Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 3

PERKEMBANGAN POLITIK MASA DEMOKRASI LIBERAL


(Ditujukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia Wajib)

Anggota Kelompok :
Hofiansyah
Ironia Fehibrata Yusri
Muhamad Abdul Aziz
Muhamad Jaya Robbi

Kelas : XII MIPA 2

SMA KORNITA IPB


Jalan Tanjung Kampus IPB Dramaga Bogor
Telp. (0251) 8621246 Fax. (0251) 8625107
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas segala kasih
sayang nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah
berjudul “Perkembangan Politik Masa Demokrasi liberal”
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah Indonesia pada
semester 1. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih sedalam-
dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Salsabila S.Pd selaku guru Sejarah Indonesia
2. Teman teman satu kelompok
3. Teman teman XII MIPA 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 4
BAB I .................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................................. 7
PEMBAHASAN .................................................................................................. 7
2.1 Definisi Demokrasi Liberal .................................................................... 7
2.2 Ciri-ciri Demokrasi Liberal .................................................................... 7
2.3 Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia ............................................ 8
2.4 Dampak Demokrasi Liberal ................................................................. 12
2.4.1 Dampak Positif ............................................................................. 12
2.4.2 Dampak Negatif............................................................................ 12
BAB III.............................................................................................................. 14
PENUTUP ......................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 RIS diganti dengan NKRI ................................................................. 8

Gambar 2.2 Pemilu di Indonesia pada 1955 ....................................................... 10

Gambar 2.3 Pengumuman Dekrit Presiden ......................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang berbeda sampai


dengan tahun 1950 an, yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer. Kurang
dari satu tahun setelah kemerdekaan, sistem pemerintahan presidensial digantikan
dengan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini ditandai dengan pembentukan
kabinet parlementer pertama pada November 1945 dengan Syahrir sebagai perdana
menteri. Sejak saat itu, terjadi jatuh bangun kabinet pemerintahan di Indonesia.
Pelaksanaan sistem parlementer tidak diikuti dengan perubahan UUD. Pada masa
Republik Indonesia Serikat (RIS) pelaksanaan sistem parlementer dilandasi oleh
Konstitusi, yaitu Konstitusi RIS. Pada masa Demokrasi Liberal, pelaksanaan sistem
parlementer dilandasi oleh UUD Sementara 1950 atau Konstitusi Liberal.
Ketika Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, UUD yang digunakan
sebagai landasan hukum Republik Indonesia adalah UUD Sementara 1950,
sebagaimana yang ditetapkan oleh PPKI pada awal kemerdekaan. Sistem
pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer,
artinya kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen
dan sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-wakil partai dalam parlemen serta
presiden hanya merupakan lambang kesatuan. Hal ini dinamakan dengan
Demokrasi Liberal, sehingga era ini dikenal sebagai zaman Demokrasi Liberal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu demokrasi liberal?


2. Bagaimana penerapan demokrasi liberal di Indonesia?
3. Bagaimana dampak demokrasi liberal?
1.3 Tujuan

1. Mengedukasi masyarakat mengenai demokrasi liberal


2. Memaparkan penerapan demokrasi liberal di Indonesia
3. Membandingkan dampak demokrasi liberal di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang


menganut kebebasan individu. Secara konstitusional, dapat diartikan sebagai hak-
hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-
keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada
sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-
pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak
individu, seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh
penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-
Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak
belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi
konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau
demokrasi partisipasi.

2.2 Ciri-ciri Demokrasi Liberal

1. Agama adalah urusan masing-masing individu


2. Mengutamakan kepentingan pribadi
3. Mengutamakan hak asasi yang berkaitan dengan kebebasan
4. Partisipasi politik bisa diikuti semua rakyat
5. Pemerintah punya kekuasaan yang terbatas
6. Pemilu secara rahasia
7. Kebebasan individu yang terfasilitasi
8. Suara mayoritas di parlemen bisa membentuk hukum
2.3 Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia

Gambar 2.1 RIS diganti dengan NKRI 1

Sumber: bali.tribunnews.com 1

Pembentukan dan penerapan Demokrasi Parlementer dilakukan pada 17


Agustus 1950, yakni setelah RIS dibubarkan dan diganti dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Setelah kembali menjadi negara kesatuan, politik
Indonesia menganut sistem demokrasi liberal dengan pemerintahan parlementer.
Perubahan bentuk pemerintahan mengakibatkan perubahan pada undang-undang
dasarnya, yakni dari konstitusi RIS menjadi UUD sementara 1950. Demokrasi
Parlementer atau Liberal diterapkan di Indonesia pada tahun 1950-1959.
Dinamakan parlementer karena pada masanya para kabinet memiliki tanggung
jawab dan peran penting sebagai parlemen (DPR) di pemerintahan. Ketika
menganut sistem ini, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh perdana menteri dan
presiden sebagai kepala negara.
Sistem politik masa demokrasi liberal banyak mendorong berkembangnya
partai-partai politik karena demokrasi liberal menganut sistem multi partai. Pada
masa demokrasi liberal, muncul partai-partai politik baru yang bebas berpendapat
serta mengkritisi pemerintahan. Kendati awal kelahiran semua partai ini merupakan
semangat revolusi. Namun akhirnya mengakibatkan persaingan tidak sehat, bahkan
bisa dikatakan ketika masa itu Indonesia mengalami ketidakstabilan pemerintahan.
Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal menimbulkan persaingan
antar golongan. Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan
popularitas partai dan pendukungnnya, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan
politik Indonesia. Ketidakstabilan politik juga diwarnai jatuh bangunnya kabinet
karena antara masing-masing partai tidak ada sikap saling percaya. Masa kabinet
kebanyakan hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Alasan utama sering terjadi
pergantian kabinet yaitu adanya perbedaan kepentingan antar partai yang ada.
Sebagai bukti, dapat dilihat pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat
berikut ini:
1. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
2. Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
3. Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 - Agustus 1955).
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
7. Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).
Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan
ketidakpuasan pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan
pergantian kabinet, daerah kurang mendapat perhatian. Tuntutan-tuntutan dari daerah
ke pusat sering tidak didengarkan. Situasi ini menyebabkan munculnya gejala
provinsialisme atau sifat kedaerahan. Gejala provinsialisme akhirnya berkembang ke
separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud dalam
berbagai macam pemberontakan, diantaranya yaitu APRA, pemberontakan Andi
Azis, RMS, PRRI, dan Permesta.
Gambar 2.2 Pemilu di Indonesia pada 1955 1

Sumber: informazone.com 1

Usia kabinet yang relatif singkat juga mengakibatkan persiapan-persiapan


secara intensif untuk Pemilihan Umum (Pemilu) tidak dapat dilaksanakan, sehingga
Pemilu yang sudah direncanakan oleh pemerintah tidak segera terwujud. Pemilu
merupakan wujud nyata pelaksanaan demokrasi. Pemilu I di Indonesia akhirnya
dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap pada tahun 1955 sebanyak dua
kali, yaitu:
1. Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat atau Parlemen.
2. Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante
(Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar).
Dari 172 partai politik yang bertanding pada Pemilu 1955, hanya ada 4 partai yang
memiliki perolehan suara terbesar, yakni:
 Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 22,3 persen
 Masyumi dengan 20,9 persen
 Nahdlatul Ulama (NU) dengan 18,4 persen
 Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 15,4 persen
Pemilihan umum tahap II pada 15 Desember 1955 mengantar terbentuknya
Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar. Namun antara
kurun waktu 1956-1959, Dewan Konstituante belum berhasil merumuskan Undang-
Undang Dasar tersebut. Ketidakberhasilan Konstituante menyusun UUD baru dan
kehidupan politik yang tidak stabil menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat
Indonesia. Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan sidang
Konstituante yang menganjurkan agar Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi
UUD Republik Indonesia. Konstituante kemudian mengadakan sidang untuk
membahas usulan tersebut dan diadakan pemungutan suara untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Pemungutan suara tidak memenuhi kuorum. Banyak anggota
Dewan Konstituante yang tidak hadir. Kemudian diadakan pemungutan suara yang
kedua pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan suara kedua juga tidak memenuhi
kuorum. Dengan demikian, terjadi lagi kemacetan dalam Konstituante. Pada tanggal
3 Juni 1959 para anggota dewan mengadakan reses atau istirahat bersidang. Ternyata
reses ini tidak hanya sementara waktu tetapi untuk selamanya. Artinya, Dewan
Konstituante membubarkan diri.

Gambar 2.3 Pengumuman Dekrit Presiden 1

Sumber: informazone.com 2

Kehidupan politik semakin buruk dan mengancam persatuan dan kesatuan


bangsa. Di daerah-daerah terjadi pemberontakan merebut kekuasaan. Partai-partai
yang mempunyai kekuasaan tidak mampu menyelesaikan persoalan. Soekarno dan
TNI tampil untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia dengan
mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Pertimbangan dikeluarkannya dekrit
Presiden adalah sebagai berikut:
1. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari
Konstituante.
2. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian
besar anggotanya telah menolak menghadiri sidang.
3. Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam
keselamatan negara, dan merintangi pembangunan nasional.
Adapun isi dekrit presiden tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya UUD 1945.
3. Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Demokrasi liberal berakhir pada 1959 ketika Presiden Soekarno
membubarkan Dewan Konstituante melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Berakhirnya masa ini merupakan awal mula sistem Presidensial, dengan demokrasi
terpimpin ala Soekarno.

2.4 Dampak Demokrasi Liberal


2.4.1 Dampak Positif

Kebebasan dalam berdemokrasi


Kebebasan ini menandai adanya sebuah upaya agar masyarakat
dapat lebih berpartisipasi dalam semua aspek pemerintahan. Baik dari segi
perekonomian, sosial, budaya, keamanan hingga bahkan penyelenggaraan
negara. Sebagaimana dijelaskan dalam poin sebelumnya, demokrasi liberal
memberikan kebebasan setiap warganya untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan. Salah satu caranya ialah melalui jalur partai. Masyarakat
diberi kebebasan untuk membentuk dan membuat banyak partai yang
tentunya dapat mewakili suara mereka di perlemen.

2.4.2 Dampak Negatif

1. Tingginya kesenjangan sosial


Demokrasi liberal memberi peluang kepada mereka yang berkuasa
untuk bersaing dan menguasai sumber daya alam. Kondisi ini kemudian
menyebabkan kaum berpenghasilan kecil tidak memiliki peluang untuk
bersaing
2. Kondisi negara menjadi tidak stabil
Pada masa demokrasi liberal, kondisi negara yang tidak stabil
sebagai akibat dari pergantian kabinet yang terlalu sering terjadi pada masa
demokrasi liberal, sehingga menyebabkan pemerintahan tidak berjalan
secara efisien yang berdampak besar pada perekonomian Indonesia yang
mengalami keterpurukan akibat inflasi yang tinggi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang


menganut kebebasan individu. Pembentukan dan penerapan Demokrasi Liberal
dilakukan pada 17 Agustus 1950, yakni setelah RIS dibubarkan dan diganti dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Demokrasi liberal berakhir pada
1959 ketika Presiden Soekarno membubarkan Dewan Konstituante melalui Dekrit
Presiden pada 5 Juli 1959. Berakhirnya masa ini merupakan awal mula sistem
Presidensial, dengan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Semasa penerapannya, Demokrasi Liberal banyak mengalami hambatan
dan memberikan dampak negatif. Diantaranya yaitu sistem multi partai yang
berujung persaingan antar golongan, ketidakpuasan pemerintahan daerah dan
terhambatnya penyelenggaraan pemilu pertama dikarenakan usia kabinet yang
relatif singkat, ketidakberhasilan dewan konstituante, tingginya kesenjangan sosial
serta ketidakstabilan pemerintahan, negara dan politik. Akan tetapi Demokrasi
Liberal masih memiliki dampak positif, diantaranya yaitu kebebasan dalam
berdemokrasi.

3.2 Saran

Kebebasan individu bukanlah suatu hal yang buruk, karena setiap individu
mempunyai hak terkait hal tersebut. Salah satu bukti yang dapat memperkuat hal
tersebut adalah UUD 1945 pasal 28. Namun, kebebasan ini hendaklah disertai
dengan aturan agar pelaku dapat mempertanggungjawabkan konsekuensi yang
diterima atas tindakan kebebasan yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti, Susanto Zahudi. 2018. Sejarah


Indonesia. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Hukamnas.com. (2018, 26 Maret). Dampak Demokrasi Liberal secara positif dan


negatif bagi bangsa Indonesia. Diakses pada 9 Agustus 2022, dari
https://hukamnas.com/dampak-demokrasi-liberal
Wikipedia.org. (2021, 18 Oktober). Demokrasi liberal. Diakses pada 10 Agustus
2022, dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_liberal#:~:text=Demokrasi%20liberal%0

Sumber.belajar.kemdikbud.go.id. (2019). Kehidupan Politik pada Demokrasi


Liberal. Diakses pada 9 agustus 2022, dari
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Demokrasi%20Liberal
%20Reformat/topik2.html

Tirto.id. (2021, 16 Desember). Sejarah Masa Demokrasi Parlementer atau


Liberal di Indonesia. Diakses pada 9 agustus 2022, dari
https://tirto.id/sejarah-masa-demokrasi-parlementer-atau-liberal-di-indonesiagbDP

Detik.com. (2021, 19 November). Apa Itu Demokrasi Liberal? Ini Sejarah hingga
Masa Berakhirnya di Indonesia. Diakses pada 9 agustus 2022, dari
https://apps.detik.com/detik/https://www.detik.com/edu/detikpedia/d5817976/apa-
itu-demokrasi-liberal-ini-sejarah-hingga-masa-berakhirnya-di-indonesia

Diadona.id. (2021, 4 Februari). 9 Ciri-Ciri Demokrasi Liberal di Indonesia,


Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan di Masa itu. Diakses pada 10
Agustus 2022, dari https://www.diadona.id/d-stories/9-ciri-ciri-demokrasi-liberal-
di-indonesia-serta-kelebiahn-dan-kekurangan-sistem-pemerintahan-di-mas.html
Idntimes.com. (2022, 18 Mei). Ciri-Ciri Demokrasi Liberal: Pengertian, Sejarah,
dan Kekurangan. Diakses pada 9 agustus 2022, dari
https://www.idntimes.com/life/education/amp/zihan-berliana-ram-ghani/ciri-ciri-
demokrasi-liberal?page=all#page-2

Anda mungkin juga menyukai