Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

PANCASILA

DEMOKRASI LIBERAL (1945 –1959)

DISUSUN OLEH:

ALAN DARMAWAN RAHMAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS TEKNIK
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala karena dengan limpahan rahmat
dan nikmatnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah Demokrasi Liberal ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Tugas makalah ini semoga bermanfaat,karena dalam makalah di jelaskan


mengenai Demokrasi Liberal untuk kita bisa pelajari sehingga dengan pembuatan
makalah ini di harapkan dapat memberi manfaat bagi kami sendiri sebagai pembuatan
makalah maupun bagi yang pembaca makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sehingga kritik dan saran di
harapkan untuk perbaikan makalah saya. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi Liberal........................................................... 3
2.2 Sejarah Singkat Demokrasi Liberal......................................................... 4
2.3 Sistem Demokrasi Liberal………………………... ………………...8

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan........................................................................................ 10
3.2 Saran…………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sejak munculnya konsep demokrasi yang bermula pada zaman Yunani kuno,
konsep demokrasi tidak pernah ada habisnya dibahas. Perkembangan konsep-
konsep demokrasi terus tumbuh dan menggelinding demikian pula teori-teori
demokrasi, baik klasik maupun kontemporer, terus menjadi kajian dan
perbincangan sehingga selalu ditinjau kembali.
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Apa yang dinamakan
demokrasi konstitusional, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin,
Demokrasi Pancasila, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional,
dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut kata
berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti
rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa). Dalam kepustakaan,
demokrasi memiliki dua makna: formal,  yakni bersifat sempit
dan substansial, yakni bersifat luas. Dalam banyak hal, dua makna tersebut
digabung. Dalam makna formal, demokrasi dapat didefenisikan sebagai suatu
system politk yang memiliki banyak partai, yang satu sama lain saling
berkompetensi dengan prosedur yang bebas dan jauh dari manipulasi suara, serta
memiliki system mekanisme pemilihan yang menjamin kebebasan dan
terlaksananya hak-hak asasi manusia, guna menentukan pimpinan negara. Artinya,
demokrasi formal menekankan bagaimana proses demokrasi tersebut berjalan.
Sebaliknya, makna substansia menekankan pada keputusan apa yang telah
diambil. Artinya, apa yang dilakukan oleh kelompok mayoritas yang telah
memenangkan suara rakyat.
Di dunia Barat, demokrasi berkembang didalam suatu system masyarakat
yang liberal (bebas/merdeke). Oleh karena itu, lahirlah suatu bentuk demokrasi
yang disebut demokrasi liberal. Demokrasi liberal yang menjunjung hak-hak asasi
manusia yang setinggi tingginya bahkan terkadang diatas kepentingan umum.
Sebagai akibat demokrasi ini, lahirlah system-sitem pemerintahan yang liberal.
Didalam system pemerintahan ini, peranan dan campur tangan pemerintah tidak
begitu banyak dalam kehidupan masyarakat dikarenakan system ini sesuai dengan
aspirasi rakyat di dunia Barat, system pemerintahan yang liberal ini mendapat
dukungan penuh dari rakyat.

1
Pelaksanaan demokrasi liberal yang pernah dianut Indonesia sesuai dengan
konstitusi yang berlaku pada saat itu, yakni Undang-Undang Dasar Sementara
1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sjak dikeluarkannya maklumat pemerintah
tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi
kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal (Parlementer) yang meniru system
Eropa kurang sesuai diimplementasikan di Indonesia. Pada tahun 1950 sampai
tahun 1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik dan dua partai
terkuat pada masa itu adalah PNI dan Masyumi silih berganti memimpin cabinet.
Karena sering bergantinya cabinet berimplikasi terhadap ketidak stabilan politik,
ekonomi, social dan keamanan.
Demokrasi liberal tidak bisa dilepaskan oleh konsep liberalisme, yakni
merupakan ideologi yang mendasarkan pada prinsip bagaimana memberikan
aspek kehidupan individu untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dalam
berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. System
politik pada masa demokrasi liberal di Indonesia (1950-1959) mendorong untuk
lahirnya partai-partai politik, karena system kepartaian menganut system multi
partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal
parlementer gaya Barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-
partai inilah yang menjalakankan pemerintahan melalui pertimbangan kekuasaan
dalam parlemen. Oleh karena itu, system ini digantikan oleh system demokrasi
terpimpin dengan ditandai keluarnya dekret presiden pada 5 Juli 1959 dikarenakan
system demokrasi liberal tidak cocok untuk Indonesia.

2. Rumusan Masalah
   

1.      Pengertian demokrasi liberal (Parlementer)?


2.  Sejarah singkat masuknya pemikiran liberal serta perkembangannya di
Indonesia?
3.      Optimalisasi eksekutif, legislative, dan yudikatif pada era tersebut?

3. Tujuan
1. Mengetahui Demokrasi Liberal (Parlementer)
2. Mengetahui sejarah singkat masuknya pemikiran liberal serta
perkembangannya di Indonesia
3. Mengetahui optimalisasi eksekutif, legislative, dan yudikatif pada era tersebut

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Demokrasi Liberal (Parlementer)


Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan yang seluasnya
kepada warga negaranya. Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut
Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang
dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab
pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan
anggota parlemen. Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya
kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak
ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh
sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur).
Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan
diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya
menunjuk seseorang (umumnya ketua partai) untuk membentuk kabinet,
kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Berbicara tentang demokrasi liberal itu berarti membahas sebuah konsep
liberalisme.
Liberalisme ialah falsafah yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai
politik tertinggi. Seseorang yang menerima fahaman liberalisme dipanggil
seorang liberal. Walau bagaimanapun, maksud perkataan liberal mungkin berubah
mengikut konteks sebuah negara.
Liberalisme menekankan hak-hak pribadi serta kesamarataan peluang. Dalam
fahaman liberalisme, pelbagai aliran dengan nama "liberal" mungkin mempunyai
dasar dan pandangan yang berlainan, tetapi secara umumnya aliran-aliran ini sama
dengan prinsip-prinsip yang termasuk kebebasan berfikir dan kebebasan bersuara.
Paham liberalisme modern dimulai dari Barat dan kini mengandungi
pemikiran politik yang luas dan kaya dari sumber. Liberalisme monolak
tanggapan asas dalam hampir semua teori pembentukan negara/kerajaan awal
seperti hak-hak raja yang diberikan oleh Tuhan, status yang berasaskan keturunan
dan institusi-institusi agama. Liberal beranggapan bahwa system ekonomi pasar
bebas lebih baik dan dapat  membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Indonesia sebagai negara yang pernah memakai system demokrasi liberal antara
tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik pada
pemerintahan Indonesia. Pada masa itu terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik
terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat
dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti
memegang kekuasaan dalam  memimpin kabinet. Pendeknya usia kabinet menyebabkan
programnya tidak bisa berjalan dengan baik dan ini akan menimbulkan ketidakstabilan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan.

3
2.      Sejarah Singkat Masuknya Pemikiran Liberal Serta Perkembangannya Di
Indonesia
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui
proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara
sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat
119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya
tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje
kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan
pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini
menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah :
(1). Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan,
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda;
(2). Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat
kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda;
(3). Dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya
yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.
Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin
menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu
disebut unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan
menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan,
sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses
unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam
aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183).

4
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi
momentum untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut
pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan penjajah. Tetapi ini tidak terjadi,
revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti rezim penguasa, bukan
mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti, tapi
ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika tahun
1776, ketika Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi
Inggris. Amerika yang semula dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris,
meski sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama sekular.
Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi
(seperti dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno,
Hatta, Ahmad Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi politik
melawan kelompok Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkar, H. Agus
Salim, Abdul Wahid Hasyim, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari, 1997:42).
Jadilah Indonesia sebagai negara sekular.
Karena sudah sekular, dapat dimengerti mengapa berbagai bentuk pemikiran
liberal sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di
bidang politik, ekonomi, atau pun agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini
mewujud dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu sebuah
organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi (private
ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition), dan
motif mencari untung (profit). (Ebenstein & Fogelman, 1994:148). Dalam bidang
politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang
meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan
selalu mengagungkan kebebasan individu. (Audi, 2002:47). Dalam bidang agama,
liberalisme mewujud dalam modernisme (paham pembaruan), yaitu pandangan
bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah nilai-nilai peradaban Barat.
Pada perkembangannya, system demokrasi liberal (Parlementer) memang
banyak menuai problem, selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh
Pemerintah dalam beberapa bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal
terasa terjadi kemunduran. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
a. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya,
sehingga berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi
panglima ini. Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan
forum utama politik, sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat perhatian.

5
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena
umur kabinet pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah
Peristiwa 17 Oktober 1952, pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya.
Dalam suasana liberal, PEMILU diikuti oleh puluha partai, organisasi maupun
perorangan. Anggota ABRI pun ikut serta sebagai pemilih.
      Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan
tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI,
Nahdatul Ulama, dan PKI. Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan
Konstituante) tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai
tempat perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan konstituante
setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk
menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota PBB
ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah Indonesia
terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian Jaya ( Papua ) tidak memperoleh penyelesaian
yang memuaskan, seperti telah tercantum dalam persetujuan KMB, sehingga secara
sepihak Pemerintah Indonesia membatalkan perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun
1956. Sumbangan positif Indonesia dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya
tentara Indonesia dalam United Nations Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga
perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan diberangkatkan
Januari 1957.
b.      Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan
mengadakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950).
Uang Rp. 5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan
setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat
menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk
mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh
BE yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah
membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan
perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang
bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur (1959). Tetapi peningkatan belum juga terjadi, karena
labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah juga cenderung bersikap
konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga rupiah merosot.

6
c.       Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa
(ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-
ekonomi yang kian merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk
dalam pemerintahan karena dapat menguasai massa. PKI makin berkembang,
dalam Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu dari empat besar dan
kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).
d.      Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil
dalam bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi,
Pemerintah membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas
(Thomas Cup) Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini
berhasilmemperoleh piala tersebut (Juni 1958). Selain itu juga Indonesia berhasil
menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah peraturan
dari pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim
Tahun 1939, yang menyebutkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut
diukur dari garis rendah pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan wilayah
daratannya. Peraturan ini dinilai sangat merugikan bangsa Indonesia. Karena itu
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember 1957 yang juga disebut
sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan Indonesia. Indonesia juga membuat
peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan tentang batas wilayah perairan yang
boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman Pemerintah
tentang Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan
perjanjian dengan negara-negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak
tidak terjadi kesalah pahaman.
Di Indonesia, system politik liberal berjalan kurang lebih 9 (sembilan) tahun
sekitar 17 Agustus 1950-5 Juli 1959. Akan tetapi pada waktu yang singkat itu
Indonesia telah 7 (tujuh) kali pergantian cabinet yang memerintah antara lain :
a.       Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi, yang
dipimpin oleh Moh. Natsir.
b.      Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Pada kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI, yang
dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo.
c.       Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Kabinet ini terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya dan dipimpin okeh
Mr. Wilopo.
d.      Kabinet Ali- Wongso (31 Juli1953-12 Agustus 1955)
Merupakan koalisi antara PNI dan NU yang dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.
e.       Kabinet Burhaduddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.

7
f.       Kabinet Ali Satromidjojo II (20 Maret- 4 Maret 1957)
Merupakan hasi koalisi 3 (tiga) partai yakni, PNI, MASYUMI, dan NU yang
dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
g.      Kabinet Djuanda/ Kabinet Karya (9 April 1957-5 Juli 1959)
Kabinet ini meupakan cabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya yang dipimpin langsung oleh Ir. Djuanda.

3.       Optimalisasi Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif Pada Era Demokrasi


Liberal di Indonesia
Memahami politik hanya sebagai proses rational dalam negosiasi antar
individu sama saja dengan merenggut seluruh dimensi kekuasaan (power) dan
antagonism yang oleh Mouffe diartikan sebagai yang politis itu sendiri.
Karenanya politis itu sendiri telah kehilangan kodrat dari yang politis. Pengertian
politik tradisi liberal juga telah mengabaikan peran besar hasrat dan keyakinan
yang dapat menggerakkan perilaku manusia. Ancamana globalisasi ekonomi
tehadap demokratisasi politik di Indonesia dapat dilihat dari dua ranah yang
berbeda yaitu, pertama ancaman demokrasi yang berasal dari perusahaan-
perusahaan multinasional yang kini telah mempresentasikan dirinya sebagai
kekuatan ekonomi dan politik kedua jika perluasan terhadap ruang kemerdekaan
dilihat sebagai tujuan utama dan cara terpenting pembangunan maka globalisasi
telah mengancam tujuan dan cara tersebut yang menurut Sen dapat disebut
sebagai perasn konstitutif.
System politik parlementer sebagai suatu system atau keseluruhan prinsip penataan
hubungan kerja antar lembaga negara yang secara formal memberikan peran utama
kepada parlemen atau badan legislative dalam menjalankan pemerintahan negara.
Presiden hanya menjadi symbol kepada negara saja. Contoh kedudukan satu Inggris Raja
di Muangthai dan Presiden India.
Seperti halnya di Inggris dimana seorang Raja tak dapat diganggu gugat, maka jika
terjadi perselisihan antara Raja dan rakyat, Mentrilah yang bertanggung jawab terhadap
segala tindakan raja. Sebagai catatan, dalam pemerintahan cabinet parlementer perlu
dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk membentuk cabinet atas
kekuatan senidiri. Kalau tidak, dibentuk suatu cabinet koalisi berdasarkan kerja sama
antar beberapa partai. Pada perjalanannya system ini memiliki prinsip yaitu :
a.       Rangkap jabatan, konstitusi negara yang menganut system parlementer akan
menentukan bahwa mereka yang menduduki jabatan mentri harus merupakan
anggota parlemen. Prinsip ini berada dengan ajaran trias politika.
b.       Dominasi resmi parlemen, parlemen tidak saja membuat undang-undang baru,
melainkan juga memiliki kekuasaan untuk merevisi atau mencabut undang-
undang yang berlaku dan menentukan apakah sebuah undang-undang bersifat
konstitusional/tidak.
Pada saat tahun 1950-1959 dimana tahun tersebut Indonesia yang menerapkan
system parlementer mengalami kerancauan/kekacauan dimana parlemen memiliki
kekuasaan atas negara sehingga apa yang dikehendaki oleh parlemen harus

8
diwujudkan walaupun rakyatlah yang dikorbankan. Eksekutif dalam hal ini
presiden tidak dapat berbuat banyak karena adanya pembatasan gerak oleh sebuah
system. Eksekutif yang seharusnya sebagai kepala negara yang memiliki otoritas
atas negara terkalahkan karena alasan system, oleh karena itu system ini tidak
dapat di terapkan di Indonesia sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkanlah
dekret Presiden untuk menyelamatkan negara dari bencana perpecahan, maka
pada saat itu Indonesia memakai system politik terpimpin.

9
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dalam perkembangan Demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami
beberapa kali pergantian sistem politik dan pemimpin. Namun dengan sejalannya
demokrasi itu Indonesia sampai saat ini masih saja belum menemukan sistem Demokrasi
yang tepat. Banyak permasalahan yang datang dalam pencarian sistem Indonesia maupun
jiwa para pemimpinnya.

2. Saran     
Entah mengapa sampai saat ini Indonesia masih tertinnggal oleh negara lain,
tapi patut kita ketahui bahwa perubahan itu tidak ada dengan sendirinya. Kita
sebagai rakyat Indonesia lah yang harus memulai perubahan itu. Dimulai dari
penetapan sistem politik yang benar-benar tepat dan juga para anak bangsa yang
harus memperbaharuinya dengan perubahan yang membawa Indonesia maju.

10
DAFTAR PUSTAKA

 Idris Irfan, dkk. 2009.  Ilmu Politik, Makassar: Alauddin Press


Budiardjo Mirian. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Zamroni. 2013. Pendidikan Demokrasi Pada Masyarakat
Multikultur, Yogyakarta: Ombak
Radjiman. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/SMK, Karanganyer:
Pratama Mitra Aksara
Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today),
Penerjemah Ali Noerzaman, Yogyakarta: Penerbit Qalam
Iddris Irfan, dkk. 2009. Ilmu Politik, Makassar: Alauddin Press
Noer, Deliar. 1991. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta:
LP3ES
Budiardjo Mirim. 1984. Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi,
Jakarta: PT Gramedia
Suhelmi Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Sunaryo, Jurnal Ultima Humaniora, vol 1 nomor 1, Maret 2013, hal 84-
95, Kritik Chantal Mouffe atas Liberalisme Rawls: Mengembalikan
Yang Politis dalam Demokrasi Agonistik, Universitas Paramadina
Rianto Puji, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol 8 nomor 2, November 2004,
hal 161-180, Globalisasi Liberalisasi Ekonomi dan Krisis Demokrasi

11

Anda mungkin juga menyukai