Anda di halaman 1dari 12

MATERI SEJARAH WAJIB KELAS 12 MIPA/IPS

KD 3.2 Menganalisis kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa
Demokrasi Liberal dan Terpimpin

KEHIDUPAN EKONOMI INDONESIA DI MASA DEMOKRASI LIBERAL


"Duh, pengen beli baju tapi males ke mall. Beli di online shop aja deh". Sebagian
besar dari kamu pasti pernah beli barang secara online. Mudah sekali, ya jika ingin
melakukan transaksi ekonomi saat ini. Tapi, pernah terbayang nggak gimana kehidupan
ekonomi Indonesia di masa-masa awalnya merdeka? Pastinya nggak semudah saat
ini. Nah, dalam artikel ini, kita akan membahas tentang perkembangan kehidupan
ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal. Simak, yuk untuk tahu bagaimana
kehidupan ekonomi di masa itu.

Suasana pertokoan di Indonesia di masa demokrasi liberal. (Sumber: kompasiana.com).


 
Sebagai “negara baru”, Indonesia masih harus banyak belajar dalam berbagai hal
agar negaranya semakin kuat. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Di masa
demokrasi liberal, sering terjadi perubahan kabinet yang ternyata berdampak pada
kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, ada
beberapa kebijakan yang dilakukan antara lain:

Gunting Syafruddin
Kalau kamu pikir program ini adalah menggunting uang kertas, salah.
Salah banget. Kebijakan ini merupakan pemotongan nilai uang. Caranya
dengan memotong uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya menjadi
setengah. Kebijakan ini dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950 oleh Menteri
Keuangan saat itu, Syafruddin Prawiranegara.
Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua
bagian, bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap
merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang
tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan surat obligasi
pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan
pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas
negara.
Ilustrasi kebijakan Gunting Syafruddin. Bagian kiri digunakan sebagai uang, bagian
kanan bisa ditukarkan dengan obligasi. Djangan keliru, Squad! (Sumber: kompas.com)
 
Gerakan Benteng

Kamu masih suka main  benteng, gak,? (Sumber: nasional.okezone.com).


 
Sistem ekonomi gerakan benteng bukan seperti benteng yang di atas,
ya, catet! Sistem ekonomi gerakan benteng bertujuan untuk mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Program ini dicetuskan
oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia, yang
dituangkan dalam program kerja Kabinet Natsir.
Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha
dalam negeri dengan cara memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan
konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam negeri telah mendapat bantuan kredit dari
pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan dengan baik karena kebiasaan konsumtif
yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan dana kredit
tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Sumitro Djojohadikusumo. (Sumber: kompasiana.com).
 
Sistem Ekonomi Ali Baba
Sistem ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri
ekonomi pada masa Kabinet Ali I. Kabinet ini fokus pada kebijakan Indonesia dan
mengutamakan kaum pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha pribumi dan “Baba”
mewakili pengusaha Tionghoa. Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi
pemerintah untuk pengusaha swasta nasional pribumi agar dapat bersaing dengan
pengusaha nonpribumi. Namun, program ini gagal karena pengusaha pribumi masih
miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi.

Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo. (Sumber: wikiwand.com).


 
Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang
delegasi ke Jenewa, Swiss untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak
Indonesia dengan Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung tanggal 7
Januari 1956, adapun kesepakatan yang pada Finek adalah:
1. hasil KMB dibubarkan.
2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
3. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin
Harahap melakukan pembubaran Uni-Indonesia dan akhirnya tanggal 3 Mei 1956
Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB.
 
Gerakan Asaat
Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian
warga Indonesia asli dari persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya
Tionghoa. Pada Oktober 1956, pemerintah menyatakan akan membuat lisensi khusus
untuk para pengusaha pribumi.
 
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi,
dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada
program pembangunan ekonomi jangka pendek kemudian dibentuk Badan Perancang
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Pada bulan Mei 1956 biro
ini menyusun RPLT. Kalau di saat ini, mungkin sebutan yang sering digunakan adalah
Renstra (Rencana Strategis) mungkin, yaa...
 
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan
daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah
rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan
dengan baik karena:
1. adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.
2. Terjadi ketegangan politik.
3. Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.
 
Nasionalisasi Perusahaan Asing
Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia,
perkembangan kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga
tidak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang dijadikan menjadi
milik pemerintah Indonesia atau lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini
dimulai sejak Desember 1958 dengan dikeluarkannya undang-undang tentang
nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.
Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di
antaranya adalah Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang
Negara), Bank De Nationale Handelsbank N. V (Bank Umum Negara), N.V
Nederlandsche Handels Maatschappij (Bank Exim), Koninklijke Nederlands Indische
Luchtvaart Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia), dll.
Pesawat KNILM. (Sumber: id.wikipedia.org).
 
Nasionalisasi de Javasche Bank
Teman-teman pernah jalan-jalan ke Kota Tua Jakarta lalu pergi ke Museum BI
(Bank Indonesia)? Bangunan tersebut punya sejarah yang panjang sebagai saksi
kehidupan ekonomi bangsa. Dulunya gedung itu milik Belanda, tepatnya milik de
Javasche Bank.
Pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi
de Javasche Bank yang berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123.
Pemerintah memberhentikan Dr. Houwing sebagai Presiden de Javasche Bank dan
mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden de Javasche Bank yang
baru. Pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951
tentang Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1
Juli 1953, de Javasche Bank berganti menjadi Bank Indonesia.

de Javasche Bank di Batavia yang sekarang menjadi Museum Bank Indonesia di


kawasan Kota Tua Jakarta. (Sumber: kompas.com).
Konsep Pelajaran Kelas 12 SMA Sejarah XII

KEHIDUPAN EKONOMI INDONESIA DI MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Teman-teman, tahu nggak kalau setelah merdeka pada tahun 1945, sebagai
negara baru Indonesia pernah beberapa kali berganti sistem pemerintahan. Setelah
“mencoba” demokrasi liberal, Indonesia mengubah haluan sistem pemerintahannya ke
sistem demokrasi terpimpin. Hal ini dimaksudkan agar seluruh keputusan serta
pemikiran yang berkaitan dengan negara berpusat pada pemimpin negara saat itu, yaitu
Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin dimulai sejak lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
KONDISI POLITIK
Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet
Kerja yang dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini memiliki program kerja yang
disebut Tri Program yang meliputi:
1. Masalah-masalah sandang dan pangan,
2. Keamanan dalam negeri, dan
3. Pengembalian Irian Barat.
Kebijakan-kebijakan politik yang terdapat dalam infografis di atas tentunya
tidak lepas dari berbagai kecaman karena adanya penyimpangan. Seperti penetapan
Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hmm, kok bisa? Waktu itu masih bisa,
karena waktu itu UUD 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7 saat itu hanya
disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh
dipilih kembali. Wah, kalau sekarang tentu nggak bisa yaa.
Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan
DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa?
Tidak lain karena pembentukannya dibuat langsung oleh presiden, bahkan diketuai
olehnya. Padahal seharusnya, badan seperti MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan
Langsung).

Peristiwa Penting di Masa Demokrasi Terpimpin


Kehidupan Indonesia di masa Demokrasi Terpimpin ini memicu terjadinya berbagai
peristiwa penting.
KONDISI EKONOMI
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada
masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi
dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah
pengawasan negara.
1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan
pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang
dipimpin Moh. Yamin. Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola
pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta
Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan
pembangunan. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola
yaitu proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan
pembangunan.
Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas
Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.
2. Penurunan nilai uang
Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai
uang. Gimana sih penurunan nilai uang tersebut? Sebagai contoh, untuk uang kertas
pecahan Rp500 nilainya akan berubah menjadi Rp50 begitu seterusnya. Selain itu,
semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.
3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi
secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon
adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari
imperialisme. Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak mampu mengatasi
kesulitan ekonomi dan masalah inflasi, Dekon justru mengakibatkan perekonomian
Indonesia stagnan. Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah
sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.
4. Pembangunan Proyek Mercusuar
Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek
mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar
mendapat perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New
Emerging Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek
besar seperti gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI
Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan
Monumen Nasional (Monas), dan pusat pertokoan Sarinah.

Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno


merupakan proyek yang ambisius pada saat itu. (Sumber: sejarahri.com).
KONDISI SOSIAL BUDAYA
1. Larangan pedagang asing di luar ibukota daerah
Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik
antar pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang asing dilarang
berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota.
Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memberikan reaksi keras terhadap usaha
tentara Indonesia melarang warga negara asing (etnis Cina) bergerak dalam bidang
usaha eceran diluar kota-kota besar.
2. Kerusuhan di Jakarta
Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai
kacau. Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai
balasan, kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini
berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.

Soekarno ketika masa Demokrasi Terpimpin (Sumber: qudsfata.com).


3. Konflik Lekra dengan Manikebu
Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung ajaran Nasakom sementara
Manikebu (Manifesto Kebudayaan) adalah sekelompok cendekiawan yang anti dengan
ajaran tersebut. Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung
ajaran Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi
tertentu. Manikebu kemudian dilarang oleh pemerintah RI karena dianggap
menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara
lain H.B. Jassin dan Taufiq Ismail.
4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat
Teman-teman, sekarang kamu tentu bisa dengar berbagai musik dan menarikan
berbagai tarian dengan bebas, ‘kan? Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin,
segala aspek kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik. Bahkan,
kelompok seniman Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak
Kejaksaan karena dianggap memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-
pidatonya, Presiden Soekarno mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and
roll”, dansa ala “cha-cha”, musik pop.
Hidup di masa sekarang tentunya berbeda dengan kehidupan Indonesia di masa
demokrasi terpimpin, ya. Jika di masa sekarang kita bisa hidup bebas, di masa itu
pemerintah hampir “memasuki” semua aspek kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai