Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti menunjukan bahwa UUD
tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun penegakan hukum. Telah
terjadi empat periode pemerintahan masa Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi
Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi (1998-Sekarang).
Pada saat kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD(1945, RIS dan 1950) namun dalam
prosesnya sitem demokrasi dan hukum dapat ditegakan. Dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD
1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang
berlaku sistem otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada masa
Demokrasi Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan
yang demokratis dan menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan
murni dan konsekuen”. Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan
mendadak dari sistem politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian
kepemimpinan di bawah presiden B.J Habibie, sistem demokrasi berubah 180 derajat.
Kebebasan membentuk partai politik, Lembaga- lembaga perwakilan bebas berbicara.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer
yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal.
Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan
menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai
politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari
pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan sistem multi
partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui
perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Demokrasi Liberal?
2. Bagaimana sejarah demokrasi liberal di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan demokrasi liberal di Indonesia?
4. Bagaimana pelaksanaan politik/pemerintahan di Indonesia?
5. Bagimana akhir masa demokrasi liberal di Indonesia?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi liberal.
2. Untuk mengetahui sejarah demokrasi liberal di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perkembangan demokrasi liberal di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pelaksanaan politih/pemerintahan di Indonesia.
5. Untuk mengetahui akhir masa demokrasi liberal di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Liberal


Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang
berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi ialah rakyat yang berkuasa.
Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan
negara di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai
demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang
mengatasnamakan dirinya “demokrasi” namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada
komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih
dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran
serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila,
Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang)
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusionnal) adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan
atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang
tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar
kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas
teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa
Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik
Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan
dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di
Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik
(Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol).
Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat),
sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran)
atau sistem semipresidensial (Perancis).
B. Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer
yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa

3
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal.
Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan
menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya
partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demoktasi Liberal tidak cocok dan tidak
sesuai. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS
1950 karena dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.
C. Perkembangan Demokrasi Liberal di Indonesia
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses
penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular telah
termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan
bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama
atau mencampuri urusan agama.
Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada
pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah kolonial
dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi
politik. Inti Islam Politiek adalah :
1. Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang
tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
2. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan
masyarakat agar rakyat mendekati Belanda.
3. Dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan
membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.
Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan
liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi, yaitu upaya
mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan menyampaikan kebudayaan Barat
kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi
cara manjur dalam proses unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan
persepsi dalam aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi momentum untuk
menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut pemikiran sekular-liberal yang
ditanamkan penjajah. Tetapi ini tidak terjadi, revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah
mengganti rezim penguasa, bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan
memang berganti, tapi ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi

4
Amerika tahun 1776, ketika Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi
Inggris. Amerika yang semula dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris, meski
sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama secular.
Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti
dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad
Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi politik melawan kelompok Islam
dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkar, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim, dan
Abikoesno Tjokrosoejoso. Jadilah Indonesia sebagai negara sekular.
Karena sudah sekular, dapat dimengerti mengapa berbagai bentuk pemikiran liberal
sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di bidang politik,
ekonomi, atau pun agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini mewujud dalam bentuk
sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu sebuah organisasi ekonomi yang bercirikan
adanya kepemilikan pribadi (private ownership), perekonomian pasar (market economy),
persaingan (competition), dan motif mencari untung (profit). Dalam bidang politik,
liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang meniscayakan pemisahan
agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan selalu mengagungkan kebebasan
individu. Dalam bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme (paham
pembaruan), yaitu pandangan bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah nilai-nilai
peradaban Barat.
Pada perkembangannya, sistem demokrasi liberal (Parlementer) memang banyak
menuai problem, selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh Pemerintah dalam
beberapa bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi kemunduran.
Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
1. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya,
sehingga berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi panglima ini.
Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum utama politik,
sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena
umur kabinet pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17
Oktober 1952, pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal,
PEMILU diikuti oleh puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun
ikut serta sebagai pemilih.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib.
Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan
PKI. Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan
hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi

5
pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat
menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota PBB
ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah Indonesia
terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian Jaya (Papua) tidak memperoleh penyelesaian
yang memuaskan, seperti telah tercantum dalam persetujuan KMB, sehingga secara
sepihak Pemerintah Indonesia membatalkan perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun
1956. Sumbangan positif Indonesia dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya
tentara Indonesia dalam United Nations Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga
perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan diberangkatkan
Januari 1957.
2. Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan
mengadakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp.
5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi
merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran uang
sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk
mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang
dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai
32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan
tersebut dihapuskan.
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang
bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil
dan makmur.Tetapi peningkatan belum juga terjadi, karena labilnya politik dan inflasi yang
mengganas. Pemerintah juga cenderung bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun ,
sehingga rupiah merosot.
3. Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa
(ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi yang
kian merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan
karena dapat menguasai massa. PKI makin berkembang, dalam Pemilu tahun 1955 dapat
merupakan salah satu dari empat besar dan kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada
perebutan kekuasaan.
4. Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam
bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah
membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah.

6
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas (Thomas
Cup) Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini berhasilmemperoleh piala.
Selain itu juga Indonesia berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan
sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah peraturan
dari pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim
Tahun 1939, yang menyebutkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut
diukur dari garis rendah pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan wilayah
daratannya. Peraturan ini dinilai sangat merugikan bangsa Indonesia. Karena itu
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember 1957 yang juga disebut
sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan Indonesia. Indonesia juga membuat
peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan tentang batas wilayah perairan yang
boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman Pemerintah tentang
Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian
dengan negara-negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak
terjadi kesalah pahaman.
D. Pelaksanaan Politik/Pemerintahan
Pada dasarnya kehidupan politik dalam kerangka sistem politik yang diharapkan berlaku
di Indonesia sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan, bersumber dari pancasila dan UUD
1945. Namun pada masa- masa awal kemerdekaan hal tersebut tidak dapat berjalan sesuai
yang diharapkan karena berbagai sebab, baik dari dalam maupun dari luar antara lain persipan
kita menjadi negara merdeka boleh dikatakan sangat singkat, belum lagi kita harus
menghadapi kedatangan sekutu ke indonesia.
Perjuangan Bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia bermuara pada
hasil perundingan KMB yang intinya mengubah bentuk negara dari kesatuan menjadi federasi
(RIS) sejak tahun 1950 dan hanya bertahan kurang lebih 8 bulan, karena sejak 17 Agustus
1950 RIS resmi dibubarkan.
Berdasarkan UUDS 1950, maka Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan system cabinet parlementer. System parlementer berkembang sejak
1950 dalam suasana ala barat memberi dampak negatif bagi perjuangan bangsa yang sedang
belajar berdemokrasi. Ada juga yang berpendapat bahwa sistem demokrasi liberal tidakcocok
dengan kepribadian bangsa Indonesia. Salah satu dampak negatif paling besar adalah jatuh
bangunnya kabinet sebanyak 7 kali dalam kurun waktu 9 tahun, yaitu :
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai
Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar
dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini

7
kuat formasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
a. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
b. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
c. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
d. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
e. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Kendala yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat
dan Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Keberhasilan Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari
PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No.39 Tahun 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari
1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden
menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal, sehingga ia
mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18
April 1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro (PNI) dan
Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet
koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman
(Masyumi) - Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman. Program pokok dari Kabinet
Soekiman adalah:
a. Menjamin keamanan dan ketentraman
b. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani.
c. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
d. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke
dalam wilayah RI secepatnya.
e. Di bidang hukum, menyiapkan Undang-Undang tentang pengakuan serikat buruh,
perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk

8
menjamin keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini
yaitu adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar
negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman
tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena
lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok
barat.
Adanya krisis moral yaitu korupsi yang terjadi pada setiap Lembaga pemerintahan
dan kegemaran akan barang-barang mewah. Hubungan Sukiman dengan militer kurang
baik karena kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden karena adanya pertentangan
dari Masyumi dan PNI.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI)
dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian
menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil
dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama
kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI. Program
pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
a. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan
DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
b. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri
yang bebas-aktif.
Banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut; adanya kondisi krisis
ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya gerakan sparatisme dan sikap
provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa, terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 yang
menempatkan TNI sebagai alat sipil, munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik
semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot
Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Munculnya peristiwa Tanjung
Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur, peristiwa Tanjung
Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar
mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur. Akibat peristiwa Tanjung
Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet

9
Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2
Juni 1953.
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo, yang terbentuk pada tanggal 31
juli 1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil
perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR). Program pokok dari
Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
a. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d. Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu;
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan
memiliki pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa -
bangsa Asia - Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di
negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan
di Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang
menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin
memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan
NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-menterinya
pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. NU menarik dukungan dan
menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali
harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
5. Kabinet Burhanuddin H arahap (12 Agustus 1955 – 3 M aret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap.
Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi. Program
pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
a. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.

10
b. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru.
c. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
d. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
e. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik
yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik
besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi
yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan
Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan
dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo I i (20 Maret 1956 – 4 M aret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk cabinet baru pada
tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi,
dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai
berikut.
a. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
b. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
c. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
e. Mewujudkan perubahan ekonomi colonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah :
a) Pembatalan KMB
b) Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif.
c) Melaksanakan keputusan KAA.

11
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah
kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya semangat
anti Cina di masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang semakin menguat
dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di
daerahnya.
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai
nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan
PNI. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh
dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah
Programnya disebut Panca Karya yaitu:
a. Membentuk Dewan Nasional.
b. Normalisasi keadaan RI.
c. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
d. Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
e. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu :
a. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda.
b. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai
daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1) Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat.
2) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan.
3) Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini.
4) Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
E. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap.
Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan
partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara

12
keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar
negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai
menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya
menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara dilakukan 3 kali dan
hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD
1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah karena
masih belum memenuhi syarat. Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan,
maka sebagian aanggotanya menyatakan tidak akan menghadiri siding konstituante lagi.
Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan UUD baru. Keadaan itu
semakin mengguncang situasi politik Indonesia saat itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran
Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang berisi sebagai berikut ;
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS
1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di
Indonesia.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang
Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus
1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden
Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat
Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang
menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga
akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak
17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada tahun 1950 itu juga dibentuk sebuah badan konstituante yang bertugas membuat
dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950, namun
sampai akhir tahun 1959, badan konstituante tersebut belum berhasil merumuskan Undang
Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli
1959 yang isinya membubarkan badan konstituante tersebut, sekaligus menegaskan pada
tahun itu juga bahwa Indonesia kembali ke Undang Undang Dasar 1945, serta membentuk
MPRS dan DPRS.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak
politik yang panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga
kabinet pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7
kali pergantian kabinet.
Sejak pengakuan kedaulatan pemerintah Indonesia dihadapkan pada masalah yang
berkaitan dengan dipertahankannya dominasi Belanda atas ekonomi Indonesia.Pemerintah
Indonesia masih menghormati kepentingn historis dunia usaha Belanda di Indonesia. Hal
ini banyak mendapat tentangan dari para pemimpin revolusioner Indonesia. Banyak
desakan agar Indonesia menutup perusahaan-perusahaan swasta Belanda, dan sekaligus
mendorong usaha swasta pribumi.Sehingga diharapkan dapat mengubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional.
Akibat tidak stabilnya politik, maka defisit anggaran pemerintah semakin besar. Hal ini
ada kecenderungan pemerintah mencetak uang baru. Akibatnya, inflasi membumbung tinggi
dan mengancam kehidupan ekonomi Indonesia. Harga terus meningkat didikuti dengan
kenaikan upah, sehingga kemungkinan ekspor semakin berkurang.Untuk mengatasi inflasi,
pemerintah melakukan pemotongan uang (sinering) pada tanggal 19 Maret 1950. Uang yang
ada di bank setengahnya diganti dengan obligasi Republik Indonesia 1950. Uang yang ada

14
diperedaran digunting jadi dua, hanya yang kiri yang berlaku, dengan harga setengahnya dari
harga semula. Hal ini bertujuan agar orang kecil tidak terlalu merugi. Sebagai akibat sinering
maka uang 1,5 milyar rupiah ditarik dari peredaran. Dengan uang itu pemerintah dapat
membayar utang sebagian kepada Bank Sentral.
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam bidang
budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah membuka
banyak universitas yang disebarkan di daerah. Selain itu juga terjadi perkembangan pada hal
bahasa dan sastra indonesia yang akhirnya melandasi berkembangnya media komunikasi di
Indonesia. Dalam bidang seni juga mengalami perkembangan yaitu adanya organisasi pelukis
yang didirikan di Yogjakarta.
Kembalinya ke Negara Kesatuan juga berdampak pada sebagian tokoh dari Negara
bagian ingin tetap mempertahankan sebagai sebuah Negara yang berdiri sendiri dengan cara
mengadakan pemberontakan-pemberontakan.. Sehingga hal ini menjadi gangguan dan
ancaman keamanan dalam negeri. Pemberontakan yang terjadi selama masa demokrasi
perpimpin diantaranya seperti pemberontakan APRA, Pemberontakan Andi Azis,
Pemberontakan RMS, Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI dan Permesta.
B. Saran
Dengan Indonesia sudah mengalami banyak perubahan sistem pemerintahan baik dari
demokrasi liberal, terpimpin, serikat maupun negara kesatuan. Dengan demikian sudah
berpengalaman di bidang pemerintahan sehingga indonesia dapat mengetahuai sistem
pemerintahan yang mana lebih sesuai dengan kepribadian bangsa, sehingga tidak
menimbulkan pro dan kontra di berbagai daerah mengenai bentuk pemerintahan indonesia.
Bentuk negara kesatuan cocok dengan negara indonesia karena negara indonesia berbentuk
negara kepulauan yang terpisah oleh lautan. Sebagai warga negara yang baik kita harus
mendukung program pemerintah dan mentaati segala peraturan yang berlaku di indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://whatteenagersneed.blogspot.co.id/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html

http://zamzamimuvza.blogspot.co.id/2013/12/pelaksanaan-sistem-demokrasi-liberal- di.html

https://abigdream.wordpress.com/2010/04/01/indonesia-pada-masa-demokrasi-liberal-1950-
1959/

http://ariskaputri88.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-budaya.html

Karim, Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-
Surut, Jakarta: Rajawali Pers.

Marwati Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI . Jakarta:
Depdikbud-Balai Pustaka.

Nasution, Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi


Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (second ed.). Jakarta: Grafiti.

16

Anda mungkin juga menyukai