Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Rizky Zaenuddin

NPM : 1706977600

No. Absen : 112

Topik : Is Liberal Democracy Feasible in Developing Countries?

Kasus/Hal menarik yang di temukan :

Apakah Demokrasi Liberal Layak di Negara Indonesia ?

Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang
berkiblat pada demokrasi. Demokrasi liberal berarti demokrasi yang liberal. Liberal disini
dalam artian perwakilan atau representatif1. Berdasarkan kamus Oxford, pengertian demokrasi
liberal adalah suatu demokrasi yang berdasar pada pengakuan terhadap hak individu dan kebebasannya
(a Democracy based on the recognition of individual rights and freedom). Dalam Cambridge
dictionary dituliskan bahwa pengertian demokrasi liberal adalah suatu bentuk sistem
pemerintahan dimana perwakilan perwakilan demokrasi bekerja berdasar atas prinsip
liberalisme (Liberal democracy is a form of goverment in which representative democracy
operates under the principles of liberalism,) yaitu melindungi hak individu dengan
menuangkannya pada aturan (i.e protecting the rights of the individual, which are generally
enshrined law). Demokrasi menurut Abraham Lincoln, adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Demikianlah dapat dikatakan, bahwa demokrasi liberal adalah sistem
pemerintahan yang berasal dari rakyat dimana perwakilan perwakilan dari rakyat bekerja berdasakan
prinsip liberalisme yang mengedepankan hak individu dan kebebasannya.
Ketika kita berbicara mengenai demokrasi liberal tentu hal tersebut sangat identik
dengan falsafah politik dalam dan luar negeri Amerika serta negara-negara Eropa seperti
Inggris, Prancis, Jerman dan Italia. Untuk mendapatkan pemahaman yang sahih mengenai
demokrasi liberal, perlu kita ketahui bahwa kelahiran sistem pemerintahan demokrasi liberal
tak lepas dari kelahiran ideologi kapitalisme di Negara Eropa. Ideologi kapitalisme muncul
karena dampak dari pengekangan dan penindasan dari Raja Eropa dan pihak gereja di Eropa.
Pengekangan dan penindasan dari Raja Eropa dan kalangan gereja membuat seluruh komponen
masyarakat melakukan perlawanan. Mereka filosof dan cendekiawan mengusung ide

1
http://www.learniseasy.com/demokrasi-liberal-pengertian-ciri-sistem-pemerintahan-lengkap.html, Diakses
pada 3 oktober 2017, pukul 22:01.
liberalisme atau kebebasan kepada rakyat yang akhirnya berkembang menjadi demokrasi
liberal, mereka mengatakan bahwa rakyat seharusnya memiliki hak-hak asasi seperti hayati
layak, berpendapat, beragama, berekonomi dan ikut campur dalam ranah pemerintahan dan
politik. Setelah lama melakukan perlawanan dan perubahan akhirnya usaha tersebut mencapai
hasilnya. Keberhasilan perubahan itu kemudian dikenal dengan nama Renaisance atau zaman
kesadaran pada abad 18. Para filosof dan cendekiawan Eropa menerapkan sistem pemerintahan
demokrasi menggantikan sistem monarki yang berjalan berabad-abad sebelumnya. Demokrasi
liberal pun mulai menampakkan bentuknya. Pada penerapan sistem pemerintahan demokrasi
liberal tersebut ternyata sistem ekonomi atau kapitalisme lebih dominan dan menonjol dari
pada sistem yang lain. Sehingga ideologi dalam sistem ini disebut dengan nama ideologi
kapitalisme. Ideologi kapitalisme dan sistem pemerintahan demokrasi liberal ini kemudian
diadopsi oleh seluruh negara-negara di Eropa.2
Dalam sejarah demokrasi liberal, sistem pemerintahan ini berkembang di kalangan
negara negara yang kala itu sebagai pemenang perang dunia II dan sekarang menjadi negara
negara maju. Bisa dikatakan bahwa negara-negara penganut sistem pemerintahan demokrasi
liberal itu sebagai negara maju, akan tetapi apabila diterapkan di negara negara berkembang,
apakah akan membawa kebaikan dan kemajuan? Apakah sistem demokrasi liberal cocok untuk
diterapkan di negara berkembang ?. berdasarkan sejarah ada beberapa negara berkembang yang
pernah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi liberal, salah satunya adalah Indonesia.
Indonesia pada masa demokrasi liberal merupakan negara demokrasi dengan puncak tertinggi
kebebasan yang pernah di alami. Partai politik yang berdiri sangat banyak, tetapi tidak ada
partai politik yang memiliki mayoritas mutlak. Sistem pemerintahan demokrasi liberal di
indoensia pada masa 1950 1959 menggunakan sistem kabinet yang nantinya bertanggung
jawab kepada parlemen. Dalam sejarahnya kabinet masa demokrasi liberal di Indonesia sering
mengalami pergantian kabinet. Hal ini di sebabkan karena Setiap kabinet terpaksa didukung
oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila
dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet,
maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya
ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka
kabinet dilantik oleh Presiden. Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan
dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada

2
https://www.binasyifa.com/799/84/26/konsep-demokrasi-liberal.htm, Diakses pada 3 oktober 2017, pada
pukul 20.11
sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang
dapat berakibat krisis kabinet3. Dampak buruk dari pergantian kabinet yang terlalu sering
menimbulkan banyaknya permasalahan, mulai dari pembangunan yang terhambat akibat
planning dari masing masing kabinet yang berkuasa tidak pernah tuntas akibatnya kabinet
malah lebih memperhatikan kepentingan golongannya sendiri, masalah kesenjangan sosial di
berbagai daerah di indoenesia yang memunculkan pemberontakan di mana - mana, tidak
adanya lembaga yudikatif/peradilan dan eksekutif yang kuat akibat banyaknya partai, krisis
kepercayaan yang di alami masyarakat kepada pemerintah, dan, kebebasan berpendapat yang
berlebihan serta tidak bertanggung jawab cenderung menjadi apatis dan bersifat individualis.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan sistem pemerintahan demokrasi liberalnya
menjadi contoh konkret bahwa negara berkembang belum layak untuk menggunakan sistem
demokrasi liberal yang sifatnya sangat memberikan kebebasan kepada rakyatnya, sedangkan
posisi mereka masih dalam tahap pembangunan.
Indonesia pada zaman milenial terlihat jelas bahwa hampir menganut demokrasi liberal,
meskipun secara formalitas Indonesia menganut Demokrasi Pancasila. Dalam penerapanya,
demokrasi di Indonesia condong menganut sistem kaptalis dimana para kaum pemilik modal
sebagai penguasa. Sistem kapitalis merupakan bagian dari Demokrasi Liberal yang sangat
menitikberatkan kepada kebebasan yang melahirkan generasi individualis akibat dari
kebebasan individu yang berlebihan. Sedangkan di indoensia seharusnya menerapkan sistem
Demokrasi Pancasila yang menitikberatkan antara kebebasan dengan kesamaan secara
seimbang. Untuk itulah, dalam kasus ini negara berkembang lebih layak membutuhkan sistem
pemerintahan dengan pemimpin yang otoriter namun tetap adil kepada rakyatnya,
pemerintahan dengan pemimpin yang otoriter ini adalah Demokrasi Terpimpin. Karena negara
berkembang belum bisa membenahi semua permasalahannya secara individualis karena
dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusianya juga akibat dari tingkat Pendidikan yang
masih rendah dibandingkan negara negara maju yang telah menggunakan sistem demokrasi
liberal, untuk itulah dibutuhkan seorang pemimpin otoriter namun adil agar bisa mengatasi
semua permasalahan yang ada di negara berkembang tersebut .
Menurut teori dua bentuk negara oleh Machiavelli, bahwa bentuk negara ada dua, yaitu
Republik (Respublica) dan Monarkhi (Principati). Berdasarkan ukuran atau kriteria tertentu
yang di gunakan untuk menentukan bentuk negara Monarkhi atau Republik oleh para sarjana,

3
http://www.hariansejarah.id/2017/05/masa-demokrasi-liberal-indonesia-1950.html, Diakses pada 3 oktober,
pukul 22.03
bahwa Negara Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan bentuk negara Republik
yang dikemukakan oleh Jellinek berdasarkan pada terjadinya kehendak negara ( staatswill ),
bahwa apabila kehendak negara terjadi secara yuridis melalui suatu majelis atau melalui suatu
dewan sama seperti Indonesia yaitu melalui lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif maka
bentuk negara indoensia adalah Republik. Menurut Duguit berdasarkan ukuran cara
pengangkatan kepala negara untuk membedakan bentuk negara Monarkhi dan Republik,
bahwa apabila negara mengangkat kepala negara dengan cara dipilih maka bentuk negara
tersebut adalah Republik. Indonesia adalah negara yang melakukan pemilihan kepala negara
dengan cara di pilih melalui Pemilu, maka indoensia adalah negara Republik. Selanjutnya
adalah pendapat dari Otto Koellreuter yang menggunakan ukuran berdasar asas kesamaan dan
ketidak samaan untuk membedakan bentuk negara Monarkhi dan Republik. Asas kesamaan
adalah kesempatan yang sama untuk bisa menjadi pemimpin negara. Sedangkan, asas
ketidaksamaan adalah tidak setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi
pemimpin negara. Asas kesamaan di Indonesia telah tertuang dalam Pasal 43 ayat (1) UU yang
menyatakan bahwa Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan
umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sehingga
indoensia adalah negara dengan bentuk negara Republik. Para sarjana yang mempunyai faham
modern dapat menerima Teori dari Machiavelli ini, sehingga penilaian yang lebih tepat
ditujukan kepada indoenesia adalah dengan menggunakan teori ini karena lebih kompatibel
dengan penilaian di zaman ini.
Dilihat dari bentuk negara yang melihat pada struktur/isinya, muncul 3 aliran. Salah
satunya aliran yang menggabungkan masalah bentuk negara dengan bentuk pemerintahan.
Menurut para sarjana hanya ada tiga macam bentuk pemerintahan. Indonesia sebagai negara
berkembang dalam penerapannya masuk dalam bentuk pemerintahan / sistem pemerintahan
presidensial yang mana Indonesia menerapkan secara tegas pemisahan kekuasaan antara
kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Presiden dalam hal ini mempunyai kekuasaan
yang sama sekali terpisah dan tidak boleh mempengaruhi sistem kerja dari lembaga Legislatif
dan Yudikatif. Pemisahan kekuasaan antara 3 lembaga tersebut, kadang menimbulkan
pengawasan terhadap masing masing lembaga menjadi lebih renggang. Jika dilihat dari
prospek kerjanya sistem pemisahan kekuasaan (Trias Politika) ini menjadikan masing masing
lembaga menjadi lebih bersifat individualis dalam menjalankan fungsinya masing masing.
Hal ini sangat bertentangan dengan ciri ciri bangsa indoensia yang sangat mengedepankan
kebersamaan gotong royong yang tertuang dalam dasar negara Indonesia Pancasila sila ke-3
yaitu persatuan Indonesia. Untuk itu seharusnya Indonesia sebagai negara yang masih
berkembang tidak bisa meniru sistem pemerintahan presidensial yang merupakan sistem murni
dia anut oleh Amerika Serikat sebagai salah satu negara maju atau bahkan negara adidaya di
dunia saat ini.
Dalam perkembangannya ternyata pengertian demokrasi mencakup kedua unsurnya
yaitu unsur kebebasan dan persamaan. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat E.H. Carr yang
mengemukakan kekurangan dari Demokrasi Barat yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Beberapa negara kemudian melengkapi Demokrasi Barat dengan unsur demokrasi yang
mengutamakan persamaan. Menurut E.H. Carr, Demokrasi Barat mempunyai empat
kekurangan. Demokrasi liberal dinilai terlalu formil dan tidak melihat kenyataan bahwa dalam
masyarakat masih ada lapisan lapisan yang berbeda terutama dari segi kemampuan ekonomi.
Kita tahu bahwa negara berkembang sangat identik dengan masalah ekonomi dan kemiskinan
yang terjadi di dalamnya. Demokrasi liberal juga dinilai terlalu bersifat politis, tidak
memperhatikan segi ekonomi, social, dan budaya sehingga mengeyampingkan juga masalah
demokrasi ekonomi, demokrasi social, dan demokrasi budaya/kultural. Contoh konkretnya
seperti dalam Pemilu, seharusnya pemilu yang merupakan pemilihan umum melalui voting
merupakan jalan terakhir dalam mengambil keputusan sebelum dilakukannya musyawarah
mufakat yang telah tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Menyampingkan aspek bidang
kehidupan lainnya dalam Demokrasi Liberal juga sangat tidak sesuai dengan ciri bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dengan keberagamannya di berbagai aspek
kehidupan. Demokrasi liberal/barat sebagai suatu bentuk negara juga kurang dinilai memiliki
suatu pedoman yang tegas karena tidak adanya kebenaran yang sifatnya mutlak. Suatu
kebenaran yang mutlak adalah apa yang telah diputuskan oleh rakyat pada suatu waktu maka
secara mutlak tetap akan merupakan suatu kebenaran. Sedangkan, pada Demokrasi Liberal
yang menekankan kebebasan, negara akan memberi kebebasan pula pada paha paham lain
yang mungkin tidak demokratis. Dalam negara berkembang pedoman suatu negara sangatlah
penting dalam menjalankan roda pemerintahan suatu negara. Demokrasi liberal terlalu
memberikan kebebasan yang dapat menyebabkan ketidakjelasan terhadap pedoman suatu
negara sehingga negara berkembang sebagai negara yang baru berdiri dalam perkembangannya
akan mengalami penghambatan dalam proses pembangunan ataupun pertumbuhan negara
karena tidak adanya dasar pedoman yang jelas. 4

4
Tim pengajar mata kuliah ilmu negara, Ilmu Negara, ( Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017 ).
Hlm 85-97.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai demokrasi liberal, negara berkembang, teori
tentang bentuk negara, dan hubungan antara ketiganya yang di kaitkan dengan kasus Apakah
demokrasi layak di negara berkembang ? bahwa demokrasi liberal adalah sistem pemerintahan
yang tidak cocok dianut oleh negara berkembang, khususnya Indonesia. Itulah sebab mengapa
Indonesia dari dulu tidak pernah bisa untuk menjadi maju dan terus menerus dalam tahap
pertumbuhan melalui rangkaian pembangunan di mana - mana, karena metode pembangunan
yang dilakukan tidak cocok atau tidak layak di gunakan di negara negara berkembang.
Demokrasi liberal adalah sistem pemerintahan yang cocok dianut oleh negara- negara maju,
baik itu ditinjau secara historis maupun kompatibilitasnya terhadap sistem tersebut. Secara
historis, bangsa eropa adalah bangsa yang menciptakan sistem pemerintahan demokrasi liberal,
sehingga, bangsa eropa adalah bangsa yang paling mengerti dengan sistem yang diciptakannya
sendiri. Di lihat secara kompatibelitas dengan sistemnya, maka secara historis bangsa eropa
adalah bangsa bangsa yang memenangi perang dunia I dan II, Sehingga, bangsa- bangsa di
eropa akan lebih mudah untuk bisa maju karena memiliki kekuasaan yang lebih banyak,
sehingga ketika kemajuan yang ada di segala bidang dalam negara negara eropa terus
berkemabang dan mencapai puncaknya maka kemajuan tersebut adalah kunci dalam
kompatibelitas negara eropa terhadap sistem pemeintahan demokrasi liberal yang mereka
ciptakan sendiri tersebut, berbeda dengan negara berkembang yang lebih condong untuk diatur
dalam sebuh kepemimpinan yang tidak terlalu banyak diberika kebebasan, namun sebuah
kepeimpinan yang fokus pada satu orang namun tetap adil dengan masyarakatnya sehingga
dalam proses pembangunannya lancar dan tidak terhambat karena adanya pembagian tugas
yang nantinya akan memunculkan celah celah karena renggangnya hubungan satu sama lain
dan juga karena adanya perbedaan kompatibelitas dalam berbagai aspek kehidupan di negara
negara berkembang.

Anda mungkin juga menyukai