Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Tentang
KONSEP KUALISSI AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu : ‘Bapak MUHAMMAD. M,Pd’

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. SANDI PUTRA
2. YUNITA RAHMAWATI
3. MI’RAJ
4. ENJELI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKP TAMAN SISWA BIMA
TAHUN AJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-
Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada
mereka yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi
penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini bisa
memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang lebih baik
lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan
atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh
penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah
ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi....................................................................................................................
B. Pemikiran ................................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis
kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat
vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya
dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping
melalui organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan melalui
jalur pendidikan. Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada
masa itu tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada
kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada
perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih
luas.
Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional
yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu muncul seorang
tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki
Hajar Dewantara. Ia bersama rekan-rekannya mencurahkan perhatian di bidang
pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah itu ia
pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs
Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922.
Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta
didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan. Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa.
Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan
Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan
memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia
juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah
ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar
pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia
1.2 . Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat
ditarik beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam makalah
tentang Ki Hajar Dewantara ini. Pokok permasalahanya adalah:
a. Riwayat Hidup
b. Pemikiran Tentang Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir
dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan
keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap
berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki
Hadjar Dewantara.
Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di
depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian
demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah
Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai
wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De
Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada
masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif,
tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi
pembacanya. Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam
organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu
itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan
dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember
1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha
mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada
pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui
Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan
menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913.
Karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme
rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda. Ia melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud
merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis
dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan
tersebut. Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat
tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda)
dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua
untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam
surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.
Akibat karangannya yang menghina itu, pemerintah kolonial Belanda
melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses
pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman
dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk
bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka. Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa
memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka
diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan
hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan
pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh
Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air
ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah perguruan yang
bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan
Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa
dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa,
ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia
berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar
Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan
pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei
dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan
Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar
Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. Dua tahun
setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada
tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian oleh
pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti
Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara.
Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar
sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi
museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta
data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik,
budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan
dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur
Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman
internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat
tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke
Pulau Bangka. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan
seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada
membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat
untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial.
Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker
dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda. Namun
mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa
memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke
Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran,
sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche
Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan
perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih
kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan
seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional,
Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa ( Perguruan Nasional Tamansiswa ) pada 3
Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada
peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa.
Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan
Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan
memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga
tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan
dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah.
Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional
bagi bangsa Indonesia.
Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan
pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga
Rakyat ( Putera ) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan
di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah
zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara
bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ( bapak
Pendidikan Nasional ) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan
Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat
keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan
lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah
Mada pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal
dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian
oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti
Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar
sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi
museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data
surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan
sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan
Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu
memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku,
budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus
didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Hari lahirnya, diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani
(di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).

B. Pemikiran Tentang Pendidikan


Pemikiran Tentang Pendidikan Dalam berbagai sumber tulisan tentang
pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan
persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar
Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf
insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi
eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan
dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini
membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir
aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri”
sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi).
Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya
pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu
menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan
demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem
“Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.
Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah
(kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan
manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan,
martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hajar
Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru
yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri
untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini
telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi
Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat
dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi
pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang
berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang
mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini.
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu
dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk
menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi
pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya
sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas. Nama Hajar
Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan
kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang
yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-
masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia
ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati
sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan
kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut,
maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah
memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic.
Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan
independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya
berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan
perwujudan dari kehendak Tuhan.
Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan
cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia.
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang
berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan
penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu
hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan
memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap
individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap
dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri,
mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru
hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi
kebahagiaan para peserta didiknya.
Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang
sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode
ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the
head, the heart, and the hand).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
SIFAT YANG DAPAT DITELADANI DARI KI HAJAR DEWANTARA
Ø  Ki Hadjar Dewantara adalah sosok yang melebihkan usaha daripada bicara.
Menempatkan harga dirinya atas rasa percaya akan kekuatannya sendiri. Sebagai
perwira yang berani dan bijaksana, sebagai prajurit yang berani dan setia.
Meninggalkan gelar kebangsawanannya, jika ternyata gelarnya itu dirasa dapat
menghalanginya berbaur dengan rakyat. Semuanya itu dipersembahkan untuk
kepentingan rakyat dengan tidak mengambil keuntungan sedikitpun untuk diri
dan keluarganya.
Ø  Ajaran keteladanan yang dibawa Ki Hajar Dewantoro Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing
Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, pada intinya adalah seorang guru
harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi siswanya.
Makna Ing Ngarso Sun Tulodo artinya menjadi seorang guru yang berada di
depan, harus mampu bersikap dan berperilaku yang baik dalam segala langkah
dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak didiknya. Ing Madyo
Mbangun Karso bermakna bahwa seorang guru ditengah kesibukannya juga
harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat para siswanya. Ia
mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungan pembelajaran dengan
menciptakan suasana belajar yang lebih kodusif. Tut Wuri Handayani artinya
seorang guru harus mampu memberikan dorongan moral dan semangat dari
belakang. Dorongan moral ini dibutuhkan para siswa karena hal ini dapat
menumbuhkan motivasi dan semangat siswa.
Ø  Begitu cerdas pemikiran Ki Hajar Dewantara yang bersumber dari kemuliaan hati
dan cita-citanya. Menurutnya, pendidikan di Indonesia haruslah bersumber dari
budaya nasional, menjadi bangsa yang merdeka, dan independen baik secara
politik, ekonomi, maupun spiritual. Pendidikan juga harus merdeka dari segala
hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian diri manusia. Suasana
yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada
kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap
masing-masing anggotanya sehingga hak setiap individu patut dihormati.
Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab
akan memisahkan orang satu dengan orang yang lain. Pendidikan hendaknya
memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi
harus tetap dipertimbangkan sehingga pendidikan dapat memperkuat rasa
percaya diri dan mengembangkan harga diri. Setiap individu akan dapat
berkembang sesuai dengan kemampuan dan kemauan masing-masing. Ia akan
mekar dengan caranya sendiri dan akan wangi dengan harumnya sendiri. Setiap
orang hidup sederhana karena bahagia dengan dirinya yang bermakna.
Sedangkan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi
kebahagiaan para peserta didiknya.
Ø  Ki Hajar Dewantara merupajan sosok yang pekerja keras.
Ø  Ki Hajar Dewantara memiliki sifat ulet dan rajin.
Ø  Ki Hajar Dewantara  membela kebenaran dan mampu menetang pihak Belanda
dengan pendapat –  pendapatnya yang sudah termuat dalam surat kabar.
Ø  Kegigihan Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan Taman siswa.
Ø  Semangat Ki Hajar Dewantara dalam memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa
membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi,
status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai
kemerdekaan yang asasi.
Ø  Ki hajar dewantara adalah seseorang yang cerdas, cinta tanah air, dan membela
tanah air
Ø  Memiliki sikap pantang menyerah serta mau mengorbankan jiwa dan raga untuk
Negara, beliau lebih mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi.
Ø  Mempunyai tekad yang kuat untuk memajukan generasi bangsa melalui
pendidikan.

Ø  Ki Hadjar Dewantara sebagai sosok teladan, pelopor, dan penyemangat mengatasi


persoalan aman dan beliau gigih berjuang “memintarkan” rakyat Indonesia, dan
sekaligus “mengenyahkan” penjajahan dari tanah Indonesia. Kebesaran jasanya
tergambarkan sebagai satriya pinandhita.
DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta:


Insist Press dan Pustaka Pelajar. Ardhana, Wayan (1991). Kebijakan pemerintah dalam
strategi pendidikan nasional. Makalah dalam Seminar Televisi Perididikan Indonesia di
Surabaya, 23 Februari . Tjaya, Thomas Hidya, 2004, Mencari Orientasi Pendidikan,
Sebuah Perspektif Historis, Jakarta, Barnadib, Imam, 1988, Filsafat Pendidikan, Sistem
Dan Metode, Andi Offset, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai