Makalah
Dibuat oleh : Julaikha Rizki Puspitasari
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling utama dalam
membentuk karakter bangsa. Menurut Ki Hajar
Dewantoro di dalam buku pengantar ilmu pendidikan
menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek) dan tubuh
anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras
dengan dunianya”.
Dalam pendidikan tidak terlepas dari sistem
pembelajaran. Bagian suatu sistem yang
melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha
mencapai tujuan sistem disebut komponen. Dengan
demikian, jelaslah bahwa sistem itu terdiri atas
komponen – komponen dan masing – masing
komponen itu mempunyai fungsi khusus.
Semua komponen dalam sistem pembelajaran
haruslah saling berhubungan satu sama lain. Sebagai
misal dalam proses pembelajaran di sajikan
penyampaian pesan melalui media, maka diperlukan
adanya aliran listrik untuk membantu memberikan
sinar. Jika aliran listrik tidak berfungsi, akan
menimbulkan kesulitan bagi guru dalam
melangsungkan pembelajaran. Dengan dasar inilah,
pendekatan sistem dalam pembelajaran memerlukan
hubungan antara komponen yang satu dengan
lainnya.
Rumusan Masalah
1. Apasaja faktor penyebab dari kondisi sekolah
yang tidak layak khususnya di daerah terpencil?
2. Apasaja dampak dari kondisi sekolah yang tidak
layak khususnya di daerah terpencil?
3. Apasaja solusi dari kondisi sekolah yang tidak
layak khususnya di daerah terpencil?
Tujuan
1. Mengidentifikasi faktor penyebab kondisi
sekolah yang tidak layak khususnya di daerah
terpencil.
2. Mengidentifikasi dampak dari kondisi sekolah
yang tidak layak khususnya di daerah terpencil
3. Mengidentifikasi solusi untuk mengatasi
masalah tentang kondisi sekolah yang tidak layak
khususnya di daerah terpencil
BAB II
ISI
Faktor Penyebab
1. Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai
Menjalankan proses pendidikan di daerah terpencil
mungkin akan menjadi sulit baik bagi para staff guru
maupun murid, dikarenakan susahnya akses menuju
sekolah. Ada beberapa daerah yang apabila ke
sekolah maka para siswanya harus menyeberangi
danau atau sungai terlebih dahulu, dan tidak ada
kendaraan yang memfasilitasi kebutuhan transportasi
tersebut. Atau letak sekolah yang sangat terpencil
sehingga tidak banyak orang yang tahu jalan menuju
ke sana.
Selain itu, fasilitas pendukung belajar seperti buku-
buku sumber dan saranan lain seperti laboratorium
dan arus listrik yang mendukung kegiatan
pembelajaran belum dimiliki oleh sekolah.
Masih terdapat kondisi sekolah yang tidak layak
dikarenakan dengan lantai tanah berdebu, plafon
pecah-pecah, bangku dan kursi yang mencong kiri
kanan khususnya di daerah terpencil.
Anak-anak yang bersekolah di daerah terpencil harus
rela belajar dengan fasilitas yang sangat minim dan
keadaan yang tidak kondusif untuk belajar. Misalnya
saja, papan tulis yang digunakan masih blackboard
yang masih menggunakan kapur. Itu pun dengan
keadaan papan yang sudah rusak atau persediaan
kapur yang sangat terbatas.
Sekolah-sekolah tersebut biasanya belum memiliki
lab beserta peralatannya, perpustakaan, dan fasilitas
lain yang seharusnya dimiliki oleh sebuah sekolah.
Kamar mandinya pun dalam keadaan yang sangat
memprihatinkan. Siswa jarang ada yang memiliki
buku dan alat tulis. Kondisi seperti ini sebenarnya
tidaklah layak untuk proses belajar-mengajar.
2. Biaya Pendidikan
Penduduk daerah terpencil biasanya telah
membiasakan anak-anak mereka untuk bekerja sejak
usia dini, untuk membantu pekerjaan orang tuanya.
Hal ini dikarenakan keterbatasan materi yang mereka
miliki, atau dengan kata lain karena perekonomian
keluarga di daerah yang sangat terbatas. Maka akan
sulit menyarankan atau membujuk para orang tua di
daerah terpencil untuk menyekolahkan anak-
anaknya. Apabila mereka memutuskan untuk
menyekolahkan anak mereka, maka mereka akan
harus menyiapkan uang untuk membayar biaya
sekolah. Padahal untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari saja sudah sulit, terlebih apabila anak mereka
sekolah. Hal tersebut akan menyebabkan pendapatan
mereka dalam sehari pun menjadi kurang. Oleh
sebab itu, mereka enggan untuk menyekolahkan
anaknya di sekolah yang memiliki fasilitas yang
memadai, karena sekolah yang fasilitasnya memadai
cenderung biaya sekolahnya mahal bagi mereka.
3. Kurikulum yang Tidak Sesuai
Sekarang ini, banyak sekolah yang mulai
menerapkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013.
Namun, beberapa sekolah terpencil yang masih
menerapkan kurikulum KTSP saja masih terdapat
ketidaksesuaian dengan mekanisme dan proses yang
di standarkan. Terlebih jika kurikulum 2013 benar
akan di terapkan pada sekolah yang terpencil.
Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
penerapan kurikulum 2013.
Dalam penerapan kurikulum, tidak terlepas dari
peran guru yang mengajar. Namun, di daerah yang
terpencil terdapat penempatan tenaga pengajar yang
belum proporsional, karena pengajar yang ada tidak
memiliki kualifikasi akademik seperti yang
diharapkan oleh sekolah. Akibatnya guru yang
mengajar tidak mengikuti proses dan mekanisme
penerapan kurikulum yang sebenarnya. Selain itu,
untuk pembuatan perangkat dan proses, guru-guru
hanya berbuat sebatas apa yang mereka tahu, tanpa
mengikuti panduan yang berlaku umum. Jadi, yang
mereka lakukan tidak sesuai dengan kurikulum yang
ada.
4. Guru yang Kurang Profesional
Dalam pendidikan, guru merupakan salah satu
komponennya. Oleh sebab itu peran guru sangat
berpengaruh dalam kualitas pendidikan.
Berdasarkan P. (2012: 2) menyatakan bahwa “Fakta
yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa
banyak para guru yang enggan mengajar di daerah
terpencil dengan beragam alasan.” Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Berg (2006) terdapat di dalam P.
(2012: 2) menemukan bahwa “salah satu faktor yang
menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar
di daerah terpencil adalah letak sekolah yang sulit
dijangkau”.
Selain itu, minimnya fasilitas dan hiburan. Hal ini
dikarenakan jauh dari pusat keramaian, fasilitas
tempat tinggal yang kurang memadai. Berdasarkan
pendapat (Anonim, 2011) terdapat di dalam P. (2012:
2) menyatakan bahwa “Akibatnya banyak guru yang
merasa tidak nyaman dan mengajukan pindah ke
sekolah yang berada di perkotaan”.
Saat ini sulit mencari guru yang dengan sukarela mau
mengajar di sekolah-sekolah di daerah terpencil.
Masalah utamanya adalah gaji yang jelas akan jauh
lebih rendah bila deibandingkan dengan mengajar di
kota-kota besar. Faktor lainnya adalah tempat
tinggal, untuk mengajar di daerah terpencil, guru
harus berangkat pagi-pagi dari rumahnya atau cara
terbaik adalah tinggal di daerah itu juga. Hal ini
jarang diminati oleh para guru, karena prosesnya
akan mempersulit kahidupan mereka tentunya.
“Meskipun banyak faktor yang menyebabkan
merosotnya mutu pendidikan, namun guru dapat
dikatakan merupakan salah satu faktor penentu dan
berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam
proses pembelajaran” menurut rusli (2012).
Masalah lainnya, dedikasi yang mereka berikan tidak
berangkat dari kompetensi dan spesifikasi ilmu yang
mereka miliki. Selain itu, guru-guru hanya berbuat
sebatas apa yang mereka tahu, tanpa mengikuti
panduan yang berlaku umum. Dengan demikian
berdampak pada kualitas proses karena guru-guru
belum memiliki spesifikasi profesionalitas untuk
jenjang pendidikan pada satuan itu.
Solusi
1. Pendidikan Harus Dijadikan Prioritas dalam
Pembangunan Negara
Pendidikan harus dijadikan prioritas dalam negara,
karena dengan pendidikan akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Apabila manusia yang
ada memiliki intelektual tinggi, mereka akan mudah
bersaing dalam persaingan global. Dengan demikian,
negara kita tidak akan menjadi negara yang
tertinggal. Sehingga pembangunan negara akan
semakin maju. Oleh sebab itu, perhatian pemerintah
terhadap pendidikan sangatlah diharapkan untuk
kelancaran dalam penyediaan sarana dan prasarana
pembelajaran.
2. Kesadaran Masyarakat
Masyarakat dapat berperan serta dalam memperbaiki
fasilitas yang ada, agar di daerah terpencil tetap
memiliki fasilitas yang layak. Sehingga siswa merasa
nyaman dalam proses belajar-mengajar. Walaupun
dengan biaya yang minim, masyarakat dapat
bergotong-royong untuk memperbaiki fasilitas agar
lebih baik.
6. Pemerataan Pendidikan
Menurut Ihsan (2008), “Pemerataan dan perluasan
pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan
belajar merupakan salah satu sasaran dalam
pelaksanaan pembangunan nasional.”Dalam usaha
pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang
serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya
dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam
bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan.
Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang
penting dalam usaha pemerataan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pendidikan di katakan sebagai sistem maka
komponen-komponen pendidikan itu meliputi peserta
didik, pendidik, materi pendidikan, alat dan metode,
lingkungan pendidikan dan lain-lain yang menunjang
usaha mencapai tujuan sistem.
2. Masih terdapat kondisi sekolah yang tidak layak
khususnya di daerah terpencil
3. Faktor Penyebab: sarana dan prasarana yang
kurang memadai, biaya pendidikan, kurikulum yang
tidak sesuai, guru yang kurang profesional, aturan
UU Pendidikan kacau, kecilnya rata-rata alokasi
anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,
propinsi, maupun kota dan kabupaten, dan kurang
adanya perhatian dari pemerintah terhadap sekolah
terpencil,
4. Dampak : kualitas sumber daya manusia rendah,
pendidikan yang buruk, mutu pendidikan di
Indonesia masih rendah,
5. Solusi: pendidikan harus dijadikan prioritas
dalam pembangunan negera, kesadaran masyarakat,
guru yang profesional dan merata, kurikulum yang
tepat, memiliki sistem administrasi dan birokrasi
yang baik dan tidak berbelit-belit, pemerataan
pendidikan.
Saran
1. Hendaknya pemerintah memperhatikan sarana
dan prasarana sekolah yang berada di daerah
terpencil.
2. Hendaknya pemerintah dapat memberikan
alokasi anggaaran yang sesuai dengan keadaan
pendidikan yang ada
3. Hendaknya pemerintah dapat memberikan
fasilitas yang memadai dan biaya yang tidak
memberatkan siswa, agar semua orang dapat
mengenyam pendidikan khususnya sekolah yang
berada di daerah terpencil
4. Seyogyanya pemerintah daerah mampu
mendorong terjadinya revolusi atau perubahan
radikal dalam menangani dunia pendidikan termasuk
penyediaan anggaran 20% dari APBD seperti yang
“dianjurkan” UUD 1945 yang telah diamandemen.
5. Hendaknya masyarakat dapat bergotong-royong
dan berperan serta untuk memperbaiki fasilitas
pendidikan.
MAKALAH UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI
DAERAH-DAERAH TERPENCIL DI KABUPATEN KATINGAN
KALIMANTAN TENGAH
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut M.Afen yang menjabat sebagai Kabid Dikmenti Diknas Katingan, penyebab
rendahnya tingkat kelulusan di Daerah pedalaman adalah kondisi sekolah yang minim dan
terbatas baik dalam hal tenaga pengajar maupun sarana dan prasarana. Hal ini terbukti dengan
masih banyak guru yang belum memenuhi standar kualifikasi, gedung sekolah yang
bergantian pemakaiannya, buku pelajaran dan akses informasi yang terbatas, sebagai akibat
dari keterisoliran daerah tersebut.
Berdasarkan persoalan di atas, penulis akan memaparkan lebih detail daerah-daerah yang
termasuk daerah terpencil di Kabupaten Sintang, masalah-masalah pendidikan daerah
terpencil dan menawarkan altenatif pemecahan masalah pendidikan di daerah terpencil
tersebut.
Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat
(1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber
daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian,
tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk
mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal
perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan,
pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan,
sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya
yang besar.
Dengan adanya perbaikan dalam sarana dan prasarana, akses informasi dan tenaga
pengajar maka mutu pendidikan juga akan meningkat. Dengan meningkatnya kualitas
pendidikan, maka sumber daya manusia juga akan memberi kontribusi yang signifikan,
sehingga dengan sendirinya bidang-bidang lain juga akan berkembang dengan baik.
Pemerintah harus mengupayakan pemerataan pendidikan supaya pendidikan di Daerah-
daerah terpencil dapat terwujud.Seperti telah disebutkan dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (TAP MPR No. IV/MPR/1999) yang berbunyi
“mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti”.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing – masing dikatakan teratasi jika :
Dapat menyediakan kesempatan permerataan belajar, artinya : semua warga negara yang
butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya : perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Dapat terlaksana secara efisien, artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan
tujuan yang ditulis dalam rancangan.
Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan.
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Permasalahan Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan ada dua kategori
yaitu Masalah mikro dan masalah makro pendidikan.
• Masalah Mikro:
permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan pada butir A di atas,
yaitu masalah – masalah yg berlangsung di dlm sistem pendidikan itu sendiri.
• Masalah Makro:
- perkembangan iptek dan seni
- laju pertumbuhan penduduk
- aspirasi masyarakat
- keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan
dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,
diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru
dan prestasi siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah pendidikan
salah satunya adalah pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak
cukup berlangsung hanya secara insidental. Pendekatan keterampilan proses yang
sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditindaklanjuti dengan menyebarkan buku
panduannya kepada sekolah-sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Kalteng post (senin 17 agustus 2009)
www.kalimantan-news.com/berita.php.idb=2204
Shinichi Ichimura. 1996. Pembangunan Ekonomi Indonesia, Masalah Dan Analisis. Edisi
Revisi. UI Press.
http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/meningkatkan-mutu-
pendidikan.html.Diakses Pada 14 April 2014.
http://ichalolla.wordpress.com/2010/12/19/permasalahan-pokok-pendidikan-dan
pemecahannya/. Diakses pada 20 April 2014.
14
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPUL
AN
Paparan ide
dan
penjelasan
diatas
merupakan
bagian
terkecil
realitas yang
ada di
bangsakita
yang perlu
diberikan
ruang
khusus dan
perhatian
dari
pemerintah
pusat hingga
ke
daerah, juga
seluruh lapis
an
masyarakat.
Karena baga
imanapun ge
nerasi-
generasi mu
da
berikutnya j
uga berhak
mendapatka
n pendidikan
yang layak.
Pendidikan
di daerah ter
pencil mema
ng masihsan
gat rendah
bila di
bandingkan
dengan
kualitas
pendidikan
di daerah-
daerah yang
mudahterpan
tau langsung
oleh
pemerintaha
n pusat
maupun
daerah.
Hal-hal yang
menyebabka
n rendahnya
kualitas dan
mutu
pendidikan
di daerah
terpencil
diIndonesia
yaitu:a.
Rendahnya
sarana dan
prasarana
fisik, b.
Kurangnya
pemerataan
pendidikan,c
.
Masih
rendahnya
kesejahteraa
n guru,d.
Rendahnya
prestasi
siswa.Hal-
hal tersebut
hanya bisa
diatasi
dengan
adanya kerja
sama antara
pemerintaha
n
denganselur
uh lapisan
masyakarat
untuk menin
gkatkan
kualitas dan
mutu pendid
ikan
di daerahterp
encil,
adanya
perubahan
paradigma
dan pola
pikir
masyarakat,
peningkatan
sarana
dan prasaran
a fisik pendi
dikan di daer
ah terpencil,
pemerataan
akses pendid
ikan, mening
katkankeseja
hteraan
guru, dan
kesadaran
dari para
peserta didik
untuk
mencapai
prestasi
sebaikmung
kin.
15
B.
SARAN
Era
globalisasi
selalu
menuntut
adanya
perubahan
yang terjadi
dalam dunia
pendidikann
asional
untuk
menjadi
lebih baik
sehingga
mampu
bersaing
dalam segala
bidang. Cara
yangdapat
dilakukan
bangsa
Indonesia
untuk
menghadapi
perkembang
an dunia di
era
globalisasi
agartidak
semakin
ketinggalan
dari negara-
negara lain
adalah
dengan
meningkatka
n mutu
dankualitas
pendidikann
ya terutama
di daerah-
daerah
terpencil.
Peningkatan
mutu dan
kualitas pen
didikan di da
erah terpenci
l tentunya ha
rus ada kerja
sama seluru
h lapisan ma
syarakat. Ba
gi pemerinta
h pusat dan
daerah harus
memantau s
ecara langsu
ng bagaiman
a dan sampai
dimana pros
es pembelaja
ran yang terj
adi di daerah
-
daerah terpe
ncil dan me
mberikan an
ggaran untu
k pembangu
nan dan mel
engkapi sara
na dan prasa
rana sekolah
. Bagi masya
rakat, terusla
hmendukung
upaya-upaya
yang
dilakukan
pemerintah
untuk
membangun
pendidikan
di
daerahterpen
cil. Bagi
para
pendidik,
teruslah
mendukung
peserta didik
dalam
kegiatan
belajarnya.
Dan bagi pes
erta didik, te
ruslah belaja
r untuk mera
ih cita-
cita dan me
mbawa bang
sa Indonesia
menjadi
lebih
baik.Dengan
demikian,
mutu dan
kualitas
pendidikan
akan terus
meningkat.
Meningkatn
yamutu dan
kualitas
pendidikan
berarti
sumber daya
manusia
yang terlahir
akan
semakin
baik
danmampu
membawa
bangsa
Indonesia
bersaing
secara sehat
dalam segala
bidang di
duniainterna
sional.
16
DAFTAR
PUSTAKA
N.K,
Roestiyah.
1986.
Masalah-
Masalah
Ilmu
Keguruan.
Jakarta: PT.
Bina
Aksara.Kam
us Besar
Bahasa
Indonesia
(KKBI).
Pusat
Bahasa Edisi
ke 4 Tahun
2008.Ben.
19 April
2012.
Online
Magezine
For Flores
Culture and
Society.
Kurniawan,
Widi. 02
Mei 2012.
Kisah Ibu L
astri.
Melalui
http://
edukasi.kom
pasiana.com
/2012/05/02/
melongok-
wajah-
pendidikan-
di-daerah-
terpencil
/.Hadi,
Kamila, N.
2012.
Penuhi Hak
Pendidikan
Anak di Dae
rah Pedalam
an.
Melalui
http:// pendi
dikankita.co
m
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan
kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994 sampai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan atau Kurikulum 2006. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum
sebelumnya masih belum cukup bagus untuk menjawab tantangan kerja
sekarang ini, di antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau
kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Sistem Pendidikan Nasional senantiasa harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik tingkat lokal,
nasional maupun global.
Pemerintah menggagas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
sebagai tindak lanjut kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah
dan desentralisasi. Pemerintah berharap melalui Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan ini, masalah ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan segera teratasi. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik (Mulyasa. 2006:
8).
2
Faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan kurikulum adalah
tenaga kependidikan/guru. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1,
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional saat ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global. Salah satu komponen penting dari Sistem Pendidikan Nasional adalah
kurikulum karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang
dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun
penyelenggara khususnya guru.
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
3
Kurikulum merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pendidikan di
sekolah karena kurikulum merupakan rancangan formal dan tertulis bagi
pelaksanaan pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan dapat berjalan
secara terencana, sistematis, dan teratur. Kurikulum merupakan bagian
penting dalam pendidikan sebab kurikulum berkaitan dengan penentuan arah,
isi, dan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan menentukan kualifikasi
suatu lembaga pendidikan.
Menurut Mulyasa (2006: 9), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar
dengan guru karena mereka banyak dilibatkan, diharapkan mereka memiliki
tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang
berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu
relevan dan kompetitif.
Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 dan 36 yang menekankan
perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum
secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Menurut Martinis Yamin (2007: 62), penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan menekankan pada pendekatan proses dan bukan
pemaksaan pencapaian materi. Oleh sebab itu pembelajaran yang
dilaksanakan harus melibatkan aktivitas siswa atau peserta didik, guru
berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran. Belajar yang
dilakukan merupakan belajar bermakna dan tuntas, sehingga peserta didik
betul-betul menguasai permasalahan yang dipecahkan bersama. Kemampuan
dan pretasi siswa selalu dipantau dan dikontrol melalui proses evaluasi yang
kontinyu.
Setelah pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun
2006, satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponen4
komponen dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Komponen yang
dimaksud mencakup visi, misi dan tujuan tingkat satuan pendidikan, struktur
dan muatan, kalender pendidikan, silabus sampai pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki beberapa
karakteristik yang secara umum yaitu adanya partisipasi guru dan
keseluruhan atau sebagian staf sekolah, adaptasi (modifikasi) dan kreasi
(mendesain kurikulum baru), perpindahan tanggung jawab dari pusat, proses
berkelanjutan yang melibatkan masyarakat, dan ketersediaan struktur
pendukung.
Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah
bagaimana membuat guru lebih aktif dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Jadi guru juga
harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua
arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri
siswa. Siswa tidak hanya mengenal teori tetapi terlibat dalam sebuah proses
pengalaman belajar.
Kurikulum ini lahir karena adanya tuntutan perkembangan yang
menghendaki desentralisasi, otonomi, dan fleksibilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sistem pendidikan sentralistik telah
menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat
sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Pendekatan baru
berupa desentralisasi dalam pendidikan akan memberikan kewenangan yang
5
cukup untuk sekolah dalam mengelola mutu pendidikan peserta didik.
(Slamet, 2005:3).
Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan
dan kinerja pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi
pendidikan. Selain itu desentralisasi juga dimaksudkan untuk mengurangi
beban pemerintah pusat yang berlebihan, mengurangi kemacetan-kemacetan
jalur-jalur komunikasi, meningkatkan kemandirian, demokrasi, daya tanggap,
akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa, dan pemberdayaan dalam
pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan.
Pembuatan kurikulum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
masih dilakukan oleh pemerintah pusat dengan kurikulum standar yang
berlaku secara nasional. Kemudian untuk implementasinya, sekolah dapat
mengembangkan kurikulum tersebut dengan mengacu isi kurikulum yang
berlaku secara nasional. Namun dalam implementasi ternyata tidak sama. Hal
tersebut dapat dilihat dalam penyusunan silabus. Silabus model Badan
Standar Nasional Pendidikan yang seharusnya hanya sekadar menjadi model,
telah menjadi acuan baku untuk dilaksanakan di seluruh penjuru tanah air.
Akibatnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang seharusnya berbeda
di setiap daerah, bahkan di setiap sekolah, namun yang terjadi justru ada
penyeragaman. Selain itu kebanyakan sekolah atau guru yang tidak begitu
memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan seperti
kurikulum sebelumnya hanya merubah nama, format, atau silabus saja.
6
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menjadi Kurikulum yang tetap sama
produk-nya. Implementasi yang seperti inilah maka Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pun menjadi kurang efektif dalam pengembangan diri
siswa karena isinya sama saja (Slamet, 2005 : 3).
Proses pembelajaran adalah suatu sistem yang melibatkan berbagai
komponen. Menurut Moh. Ali (1984: 4), secara garis besar komponen
tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu guru, materi dan
siswa. Ketiganya melibatkan sarana dan prasarana meliputi metode, alat
peraga, media pembelajaran, dan penataan media tempat belajar sehingga
tercipta situasi dan kondisi yang memungkinkan.
Proses pembelajaran adalah proses yang terarah pada tujuan pendidikan
dan pengajaran. Komponen-komponen di dalam proses pembelajaran saling
berinteraksi dan berhubungan untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu
komponen proses belajar adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berisi
diantaranya kompetensi dasar, indikator, materi standar, pengalaman belajar,
metode mengajar, dan penilaian (Mulyasa, 2006: 221-222).
Guru sering kali dalam kegiatan pembelajaran di sekolah merasa bahwa
pembaharuan kurikulum sebagai beban. Guru harus memahami kurikulum
yang baru dan mengubah pola kerja yang biasa dilakukan guru untuk
disesuaikan dengan kurikulum. Keadaan demikian merupakan akibat logis
dari terlalu seringnya ada pembaharuan kurikulum. Namun kurikulum yang
baik bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pembelajaran.
7
Masih banyak faktor lain yang ikut andil terhadap kegiatan pembelajaran.
Faktor kunci yang dianggap menentukan keberhasilan pembelajaran,
diantaranya mutu guru, kondisi sarana dan prasarana pendidikan, manajemen
sekolah, dan sistem pendidikan nasional.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian dari
rumpun ilmu sosial, karena itu tidak mengherankan apabila konsep-konsep
atau bahan ajarnya abstrak. Bahan ajar yang abstrak menuntut keterampilan
guru untuk mengorganisasikan bahan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menantang. Meskipun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah
dilaksanakan, namun terdapat indikasi bahwa ada kecenderungan guru untuk
menggunakan teknik mengajar tradisional, seperti ceramah dan tanya jawab.
Padahal teknik ini kurang dapat memobilisasi dan menumbuhkembangkan
potensi berpikir, sikap, dan keterampilan siswa.
Di samping itu menimbulkan perasaan bosan dan pasif sehingga siswa
menganggap mudah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Padahal
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini bertugas mengembangkan
pendidikan demokrasi yang mengemban 3 fungsi pokok, yaitu
mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligensi), membina
tanggung jawab (civic responsibility), dan mendorong partisipasi warga
negara (civic participation) (Udin S. Winataputra. 2005: 1.1). Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting dipelajari siswa sebagai warga
negara.
8
Adanya perubahan baik kurikulum, pengembangan silabus, penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, maka dalam
pelaksanaannya tentu akan mengalami suatu hambatan. Mulai dari apakah
guru tersebut bisa menyusun dan menguasai kurikulum. Kemudian apakah
guru tersebut dapat menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, mengembangkan materi
pembelajaran, mengembangkan strategi belajar-mengajar, mengembangkan
dan memilih media pembelajaraan, dan merencanakan dan melakukan
evaluasi terutama untuk ranah kognitif.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah suatu perkiraan atau
proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang dilakukan baik oleh guru
mauapun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan membentuk
kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 153).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 dinyatakan bahwa:
”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian
hasil belajar”.
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menjelaskan
bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi
dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
9
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Menurut Mulyasa (2006: 255) pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan ke arah yang lebih baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
didalam interaksi tersebut, baik faktor internal yang datang dari dalam diri
individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Tugas guru yang paling utama dalam pembelajaran adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
dari peserta didik. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran berbasis
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mencakup tiga hal, yaitu pre tes (tes
awal), pembentukkan kompetensi, dan post tes.
Berdasarkan pengalaman peneliti ternyata pengetahuan tentang
bagaimana pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan
pelaksanaan pembelajaran sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Hal ini dikarenakan masih banyak guru mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang belum secara maksimal dapat
mengembangkan kompetensi yang ada di dalam silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
Banyak guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang pada
saat memberi materi/menyampaikan materi kepada peserta didik, cara
penyajiannya masih kurang membangkitkan semangat peserta didik untuk
10
belajar secara aktif dan mandiri. Bahkan ada beberapa guru yang masih
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam mengajar di kelas.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam
pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan pelaksanaan
pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan siswanya. Di
mana setiap sekolah dalam pengembangannya berbeda-beda. Tetapi pada
kenyataannya terjadi penyeragaman. Format contoh pengembangan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran digunakan sebagai
acuan yang baku bagi Guru. Padahal format contoh tersebut masih harus
dikembangkan lagi.
Adanya kesenjangan informasi antar daerah, keragaman kompetensi
guru atau sarana-prasarana sekolah menjadi cacat utama dalam melaksanakan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan menemui hambatan dari segi Sumber Daya Manusia yang kurang
memadai. Tidak banyak Sumber Daya Manusia yang mampu menjabarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di dalam satuan pendidikan. Guru
belum sepenuhnya memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan secara
utuh, baik dari segi konsep maupun penerapannya di lapangan. Padahal
pengimplemetasian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tersebut mutlak
diperlukan demi tercapainya target pengajaran yakni penguasaan materi
dengan baik oleh peserta didik.
Sosialisasi dilakukan oleh pemerintah pusat ke daerah-daerah yaitu
tingkat provinsi yang kemudian disosialisasikan ke sekolah-sekolah.
11
Sosialisasi ke sekolah-sekolah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
masing-masing. Namun kondisi geografis tanah air kita yang beragam
membuat kurangnya sosialisasi sampai ke seluruh pelosok tanah air. Sekolahsekolah
yang berada di daerah terpencil mendapatkan informasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan hanya dari mulut ke mulut saja. Kurangnya
sosialisasi juga menyebabkan banyak sekolah yang masih simpang-siur dalam
memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meski telah diterapkan
selama 6 tahun.
Selain itu masalah yang tidak kalah penting adalah segi sarana dan
prasarana. Kebanyakan sekolah dinilai kekurangan sarana untuk mendukung
kelengkapan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Hal ini
terutama dialami oleh sekolah yang berada di daerah terpencil dan sekolahsekolah
yang memiliki masalah kesulitan dana. Masalah tersebut sangat
mempengaruhi pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah yang berdampak pada kurang
efektifnya penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Permasalahan
tersebut juga dialami oleh SMA-SMA yang berada di Kabupaten Sleman
khususnya Kabupaten Sleman wilayah Barat. Masih banyak guru yang belum
optimal dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pebelajaran karena kurangnya sarana dan prasana.
SMA di Kabupaten Sleman Wilayah Barat merupakan SMA yang
berada di daerah pinggiran kota. Guru-guru yang ada di daerah pinggiran kota
memiliki indikasi yang besar dalam mengalami hambatan pada
12
pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Pelaksanaa
Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa guru-guru se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat belum melakukan upaya dalam mengatasi suatu hambatan. Hal inilah
yang melatarbelakangi pentingnya diberlakukan penelitian tentang apakah
hambatan-hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat, di mana Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan sudah diterapkan di sekolah, namun kurikulum tersebut belum
terlaksana dengan sempurna dan masih menemui beberapa hambatan.
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diberlakukan oleh
pemerintah masih terdapat berbagai hambatan khususnya di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat karena itu perlu dilakukan suatu penelitian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan yang relevan terkait dengan hambatan apa saja yang
dihadapi oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-Kabupaten Sleman
Wilayah Barat dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan sebagai berikut :
1. Belum sempurnanya pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
13
2. Belum optimalnya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah-sekolah.
3. Kurangnnya sarana prasarana sebagai kelengkapan dari pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terutama sarana prasarana dalam
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
4. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pengembangan silabus.
5. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat dalam pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
6. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat dalam pelaksanaan pembelajaran.
7. Masih belum diketahuinya upaya yang dilakukan oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah yang timbul sehubungan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka dari uraian masalah yang
berhasil diidentifikasi di atas, maka peneltian ini dibatasi pada :
14
1. Hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Upaya yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa saja hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat ?
2. Upaya apa saja yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMA
se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat ?
15
E. Tujuan Penelitian
Mengacu pada masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dijadikan
sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang sejenis di masa yang akan
datang.
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk/terhadap konsep
pembelajaran dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk
diteliti lebih lanjut baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
16
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan pada khususnya dan guru
mata pelajaran lainnya pada umumnya, dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan
pembelajaran, khususnya mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi sekolah atau
organisasi profesi guru untuk mengatasi berbagai permasalahan sarana
kritis bagi terselenggaranya sistem pendidikan yang berpengaruh pada
perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.
c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang masalah yang sama atau masalah lain
yang berkaitan.
G. Batasan Istilah
1. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1, guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
2. Menurut Chollisin (2000: 19), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
bentuk pengajaran politik atau pendidikan politik. Pendidikan politik
berarti fokusnya lebih menekankan bagaimana membina warga Negara
17
yang lebih baik (memiliki kesadaran politik dan hukum) lewat suatu
proses belajar mengajar. Dalam proses ini karakter ilmu politik sangat
berpengaruh secara dominan baik dalam mengembangkan materi maaupun
strategi pengajarannya.
3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau
sekolah (Mulyasa, 2006: 19). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan
muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kalender pendidikan dan
silabus.
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah suatu perkiraan atau proyeksi
guru menganai seluruh kegiatan yang dilakukan baik oleh guru mauapun
peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan membentuk kompetensi
dan pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 153).
5. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan kearah yang lebih baik
(Mulyasa. 2006: 255).
MAKALAH
PEMERATAAN
PENDIDIKAN DI
INDONESIA
DI-AM.BLOGSPOT.COM FRIDAY, DECEMBER 12, 2014 MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam
semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan
ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang
berkualit
as. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan bagi
masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam
mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di
pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan
dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh
layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan
oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Kurang meratanya pendidikan di Indonesia menjadi
suatu masalah klasik yang hingga kini belum ada langkahlangkah strategis dari pemerintan untuk
menanganinya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah
miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan
cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan
teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga
menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah, penggunaannya masih
merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Di samping itu, sekalipun teknologi
dapat menjangkau yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar,
mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi tetapi tertinggal
Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka
praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping rendahnya
pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang
beruntung ini kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber lokal
dan nasional. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara
perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia
Kurangnya pemerataan dan carut-marut pendidikan kita selama ini disebabkan pendidikan
dikelola tidak secara profesional. Terjadi bongkar pasang kebijakan secara tidak konsisten, misalnya;
penerapan kurikulum CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kurikulum KTSP. Penggantian
nama dari SMA ke SMU kembali lagi ke SMA, sebelum diadakan evaluasi hasil pelaksanaannya.
penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas. Namun demikian berbagai sumber data termasuk
SUSENAS 2004 mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dapat mengakses buku pelajaran
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini, misal : playgroup dan
taman kanak-kanak. Pada daerah perkotaan pendidikan prasekolah secara formal sudah sering
ditemukan, tetapi untuk daerah terpencil seperti di pedesaan, masih sangat jarang dan mutunya
daerah, hal ini sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun, tetapi mutu dari pendidikan tersebut
Ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang berkualitas, namun buku pelajaran yang diperlukan itu belum tersedia
secara memadai, terutama dalam pendidikan dasar. Data Susenas 2004 dan sumber-sumber yang
lain mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dalam pendidikan dasar dapat mengakses
buku pelajaran, baik dengan membeli sendiri maupun mendapat pinjaman dari sekolah. Adanya
sekolah-sekolah yang membolehkan guru mata pelajaran menjual buku yang berharga tinggi juga
menjadi permasalahan tersendiri. Penjualan buku-buku dengan harga yang cukup tinggi membuat
b. Pendidikan menengah
Pada pendidikan menengah, saat ini banyak bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam
pelaksanaannya model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk kalangan borjuis, elit, dan berduit
yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai kalangan atas. Kalaupun ada peserta didik yang
masuk ke sekolah dengan sistem subsidi silang itu hanya akal-akalan saja dari pihak sekolah untuk
menghindari “image” di masyarakat sebagai sekolah mahal dan berkualitas, sekolah plus, sekolah
unggulan, sekolah alam, sekolah terpadu, sekolah eksperimen (laboratorium), sekolah full day, dan
label-label lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan dengan “unggul”.
c. Pendidikan tinggi
memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara dalam kelompok usia 19-24 tahun. Biaya yang
diperlukan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya
anak-anak yang berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan mengenyam
pendidikan tinggi. Kebutuhan biaya baik langsung maupun tak langsung yang cukup besar inilah yang
Berbagai universitas terkemuka dipusatkan berada di pulau Jawa, sehingga masyarakat yang berada
di pulau lain harus meninggalkan kampung halamannya demi melanjutkan pendidikan tinggi.
Kritik kini mulai bermunculan atas pelaksanaan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) bagi
beberapa universitas dan institut, seperti: UI, UGM, USU, UPI, ITB, dan IPB. BHMN dinilai telah
mengarah ke komersialisasi pendidikan, yang bertentangan dengan misi utama sebuah lembaga
pendidikan tinggi. Untuk bisa kuliah di universitas dan institut terpandang itu, orangtua mahasiswa
Ada beberapa argument yang menyebabkan muncul gerakan protes atas gejala
komersialisasi pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi yang selama ini bersifat elitis akan
semakin bertambah elitis. Perguruan tinggi bertarif mahal akan makin mengentalkan watak elitisme
dan kian mereduksi jiwa egalitarianisme. Gejala ini jelas bertentangan dengan prinsip pemerataan
pendidikan seperti diamanatkan di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Prinsip dasar pemerataan
ini sangat penting guna memberikan kesempatan bagi semua golongan masyarakat, untuk
memperoleh pelayanan pendidikan yang baik. Kedua, ada alasan ideologis di balik gerakan protes
itu. Selama ini, yang bisa menikmati pendidikan tinggi adalah orang-orang yang berasal dari keluarga
kelas menengah. Bagi orang-orang yang berasal dari kelas bawah (keluarga miskin) mengalami
kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi dengan biaya yang mahal itu. (Eka, R. 2007).
Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi permasalahan dalam hal perluasan dan
pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan tahun 2006, pendidikan
non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja (transition from
school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara
luas oleh masyarakat. Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat khususnya yang berusia dewasa
untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya masih sangat rendah.
Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga
telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara sedang berkembang.
Peningkatan pemerataan pendidikan, diutamakan bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah
sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Kemiskinan menjadi hambatan utama dalam
mendapatkan akses pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga
di Indonesia merupakan masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini
terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan
oleh faktor finansial atau keuangan Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mahal biaya yang
dikeluarkan oleh individu. Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar
Masalah pemerataan pendidikan juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Di beberapa
daerah di Indonesia terdapat banyak sekolah yang kurang terawat. Pada tahun 2006 sekitar 57,2
persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3 persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak
berat. Gedung SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD
tahun 1970-an dan Program Wajib Belajar Enam Tahun pada tahun 1980-an sudah banyak yang
rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Di bebrapa daerah
terpencil sebagian gedung sekolah hanya terbuat dari kayu dan berlantaikan tanah. Hal ini
diakibatkan oleh buruknya akses jalan menuju daerah tersebut dan kurangnya perhatian dari
pemerintah.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama
tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999
mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan
pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu
akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut. Berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam
a. Pendidikan prasekolah,
Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dewasa ini adalah sebagai berikut:
a) Sebagian besar pendirian lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang diprakarsai oleh masyarakat
masih berorientsi di wilayah perkotaan, sedangkan untuk wilayah-wilayah di pedesaan atau daerah
terpencil dirasakan masih sangat kurang. Hal ini berakibat pada kurang adanya pemerataan
baik dari segi sarana dan prasarana maupun mutu dan profesionalisme guru.
c) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil yang sebagian besar miskin
telah menyebabkan kualitas gizi anak kurang dapat mendukung aktivitas anak didik dalam bermain
sambil belajar.
kurikulum dengan mempraktekkan pola pendekatan terhadap anak didik terlalu berorientasi
akademik dan memperlakukannya sebagai "orang dewasa kecil" yang dapat menyebabkan
b. Pendidikan dasar
Dalam kaitannya dengan perluasan dan pemerataan program wajib belajar pendidikan dasar
9 tahun, wajib belajar belum memiliki makna "compulsory" karena ketidakmampuan subsidi
pemerintah untuk menjangkau masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya cukup besar dan
Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai langkah akan diambil
seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan pendidikan, akses terhadap pendidikan ini
dihitung berdasarkan angka partisipasi mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Umum. Dewasa ini, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat
pendidikan masyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya untuk
memeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan Wajib Belajar
Sembilan Tahun pada tahun1994. Selain itu, pemerintah semakin intensif untuk memberikan
bantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Di dalam Propenas 1999 dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar
dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di
antara program-program tersebut terdapat Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah
penuntasan wajib belajar 9 tahun sebagai Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat
memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan,
melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa: meningkatkan sosialisasi dan jangkauan
pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket B setara SLTP untuk
mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang
berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan
kelembagaan.
Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan adalah menerapkan pada
masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah terasing, minoritas dan di daerah
bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti menempatkan satu guru, guru kunjung dan sistem
tutorial, SD Pamong dan SD/Mts, SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar
dan prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan, perawatan sarana
dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat peraga Spesial (IPS), IPA
Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas memperoleh
pendidikan tinggi bagi masyarakat. Kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk memberikan
masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelengarakan beasiswa perguruan tinggi sebagai
kedudukan perguruan tinggi. Salah satu upaya alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi yang
berpindah-pindah, terisolasi, SD dan MI kecil MI terpadu kelas jauh. Dari uraian di atas tampak jelas
keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan prasekolah,
pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat
menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9 tahun serta pembinaan perguruan
tinggi.
dapat menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan pembinaan ke
semua jenjang pendidikan baik pendidikan reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung,
SD Pamong, SLTP terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan
pendidikan tinggi terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh. Suatu bukti bahwa pemerintah
serius mengelola pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah kualitas dan
jumlah SMP Terbuka. Program SMP Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejaktahun 1979 yang telah
menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan
Belajar (TKB ) dikan dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan(TKB), dan itu baru menjangkau
18% kebutuhan.
pendidikan ini dengan cara Wajib Belajar Sembilan Tahun, pemberian beasiswa-beasiswa bagi
masyarakat yang kurang mampu atau miskin, kemudian memberikan Bantuan Dana Operasional
(BOS). Walaupun sudah diadakan sekolah gratis, Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi
dana BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat miskin yang
tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal seluruh rakyat berhak
1. Wajib Belajar
Dalam sektor pendidikan, kewajiban belajar tingkat dasar perlu diperluas dari 6 ke 9 tahun,
yaitu dengan tambahan 3 tahun pendidikan setingkat SLTP seperti dimandatkan oleh Peraturan
Pemerintah 2 Mei 1994. Hal ini segaris dengan semangat “Pendidikan untuk Semua” yang
dideklarasikan di konferensi Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia
Sedunia Artikel 29 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan yang benar bukanlah mempertahankan
‘sistem’ tetapi memperkaya kehidupan manusia dengan memberikan pendidikan lebih berkualitas,
lebih efektif, lebih cepat dan dengan dukungan biaya negara yang menanggungnya”.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan
penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang
diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka
partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95
persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan
Pengalihan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah yang sebagian
diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa menjadi penghibur. Dari dana
kompensasi bidang pendidikan direncanakan terdistribusi dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta
anak kurang mampu usia sekolah menjadi sasaran dari program alokasi ini.
Pada tahun 2003, setidaknya 1 dari 4 penduduk Indonesia termasuk miskin. Jika total
penduduk Indonesia adalah sekitar 220 juta jiwa, maka berarti ada sekitar 60 juta jiwa saudara kita
yang dalam kategori miskin. Artinya, apa yang sekarang sedang direncanakan pemerintah sangat
mungkin belum dapat menjangkau semua rakyat miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk
sampai ke situ. Yang jelas awal menuju ke arah itutelah dimulai. Dalam konteks ini sebaiknya dibuat
suatu kriteria siapa yang bisa mendapatkan bantuan, dan siapa saja yang bisa menunggu giliran
berikutnya. Kriteria itu penting agar bantuan yang diberikan kepada rakyat miskin tepat sasaran.
Oleh karena itu, proses seleksi seharusnya benar didasarkan oleh data lapangan yang seakurat
mungkin.
3. Bidang Teknologi
pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang tinggal di daerah terpencil. Pendidikan
harus dapat memenuhi kebutuhan belajar orang-orang yang kurang beruntung ini secara ekonomi
ketimbang menyediakan akses yang tak terjangkau oleh daya beli mereka.
Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan pendidikan di Indonesia karena
fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu
yang bersamaan. Eksistensi televisi sebagai media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan untuk
dapat menginformasikan segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas. Hendaknya, televisi
mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta berpartisipasi dalam menginformasikan, mendidik,
dan menghibur masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada perkembangan pendidikan
Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi menjadi sarana
pemersatu wilayah yang efektif bagi pemerintah. Pemerintah melalui TVRI menyampaikan program-
program pembangunan dan kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan geografis yang
berarti. Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk pendidikan itu
dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang
berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan
siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional. Tugasnya
pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam
rangka peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau
model pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa SD yang dikembangkan oleh
Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dasar. Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi,
audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang akan berfungsi
sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil
dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan (Eka, R. 2007).
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk
memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran
pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan
pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008
untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan
Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk
menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan
DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran
2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerataan pendidikan merupakan sautu masalah yang sangat rumit dan takkunjung
selesai. Banyak hal yang mempengaruhi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia seperti
pendidikan masih berorientasi di wilayah perkotaan, jumlah masyarakat miskin cukup besar, dan
banyaknya daerah yang terpencil dan sulit dijangkau oleh kendaraan. Berbagai upayapun telah
dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan seperti program wajib
belajar 9 tahun, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), relokasi subsidi BBM, dan penggunaan
Indonesia dan pengawasan terhadap penyaluran bantuan yang diberikan masyarakat miskin seperti
A. Latar Belakang
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk
menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih
sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai
warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Hal ini berarti
pendidikan nasional mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang baik, yang dapat berguna dalam pembangunan
dimasa depan.Derap langkah pembangunan sendiri selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Tetapi,
perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan
baru, yang sebagiannya tidak dapat diramalkan sebelumnya.
Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada
masalah-masalah baru. Masalah-masalah tersebut kemudian
berdampak kepada kualitas sumber daya manusia dan pendidikan
di Indonesia.
Kualitas pendidikan di Indonesia sendiri saat ini pantas dikatakan
memperihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000)
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan,
dan penghasilan per-kepala yang menunjukkan, bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara
di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105
(1998), dan ke-109 (1999).
Survei Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP),
pada awal November 2011, yang merilis Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari 187 negara yang disurvei.
IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61 dunia
dengan angka 0,761.
Selain itu, terdapat pula Survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), mengenai kualitas pendidikan di Indonesia yang
berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada
di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum
Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya
menduduki urutan ke-30 dari 57 negara yang disurvei di dunia pada tahun
1996, ke-15(1997), ke-31(1998), ke-37(1999), dank ke-44(2000). Dan
masih menurut survei dari lembaga yang sama yang mengatakan bahwa
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di dunia.
Makalah ini akan menitikberatkan pada pokok-pokok permasalahan
pendidikan yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan diindonesia.
B. Rumusan Masalah
Apakah permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini ?
Apakah penyebab permasalahan pendidikan?
Bagaimana solusi yang dapat dilakukan demi mengatasi permasalahan
pendidikan saat ini ?
C. Tujuan
Menjelaskan permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini
Menjelaskan penyebab permasalahan pendidikan
Menjelaskan solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan
D. Manfaat
Agar mengetahui permasalahan-permasalahan pendidikan demi
meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
KESIMPULAN
1. Permasalahan pendidikan :
a) Pemerataan pendidikan
Merupakan persoalan yang terkait dengan pelaksanaan sistem
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan
menjadi wahana bagi pembangunnan sumber daya manusia yang
menunjang pembangunan suatu bangsa.
b) Mutu Pendidikan
Merupakan keluaran atau hasil lembaga pendidikan. Mutu
pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk pertama, mutu produk pada
lembaga pendidikan meliputi hal-hal sepeti bahan ajar , jumlah lulusan,
presentasi lulusan ujian, alumni yang mengikuti study lanjutan, alumni
yang mendapatkan pekerjaan atau promosi. Kedua, mutu prosess terkait
dengan hal-hal seperti proses pembelajaran, bimbingan peserta didik,
konsoling, kordinasi pengembangan bahan ajar dan ujian, jaringan kerja
dengan kantor regional diberbagai daerah, sistem registrasi, pengelolaan
system informasi peserta didik, produksi bahan ajar multimedia, produksi
bahan ujian, penjadwalan tutorial, layanan bantuan belajar, distribusi
bahan ajar , dan penyiaran melalui media masa.
c) Permasalahan Relevansi
Merupakan kesesuain program pendidikan yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan dengan kebutuha masyarakat sebagai pengguna atau
stickholders pendidikan, artinya apa yang dihasilkan lembaga pendidikan
dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat atau tepat guna.
d) Permasalahan Efisiensi
Merupakan apabila hasil yang dicapai maksimal dengan biaya yang
wajar karena biaya merupakan ukuran efisien dalam proses pendidikan
teruta apabila dalam proses pendiikan dapat menghasilkan output
pendidikan dengan biaya yang efisien.
2. Faktor pendukung permasalahan pendidikan :
a. IPTEK
b. Pertambahan Penduduk
c. Meningkatnya Animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik
d. Menurunnya Kualitas Pendidikan
e. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan masyarakat
yang sudah membangun.
3. Solusi permasalahan pendidikan terbagi menjadi :
a. solusi pemerataan dan peningkatan kualitas
b. solusi pelayanan pendidikan
c. solusi relevansi pendidikan
d. solusi efiktifitas dan efisiensi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Group.
http://isaninside.wordpress.com/ diakses pada tanggal 27 November,
jam.21;00