Anda di halaman 1dari 12

Makalah Sejarah Pemikiran Modern

“Pengalaman Indonesia Dalam Berdemokrasi”

Dosen Pengampu :

Abdul Salam, S.Ag, M.Hum

Azmi Fitrisia, M.Hum, Ph.D

Penyusun :

MUHAMMAD IQBAL ( 17046168 )

Jurusan “Pendidikan Sejarah”

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Padang 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, dan
inayah, serta ridho-Nya kepada kita khusunya bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan baik. Salawat bersertakan salam semoga tetap tercurahkan
kepada Rasullullah Muhammad SAW, beserta keluarganya yang telah membimbing manusia
untuk meneliti jalan lurus menuju kejayaan dan kemuliaan. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada orang-orang yang membantu penyusunan laporan makalah ini, di susun dengan maksud
memenuhi tugas dalam mata kuliah “Sejarah Pemikiran Modern”.

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun,
sehingga untuk masa yang akan datang makalah ini akan sempurna. Semoga semua hasil jerih
payah kita semua di balas oleh Allah SWT dengan pahala yang setimpal.

Padang, 27 Juni 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN…....................................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................................4

B. Rumusan masalah.................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN…......................................................................................................5

A. Demokrasi Liberal..................................................................................................5

B. Demokrasi Terpimpin............................................................................................6

C. Demokrasi Pancasila..............................................................................................7

D. Demokrasi Kebablasan..........................................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

Kesimpulan........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang.

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya atau pemerintahan rakyat. Demokrasi juga
dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Inti dari demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Salah satu tonggak utama untuk
mendukung sistem politik yang demokratis adalah melalui Pemilu. Pemilu diselenggarakan
dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat baik di tingkat pemerintahan pusat maupun
pemerintahan daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan
memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang
diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan umum dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan
rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran
politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita
masyarakat Indonesia yang demokratis.

B. Rumusan Masalah.

1. Bagaimana Demokrasi Liberal di Indonesia?

2. Bagaimana Demokrasi Terpimpin di Indonesia?

3. Bagaimana Demokrasi Pancasila di Indonesia?

4. Apa maksud Demokrasi Kebablasan Era Reformasi?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Demokrasi Liberal.

Pada tahun 1949 hingga 1959, Indonesia menjalani Demokrasi Liberal. Konsep liberalisme
yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.
Sayangnya, model demokrasi itu tak berhasil karena beragamnya pandangan dan aspirasi
masyarakat Indonesia saat itu. Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan
seluas-luasnya kepada warganya. Dalam hal politik, tidak ada batasan bagi tiap individu atau
golongan untuk berserikat.

Demokrasi kala ini ditandai dengan banyaknya partai politik. Pada Pemilu 1955, ada 172
partai politik yang bertanding. Tidak ada partai yang paling unggul. Namun empat partai
dengan perolehan suara terbesar yakni :

1. Partai Nasional Indonesia (PNI) (22,3 persen).

2. Masyumi (20,9 persen).

3. Nahdlatul Ulama (NU) (18,4 persen).

4. Partai Komunis Indonesia (PKI) (15,4 persen).

Kondisi ini menyebabkan partai-partai dengan ideologi yang berbeda saling bersaing
untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan programnnya. Kabinet terpaksa didukung
oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur). Bila salah
satu partai mundur, maka akan terjadi krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang,
umumnya ketua partai, untuk membentuk kabinet. Setelah kabinet terbentuk, maka kabinet
dilantik oleh presiden. Demokrasi Liberal kerap disebut sebagai sebagai Demokrasi
Parlementer. Ini karena kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Sehingga jatuh bangun
kabinet tergantung dari parlemen.

Akibatnya, kabinet sering berganti. Usia kabinet yang pendek menyebabkan program
tidak bisa berjalan optimal. Kekacauan politik terjadi karena parlemen memiliki kekuasaan yang
sangat besar. Padahal, parlemen sendiri terdiri dari berbagai golongan dengan ideologi dan
aspirasi yang berbeda. Kondisi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan tidak stabil.
Pemberontakan terjadi di berbagai daerah. Keadaan ekonomi memburuk. Demokrasi Liberal

5
berakhir pada 1959 ketika Presiden Soekarno membubarkan Dewan Konstituante lewat Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dewan Konstituante dibubarkan karena tarik ulur antar golongan dalam
menetapkan dasar negara tak juga diselesaikan.

B. Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin (1959-1965) pada Masa Orde Lama merupakan sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Pada periode pemerintahan Indonesia tahun
1959-1965 tersebut, kekuasaan didominasi oleh Presiden. Peranan partai politik menjadi
terbatas, pengaruh komunis semakin berkembang, dan peranan TNI/Polri sebagai unsur sosial
politik semakin luas. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu bentuk usaha
untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui pembentukan kepemimpinan
yang kuat. Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut, Indonesia jatuh pada
masa Demokrasi Terpimpin.

Dalam demokrasi terpimpin Soekarno bertindak seperti seorang diktator. Ia hampir


menguasai semua sektor kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Demokrasi
Terpimpin merupakan sebuah hype pendek demokrasi yang tidak didasarkan atas paham
liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme, tetapi suatu paham demokrasi yang
didasarkan pada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia seperti yang tercantum di dalam
pembukaan UUD 1945. Demokrasi yang menuju pada satu tujuan yaitu mencapai masyarakat
adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945.Namun di dalam prakteknya, apa yang dinamakan dengan
Demokrasi Terpimpin yang mempunyai tujuan yang luhur ini tidak pernah dilaksanakan secara
konsekuen. Malah sebaliknya, sistem ini sangat jauh dan menyimpang dari arti yang
sebenarnya.

Dalam prakteknya, yang memimpin demokrasi ini bukan Pancasila sebagaimana yang
dicanangkan, tetapi sang pemimpinnya sendiri. Akibatnya, demokrasi yang dijalankan tidak
berdasarkan keinginan luhur bangsa Indonesia, tetapi berdasarkan keinginan-keinginan atau
ambisi politik pemimpinnya sendiri.Pada masa Demokrasi Terpimpin, banyak terjadi
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 seperti :

1. Pembentukan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis),

2. Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden


Seumur Hidup.

3. Pembubaran DPR hasil pemilu oleh Presiden.

4. Pengangkatan ketua DPRGR/MPRS menjadi menteri negara oleh Presiden.


6
5. GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA, bukan MPRS.

Dalam demokrasi terpimpin, jika tidak terjadi mufakat dalam sidang DPR, maka
permasalahan yang ada akan diserahkan kepada Presiden sebagai pemimpin besar revolusi
untuk diputuskan sendiri. Dengan demikian, rakyat atau wakil rakyat yang duduk dalam
lembaga legislatif tidak mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin. Pada akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta demokrasi terpimpinnya jatuh
setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah.

C. Demokrasi Pancasila.

Sejarah penerapan Demokrasi Pancasila di Indonesia dimulai sejak meredupnya Orde


Lama lalu digantikan oleh Orde Baru. Ajat Sudrajat melalui tulisan bertajuk "Demokrasi
Pancasila dalam Perspektif Sejarah" (2015) mengungkapkan, dasar-dasar konstitusional
demokrasi di Indonesia sudah ada dan berlaku jauh sebelum tahun 1965, tetapi istilah
Demokrasi Pancasila itu baru dipopulerkan sesudah lahirnya Orde Baru setelah tahun 1966.
Pada hakikatnya, rumusan Demokrasi Pancasila tercantum dalam sila ke-4 Pancasila, yaitu
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Ajat Sudrajat menyebut bahwa istilah Demokrasi Pancasila lahir sebagai reaksi terhadap
Demokrasi Terpimpin di bawah pemerintahan Presiden Sukarno. Pengaruh Sukarno dan Orde
Lama mulai menyebar usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965. Saat Orde
Baru lahir, Demokrasi Terpimpin mendapat penolakan keras. Suharto yang kemudian menjadi
Presiden RI setelah Sukarno, dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1967 menyatakan
bahwa Demokrasi Pancasila berarti demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan
dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus
selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nugroho
Notosusanto merumuskan, Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kendati begitu, dalam penerapannya selama era Orde Baru, Demokrasi Pancasila tidak
berjalan sebagaimana yang didamba-dambakan. Suharto menjalankan pemerintahan yang
represif dan terkesan manipulatif. Dalam sistem politik Orde Baru, tulis Ajat Sudrajat, jajaran
militer yang tidak ikut memilih langsung diberi jatah wakil di DPR/MPR sebanyak 100 orang
atau sekitar 20 persen. Selain itu, mereka juga banyak menduduki jabatan strategis baik di
kabinet, birokrasi, maupun kegiatan ekonomi. Pemerintahan Orde Baru yang banyak

7
melibatkan militer berusaha membatasi ruang gerak partai politik maupun organisasi yang pro
demokrasi.

Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2014) terbitan


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, prinsip utama Demokrasi Pancasila adalah
pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat. Musyawarah berarti bahwa
pengambilan keputusan dengan pembahasan bersama untuk menyelesaikan masalah bersama.
Mufakat adalah hasil yang disetujui dari pembahasan bersama untuk membulatkan pendapat
bersama. Jadi, musyawarah mufakat berarti pengambilan keputusan berdasarkan kehendak
(pendapat) orang banyak (rakyat) sehingga tercapai kebulatan pendapat bersama. Musyawarah
mufakat harus berpegang teguh pada hal-hal sebagai berikut :

1. Musyawarah mufakat bersumberkan inti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

2. Pengambilan keputusan harus berdasarkan kehendak rakyat melalui hikmat


kebijaksanaan.

3. Cara mengemukakan hikmat kebijaksanaan harus berdasarkan akal sehat dan hati
nurani luhur serta mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kepentingan rakyat.

4. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada


Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.

5. Keputusan harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab.

Pada dasarnya Demokrasi Pancasila memiliki kesamaan dengan demokrasi secara


universal. Namun, terdapat ciri-ciri demokrasi Pancasila yang membedakan dengan demokrasi
lainnya sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

2. Dilakukan kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) secara berkesinambungan.

3. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan melindungi hak masyarakat minoritas.

4. Proses demokrasi dapat menjadi ajang kompetisi berbagai ide dan cara menyelesaikan
masalah.

5. Ide-ide yang paling baik bagi Indonesia akan diterima, bukan berdasarkan suara
terbanyak.

8
D. Demokrasi Kebablasan.

Pernyataan ini disampaikan oleh Jokowi dalam kesempatan pelantikan pengurus Partai
Hanura di Sentul Jawa Barat, 21 Februari kemarin. Dalam kesempatan itu, Jokowi, seperti
dikutip berbagai media, menyebutkan bahwa praktik demokrasi kita sudah membuka peluang
terjadinya artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme,
sektarianisme dan terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila. Bentuk
nyata penyimpangan itu menurut Jokowi adalah politisasi SARA, yang menurutnya harus
dihindari. Lebih lanjut Jokowi menyebutkan bahwa bertebarnya kebencian, kabar bohong,
fitnah, saling memaki dan menghujat bisa menjurus kepada pecah belah bangsa. Jokowi
menyebutkan hal ini adalah ujian yang membuka peluang bangsa ini semakin dewasa, matang
dan tahan uji. Ia kemudian mengimbau agar perilaku seperti ini dihentikan, dan kuncinya adalah
pada penegakan hukum. "Aparat hukum harus tegas dan tidak usah ragu-ragu," lanjut Presiden
Jokowi.

Freedom House adalah lembaga pemeringkat kebebasan yang paling sering jadi rujukan.
Menurut lembaga ini, sejak 2013, Indonesia kembali masuk era partly free setelah sebelumnya
ada di posisi fully free. Alih-alih sampai ke level terjauh seperti dialami negara-negara yang
mapan dalam demokrasi, Indonesia kini malah mundur dalam kualitas demokrasi dilihat dari
unsur yang terpenting yaitu kebebasan. Walaupun mundur dalam kualitas demokrasi, di antara
negara-negara Asia Tenggara, Indonesia terdepan dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil.
Indonesia bahkan satu di antara sedikit negara Asia yang menganut sistem demokrasi elektoral.
Dibandingkan dengan negara-negara yang sudah mapan dalam demokrasi, seperti Eropa Barat,
Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, kualitas demokrasi Indonesia masih tertinggal.
Dengan demikian, pernyataan bahwa demokrasi Indonesia kebablasan yang artinya sudah
pernah sampai ke titik terjauh tidak mendapat legitimasi teoretis dan faktual. Sekarang malah
kualitas demokrasi Indonesia dinilai mundur.

Menurut Juan Linz dan Alfred Stepan, sebuah rezim demokratis disebut terkonsolidasi jika
ia memenuhi tiga unsur. Pertama, unsur behavioral yaitu tak ada aktor politik dominan yang
mencoba meraih ambisi kuasanya dengan menciptakan rezim nondemokratis. Kedua, unsur
sikap yaitu mayoritas warga percaya bahwa prosedur dan institusi demokrasi adalah cara
terbaik meraih kekuasaan. Ketiga, aspek konstitusional yaitu baik pemerintah maupun kekuatan
non-pemerintah bisa menyelesaikan sengketa dalam ruang hukum. Demokrasi terkonsolidasi
jika ia menjadi satu-satunya prosedur dalam meraih kekuasaan, Dalam bahasa Linz dan Stepan,
“it is the only game in town”.

Dari aspek behavioral, hampir tak ada gerakan dominan di masyarakat yang mencoba
mengganti sistem demokrasi. Kekuatan politik dominan sejauh ini masih sepakat berkompetisi
9
dalam ruang demokrasi. Satu-satunya kelompok yang terang-terangan memobilisasi warga
menolak demokrasi hanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, pengaruh mereka tak
signifikan. Pada aspek sikap, mayoritas mutlak warga Indonesia tak tertarik dengan gagasan
mengganti sistem demokrasi. Hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC) menunjukkan bahwa dukungan pada demokrasi sangat tinggi. Sekitar 68% warga
menyatakan, walaupun tidak sempurna, demokrasi adalah sistem politik terbaik. Jika demokrasi
kebablasan berarti demokrasi keluar dari jalur, pandangan ini juga tak memiliki basis dukungan
publik. Mayoritas publik Indonesia justru menilai demokrasi kita saat ini sudah berjalan di jalur
yang benar. Survei nasional SMRC yang dilakukan berkala menunjukkan dukungan yang
konsisten bahwa demokrasi berjalan di jalur yang semestinya (78% pada survei November
2016). Selain menganggap demokrasi sebagai sistem terbaik dan sekarang berjalan pada jalur
yang benar, publik juga mengapresiasi pemerintah yang menjalankan sistem ini. Tingkat
kepuasan publik pada pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh presiden, masih cukup
tinggi, yakni 79% (survei November 2016). Hal ini berbeda dengan negara-negara demokratis
lain.

Pada banyak negara, umumnya publik sangat kritis dan skeptis terhadap jalannya
pemerintahan. Mereka antipati pada penyelenggara negara dan parpol. Namun, tingkat
penerimaan pada demokrasi sebagai sistem terbaik masih sangat tinggi. Fenomena di mana
warga kritis pada penyelenggara sistem demokrasi tetapi percaya pada sistem oleh Pippa Norris
dan kawan-kawan disebut fenomena “critical citizens”. Dalam hal ini, Indonesia tampak belum
berada dalam kondisi itu. Yang terjadi adalah kondisi sempurna di mana warga menerima
demokrasi sebagai sistem terbaik dan menganggap sistem ini dijalankan secara benar.
Kekhawatiran presiden dan para elite lain tentang demokrasi yang kebablasan lagi-lagi tidak
ada dasar dalam persepsi publik walaupun Presiden RI yaitu Joko Widodo secara personal
menyebut demokrasi Indonesia sudah kebablasan.

10
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan.

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya atau pemerintahan rakyat. Kata “demokrasi”
seiring waktu memiliki sangat banyak pengertian. Namun, diantara banyaknya pengertian yang
berbeda terdapat juga sejumlah persamaan penting yang menunjukkan universalitas konsep
demokrasi berdasarkan kriteria-kriteria yang menjadi cerminan perwujudan konsep tersebut.
Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan sistem demokrasi yang dimana
rakyat memiliki perwakilan untuk menjabat diparlemen namun tetap di kontrol oleh
referendum. Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer merupakan sistem demokrasi
yang didalamnya terdapat hubungan kuat antara badan eksekutif dengan badan legislatif.
Demokrasi kebablasan merupakan istilah yang dilontarkan Presiden RI dalam pandanganya
terhadap demokrasi di Indonesia yang kian lama kian menurun menurut beberapa ciri atau
peristiwa yang ada di Indonesia. Namun, sisi positifnya adalah peristiwa tersebut bisa dijadikan
sebagai ujian agar Demokrasi di Indonesia lebih mantap lagi.

11
Daftar Pustaka.

Gianto, Pendidikan Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan, Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia,
2019.

Lubis Maulana arafat, pembelajara PPKn di SD/MI, Medan: Akasha Sakti, 2018.

Nadrilun, mengenal lebih dekat demokrasi di Indonesia, jakarta Timur: PT Balai Pustaka, 2012.

12

Anda mungkin juga menyukai