GURU PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
Fasser Orassco B
Lia Apriliani
Audrey Islamey A
Syafira Balqis Azzahra
Putra Berjuang Simamora
Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi
Parlementer (1950 hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara
nasional. Kabinet yang silih berganti membuat program kerja kabinet tidak
dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Partai-partai politik saling bersaing
dan saling menjatuhkan. Mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok
masing-masing. Di sisi lain, Dewan Konstituante yang dibentuk melalui
Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD
baru bagi Republik Indonesia. Padahal Presiden Soekarno menaruh harapan
besar terhadap Pemilu 1955, karena bisa dijadikan sarana untuk membangun
demokrasi yang lebih baik. Hal ini seperti yang diungkapkan Presiden
Soekarno bahwa “era ‘demokrasi raba-raba’ telah ditutup”. Namun pada
kenyataannya, hal itu hanya sebuah angan dan harapan Presiden Soekarno
semata.
Kondisi tersebut membuat Presiden Soekarno berkeinginan untuk
mengubur partai-partai politik yang ada, setidaknya menyederhanakan partai-
partai politik yang ada dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang
menang dalam pemilihan umum 1955. Untuk mewujudkan keinginannya
tersebut, pada tanggal 21 Februari 1957, di hadapan para tokoh politik dan
tokoh militer menawarkan konsepsinya untuk menyelesaikan dan mengatasi
krisis-krisis kewibawaan pemerintah yang terlihat dari jatuh bangunnya
kabinet. Dalam konsepsinya Presiden Soekarno menghendaki dibentuknya
kabinet berkaki empat yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil PNI, Masyumi,
NU dan PKI. Selain itu Presiden Soekarno juga menghendaki dibentuknya
Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional di dalam
masyarakat.
Lebih jauh Presiden juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal yang
dipakai saat itu merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa
dan semangat bangsa Indonesia. Untuk itu ia ingin mengganti dengan suatu
demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi
Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin sendiri merupakan suatu sistem pemerintahan
Indonesia yang ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957. Demokrasi
Terpimpin juga merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik,
kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi. Gagasan Presiden Soekarno ini
dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Pokok-pokok pemikiran yang
terkandung dalam konsepsi tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur
politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh
kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
Kedua, pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan
masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan
politik baru yang diberi nama oleh Presiden Soekarno golongan fungsional
atau golongan karya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangdi atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinamika Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin
1. Menuju Demokrasi Terpimpin
Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden
Soekarno sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Langkah
pertama adalah pembentukan Dewan Nasional pada 6 Mei 1957. Sejak saat itu
Presiden Soekarno mencoba mengganti sistem demokrasi parlementer yang
membuat pemerintahan tidak stabil dengan demokrasi terpimpin. Melalui
panitia perumus Dewan Nasional, dibahas mengenai usulan kembali ke UUD
1945.
Usulan ini berawal dari KSAD Mayor Jenderal Nasution yang mengajukan
usul secara tertulis untuk kembali ke UUD 1945 sebagai landasan pelaksanaan
demokrasi terpimpin. Usulan Nasution ini kurang didukung oleh wakil-wakil
partai di dalam Dewan Nasional yang cenderung mempertahankan UUD
Sementara 1950. Situasi ini pada awalnya membuat Presiden Soekarno ragu
untuk mengambil keputusan, namun atas desakan Nasution, akhirnya Presiden
Soekarno menyetujui untuk kembali ke UUD 1945.
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Presiden Soekarno adalah
mengeluarkan suatu keputusan pada tanggal 19 Februari 1959 tentang
pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945.
Keputusan ini pun kemudian disampaikan Presiden Soekarno di hadapan
anggota DPR pada tanggal 2 Maret 1959. Karena yang berwenang
menetapkan UUD adalah Dewan Konstituante, Presiden juga menyampaikan
amanat terkait kembali ke UUD 1945 di hadapan anggota Dewan Konstituante
pada tanggal 22 April 1959. Dalam amanatnya Presiden Soekarno menegaskan
bahwa bangsa Indonesia harus kembali kepada jiwa revolusi dan
mendengarkan amanat penderitaan rakyat.
UUD 1945 akan menjadikan bangsa Indonesia sebagai sebuah negara
kesatuan. Untuk itu, Presiden Soekarno kemudian meminta anggota Dewan
Konstituante untuk menerima UUD 1945 apa adanya tanpa perubahan dan
menetapkannya sebagai UUD RI yang tetap. Dewan Konstituante kemudian
mengadakan pemungutan suara untuk mengambil keputusan terhadap usulan
Presiden, namun setelah melakukan pemungutan sebanyak tiga kali tidak
mencapai kuorum untuk menetapkan UUD 1945 sebagai UUD yang tetap.
Pada keesokan harinya, tanggal 3 Juni 1959, Dewan Konstituante
mengadakan reses yang akhirnya untuk selamanya. Hal ini disebabkan
beberapa fraksi dalam Dewan Konstituante tidak akan menghadiri sidang lagi
kecuali untuk pembubaran Dewan Konstituante. Kondisi ini membuat situasi
politik menjadi sangat genting, konflik politik antarpartai semakin panas dan
melibatkan masyarakat di dalamnya ditambah munculnya beberapa
pemberontakan di daerah yang merupakan Ancaman terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencegah munculnya ekses-ekses politik sebagai akibat ditolaknya
usulan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 oleh Dewan Konstituante,
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu),
A.H. Nasution, atas nama pemerintah mengeluarkan larangan bagi semua
kegiatan politik, yang berlaku mulai tanggal 3 Juni 1959, pukul 06.00 Pagi.
KSAD dan Ketua Umum PNI, Suwiryo, menyarankan kepada Presiden Soekarno
untuk mengumumkan kembali berlakunya UUD 1945 dengan suatu Dekrit
Presiden. Sekretaris Jenderal PKI pun, D.N. Aidit memerintahkan anggota
partainya yang duduk di Dewan Konstituante untuk tidak menghadiri kembali
sidang Dewan Konstituante.
Hasil Pepera dilaporkan oleh Indonesia ke Sidang Umum ke-24 PBB. PBB
menerima seluruh hasil. Setelahnya Indonesia menetapkan 1 Mei 1963 sebagai
Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat. Peringatan ditujukan untuk
mengenang pengorbanan para patriot yang gugur sekaligus menegaskan
bahwa Papua dan Papua Barat selamanya bagian NKRI.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Presiden Soekarno mencoba mengusulkan pemikirannya dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia melalui
konsepsi yang dikenal dengan Konsepsi Presiden 1957. Konsepsi ini
merupakan gagasan pembaruan kehidupan politik dengan sistem demokrasi
terpimpin sebagai upaya penyelesaian permasalahan bangsa Indonesia.
Soekarno berpendapat bahwa sistem Demokrasi Terpimpin adalah jawaban
terhadap kegagalan sistem Demokrasi Parlementer yang memunculkan
pergolakan, pembangkangan dan instabilitas politik. Pendapat Presiden
Soekarno ini wujud ketidakpuasan terhadap sistem demokrasi yang dianut
pemerintah masa demokrasi liberal.
Dinamika politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin antara lain
diwarnai dengan tampilnya dua kekuatan politik di Indonesia yang saling
bersaing, yaitu PKI dengan Angkatan Darat. Pada masa Demokrasi Terpimpin
pula, Indonesia melakukan operasi militer untuk membebaskan Papua dari
penjajahan Belanda (Trikora). Selain itu, konfrontasi dengan Malaysia juga
terjadi (Dwikora).
Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa
pembentukan Dewan Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta
dilakukan Devaluasi Mata Uang. Proyek Mercusuar berupa pembangunan
Monas, kompleks olahraga Senayan, Pemukiman Kebayoran juga berlangsung.
B. Saran
Belajar Sejarah Demokrasi Terpimpin penting bagi kesadaran bangsa
Indonesia untuk memahami salah satu bentuk demokrasi dan sistem ekonomi
yang pernah diterapkan di negeri ini. Pemahaman dan pengalaman kita akan
kehidupan berdemokrasi diharapkan menjadi semakin kaya. Tentu dengan
kesadaran akan kekurangan dan kelebihan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Cindy. 2000. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Terj.
Abdul Bar Salim. Jakarta: Ketut Masagung Corp.
Gonggong, Anhar dan Musya Asy’arie (ed). 2005. Sketsa Perjalanan Bangsa
Berdemokrasi. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.
Soekarno. 1986. Amanat Proklamasi III: 1956-1960. Jakarta: Inti Idayu Press
dan Yayasan Pendidikan Soekarno.