Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh Kelompok 1:

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Makalah .................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Makalah................................................................................................... 2
1.5 Metode Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 ............................................................................................................................... 3
2.2 .............................................................................................................................. 5
2.3 ............................................................................................................................... 5
2.4 .............................................................................................................................. 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling utama dalam membentuk karakter bangsa.
Menurut Ki Hajar Dewantoro di dalam buku pengantar ilmu pendidikan menyatakan bahwa,
“Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter, pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik
selaras dengan dunianya”.
Dalam pendidikan tidak terlepas dari sistem pembelajaran. Bagian suatu sistem yang
melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan sistem disebut komponen.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem itu terdiri atas komponen – komponen dan masing
– masing komponen itu mempunyai fungsi khusus.
Semua komponen dalam sistem pembelajaran haruslah saling berhubungan satu sama
lain. Sebagai misal dalam proses pembelajaran di sajikan penyampaian pesan melalui media,
maka diperlukan adanya aliran listrik untuk membantu memberikan sinar. Jika aliran listrik
tidak berfungsi, akan menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melangsungkan pembelajaran.
Dengan dasar inilah, pendekatan sistem dalam pembelajaran memerlukan hubungan antara
komponen yang satu dengan lainnya.
Penggabungan yang menimbulkan keterpaduan yang menyatakan bahwa suatu
keseluruhan itu mempunyai nilai atau kemampuan yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan jumlah bagian-bagian. Dalam kaitan dengan kegiatan pembelajaran, para guru
sebaiknya berusaha menjalin keterpaduan antara sesama guru, antar guru dengan siswa, atau
antar materi,guru, media, dan siswa. Sebab apalah artinya materi yang disiapkan kalau tidak
ada siswa yang menerima dan sebaliknya.Pendidikan di katakan sebagai system maka
komponen-komponen pendidikan itu meliputi peserta didik, pendidik, materi pendidikan,
alat dan metode, lingkungan pendidikan dan lain-lain yang menunjang usaha mencapai
tujuan system. Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen.
Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output (tamatan), instrumental input
(guru, kurikulum), environmental input (budaya, kependudukan, politik dan keamanan).
Namun, belum semua anak Indonesia bisa merasakan pendidikan yang layak. Karena masih
terdapat kekurangan dalam  ketersediaan komponen-komponen tersebut. Selain itu tidak

1
meratanya komponen-komponen yang ada. Hal ini menimbulkan berbagai masalah
pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dijabarkan tentang masalah
pendidikan di Indonesia, dampak yang ditimbulkan, serta solusi untuk mengatasi masalah
tersebut.
Semua kondisi dan masalah ril yang ada di daerah terpencil menjadi masalah bersama
yang menggugah rasa nasionalisme kita untuk mengatasinya. Dalam perpektif ini rasa
nasionalisme yang kita bangun terbentuk melalui kesadaran universal dari seluruh
komponen bangsa untuk bersama-sama memberi prioritas bagi percepatan pelayanan
pendidikan dan peningkat mutu pendidikan di daerah terpencil itu. Kita tidak lagi memikul
senjata untuk menentang segala bentuk kolonialisme dari luar tetapi kita membangun
semangat nasionalisme untuk merasakan dan mengambil sikap kongkret dalam
meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak bangsa ini, terutama anak-anak bangsa yang
terhimpit dan terlantar di balik deratan bukit dan lembah atau yang berada di daerah yang
terisolir dan tertinggal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apasaja faktor penyebab dari kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah
terpencil?
2. Apasaja dampak dari kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah terpencil?
3. Apasaja solusi dari kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah terpencil?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengidentifikasi faktor penyebab kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah
terpencil.
2. Mengidentifikasi dampak dari kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah
terpencil
3. Mengidentifikasi solusi untuk mengatasi masalah tentang kondisi sekolah yang tidak
layak khususnya di daerah terpencil

1.4 Metode Penulisan

2
Adapun metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan metode
kepustakaan dan metode penelusuran internet.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor Penyebab
1. Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai
Menjalankan proses pendidikan di daerah terpencil mungkin akan menjadi sulit baik bagi
para staff guru maupun murid, dikarenakan susahnya akses menuju sekolah. Ada
beberapa daerah yang apabila ke sekolah maka para siswanya harus menyeberangi danau
atau sungai terlebih dahulu, dan tidak ada kendaraan yang memfasilitasi kebutuhan
transportasi tersebut. Atau letak sekolah yang sangat terpencil sehingga tidak banyak
orang yang tahu jalan menuju ke sana. Selain itu, fasilitas pendukung belajar seperti
buku-buku sumber dan saranan lain seperti laboratorium dan arus listrik yang mendukung
kegiatan pembelajaran belum dimiliki oleh sekolah. Masih terdapat kondisi sekolah yang
tidak layak dikarenakan dengan lantai tanah berdebu, plafon pecah-pecah, bangku dan
kursi yang mencong kiri kanan khususnya di daerah terpencil. Anak-anak yang
bersekolah di daerah terpencil harus rela belajar dengan fasilitas yang sangat minim dan
keadaan yang tidak kondusif untuk belajar. Misalnya saja, papan tulis yang digunakan
masih blackboard yang masih menggunakan kapur. Itu pun dengan keadaan papan yang
sudah rusak atau persediaan kapur yang sangat terbatas. Sekolah-sekolah tersebut
biasanya belum memiliki lab beserta peralatannya, perpustakaan, dan fasilitas lain yang
seharusnya dimiliki oleh sebuah sekolah. Kamar mandinya pun dalam keadaan yang
sangat memprihatinkan. Siswa jarang ada yang memiliki buku dan  alat tulis. Kondisi
seperti ini sebenarnya tidaklah layak untuk proses belajar-mengajar.
2. Biaya Pendidikan
Penduduk daerah terpencil biasanya telah membiasakan anak-anak mereka untuk bekerja
sejak usia dini, untuk membantu pekerjaan orang tuanya. Hal ini dikarenakan
keterbatasan materi yang mereka miliki, atau dengan kata lain karena perekonomian
keluarga di daerah yang sangat terbatas. Maka akan sulit menyarankan atau membujuk
para orang tua di daerah terpencil untuk menyekolahkan anak-anaknya. Apabila mereka
memutuskan untuk menyekolahkan anak mereka, maka mereka akan harus menyiapkan
uang untuk membayar biaya sekolah. Padahal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari
saja sudah sulit, terlebih apabila anak mereka sekolah. Hal tersebut akan  menyebabkan
pendapatan mereka dalam sehari pun menjadi kurang. Oleh sebab itu, mereka enggan
untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang memiliki fasilitas yang memadai, karena
sekolah yang fasilitasnya memadai cenderung biaya sekolahnya mahal bagi mereka.
3. Kurikulu yang tidak sesuai
Sekarang ini, banyak sekolah yang mulai menerapkan kurikulum baru, yaitu kurikulum
2013. Namun, beberapa sekolah terpencil yang masih menerapkan kurikulum KTSP saja
masih terdapat ketidaksesuaian dengan mekanisme dan proses yang di standarkan.

3
Terlebih jika kurikulum 2013 benar akan di terapkan pada sekolah yang terpencil.
Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti penerapan kurikulum 2013. Dalam
penerapan kurikulum, tidak terlepas dari peran guru yang mengajar. Namun, di daerah
yang terpencil terdapat penempatan tenaga pengajar yang belum proporsional, karena
pengajar  yang ada tidak memiliki kualifikasi akademik seperti yang diharapkan oleh
sekolah. Akibatnya guru yang mengajar tidak mengikuti proses dan mekanisme
penerapan kurikulum yang sebenarnya. Selain itu, untuk pembuatan perangkat dan
proses, guru-guru hanya berbuat sebatas apa yang mereka tahu, tanpa mengikuti panduan
yang berlaku umum. Jadi, yang mereka lakukan tidak sesuai dengan kurikulum yang ada.
4. Guru yang kurang Profesional
Dalam pendidikan, guru merupakan salah satu komponennya. Oleh sebab itu peran guru
sangat berpengaruh dalam kualitas pendidikan. Berdasarkan P. (2012: 2) menyatakan
bahwa “Fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa banyak para guru yang
enggan mengajar di daerah terpencil dengan beragam alasan.” Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Berg (2006) terdapat di dalam P. (2012: 2) menemukan bahwa “salah satu
faktor yang menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar di daerah terpencil
adalah letak sekolah yang sulit dijangkau”. Selain itu, minimnya fasilitas dan hiburan.
Hal ini dikarenakan jauh dari pusat keramaian, fasilitas tempat tinggal yang kurang
memadai. Berdasarkan pendapat (Anonim, 2011) terdapat di dalam P. (2012: 2)
menyatakan bahwa “Akibatnya banyak guru yang merasa tidak nyaman dan mengajukan
pindah ke sekolah yang berada di perkotaan”. Saat ini sulit mencari guru yang dengan
sukarela mau mengajar di sekolah-sekolah di daerah terpencil. Masalah utamanya adalah
gaji yang jelas akan jauh lebih rendah bila deibandingkan dengan mengajar di kota-kota
besar. Faktor lainnya adalah tempat tinggal, untuk mengajar di daerah terpencil, guru
harus berangkat pagi-pagi dari rumahnya atau cara terbaik adalah tinggal di daerah itu
juga. Hal ini jarang diminati oleh para guru, karena prosesnya akan mempersulit
kahidupan mereka tentunya. “Meskipun banyak faktor yang menyebabkan merosotnya
mutu pendidikan, namun guru dapat dikatakan merupakan salah satu faktor penentu dan
berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam proses pembelajaran” menurut rusli
(2012). Masalah lainnya, dedikasi yang mereka berikan tidak berangkat dari kompetensi
dan spesifikasi ilmu yang mereka miliki. Selain itu, guru-guru hanya berbuat sebatas apa
yang mereka tahu, tanpa mengikuti panduan yang berlaku umum. Dengan demikian
berdampak pada kualitas proses karena guru-guru belum memiliki spesifikasi
profesionalitas untuk jenjang pendidikan pada satuan itu.
5. Aturan UU Pendidikan Kacau
Kondisi sekolah yang tidak layak akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan
Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke
bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar.
Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak
jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara
(BHMN). Menurut Muliani (2013) “Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa

4
contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial.”  BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
6. Kecilnya Rata-rata Alokasi Anggaran Pendidikan Baik di Tingkat Nasional,
Propinsi, maupun Kota dan Kabupaten. Privatisasi atau semakin melemahnya peran
negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk
memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari
APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya,
sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Menurut
Mulliani (2013) “Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.
Sedangkan alokasi yang digunakan untuk membayar hutang yaitu 25% dari APBN”.
Menurut Mubyarto (2010), menyatakan bahwa: Di daerah-daerah, terutama desa-
desa/kampung-kampung miskin, pemerintah daerah harus mampu mendorong terjadinya
revolusi atau perubahan radikal dalam menangani dunia pendidikan termasuk penyediaan
anggaran 20% dari APBD seperti yang “dianjurkan” UUD 1945 yang telah
diamandemen.
7. Kurang Adanya Perhatian dari Pemerintah Terhadap Sekolah Terpencil
Pemerintah biasanya luput akan pendistribusian peralatan dan perlengkapan sekolah di
daerah-daerah terpencil, sehingga sekolah-sekolah di daerah terpencil sangat sedikit, dan
biasanya kondisinya pun sudah memprihatinkan. Dalam penerapan kurikulum 2013,
Menurut pernyataan Kepala SDN 01 Menteng, Akhmad Solikhin terdapat di dalam Ciu
(2013) menyatakan bahwa “Rencana penambahan jam belajar siswa di sekolah
mencerminkan bahwa Kemendikbud tidak melihat kondisi sekolah-sekolah di daerah
kecil ”. Selain itu, menambah jam pelajaran bukanlah solusi yang baik dan tepat sebelum
komponen-komponen dalam pendidikan diperbaiki.
(a) DampakKualitas Sumber Daya Manusia Rendah
Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu dampak dari
kondisi sekolah yang tidak layak. Sumber daya manusia (SDM) merupakan
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk  mewujudkan perannya
sebagai makhluk sosial. Selain itu, kualitas sumber daya manusia dapat
mencerminkan kualitas pendidikan dari negara tersebut. Apabila anak-anak
sebagai sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial tidak dikembangkan,
maka nantinya mereka akan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas rendah.
(b)Menurunnya Minat Siswa untuk Belajar
Kondisi sekolah yang tidak layak dapat membuat minat siswa turun. Mereka akan
merasa tidak nyaman dengan kondisi pembelajaran yang mereka ikuti. Fasilitas
yang ada di dalam sekolah yang tidak layak hanya seadanya. Dengan demikian,
siswa akan merasa enggan untuk ke sekolah.
(c) Pendidikan yang Buruk
Selain SDM yang rendah, kondisi sekolah yang tidak layak dapat berdampak
pendidikan yang buruk. Pendidikan yang buruk dapat dilihat dari kualitas SDM-
nya. Hal ini dipengaruhi oleh sistem pembelajaran yang tidak sesuai dengan
standar yang ada. Guru yang tidak profesional juga merupakan salah satu faktor

5
ketidaksesuaian pembelajaran. Pendidikan yang buruk dapat berakibat negeri kita
kedepannya makin terpuruk.
(d)Mutu Pendidikan di Indonesia Masih Rendah
Dewasa ini, biaya sekolah semakin mahal. Hal ini menyebabkan mutu pendidikan
di Indonesia yang masih rendah, karena sekolah-sekolah gratis yang terdapat di
daerah terpencil dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku
persekolahan. Selain itu alokasi dana untuk pendidikan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. Keadaan tersebut memaksa sekolah yang berada di daerah terpencil
hanya menggunakan fasilitas yang ada. Fasilitas mereka yang tidak layak untuk
pembelajaran membuat proses pembelajaran terganggu, dan berakibat rendahnya
mutu pendidikan di sekolah tersebut.

2.2 SOLUSI
1. Pendidikan Harus Dijadikan Prioritas dalam Pembangunan Negara
Pendidikan harus dijadikan prioritas dalam negara, karena dengan pendidikan akan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Apabila manusia yang ada memiliki
intelektual tinggi, mereka akan mudah bersaing dalam persaingan global. Dengan
demikian, negara kita tidak akan menjadi negara yang tertinggal. Sehingga pembangunan
negara akan semakin maju. Oleh sebab itu, perhatian pemerintah terhadap pendidikan
sangatlah diharapkan untuk kelancaran dalam penyediaan sarana dan prasarana
pembelajaran.
2. Kesadaran Masyarakat Masyarakat dapat berperan serta dalam memperbaiki fasilitas
yang  ada, agar di daerah terpencil tetap memiliki fasilitas yang layak. Sehingga siswa
merasa nyaman dalam proses belajar-mengajar. Walaupun dengan biaya yang minim,
masyarakat dapat bergotong-royong untuk memperbaiki fasilitas agar lebih baik.
3. Guru yang profesional dan Merata
Untuk mengatasi masalah guru dapat dilakukan beberapa cara menurut Akim (2010),
antara lain:
(a) Mengangkat Guru Honor (dilakukan dengan dukungan dana BOS)
(b) Mengangkat Guru Kontrak (program bank dunia yang sudah ditiadakan)
(c) Mengangkat Guru baru (tergantung kuota)
(d) Mutasi berkala dan terbuka
(e) Mutasi horisontal dan vertikal
(f) Penugasan/pergerakan guru ke daerah/sekolah yang kurang guru dari sekolah
yang cukup guru (mobile teacher). Program tersebut merupakan program Mobile
Teacher untuk mengatasi kekurangan guru. Memberikan bantuan kesejahteraan
bagi tenaga didik yang bertugas di daerah terpencil agar mereka senantiasa
dengan senang hati dan ke-ikhlas-an dalam menjalankan pekerjaannya dan tidak
merasa dibebani.
4. Kurikulum yang Tepat
Sebelum menerapkan kurikulum yang baru, sebaiknya kurikulum yang sudah diterapkan,
diperbaiki terlebih dahulu dengan mekanisme dan proses yang di standarkan. Dengan

6
begitu, sekolah tersebut dapat memperbaiki kualitas pembelajarannya. Jadi, walaupun
sarana dan prasarana kurang memadai tetap menjadikan sekolah tersebut berkualitas
dalam pembelajarannya (materi).
5. Memiliki Sistem Administrasi dan Birokrasi yang Baik dan Tidak Berbelit-belit
Sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit yaitu anggaran yang
transparan dan biaya yang tidak membebankan bagi masyarakat menengah kebawah. Hal
ini sangat diharapkan agar semua kalangan dapat menikmati pendidikan tanpa terbebani
oleh biaya yang memberatkan bagi mereka (khususnya menengah kebawah).
6. Pemerataan Pendidikan
Menurut Ihsan (2008),  “Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut
perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.”Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan
yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran
pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu,
perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan
yang penting dalam usaha pemerataan pendidikan.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pendidikan di katakan sebagai sistem maka komponen-komponen pendidikan itu
meliputi peserta didik, pendidik, materi pendidikan, alat dan metode, lingkungan
pendidikan dan lain-lain yang menunjang usaha mencapai tujuan sistem.
2. Masih terdapat kondisi sekolah yang tidak layak khususnya di daerah terpencil
3. Faktor Penyebab: sarana dan prasarana yang kurang memadai, biaya pendidikan,
kurikulum yang tidak sesuai, guru yang kurang profesional, aturan UU Pendidikan
kacau, kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kota dan kabupaten, dan kurang adanya perhatian dari pemerintah terhadap
sekolah terpencil,
4. Dampak : kualitas sumber daya manusia rendah, pendidikan yang buruk, mutu
pendidikan di Indonesia masih rendah,
5. Solusi: pendidikan harus dijadikan prioritas dalam pembangunan negera, kesadaran
masyarakat, guru yang profesional dan merata, kurikulum yang tepat, memiliki sistem
administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit, pemerataan pendidikan.

3.2 Saran
1. Hendaknya pemerintah memperhatikan sarana dan prasarana sekolah yang berada di
daerah terpencil.
2. Hendaknya pemerintah dapat memberikan alokasi anggaaran yang sesuai dengan
keadaan pendidikan yang ada
3. Hendaknya pemerintah dapat memberikan fasilitas yang memadai dan biaya yang tidak
memberatkan siswa, agar semua orang dapat mengenyam pendidikan khususnya
sekolah yang berada di daerah terpencil

8
4. Seyogyanya pemerintah daerah mampu mendorong terjadinya revolusi atau perubahan
radikal dalam menangani dunia pendidikan termasuk penyediaan anggaran 20% dari
APBD seperti yang “dianjurkan” UUD 1945 yang telah diamandemen.
5. Hendaknya masyarakat dapat bergotong-royong dan berperan serta untuk memperbaiki
fasilitas pendidikan.
3.2

Anda mungkin juga menyukai