Anda di halaman 1dari 119

makalah pendidikan daerah terpencil

Makalah
Dibuat oleh : Julaikha Rizki Puspitasari
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling utama dalam
membentuk karakter bangsa. Menurut Ki Hajar
Dewantoro di dalam buku pengantar ilmu pendidikan
menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek) dan tubuh
anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras
dengan dunianya”.
Dalam pendidikan tidak terlepas dari sistem
pembelajaran. Bagian suatu sistem yang
melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha
mencapai tujuan sistem disebut komponen. Dengan
demikian, jelaslah bahwa sistem itu terdiri atas
komponen – komponen dan masing – masing
komponen itu mempunyai fungsi khusus.
Semua komponen dalam sistem pembelajaran
haruslah saling berhubungan satu sama lain. Sebagai
misal dalam proses pembelajaran di sajikan
penyampaian pesan melalui media, maka diperlukan
adanya aliran listrik untuk membantu memberikan
sinar. Jika aliran listrik tidak berfungsi, akan
menimbulkan kesulitan bagi guru dalam
melangsungkan pembelajaran. Dengan dasar inilah,
pendekatan sistem dalam pembelajaran memerlukan
hubungan antara komponen yang satu dengan
lainnya.

Penggabungan yang menimbulkan keterpaduan yang


menyatakan bahwa suatu keseluruhan itu mempunyai
nilai atau kemampuan yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan jumlah bagian-bagian. Dalam
kaitan dengan kegiatan pembelajaran, para guru
sebaiknya berusaha menjalin keterpaduan antara
sesama guru, antar guru dengan siswa, atau antar
materi,guru, media, dan siswa. Sebab apalah artinya
materi yang disiapkan kalau tidak ada siswa yang
menerima dan sebaliknya.
Pendidikan di katakan sebagai system maka
komponen-komponen pendidikan itu meliputi peserta
didik, pendidik, materi pendidikan, alat dan metode,
lingkungan pendidikan dan lain-lain yang menunjang
usaha mencapai tujuan system.
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari
sejumlah komponen. Komponen tersebut antara lain:
raw input (sistem baru), output (tamatan),
instrumental input (guru, kurikulum), environmental
input (budaya, kependudukan, politik dan
keamanan).
Namun, belum semua anak Indonesia bisa merasakan
pendidikan yang layak. Karena masih terdapat
kekurangan dalam ketersediaan komponen-
komponen tersebut. Selain itu tidak meratanya
komponen-komponen yang ada. Hal ini
menimbulkan berbagai masalah pendidikan di
Indonesia. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan
dijabarkan tentang masalah pendidikan di Indonesia,
dampak yang ditimbulkan, serta solusi untuk
mengatasi masalah tersebut.
Semua kondisi dan masalah ril yang ada di daerah
terpencil menjadi masalah bersama yang menggugah
rasa nasionalisme kita untuk mengatasinya. Dalam
perpektif ini rasa nasionalisme yang kita bangun
terbentuk melalui kesadaran universal dari seluruh
komponen bangsa untuk bersama-sama memberi
prioritas bagi percepatan pelayanan pendidikan dan
peningkat mutu pendidikan di daerah terpencil itu.
Kita tidak lagi memikul senjata untuk menentang
segala bentuk kolonialisme dari luar tetapi kita
membangun semangat nasionalisme untuk
merasakan dan mengambil sikap kongkret dalam
meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak
bangsa ini, terutama anak-anak bangsa yang
terhimpit dan terlantar di balik deratan bukit dan
lembah atau yang berada di daerah yang terisolir dan
tertinggal.

Rumusan Masalah
1. Apasaja faktor penyebab dari kondisi sekolah
yang tidak layak khususnya di daerah terpencil?
2. Apasaja dampak dari kondisi sekolah yang tidak
layak khususnya di daerah terpencil?
3. Apasaja solusi dari kondisi sekolah yang tidak
layak khususnya di daerah terpencil?

Tujuan
1. Mengidentifikasi faktor penyebab kondisi
sekolah yang tidak layak khususnya di daerah
terpencil.
2. Mengidentifikasi dampak dari kondisi sekolah
yang tidak layak khususnya di daerah terpencil
3. Mengidentifikasi solusi untuk mengatasi
masalah tentang kondisi sekolah yang tidak layak
khususnya di daerah terpencil

BAB II
ISI

Faktor Penyebab
1. Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai
Menjalankan proses pendidikan di daerah terpencil
mungkin akan menjadi sulit baik bagi para staff guru
maupun murid, dikarenakan susahnya akses menuju
sekolah. Ada beberapa daerah yang apabila ke
sekolah maka para siswanya harus menyeberangi
danau atau sungai terlebih dahulu, dan tidak ada
kendaraan yang memfasilitasi kebutuhan transportasi
tersebut. Atau letak sekolah yang sangat terpencil
sehingga tidak banyak orang yang tahu jalan menuju
ke sana.
Selain itu, fasilitas pendukung belajar seperti buku-
buku sumber dan saranan lain seperti laboratorium
dan arus listrik yang mendukung kegiatan
pembelajaran belum dimiliki oleh sekolah.
Masih terdapat kondisi sekolah yang tidak layak
dikarenakan dengan lantai tanah berdebu, plafon
pecah-pecah, bangku dan kursi yang mencong kiri
kanan khususnya di daerah terpencil.
Anak-anak yang bersekolah di daerah terpencil harus
rela belajar dengan fasilitas yang sangat minim dan
keadaan yang tidak kondusif untuk belajar. Misalnya
saja, papan tulis yang digunakan masih blackboard
yang masih menggunakan kapur. Itu pun dengan
keadaan papan yang sudah rusak atau persediaan
kapur yang sangat terbatas.
Sekolah-sekolah tersebut biasanya belum memiliki
lab beserta peralatannya, perpustakaan, dan fasilitas
lain yang seharusnya dimiliki oleh sebuah sekolah.
Kamar mandinya pun dalam keadaan yang sangat
memprihatinkan. Siswa jarang ada yang memiliki
buku dan alat tulis. Kondisi seperti ini sebenarnya
tidaklah layak untuk proses belajar-mengajar.

2. Biaya Pendidikan
Penduduk daerah terpencil biasanya telah
membiasakan anak-anak mereka untuk bekerja sejak
usia dini, untuk membantu pekerjaan orang tuanya.
Hal ini dikarenakan keterbatasan materi yang mereka
miliki, atau dengan kata lain karena perekonomian
keluarga di daerah yang sangat terbatas. Maka akan
sulit menyarankan atau membujuk para orang tua di
daerah terpencil untuk menyekolahkan anak-
anaknya. Apabila mereka memutuskan untuk
menyekolahkan anak mereka, maka mereka akan
harus menyiapkan uang untuk membayar biaya
sekolah. Padahal untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari saja sudah sulit, terlebih apabila anak mereka
sekolah. Hal tersebut akan menyebabkan pendapatan
mereka dalam sehari pun menjadi kurang. Oleh
sebab itu, mereka enggan untuk menyekolahkan
anaknya di sekolah yang memiliki fasilitas yang
memadai, karena sekolah yang fasilitasnya memadai
cenderung biaya sekolahnya mahal bagi mereka.
3. Kurikulum yang Tidak Sesuai
Sekarang ini, banyak sekolah yang mulai
menerapkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013.
Namun, beberapa sekolah terpencil yang masih
menerapkan kurikulum KTSP saja masih terdapat
ketidaksesuaian dengan mekanisme dan proses yang
di standarkan. Terlebih jika kurikulum 2013 benar
akan di terapkan pada sekolah yang terpencil.
Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti
penerapan kurikulum 2013.
Dalam penerapan kurikulum, tidak terlepas dari
peran guru yang mengajar. Namun, di daerah yang
terpencil terdapat penempatan tenaga pengajar yang
belum proporsional, karena pengajar yang ada tidak
memiliki kualifikasi akademik seperti yang
diharapkan oleh sekolah. Akibatnya guru yang
mengajar tidak mengikuti proses dan mekanisme
penerapan kurikulum yang sebenarnya. Selain itu,
untuk pembuatan perangkat dan proses, guru-guru
hanya berbuat sebatas apa yang mereka tahu, tanpa
mengikuti panduan yang berlaku umum. Jadi, yang
mereka lakukan tidak sesuai dengan kurikulum yang
ada.
4. Guru yang Kurang Profesional
Dalam pendidikan, guru merupakan salah satu
komponennya. Oleh sebab itu peran guru sangat
berpengaruh dalam kualitas pendidikan.
Berdasarkan P. (2012: 2) menyatakan bahwa “Fakta
yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa
banyak para guru yang enggan mengajar di daerah
terpencil dengan beragam alasan.” Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Berg (2006) terdapat di dalam P.
(2012: 2) menemukan bahwa “salah satu faktor yang
menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar
di daerah terpencil adalah letak sekolah yang sulit
dijangkau”.
Selain itu, minimnya fasilitas dan hiburan. Hal ini
dikarenakan jauh dari pusat keramaian, fasilitas
tempat tinggal yang kurang memadai. Berdasarkan
pendapat (Anonim, 2011) terdapat di dalam P. (2012:
2) menyatakan bahwa “Akibatnya banyak guru yang
merasa tidak nyaman dan mengajukan pindah ke
sekolah yang berada di perkotaan”.
Saat ini sulit mencari guru yang dengan sukarela mau
mengajar di sekolah-sekolah di daerah terpencil.
Masalah utamanya adalah gaji yang jelas akan jauh
lebih rendah bila deibandingkan dengan mengajar di
kota-kota besar. Faktor lainnya adalah tempat
tinggal, untuk mengajar di daerah terpencil, guru
harus berangkat pagi-pagi dari rumahnya atau cara
terbaik adalah tinggal di daerah itu juga. Hal ini
jarang diminati oleh para guru, karena prosesnya
akan mempersulit kahidupan mereka tentunya.
“Meskipun banyak faktor yang menyebabkan
merosotnya mutu pendidikan, namun guru dapat
dikatakan merupakan salah satu faktor penentu dan
berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam
proses pembelajaran” menurut rusli (2012).
Masalah lainnya, dedikasi yang mereka berikan tidak
berangkat dari kompetensi dan spesifikasi ilmu yang
mereka miliki. Selain itu, guru-guru hanya berbuat
sebatas apa yang mereka tahu, tanpa mengikuti
panduan yang berlaku umum. Dengan demikian
berdampak pada kualitas proses karena guru-guru
belum memiliki spesifikasi profesionalitas untuk
jenjang pendidikan pada satuan itu.

5. Aturan UU Pendidikan Kacau


Kondisi sekolah yang tidak layak akan lebih buruk
dengan adanya RUU tentang Badan Hukum
Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan
Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melemparkan
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak
jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Menurut
Muliani (2013) “Munculnya BHMN dan MBS
adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang
kontroversial.” BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa
Perguruan Tinggi favorit.

6. Kecilnya Rata-rata Alokasi Anggaran


Pendidikan Baik di Tingkat Nasional, Propinsi,
maupun Kota dan Kabupaten.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara
dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan
utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran
utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40
persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor
pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor
yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan
menjadi korban. Menurut Mulliani (2013) “Dalam
APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk
pendidikan. Sedangkan alokasi yang digunakan
untuk membayar hutang yaitu 25% dari APBN”.
Menurut Mubyarto (2010), menyatakan bahwa:
Di daerah-daerah, terutama desa-desa/kampung-
kampung miskin, pemerintah daerah harus mampu
mendorong terjadinya revolusi atau perubahan
radikal dalam menangani dunia pendidikan termasuk
penyediaan anggaran 20% dari APBD seperti yang
“dianjurkan” UUD 1945 yang telah diamandemen.

7. Kurang Adanya Perhatian dari Pemerintah


Terhadap Sekolah Terpencil
Pemerintah biasanya luput akan pendistribusian
peralatan dan perlengkapan sekolah di daerah-daerah
terpencil, sehingga sekolah-sekolah di daerah
terpencil sangat sedikit, dan biasanya kondisinya pun
sudah memprihatinkan.
Dalam penerapan kurikulum 2013, Menurut
pernyataan Kepala SDN 01 Menteng, Akhmad
Solikhin terdapat di dalam Ciu (2013) menyatakan
bahwa “Rencana penambahan jam belajar siswa di
sekolah mencerminkan bahwa Kemendikbud tidak
melihat kondisi sekolah-sekolah di daerah kecil ”.
Selain itu, menambah jam pelajaran bukanlah solusi
yang baik dan tepat sebelum komponen-komponen
dalam pendidikan diperbaiki.

1. DampakKualitas Sumber Daya Manusia Rendah


Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan
salah satu dampak dari kondisi sekolah yang tidak
layak. Sumber daya manusia (SDM) merupakan
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk
mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial.
Selain itu, kualitas sumber daya manusia dapat
mencerminkan kualitas pendidikan dari negara
tersebut. Apabila anak-anak sebagai sumber daya
manusia (SDM) yang sangat potensial tidak
dikembangkan, maka nantinya mereka akan menjadi
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
rendah.
2. Menurunnya Minat Siswa untuk Belajar
Kondisi sekolah yang tidak layak dapat membuat
minat siswa turun. Mereka akan merasa tidak
nyaman dengan kondisi pembelajaran yang mereka
ikuti. Fasilitas yang ada di dalam sekolah yang tidak
layak hanya seadanya. Dengan demikian, siswa akan
merasa enggan untuk ke sekolah.

3. Pendidikan yang Buruk


Selain SDM yang rendah, kondisi sekolah yang tidak
layak dapat berdampak pendidikan yang buruk.
Pendidikan yang buruk dapat dilihat dari kualitas
SDM-nya. Hal ini dipengaruhi oleh sistem
pembelajaran yang tidak sesuai dengan standar yang
ada. Guru yang tidak profesional juga merupakan
salah satu faktor ketidaksesuaian pembelajaran.
Pendidikan yang buruk dapat berakibat negeri kita
kedepannya makin terpuruk.

4. Mutu Pendidikan di Indonesia Masih Rendah


Dewasa ini, biaya sekolah semakin mahal. Hal ini
menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia yang
masih rendah, karena sekolah-sekolah gratis yang
terdapat di daerah terpencil dan segala sesuatunya
tidak dapat menunjang bangku persekolahan. Selain
itu alokasi dana untuk pendidikan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan. Keadaan tersebut memaksa
sekolah yang berada di daerah terpencil hanya
menggunakan fasilitas yang ada. Fasilitas mereka
yang tidak layak untuk pembelajaran membuat
proses pembelajaran terganggu, dan berakibat
rendahnya mutu pendidikan di sekolah tersebut.

Solusi
1. Pendidikan Harus Dijadikan Prioritas dalam
Pembangunan Negara
Pendidikan harus dijadikan prioritas dalam negara,
karena dengan pendidikan akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Apabila manusia yang
ada memiliki intelektual tinggi, mereka akan mudah
bersaing dalam persaingan global. Dengan demikian,
negara kita tidak akan menjadi negara yang
tertinggal. Sehingga pembangunan negara akan
semakin maju. Oleh sebab itu, perhatian pemerintah
terhadap pendidikan sangatlah diharapkan untuk
kelancaran dalam penyediaan sarana dan prasarana
pembelajaran.

2. Kesadaran Masyarakat
Masyarakat dapat berperan serta dalam memperbaiki
fasilitas yang ada, agar di daerah terpencil tetap
memiliki fasilitas yang layak. Sehingga siswa merasa
nyaman dalam proses belajar-mengajar. Walaupun
dengan biaya yang minim, masyarakat dapat
bergotong-royong untuk memperbaiki fasilitas agar
lebih baik.

3. Guru yang profesional dan Merata


Untuk mengatasi masalah guru dapat dilakukan
beberapa cara menurut Akim (2010), antara lain:
1. Mengangkat Guru Honor (dilakukan dengan
dukungan dana BOS)
2. Mengangkat Guru Kontrak (program bank dunia
yang sudah ditiadakan)
3. Mengangkat Guru baru (tergantung kuota)
4. Mutasi berkala dan terbuka
5. Mutasi horisontal dan vertikal
6. Penugasan/pergerakan guru ke daerah/sekolah
yang kurang guru dari sekolah yang cukup guru
(mobile teacher)
Program tersebut merupakan program Mobile
Teacher untuk mengatasi kekurangan guru.
Memberikan bantuan kesejahteraan bagi tenaga didik
yang bertugas di daerah terpencil agar mereka
senantiasa dengan senang hati dan ke-ikhlas-an
dalam menjalankan pekerjaannya dan tidak merasa
dibebani.

4. Kurikulum yang Tepat


Sebelum menerapkan kurikulum yang baru,
sebaiknya kurikulum yang sudah diterapkan,
diperbaiki terlebih dahulu dengan mekanisme dan
proses yang di standarkan. Dengan begitu, sekolah
tersebut dapat memperbaiki kualitas
pembelajarannya. Jadi, walaupun sarana dan
prasarana kurang memadai tetap menjadikan sekolah
tersebut berkualitas dalam pembelajarannya (materi).

5. Memiliki Sistem Administrasi dan Birokrasi


yang Baik dan Tidak Berbelit-belit
Sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak
berbelit-belit yaitu anggaran yang transparan dan
biaya yang tidak membebankan bagi masyarakat
menengah kebawah. Hal ini sangat diharapkan agar
semua kalangan dapat menikmati pendidikan tanpa
terbebani oleh biaya yang memberatkan bagi mereka
(khususnya menengah kebawah).

6. Pemerataan Pendidikan
Menurut Ihsan (2008), “Pemerataan dan perluasan
pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan
belajar merupakan salah satu sasaran dalam
pelaksanaan pembangunan nasional.”Dalam usaha
pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang
serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya
dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam
bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan.
Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang
penting dalam usaha pemerataan pendidikan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pendidikan di katakan sebagai sistem maka
komponen-komponen pendidikan itu meliputi peserta
didik, pendidik, materi pendidikan, alat dan metode,
lingkungan pendidikan dan lain-lain yang menunjang
usaha mencapai tujuan sistem.
2. Masih terdapat kondisi sekolah yang tidak layak
khususnya di daerah terpencil
3. Faktor Penyebab: sarana dan prasarana yang
kurang memadai, biaya pendidikan, kurikulum yang
tidak sesuai, guru yang kurang profesional, aturan
UU Pendidikan kacau, kecilnya rata-rata alokasi
anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,
propinsi, maupun kota dan kabupaten, dan kurang
adanya perhatian dari pemerintah terhadap sekolah
terpencil,
4. Dampak : kualitas sumber daya manusia rendah,
pendidikan yang buruk, mutu pendidikan di
Indonesia masih rendah,
5. Solusi: pendidikan harus dijadikan prioritas
dalam pembangunan negera, kesadaran masyarakat,
guru yang profesional dan merata, kurikulum yang
tepat, memiliki sistem administrasi dan birokrasi
yang baik dan tidak berbelit-belit, pemerataan
pendidikan.

Saran
1. Hendaknya pemerintah memperhatikan sarana
dan prasarana sekolah yang berada di daerah
terpencil.
2. Hendaknya pemerintah dapat memberikan
alokasi anggaaran yang sesuai dengan keadaan
pendidikan yang ada
3. Hendaknya pemerintah dapat memberikan
fasilitas yang memadai dan biaya yang tidak
memberatkan siswa, agar semua orang dapat
mengenyam pendidikan khususnya sekolah yang
berada di daerah terpencil
4. Seyogyanya pemerintah daerah mampu
mendorong terjadinya revolusi atau perubahan
radikal dalam menangani dunia pendidikan termasuk
penyediaan anggaran 20% dari APBD seperti yang
“dianjurkan” UUD 1945 yang telah diamandemen.
5. Hendaknya masyarakat dapat bergotong-royong
dan berperan serta untuk memperbaiki fasilitas
pendidikan.
MAKALAH UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI
DAERAH-DAERAH TERPENCIL DI KABUPATEN KATINGAN
KALIMANTAN TENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pendidikan di daerah-daerah terpencil di Kabupaten Katingan dapat dikatakan
tertinggal apabila dibandingkan dengan pendidikan di Daerah perkotaannya. Dicontohkan
SMAN 1 Tewang Sanggalang Garing, dari 115 peserta UN, hanya 16 siswa saja yang lulus.
Selebihnya harus mengulang kembali. Sekolah yang juga menyumbang jumlah lulusan
terendah juga berada di SMAK Tumbang Samba. Dimana 22 peserta UN harus mengulang
kembali lantaran tak lulus dengan angka tak sampai pada target kelulusan. Data tersebut
merupakan angka kelulusan tahun 2011 pada SMA yang berada di Daerah-daerah pedalaman
di Kabupaten Katingan.

Menurut M.Afen yang menjabat sebagai Kabid Dikmenti Diknas Katingan, penyebab
rendahnya tingkat kelulusan di Daerah pedalaman adalah kondisi sekolah yang minim dan
terbatas baik dalam hal tenaga pengajar maupun sarana dan prasarana. Hal ini terbukti dengan
masih banyak guru yang belum memenuhi standar kualifikasi, gedung sekolah yang
bergantian pemakaiannya, buku pelajaran dan akses informasi yang terbatas, sebagai akibat
dari keterisoliran daerah tersebut.
Berdasarkan persoalan di atas, penulis akan memaparkan lebih detail daerah-daerah yang
termasuk daerah terpencil di Kabupaten Sintang, masalah-masalah pendidikan daerah
terpencil dan menawarkan altenatif pemecahan masalah pendidikan di daerah terpencil
tersebut.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Daerah-daerah mana saja yang termasuk daerah terpencil di Katingan?


1.2.2 Apa permasalahan pendidikan di daerah terpencil tersebut?
1.2.3 Apa alternatif pemecahan masalah pendidikan di daerah terpencil tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Menyebutkan daerah-daerah yang termasuk daerah terpencil di Katingan.
1.3.2 Menjelaskan permasalahan pendidikan di daerah terpencil tersebut.
1.3.3 Menjelaskan alternatif pemecahan masalah pendidikan di daerah terpencil tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kualitas Pendidikan


Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam Kamus Modern Bahasa
Indonesia adalah “kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”. Seperti halnya yang dikutip oleh
Quraish Shihab yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu
sesuatu.
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan
kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung
makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah
pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut
telah mencapai suatu keberhasilan. Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi
penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sebagaimana yang
telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

2.2 Daerah-daerah terpencil di Kabupaten Katingan

Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat
(1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber
daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian,
tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk
mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal
perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan,
pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan,
sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya
yang besar.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan, Kalimantan Katingan, Jahriansyah


Menyebutkan bahwa di Kabupaten Katingan daerah yang tergolong daerah terpencil meliputi
Kecamatan Mendawai, Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Bukit Raya. Permasalahan pokok
yang terjadi pada kecamatan-kecamatan tersebut adalah sulitnya ases informasi dan sarana
jalan. Misalnya, untuk menuju Kecamatan Petak Malai dan Kecamatan Bukit Raya hanya
dapat ditempuh menggunakan transportasi air yang oleh masyarakat setempat dinamakan
Speed Boat 40pk.

Keterisoliran ini berakibat pada sulitnya perkembangan daerah tersebut, tidak


terkecuali bidang pendidikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain, guru enggan ditempatkan
didaerah tersebut, sehingga banyak sekolah yang kekurangan tenaga pengajar. Akibat lainnya
adalah sarana dan prasarana yang minim karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah
dan akses informasi yang sulit. Hal inilah yang membedakan sekolah-sekolah yang berada di
Daerah-daerah terpencil dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang berada di kecamatan
katingan tengah dan katingan hilir.
Keberhasilan pendidikan di Daerah-daerah terpencil sangat dipengaruhi oleh sarana
dan prasarana yang memadai, akses informasi dan atau sumber belajar peserta didik yang
tersedia serta tenaga pengajar yang berkulitas. Hal ini dapat dicapai melalui kebijakan
pemerintah yang tepat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Daerah-daerah terpencil
dibutuhkan perhatian khusus dari pemerintah bekerjasama dengan masyarakat setempat.

Dengan adanya perbaikan dalam sarana dan prasarana, akses informasi dan tenaga
pengajar maka mutu pendidikan juga akan meningkat. Dengan meningkatnya kualitas
pendidikan, maka sumber daya manusia juga akan memberi kontribusi yang signifikan,
sehingga dengan sendirinya bidang-bidang lain juga akan berkembang dengan baik.
Pemerintah harus mengupayakan pemerataan pendidikan supaya pendidikan di Daerah-
daerah terpencil dapat terwujud.Seperti telah disebutkan dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 (TAP MPR No. IV/MPR/1999) yang berbunyi
“mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti”.

2.3 Permasalahan dan Pemecahan masalah Pendidikan di daerah Terpencil

1. Masalah Pemerataan Pendidikan

Adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang


seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga
pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan.

2. Masalah Mutu Pendidikan


Mutu pendidikan di permasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang di harapkan. Mutu pendidikan di lihat pada kualitas keluarannya. Apakah keluaran dari
suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya,anggota
masyarakat yang bertanggung jawab, warganegara yang cinta tanah air, dan memiliki rasa
kesetiakawanan sosial.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan.
Segi mutu, pada awal perkembangannya memang menitik beratkan kepada segi kuntitatif
dan usaha pemerataan. Selanjutnya baru segi kualitatif atau mutu di perhatikan, yaitu :
 penyempurnaan UU pendidikan,
 penyempurnaan kurikulum,
 pengembangan kemampuan tenaga kependidikan,
 penyempurnaan prasarana belajar, dan sebagainya.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.

4. Masalah Relevansi Pendidikan


Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan
di masyarakat. Misalnya :
- Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
- Tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan
perkembangan ekonomi.

Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing – masing dikatakan teratasi jika :
 Dapat menyediakan kesempatan permerataan belajar, artinya : semua warga negara yang
butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
 Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya : perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
 Dapat terlaksana secara efisien, artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan
tujuan yang ditulis dalam rancangan.
 Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan.
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Permasalahan Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan ada dua kategori
yaitu Masalah mikro dan masalah makro pendidikan.
• Masalah Mikro:
permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan pada butir A di atas,
yaitu masalah – masalah yg berlangsung di dlm sistem pendidikan itu sendiri.
• Masalah Makro:
- perkembangan iptek dan seni
- laju pertumbuhan penduduk
- aspirasi masyarakat
- keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan

2.4 Permasalahan Pendidikan Di Kabupaten Katingan


Di Indonesia masih banyak masalah masalah mengenai pendidikan ini yang sampai
sekarang masih belum bisa diselesaikan, rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
menjadi masalah utama yang harus cepat diatasi. Berikut masalah pendidikan yang ada di
Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yg
diharapkan. Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan
melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya
tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia


Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang
lebih ‘murah’. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar dan banyak hal
lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia Yang juga
berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

2. Standardisasi Pendidikan di katingan


Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar
pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan.
Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang
diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Beberapa masalah secara khusus yg menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di
Katingan, yaitu :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
2. Rendahnya Kualitas Guru
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
4. Rendahnya Prestasi Siswa
5. Mahalnya Biaya Pendidikan

Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Kabupaten Katingan

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan
dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,
diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru
dan prestasi siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten


Katingan daerah yang tergolong daerah terpencil meliputi Kecamatan Mendawai, Kecamatan
Petak Malai, Kecamatan Bukit Raya. Permasalahan pokok yang terjadi pada kecamatan-
kecamatan tersebut adalah sulitnya ases informasi dan sarana jalan. Misalnya, untuk menuju
Kecamatan Petak Malai dan Kecamatan Bukit Raya hanya dapat ditempuh menggunakan
transportasi air yang oleh masyarakat setempat dinamakan Speed Boat 40pk.
Keterisoliran ini berakibat pada sulitnya perkembangan daerah tersebut, tidak
terkecuali bidang pendidikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain, guru enggan ditempatkan
didaerah tersebut, sehingga banyak sekolah yang kekurangan tenaga pengajar. Akibat lainnya
adalah sarana dan prasarana yang minim karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah
dan akses informasi yang sulit.
Keberhasilan pendidikan di Daerah-daerah terpencil sangat dipengaruhi oleh sarana
dan prasarana yang memadai, akses informasi dan atau sumber belajar peserta didik yang
tersedia serta tenaga pengajar yang berkulitas. Hal ini dapat dicapai melalui kebijakan
pemerintah yang tepat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Daerah-daerah terpencil
dibutuhkan perhatian khusus dari pemerintah bekerjasama dengan masyarakat setempat.
Sedangkan masalah-masalah pendidikan yang di hadapi didaerah terpencil di
kabupaten katingan yaitu : masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan,
masalah efisiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidikan. Adapun solusi-solusi
pemecahan masalah pendidikan di katingan adalah solusi sistemik, yakni solusi dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui
sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem
pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme,
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan
publik, termasuk pendanaan pendidikan. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

3.2 Saran
Upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah pendidikan
salah satunya adalah pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak
cukup berlangsung hanya secara insidental. Pendekatan keterampilan proses yang
sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditindaklanjuti dengan menyebarkan buku
panduannya kepada sekolah-sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Kalteng post (senin 17 agustus 2009)

www.kalimantan-news.com/berita.php.idb=2204

Safarudin Siregar. 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian. Jakarta : Grasindo.

Shinichi Ichimura. 1996. Pembangunan Ekonomi Indonesia, Masalah Dan Analisis. Edisi
Revisi. UI Press.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rineka Cipta.

http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/meningkatkan-mutu-
pendidikan.html.Diakses Pada 14 April 2014.
http://ichalolla.wordpress.com/2010/12/19/permasalahan-pokok-pendidikan-dan
pemecahannya/. Diakses pada 20 April 2014.
14
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPUL
AN
Paparan ide
dan
penjelasan
diatas
merupakan
bagian
terkecil
realitas yang
ada di
bangsakita
yang perlu
diberikan
ruang
khusus dan
perhatian
dari
pemerintah
pusat hingga
ke
daerah, juga
seluruh lapis
an
masyarakat.
Karena baga
imanapun ge
nerasi-
generasi mu
da
berikutnya j
uga berhak
mendapatka
n pendidikan
yang layak.
Pendidikan
di daerah ter
pencil mema
ng masihsan
gat rendah
bila di
bandingkan
dengan
kualitas
pendidikan
di daerah-
daerah yang
mudahterpan
tau langsung
oleh
pemerintaha
n pusat
maupun
daerah.
Hal-hal yang
menyebabka
n rendahnya
kualitas dan
mutu
pendidikan
di daerah
terpencil
diIndonesia
yaitu:a.

Rendahnya
sarana dan
prasarana
fisik, b.

Kurangnya
pemerataan
pendidikan,c
.

Masih
rendahnya
kesejahteraa
n guru,d.

Rendahnya
prestasi
siswa.Hal-
hal tersebut
hanya bisa
diatasi
dengan
adanya kerja
sama antara
pemerintaha
n
denganselur
uh lapisan
masyakarat
untuk menin
gkatkan
kualitas dan
mutu pendid
ikan
di daerahterp
encil,
adanya
perubahan
paradigma
dan pola
pikir
masyarakat,
peningkatan
sarana
dan prasaran
a fisik pendi
dikan di daer
ah terpencil,
pemerataan
akses pendid
ikan, mening
katkankeseja
hteraan
guru, dan
kesadaran
dari para
peserta didik
untuk
mencapai
prestasi
sebaikmung
kin.
15
B.

SARAN
Era
globalisasi
selalu
menuntut
adanya
perubahan
yang terjadi
dalam dunia
pendidikann
asional
untuk
menjadi
lebih baik
sehingga
mampu
bersaing
dalam segala
bidang. Cara
yangdapat
dilakukan
bangsa
Indonesia
untuk
menghadapi
perkembang
an dunia di
era
globalisasi
agartidak
semakin
ketinggalan
dari negara-
negara lain
adalah
dengan
meningkatka
n mutu
dankualitas
pendidikann
ya terutama
di daerah-
daerah
terpencil.
Peningkatan
mutu dan
kualitas pen
didikan di da
erah terpenci
l tentunya ha
rus ada kerja
sama seluru
h lapisan ma
syarakat. Ba
gi pemerinta
h pusat dan
daerah harus
memantau s
ecara langsu
ng bagaiman
a dan sampai
dimana pros
es pembelaja
ran yang terj
adi di daerah
-
daerah terpe
ncil dan me
mberikan an
ggaran untu
k pembangu
nan dan mel
engkapi sara
na dan prasa
rana sekolah
. Bagi masya
rakat, terusla
hmendukung
upaya-upaya
yang
dilakukan
pemerintah
untuk
membangun
pendidikan
di
daerahterpen
cil. Bagi
para
pendidik,
teruslah
mendukung
peserta didik
dalam
kegiatan
belajarnya.
Dan bagi pes
erta didik, te
ruslah belaja
r untuk mera
ih cita-
cita dan me
mbawa bang
sa Indonesia
menjadi
lebih
baik.Dengan
demikian,
mutu dan
kualitas
pendidikan
akan terus
meningkat.
Meningkatn
yamutu dan
kualitas
pendidikan
berarti
sumber daya
manusia
yang terlahir
akan
semakin
baik
danmampu
membawa
bangsa
Indonesia
bersaing
secara sehat
dalam segala
bidang di
duniainterna
sional.
16
DAFTAR
PUSTAKA
N.K,
Roestiyah.
1986.
Masalah-
Masalah
Ilmu
Keguruan.
Jakarta: PT.
Bina
Aksara.Kam
us Besar
Bahasa
Indonesia
(KKBI).
Pusat
Bahasa Edisi
ke 4 Tahun
2008.Ben.
19 April
2012.
Online
Magezine
For Flores
Culture and
Society.
Kurniawan,
Widi. 02
Mei 2012.
Kisah Ibu L
astri.
Melalui
http://
edukasi.kom
pasiana.com
/2012/05/02/
melongok-
wajah-
pendidikan-
di-daerah-
terpencil
/.Hadi,
Kamila, N.
2012.
Penuhi Hak
Pendidikan
Anak di Dae
rah Pedalam
an.
Melalui
http:// pendi
dikankita.co
m
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan
kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994 sampai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan atau Kurikulum 2006. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum
sebelumnya masih belum cukup bagus untuk menjawab tantangan kerja
sekarang ini, di antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau
kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Sistem Pendidikan Nasional senantiasa harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik tingkat lokal,
nasional maupun global.
Pemerintah menggagas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
sebagai tindak lanjut kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah
dan desentralisasi. Pemerintah berharap melalui Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan ini, masalah ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan segera teratasi. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik (Mulyasa. 2006:
8).
2
Faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan kurikulum adalah
tenaga kependidikan/guru. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1,
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional saat ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global. Salah satu komponen penting dari Sistem Pendidikan Nasional adalah
kurikulum karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang
dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun
penyelenggara khususnya guru.
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
3
Kurikulum merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pendidikan di
sekolah karena kurikulum merupakan rancangan formal dan tertulis bagi
pelaksanaan pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan dapat berjalan
secara terencana, sistematis, dan teratur. Kurikulum merupakan bagian
penting dalam pendidikan sebab kurikulum berkaitan dengan penentuan arah,
isi, dan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan menentukan kualifikasi
suatu lembaga pendidikan.
Menurut Mulyasa (2006: 9), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar
dengan guru karena mereka banyak dilibatkan, diharapkan mereka memiliki
tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang
berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu
relevan dan kompetitif.
Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 dan 36 yang menekankan
perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum
secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Menurut Martinis Yamin (2007: 62), penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan menekankan pada pendekatan proses dan bukan
pemaksaan pencapaian materi. Oleh sebab itu pembelajaran yang
dilaksanakan harus melibatkan aktivitas siswa atau peserta didik, guru
berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran. Belajar yang
dilakukan merupakan belajar bermakna dan tuntas, sehingga peserta didik
betul-betul menguasai permasalahan yang dipecahkan bersama. Kemampuan
dan pretasi siswa selalu dipantau dan dikontrol melalui proses evaluasi yang
kontinyu.
Setelah pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun
2006, satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponen4
komponen dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Komponen yang
dimaksud mencakup visi, misi dan tujuan tingkat satuan pendidikan, struktur
dan muatan, kalender pendidikan, silabus sampai pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki beberapa
karakteristik yang secara umum yaitu adanya partisipasi guru dan
keseluruhan atau sebagian staf sekolah, adaptasi (modifikasi) dan kreasi
(mendesain kurikulum baru), perpindahan tanggung jawab dari pusat, proses
berkelanjutan yang melibatkan masyarakat, dan ketersediaan struktur
pendukung.
Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah
bagaimana membuat guru lebih aktif dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Jadi guru juga
harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua
arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri
siswa. Siswa tidak hanya mengenal teori tetapi terlibat dalam sebuah proses
pengalaman belajar.
Kurikulum ini lahir karena adanya tuntutan perkembangan yang
menghendaki desentralisasi, otonomi, dan fleksibilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sistem pendidikan sentralistik telah
menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat
sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Pendekatan baru
berupa desentralisasi dalam pendidikan akan memberikan kewenangan yang
5
cukup untuk sekolah dalam mengelola mutu pendidikan peserta didik.
(Slamet, 2005:3).
Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan
dan kinerja pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi
pendidikan. Selain itu desentralisasi juga dimaksudkan untuk mengurangi
beban pemerintah pusat yang berlebihan, mengurangi kemacetan-kemacetan
jalur-jalur komunikasi, meningkatkan kemandirian, demokrasi, daya tanggap,
akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa, dan pemberdayaan dalam
pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan.
Pembuatan kurikulum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
masih dilakukan oleh pemerintah pusat dengan kurikulum standar yang
berlaku secara nasional. Kemudian untuk implementasinya, sekolah dapat
mengembangkan kurikulum tersebut dengan mengacu isi kurikulum yang
berlaku secara nasional. Namun dalam implementasi ternyata tidak sama. Hal
tersebut dapat dilihat dalam penyusunan silabus. Silabus model Badan
Standar Nasional Pendidikan yang seharusnya hanya sekadar menjadi model,
telah menjadi acuan baku untuk dilaksanakan di seluruh penjuru tanah air.
Akibatnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang seharusnya berbeda
di setiap daerah, bahkan di setiap sekolah, namun yang terjadi justru ada
penyeragaman. Selain itu kebanyakan sekolah atau guru yang tidak begitu
memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan seperti
kurikulum sebelumnya hanya merubah nama, format, atau silabus saja.
6
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menjadi Kurikulum yang tetap sama
produk-nya. Implementasi yang seperti inilah maka Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pun menjadi kurang efektif dalam pengembangan diri
siswa karena isinya sama saja (Slamet, 2005 : 3).
Proses pembelajaran adalah suatu sistem yang melibatkan berbagai
komponen. Menurut Moh. Ali (1984: 4), secara garis besar komponen
tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu guru, materi dan
siswa. Ketiganya melibatkan sarana dan prasarana meliputi metode, alat
peraga, media pembelajaran, dan penataan media tempat belajar sehingga
tercipta situasi dan kondisi yang memungkinkan.
Proses pembelajaran adalah proses yang terarah pada tujuan pendidikan
dan pengajaran. Komponen-komponen di dalam proses pembelajaran saling
berinteraksi dan berhubungan untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu
komponen proses belajar adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berisi
diantaranya kompetensi dasar, indikator, materi standar, pengalaman belajar,
metode mengajar, dan penilaian (Mulyasa, 2006: 221-222).
Guru sering kali dalam kegiatan pembelajaran di sekolah merasa bahwa
pembaharuan kurikulum sebagai beban. Guru harus memahami kurikulum
yang baru dan mengubah pola kerja yang biasa dilakukan guru untuk
disesuaikan dengan kurikulum. Keadaan demikian merupakan akibat logis
dari terlalu seringnya ada pembaharuan kurikulum. Namun kurikulum yang
baik bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pembelajaran.
7
Masih banyak faktor lain yang ikut andil terhadap kegiatan pembelajaran.
Faktor kunci yang dianggap menentukan keberhasilan pembelajaran,
diantaranya mutu guru, kondisi sarana dan prasarana pendidikan, manajemen
sekolah, dan sistem pendidikan nasional.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian dari
rumpun ilmu sosial, karena itu tidak mengherankan apabila konsep-konsep
atau bahan ajarnya abstrak. Bahan ajar yang abstrak menuntut keterampilan
guru untuk mengorganisasikan bahan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menantang. Meskipun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah
dilaksanakan, namun terdapat indikasi bahwa ada kecenderungan guru untuk
menggunakan teknik mengajar tradisional, seperti ceramah dan tanya jawab.
Padahal teknik ini kurang dapat memobilisasi dan menumbuhkembangkan
potensi berpikir, sikap, dan keterampilan siswa.
Di samping itu menimbulkan perasaan bosan dan pasif sehingga siswa
menganggap mudah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Padahal
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini bertugas mengembangkan
pendidikan demokrasi yang mengemban 3 fungsi pokok, yaitu
mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligensi), membina
tanggung jawab (civic responsibility), dan mendorong partisipasi warga
negara (civic participation) (Udin S. Winataputra. 2005: 1.1). Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting dipelajari siswa sebagai warga
negara.
8
Adanya perubahan baik kurikulum, pengembangan silabus, penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, maka dalam
pelaksanaannya tentu akan mengalami suatu hambatan. Mulai dari apakah
guru tersebut bisa menyusun dan menguasai kurikulum. Kemudian apakah
guru tersebut dapat menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, mengembangkan materi
pembelajaran, mengembangkan strategi belajar-mengajar, mengembangkan
dan memilih media pembelajaraan, dan merencanakan dan melakukan
evaluasi terutama untuk ranah kognitif.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah suatu perkiraan atau
proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang dilakukan baik oleh guru
mauapun peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan membentuk
kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 153).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 dinyatakan bahwa:
”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian
hasil belajar”.
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menjelaskan
bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi
dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
9
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Menurut Mulyasa (2006: 255) pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan ke arah yang lebih baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
didalam interaksi tersebut, baik faktor internal yang datang dari dalam diri
individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Tugas guru yang paling utama dalam pembelajaran adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
dari peserta didik. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran berbasis
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mencakup tiga hal, yaitu pre tes (tes
awal), pembentukkan kompetensi, dan post tes.
Berdasarkan pengalaman peneliti ternyata pengetahuan tentang
bagaimana pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan
pelaksanaan pembelajaran sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Hal ini dikarenakan masih banyak guru mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang belum secara maksimal dapat
mengembangkan kompetensi yang ada di dalam silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
Banyak guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang pada
saat memberi materi/menyampaikan materi kepada peserta didik, cara
penyajiannya masih kurang membangkitkan semangat peserta didik untuk
10
belajar secara aktif dan mandiri. Bahkan ada beberapa guru yang masih
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam mengajar di kelas.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam
pengembangan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan pelaksanaan
pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan siswanya. Di
mana setiap sekolah dalam pengembangannya berbeda-beda. Tetapi pada
kenyataannya terjadi penyeragaman. Format contoh pengembangan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran digunakan sebagai
acuan yang baku bagi Guru. Padahal format contoh tersebut masih harus
dikembangkan lagi.
Adanya kesenjangan informasi antar daerah, keragaman kompetensi
guru atau sarana-prasarana sekolah menjadi cacat utama dalam melaksanakan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan menemui hambatan dari segi Sumber Daya Manusia yang kurang
memadai. Tidak banyak Sumber Daya Manusia yang mampu menjabarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di dalam satuan pendidikan. Guru
belum sepenuhnya memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan secara
utuh, baik dari segi konsep maupun penerapannya di lapangan. Padahal
pengimplemetasian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tersebut mutlak
diperlukan demi tercapainya target pengajaran yakni penguasaan materi
dengan baik oleh peserta didik.
Sosialisasi dilakukan oleh pemerintah pusat ke daerah-daerah yaitu
tingkat provinsi yang kemudian disosialisasikan ke sekolah-sekolah.
11
Sosialisasi ke sekolah-sekolah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
masing-masing. Namun kondisi geografis tanah air kita yang beragam
membuat kurangnya sosialisasi sampai ke seluruh pelosok tanah air. Sekolahsekolah
yang berada di daerah terpencil mendapatkan informasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan hanya dari mulut ke mulut saja. Kurangnya
sosialisasi juga menyebabkan banyak sekolah yang masih simpang-siur dalam
memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meski telah diterapkan
selama 6 tahun.
Selain itu masalah yang tidak kalah penting adalah segi sarana dan
prasarana. Kebanyakan sekolah dinilai kekurangan sarana untuk mendukung
kelengkapan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Hal ini
terutama dialami oleh sekolah yang berada di daerah terpencil dan sekolahsekolah
yang memiliki masalah kesulitan dana. Masalah tersebut sangat
mempengaruhi pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah yang berdampak pada kurang
efektifnya penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Permasalahan
tersebut juga dialami oleh SMA-SMA yang berada di Kabupaten Sleman
khususnya Kabupaten Sleman wilayah Barat. Masih banyak guru yang belum
optimal dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pebelajaran karena kurangnya sarana dan prasana.
SMA di Kabupaten Sleman Wilayah Barat merupakan SMA yang
berada di daerah pinggiran kota. Guru-guru yang ada di daerah pinggiran kota
memiliki indikasi yang besar dalam mengalami hambatan pada
12
pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Pelaksanaa
Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa guru-guru se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat belum melakukan upaya dalam mengatasi suatu hambatan. Hal inilah
yang melatarbelakangi pentingnya diberlakukan penelitian tentang apakah
hambatan-hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat, di mana Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan sudah diterapkan di sekolah, namun kurikulum tersebut belum
terlaksana dengan sempurna dan masih menemui beberapa hambatan.
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diberlakukan oleh
pemerintah masih terdapat berbagai hambatan khususnya di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat karena itu perlu dilakukan suatu penelitian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan yang relevan terkait dengan hambatan apa saja yang
dihadapi oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-Kabupaten Sleman
Wilayah Barat dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan sebagai berikut :
1. Belum sempurnanya pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
13
2. Belum optimalnya guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah-sekolah.
3. Kurangnnya sarana prasarana sebagai kelengkapan dari pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terutama sarana prasarana dalam
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya di SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
4. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pengembangan silabus.
5. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat dalam pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
6. Masih adanya hambatan yang dialami oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah
Barat dalam pelaksanaan pembelajaran.
7. Masih belum diketahuinya upaya yang dilakukan oleh guru Pendidikan
Kewarganegaraan SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya masalah yang timbul sehubungan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka dari uraian masalah yang
berhasil diidentifikasi di atas, maka peneltian ini dibatasi pada :
14
1. Hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Upaya yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA se-
Kabupaten Sleman Wilayah Barat dalam mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa saja hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat ?
2. Upaya apa saja yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMA
se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat ?
15
E. Tujuan Penelitian
Mengacu pada masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui hambatan yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dijadikan
sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang sejenis di masa yang akan
datang.
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk/terhadap konsep
pembelajaran dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk
diteliti lebih lanjut baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
16
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan pada khususnya dan guru
mata pelajaran lainnya pada umumnya, dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan
pembelajaran, khususnya mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi sekolah atau
organisasi profesi guru untuk mengatasi berbagai permasalahan sarana
kritis bagi terselenggaranya sistem pendidikan yang berpengaruh pada
perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.
c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang masalah yang sama atau masalah lain
yang berkaitan.
G. Batasan Istilah
1. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1, guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
2. Menurut Chollisin (2000: 19), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
bentuk pengajaran politik atau pendidikan politik. Pendidikan politik
berarti fokusnya lebih menekankan bagaimana membina warga Negara
17
yang lebih baik (memiliki kesadaran politik dan hukum) lewat suatu
proses belajar mengajar. Dalam proses ini karakter ilmu politik sangat
berpengaruh secara dominan baik dalam mengembangkan materi maaupun
strategi pengajarannya.
3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau
sekolah (Mulyasa, 2006: 19). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan
muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kalender pendidikan dan
silabus.
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah suatu perkiraan atau proyeksi
guru menganai seluruh kegiatan yang dilakukan baik oleh guru mauapun
peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan membentuk kompetensi
dan pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 153).
5. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan kearah yang lebih baik
(Mulyasa. 2006: 255).
MAKALAH
PEMERATAAN
PENDIDIKAN DI
INDONESIA
DI-AM.BLOGSPOT.COM FRIDAY, DECEMBER 12, 2014 MAKALAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam

semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan

ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang

berkualit

as. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan bagi

masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam

mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di

tempat-tempat yang jauh dan tersebar.

Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda

pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan

dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh
layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan

oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Kurang meratanya pendidikan di Indonesia menjadi

suatu masalah klasik yang hingga kini belum ada langkahlangkah strategis dari pemerintan untuk

menanganinya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di

Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat mengetahui bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia.

2. Dapat mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di

Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Pemerataan Pendidikan Di Indonesia

Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah

miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan

cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan

teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga

menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah, penggunaannya masih
merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Di samping itu, sekalipun teknologi

dapat menjangkau yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar,

mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi tetapi tertinggal

dalam hal ilmu pengetahuan.

Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka

praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping rendahnya

pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang

beruntung ini kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber lokal

dan nasional. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara

perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia

(KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.

Kurangnya pemerataan dan carut-marut pendidikan kita selama ini disebabkan pendidikan

dikelola tidak secara profesional. Terjadi bongkar pasang kebijakan secara tidak konsisten, misalnya;

penerapan kurikulum CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kurikulum KTSP. Penggantian

nama dari SMA ke SMU kembali lagi ke SMA, sebelum diadakan evaluasi hasil pelaksanaannya.

Terbatasnya ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor terpenting

penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas. Namun demikian berbagai sumber data termasuk

SUSENAS 2004 mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dapat mengakses buku pelajaran

baik dengan membeli sendiri maupun disediakan oleh sekolah.

1. Pemarataan pendidikan formal

a. Pendidikan prasekolah dan sekolah dasar

Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini, misal : playgroup dan

taman kanak-kanak. Pada daerah perkotaan pendidikan prasekolah secara formal sudah sering

ditemukan, tetapi untuk daerah terpencil seperti di pedesaan, masih sangat jarang dan mutunya

sangat berbeda dengan pendidikan prasekolah yang ada di daerah perkotaan.


Pendidikan sekolah dasar memang sudah cukup dirasakan pemerataannya di berbagai

daerah, hal ini sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun, tetapi mutu dari pendidikan tersebut

masih sangat berbeda antara daerah perkotaan dengan pedesaan.

Ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran yang berkualitas, namun buku pelajaran yang diperlukan itu belum tersedia

secara memadai, terutama dalam pendidikan dasar. Data Susenas 2004 dan sumber-sumber yang

lain mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dalam pendidikan dasar dapat mengakses

buku pelajaran, baik dengan membeli sendiri maupun mendapat pinjaman dari sekolah. Adanya

sekolah-sekolah yang membolehkan guru mata pelajaran menjual buku yang berharga tinggi juga

menjadi permasalahan tersendiri. Penjualan buku-buku dengan harga yang cukup tinggi membuat

masyarakat yang kurang mampu merasa terbebani.

b. Pendidikan menengah

Pada pendidikan menengah, saat ini banyak bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam

pelaksanaannya model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk kalangan borjuis, elit, dan berduit

yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai kalangan atas. Kalaupun ada peserta didik yang

masuk ke sekolah dengan sistem subsidi silang itu hanya akal-akalan saja dari pihak sekolah untuk

menghindari “image” di masyarakat sebagai sekolah mahal dan berkualitas, sekolah plus, sekolah

unggulan, sekolah alam, sekolah terpadu, sekolah eksperimen (laboratorium), sekolah full day, dan

label-label lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan dengan “unggul”.

c. Pendidikan tinggi

Untuk pendidikan tinggi persoalannya menyangkut pemerataan kesempatan dalam

memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara dalam kelompok usia 19-24 tahun. Biaya yang

diperlukan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya

anak-anak yang berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan mengenyam

pendidikan tinggi. Kebutuhan biaya baik langsung maupun tak langsung yang cukup besar inilah yang

menyebabkan rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.


Penyebaran geografis lembaga pendidikan tinggi unggulan di Indonesia juga tidak merata.

Berbagai universitas terkemuka dipusatkan berada di pulau Jawa, sehingga masyarakat yang berada

di pulau lain harus meninggalkan kampung halamannya demi melanjutkan pendidikan tinggi.

Kritik kini mulai bermunculan atas pelaksanaan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) bagi

beberapa universitas dan institut, seperti: UI, UGM, USU, UPI, ITB, dan IPB. BHMN dinilai telah

mengarah ke komersialisasi pendidikan, yang bertentangan dengan misi utama sebuah lembaga

pendidikan tinggi. Untuk bisa kuliah di universitas dan institut terpandang itu, orangtua mahasiswa

harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah.

Ada beberapa argument yang menyebabkan muncul gerakan protes atas gejala

komersialisasi pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi yang selama ini bersifat elitis akan

semakin bertambah elitis. Perguruan tinggi bertarif mahal akan makin mengentalkan watak elitisme

dan kian mereduksi jiwa egalitarianisme. Gejala ini jelas bertentangan dengan prinsip pemerataan

pendidikan seperti diamanatkan di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Prinsip dasar pemerataan

ini sangat penting guna memberikan kesempatan bagi semua golongan masyarakat, untuk

memperoleh pelayanan pendidikan yang baik. Kedua, ada alasan ideologis di balik gerakan protes

itu. Selama ini, yang bisa menikmati pendidikan tinggi adalah orang-orang yang berasal dari keluarga

kelas menengah. Bagi orang-orang yang berasal dari kelas bawah (keluarga miskin) mengalami

kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi dengan biaya yang mahal itu. (Eka, R. 2007).

2. Pemerataan pendidikan nonformal

Di samping menghadapi permasalahan dalam meningkatkan akses dan pemerataan

pendidikan di jalur formal, pembangunan pendidikan juga menghadapi permasalahan dalam

peningkatan akses dan pemerataan pendidikan non formal.

Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi permasalahan dalam hal perluasan dan

pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan tahun 2006, pendidikan

non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja (transition from

school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara

luas oleh masyarakat. Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat khususnya yang berusia dewasa
untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya masih sangat rendah.

Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga

tidak dapat terangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

3. Permasalahan pemerataan pendidikan di Indonesia

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan

telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara sedang berkembang.

Peningkatan pemerataan pendidikan, diutamakan bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah

sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Kemiskinan menjadi hambatan utama dalam

mendapatkan akses pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga

harus mendapat perhatian gunamencegah munculnya kecemburuan sosial. Pemerataan pendidikan

di Indonesia merupakan masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini

terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan

oleh faktor finansial atau keuangan Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mahal biaya yang

dikeluarkan oleh individu. Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar

masyarakatnya hidup pada taraf yang tidak berkecukupan.

Masalah pemerataan pendidikan juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Di beberapa

daerah di Indonesia terdapat banyak sekolah yang kurang terawat. Pada tahun 2006 sekitar 57,2

persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3 persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak

berat. Gedung SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD

tahun 1970-an dan Program Wajib Belajar Enam Tahun pada tahun 1980-an sudah banyak yang

rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Di bebrapa daerah

terpencil sebagian gedung sekolah hanya terbuat dari kayu dan berlantaikan tanah. Hal ini

diakibatkan oleh buruknya akses jalan menuju daerah tersebut dan kurangnya perhatian dari

pemerintah.

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama

tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999
mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi

Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan

pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu

akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu

diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah

ketidakmerataan tersebut. Berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam

penyelenggaraan pemerataaan peendidikan.

a. Pendidikan prasekolah,

Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dewasa ini adalah sebagai berikut:

a) Sebagian besar pendirian lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang diprakarsai oleh masyarakat

masih berorientsi di wilayah perkotaan, sedangkan untuk wilayah-wilayah di pedesaan atau daerah

terpencil dirasakan masih sangat kurang. Hal ini berakibat pada kurang adanya pemerataan

kesempatan untuk pendidikan prasekolah.

b) Masih terdapat pendirian/penyelenggaraan pendidikan prasekolah tidak memenuhi standar minimal

baik dari segi sarana dan prasarana maupun mutu dan profesionalisme guru.

c) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil yang sebagian besar miskin

telah menyebabkan kualitas gizi anak kurang dapat mendukung aktivitas anak didik dalam bermain

sambil belajar.

d) Banyak penyelenggaraan pendidikan prasekolah terutama dikota-kota besar, kurang memperhatikan

kurikulum dengan mempraktekkan pola pendekatan terhadap anak didik terlalu berorientasi

akademik dan memperlakukannya sebagai "orang dewasa kecil" yang dapat menyebabkan

terjadinya proses pematangan emosi anak menjadi kurang seimbang.

b. Pendidikan dasar

Dalam kaitannya dengan perluasan dan pemerataan program wajib belajar pendidikan dasar

9 tahun, wajib belajar belum memiliki makna "compulsory" karena ketidakmampuan subsidi

pemerintah untuk menjangkau masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya cukup besar dan

secara ekonomi tidak mampu.


B. Upaya Pemerintah dalam Melakukan Pemerataan Pendidikan Di Indonesia.

Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai langkah akan diambil

seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan pendidikan, akses terhadap pendidikan ini

dihitung berdasarkan angka partisipasi mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah

Umum. Dewasa ini, pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat

pendidikan masyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya untuk

memeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan Wajib Belajar

Sembilan Tahun pada tahun1994. Selain itu, pemerintah semakin intensif untuk memberikan

bantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Di dalam Propenas 1999 dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar

dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di

antara program-program tersebut terdapat Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah

penuntasan wajib belajar 9 tahun sebagai Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat

memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan,

potensi mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk

melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa: meningkatkan sosialisasi dan jangkauan

pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket B setara SLTP untuk

mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang

berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan

kelembagaan.

Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan adalah menerapkan pada

masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah terasing, minoritas dan di daerah

bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti menempatkan satu guru, guru kunjung dan sistem

tutorial, SD Pamong dan SD/Mts, SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar

dan prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan, perawatan sarana
dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat peraga Spesial (IPS), IPA

dan matematika, perpustakaan, laboratorium, serta ruang lain yang diperlukan.

Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas memperoleh

pendidikan tinggi bagi masyarakat. Kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk memberikan

kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk kelompok

masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelengarakan beasiswa perguruan tinggi sebagai

pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah

kedudukan perguruan tinggi. Salah satu upaya alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi yang

berpindah-pindah, terisolasi, SD dan MI kecil MI terpadu kelas jauh. Dari uraian di atas tampak jelas

keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan prasekolah,

pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat

menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9 tahun serta pembinaan perguruan

tinggi.

Pemerataan pendidikan dilakukan dengan mengupayakan agar semua lapisan masyarakat

dapat menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan pembinaan ke

semua jenjang pendidikan baik pendidikan reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung,

SD Pamong, SLTP terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan

pendidikan tinggi terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh. Suatu bukti bahwa pemerintah

serius mengelola pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah kualitas dan

jumlah SMP Terbuka. Program SMP Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejaktahun 1979 yang telah

menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan

Belajar (TKB ) dikan dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan(TKB), dan itu baru menjangkau

18% kebutuhan.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi ketidakmerataan

pendidikan ini dengan cara Wajib Belajar Sembilan Tahun, pemberian beasiswa-beasiswa bagi

masyarakat yang kurang mampu atau miskin, kemudian memberikan Bantuan Dana Operasional

(BOS). Walaupun sudah diadakan sekolah gratis, Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi
dana BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat miskin yang

tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal seluruh rakyat berhak

mendapatkan pendidikan yang layak.

1. Wajib Belajar

Dalam sektor pendidikan, kewajiban belajar tingkat dasar perlu diperluas dari 6 ke 9 tahun,

yaitu dengan tambahan 3 tahun pendidikan setingkat SLTP seperti dimandatkan oleh Peraturan

Pemerintah 2 Mei 1994. Hal ini segaris dengan semangat “Pendidikan untuk Semua” yang

dideklarasikan di konferensi Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia

Sedunia Artikel 29 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan yang benar bukanlah mempertahankan

‘sistem’ tetapi memperkaya kehidupan manusia dengan memberikan pendidikan lebih berkualitas,

lebih efektif, lebih cepat dan dengan dukungan biaya negara yang menanggungnya”.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan

penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang

diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka

partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95

persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan

jenjang pendidikan dasar.

2. Alokasi subsidi BBM

Pengalihan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah yang sebagian

diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa menjadi penghibur. Dari dana

kompensasi bidang pendidikan direncanakan terdistribusi dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta

anak kurang mampu usia sekolah menjadi sasaran dari program alokasi ini.

Pada tahun 2003, setidaknya 1 dari 4 penduduk Indonesia termasuk miskin. Jika total

penduduk Indonesia adalah sekitar 220 juta jiwa, maka berarti ada sekitar 60 juta jiwa saudara kita

yang dalam kategori miskin. Artinya, apa yang sekarang sedang direncanakan pemerintah sangat

mungkin belum dapat menjangkau semua rakyat miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk

sampai ke situ. Yang jelas awal menuju ke arah itutelah dimulai. Dalam konteks ini sebaiknya dibuat
suatu kriteria siapa yang bisa mendapatkan bantuan, dan siapa saja yang bisa menunggu giliran

berikutnya. Kriteria itu penting agar bantuan yang diberikan kepada rakyat miskin tepat sasaran.

Oleh karena itu, proses seleksi seharusnya benar didasarkan oleh data lapangan yang seakurat

mungkin.

3. Bidang Teknologi

Kemajuan teknologi menawarakan solusi untuk menyediakan akses pendidikan dan

pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang tinggal di daerah terpencil. Pendidikan

harus dapat memenuhi kebutuhan belajar orang-orang yang kurang beruntung ini secara ekonomi

ketimbang menyediakan akses yang tak terjangkau oleh daya beli mereka.

Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan pendidikan di Indonesia karena

fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu

yang bersamaan. Eksistensi televisi sebagai media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan untuk

dapat menginformasikan segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas. Hendaknya, televisi

mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta berpartisipasi dalam menginformasikan, mendidik,

dan menghibur masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada perkembangan pendidikan

masyarakat melalui tayangan-tayangan yang disiarkannya.

Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi menjadi sarana

pemersatu wilayah yang efektif bagi pemerintah. Pemerintah melalui TVRI menyampaikan program-

program pembangunan dan kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan geografis yang

berarti. Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk pendidikan itu

dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang

berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan

siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional. Tugasnya

mengkaji, merancang, mengembangkan, menyebarluaskan, mengevaluasi, dan membina kegiatan

pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam

rangka peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan

Menteri Pendidikan Nasional.

Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah suatu sistem atau

model pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa SD yang dikembangkan oleh

Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu

pendidikan dasar. Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi,

audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang akan berfungsi

sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil

dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan (Eka, R. 2007).

4. Pemanfaatan APBN untuk pendidikan

Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap

warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk

memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan

dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga

negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya

dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan

lima belas tahun.

Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran

pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan

selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan

sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan

pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah.

Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan

terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008

tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan

alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp

1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut disamping

untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan

Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008.

Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun

Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk

menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan

DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran

2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerataan pendidikan merupakan sautu masalah yang sangat rumit dan takkunjung

selesai. Banyak hal yang mempengaruhi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia seperti

pendidikan masih berorientasi di wilayah perkotaan, jumlah masyarakat miskin cukup besar, dan

banyaknya daerah yang terpencil dan sulit dijangkau oleh kendaraan. Berbagai upayapun telah

dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan seperti program wajib

belajar 9 tahun, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), relokasi subsidi BBM, dan penggunaan

APBD. Namun upaya tersebut masih belum merata.


B. Saran

Sebaiknya pemerintah lebih meningkatkan upaya-upaya pemerataan pendidikan di

Indonesia dan pengawasan terhadap penyaluran bantuan yang diberikan masyarakat miskin seperti

biaya siswa lebih ditingkatkan agar bantuan tersebut tepet sasaran.


MAKALAH MASALAH
PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk
menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih
sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai
warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Hal ini berarti
pendidikan nasional mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang baik, yang dapat berguna dalam pembangunan
dimasa depan.Derap langkah pembangunan sendiri selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Tetapi,
perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan
baru, yang sebagiannya tidak dapat diramalkan sebelumnya.
Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada
masalah-masalah baru. Masalah-masalah tersebut kemudian
berdampak kepada kualitas sumber daya manusia dan pendidikan
di Indonesia.
Kualitas pendidikan di Indonesia sendiri saat ini pantas dikatakan
memperihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000)
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan,
dan penghasilan per-kepala yang menunjukkan, bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara
di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105
(1998), dan ke-109 (1999).
Survei Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP),
pada awal November 2011, yang merilis Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari 187 negara yang disurvei.
IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61 dunia
dengan angka 0,761.
Selain itu, terdapat pula Survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), mengenai kualitas pendidikan di Indonesia yang
berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada
di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum
Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya
menduduki urutan ke-30 dari 57 negara yang disurvei di dunia pada tahun
1996, ke-15(1997), ke-31(1998), ke-37(1999), dank ke-44(2000). Dan
masih menurut survei dari lembaga yang sama yang mengatakan bahwa
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di dunia.
Makalah ini akan menitikberatkan pada pokok-pokok permasalahan
pendidikan yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan diindonesia.
B. Rumusan Masalah
Apakah permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini ?
Apakah penyebab permasalahan pendidikan?
Bagaimana solusi yang dapat dilakukan demi mengatasi permasalahan
pendidikan saat ini ?
C. Tujuan
Menjelaskan permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini
Menjelaskan penyebab permasalahan pendidikan
Menjelaskan solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan
D. Manfaat
Agar mengetahui permasalahan-permasalahan pendidikan demi
meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Permasalahan Pendidikan


Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan
(dipecahkan),dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara
kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan
dengan hasil yang maksimal.
Sementara itu, Pendidikan adalah persoalan asasi bagi manusia.
Manusia sebagai makhluk yang dapat didik dan harus dididik akan tumbuh
menjadi manusia dewasa dengan proses pendidikan yang dialaminya.
Semenjak kelahirannya, manusia telah memiliki potensi dasar yang
bersifat universal.[1]
Dalam perjalanannya menuju tujuan pendidikan nasional
sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
tentang tujuan pendidikan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab dan kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Masalah-masalah pendidikan (umum) yang perlu dipecahkan adalah
:
a. Kurang meratanya pelayanan pendidikan
b. Kurang serasinya kegiatan belajar dengan tujuan pembelajaran
c. Belum efisien dan ekonomisnya pendidikan
d. Belum efektif dan efisiennya sistem penyajian
e. Kurang lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan
f. Kurang dihargainya unsur kebudayaan nasional
g. Belum kokohnya kesadaran, identitas, dan kebanggaan nasional
h. Belum tumbuhnya masyarakat yang gemar belajar
i. Belum tersebarnya paket pendidikan yang dapat mengikat, mudah
dicerna, dan mudah diperoleh
j. Belum meluasnya kesempata kerja (pembuatan dan pemanfaatan
teknologi, komunikasi, software dan hardware)[2]
Setiap Masalah pendidikan berkaitan erat dengan segi kehidupan
yang lain, masalahnya bersifat kompleks (rumit), sesuai dengan kehidupan
masyarakatnya. Seberapa besar keterkaitan suatu masalah pendidikan
dengan masalah-masalah social lain dalam masyarakatnya, secara
sederhana masalah pendidikan dapat dikelompokan kedalam beberapa
jenis, :
1. Masalah pemerataan
2. Masalah Mutu / kualitas
3. Masalah efektivitas dan relevansi
4. Masalah efisiensi[3]
Pemecahan masalah-masalah pendidikan yag komplek itu dengan
cara pendekatan pendidikan yang konvensional sudah dianggap tidak
efektif. Karena itulah inovasi atau pembaruan pendidikan sebagai
persepektif baru dalam dunia pendidikan mulai dirintis sebagai alternative
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi
dengan cara konvensional secara tuntas.[4]
1.1.1 Masalah Pemerataan Pendidikan
a. Pengertian Pemerataan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan
berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2)
tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang
sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan
melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan
pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan
terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat
dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan.
Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan
keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan
memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis
kelamin, status sosial, agama, maupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN
1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin
pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan pemeraatan
memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu
tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan
kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan
merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak
dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan
berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan
sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang
tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan
terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu
masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya
suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa
saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan
daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan
mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah,
tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan
menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat
yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana
pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan
mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program
yang dijalankan ini.[5]
b. Tujuan pemerataan Pendidikan
Adalah menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan dan pengembangan bangsa, oleh karena itu setelah
pelaksanaan pemerataan pendidikan terpenuhi maka yang marus dilakukan
selanjutnya adalah meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagaimana dijelaskan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional (sisdiknas) bab 3 mengenai penyelenggaraan
pendidikan pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut :
a) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan
sistem terbuka multibermakna.
c) Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung seumur hidup.
d) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, serta mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran
e) Proses pendidikan dikembangkan dengan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi setiap masyarakat.
f) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami pendidikan diindoesia
dilaksanakan berdasarka kebutuhan warga masyarakat dalam
pemberdayaan terhadap warga negara dengan menjunjung tunggi nilai-
nilai demokratis dan keadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.[6]
1.1.2 Masalah Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan
yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan
tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat
ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna
secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan,
peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan
juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan
mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan
anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, kurangnya fasilitas
pendidikan dapat mempengaruhi merosotnya mutu pendidikan. Oleh sebab
itudalam mengatasi masalah ini pemerintah telah berusaha dengan sebaik
mungkin untuk meningkatkan kemampuan guru melalui training-training,
dengan menambah fasilitas, dengan menambah dana pendidikan, mencari
sestem pengajaran tepat guna, serta sistem eveluasi yang sebaik mungkin
dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.[7]
b. Tujuan Mutu pendidikan
Adalah untuk memberikan jaminan kualitas pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu mutlak dilakukan atau
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Mutu pendidikan erat kaitannya
dengan lembaga pendidikan, yaitu sekolah yang merupakan lembaga
pendidikan secara khusus yang mengembangkan SDM.[8]
1.1.3 Masalah Efektivitas dan Efisiensi
a. Pengertian Efektifitas dan Efisiensi
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran
pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu
masalah lain yang dianggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu
efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan
dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila
sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya
guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan
tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga
dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila
pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran,
dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat
sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana
pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan
yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih
dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh.
Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat
pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil
yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru
tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut
tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan
kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui
berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia
menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM
yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan
lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah
lain seperti pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan
peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik,
bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan
yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan
penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan
yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih
mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan
pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan
waktu dan tenaga.
Pendidikan diusahakan agar dapat memperoleh hasil yang baik
dengan adanya biaya dan waktu yang sedikit. Ini artinya harus dicari
sistem mendidik dan mengajar yang efisien dan efektif, yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan[9]
b. Tujuan Efisiensi Pendidikan
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan diindonesia erat kaitannya
dengan profesional dalam management nasional pendidikan yang
diterapkan, antara lain : disiplin keahlian, etos kerja, dan cost
effectiveness.
Bedasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa efisiensi pendidikan
merupakan salah satu faktor pendukung dalam membentuk lembaga
pendidikan yang efektif serta sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena
itu proses pendidikan harus diusahakan agar memperoleh hasil yang
maksimal denga waktu yang terbatas.[10]
1.1.4 Permasalahan Relevansi
a. Pengertian Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan
perkembangan di masyarakat. Misalnya:Lembaga pendidikan tidak dapat
mencetak lulusan yang siap pakai. tidak adanya kesesuaian antara output
(lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.[11]
Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar. Dalam kondisi
sekarang ini sangat dibutuhkan output pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat terutama dalam hubungannya dengan persiapan kerja.
Hal tersebut lebih jelas dengan digulirkannya konsep Link and Match yang
salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi persoalan relevansi tersebut.
b. Tujuan Relevensi
Upaya peningkatan relevasi dalam sstem pendidikan bertujuan
agarhasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam artian
prosese pendidikan dapat memberikan dampak pemenuhan kebutuhan
peserta didik, baik kebutuha kerja , kehidupan dimasyarakat, dan
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.[12]
1.2 Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor
yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. IPTEK
2. Pertambahan Penduduk
3. Meningkatnya Animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik
4. Menurunnya Kualitas Pendidikan
5. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan masyarakat
yang sudah membangun.
1.2.1 IPTEK
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dipungkiri
mengakibatkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi keidupan sosial,
ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan bangsa indonesia.
Diakui bahwa sistem pendidikan yang kita miliki dan dilaksanakan
selama ini belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan-
kemajuan tersebut sehingga dunia pendidikan belaum dapat menghaslkan
tenaga-tenaga pembangunan yang produktif, kreatif dan aktif serta sesuai
dengan wawasan dan keinginan masyarakat luas.
Bagaimanapun berkembangnya ilmu pengetahuan modern
menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan
kemampuan yang terus menerus.
1.2.2 Pertambahan penduduk
Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat tentunya menuntut adanya
perubahan, sekaligus pertambahannya keinginan masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan yang secara komulatif menuntut dari segi sarana
pendidikan yang memadai.
Kenyataan tersebut menyatakan daya tampung, ruang dan fasilitas
pendidikan sangat tidak seimbang. Hal inilah yang mneyebabkan sulitnya
menentukan bagaiman relevansi pendidikan dengan dunia kerja sebagai
akibat tidak seimbangnya antara output lembaga pendidikan dengan
kesempatan yang tersedia.
1.2.3 Meningkatnya animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan
yang lebih baik
Munculnya gerakan inovasi pendidikan yang erat kaitannya dengan
adanya berbagai tantanga dan permasalahan yang dihadapi oleh dunia
pendidikan dewasa ini, yang salah satu penyebabnya adalah kemajuan
IPTEK. Kemajuan IPTEK yang terjadi senantiasa mempengaruhi aspirasi
masyarakat. Pada umumnya mereka mendambakan pendidikan yang lebih
baik, padahal bisatu sis kesempatan untuk itu sangat terbatas sehingga
terjadilah kompetisi atau persaingan yang sangat ketat. Berkenaan dengan
ini pula sekarang bermunculuan sekolah-sekolah favorit, plus, bahkan
unggulan.
1.2.4 Menurunnya kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan yang dirasakan dewasa ini semakin menurun,
ditambah belum mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, menuntut
adanya sejumlah perubahan. bila tidak demikian, jelas akan berakibat fatal
dan terus ketinggalan.
1.2.5 Kurang adanya Relevansi antara Pendidikan dan kebutuhan
masyarakat yang sedang membangun
Dalam era modern sekarang masyarakat menuntut adanya lembaga
pendidikan yang benar-benar mampu untuk diharapkan, terutama yang
siap pakai dengan dibekali skill yang diperlukan dalam pembangunan.
Umumnya, kurang sesuainya materi pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat telah diatasi dengan menyusun kurikulum baru. Oleh karena
itu perkembangannya diindonesia kita ketahui telah mengalami beberapa
kali penggantian kurikulum. Hal ini dilaksanakan dalam upaya mengatasi
masalah relevansi. Dengan kurikulm baru inilah peserta didik dbina
kepribadiaannya melalui pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai
dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Aspek
keterampilan merupakan unsur kurikulum baru yang selalu mendapatkan
perhatian khusus dan prioritas utama.[13]

1.3 SOLUSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN


Solusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelesaian,
pemecahan atau jalan keluar. Jadi solusi permasalahan pendidikan adalah
jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan melalui faktor
internal (masalah atau hambatan tercapainya tujuan utama dalam
pelaksanaaan kegiatan pendidikan), dan eksternal (masalah atau hambatan
dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.Masalah- masalah dalam
pelaksanaan pendidikan ).
1.3.1 Solusi permasalahan pemerataan dan peningkatan kualitas
Cara pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh
melalui :
a) Meningkatkan kemampuan pendidik lewat penataran-penataran
b) Memperkaya pengalaman dan memperlancarkan proses belajar peserta
didik
c) Memantapkan nilai, keterampilan, sikap dan kesadaran lingkingan pada
peserta didik
1.3.2 Solusi permasalahan pelayanan pendidikan
Cara memperluas pelayanan pendidikan (kuantitas), yaitu melalui :
a) memberiakan ketetampilan bagi mereka yang tidak pernah sekolah
b) penyebaran pesan-pesan yang merangsag kegiatan belajar da partisipasi
untuk ikut membangun
c) penyebaran informasi untukmenumbuhkan kesadaran lingkungan.
d) Usaha memberikan pengalaman pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi yang berkembang dan realistis.
1.3.3 Solusi permasalahan relevansi pendidikan
Cara meningkatkan relevansi (keserasian) pendidikan dengan
pembangunan yaitu dapat ditempuh dengan :
a) Menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang fungsional
untuk kehidupan dimasyarakat kelak.
b) Menentukan kemampuan untuk memahami dan memecahkan
permasalahan yang actual dalam masyarakat.
c) Menunjukan jalan untuk mengembangkan keterampilan hidup
dimasyarakat.
1.3.4 Solusi permasahan efiktifitas dan efisiensi pendidikan
Cara meningkatkan efiktifitas dan efisiensi sestem penyajian, dapat
ditempuh melalui :
a) Memberikan kebebasan sesuai dengan minat, kemampuan,dan kebutuhan
kearah perkembangan yang optimal.
b) Memberikan pengalaman yang bulat agar peserta didik mandiri dan
memiliki sikap tanggung jawab.
c) Megintegrasikan berbagai pengalaman dan kegiatan pendidikan
d) Mengusahakan isi, metode, dan bentuk pendidikan yang tepat guna, tepat
saat, menarik dan mengesankan.

BAB III

KESIMPULAN

1. Permasalahan pendidikan :
a) Pemerataan pendidikan
Merupakan persoalan yang terkait dengan pelaksanaan sistem
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan
menjadi wahana bagi pembangunnan sumber daya manusia yang
menunjang pembangunan suatu bangsa.
b) Mutu Pendidikan
Merupakan keluaran atau hasil lembaga pendidikan. Mutu
pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk pertama, mutu produk pada
lembaga pendidikan meliputi hal-hal sepeti bahan ajar , jumlah lulusan,
presentasi lulusan ujian, alumni yang mengikuti study lanjutan, alumni
yang mendapatkan pekerjaan atau promosi. Kedua, mutu prosess terkait
dengan hal-hal seperti proses pembelajaran, bimbingan peserta didik,
konsoling, kordinasi pengembangan bahan ajar dan ujian, jaringan kerja
dengan kantor regional diberbagai daerah, sistem registrasi, pengelolaan
system informasi peserta didik, produksi bahan ajar multimedia, produksi
bahan ujian, penjadwalan tutorial, layanan bantuan belajar, distribusi
bahan ajar , dan penyiaran melalui media masa.
c) Permasalahan Relevansi
Merupakan kesesuain program pendidikan yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan dengan kebutuha masyarakat sebagai pengguna atau
stickholders pendidikan, artinya apa yang dihasilkan lembaga pendidikan
dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat atau tepat guna.
d) Permasalahan Efisiensi
Merupakan apabila hasil yang dicapai maksimal dengan biaya yang
wajar karena biaya merupakan ukuran efisien dalam proses pendidikan
teruta apabila dalam proses pendiikan dapat menghasilkan output
pendidikan dengan biaya yang efisien.
2. Faktor pendukung permasalahan pendidikan :
a. IPTEK
b. Pertambahan Penduduk
c. Meningkatnya Animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik
d. Menurunnya Kualitas Pendidikan
e. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan masyarakat
yang sudah membangun.
3. Solusi permasalahan pendidikan terbagi menjadi :
a. solusi pemerataan dan peningkatan kualitas
b. solusi pelayanan pendidikan
c. solusi relevansi pendidikan
d. solusi efiktifitas dan efisiensi pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, 2012, Dasar-Dasar


Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Ekosusilo, Madyo-Kasihadi RB, 1988, Dasar-Dasar Pendidikan,
Semarang; Effhar Publishing.
Kadir, Abdul, 2012, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.
http://isaninside.wordpress.com/ diakses pada tanggal 27 November,
jam.21;00

[1] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada,


Jakarta:2012, Cet.10,hlm.194
[2] Madyo Ekosusilo-RB. Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, effhar
Publishing, semarang:1988,hlm. 93-94
[3] Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar
kependidikan, Usaha Nasional,Surabaya,1988,hlm.201
[4] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta:2012, Cet.10,hlm.200
[5]http://isaninside.wordpress.com/ diakses pada tanggal 27
November, jam.21;00

[6] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan, Kencana Prenada Media Group,


Jakarta:2012, Cet.I.hlm.245
[7] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.197
[8] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan,hlm.247
[9] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.198
[10] Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan,hlm.254
[11]http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_7.htm, diakses tanggal 27 November, jam 21.10.

[12]Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan.hlm.255


[13] Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,hlm.191-193

Anda mungkin juga menyukai