Anda di halaman 1dari 29

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERENCANAAN PENDIDIKAN A. PENDAHULUAN I.

Latar Belakang Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan mendasar adalah manajemen Negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik ndonesia No. !! "ahun #$$$, yang kemudian dire%isi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.&! tahun !''( tentang )emerintahan *aerah. )edoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui )eraturan )emerintah Republik ndonesia No. !+ tahun !''' tentang ,ewenangan )emerintah dan ,ewenangan )ropinsi sebagai *aerah -tonom. ,onsekuensi logis dari Undang-Undang dan )eraturan )emerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. )enyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya. Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh ./yumardi ./ra 0!''!1 2ii3 bahwa dengan era otonomi daerah 1 4lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, uni%ersitas 0perguruan tinggi3, dan lainnya 5 yang terintegrasi dalam pendidikan nasionalharuslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional4. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan. .gar dampak positif dapat benar-benar terwujud, kemampuan perencanaan pendidikan yang baik di daerah sangatlah diperlukan. *engan kemampuan perencanaan pendidikan yang baik diharapkan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang serius. 6iske 0#$$73 menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman berbagai negara sedang berkembang yang menerapkan otonomi di bidang pendidikan, otonomi berpotensi memunculkan masalah1 perbenturan kepentingan antara )emerintah )usat dan *aerah, menurunnya mutu pendidikan, inefisiensi dalam pengelolaan pendidikan, ketimpangan dalam pemerataan pendidikan, terbatasnya gerak dan ruang partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta berkurangnya tuntutan akuntabilitas pendidikan oleh pemerintah serta meningkatnya akuntabilitas pendidikan oleh masyarakat.

Selain itu, dengan perencanaan yang baik, konon, merupakan separoh dari kesuksesan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang telah diotonomikan di daerah. Sayangnya, kata .bdul 8adjid dalam tulisannya 4)endidikan "anpa )lanning4 0,edaulatan Rakyat, !''73, bahwa rendahnya mutu pendidikan kita disebabkan oleh belum komprehensifnya pendekatan perencanaan yang digunakan. )erencanaan pendidikan, katanya, hanya dijadikan faktor pelengkap atau dokumen 4tanpa makna4 sehingga sering terjadi tujuan yang ditetapkan tidak tercapai secara optimal. *apat juga terjadi, seperti dinyatakan 9. Noeng 8uhadjir 0!''&1:$3, bahwa 4pembuatan implementasi kebijakan berupa perencanaan, mungkin saja dilakukan oleh para eksekutif tanpa penelitian lebih dahulu. ,emungkinan resikonya beragam, misalnya membuat kesalahan yang sama dengan eksekutif terdahulu, tidak realistis, tidak menjawab masalah yang dihadapi masyarakat, sampai ke dugaan manipulatif-koruptif 4

B. KAJIAN TEORI 1. Kon e! Otono"# Daera$ Sehari sesudah merdeka, Negara ,esatuan R pada dasarnya telah menetapkan pilihannya secara formal pada dianutnya asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. 9al itu dapat disimpulkan dari bunyi ;ab <, pasal #: UU* #$(+ dan penjelasannya. *alam pasal #: UU* #$(+, antara lain dinyatakan bahwa =pembagian daerah ndonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang4. Sementara, dalam penjelasan pasal tersebut antara lain dikemukakan bahwa1 =>oleh karena negara ndonesia itu suatu =eenheidsstaat4, maka ndonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. *aerah ndonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah yang lebih kecil. *aerah itu bersifat otonom 0streck dan locale rechtsgemeenchappen3 atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang4. *alam amandemen kedua UU* #$(+, ketentuan tersebut mengalami perubahan. )erubahan tersebut tidak merubah esensinya, tapi lebih bersifat mempertegas, memperjelas dan melengkapi. *isebutkan, misalnya, =Negara ,esatuan R dibagi atas daerah-daerah pro%insi dan daerah pro%insi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap pro%insi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah4 0pasal #: ayat #3. )emerintah daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan 0pasal #: ayat !3. Selanjutnya, dikatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan )emerintah )usat 0pasal #: ayat + UU* #$(+3.

Secara etimologi, perkataan otonomi berasal dari bahasa latin =autos4 yang berarti sendiri dan =nomos4 yang berarti aturan. *engan demikian, mula-mula otonomi berarti mempunyai =peraturan sendiri4 atau mempunyai hak?kekuasaan?kewenangan untuk membuat peraturan sendiri. ,emudian arti ini berkembang menjadi =pemerintahan sendiri4. )emerintahan sendiri ini meliputi pengaturan atau perundang-undangan sendiri, pelaksanaan sendiri, dan dalam batas-batas tertentu juga pengadilan dan kepolisian sendiri 0@osep Riwu ,aho,#$$#1#(3. Sementara itu, dalam UU No. &!? !''( tentang )emerintah *aerah ditegaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat yang diatur dan diurus tersebut meliputi kewenangan-kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah untuk diselenggarakan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. @osef Riwu ,aho 0#$$#1#+-#A3 menyebutkan berbagai teknik untuk menetapkan bidang mana yang menjadi urusan pemerintah pusat dan mana yang merupakan wewenang pemerintah daerah, yaitu 0a3 sistem residu, 0b3 sistem material, 0c3 sistem formal, 0d3 sistem otonomi riil, dan 0e3 prinsip otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. *alam sistem residu, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang pemerintah pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga daerah. ,ebaikannya terutama terletak pada saat timbulnya keperluan-keperluan baru, pemerintah daerah dapat dengan cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu, tanpa menunggu perintah dari pusat. Sebaliknya, sistem ini dapat pula menimbulkan kesulitan mengingat kemampuan daerah yang satu dengan yang lainnya tidak sama dalam pelbagai lapangan atau bidang. .kibatnya, bidang atau tugas yang dirumuskan secara umum ini dapat menjadi terlalu sempit bagi daerah yang kemampuannya terbatas.

Sementara, dalam sistem material, tugas pemerintah daerah ditetapkan satu persatu secara limitatif atau terinci. *i luar tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan pemerintah pusat. ,elemahannya, sistem ini kurang fleksibel karena setiap perubahan tugas dan wewenang daerah harus dilakukannya melalui prosedur yang lama dan berbelit-belit. .kibatnya, memghambat kemajuan daerah, karena mereka harus menunggu penyerahan yang nyata bagi setiap urusan. ,adang-kadang suatu urusan menjadi terbengkelai, tidak diurus oleh pemerintah pusat dan tidak pula oleh pemerintah daerah. Sedangkan dalam sistem formal, daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, asal saja tidak mencakup urusan yang telah diatur dan diurus oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya. *engan kata lain, urusan rumah tangga daerah dibatasi oleh

peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya. *alam sistem otonomi riil, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun pemerintah pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. ,arena pemberian tugas dan kewajiban serta wewenang ini didasarkan pada keadaan riil di dalam masyarakat, maka kemungkinan yang dapat ditimbulkannya ialah bahwa tugas atau urusan yang selama ini menjadi wewenang pemerintah pusat dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dengan melihat kepada kemampuan dan keperluannya untuk diatur dan diurus sendiri. Sebaliknya, tugas yang kini menjadi wewenang daerah, pada suatu ketika, bilamana dipandang perlu dapat diserahkan kembali kepada pemerintah pusat atau ditarik kembali dari daerah . )rinsip otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab dikenal dalam UU No.+ tahun #$A( sebagai salah satu %ariasi dari sistem otonomi riil. *alam UU tentang )emerintah *aerah yang baru, yaitu UU No. !! tahun #$$$, otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. .gar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, )emerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. *i samping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, super%isi, pengendalian, koordinasi, pemantauan dan e%aluasi. ;ersamaan dengan itu, )emerintah wajib memberikan fasilitasi berupa pemberian peluang, kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

%. Kon e! De entral# a # Pen&#&#kan ;ila otonomi daerah menunjuk pada hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, maka hal tersebut hanya mungkin jika )emerintah )usat mendesentralisasikan atau menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom. nilah yang disebut dengan desentralisasi. 8engenai asas desentralisasi, ada banyak definisi. Secara etimologis, istilah tersebut berasal dari bahasa Batin =de4, artinya lepas dan =centrum4, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. &! tahun !''(, bab , pasal # disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh )emerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara ,esatuan R . Sedangkan menurut @ose Endriga 0<erania .ndria C Dulia ndrawati Sari,!'''1iii3 desentralisasi diartikan sebagai =systematic and rasional dispersal of go%ernmental powers and authority to lower le%el institutions so as to allow multi5sectoral decision making as close as possible to problem area4. Bain halnya dengan Nuril 9uda 0#$$:1(3, dia mengartikan desentralisasi sebagai =delegations of responsibilities and powers to authorities at the lower le%els4. Secara konseptual, penerapan asas desentralisasi didasari oleh keinginan menciptakan demokrasi, pemerataan dan efisiensi. *iasumsikan bahwa desentralisasi akan menciptakan demokrasi melalui partisipasi masyarakat lokal. *engan sistem yang demokratis ini diharapkan akan mendorong tercapainya pemerataan pembangunan terutama di daerah pedesaan dimana sebagian besar masyarakat tinggal. Sedangkan efisiensi dapat meningkat karena jarak antara pemerintah lokal dengan masyarakat menjadi lebih dekat, penggunaan sumber daya digunakan saat dibutuhkan dan masalah diidentifikasi oleh masyarakat lokal sehingga tak perlu birokrasi yang besar untuk mendukung pemerintah lokal. Sementara itu, ,otter 0#$$A3 dalam buku =Beading Ehange4, menyatakan bahwa lembaga yang terdesentralisasi memiliki beberapa keunggulan, antara lain 1 0#3 lebih fleksibel, dapat memberikan respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan yang selalu berubah, 0!3 lebih efektif, 0&3 lebih ino%atif, dan 0(3 menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih komitmen dan lebih produktif. Sedangkan .chmad ;udiono, 8. rfan C Duli .ndi 0#$$:1!#73 menyatakan bahwa dengan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang lebih rendah maka akan cenderung memperoleh keputusan yang lebih baik. *esentralisasi bukan saja memperbaiki kualitas keputusan tetapi juga kualitas pengambilan keputusan. *engan desentralisasi, pengambilan keputusan lebih cepat, lebih luwes dan konstruktif. stilah desentralisasi muncul dalam paket UU tentang otonomi daerah yang pelaksanaannya dilatarbelakangi oleh keinginan segenap lapisan masyarakat untuk melakukan reformasi dalam semua bidang pemerintahan. 8enurut ;ray dan 6iske 0*epdiknas, !''#1&3 desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan. Senada dengan itu, 9usen C )ostlethwaite 0#$$(1#('A3 mengartikan desentralisasi pendidikan sebagai =the de%olution of authority from a higher le%el of go%ernment, such as a departement of education or local education authority, to a lower organi/ational le%el, such as indi%idual schools4. Sementara itu, menurut 6akry Faffar 0#$$'1#:3 desentralisasi pendidikan merupakan sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada keberagaman, dan sekaligus sebagai pelimpahan

wewenang dan kekuasaan dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan berbagai problematika sebagai akibat ketidaksamaan geografis dan budaya, baik menyangkut substansi nasional, internasional atau uni%ersal sekalipun. ;ila dicermati, esensi terpenting dari berbagai pengertian di atas adalah otoritas yang diserahkan. Gilliams 0*epdiknas, !''#1&-(3 membedakan adanya dua macam otoritas 0kewenangan dan tanggung jawab3 yang diserahkan dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, yaitu desentralisasi politis 0political decentrali/ation3 dan desentralisasi administrasi 0administrati%e decentrali/ation3. )erbedaan antar keduanya terletak dalam hal tingkat kewenangan yang dilimpahkan. )ada desentralisasi politik, kewenangan yang dilimpahkan bersifat mutlak. )emda menerima kewenangan melaksanakan tanggung jawab secara menyeluruh. a memegang otoritas untuk menentukan segala kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan untuk masyarakatnya. 9al itu mencakup kewenangan untuk menentukan model, jenis, sistem pendidikan, pembiayaan, serta lembaga apa yang akan melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut. Sedangkan dalam desentralisasi administrasi, kewenangan yang dilimpahkan hanya berupa strategi pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di daerah. *engan kata lain, kewenangan yang diserahkan berupa strategi pengelolaan yang bersifat implementatif untuk melaksanakan suatu fungsi pendidikan. *alam desentralisasi model ini, pemerintah pusat masih memegang kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan makro, sedangkan pemerintah daerah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk merencanakan, mengatur, menyediakan dana dan fungsi-fungsi implementasi kebijakan lainnya. 8engapa bidang pendidikan didesentralisasikanH "entang hal itu, ada berbagai pendapat dari para ahli. 9usen C )ostlethwaite 0#$$(1#('A3 menguraikan mengenai alasan desentralisasi 0reasons for decentrali/ation3, yaitu 0a3 the impro%ement of schools, 0b3 the belief that local participation is a logical form of go%ernance in a democracy, dan 0c3 in relation to fundamental %alues of liberty, eIuality, fraternity, efficiency, and economic growth. Sementara itu, setelah melakukan studi di berbagai negara, 6iske 0#$$:1!(-(A3 menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan rasional diterapkannya sistem desentralisasi, termasuk pendidikan, yaitu 0a3 alasan politis, seperti untuk mempertahankan stabilitas dalam rangka memperoleh legitimasi pemerintah pusat dari masyarakat daerah, sebagai wujud penerapan ideologi sosialis dan laisse/-faire dan untuk menumbuhkan kehidupan demokrasi, 0b3 alasan sosiokultural, yakni untuk memberdayakan masyarakat lokal, 0c3 alasan teknis administratif dan paedagogis, seperti untuk memangkas manajemen lapisan tengah agar dapat membayar gaji guru tepat waktu atau untuk meningkatkan antusiasme guru dalam proses belajar mengajar, 0d3 alasan ekonomis-finansial,

seperti meningkatkan sumber daya tambahan untuk pembiayaan pendidikan dan sebagai alat pembangunan ekonomi. Sementara itu, ,acung 8arijan 0.bdurrahmansyah, !''#1+:3 melihat penerapan desentralisasi pendidikan di ndonesia justru sebagai gejala keputusasaan pemerintah dalam menghadapi persoalan keuangan. Sedangkan .rbi Sanit 0!'''1#3 memandang penerapan desentralisasi secara umum sebagai =jalan keluar4 bagi problematik ketimpangan kekuasaan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. ,arena itu, menurutnya, konsep desentralisasi bertolak dari asumsi pemberian sebagian kekuasaan pemerintah pusat kepada pemerintah lokal atau yang lebih rendah dalam rangka mencapai tujuan nasional. )emberian sebagian kekuasaan tersebut untuk mengatasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat, yang berakar pada persoalan1 0#3 ketimpangan struktur ekonomi @awa-Buar @awa, 0!3 sentralisasi politik, 0&3 korupsi birokrasi, 0(3 eksploitasi S*., 0+3 represi dan pelanggaran 9.8, dan 073 penyeragaman politik hingga kultural. "ujuan desentralisasi pendidikan adalah untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan dengan melibatkan lebih banyak stakeholders di daerah, untuk menghasilkan integrasi sekolah dengan masyarakat lokal secara terus menerus, untuk mendekatkan sekolah dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat, dan akhirnya untuk memperbaiki moti%asi, kehadiran dan pencapaian murid. Selain itu, desentralisasi tersebut juga dalam rangka memberi kesempatan kepada rakyat atau masyarakat luas untuk berpartisipasi secara aktif dan kreatif sehingga pendidikan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang akan bermanfaat bagi pembangunan daerah.

'. Para&#g"a Bar( Pen&#&#kan Era otonomi daerah telah mengakibatkan terjadinya pergeseran arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, meliputi berbagai aspek mendasar yang saling berkaitan, yaitu 0#3 dari sentralistik menjadi desentralistik, 0!3 dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up, 0&3 dari orientasi pengembangan parsial menjadi orientasi pengembangan holistik, 0(3 dari peran pemerintah sangat dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif, serta 0+3 dari lemahnya peran institusi non sekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat, baik keluarga, BS8, pesantren, maupun dunia usaha 06asli @alal, !''#1 +3.(

.gak berbeda dengan hal tersebut, dalam buku *epdiknas 0!''!1#'3 tentang 8ateri )elatihan "erpadu untuk ,epala *inas ,abupaten?,ota, selain perubahan paradigma dari =sentralistik ke desentralistik4 dan orientasi pendekatan =dari atas ke bawah4 0top down approach3 ke pendekatan =dari bawah ke atas4 0bottom up approach3 sebagaimana yang sudah disebut dalam buku 6asli @alal, juga disebutkan tiga paradigma baru pendidikan lainnya, yaitu dari =birokrasi berlebihan4 ke =debirokratisasi4, dari =8anajemen "ertutup4 0Elosed 8anagement3 ke =8anajemen "erbuka4 0-pen 8anagement3, dan pengembangan pendidikan, termasuk biayanya, =terbesar menjadi tanggung jawab pemerintah4 berubah ke =sebagian besar menjadi tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat 0stakeholders3. ;ila kedua pendapat di atas dianalisis dan disintesakan, maka wujud pergeseran paradigma pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut.

a3 *ari sentralisasi ke desentralisasi pendidikan Sebelum otonomi, pengelolaan pendidikan sangat sentralistik. 9ampir seluruh kebijakan pendidikan dan pengelolaan pelaksanaan pendidikan diatur dari *epdikbud. Seluruh jajaran, tingkat ,anwil *epdikbud, tingkat ,akandep *ikbud ,abupaten?,ota, bahkan sampai di sekolah-sekolah harus mengikuti dan taat terhadap kebijakan-kebijakan yang seragam secara nasional, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya. ,akandep dan sekolahsekolah tidak diperkenankan merubah, menambah dan mengurangi yang sudah ditetapkan oleh *epdikbud?,anwil *epdikbud, sekalipun tidak sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan sekolah dan masyarakat di daerah. *alam era reformasi, paradigma sentralistik berubah ke desentralistik. *esentralistik dalam arti pelimpahan sebagian wewenang dan tanggung jawab dari *epdiknas ke *inas )endidikan )ropinsi, dan sebagian lainnya kepada *inas )endidikan ,abupaten?,ota, bahkan juga kepada sekolahsekolah. )ada perguruan tinggi negeri?swasta dilimpahkan kepada rektor, bahkan juga pada fakultas, dan juga pada jurusan?program studi *engan UU dan )eraturan )emerintah mengenai otonomi daerah, ,abupaten?,ota dan *)R* ,abupaten?,ota, diberi wewenang membuat )eraturan-)eraturan *aerah, mengenai pendidikan tingkat ,abupaten?,ota. *engan desentralisasi manajemen pendidikan tersebut, *inas )endidikan tingkat ,abupaten?,ota sebagai perangkat pemerintah ,abupaten?,ota yang otonom, dapat membuat kebijakan-kebijakan pendidikan, masingmasing sesuai wewenang yang dilimpahkan kepada pemerintah ,abupaten?,ota dalam bidang pendidikan. ;ahkan dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat ,abupaten?,ota, setiap sekolah juga diberi peluang

untuk membuat kebijakan sekolah 0school policy3 masing-masing atas dasar konsep =manajemen berbasis sekolah4 dan =pendidikan berbasis masyarakat4. *engan demikian, sebagian perubahan dan kemajuan pendidikan tingkat ,abupaten?,ota sangat bergantung pada kemampuan mengembangkan kebijakan pendidikan dari masing-masing ,epala *inas )endidikan tingkat ,abupaten?,ota.

*esentralisasi manajemen pendidikan tersebut, dilaksanakan sejalan dengan proses demokratisasi, sebagai proses distribusi tugas dan tanggung jawab dari *epdiknas sampai di unit-unit satuan pendidikan. klim dan suasana serta mekanisme demokratis bertumbuh dan berkembang pada seluruh tingkat dan jalur pengelolaan pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah dan di kelas-kelas ruang belajar.

b3 *ari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom upJ Sebelum otonomi, pendekatan pengembangan dan pembinaan pendidikan dilakukan dengan mekanisme pendekatan =dari atas ke bawah4 0top down approach3 ;erbagai kebijakan pengembangan?pembinaan pendidikan hampir seluruhnya ditentukan oleh *epdikbud, dan dalam hal khusus di )ropinsi ditentukan oleh ,anwil *epdikbud, dan dalam hal khusus lainnya di ,abupaten?,ota ditentukan oleh ,akandepdikbud, untuk dilaksanakan oleh seluruh jajaran pelaksana di wilayah, termasuk di sekolah-sekolah. Bain halnya dalam era reformasi, sebagian besar upaya pengembangan pendidikan dilakukan dengan orientasi pendekatan =dari bawah ke atas4 0bottom up approach3. )endekatan bottom up harus terjadi dalam pengambilan keputusan di setiap le%el instansi, misalnya sekolah, *inas ,abupaten?,ota, yayasan penyelenggara pendidikan, dan sebagainya. ;erbagai aspirasi dan kebutuhan yang menjadi kepentingan umum, sesuai kondisi, potensi dan prospek sekolah, diakomodasi oleh *inas )endidikan ,abupaten?,ota, sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. *an hal-hal lainnya yang menjadi wewenang dan tanggung jawab *inas )ropinsi diselesaikan pada tingkat *epdiknas. -leh karenanya, tidak heran bila di ,abupaten?,ota sering terjadi =unjuk rasa4 para guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat menuntut perbaikan kebijakan pendidikan yang tidak sesuai dengan harapan mereka. *an berbagai aspirasi yang baik sudah seyogyanya diterima oleh ,epala *inas ,abupaten?,ota untuk ditindaklanjuti.

c3 *ari orientasi pengembangan yang parsial ke orientasi pengembangan yang holistik

Sebelum otonomi, orientasi pengembangan bersifat parsial. 8isalnya, pendidikan lebih ditekankan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan stabilitas politik dan teknologi perakitan 06asli @alal, !''#1+3. )endidikan juga terlalu menekankan segi kognitif, sedangkan segi spiritual, emosional, sosial, fisik dan seni kurang mendapatkan tekanan 0)aul Suparno, !''&1$:3. .kibatnya anak didik kurang berkembang secara menyeluruh. *alam pembelajaran yang ditekankan hanya to know 0untuk tahu3, sedangkan unsur pendidikan yang lain to do 0melakukan3, to li%e together 0hidup bersama3, to be 0menjadi3 kurang menonjol. *i ndonesia kesadaran akan hidup bersama kurang mendapat tekanan, dengan akibat anak didik lebih suka mementingkan hidupnya sendiri. Selain itu, pendekatan dan pengajaran di sekolah kebanyakan terpisah-pisah dan kurang integrated. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri, seakan tidak ada kaitan dengan pelajaran lain. ;erbeda dengan itu, setelah reformasi orientasi pengembangan bersifat holistik. )endidikan diarahkan untuk pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum 06asli @alal, !''#1+3. 8enurut )aul Suparno 0!''&1#''3, pendidikan holistik dipengaruhi oleh pandangan filsafat holisme, yang cirinya adalah keterkaitan 0connectedness3, keutuhan 0wholeness3, dan proses menjadi 0being3. ,onsep saling keterkaitan mengungkapkan bahwa saling keterkaitan antara suatu bagian dari suatu sistem dengan bagian-bagian lain dan dengan keseluruhannya. 8aka tidak mungkin suatu bagian dari suatu sistem lepas sendiri dari sistem itu dan lepas dari bagian-bagian yang lain. Saling keterkaitan dapat dijabarkan dalam beberapa konsep berikut, yaitu interdependensi, interrelasi, partisipasi dan non linier 09ent, !''#3. nterdependensi adalah saling ketergantungan satu unsur dengan yang lain. 8asing-masing tidak akan menjadi penuh berkembang tanpa yang lain. .da saling ketergantungan antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa lain, antara guru dengan guru lain, dan lain-lain.

nterrelasi dimaksudkan sebagai adanya saling kaitan, saling berhubungan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam pendidikan. .da hubungan antara pendidik dengan yang dididik, antara siswa dengan siswa lain, antara

pendidik dengan pendidik lain. Relasi ini bukan hanya relasi berkaitan dengan pengajaran tetapi juga relasi sebagai manusia, sebagai pribadi. )artisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan, ikut andil dalam sistem itu. *alam pendidikan secara nyata siswa hanya akan berkembang bila terlibat, ikut aktif didalamnya. Non linier menunjukkan bahwa tidak dapat ditentukan secara linier serba jelas sebelumnya. .da banyak hal yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya dalam pendidikan, meski kita telah menentukan unsur-unsurnya. ,ita dapat membantu anak-anak dengan segala macam nilai yang baik, namun dapat terjadi mereka berkembang tidak baik. )endekatan pendidikan yang mekanistis tidak tepat lagi. )endidikan tidak dipikirkan lagi secara linier, seakan-akan bila langkahlangkahnya jelas lalu hasilnya menjadi jelasJ tetapi lebih kompleks dan ada keterbukaan terhadap unsur yang tidak dapat ditentukan sebelumnya. )rinsip keutuhan menyatakan bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada penjumlahan bagian-bagiannya. )rinsip keutuhan sangat jelas diwujudkan dengan memperhatikan semua segi kehidupan dalam membantu perkembangan pribadi siswa secara menyeluruh dan utuh. 8aka, segi intelektual, sosial, emosional, spiritual, fisik, seni, semua mendapat porsi yang seimbang. Salah satu unsur tidak lebih tinggi dari yang lain sehingga mengabaikan yang lain. ,urikulum dibuat lebih menyeluruh dan memasukkan banyak segi. )endekatan terhadap siswapun lebih utuh dengan memperhatikan unsur pribadi, lingkungan dan budaya. )embelajaran lebih menggunakan inteligensi ganda, dengan mengembangkan K, SK, dan EK secara integral. )rinsip 4proses menjadi4 mengungkapkan bahwa manusia memang terus berkembang menjadi semakin penuh. *alam proses menjadi penuh itu unsur partisipasi, keaktifan, tanggung jawab, kreati%itas, pertumbuhan, refleksi, dan kemampuan mengambil keputusan sangat penting. )roses itu terusmenerus dan selalu terbuka terhadap perkembangan baru. *alam pendidikan, prinsip kemenjadian ini ditonjolkan dengan pendekatan proses, siswa diaktifkan untuk mencari, menemukan dan berkembang sesuai dengan keputusan dan tanggungjawabnya. *alam proses itu, siswa diajak lebih banyak mengalami sendiri, berefleksi dan mengambil makna bagi hidupnya. *alam proses ini siswa dibantu sungguh menjadi manusia yang utuh, bukan hanya menjadi calon pekerja atau pengisi lowongan kerja.

d3 *ari peran pemerintah yang dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif. Sebelum otonomi, peran pemerintah sangat dominan. 9ampir semua aspek

dari pendidikan diputuskan kebijakan dan perencanaannya di tingkat )usat, sehingga daerah terkondisikan lebih hanya sebagai pelaksana 0Sumarno, !''#1&3. )endidikan dikelola tanpa mengembangkan kemampuan kreati%itas masyarakat, malah cenderung meniadakan partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan pendidikan. Bembaga pendidikan terisolasi dan tanggung jawab sepenuhnya ada pada pemerintah pusat. Sedangkan masyarakat tidak mempunyai wewenang untuk mengontrol jalannya pendidikan. Selain itu, dengan sendirinya orang tua dan masyarakat, sebagai constituent dari sistem pendidikan nasional yang terpenting, telah kehilangan peranannya dan tanggung jawabnya. 8ereka, termasuk peserta didik, telah menjadi korban, yaitu sebagai obyek dari sistem yang otoriter. 0"ilaar, #$$$1##&3 Sesudah otonomi, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. -leh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat ,abupaten?,ota dibentuk *ewan )endidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah. )embentukan komite sekolah didasarkan pada keputusan 8endiknas No.'((?U?!''! tentang panduan pembentukan komite sekolah 8enurut panduan, pembentukan komite sekolah dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. "ransparan berarti bahwa komite sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. .kuntabel berarti bahwa panitia persiapan pembentukan komite sekolah hendaknya menyampikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dan kepanitiaan. Sedangkan secara demokratis berarti bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. @ika dipandang perlu, dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

e3 *ari lemahnya peran institusi non sekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat. Sebelum era otonomi, peran institusi non sekolah sangat lemah. *alam era otonomi, masyarakat diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. ;erbagai institusi kemasyarakatan ditingkatkan wawasan, sikap, kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif dan bertanggung jawab dalam pendidikan. nstitusi pendidikan tradisionil seperti pesantren, keluarga, lembaga adat, berbagai

wadah organisasi pemuda bahkan partai politik bukan hanya diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan lebih baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan nasional. *emikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha?industri dan sektor swasta dalam pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya dunia usaha juga ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. .pabila lebih banyak institusi kemasyarakatan peduli terhadap pendidikan maka pendidikan akan lebih mampu menjangkau berbagai kelompok sasaran khusus seperti kelompok wanita dan anak-anak kurang beruntung 0miskin, berkelainan, tinggal di daerah terpencil dan sebagainya3. *alam upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan, pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan 0continuous enrichment3 dan pengembangan kebijakan afirmatif 0affirmati%e policy3 06asli @alal, !''#1A!-A&3.

f3 *ari 4birokrasi berlebihan4 ke 4debirokratisasi4. Sebelum otonomi, berbagai kegiatan pengembangan dan pembinaan diatur dan dikontrol oleh pejabat-pejabat 0birokrat-birokrat3 melalui prosedur dan aturan-aturan 0regulasi3 yang ketat, bahkan sebagiannya sangat ketat dan kaku oleh ,andepdikbud?,anwildikbud. 9al ini mempengaruhi pengelolaan sebagian sekolah-sekolah, dalam iklim 4birokrasi berlebihan4. *alam kondisi yang demikian, tidak jarang ditemukan adanya 4kasus birokrasi yang berlebihan4 dari sebagian pejabat birokrat yang menggunakan 4kekuasaan berlebihan4 dalam pembinaan guru, siswa, dan pihak-pihak lainnya. ,eadaan ini telah mematikan prakarsa, daya cipta, dan karya ino%atif di sekolah-sekolah. *alam era reformasi, terjadi proses 4debirokratisasi4 dengan jalan memperpendek jalur birokrasi dalam penyelesaian masalah-masalah pendidikan secara profesional, bukan atas dasar 4kekuasaan4 atau peraturan belaka. 9al ini sesuai dengan prinsip profesionalisme dalam pendidikan, dan juga pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam desentralisasi. *i samping itu juga dilakukan 4deregulasi4, dalam arti 4pengurangan4 aturanaturan kebijakan pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi, potensi, dan prospek sekolah, dan kepentingan masyarakat 0stakeholders3 untuk

berpartisipasi terhadap sekolah, dalam bentuk gagasan penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu guru, dana dan prasarana?sarana untuk sekolah.

g3 *ari 4manajemen tertutup4 0close management3 ke 4management terbuka4 0open management3. Sebelum otonomi, diterapkan bentuk-bentuk 4manajemen tertutup4, sehingga tidak transparan, tidak ada akuntabilitas kepada publik dalam pengelolaan pendidikan. *alam era reformasi, manajemen pendidikan menerapkan 4manajemen terbuka4 dari pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan sampai pada e%aluasi, bahkan perbaikan kebijakan. Seluruh sumber daya yang digunakan dalam pendidikan dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada seluruh kelompok masyarakat 0stakeholders3, dan selanjutnya terbuka untuk menerima kritikan perbaikan bila ditemukan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

h3 *ari pengembangan pendidikan 4terbesar menjadi tanggung jawab pemerintah4 berubah ke 4sebagian besar menjadi tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat 0stakeholders3. Sebelum otonomi, pengembangan pendidikan, termasuk pembiayaan, terbesar menjadi tanggung jawab pemerintah, dibandingkan dengan menjadi tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat 0stakeholders3. *alam era reformasi, pengembangan pendidikan, termasuk pembiayaan pendidikan, berupa gaji honorarium?tunjangan mengajar, penataran?pelatihan, rehabilitasi gedung dan lain-lain, diupayakan supaya sebagian besar akan menjadi tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat 0stakeholders3. ,emajuan pendidikan tingkat ,abupaten?,ota akan banyak bergantung pada partisipasi orang tua siswa dan masyarakat serta pemerintah ,abupaten?,ota masing-masing, di samping proyekproyek khusus, dan juga kemudahan dan pengendalian mutu dan hal-hal kepentingan nasional lainnya dari *E)* ,N.S, dan dari *inas )ropinsi.

). Para&#g"a Bar( Peren*anaan Pen&#&#kan *engan terjadinya perubahan paradigma baru pendidikan, maka sistem perencanaan pendidikan dalam iklim pemerintahan yang sentralistik, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perencanaan pendidikan pada era otonomi daerah, sehingga diperlukan paradigma baru perencanaan pendidikan. 8enurut 8ulyani .. Nurhadi 0!''#1!3, perubahan paradigma dalam sistem perencanaan pendidikan di daerah setidak-tidaknya akan menyentuh lima aspek, yaitu sifat, pendekatan, kewenangan pengambilan keputusan, produk serta pola perencanaan anggaran. *ari segi sifat perencanaan pendidikan, maka perencanaan pendidikan pada tingkat daerah sebagai kegiatan awal dari proses pengelolaan pendidikan termasuk kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Sementara itu, )emerintah )usat berkewajiban merumuskan kebijakan tentang perencanaan nasional, yang dalam pelaksanaannya telah dituangkan dalam bentuk UndangUndang R No.!+ tahun !''' tentang )rogram )embangunan Nasional. )ada tingkat *epartemen, )ropenas ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam dokumen Rencana Strategis 0Renstra3 yang memuat strategi umum untuk mencapai tujuan program pembangunan di bidang masing-masing dan dituangkan dalam ,eputusan 8enteri. ;erdasarkan Renstra itu, )emerintah )usat menyusun )rogram pembangunan tahunan yang disingkat )ropeta yang dituangkan dalam ,eputusan 8enteri, sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan masingmasing. Selain itu, pada era otonomi daerah diharapkan akan lebih tumbuh kreati%itas dan prakarsa, serta mendorong peran serta masyarakat sesuai dengan potensi dan kemampuan masing-masing daerah. ni berarti bahwa dalam membangun pendidikan di daerah ,abupaten?,ota perlu dilandasi dengan perencanaan pendidikan tingkat daerah yang baik dan distinktif, tidak hanya bertumpu kepada perencanaan nasional yang makro, tetapi juga dapat mempertimbangkan keunikan, kemampuan, dan budaya daerah masing-masing sehingga mampu menumbuhkan prakarsa dan kreati%itas daerah. )erencanaan program pendidikan di daerah bukan lagi merupakan bagian atau fotokopi dari perencanaan program tingkat nasional maupun propinsi, tetapi merupakan perencanaan pendidikan yang unik dan mandiri sehingga beragam, walaupun disusun atas dasar rambu-rambu kebijakan perencanaan nasional. *ari segi pendekatan perencanaan pendidikan, era otonomi telah merubah paradigma dalam pendekatan perencanaan pendidikan di daerah dari pendekatan diskrit sektoral menjadi integrated dengan sektor lainnya di daerah. Sebelum otonomi, sistem alokasi anggaran pendidikan di daerah diperoleh dari .);N pusat secara sektoral pada sektor pendidikan, )emuda dan -lahraga, serta

,epercayaan ,epada "uhan Dang 8aha Esa, namun setelah otonomi diperoleh dari .);* yang berasal dari berbagai sumber sebagai bagian dari dana *aerah untuk seluruh sektor yang menjadi tanggung jawab daerah. Sumber-sumber itu meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana dekonsentrasi, dana perbantuan, pendapatan asli daerah, dan bantuan masyarakat. *engan demikian, telah terjadi perubahan sumber anggaran yang semula bersifat tunggal-hierarkhisektoral sekarang menjadi jamak-fungsional-regional, tetapi dalam persaingan antar sektor. *ari segi kewenangan pengambilan keputusan, sistem perencanaan pendidikan yang sentralistik telah menutup kewenangan *aerah dalam pengambilan keputusan di bidang pendidikan baik pada tataran kebijakan, skala prioritas, jenis program, jenis kegiatan, bahkan dalam hal rincian alokasi anggaran. Namun, dalam era otonomi *aerah dapat dan harus menetapkan kebijakan, program, skala prioritas, jenis kegiatan sampai dengan alokasi anggarannya sesuai dengan kemampuan *aerah, sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan nasional yang antara lain dalam bentuk Standar )elayanan 8inimal 0S)83 yang ditetapkan. Sementara dari segi produk perencanaan pendidikan, pada era desentralisasi produk perencanaan pendidikan diharapkan merupakan bagian tak terpisahkan dari perencanaan pembangunan *aerah secara lintas sektoral. -leh karena itu, produk *alam UU tersebut, yang dimaksud dengan Sistem )erencanaan )embangunan *aerah adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka pendek, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat )usat dan *aerah. *alam penjelasan UU tersebut, perencanaan partisipatif disebut hanya sebagai salah satu dari lima pendekatan dalam Sistem )erencanaan )embangunan Nasional. ,eempat pendekatan lainnya adalah pendekatan politik, teknokratik, atas-bawah 0top-down3 dan bawah-atas 0bottom5up3. )erencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan 0stakeholders3 terhadap pembangunan. )elibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki perencanaan pendidikan yang dihasilkan harus mencakup seluruh komponen perencanaan pendidikan yang meliputi1 kebijakan, rencana strategis, skala prioritas, program, sasaran dan kegiatan, serta alokasi anggarannya dalam konteks perencanaan pembangunan *aerah secara terpadu. Semua komponen itu perlu dikembangkan secara spesifik sesuai dengan kemampuan dan kharakteristik *aerah, sejauh tidak bertentangan dengan kebijakan umum, prioritas nasional, dan programprogram strategis yang ditetapkan oleh )emerintah )usat.

C. HA+IL PEMIKIRAN DAN PEMBAHA+AN 1. H(,(ngan antar !eren*anaan !e",ang(nan &# &aera$ &engan &ok("en !eren*anaan la#nn-a )aradigma baru perencanaan pendidikan di atas, tentu saja berimplikasi pada proses perencanaan pendidikan ,abupaten?,ota. *alam era otonomi daerah, Sistem )erencanaan )endidikan ,abupaten?,ota 0S)),3 adalah bagian integral dari sistem )erencanaan )embangunan *aerah ,abupaten?,ota. ;erdasarkan amanah UU No. !+ tahun !''( tentang Sistem )erencanaan )embangunan Nasional, terjadi perubahan paradigma perencanaan pembangunan daerah, yaitu mendasarkan pada perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat. -leh karenanya, dalam penyusunan perencanaan pembangunan tersebut diperlukan koordinasi antar instansi )emerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum 8usyawarah )erencanaan )embangunan 08usrenbang3 tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, dan tingkat ,ota, serta forum Satuan ,erja )erangkat *aerah. Setiap perencanaan pembangunan daerah selanjutnya harus ditetapkan dalam Rencana )embangunan @angka )anjang 0R)@)3 untuk periode !' tahun, Rencana )embangunan @angka 8enengah 0R)@83 untuk periode + tahun dan Rencana ,erja )emerintah *aerah 0R,)*3, untuk periode satu tahun. %. Mo&el Peren*anaan Pen&#&#kan Ka,(!aten.Kota

;erikut gambaran mengenai tahap-tahap perencanaan pendidikan kabupaten?kota. Secara singkat, penjelasannya adalah sebagai berikut.

a. 8elakukan analisis lingkungan strategis. Bingkungan strategis adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap perencanaan pendidikan kabupaten?kota, misalnya1 )ropeda, Renstrada, Repetada, peraturan perundangan 0UU, )), ,epres, )erda, dsb3, tingkat kemiskinan, lapangan kerja, harapan masyarakat terhadap pendidikan, pengalaman-pengalaman praktek yang baik, tuntutan otonomi, tuntutan globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. )erubahan lingkungan strategis harus diinternalisasikan ke dalam perencanaan pendidikan kabupaten?kota agar perencanaan tersebut benar-benar menyatu dengan perubahan lingkungan strategis. b. 8elakukan analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan saat ini 0dalam kenyataan3 yang meliputi profil pendidikan kabupaten?kota 0pemerataan, mutu, efisiensi, dan rele%ansi3, pemetaan sekolah? guru? siswa,

kapasitas manajemen dan sumber daya pada tingkat kabupaten?kota dan sekolah, dan best practices pendidikan saat ini. c. 8emformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang yang dituangkan dalam bentuk rumusan %isi, misi, dan tujuan pendidikan, yang mencakup setidaknya pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi, rele%ansi, dan peningkatan kapasitas pendidikan kabupaten?kota. d. 8encari kesenjangan antara butir 0b3 dan butir 0c3 sebagai bahan masukan bagi penyusunan rencana pendidikan keseluruhan yang akan datang 0+ tahun3 dan rencana jangka pendek 0# tahun3. ,esenjangan?tantangan yang dimaksud mencakup pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi, rele%ansi dan pengembangan kapasitas manajemen pendidikan pada tingkat kabupaten dan sekolah. e. ;erdasarkan hasil butir 0d3 disusunlah rencana kegiatan tahunan untuk selama + tahun 0rencana strategis3 dan rencana kegiatan rinci tahunan 0rencana operasional?renop3. f. 8elaksanakan rencana pengembangan pendidikan kabupaten?kota melalui upaya-upaya nyata yang dapat meningkatkan pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi, rele%ansi dan kapasitas manajemen pendidikan pada tingkat kabupaten?kota dan sekolah. g. 8elakukan pemantauan terhadap pelaksanaan rencana dan melakukan e%aluasi terhadap hasil rencana pendidikan. 9asil e%aluasi akan memberitahu apakah hasil pendidikan sesuai dengan yang direncanakan. Sebagaimana sudah disebut secara implisit di atas, bahwa pada hakekatnya sebuah perencanaan dibuat dalam rangka mengubah 4situasi pendidikan saat ini4 0dalam kenyataan3 menuju ke 4situasi pendidikan yang diharapkan4 di masa mendatang. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang harus dipahami, yaitu kebijakan, perencanaan dan program pendidikan. I. Ke,#/akan Pen&#&#kan ,ebijakan dibuat mengacu pada paradigma baru pendidikan. ,ebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada para manajer untuk bergerak. ,ebijakan juga berarti suatu keputusan yang luas untuk menjadi patokan dasar bagi pelaksanaan manajemen. ,eputusan yang dimaksud telah dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan yang berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan 0Nurkolis, !''(3.

Sementara, menurut Slamet ).9.0!''+3, kebijakan pendidikan adalah apa yang dikatakan 0diputuskan3 dan dilakukan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan. *engan demikian, kebijakan pendidikan berisi keputusan dan tindakan yang mengalokasikan nilai-nilai. 8enurutnya, kebijakan pendidikan meliputi lima tipe, yaitu kebijakan regulatori, kebijakan distributif, kebijakan redistributif, kebijakan kapitalisasi Situasi dan kebijakan etik. Sedangkan Noeng 8uhadjir 0!''&1 $'3, membedakan antara kebijakan substantif dan kebijakan implementatif. ,ebijakan implementatif adalah penjabaran sekaligus operasionalisasi dari kebijakan substantif. Sementara itu, Sugiyono 0!''&3 mengemukakan tiga pengertian kebijakan 0policy3 yaitu 0#3 sebagai pernyataan lesan atau tertulis pimpinan tentang organisasi yang dipimpinnya, 0!3 sebagai ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap kegiatan, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan organisasi, dan 0&3 sebagai peta jalan untuk bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. 8enurutnya, kebijakan yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut. ,ebijakan yang dibuat harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatJ ,ebijakan yang dibuat harus berpedoman pada kebijakan yang lebih tinggi dan memperhatikan kebijakan yang sederajat yang lainJ ,ebijakan yang dibuat harus berorientasi ke masa depanJ ,ebijakan yang dibuat harus adilJ ,ebijakan yang dibuat harus berlaku untuk waktu tertentuJ ,ebijakan yang dibuat harus merupakan perbaikan atas kebijakan yang telah adaJ ,ebijakan yang dibuat harus mudah dipahami, diimplementasikan, dimonitor dan die%aluasi ,ebijakan yang dibuat harus berdasarkan informasi yang benar dan up to date Sebelum kebijakan dijadikan keputusan formal, maka bila mungkin diujicobakan terlebih dulu.

*engan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam tataran konsep pendidikan, perundang-undangan,

peraturan dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktikpraktik pendidikan di masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek pendidikan di masa mendatang menjadi lebih baik. ,ebijakan pendidikan diperlukan agar tujuan pendidikan nasional dapat dicapai secara efektif dan efisien.

II.

Peren*anaan Pen&#&#kan )erencanaan pendidikan dibuat dengan mengacu pada kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan. )erencanaan pendidikan adalah proses penyusunan gambaran kegiatan pendidikan di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan?tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. *alam rangka membuat perencanaan pendidikan tersebut, perencana melakukan proses identifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis datadata internal dan eksternal 0esensial dan kritis3 untuk memperoleh informasi terkini dan yang bermanfaat bagi penyiapan dan pelaksanaan rencana jangka panjang dan pendek dalam rangka untuk merealisasikan atau mencapai tujuan pendidikan kabupaten?kota. )erencanaan pendidikan penting untuk memberi arah dan bimbingan pada para pelaku pendidikan dalam rangka menuju perubahan atau tujuan yang lebih baik 0peningkatan, pengembangan3 dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan. "anpa perencanaan pendidikan yang baik akan menyebabkan ketidakjelasan tujuan yang akan dicapai, resiko besar dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan semua kegiatan pendidikan. *engan kemampuan perencanaan pendidikan yang baik di daerah, oleh karenanya, diharapkan akan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang serius sebagai dampak dari diberlakukannya otonomi pendidikan itu di tingkat daerah kabupaten? kota. Sebagai dasar dalam membuat perencanaan di bidang pendidikan, umumnya orang menggunakan teknik analisis SG-"#!, dimaksudkan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan atau peluang dan tantangan atau ancaman yang dihadapi oleh organisasi. *engan teknik itu, diharapkan posisi organisasi dalam berbagai aspek bisa dipahami secara lebih obyektif, lalu bisa ditetapkan prioritas strategi dan program-programnya, serta peta urutan pelaksanaannya

III.

Progra" !en&#&#kan

)ada intinya, program pendidikan adalah kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan, sesuai dengan strategi dan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan.

I0.

Per oalan1Per oalan Men&e ak Pen&#&#kan Na #onal

a. )emerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Sebagaimana diamanatkan dalam UU* #$(+, pada dasarnya pelayanan pendidikan yang bermutu merupakan hak bagi seluruh warga negara ndonesia. 8eskipun demikian kenyataan menunjukkan bahwa saat ini belum semua warga negara dapat memperoleh haknya atas pendidikan. -leh karena itu pemerintah sebagai penyelenggara negara wajib berupaya untuk memenuhinya.

*alam kebijakan *itjen 8andikdasmen, disebutkan mengenai konsep, indikator keberhasilan, dan sumber daya pendukung untuk kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan sebagai berikut. "abel #. ,ebijakan )emerataan dan )erluasan .kses )endidikan ,onsep ndikator ,eberhasilan )endukung )rogram

)endidikan untuk )emenuhan pendidikan menengah dengan rasio S8.?S8, kejuruan yang "untas wajar $ tahun pada !''$ 0.), lebih besar atau sama dengan $:

.), diknas daerah tertinggal lebih besar atau samadengan A+ .), diknas kelompok termiskin 0K#3 lebih besar atau sama dengan A+ ,esetaraan Rintisan wajib belajar #! .nggaran pendidikan !' L dari .);N?.);* M dana masyarakatJ dengan manajemen 1 berbasis kinerja, akuntabilitas, promutu, peduli rakyat miskin 8emperbesar daya tampungJ 8endekatkan pendidikan dengan masyarakat 8enciptakan sistem insentif untuk menumbuhkan aspirasi pendidikan 0%oucher pendidikan, berorientasi kultural, berbasis masyarakat, dan pendidikan peningkatan gi/i. )emerataan dan perluasan kesempatan 8enarik keterlibatan daerah dalam pembangunan Rekruetmen tenaga pendidik dan tenaga )engembangan sarana dan prasarana pendidikan

Studi yang secara langsung diarahkan pada analisis kebijakan dalam pemerataan pendidikan ialah studi yang dilakukan oleh @ames Eoleman 0.ce Suryadi dan 9. .. R "ilaar, #$$(1 !$3 yang berjudul EIuality of Educational -pportunity. Eoleman membedakan secara konsepsional antara pemerataan kesempatan pendidikan secara pasif, dengan pemerataan pendidikan secara aktif. )emerataan pendidikan secara pasif lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif ialah kesempatan yang sama yang diberikan oleh sekolah kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar setinggitingginya. ,omponen-komponen konsep pemerataan pendidikan ini secara lebih jelas diungkapkan oleh Schiefelbein dan 6arrel 0#$:!3. *alam studinya di Ehili, mereka menggunakan landasan konsep pemerataan

pendidikan yang relatif lebih komprehensif daripada konsepsi pemerataan pendidikan yang selama ini digunakan. ;erdasarkan konsep mereka, pemerataan pendidikan atau eIuality of educational opportunity tidak hanya terbatas pada, apakah murid memiliki kesempatan yang sama untuk masuk sekolah 0pemerataan kesempatan pendidikan secara pasif menurut Eoleman3, tetapi lebih dari itu, murid tersebut harus memperoleh perlakuan yang sama sejak masuk, belajar, lulus, sampai dengan memperoleh manfaat dari pendidikan yang mereka ikuti dalam kehidupan di masyarakat. )ertama, pemerataan kesempatan memasuki sekolah 0eIuality of access3. ,onsep ini berkaitan erat dengan tingkat partisipasi pendidikan sebagai indikator kemampuan sistem pendidikan dalam memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. )emerataan pendidikan ini dapat dikaji berdasarkan dua konsep yang berlainan, yaitu pemerataan kesempatan 0eIuality of access3 dan keadilan 0eIuity3 di dalam memperoleh pendidikan dan pelatihan.

,edua, pemerataan kesempatan untuk bertahan di sekolah 0eIuality of sur%i%al3. ,onsep ini menitikberatkan pada kesempatan setiap indi%idu untuk memperoleh keberhasilan dalam pendidikan dan pelatihan. @enis analisis ini mencurahkan perhatian pada tingkat efisiensi internal sistem pendidikan dilihat dari beberapa indikator yang dihasilkan dari metode ,ohort. 8etode ini mempelajari efisiensi pendidikan berdasarkan murid-murid yang berhasil dibandingkan dengan murid-murid yang mengulang kelas dan yang putus sekolah. ,etiga, pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar 0eIuality of output3. *ilihat dari sudut pandang perseorangan eIuality of output ini menggambarkan kemampuan sistem pendidikan dalam memberikan kemampuan dan ketrampilan yang tinggi kepada lulusan tanpa membedakan %ariabel suku bangsa, daerah, status sosial ekonomi, dan sebagainya. ,onsep output pendidikan biasanya diukur dengan prestasi belajar akademis. *i pandang dari sudut sistemnya itu sendiri, konsep ini menggambarkan seberapa jauh sistem pendidikan itu efisien dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas, efektif dalam mengisi kekurangan tenaga kerja yang dibutuhkan, dan mampu melakukan kontrol terhadap kemungkinan kelebihan tenaga kerja dalam hubungannya dengan jumlah yang dibutuhkan oleh lapangan kerja.

,eempat, pemerataan kesempatan dalam menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat 0eIuality ot outcome3. ,onsep ini menggambarkan keberhasilan pendidikan secara eksternal 0e2sternal efficiency3 dari suatu sistem pendidikan dan pelatihan dihubungkan dengan penghasilan lulusan 0indi%idu3, jumlah dan komposisi lulusan disesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja 0masyarakat3, dan yang lebih jauh lagi pertumbuhan ekonomi 0masyarakat3. "eknik-teknik analisis yang digunakan biasanya meliputi analisis rate of return to education, hubungan pendidikan dengan kesempatan kerja, fungsi produksi pendidikan dengan menggunakan pendekaan 4status attainment analytical model4, dan sebagainya. ,ebijakan pemerataan kesempatan, meliputi aspek persamaan kesempatan, akses dan keadilan atau kewajaran. Eontoh-contoh pemerataan kesempatan, misalnya, beasiswa untuk siswa miskin, pelatihan guru )B;, pembenahan S8) terbuka, perencanaan bagi daerah-daerah terpencil atau gender, peningkatan .), dan .)8, peningkatan angka melanjutkan, pengurangan angka putus sekolah, dan lain-lain.

b.

K(al#ta !en&#&#kan Realitas menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di ndonesia relatif rendah yang menyebabkan sulitnya bangsa ndonesia bersaing dengan bangsa-bangsa lain. ,ualitas pendidikan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh dua faktor yang mendukung, yaitu internal dan eksternal 0*odi Nandika, !''A1#73. 6aktor internal meliputi jajaran dunia pendidikan, seperti *epdiknas, *inas )endidikan daerah dan sekolah yang berada di garis depan, dan faktor eksternal yaitu masyarakat pada umumnya. *ua faktor ini haruslah saling menunjang dalam upaya peningkatan kualitas tersebut. Salah satu implikasi langsungnya ialah pada perlunya program-program yang terkait seperti penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana belajar, guru yang berkualitas, buku pelajaran bermutu yang terjangkau masyarakat, alat bantu belajar untuk meningkatkan kreati%itas, dan sarana penunjang belajar lainnya. ,ualitas pendidikan mencakup aspek input, proses dan output, dengan catatan bahwa output sangat ditentukan oleh proses, dan proses sangat dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input. Eontoh perencanaan kualitas misalnya, pengembangan tenaga

pendidik?kependidikan 0guru, kepala sekolah, konselor, pengawas, staf dinas pendidikan, pengembangan dewan pendidikan, dan komite sekolah, rasio 0siswa?guru, siswa?kelas, siswa?ruang kelas, siswa? sekolah3, pengembangan bahan ajar, pengembangan tes standar di tingkat kabupaten?kota, biaya pendidikan per siswa, pengembangan model pembelajaran 0pembelajaran tuntas, pembelajaran dengan melakukan, pembelajaran kontektual, pembelajaran kooperatif dan sebagainya3. *. E2# #en # !en&#&#kan3 Efisiensi menunjuk pada hasil yang maksimal dengan biaya yang wajar. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal merujuk kepada hubungan antara output sekolah 0pencapaian prestasi belajar3 dan input 0sumber daya3 yang digunakan untuk memproses?menghasilkan output sekolah. Efisiensi eksternal merujuk kepada hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif 0indi%idual, sosial, ekonomi dan non-ekonomik3 yang didapat setelah kurun waktu yang panjang di luar sekolah. Eontoh-contoh perencanaan peningkatan efisiensi, misalnya, peningkatan angka kelulusan, rasio keluaran?masukan, angka kenaikan kelas, penurunan angka mengulang, angka putus sekolah, dan peningkatan angka kehadiran dan lain-lain. &. Rele4an # !en&#&#kan. Rele%ansi menunjuk kepada kesesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan 0needs3, baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, dan kebutuhan pembangunan yang meliputi berbagai sektor dan sub-sektor. Eontoh-contoh perencanaan rele%ansi misalnya, program ketrampilan kejuruan? kewirausahaan?usaha kecil bagi siswa-siswa yang tidak melanjutkan, kurikulum muatan lokal, pendidikan kecakapan hidup dan peningkatan jumlah siswa yang terserap di dunia kerja.

e. Penge",angan Ka!a #ta Dang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan indi%idu dan

organisasi atau unit organisasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan 0UN*),#$$A3. Suksesnya desentralisasi pendidikan sangat ditentukan oleh tingkat kesiapan kapasitas makro, kelembagaan, sumber daya dan kemitraan. )engembangan kapasitas tingkat makro meliputi 1 0#3 arahan-arahan, 0!3 bimbingan, 0&3 pengaturan, pengawasan dan kontrol. )engembangan kapasitas kelembagaan mencakup kemampuan dalam merumuskan %isi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi, perencanaan pendidikan, manajemen pada semua aspek pendidikan 0kurikulum, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, dsb3, sistem informasi manajemen pendidikan, pengembangan pengaturan 0regulasi dan legislasi3, pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan organisasi 0tugas dan fungsi serta struktur organisasinya3, proses pengambilan keputusan dalam organisasi, prosedur dan mekanisme kerja, hubungan dan jaringan antar organisasi, pengembangan *ewan )endidikan dan ,omite Sekolah, pengembangan kepemimpinan pendidikan dan lain-lain.

,esiapan kapasitas sumber daya mencakup sumber daya manusia 0manajer?pemimpin, staf dan pelaksana3 dan sumber daya selebihnya 0uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb3. Sedangkan, pengembangan kapasitas kemitraan dilandasi oleh kesadaran bahwa pengembangan ikhtiar pendidikan harus dilakukan secara terpadu antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat karena masingmasing memiliki pengaruh terhadap pendidikan anak.

D. KE+IMPULAN.RANGKUMAN DAN +ARAN 1. Ke #"!(lan.Rangk("an *ari uraian di atas dapat disimpulkan? dirangkum hal-hal sebagai berikut1

#3 Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam pendidikan, salah satunya adalah terjadinya perubahan arah paradigma pendidikan, termasuk dalam hal sistem perencanaan pendidikan di daerah. !3 *engan terjadinya perubahan paradigma baru pendidikan, maka sistem perencanaan pendidikan dalam iklim pemerintahan yang sentralistik, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perencanaan pendidikan pada era otonomi daerah, sehingga diperlukan paradigma baru perencanaan pendidikan. &3 )aradigma baru perencanaan pendidikan akan berimplikasi pada proses perencanaan pendidikan ,abupaten?,ota. (3 *alam era otonomi daerah, sistem perencanaan pendidikan ,abupaten?,ota adalah bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan daerah ,abupaten?,ota, yaitu mendasarkan pada perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat. +3 *alam penyusunan perencanaan pembangunan, termasuk dalam perencanaan pendidikan di daerah ,abupaten?,ota, diperlukan koordinasi antar instansi )emerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum 8usyawarah )erencanaan )embangunan 08usrenbang3 tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, dan tingkat ,ota, serta forum Satuan ,erja )erangkat *aerah. *alam melakukan perencanaan pendidikan ,abupaten?,ota, pertama-tama perlu dilakukan analisis lingkungan strategis, untuk mengetahui lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap perencanaan pendidikan kabupaten?kota. Selain itu, berbagai perubahan lingkungan strategis harus diakomodasi dan diinternalisasikan ke dalam perencanaan pendidikan kabupaten?kota agar perencanaan tersebut benar-benar menyatu dengan perubahan lingkungan strategis tersebut. ,emudian, perlu analisis situasi untuk mengetahui 4situasi pendidikan saat ini4 dan 4situasi pendidikan yang diharapkan atau ditargetkan4 menyangkut berbagai kebijakan pendidikan yang ditetapkan, sehingga kesenjangan dapat diketahui dan kebijakan substantif dan implementatif, program serta rencana kegiatan dapat dipikirkan secara integrated. %. +aran *epdiknas dan para stakeholders pendidikan lainnya, perlu membuat pemikiran ino%atif-kreatif mengenai model pembangunan sistem pendidikan yang terintegrasi, yang dapat meramu sekaligus mengakomodasi upaya peningkatan dan pencapaian berbagai kebijakan pendidikan 0pemerataan dan perluasan akses

pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, rele%ansi pendidikan, dan lain-lain yang ditargetkan3 secara bersama-sama, bukan secara parsial dan berurutan, termasuk aspek sustainability 0keberlanjutan3 nya. Sekedar sebagai contoh, hasil peningkatan dan pencapaian pemerataan dan perluasan akses pendidikan, perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan 0dengan model peningkatan kualitas yang massi%e, misalnya3, tapi juga perlu memperhatikan aspek rele%ansi 0dengan, misalnya, mencocokkan kurikulum dengan empirik yang ada, dengan mengupdate silabus setiap tahun sekali, meski tanpa merubah kurikulum formalnya3. .spek keberlanjutannya perlu juga dipikirkan, jangan sampai berjalannya sebuah kebijakan hanya tergantung pada ada tidaknya subsidi dari pusat, sementara ketika subsidi ditiadakan atau dicabut, misalnya, lalu tidak berjalan.

*.6".R )US".,. .bdurrahmansyah. 0!''#3. *esentralisasi1 9arapan dan tantangan bagi dunia pendidikan. @urnal Studi .gama 8illah,#, ++-7$. .ce Suryadi dan 9...R."ilaar. .nalisis ,ebijakan )endidikan. Suatu )engantar. ;andung 1 )". Remaja Rosdakarya. .chmad ;udiyono, 8. rfan, CDuli .ndi. 0#$$:3. E%aluasi pelaksanaan kebijakan uji coba otonomi daerah. @urnal )enelitian lmu - lmu Sosial, ))S Uni%ersitas ;rawijaya,!, !'$-!#:. .lisjahbana, ..S. 0!'''3. -tonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. @urnal .nalisis Sosial, .,." F.,#,!$-&:. .rbi Sanit. Et al. 0*esember !'''3. )enelitian paradigma baru hubungan pusat daerah di ndonesia1 6ormat otonomi daerah masa depan.@akarta1 Baporan penelitian. ./yumardi ./ra. !''!. )aradigma ;aru )endidikan Nasional. @akarta1 )enerbit ;uku ,ompas. *epdiknas. 0!''#3. *esentralisasi )endidikan. @akarta1 ,omisi Nasional )endidikan. *epdiknas. !''!. 8emiliki Gawasan "entang 8odel-8odel )erencanaan "ingkat ,abupaten?,ota. 08ateri )elatihan "erpadu Untuk ,epala *inas ,abupaten?,ota3. *epdiknas. !''!. 8enyerasikan )erencanaan )endidikan "ingkat 8ikro dan 8akro. *epdiknas. !''!. 8engembangkan ,ebijakan )endidikan "ingkat ,abupaten?,ota. *odi Nandika. !''A. )endidikan di tengah gelombang perubahan. @akarta1 B)&ES 6akry Faffar. 0#$$'3. mplikasi desentralisasi pendidikan menyongsong abad ke-!#. @urnal 8imbar )endidikan, &, "ahun N, -ktober. 6asli @alal. !''#. Reformasi )endidikan *alam ,onteks -tonomi *aerah. Dogyakarta1 .dicita ,arya Nusa. 6iske, E.;. 0#$$:3. *esentralisasi )engajaran, politik dan consensus. @akarta1 )enerbit )." Framedia Gidia Sarana ndonesia.

Anda mungkin juga menyukai