
Deklarasi Ekonomi di bidang impor
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1963 tentang kebijakan dalam
bidang harga Peraturan Presiden No. 7 tahun 1963 tentang aktivitas
perusahaan dagang negara dalam rangka pelaksanaan Deklarasi
Ekonomi Peraturan pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1963
tentang perubahanUndang-undang No. 4 Prp tahun 1959 dan
pencabutan Undang-undang no. 32 Prp tahun 1960 dan Undang-
undang No. 34 Prp tahun 1960 Intrusi presiden RO No. 2 Tahun
1963 tentang koordinasi garis kebijaksanaan dalam pelaksanaan
Deklarasi Ekonomi dan sebagainya. Namun pada penarapannya
Dekon tidak bisa mengatasi kesulitan ekonomi. Etatisme adalah
suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negara
sebagai pusat segala kekuasaan. Negara adalah sumbu yang
menggerakkan seluruh elemen politik dalam jalinan rasional yang
dikontrol secara ketat dengan menggunakan instrument kekuasaan.
[2] Politik mercesuar yaitu Indonesia harus sebagai pemimpin
pertama dari negara-negara NEFO. Indonesia diibaratkan sebagai
mercusuar bagi negara lain, Indonesia sebagai penunjuk jalan,

35
Indonesia akan menyinari negara-negara yang tergabung dalam
NEFO. Tujuannya adalah agar Jakarta (Indonesia) mendapatkan
perhatian dari negara luar. Politik Mercesuar ini dilakukan dengan
membangun berbagai proyek raksasa yang megah misalnya
pembangunan Monumen Nasional (Monas), Gedung Conefo yang
sekarang menjadi gedung DPR, MPR dan DPD, pertokoan Sarinah,
Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Bendungan Jatiluhur, Masjid
Istiqlal, Jembatan Semanggi, Patung Selamat datang
[3] Senaring adalah pemotongan daya beli masyarakat melalu cara
pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-
harga barang sehingga daya beli masyarakat menurun. Pada awal
kemerdekaan, Indonesia pernah melakukan senaring yakni pada
tanggal 30 Maret 1950. Kebijakan yang dibuat oleh Menkeu
Syafrudin Prawiranegara ini kemudian terkenal dengan nama
Gunting Syafrudin yang isinya menggunting uang kertas bernilai
Rp. 5,oo ke atas sehingga nilainya berkurang setengahnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah
sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden
Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan
sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Partai

36
Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi
Terpimpin" Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa
PKI mempunyai mandat untuk mengakomodasi persekutuan
konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu
antara ideologi nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme
yang dinamakan NASAKOM.

Pada tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh


Indonesia yang dilangsungkan dalam Operasi Trikora
mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka
juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk
adat yang tidak menghendaki integrasi dengan Indonesia. Di
era Demokrasi Terpimpin, antara tahun 1959 dan tahun 1965,
Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk
bantuan militer untuk jenderal-jenderal militer Indonesia.
Menurut laporan di media cetak "Suara Pemuda Indonesia":
Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi
43 batalyon angkatan bersenjata Indonesia. Tiap tahun AS
melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun
1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah
dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih
setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa
bantuan AS, tentu saja bukan untuk mendukung Soekarno
dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara
bebas". Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi
antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam
menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan
masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak

37
Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor Indonesia menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi
politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu banyaknya
demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan
buruh, petani, dan mahasiswa.

B. Saran

Perkembangan pemikiran telah melahirkan begitu


banyaknya sistem kenegaraan yang mendunia, walaupun
demikian bangsa Indonnesia harus mampu memilih satu
diantaranya yang banyak itu. Sistem tersebut hendaklah bisa
menjadi cerminan dari karakter bangsa ini. Demokrasi
merupakan pilihan hidup. Maka pilihlah satu demokrasi
yang membuat hidup terasa hidup.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anonim Wikipedia. 2018 . Sejarah Indonesia (1959–1965). Wikipedia Indonesia. Available


at: https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1959-1965). Acces on 8 August
2018

Anonim Wikipedia. 2018. Demokrasi Terpimpin. Wikipedia Indonesia. Available at:


https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_terpimpin. Acces on 8 August 2018

Panji Hermawan. 2013. Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1962 -1966). Kaskus Indonseia.


Available at:
https://www.kaskus.co.id/thread/514347380a75b4e05f00000d/diskusi-
konfrontasi-indonesia-malaysia-1962--1966/. Acces on 8 August 2018

Rifai Shodiq Fathoni. 2017. Pembebasan Irian Barat (1945-1963 M). Indonesian History. Available at:
http://wawasansejarah.com/pembebasan-irian-barat/. Acces on 8 August 2018

Doni Setyawan. 2016. Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin. Sejarah Indonesia. Available at:
http://www.donisetyawan.com/ekonomi-pada-demokrasi-terpimpin/. Acces on 8 August 2018

Hamdan Hamid. 2012. Demokrasi Ala Soekarno


(Demokrasi Terpimpin). Fakutas Ushuluddin Uin Sultan Syarif Kasim Riau. Available at:
http://repository.uin-suska.ac.id/9547/1/2012_201208AF.pdf. Acces on 8 August 2018

Himawan Indrajat. 2016. Demokrasi Terpimpin Sebuah Konsepsi


Pemikiran Soekarno Tentang Demokrasi. Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung. Available at:
http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/sosiologi/article/download/329/261. Acces on 8 August
2018

39
.

40

Anda mungkin juga menyukai