Anda di halaman 1dari 7

DEMOKRASI TAHUN 1949 - 1959

Pada periode antara tahun 1949 hingga 1959, Indonesia pernah menganut sistem
demokrasi liberal. Konsep ini diterapkan dengan tujuan untuk mewujudkan demokrasi yang
bebas. Dalam model ini, setiap individu tidak dibatasi untuk mengemukakan pendapatnya.
Meskipun demikian, demokrasi liberal di Indonesia tidak berjalan dengan baik karena terdapat
pandangan dan aspirasi yang begitu banyak dari masyarakat.

Akibatnya, pelaksanaan demokrasi liberal justru menimbulkan berbagai kekacauan dalam sistem
pemerintahan dan politik yang tidak maksimal. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
memahami sejarah pelaksanaan demokrasi liberal yang pernah dianut dan menjadi bagian dari
perjalanan Indonesia. Sebab, tidak bijak rasanya jika generasi penerus tidak mengenal salah satu
babak penting dalam sejarah bangsa ini.

Pengertian Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal adalah sebuah sistem politik yang memiliki banyak partai, di mana
kekuasaan politik dipegang oleh politisi sipil yang berpusat di parlemen. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pada dasarnya, konsep demokrasi ini
merupakan model di mana badan legislatif memiliki posisi yang lebih tinggi daripada badan
eksekutif. Perdana menteri memimpin sebagai kepala pemerintahan, sedangkan kepala negara
dalam demokrasi parlementer dipegang oleh presiden.

Demokrasi liberal sangat menghargai kebebasan individu dalam berpolitik dan individualisme,
dengan berusaha mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan hak yang sama bagi seluruh
rakyat. Artinya, demokrasi liberal adalah sistem yang didasarkan pada hak-hak individu, di mana
setiap warga negara dianggap dapat memiliki kekuasaan tanpa memandang suku, agama, atau ras
asal individu tersebut.

Robert Dahl, seorang ilmuwan politik asal Amerika, menyebut bahwa terdapat dua konsep
penting dalam demokrasi liberal, yaitu kontestasi dan partisipasi. Kontestasi, seperti
penyanggahan atau perdebatan, dapat terwujud dengan adanya hak kebebasan pers dan hak
membentuk partai politik.

Dengan kebebasan membentuk partai, aspirasi individu yang seringkali berbeda-beda dapat
terakomodasi dengan baik. Akomodasi pandangan politik yang berbeda inilah yang menjadi
salah satu pemicu kontestasi. Budaya kontestasi dalam demokrasi liberal di Indonesia sangat
kental. Oleh karena itu, perubahan kabinet sangat dinamis, seperti yang terlihat pada masa
demokrasi liberal di Indonesia di mana terdapat 7 kabinet yang berkuasa hanya dalam kurun
waktu 9 tahun.
Sementara itu, Dahl mengemukakan bahwa konsep partisipasi dalam demokrasi liberal dapat
diwujudkan melalui pemilihan umum yang adil dan terbuka bagi seluruh warga yang memenuhi
syarat.

Dalam demokrasi liberal, toleransi dan pluralisme sangat dihargai. Beragam pandangan sosial
dan politik, bahkan yang dianggap ekstrem, diizinkan untuk hidup berdampingan dan bersaing
secara demokratis untuk memperebutkan kekuasaan politik.

Secara umum, demokrasi liberal dapat diimplementasikan dalam bentuk monarki konstitusional
atau republik konstitusional.

Sejarah Demokrasi Liberal

Pemerintahan demokrasi liberal tidak harus mengikuti ideologi politik liberalisme hanya
dengan menggunakan istilah “liberal” dalam sistem demokrasi tersebut. Istilah tersebut pada
dasarnya hanya menjadi referensi terhadap fakta bahwa demokrasi liberal modern memiliki
kerangka awal yang diciptakan selama para filsuf yang menganjurkan kebebasan selama Abad
Pencerahan.

Sebab, mereka memang menekankan kebebasan individu dari penggunaan wewenang yang
sewenang-wenang sebagai hak. Saat ini, terdapat berbagai ideologi politik yang berbeda, yang
juga mendukung demokrasi liberal. Misalnya, Demokrasi Kristen, konservatisme, demokrasi
sosial, hingga beberapa bentuk sosialisme.

Demokrasi sendiri secara harfiah berarti pemerintahan oleh rakyat. Ini memiliki berbagai bentuk
secara historis. Di Athena kuno, misalnya, demokrasi berarti pemerintahan langsung oleh warga
negara secara bebas, khususnya warga laki-laki. Pada abad ke-21, demokrasi dipahami secara
umum sebagai pemerintahan tak langsung, yakni melalui wakil-wakil terpilih.

Demokrasi liberal berasal dari doktrin filosofis tertentu dan perkembangan konstitusional, yang
muncul terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Kata sifat “liberal” sendiri merujuk pada
seperangkat doktrin filosofis yang menekankan kesetaraan manusia yang dikembangkan pada
periode modern awal, sekitar abad ke-17.

Filsuf Inggris John Locke (1632-1704) berpendapat, pemerintahan yang sah hanya muncul dari
persetujuan dan hak untuk menyetujui, yang berakar dari fakta alam: kesetaraan manusia.

Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia

Sebagai sebuah negara yang pernah menerapkan demokrasi liberal, Indonesia memiliki
sejarah sendiri terkait sistem tersebut pada periode 1949-1959. Namun, konsep demokrasi ini
tidak berjalan dengan baik karena terlalu banyak aspirasi dan pandangan yang berbeda di antara
masyarakat Indonesia.

Pada Pemilu 1955, terdapat banyak partai politik yang berpartisipasi, mencerminkan
perkembangan sistem demokrasi liberal di Indonesia. Sebanyak 172 partai politik turut
bertanding, namun hanya 4 partai yang berhasil meraih suara terbanyak, yaitu:

1. Partai Nasional Indonesia (PNI)


2. Masyumi
3. Nahdlatul Ulama (NU)
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Namun, program pemerintahan tak dapat berjalan dengan mulus karena sistem demokrasi liberal
ini. Hal ini memicu kekacauan politik karena kekuasaan yang lebih besar berada di tangan
parlemen.

Pada tahun 1959, era demokrasi liberal berakhir ketika Presiden Soekarno membubarkan Dewan
Konstituante melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Tindakan ini diambil karena konflik
antargolongan dan ketidakmampuan untuk menetapkan dasar negara yang jelas.

Ciri-Ciri Demokrasi Liberal

Berikut ini ciri-ciri demokrasi liberal:

1. Adanya Kebebasan Individu

Salah satu ciri pertama dari sistem demokrasi liberal adalah kebebasan individu, termasuk
dalam hal politik. Di Indonesia, implementasi dari kebebasan politik ini tercermin dari
keberadaan banyak partai politik pada sistem demokrasi liberal pada masa itu. Misalnya, terdapat
lebih dari 3 partai yang menganut asas Islam, yaitu NU, Masyumi, Pergerakan Tarbiyah
Indonesia, dan PSI. Karena kebebasan individu harus diberikan fasilitas, maka munculnya
banyak partai politik menjadi suatu hal yang wajar.

2. Kekuasaan Pemerintah Terbatas

Dalam demokrasi liberal, kekuasaan pemerintah dibatasi agar tidak terpusat pada kelompok
tertentu saja. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pihak-pihak
yang terlibat. Sehingga, sistem check and balance dapat diterapkan secara efektif.
3. Masyarakat Berpartisipasi Dalam Politik

Salah satu ciri dari sistem demokrasi liberal di Indonesia adalah partisipasi politik yang
terbuka untuk seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang mereka. Hal ini terlihat pada
Pemilu 1955, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia, di mana pesertanya sangat beragam,
termasuk partai-partai seperti PKI, PSI, Acoma, Murba, dan juga individu-individu lainnya.

4. Periode Pemilu Dilaksanakan Pada Waktu Tertentu

Dalam sistem demokrasi liberal di Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan secara terjadwal
dan rahasia. Pemilu ini memiliki peran penting sebagai sarana bagi partai politik untuk
memperebutkan kursi di pemerintahan.

5. Suara Mayoritas Bisa Membentuk Hukum

Ciri terakhir dari sistem demokrasi liberal di Indonesia adalah bahwa pemerintah dapat
membuat undang-undang sesuai dengan suara mayoritas parlemen. Sistem pemerintahan
dipimpin oleh seorang perdana menteri. Pada umumnya, perdana menteri berasal dari partai
politik yang memenangkan pemilu.

Namun, dalam demokrasi liberal, banyak kebijakan yang dapat berubah, terutama karena
seringnya terjadi pergantian kabinet. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, kabinet di Indonesia
sudah mengalami pergantian sebanyak 7 kali.

Kelebihan Sistem Demokrasi Liberal

Kekuasaan pemerintah yang terbatas pada sistem demokrasi liberal mempermudah


pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, serta memungkinkan pengelolaan perbedaan
pandangan di antara partai politik. Namun, terlalu banyaknya partai politik juga dapat menjadi
kekurangan karena dapat menyebabkan dampak negatif dalam kawasan politik.

Kekurangan Sistem Demokrasi Liberal

Pembentukan partai politik pada sistem politik tertentu cenderung berfokus pada
bagaimana mempertahankan kekuasaan daripada pembuatan kebijakan yang stabil. Padahal,
stabilitas politik juga sangat penting bagi keberlangsungan negara.
Jenis Demokrasi Liberal

Terdapat tiga jenis demokrasi liberal, berikut ulasannya:

1. Demokrasi Liberal De Facto

Demokrasi liberal kadang-kadang merupakan bentuk pemerintahan de facto, sementara


bentuk-bentuk lain pun secara teknis demikian. Misalnya, meskipun Kanada memiliki monarki,
namun sebenarnya pemerintahannya dijalankan oleh Parlemen yang dipilih secara demokratis.

Sementara itu, di Inggris Raya, meskipun kedaulatan sebenarnya berada di tangan raja yang
turun-temurun, namun kekuasaan de facto (legislatif) berada pada rakyat, yang diwakili oleh
anggota Parlemen yang dipilih secara demokratis. Itulah sebabnya sistem pemerintahan tersebut
disebut sebagai demokrasi.

2. Representasi Proposional

Sistem pemilihan dengan pluralitas suara menentukan perwakilan berdasarkan mayoritas


suara di setiap wilayah. Jika seorang calon independen atau partai politik memperoleh suara
terbanyak, maka mereka akan memenangkan kursi yang mewakili wilayah tersebut.

Selain itu, ada juga sistem pemilihan demokratis lainnya, seperti berbagai bentuk representasi
proporsional yang menentukan kursi berdasarkan proporsi suara yang diperoleh oleh partai
tertentu di wilayah tertentu atau secara nasional.

3. Presidensial dan Parlementer

Sistem pemerintahan presidensial merujuk pada pemilihan cabang eksekutif dan legislatif
secara terpisah. Di sisi lain, sistem parlementer bergantung pada dukungan dari parlemen secara
langsung atau tidak langsung.
Kesimpulan

Demokrasi liberal adalah bentuk pemerintahan yang memperhatikan hak asasi individu
dan kebebasan berpendapat. Sistem demokrasi liberal di Indonesia memiliki ciri-ciri seperti
adanya pembatasan kekuasaan pemerintah, partisipasi politik yang luas, pemilihan umum yang
teratur dan rahasia, serta kebijakan yang mudah berubah akibat pergantian kabinet yang sering
terjadi.

Meskipun demokrasi liberal memberikan kebebasan berpendapat dan partisipasi politik yang
luas, namun keberadaan terlalu banyak partai politik dapat menghambat stabilitas politik dan
pembuatan kebijakan yang efektif.

Sistem tersebut akhirnya mengalami kegagalan karena tidak sesuai dengan kultur atau budaya
bangsa Indonesia. Kebebasan dalam mengekspresikan seluruh pandangan dan paradigma yang
diusung oleh sistem demokrasi liberal cenderung tidak kondusif. Jika dipaksakan untuk tetap
diterapkan, akan bertabrakan dengan budaya asli Indonesia yang menghargai sopan santun dan
etika. Selain itu, sistem demokrasi liberal di Indonesia saat itu masih lemah dan dipengaruhi oleh
sikap feodalistik yang kuat.
Referensi

1. Hefner, R. W. (2000). Civil Islam: Muslims and democratization in Indonesia. Princeton


University Press.
2. Lev, D. S. (2003). Islamic courts in Indonesia: A study in the political bumiputera in an
era of democratization. Brill.
3. Ramage, D. E. (1995). Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the ideology of
tolerance. Routledge.
4. Stepan, A. (1996). Democratizing Indonesia: The challenges of civil society in the era of
reformasi. Australian National University.
5. Tempo. (2021). Demokrasi Indonesia. Retrieved from
https://www.tempo.co/tag/demokrasi-indonesia.

Anda mungkin juga menyukai