Kelompok 3
Disusun oleh:
Attar Aidil Zidan
Daffa Abiyu Setiadi
Dea Fitria
Devin Nurman Wijaya
Muhammad Rafi Tiyas
Nur Faqih Irfani
SMK 11 MARET
Jl. Raya Bekasi Km. 20/Samping Bank Mandiri, Jakarta Utara
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
dengan ini dengan judul “Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)”
Jika di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, kami akan menerima
dengan senang hati segala kritik dan saran yang bersifat perbaikan dari guru
pembimbing dan teman-teman sekalian.
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan:
A. Latar Belakang
BAB II Pembahasan:
A. Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin
1. Menuju Demokrasi Terpimpin
2. Peta Kekuatan Politik Nasional
3. Pembahasan Irian Barat
4. Konfrontasi Terhadap Malaysia
B. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dekret juga mendapat sambutan baik dari masyarakat yang hampir selama
10 tahun merasakan ketidakstabilan kehidupan sosial politik. Mereka berharap
dengan Dekret akan tercipta suatu stabilitas politik. Dekret pun dibenarkan dan
diperkuat oleh Mahkamah Agung. Dekret juga didukung oleh TNI dan dua partai
besar, PNI dan PKI serta Mahkamah Agung. Bahkan KSAD, salah satu konseptor
Dekret, mengeluarkan perintah harian kepada seluruh jajaran TNI AD untuk
melaksanakan dan mengamankan Dekret Presiden. Dukungan lain kemudian datang
dari DPR, dalam sidangnya pada 22 Juli 1959, dipimpin langsung oleh ketua DPR,
secara aklamasi menetapkan bersedia bekerja terus di bawah naungan UUD 1945.
Konflik terbuka antara DPR dan Presiden akhirnya terjadi ketika DPR
menolak Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh
Pemerintah. Penolakan tersebut membawa dampak pembubaran DPR oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 5 Maret 1960. Ia kemudian mendirikan DPR Gotong
Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR ditunjuk Presiden tidak berdasarkan
perimbangan kekuatan partai politik, namun lebih berdasarkan perimbangan lima
golongan, yaitu Nasionalis, Islam, Komunis, Kristen-Katolik dan golongan
fungsional. Sehingga dalam DPR-GR terdiri atas dua kelompok besar yaitu wakil-
wakil partai dan golongan fungsional (karya) dengan perbandingan 130 wakil partai
dan 153 wakil golongan fungsional. Pelantikan anggota DPR-GR dilaksanakan pada
25 Juni 1960 dengan tugas pokok melaksanakan Manipol, merealisasikan amanat
penderitaan rakyat dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Kedudukan DPR-GR
adalah Pembantu Presiden/Mandataris MPRS dan memberikan sumbangan tenaga
kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh
MPRS.
Selain itu, Presiden juga membentuk suatu lembaga baru yang bernama
Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR) berdasarkan Penetapan Presiden
No. 4/1962. MPPR merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR)
dalam mengambil kebijakan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi.
Keanggotaan MPPR meliputi sejumlah menteri yang mewakili MPRS, DPR GR,
Departemen-departemen, angkatan dan para pemimpin partai politik Nasakom.
Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak
berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menempuh jalan lain. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1957, jalan
lain yang dilakukan adalah melancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat, dimulai
pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia oleh kaum buruh.
Untuk mencegah anarki, KSAD, Nasution, mengambil alih semua perusahaan milik
Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah. Hubungan Indonesia-Belanda
semakin memuncak ketegangan pada 17 Agusus 1960, ketika Indonesia akhirnya
memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Kerajaan Belanda.
“Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah
berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran dan penuh
toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan
perundingan-perundingan bilateral.... Harapan lenyap, kesabaran hilang; bahkan
toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan Belanda tidak
memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Peristiwa ini memakan korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan
Kapten Wiratno yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya MTB Macan Tutul.
Pemerintah Belanda pada mulanya menganggap enteng kekuatan militer di bawah
Komando Mandala. Belanda menganggap bahwa pasukan Indonesia tidak akan
mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Namun ketika operasi infiltrasi
Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan, Belanda terpaksa
bersedia kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan sengketa Irian.
Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa
tuntutan pimpinan Indonesia bukan suatu yang main-main.
Hal pokok dari isi perjanjian itu adalah penyerahan pemerintahan di Irian
dari pihak Belanda ke PBB. Untuk kepentingan ini kemudian dibentuklah United
Nation Temporary Excecutive Authority (UNTEA) yang kemudian akan
menyerahkan Irian Barat ke pemerintah Indonesia sebelum tanggal 1 Mei 1963.
Berdasarkan Perjanjian New York, pemerintah Indonesia punya kewajiban untuk
menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat sebelum
akhir 1969 dengan ketentuan kedua belah pihak harus menerima apapun hasil dari
Pepera tersebut.
Sesuai dengan Perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 secara resmi
dilakukan penyerahan kekuasan Pemerintah Irian Barat dari UNTEA kepada
Pemerintah Republik Indonesia di Kota Baru/Holandia/Jayapura. Kembalinya
Irian ke pangkuan RI berakhirlah perjuangan memperebutkan Irian Barat.
“Kami perintahkan kepada dua puluh satu juta sukarelawan Indonesia yang
telah mencatatkan diri: perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan bantuan
perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Manila, Singapura, Sabah, Serawak dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia”.
“Oleh karenanya, jikalau PBB sekarang, PBB yang belum diubah, yang tidak
lagi mencerminkan keadaan sekarang, jikalau PBB menerima Malaysia menjadi
anggota Dewan Keamanan, kita, Indonesia, akan keluar, kita akan meninggalkan
PBB sekarang”.
Dari pidato tersebut terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB adalah
karena masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan
“Indonesia keluar dari PBB”.
A. Kesimpulan
B. Saran
buku-siswa-sejarah-indonesia-kelas-12-edisi-revisi-2018