Anda di halaman 1dari 14

Peristiwa Pembrontakan G30S/PKI

Peristiwa G30S/PKI atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September merupakan salah
satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa
tahun Indonesia merdeka. Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30
September tahun 1965.
Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh dalam
peristiwa tersebut. Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena
mendapatkan sokongan dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika usaha
yang dilakukan oleh segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis berakhir dengan
kegagalan berkat bantuan Presiden kala itu.
Hingga sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi perdebatan antara benar atau
tidaknya PartaiKomunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.

Latar Belakang G30S/PKI


Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia,
di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta,
ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9
juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekrit presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno
dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan
100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan
ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri
RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi
petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai
antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI
juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”.
Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi”. Di
bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-
sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-
kiri untuk membuat “massa tentara” subjek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para
pemilik tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani
berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara = milik bersama).
Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai
komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak
milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan
dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi
anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh
Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya
(Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet
Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia
berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara
tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis”.
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi
mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka
adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-
persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan
kelima” di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata.
Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman
militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi
pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka,
depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara.
Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa “NASAKOMisasi” angkatan
bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan “angkatan kelima”.
Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di
bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang
diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya
Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung
Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya
sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan
Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari
Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri
dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai
politik pada masa itu.
Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga
menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut
terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di
Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian
digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan
Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat,
Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat
bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30
September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30
September tersebut).

Sejarah-G30S-PKI
Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta menyiarkan
berita penting. Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30 September
1965 di Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi “ gerakan militer dalam AD “ yang dinamakan “
Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion
Cakrabirawa, pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno.
Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “ dekrit no 1” tentang “pembentukkan
dewan revolusi Indonesia” dan “keputusan no.1” tentang “susunan dewan revolusi Indonesia”.
Baru dalam siaran kedua ini diumumkan susunan “komandan”, Brigjen Soepardjo, Letnan
Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Soenardi, dan Ajun komisaris besar polisi Anwas sebagai
“wakil komandaan”.
Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio Panglima Komando
TJadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jendral Soeharto, yang menyampaikan bahwa
gerakan 30 September tersebut adalah golongan kontra revolusioner yang telah menculik
beberapa perwira tinggi AD, dan telah mengambil alih kekuasaan Negara dari presiden/panglima
tertinggi ABRI/pemimpin besar revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan
demisioner.
Latar belakang G30S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya paham komunisme/marxisme-
leninisme ke Indonesia awal abat ke-20 ,penyusupanya kedalam organisasi lain, serta kaitannya
dengan gerakan komunisme intenasional. Dalam hal-hal yang mendasar dari politik PKI di
Indonesia terbukti merupakan pelaksanaan perintah dari pimpinan gerakan komunisme
internasional.
Persiapan PKI : Membentuk biro khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzman. Tugas biro
khusus adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasan.
Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh dan tani yang dipersenjatai
Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror. Sabotase terhadap transportasi kereta yang
dilakukan aksi buruh kereta api ( Januari-Oktober 1964 ) yang mengakibatkan serentetan
kecelakaan kereta api seperti di Purwokerto, Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan Tanah Abang.
Aksi sepihak, misalnya Peristiwa Jengkol, Bandar Betsy, dan Peristiwa Indramayu. Aksi teror
misalnya Peristiwa Kanigoro Kediri. Hal itu dilakukan sebagai persiapan untuk melakukan
kudeta.
Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang dianggap sebagai
penghambat pelaksanaan programnya yaitu dengan melancarkan isu dewan jendral.tujuanya
untuk menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD dan mengadu domba antara TNI-AD
dengan presiden soekarno.
Melakukan latihan kemiliteran di lubang buaya pondok gede jakarta. Latihan kemiliteran
di lubang buaya .pondok gede jakarta latihan kemiliteran ini merupakan sarana persiapan untuk
melakukan pemberontakan.
Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus penculikan 7
jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang bergerak dari
Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh jenderal tersebut diantaranya
telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I.
Panjaitan.
Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap secara
hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama kelompok pasukan tersebut
berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas kedubes Irak.
Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution pun tewas
setelah ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas semakin
bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh seorang polisi penjaga rumah
tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir dalam kejadian ini. Tak sedikit
mayat jenderal yang dibunuh lalu dibuang di Lubang Buaya.
Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini dikenal
dengan nama Lapangan Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum berhasil mengamankan
bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari Markas KOSTRAD pimpinan
Soeharto.
Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari
Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di
beberapa lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa
gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno
dari posisinya.
Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir saja pak
Harto dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau bukanlah seorang
tokoh politik.
Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada Soeharto tentang
terjadinya aksi penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya sejumlah jenderal yang
diduga sedang dicuilik. Mendengar berita tersebut, Soeharto pun segera bergerak ke Markas
KOSTRAD dan menghubungi anggota angkatan laut dan polisi.
Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion pasukan kudeta untuk segera menyerahkan
diri. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas KOSTRAD. Kemudian
disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju Halim Perdana Kusuma.
Karena prosesnya yang berjalan kurang matang, akhirnya kudeta yang dilancarkan oleh
PKI tersebut berhasil digagalkan oleh Soeharto. Sehingga kondisi ini menyebabkan para tentara
yang berada di Lapangan Merdeka mengalami kehausan akan impresi dalam melindungi
Presiden yang sedang berada di Istana.

Masa-Berakhirnya-Peristiwa-G30S-PKI
1. Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung
RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah
oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di
sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.
2. Tanggal 2 Oktober 1965
Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah
komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang,
seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.
3. Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor
C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI –
AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah
ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3
Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para
perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman
kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
4. Tanggal 4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda
pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan
Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto.
Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan
fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa
kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.
5. Tanggal 5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.
Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet
Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.

Nama 7 TOKOH Pahlawan Revolusi Korban Kekejaman G30S PKI 1965


1.Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
2.Mayjen TNI R. Suprapto
3.Mayjen TNI M.T. Haryono
4.Mayjen TNI Siswondo Parman
5.Brigjen TNI DI Panjaitan
6.Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
7.Letnan Pierre Tendean
Peristiwa G30S PKI sejatinya tidak lepas dari kejadian penculikan petinggi-petinggi TNI
AD saat itu. Mereka diasingkan dan dibantai tanpa belas kasihan di Monumen Lubang Buaya.
Berikut ini nama-nama TNI yang mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi pasca terjadinya
pembantaian tersebut.

Tujuan G30S/PKI
1. Bahwa G30SPKI adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di
negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, dan
tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.
2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan
mengkomuniskannya.
3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan
komunisme internasional.

Dampak pasca peristiwa G30S PKI


Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:
1. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
2. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
3. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
4. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI
atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang
relatif banyak.
Monumen Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa
pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di
seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada
masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang
Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata.
Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi
tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September – 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk
mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok
Indonesia. Acara yang bertajuk “Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun
tragedi kemanusiaan 1965” ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia,
Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban
tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
Pemberontakan PRRI/Permesta

Kalian tahu nggak apa itu pemberontakan PRRI/Permesta? Peristiwa ini merupakan salah
satu peristiwa yang sangat penting lho bagi bangsa Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi
pemicunya, misalnya ketidakharmonisan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama di
daerah Sumatera dan Sulawesi. Hal itu merupakan akibat dari masalah otonomi daerah serta
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara
Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta.
Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik Indonesia
Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan
dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja.
Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu
membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka
merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap
alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah
dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah.
Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif
membentuk dewan militer daerah, sebagai berikut: DIPPT
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet
Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan
sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan
sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno
bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan
tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan
perbuatan.
Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958
memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan
perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan
yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat
dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan
PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.
Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang
diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi
ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti
dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh
Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.
Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus
1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta
untuk kembali Republik Indonesia.
Ketika Demokrasi Liberal tahun 1950 berlangsung, terjadi ketidakstabilan pada bidang
politik yang bisa saja meruntuhkan unsur-unsur negara kesatuan republik Indonesia itu sendiri.
Pemilu yang dilaksanakan tahun 1955 tidak berhasil untuk meredam pertentangan politik. Hal ini
kemudian menuntut perluasan otonomi. Kemudian pada tanggal 20-24 November 1956, Letkol
Ahmad Husein membentuk Dewan Banteng yang melarang perwira AD untuk ikut dalam
kegiatan politik. Bahkan ketua Dewan Banteng mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah
yang saat itu dijabat oleh Gubernur Ruslan Muloharjo.
Alih-alih usaha pemerintah untuk menghentikan pergerakannya, gerakan kedaerahan
tersebut semakin menjurus ke pemberontakan. Tepat tanggal 15 Februari 1958, makna
proklamasi dan makna kemerdekaan Indonesia yang gagal untuk dimaknai membuat Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) resmi dibuka oleh Ahmad Husein, Kolonel Dahlan
Jombek dan Kolonel Simbolon. Lalu, apa saja usaha penumpasan PRRI? Berikut ulasannya!

Upaya Penumpasan PRRI


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, alasan pemberontakan ini adalah tejadinya
kesenjangan antar pemerintah pusat di Jawa dengan berbagai daerah di luar Jawa. Berikut ini
adalah beberapa upaya penumpasan PRRI :
1. Pemecatan
Upaya awal yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menumpas PRRI adalah memecat
beberapa anggota militer yang terlibat sepeti Letkol Ahmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis,
Dahlan Jambek, Kolonel Vence Samuel dan Kolonel Maludin Simbolon. Selain it, komando
daerah militer Sumateraa juga ikut dibekukan.
2. Operasi militer
Selain itu, diadakan pula beberapa operasi militer, antara lain :
 Operasi Tegas yang dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution dimana Riau adalah sasaran
daerahnya. Instlasi-instalasi berhasil diamankan dan Pekanbaru bisa direbut.
 Operasi 17 Agustus mengarah ke daerah Sumatera Barat. Operasi yang dipimpin oleh Kolonel
Ahmad Yani ini berhasil merebut kota Padang tanggal 17 April dan tanggal 12 Maret 1958,
Bukittinggi pun dapat dikuasai.
 Operasi Saptamarga yang mengarah ke daerah Sumatera Utara dibawah pimpinan Brigjen
Jatikusumo.
 Operasi Sadar berfokus pada daerah Sumatera Selatan dengan Letkol Ibnu Sutowo sebagai
pemimpinnya.
3. Mendesak Kabinet Djuanda dan Nasution
Usaha lain yang dilakukan oleh pemerintah RI adalah mendesak Kabinet Djuanda dan
Nasution. Kedua kabinet ini menginginkan agar pemberontakan tersebut dihentikan dengan
tegas. Hingga pada akhirnya, memasuki akhir bulan Februari, Angkatan Udara Republik
Indonesia melakukan pengeboman pada instansi-instansi penting yang ada di kota Padang,
Bukittinggi dan Manado.
4. Mengirim pasukan-pasukan
Tepat awal bulan Maret, pasukan Divisi Diponegoro dan Siliwangi yang dipimpin oleh
Kolonel Ahmad Yani mendarat di Pulau Sumatera. Namun sebelumnya, Nasution telah
mengirimkan Pasukan Resmi Para Komando Angkatan Darat yang berada pangkalan minyak
kepulauan Sumatera dan Riau. Tepat tanggal 14 Maret 1958, Pecan Baru dikuasai dan disusul
dengan berhasil direbutnya Bukittinggi pada tanggal 4 Mei 1958. Kemudian pasukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) berupaya membebaskan daerah-daerah yang dulunya menjadi pusat
pemberontakan PRRI.
5. Melakukan Operasi Merdeka
Upaya pemerintah untuk menumpaskan PRRI selanjutnya adalah melakukan operasi
Merdeka pada bulan April 1958 yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendradiningrat. Berkat
operasi tersebut, pada tanggal 29 Mei 1961, Ahmad Husein akhirnya menyerahkan diri sehingga
pergerakan PRRI menjadi tidak stabil.

Perlu diketahui, walaupun pemberontakan-pemberontakan tersebut hanya bagian dari


sejarah kemerdekaan Indonesia, namun tidak akan menutup kemungkinan jika hal ini kembali
terjadi. Sehingga peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa sangat diperlukan agar upaya
menjaga keutuhan NKRI tercapai dan menciptakan sistem pemerintahan yang berdaulat seperti
halnya memaknai arti dan peranan lambang garuda pancasila dalam terbentuknya.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang resmi didirikan pada tanggal 15
Februari 1958 oleh Letkol Ahmad Husein dengan anggota-anggotanya telah menyebabkan
banyak sekali luka pada masyarakat. Banyak korban yang berjatuhan saat itu demi
menghentikan pemberontakan saat melakukan upaya penumpasan PRRI baik dari warga sendiri,
pihak APRI, tentara, polisi, anggota PRRI dan sipil. Selain itu, gerakan PRRI yang bertentangan
dengan arti dan peranan lambang garuda pancasila dalam terbentuknya ini juga membawa
dampak bagi Indonesia pada umumnya dan warga Sumatera khususnya. Dampak ini tak hanya
berakibat pada sektor ekonomi, namun juga dalam sisi politik dan sosialnya. Lalu apa saja
dampak dari adanya gerakan PRRI tersebut? Berikut ulasannya!

Dampak Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)


1. Jatuhnya korban jiwa
Adanya gerakan PRRI yang berlangsung dalam jangka waktu lama seperti proses
pemberontakan RMS ini menimbulkan terjadinya pertumpahan darah dimana-mana sehingga
mengakibatkan banyak sekali korban jiwa yang jatuh. Dari pihak PRRI sendiri, korban yang
jatuh kurang lebih sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 mengalami luka-luka dan 8.072 orang ditahan.
Sedangkan dari pihak APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) pusa, telah merenggut
10.150 jiwa meninggal dunia yang terdiri dari 2.499 tentara, 956 anggota OPR, 274 polisi dan
5.592 orang sipil.
2. Keadaan ekonomi terganggu
Ketika gerakan ini terjadi, maka secara otomatis terjadi ketidakseimbangan pada roda
perekonomian masyarakat. Jika perekonomian masyarakat lumpuh, berhenti pula pergerakan
manusia diekitarnya. Kegiatan ekonominya lebih terarah pada sektor konsumsi daripada
produksi sehingga hal ini mengakibatkan banyak terjadinya masalah. Sebab keuangan saat itu
sedang tidak stabil lalu ditambah dengan berhentinya perekonomian masyarakat.
3. Pembangunan terhenti
Pembangunan yang sejatinya harus berjalan dengan baik menjadi berhenti di tengan jalan.
Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, daerah di Sumatera mengalami krisis pembangunan
sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Pembangunan sendiri
lumpuh akibat dari dampak masyarakat yang lebih tertarik pada kegiatan konsumi daripada
membuat produk sendiri.
4. Penurunan sumber daya manusia
Selain ekononi, penurunan intelektual pada warga di daerah Sumatera juga menjadi
dampak adanya pergerakan PRRI. Hal ini dikarenakan, selama terjadi pergerakan yang disertai
dengan perang senjata tersebut, banyak masyarakat yang memilih untuk pindah ke tempat yang
lebih aman. Sehingga warga yang latar belakangnya memiliki pengetahuan dan potensi terbaik
lebih memilih untuk tinggal di darah lain. Akibatnya kita menjadi kekurangan potensi-potensi
SDM yang mumpuni untuk ikut membangun ekonomi saat itu.
5. Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat terganggu
Adanya pergerakan PRRI yang tujuannya sama dengan tujuan pemberontakan PKI dan
tujuan pemberontakan DI / TII juga membawa dampak yang signifikan bagi hubungan politik
luar negeri Amerika Serikat dengan Indonesia. Ketidakharmonisan ini terjadi karena adanya
dukungan Amerika terhadap pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Dukungan ini terbukti
ketika pesawat pengebom B-26 yang dikemudikan oleh pilot bernama Allen Pope jatuh tanggal
18 Mei 1958 di sekitar Ambon.
6. Hubungan Indonesia dengan Malaysia terganggu
Selain hubungan dengan Amerika Serikat yang tidak membaik, hubungan Indonesia
dengan Malaysia juga terganggu. Malaysia yang baru merdeka pada tahun 1957 mendukung
gerakan PRRI dengan menjadi negara pemasok senjata bagi pasukan PRRI. Selain itu, Filipina,
Singapura, Korea Selatan dan Taiwan juga terbukti mendukung pergerakan PRRI.
7. Kesadaran berotonomi
Selain dampak-dampak yang bersifat negatif, pergerakan PRRI juga menimbulkan dampak
positif diantaranya adalah menimbulkan kesadaran pimpinan negara bahwa Indonesia terdiri dari
berbagai pulau dalam satu unsur-unsur negara kesatuan republik Indonesia. Untuk itu penting
bagi mereka untuk mendapatkan hak otonomi yang luas bagi setiap daerah yang ada di
Indonesia. Dimana hak otonomi tersebut disesuaikan dengan potensi dan kemampuan
masyarakat di daerah itu sendiri. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan potensi yang
ada di daerahnya sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI dan pergerakan semacam ini tidak
terjadi lagi.

Tokoh PRRI
Gerakan yang dianggap pemberontakan namun sebenarnya hanya suatu upaya untuk
membenahi kinerja dan konstitusi pemerintah pusat pada saat itu pastinya memunculkan
beberapa tokoh penting didalamnya, terutama didalam kabinet PRRI. Beberapa tokoh PRRI atau
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia diantaranya seperti:
1. Letnan Kolonel Ahmad Husein
Kolonel Ahmad Husein sebenarnya merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia dalam
sejarah kemerdekaan Indonesia. Namun tidak hanya itu saja, Ahmad Husein juga menjadi tokoh
penting dalam PRRI, karena menjadi pemimpin militer PRRI. Terlebih lagi Ahmad Husein
merupakan orang yang mendeklarasikan pembentukan PRRI pada tanggal 15 Februari 1958 dan
menjadi pemimpin Dewan Banten yang didirikan di Sumatera Barat. Ahmad Husein juga
mengambil alih jabatan Gubernur Sumatera Tengah dan menuntut pemerintah pusat untuk
memenuhi tuntutan dar Dewan Banteng dengan membentuk Komando Militer Daerah Sumatera
Tengah (KMDST). Terlebih lagi dalam pemberontakan PRRI, Ahmad Husein juga dianggap ikut
serta dalam penyelundupan senjata dari Amerika Serikat sebagai salah satu bentuk bantuan
terhadap PRRI.
2. Sjafruddin Prawiranegara
Mr. Sjafruddin Prawiranegara juga merupakan tokoh penting PRRI karena menjabat
sebagai Perdana Menteri dalam kabinet tandingan PRRI di Sumatera Tengah pada tahun 1958.
Selain itu, dalam sejarah kemerdekaan Indonesia Mr. Sjafruddin Prawiranegara merupakan
seorang pejuang kemerdekaan yang menjabat sempat menjabat sebagai Menteri, Gubernur Bank
Indonesia, Wakil Perdana Menteri, dan juga menjadi ketua yang setingkat presiden dalam
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
3. Assaat Dt. Mudo
Sebelum bergabung dengan PRRI, Mr. Assaat Dt. Mudo menjadi seorang politisi dan
pejuang kemerdekaan Indonesia. Selain itu Mr. Assaat Dt. Mudo juga sempat menjabat sebagai
pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di
Yogyakarta, dan juga sempat menduduki jabatan Menteri Dalam Negeri Indonesia.
4. Maluddin Simbolo
Maluddin Simbolo juga merupakan tokoh PRRI yang memiliki peran penting didalamnya.
Dimana memegang jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk Kabinet PRRI pada masa itu.
Sedangkan pada dasarnya Maluddin Simbolo merupakan seorang tokoh militer dan juga pejuang
kemerdekaan Indonesia.
5. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
Soemitro Djojohadikoesoemo bergabung menjadi anggota PRRI pada tahun
dideklarasikannya PRRI yaitu 1958, dan menjabat sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran.
Walaupun pada akhirnya memutuskan untuk tinggal di luar Indonesia sebagai seorang konsultan
ekonomi di Malaysia, Hong Kong, Thailand, Prancis, dan Switzerland. Dalam pemerintahan
Indonesia sendiri, Soemitro Djojohadikoesoemo sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan,
Menteri Perindustrian, dan Menteri Riset karena pada dasarnya memang merupakan seorang
ekonom Indonesia.
6. Moh. Syafei
Moh. Syafei sendiri merupakan tokoh pendidikan Indonesia yang bergabung dengan PRRI,
dan berperan sebagai Menteri PPK dan Kesehatan dalam Kabinet PRRI. Moh. Syafei juga
merupakan tokoh masyarakat di Sumatera Barat, dan merupakan pendiri dari INS Kayutanam
sebuah lembaga pendidikan menengah swasta.
7. F. Warouw
F. Warouw merupakan seorang perwira militer yang berperan pula dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia. J. F. Warouw bahkan juga sembat menjabat sebagai Komandan Tentara dan Teritorium
(TT) VII/ Indonesia Timur, dan Atase Militer di Beijing sebelum bergabung dalam
pemberontakan PRRI/Permesta. J. F. Warouw bergabung dengan PRRI juga untuk
memperjuangkan otonomi daerah, dan menjabat sebagai Menteri Pembangunan dalam kabinet
PRRI. .
8. Saladin Sarumpaet
Dalam kabinet PRRI, Saladin Sarumpet memiliki peran atau menjabat sebagai Menteri
Pertanian dan Perburuan. Dimana juga berperan penting dalam upaya PRRI memperjuangkan
keseimbangan pembangunan dan otonomi daerah.
9. Muchtar Lintang
Tokoh PRRI selanjutnya adalah Muchtar lintang, dimana menjabat sebagai Menteri
Agama. Muchtar Lintang memang aktif dalam melakukan dakwah islam di daerah-daerah
Indonesia.
10. Saleh Lahade
Saleh Lahade merupakan seorang tokoh militer di Indonesia, dimana sempat juga menjadi
seorang pemimpin dalam pemberontakan Permesta di Sulawesi. Permesta sendiri memang
mendukung PRRI, sehingga perbedaan PRRI dan Permesta tidak terlalu terlihat dan bahkan
pemberontakan PRRI juga sering disebut sebagai pemberontakan PRRI/Permesta. Didalam
kabinet PRRI sendiri, Salah Lahade menjabat sebagai seorang Menteri penerangan, dan menjadi
salah atau tokoh yang menandatangani Piagam Permesta pada Februari 1957.
11. Ayah Gani Usman
Ayah Gani Usman merupakan tokoh perjuangan yang aktif dalam dunia politik dan sosial
di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam kabinet PRRI, Ayah Gani Usman diangkat atau diberi peran
untuk menjadi seorang Menteri Sosial.

12. Dahlan Djambek


Tokoh PRRI yang terakhir didalam kabinet PRRI adalah Dahlan Djambek, dimana
merupakan seorang tokoh militer yang juga bergabung sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
Sedangkan didalam kabinet PRRI, Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan
Telekomunikasi, dimana diangkatnya Dahlan Djambek tersebut setelah Mr. Assaat tiba di
Padang.

Demikian beberapa tokoh PRRI atau Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia yang
memiliki peranan penting dalam pembentukan PRRI maupun dalam aksi pemberontakannya.
Dimana tokoh-tokoh tersebut juga memiliki jabatan masing-masing didalam kabinet pembanding
PRRI atau kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Selain tokoh-tokoh diatas,
masih banyak lagi tokoh lainnya yang juga bergabung dengan PRRI yang bertujuan untuk
membenahi kinerja pemerintah pusat dan pemberlakuan konstitusi pada masa itu.
Tidak tertinggal juga dengan peranan masyarakat yang membantu maupun mendukung
pembentukan PRRI dan aksi pemberontakan PRRI yang berlangsung, sehingga mengharuskan
pemerintah pusat menggunakan operasi militer besar untuk menghentikan aksi pemberontakan
yang terjadi, sekaligus sebagai upaya pemerintah menumpas Permesta

Anda mungkin juga menyukai