Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“MASA DEMOKRASI LIBERAL 17 AGUSTUS 1950 – 5 JULI 1959”

Disusun Oleh :

Nama Kelompok : 1. Aura


2. Nur Ainun
3. Zaskia pratiwi
4. Darma
5. Sarah
SMA NEGERI 1 BANTAENG
2024

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah Allah swt, kami
dapat menyelesikan makalah “MASADEMOKRASI LIBERAL 17 AGUSTUS 1950-
5 JULI 1959” ini sebagaimana tugas yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampailan ucapan terima kasih kepada
guru mata pelajaran sejarah, yang senantiasa membimbing dan menyumbangkan
ilmunya kepada kami. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman
dan juga semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran atas penulisan makalah ini selanjutnya.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Bantaeng, 19 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A. Pengertian Demokrasi Liberal ................................................................ 3
B. Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia................................................. 4
C. Perkembangan Demokrasi Liberal di Indonesia.................................... 4
D. Pelaksanaan Politik/ Pemerintahan......................................................... 9
E. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.......................................... 16
BAB III PENUTUP................................................................................................ 18
A. Kesimpulan................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti menunjukan
bahwa UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun
penegakan hukum. Telah terjadi empat periode pemerintahan masa Kemerdekaan
(1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-
1998) dan era Reformasi (1998-Sekarang). Pada saat kemerdekaan dulu berlaku
tiga macam UUD(1945, RIS dan 1950) namun dalam prosesnya sitem demokrasi
dan hukum dapat ditegakan. Dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali
berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang
berlaku sistem otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada
masa Demokrasi Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah bekerjasama
menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan
semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen”. Kemudian
belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak dari sistem politik
otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian kepemimpinan di bawah
presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah 180 derajat. Kebebasan
membentuk partai politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas berbicara.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa
ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang–undang Dasar Sementara tahun
1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut,
pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk
lahirnya partai–partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem
multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal
parlementer gaya barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai–partai

1
inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam
parlemen dalam tahun 1950–1959.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang Demokrasi Liberal?
2. Bagaimana terjadinya Demokrasi Liberal di Indonesia itu berlangsung sampai
berakhirnya Demokrasi Liberal?
3. Apa yang melatar belakangi berlangsungnya Demokrasi Liberal?

C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata pelajaran Sejarah dengan bab yang kami bahas yaitu “Perkembangan
Kehidupan Bangsa Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal” serta untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kami tentang demokrasi liberal di
Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Liberal


Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan
kratos, yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi ialah rakyat
yang berkuasa.
Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar
dari kebanyakan negara di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang
menamakan dirinya sebagai demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi
konstitusional dan kelompok yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi” namun
pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan
Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya
masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya,
sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga
periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang)
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusionnal) adalah sistem politik
yang menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas
(dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-
bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar
keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti
tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh
penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-
Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak
belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang

3
demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi
langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi
barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat
berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional
(Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut
sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster:
Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial
(Perancis).

B. Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia


Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa
ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun
1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut,
pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai
– partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam
kenyataanya rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi
Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaranKonstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena
dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.

C. Perkembangan Demokrasi Liberal di Indonesia


Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia
melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip
negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855

4
ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama,
artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje
kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan
pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini
menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah :
1. Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan,
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda;
2. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat
kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda;
3. Dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap
upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.
Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin
menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut
unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan
menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan,
sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses
unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam
aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183).
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi
momentum untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut
pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan penjajah. Tetapi ini tidak terjadi,
revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti rezim penguasa, bukan
mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti, tapi
ideologi tetap sekular. Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika tahun
1776, ketika Amerika memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi
Inggris. Amerika yang semula dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris,
meski sesungguhnya Amerika dan Inggris sama-sama sekular.
Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang
proklamasi (seperti dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya
Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi
politik melawan kelompok Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkar, H.

5
Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari,
1997:42). Jadilah Indonesia sebagai negara sekular.
Karena sudah sekular, dapat dimengerti mengapa berbagai bentuk
pemikiran liberal sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik
liberalisme di bidang politik, ekonomi, atau pun agama. Dalam bidang ekonomi,
liberalisme ini mewujud dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism),
yaitu sebuah organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi
(private ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan
(competition), dan motif mencari untung (profit). (Ebenstein & Fogelman,
1994:148). Dalam bidang politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi
liberal yang meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak
pandangannya dan selalu mengagungkan kebebasan individu. (Audi, 2002:47).
Dalam bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme (paham
pembaruan), yaitu pandangan bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah
nilai-nilai peradaban Barat.
Pada perkembangannya, system demokrasi liberal (Parlementer) memang
banyak menuai problem, selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh
Pemerintah dalam beberapa bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal
terasa terjadi kemunduran. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
1. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada
umumnya, sehingga berlomba-lombalah para partai politik untuk
memperebutkan posisi panglima ini. Lembaga seperti DPR dan Konstituante
hasil PEMILU merupakan forum utama politik, sehingga persoalan ekonomi
kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet,
tetapi karena umur kabinet pada umumnya singkat program itu sulit
dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952, pemerintah berusaha keras
untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal, PEMILU diikuti oleh puluha
partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun ikut serta sebagai
pemilih.

6
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan
tenang dan tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu
Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI. Namun pada prakteknya, kedua
lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil seperti yang
diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi
pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga
dapat menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima
sebagai anggota PBB ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang
dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian
Jaya ( Papua ) tidak memperoleh penyelesaian yang memuaskan, seperti telah
tercantum dalam persetujuan KMB, sehingga secara sepihak Pemerintah
Indonesia membatalkan perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun 1956.
Sumbangan positif Indonesia dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya
tentara Indonesia dalam United Nations Amergency Forces (UNEF) untuk
menjaga perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan
diberangkatkan Januari 1957.
2. Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan
dengan mengadakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19
Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya,
sedangkan setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut
Pemerintah dapat menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk
menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE)
untuk mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian
memperoleh BE yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga
pemerintah membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil
meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional
(Depernas) yang bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur (1959). Tetapi peningkatan

7
belum juga terjadi, karena labilnya politik dan inflasi yang mengganas.
Pemerintah juga cenderung bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun ,
sehingga rupiah merosot.
3. Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk
organisasi massa (ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955.
Keadaan sosial-ekonomi yang kian merosot menguntungkan partai-partai kiri
yang tidak duduk dalam pemerintahan karena dapat menguasai massa. PKI
makin berkembang, dalam Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu
dari empat besar dan kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada perebutan
kekuasaan (1965).
4. Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap
berhasil dalam bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari
perguruan tinggi, Pemerintah membuka banyak universitas yang disebarkan di
daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala
Thomas (Thomas Cup) Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan
ini berhasilmemperoleh piala tersebut (Juni 1958). Selain itu juga Indonesia
berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah
mengubah peraturan dari pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan
Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim Tahun 1939, yang menyebutkan
wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut diukur dari garis
rendah pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan wilayah daratannya.
Peraturan ini dinilai sangat merugikan bangsa Indonesia. Karena itu
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember 1957 yang juga
disebut sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan Indonesia.
Indonesia juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan
tentang batas wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini
tertuang dalam Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen tanggal 17
Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara-

8
negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak terjadi
kesalah pahaman.
D. Pelaksanaan Politik/ Pemerintahan
Pada dasarnya kehidupan politik dalam kerangka system politik yang
diharapkan berlaku di Indonesia sebagai bagian dari system ketatanegaraan ,
bersumber dari pancasila dan UUD 1945. Namun pada masa- masa awal
kemerdekaan hal tersebut tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan karena
berbagai sebab, baik dari dalam maupun dari luar antara lain persipan kita
menjadi negara merdeka boleh dikatakan sangat singkat, belum lagi kita harus
menghadapi kedatangan sekutu ke indonesia.
Perjuangan Bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia
bermuara pada hasil perundingan KMB yang intinya mengubah bentuk negara
dari kesatuan menjadi federasi (RIS) sejak tahun 1950 dan hanya bertahan kurang
lebih 8 bulan, karena sejak 17 Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan.
Berdasarkan UUDS 1950, maka Indonesia kembali ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan system cabinet parlementer. System parlementer
berkembang sejak 1950 dalam suasana ala barat memberi dampak negative bagi
perjuangan bangsa yang sedang belajar berdemokrasi. Ada juga yang berpendapat
bahwa sistem demokrasi liberal tidakcocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Salah satu dampak negatif paling besar adalah jatuh bangunnya kabinet sebanyak
7 kali dalam kurun waktu 9 tahun, yaitu :
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad
Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana
PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat formasinya di mana
tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
a. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

9
b. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
c. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
d. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
e. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Kendala yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan
Irian Barat dan Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis,
Gerakan APRA, Gerakan RMS. Keberhasilan Kabinet Natsir adanya
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak
percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai
DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950
mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh
kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden,
presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal,
sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas
selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).Presiden Soekarno kemudian
menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo
( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari
Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman
( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
a. Menjamin keamanan dan ketentraman
b. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria
agar sesuai dengan kepentingan petani.
c. Mempercepat persiapan pemilihan umum.

10
d. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan
serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan
penyelesaian pertikaian buruh.
Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya,
seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini yaitu adanya Pertukaran Nota
Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar
Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan
militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan
politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan
Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar
negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan
dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yaitu korupsi yang terjadi pada setiap lembaga
pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah. Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik karena kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman
harus mengembalikan mandatnya kepada presiden karena adanya
pertentangan dari Masyumi dan PNI.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik
Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi
formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai
formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru
di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet
Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:

11
a. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
b. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-
Belanda,Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut; adanya
kondisi krisis ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya gerakan
sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa,
terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI sebagai alat sipil,
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin diperparah
dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto
dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.Munculnya peristiwa
Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli), peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara
aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).Akibat peristiwa Tanjung Morawa
muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet
Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden
pada tanggal 2 Juni 1953.
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk
pada tanggal 31 juli 1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup
banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk
partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr.
Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
a. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan Pemilu.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d. Penyelesaian Pertikaian politik.

12
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali
Sastroamijoyo I yaitu; Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota
parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955,
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan memiliki
pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan
bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik
rasdiskriminasi di negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda
masih bertahan di Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan
Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin
memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala
membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli
1955 yang diikuti oleh partai lainnya. NU menarik dukungan dan menterinya
dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali
harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap.
Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk
oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
a. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
b. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan
dan mempercepat terbentuknya parlemen baru

13
c. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
d. Perjuangan pengembalian Irian Barat
e. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin
Harahap yaitu Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29
September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih
konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai
yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh
suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan
menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab
pada parlemen yang baru pula.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo Ii (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet
baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut.
a. Perjuangan pengembalian Irian Barat
b. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya
anggota-anggota DPRD.
c. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.

14
e. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
 Pembatalan KMB
 Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif
 Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali
Sastroamijoyo II adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden
dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment,
hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala/ Masalah yang
dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya semangat anti Cina di
masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang semakin menguat
dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer
Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Mundurnya sejumlah menteri dari
Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan
mandatnya pada presiden.
7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari
para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program
pokok dari Kabinet Djuanda adalah Programnya disebut Panca Karya yaitu:
a. Membentuk Dewan Nasional
b. Normalisasi keadaan RI
c. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
d. Perjuangan pengembalian Irian Jaya
e. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu :

15
a. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda,
b. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan
di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini
sebagai berikut.
 Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di
daerah semakin meningkat.
 Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga
program pemerintah sulit dilaksanakan.
 Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini.
 Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu
Demokrasi Terpimpin.

E. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia


Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan
darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami
kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak
memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena
masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa
mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar
negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante.
Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun
sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Pemungutan suara dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu
lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang
hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah karena masih belum
memenuhi syarat. Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan,
maka sebagian aanggotanya menyatakan tidak akan menghadiri siding
konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil

16
merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang situasi politik
Indonesia saat itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan
usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD
1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut ;
a. Pembubaran Konstituante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya UUDS 1950.
d. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya
lagi UUDS 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal
tidak berlaku lagi di Indonesia.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan
Undang Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut
dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5
Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai
pada saat Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran
dari rakyat yang menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sehingga akhirnya pemerintah membubarkan Republik
Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak 17 Agustus 1950,
dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Kembalinya ke Negara Kesatuan juga berdampak pada sebagian tokoh
dari Negara bagian ingin tetap mempertahankan sebagai sebuah Negara yang
berdiri sendiri dengan cara mengadakan pemberontakan-pemberontakan..
Sehingga hal ini menjadi gangguan dan ancaman keamanan dalam negeri.
Pemberontakan yang terjadi selama masa demokrasi perpimpin diantaranya
seperti pemberontakan APRA, Pemberontakan Andi Azis, Pemberontakan RMS,
Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI dan Permesta.
Bantaeng , 19 Februari 2024
Kotak Nilai Guru Mata Pelajaran

Guru

Hajerah,S.Pd,M.Pd
NIP :

18

Anda mungkin juga menyukai