Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN MODERN


“AKAR PEMIKIRAN INDONESIA MODERN SEBELUM INDONESIA
MERDEKA”

DOSEN PENGAMPU :

Abdul Salam, S.Ag, M.Hum.

Azmi Fitrisia, SS. M. Hum, Ph.D.

OLEH :

Andree Putra Yanni

(18046132)

PRODI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH Swt karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah
Pemikiran Modern dengan judul “Akar Pemikiran Indonesia Modern Sebelum
merdeka”. kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan seputar sejarah Pemikiran terutama yang
berkaitan dengan Pemikiran yang berkembang di Indonesia sebelum kemerdekaan
serta makalah ini dibuat juga untuk memenuhi tugas kelompok sejarah
Pemikiran.Indonesia.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Padang, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Asal Usul Nama Indonesia............................................................................6
B. Tiga Aliran Utama Nasionalisme Indonesia.................................................7
C. Tiga Pemikir Utama tentang Masa Depan Indonesia (Tan Malaka, Hatta
dan Sukarno).........................................................................................................8
D. Polemik Kebudayaan 1930-an : Perdebatan Poedjangga Baru...................11
E. Pemikiran Pendidikan Nasional (Taman siswa dan INS)...........................12
F. Pemikiran Ekonomi Kolonial vs Ekonomi Nasional..................................13
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum kemerdekaan, Indonesia terlebih dahulu mengalami sebuah
masa dimana banyak berkembangnya berbagai paham yang di dasari oleh
perkembangan paham dari dunia luar. Sejarah kebangkitan nasionalisme di
indonesia ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. semangat Budi Utomo ini
menjalar ke berbagai kalangan rakyat. Alhasil, banyak terbentuk organisasi lain
seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, dan
Jong Celebes. Semua itu adalah organisasi pemuda di Indonesia.
Moderenisasi berjalan beriringan dengan tumbuhnya pemikiran modern
dalam suatu bangsa, yang secara bertahap berkembang kearah terbentuknya
masyarakat modern yang lebih besar. Modernisasi merupakan proses
perubahan menuju tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang sebelumnya
telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-19 dan 20.
Pemikiran dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Inference, yang berarti
mengeluarkan suatu hasil berupa kesimpulan.
Selain mempengaruhi politik pada masa itu, perkembangan pemikiran
modern sebelum indonesia merdeka juga berdmapak dengan pendidikan.
Seperti lahirnya Taman Siswa dan Ins serta aspek kebudayaan dan social
lainnya yang ikut terpengaruhi.
Ditinjau dari segi terminologi pemikiran adalah kegiatan manusia
mencermati suatu pengetahuan yang telah ada dengan menggunakan akalnya
untuk mendapatkan atau mengeluarkan pengetahuan yang baru atau yang lain.
Pemikiran modern di Indonesia adalah suatu aksi paradigma berfikir tentang
mencermati perubahan masyarakat Indonesia sesuai dengan perkembangan
zaman yang sarat dengan perubahan. Pemikiran ini lebih dikhususkan pada
masa modern sebelum merdeka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Asal Usul Nama Indonesia?
2. Bagaimana Tiga Aliran Utama Nasionalisme Indonesia?
3. Bagaimana Tiga Pemikir Utama tentang Masa Depan Indonesia (Tan
Malaka, Hatta dan Sukarno)?
4. Bagaimana Polemik Kebudayaan 1930-an : Perdebatan Pujangga Baru?
5. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Nasional (Tamansiswa dan INS)?
6. Bagaimana Pemikiran tt Ekonomi Kolonial v.s Ekonomi Nasional?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan Akar Pemikiran
Indonesia Modern Sebelum Merdeka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Nama
Indonesia
Asal-usul nama Indonesia mulai dikenal pada medio tahun 1800- an.
Menurut sejarawan Universitas Oxford, Peter Carey, nama Indonesia muncul
dan diperkenalkan James Richardson Logan (1819-1869) tahun 1850 dalam
Journal of Indian Archipelago and Easter Asia. Logan adalah orang Skotlandia
yang menjadi editor majalah Penang Gazette, wilayah Straits Settlement-kini
Negara Bagian Penang, Malaysia-yang bermukim di sana kurun waktu 1842-
1847. "Nama yang diperkenalkan adalah Indonesia untuk menyebut Kepulauan
Hindia yang waktu itu merupakan jajahan Belanda sehingga disebut Hindia-
Belanda," kata Carey. Bangsa Eropa mengenal dua wilayah Hindia, yakni
Hindia-Barat, yaitu wilayah Kepulauan Karibia yang ditemukan Christopher
Columbus yang semula diyakini sebagai wilayah Hindia (India)-pusat rempah-
rempah yang dicari orang Eropa.
Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari
bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu
Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para
ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di
Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku
Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume,
yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun
1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah Indonesia
di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah
Indonesia itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain
tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal
Bastian mengambil istilah Indonesia itu dari tulisantulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi
Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun
1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-
bureau. Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti
indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan
itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia). Tokoh lain
yang disebutkan Peter Carey dan Didi Kwartanada adalah ilmuwan Jerman,
Adolf Bastian (1826-1905), Guru Besar Etnologi di Universitas Berlin, yang
memopulerkan nama Indonesia di kalangan sarjana Belanda. Bastian
memopulerkan nama Indonesia dalam bukunya berjudul Indonesien; Oder Die
Inseln Des Malayischen Archipel terbitan 1884 sebanyak lima jilid. Buku
tersebut memuat hasil penelitiannya di Nusantara dalam kurun 1864-1880.
Menurut Carey, Bastian membagi wilayah Nusantara dalam zona etnis dan
antropologi.
B. Tiga Aliran Utama Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetian
individu diserahkan sepenuhnya kepada Negara. Nasionalisme yang
berkembang di Indonesia berbeda dengan nasionalisme yang berkembang dua
abad lalu di Eropa. Nasionalisme yang dikembangkan Soekarno ialah
nasionalisme yang mencerminkan sikap anti terhadap kolonialisme dan
imperalisme.
1. Nasionalis
Nasionalisme yang pada hakikatnya memiliki keinginan untuk
hidup menjadi satu golongan dan satu bangsa. Bukannya mengharapkan
dan mengharuskan yang nasionalis berubah menjadi lebih islamis atau
condong ke marxis, bukan pula menjadikan mereka yang marxis dan
memiliki ideologi islamis itu menjadi berbalik ke nasionalis, namun
sebenarnya yang ingin dicapai ialah kerukunan dan persatuan dari ketiga
golongan tersebut. Nasionalis yang sangat sejati adalah nasionalis yang
memiliki cinta yang besar terhadap tanah airnya dan bersendi dan berakar
pada pengetahuan yang luas atas susunan dunia dan segala riwayatnya
bukan timbul karena semata-mata dari kesombongan dan keangkuhan
bangsa belaka. Nasionalis tidak berarti ia harus chauvinis dan menolak
pemahaman yang cenderung sempit yang justru dapat memicu perpecahan.
Nasionalis yang bukan hanya hasil adaptasi dari nasionalisme Barat
namun juga tumbuh dari rasa cinta terhadap manusia dan juga
kemanusiaan.
2. Islamisme
Islamisme yang disebarkan dari jazirah Arab dan mempengaruhi
Indonesia saat itu didorong oleh faktor mayoritas penduduk negara ini
memeluk agama Islam. Tokoh pertama penyebar paham ini adalah Sheikh
Mohammad Abdouh, Rektor sekolah tinggi-Azhar dan Seyid Djamluddin
El Afghani-Panglima Pan-Islamisme yang menyebarkan islam di daratan
Asia. Mereka yang kemudian menanamkan pola pikir keislaman tentang
politik. Keduanya mengobarkan semangat memerangi imperialisme dan
kapitalisme bangsa Barat. Adapun prinsip utama Islamisme cenderung
menitik beratkan pada keselamatan atau kemaslahatan umat (masyarakat).
3. Marxisme
Pergerakan marxistis di Indonesia pada saat itu tidak berhaluan
dengan nasionalistis dan ingkar pula terhadap gerakan yang berazaskan ke-
Islam- an. Bahkan beberapa waktu sebelumnya, perbedaaan tersebut
menjadi pemantik terjadinya suatu perpecahan. pada dasarnya tujuan
Islamisme maupun Marxisme adalah sama, yakni ingin menghapuskan
perbedaan kelas akibat dari penjajahan seperti kolonial Belanda di
Indonesia. Selanjutnya, yang membuat keduanya berbeda adalah bahwa
Marxisme memandang permasalahan dari segi ekonomi sedangkan
Islamisme memakai sudut pandang spritualitas sebagai bentuk
pertanggung jawaban manusia terhadap sesamanya. Meskipun begitu,
masih banyak rakyat Indonesia pada masa pra kemerdekaan memandang
negatif Marxisme sebagai paham dari Barat. Padahal faktanya tujuan
keduanya tidak ada bedanya. Sama seperti Nasionalisme yang tumbuh
sebagai akibat dari rasa ingin bebas dari kolonialisme Belanda. Kaum
nasionalis juga bekerja sama dengan Marxis.
C. Tiga Pemikir Utama tentang Masa Depan Indonesia (Tan Malaka,
Hatta dan Sukarno)
1. Pemikiran Tan Malaka
Tan Malaka seperti yang dijelaskan Alfian (1981: 157) adalah
termasuk salah seorang cendekiawan Minangkabau yang menerima visi atau
idealisasi adat dan falsafahhidup masyarakat Minangkabau. Sikap tingkah
laku politik serta jalan pemikirannya sangat diwarnai oleh konsep rantau.
Rantau yang dimaksud di sini adalah dalam falsafah Minangkabau yaitu
membuka mata warganya untuk mengenal dunia luar yang luas di mana
mereka akan menemui hal-hal baru yang nanti akan dibawanya pulang ke
kampung halaman. Cara berpikir yang dikembangkan Tan Malaka sesuai
dengan visi rantau: Thesisantithesis-syntesis. Tan Malaka adalah antithesis
yang berkonflik dengan thesis (alam sebagai referensi asal). Dari situ
lahirlah syntesis hasil pemikiran atau idealisme baru yang mendorong setiap
manusia untuk mengadakan perubahan-perubahan perbaikan nasibnya.
Selanjutnya Tan Malaka juga mengembangkan cara berpikir secara
luas dalam bukunya Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika)
Madilog ini sebagaimana dijelaskan Malaka (2017:123) mengajak untuk
mempergunakan pikiran rasional sebab pengetahuan dan cara berpikir yang
begitu adalah tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia dan tingkatan
pertama buat masa depan. Pada intinya, madilog adalah cara berpikir baru
yang dapat dipakai untuk memerangi cara berpikir lama yang sangat
dipengaruhi oleh duni mistik atau takhayul yang menyebabkan orang
menyerah kepada alam. Secara singkat Tan Malaka menjelaskan bahwa
negara sosialis terbentuk karena adanya pertentangan kelas. Pertentangan
tersebut terjadi karena perkembangan sebuah negara dengan adanya hukum
dialektika yakni sebagai thesis, antithesis, dan synthesis. Sebagai thesis Tan
Malaka menyebutnya masyarakat yang berada atas dasar kepemilikan
bersama atas alat-alat serta hasil produksi. Antithesisnya adalah masyarakat
kapitalis yang mulai terpecah karena kepemilikanhanya pada sekelompok
orang. Sebagai synthesisnya adalah ia menyebut masyarakat di seluruh
dunia yang berjuang menuju masyarakat komunis modern.
2. Pemikiran Moh.Hatta
Yang paling terkenal dari konsep pemikiran politik Bung Hatta adalah
pemikiran politik kebangsaan yang menjelaskan pandangannya bahwa
kemakmuran dan demokrasi merupakan aspek yang mutlak harus dicapai
oleh bangsa Indonesia. Ke depan Indonesia bangsa harus menjadi bangsa
yang bersatu dan tidak terpisah-pisah, bebas dari penjajahan asing dalam
bentuk apapun baik itu politik dan ideologi. Dasar-dasar perikemanusiaan
harus terlaksana dalam segala segi penghidupan. Bung Hatta lebih
menekankan pentingnya suatu integritas bangsa yang bebas dari segala
bentuk penjajahan untuk menciptakan suatu kemakmuran dan demokrasi
yang menjadi dasar suatu negara.
3. Pemikiran Soekarno
Pemikiran politik Soekarno yang paling berpengaruh dalam kehidupan
politik di Indonesia adalah munculnya konsep pemikiran politik tentang
Nasakom, Nasasos, dan Gotong royong. Nasakom (nasionalisme, agama,
dan komunisme) adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Soekarno dan
merupakan ciri khas dari demokrasi terpimpin. Hal ini dimaksudkan untuk
memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia yaitu TNI,
kelompok Islam, dan komunis. Nasasos (nasionalisme, agama, dan sosialis)
adalah konsep pemikiran politik Soekarno yang menggantikan konsep
Nasakom yang dianggap oleh masyarakat bahwa Soekarno lebih berafiliasi
ke partai komunis. Untuk menghindari adanya kesan bahwa Soekarno ada
dibalik komunis maka ia melahirkan konsep baru yaitu Nasasos.
Konsep berikutnya yang dikembangkan oleh Soekarno yaitu konsep
gotong royong. Gotong royong menurut Soekarno sering dijadikan kata
kunci dalam rangka mensukseskan program-program pembangunan di
Indonesia. Gotong royong sudah menjadi ciri khas budaya bangsa
Indonesia. Konsep ini menurut Soekarno akan menjadi ciri kemandirian
bangsa. Maju mundurnya bangsa Indonesia tergantung pada bangsa
Indonesia itu sendiri tanpa bergantung pada bantuan asing yang dikenal
dengan sebutan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Hal ini sebagaimana
dijelaskan Benhard Dahm (1987:140) bahwa Soekarno menjelaskan tidak
ada tempat bagi kepercayaan bahwa pihak penguasa akan memberikan
kepada mereka ruang gerak untuk mengembangkan kekuatan mereka
sendiri. Artinya Soekarno tidak ingin memberi kesempatan kepada
bangsanya sendiri untuk tergantung kepada bangsa lain. Jati diri bangsa
serta maju mundur bangsa dalam pandangan Soekarno adalah dengan
berdiri di atas kaki sendiri atau berdikari.
D. Polemik Kebudayaan 1930-an : Perdebatan Poedjangga Baru
Sekitar pada tahun 1935-1939, ranah kebudayaan Indonesia mengalami
gejolak. Pada saat itu terjadi perdebatan tertulis di beberapa media cetak,
seperti Majalah Poedjangga baru, Majalah Wasita, Surat Kabar Perwarta Deli,
dan harian soera Oemem. Perdebatan yang terjadi melibatkan beberapa
intelektual Pribumi Indonesia seperti Sutan Takdir Alisjabhana, Sanusi Pane,
Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaka, dr. Soetomo, Tjindarbumi, Adinegoro, Ki
Hajar Dewantara, dan dr. Mohammad Amir.
Perdebatan di tahun 1930 an itu diwali oleh sebuah tulisan Sutan Takdir
Alisjabhana yang berjudul „‟Menuju Masyarakat dan Kebudayaan baru,
Indonesia Pra Indonesia‟ yang dimuat dalam majalah Poedjangga baru. Dalam
Tulisan itu Takdirmembagi sejarah Indonesia ke dalam dua periode, yakni
zaman Pra-Indonesia: Jaman sebelum abad ke-20, jaman yang hanya mengenal
VOC, sementara jaman setelah abad ke-20. Bertolak dari pandangan itu. Takdir
kemudian menegaskan bahwa Indonesia adalah Jaman baru, bukan sumbangan
dari jaman sebelumnnya. Oleh sebab itu, dalam sebab itu di dalam
tulisannya ia mengatakan, bahwa pada saat itu perkataan Indonesia telah
mengalami kekacauan makna karena setiap peristiwa yang pernah terjadi di
kepualauan Indonesia disebutkan oleh sebagian besar sebagai sejarah
Indonesia.
Beberapa hari setelah dimuat tulisan Takdir, kemudian mendapat
tanggapan dari Sanusi Pane dan dr. Raden Mas Ngabehi Poerbathjaka. Ketiga
intelektual itu pun saling beradu pendapat tentang tentang kebudayaan
Indonesia. Perdebatan itu kemudian meluas dan melibatkan lebih banyak
Intelektual : dr. Seotomo, Adinegoro, Tjindarboemi, Ki Hajad Dewantara dan
dr. Mohammad Amir. Tulisan-tulisan dari para intelektual yang terlibat
perdebatan di tahun 1930-an itu kemudian dikumpulkan oleh Achdiat Karta
Mihadrja, soerang Wartwan. Pada tahun 1948. Iakemudian ia menerbitkan
buku yang berjudul „‟Polemik Kebudayaan”. Demikianlah sampai saat ini
perdebatan itu dikenal. Dikenal dengan judul “Polemik Kebudayaan‟‟ , silang
pendapat yang terjadi kalangan pemikir kebudayaan.
Perdebatan terjadi pada tahun 1930-an tidak berlangsung
secara terus menerus dari tahun 1935-1939, melainkan secar bertahap. Ada
tiga tahapan perdebatan sebagaimana disusun oleh Achdiat Karta Mihardja
dalam bukunya.2 Pada tahap pertama perdebatan yang terjadi antara Sutan
Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan Dr, Raden Mas perdebatan berlangsung
pada bulan september 1935 dan dimuat dalam Majalah Peodjangga Baru dan
Harian Oemum. Perdebatan tahap pertama ini membahas tentang kebudayaan
sebagai haluan bagi Indonesia melangkah ke depan. Pedebatan tahap ke dua
terjadi antara Sutan Takdir, dr Soetomo, Tjindarboemi, Adinegoro, Ki Hadjar
Dewantara, dan dr. Mohammad Amir, perdebatan ini berlangsung pada
Oktober 1935 April 1936. Perdebatan tahap kedua ini membahas tentang
persoalan pendidikan bagi bangsa Indonesia.
E. Pemikiran Pendidikan Nasional (Taman siswa dan INS)
Lahirnya Taman Siswa juga dinyatakan Ki Hadjar Dewantara sebagai
jalan kembalinya pendidikan bangsa Indonesia yang bercorak nasional Ki
Hadjar Dewantara menganggap bahwa konsep seperti ini merupakan pola
pendidikan asli Indonesia dan cocok diterapkan pada Taman Siswa. Hal ini
berbeda sekali dengan sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintahan
kolonial Belanda yang berbentuk kelas.
Sistem Among yang diterapkan Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Taman Siswa bertujuan untuk menekankan bahwa guru dapat menjadi pamong
bagi siswa sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta
menjadikan peserta didik terbebas dari tekanan-tekanan dan paksaan yang akan
membebani dan menghilangkan prinsip kemerdekaan dalam pendidikan.
Salah satu bentuk dari Sistem Among adalah kewajiban para guru dalam
berlaku sebagai pemimpin yang mampu mempengaruhi dan memberikan
dorongan dari belakang kepada para peserta didik, membangkitkan pemikiran-
pemikiran dan memberikan motivasi untuk berkembang kepada peserta didik
apabila berada ditengahtengah mereka, dan mampu memberikan contoh yang
baik dan menjadi inspirasi ketika berada didepan peserta didik.
Pendidikan INS Kayu Tanam, nama aslinya adalah Ruang Pendidik INS.
INS singkatan dari Indonesia Nederlandche School. Sekolah ini didirikan oleh
Mohammad Sjafei (lahir di Matan, Kalimantan Barat tahun 1895), pada tanggal
31 Oktober 1926 di Kayu Tanam Sumatera Barat (Umar Tirtarahardja dan La
Sulo, 2005:217). INS Kayu Tanam pada mulanya dipimpin oleh ayahnya,
kemudian diambil alih oleh Moh. Sjafei. Sekolah ini dimulai dengan 75 murid,
dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolahnya bergantian karena gurunya
hanya satu, yaitu Moh. Sjafei sendiri.
Pendidikan INS Kayu Tanam memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan.
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
4. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung
jawab.
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
Setya Raharja, Penyelenggaraan Pendidikan Indonesia Nederlandche
School (INS) Kayu Tanam Program Pendidikan dan Kurikulum Pendidikan
INS Kayu Tanam Terdapat beberapa program yang dilakukan oleh Moh.
Syafei dan kawan-kawan dalam mengembangan pendidikan nasional (Umar
Tirtarahardja dan La Sulo, 2005:220), antara lain :
1. memantapkan dan menyebarluaskan gagasan-gagasan tentang pendidikan
nasional.
2. pengembangan kelembagaan, sarana prasarana pendidikan.
3. pemberantasan buta huruf.
4. penerbitan majalah anak-anak.
F. Pemikiran Ekonomi Kolonial vs Ekonomi Nasional
1. Pemikiran Ekonomi Kolonial
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir bangkrut
setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro 1825-1830), dan
Perang Paderi di Sumatera Barat (1821- 1837), Gubernur Jendral Van den
Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa
(Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintah jajahan
yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan yang
besar. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang
sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib
menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman
tertentu dan sekaligus menjualnya pada harga yang ditetapkan kepada
pemerintah.Maka tidak ada perkembangan yang bebas dari sistem pasar.
Periode sejarah Indonesia 1870-1900 sering disebut sebagai masa
liberalisme. Pada periode tersebut untuk pertama kalinya dalam sejarah
kolonial Indonesia kepada kaum pengusaha dan modal swasta diberikan
peluang sepenuhnya untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha
kegiatan di Indonesia terutama dalam industri-industri perkebunan besar
baik di Jawa maupun daerah-daerah luar Jawa. Selama masa ini modal
swasta dari Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah mendirikan
berbagai perkebunan kopi, teh, gula, dan kina yang besar di Deli, Sumatera
Timur.
Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Di satu pihak
Undang Undang Agraria itu bertujuan melindungi petani-petani Indonesia
terhadap kehilangan hak milik atas tanah mereka terhadap orang-orang
asing, dan di pihak lain Undang-Undang tersebut membuka peluang bagi
orang-orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia bagi
kepentingan perkebunan. Demikianlah sejak tahun 1870 industri-industri
perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.Dengan dibebaskannya
kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta
penghapusan unsur paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong
perkembangan ekonomi Hindia-Belanda. Undang-undang Agraria tahun
1870 membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan
para pengusaha dijamin.
2. Pemikiran Ekonomi Nasional
Perkembangan perekonomian di Indonesia tak lepas dari peran
para pemikir ekonomi Indonesia. Para pemikir tersebut ahli di berbagai
bidang. Negara kita memiliki banyak tokoh ekonomi yang terkenal.
Begitu banyaknya tokoh ekonomi Indonesia, maka dalam diktat ini hanya
akan membahas beberapa tokoh ekonomi. Di antaranya, Mohammad
Hatta, Sumitro Djojohadikusumo.
Pemikiran ekonomi Bung Hatta menghubungkan teori ekonomi,
realitas, dan keinginan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
Hattanomics sendiri memiliki tiga pilar utama yaitu: penguasaan aset oleh
negara, kontrol terhadap swasta, dan tumbuhnya perekonomian rakyat
yang mandiri. Bung Hatta memiliki pandangan bahwa penguasaan negara
atas aset nasional bukan hanya pada produksi listrik, telepon, air minum,
dan kereta api, tetapi juga kekuasaan atas industri-industri pokok seperti
pertambangan, kehutanan bahkan perbankan. Sehingga negara benar-benar
memegang semua cabang produksi yang “menguasai hajat hidup orang
banyak”.
Untuk merealisasikan hal ini, Negara boleh menggunakan
pinjaman dari luar negeri dengan beberapa persyaratan, yaitu hutang harus
bisa diangsur dari kelebihan produksi sehingga tidak mengurangi
pendapatan negara dari pajak. Selain itu yang sangat penting adalah harus
ada pengalihan keterampilan pengelolaan perusahaan dari tenaga ahli
asing kepada tenaga lokal. Akhirnya, agar bisa mengubah kebijakan
perekonomian pada masa penjajahan Belanda, Bung Hatta terjun ke dunia
politik. Dengan latar belakang penyusun UUD 1945, Bung Hatta berusaha
sekuat tenaga untuk memasukkan ekonomi kerakyatan sebagai prinsip
dasar sistem perekonomian Indonesia.Mohammad Hatta berusaha
menciptakan ekonomi yang mengimplementasikan nilai-nilai Pancaila
dalam kegiatan ekonomi. Karena penjajahan yang terlalu lama menindas
Indonesia selama 3 abad membuat masyarakat Indonesia trauma akibat
pemerasan, kerjasama yang lebih menguntungkan pihak asing daripada
pribumi.
Mohammad Hatta membuat sistem perekonomian yang
menguntungkan anggotanya, menyejahterakan anggotanya agar
perekonomian di Indonesia berjalan dengan lancar. Pendidikan dan
transmigrasi juga diperlukan untuk memperbaiki perekonomian
mendatang, misalnya melalui sekolah diadakan pendidikan tentang
koperasi.Jadi, masyarakat mengetahui koperasi sejak dini bahkan bisa
memperbaiki perekonomian dengan mengembangkan koperasi dengan
variasi-variasi. Sedangkan transmigrasi digunakan untuk menyebarkan
penduduk ke pulau-pulau yang masih jarang penduduknya.
Sumitro Djojohadikusumo yang lebih dikenal dengan Pak Cum,
telah banyak mendedikasikan tenaga dan pikiran untuk memperjuangkan
Indonesia dari keruntuhan ekonomi akibat inflasi 600% membangun
perkonomian bangsa untuk mengejar ketinggalan dari bangsa lain, dan
membangkitkannya kembali dari keterpurukan krisis, Pak Cum yang
menjadi Doktor Ekonomi pada usia 26 tahun, sadar bahwa untuk
membangun sebuah bangsa diperlukan sumber daya menusia yang
memiliki kualitas yang tinggi. Untuk itu, pendidikan merupakan sarana
penting guna mencetak SDM handal. Dari awal perjanganya, perhatian
Pak Cum pada pendidikan sangatlah besar. Berbagai usaha pun telah
dilakukan untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas.
Beliaulah yang pertama kali mendirikan Fakultas Ekonomi yang pada
waktu itu ada di Universitas Indonesia. Beliau juga merupakan salah satu
pendiri Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia di tahun 1955.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah pemikiran Modern Indonesia Sebelum kemerdekaan dimulai
dengan pembahasan menegenai Asal-usul nama Indonesia mulai dikenal pada
media tahun 1800-an. Menurut sejarawan Universitas Oxford, Peter Carey,
nama Indonesia muncul dan diperkenalkan James Richardson Logan (1819-
1869) tahun 1850 dalam Journal of Indian Archipelago and Eastern Asia.
Sselanjutnya, pada masa seblum kemerekaan tepatnya setelah politik etis
diberlakukan, pemikiran-pemikiran di inonesia banyak berkembang. Pada saat
itu terdapat 3 aliran pemikiran utama yatu islamisme, Marxisme, dan
nasionalisme. Nyatanya ketiga aliran ini saling memppengaruhi satu dengan
yang lainnya. Misalnya sjaa dengan aliran Islamisme yang melahirkan
organisasi Sarekat Islam. Dalam organisasi ini ternyata bukan hamya dipenuhi
oleh orang-orang islamisme, namun jjug aterdapat tokoh masrxisme dan
Nasionalisme didalamnya. Pemikiran-pemikran yang berkembang pada masa
itu turut serta memepengaruhi tokoh untuk mengungkapkan analisis nya
menegnasi nasib Indonesia di Masa depan. Setidakanya terdapat 3 orang tokoh
yaitu Tan Malaka, Soekarno, dan Moh.Hatta.
Perkembangan pendidikan juga tak luput dari pengaruh pemikiran
tersebut. Seperti berkembangnya Taman Sisa wan INS serta beragamnya
polemic kebudayaan yang terjadi pada tahun 1930-an.
B. Saran
Dalam makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. oleh karena itu kami penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca, agar dapat menyusun makalah
dengan lebih baik lagi , dan makalah ini kami harapkan dapat membantu dan
memberikan pengetahuan bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Adurrachman, Surjomihardjo. 1986. Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa
Dalam Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan
Alfian. 1981. Pemikiran dan perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia
Daliman, A. 2001. Sejarah Indonesia Abad 19- Awal Abad 20. Yogyakarta: FIS
UNY
Malaka, Tan. 2017. Menuju Merdeka 100%. Yogyakarta: Narasi
Mihardja, Acdhdiat Karta. 1997.Polemik Kebudayaan. Jakarta : Pustaka Jaya

Anda mungkin juga menyukai