DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
SULFIANI (1962040001)
SRI HANDAYANI
DWI AYU WULANSARI
MEYTHA
NURHALISA
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Dan
sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasulallah SAW
yang telah memberikan kita kenikmatan Islam, Iman dan Ihsan.
Makalah ini kami susun dengan segala keterbatasan dan kekurangan,
sehingga kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan, kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam usaha
penyempurnaannya, dan upaya-upaya pemahaman yang lebih luas.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua, dan semoga Allah SWT selalu meridhai segala
usaha yang dilakukan. Aamiin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan..........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Makalah.................................................................................2
Bab 2 Pembahasan...........................................................................................3
A. …………………………….3
B. …………………………………………7
C. ……………………………..11
D. ………………………………………..14
E.………………………….16
F……
G……
H….
A. Kesimpulan.........................................................................................19
B. Saran...................................................................................................19
Daftar Pustaka.................................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kerajaan Sunda dan kerajaan bali merupakan dua kerajaan yang memiliki
peran dalam sejarah indonesia masa hindu budha. Kerajaan sunda terletak di
jawa barat Sedangkan Kerajaan Bali adalah sebuah kerajaan yang terletak di
sebuah pulau kecil yang tak jauh dari pulau jawa dan berada di sebelah timur.
Kerajaan Sunda merupakan salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di
jawa barat. Kerajaan Sunda tidak ketahui secara jelas pusatnya, tetapi
berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dapat dikatakan bahwa pusat
kerajaan sunda ini berpindah-pindah. Bedasarkan kitab cerita parahyangan
pusat kerajaan sunda awalnya di galuh. Kerajaan sunda berdiri ini berdiri
setelah keruntuhan tarumanegara.1
B. RUMUSAN MASALAH
4
5. Bagaiman sejarah berdirinya kerajaan bali?
6. Bagimana struktur birokrasi dan perkembangan politik kerajaan bali?
7. Bagaimana kehidupan masyarakat kerajaan bali?
8. Bagaimana keruntuhan kerajaan bali?
C.TUJUAN
KERAJAAN SUNDA
5
A. Pusat Kerajaan yang Berpindah-Pindah
1. Pusat Kerajaan Galuh
Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan
Tarumanegara. Kerajaan Sunda pada masa pemerintahannya telah beberapa
kali berpindah pusat kerajaan, mulai dari galuh hingga berakhir di Pakwan
Pajajaran.3
Sumber asing seperti berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513)
menyebut kerajaan yang berkuasa di Jawa Barat dan mengadakan hubungan
dagang dengan sebutan regno de cumda, yang berarti Kerajaan Sunda.
Demikian pula dengan Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda
sebagai suatu daerah yang banyak menghasilkan lada.
Prasasti tertua yang menyebut nama Sunda adalah prasasti Rakryan Juru
Pangambat berangka tahun 854 saka yang ditemukan di Desa Kebon Kopi,
Bogor. Prasasti ini berbahasa Melayu yang isinya menyebut “pulihkan raja
kami” yang jika diterjemahkan artinya “ memulihkan raja Sunda. Jika tafsiran
itu benar, maka hal itu dapat berarti bahwa sebelumnya telah ada “raja Sunda”.
3
Marwati Djoned dan Poesponegoro, 2010, Sejarah Nasional Indonesia II, Balai Pustaka,
Jakarta, hal. 355
6
yang bernama Sanna. Ia mempunyai hubungan darah dengan Sanna. Ia adalah
anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.
7
Jawa Timur pada waktu itu. Pernyataan Sri Jayabhupati berulang kali bahwa ia
adalah haji ri Sunda, raja di Sunda, dapat dianggap sebagai usahanya untuk
lebih meyakinkan orang banyak akan kedudukannya sebagai raja Sunda. Sri
Jayabhupati berulang kali menekankan kedudukannya sebagai haji ri Sunda.
Pusat kerajaan sunda, tidak lama kemudian berpindah lagi untuk yang kesekian
kalinya, dan kali ini yang terpilih sebagai pusat kerajaan ialah Kawali yang
tidak jauh letaknya dari bekas kerajaan galuh pada masa Sanjaya.
3. Pusat Kerajaan Kawali
Menurut bukti-bukti prasasti yang terdapat di kampung Astanagede
(Kawali) dapat diketahui bahwa setidak-tidaknya pada masa pemerintahan
Prabu Raja Wastu yang bertahta di kota Kawali dengan kratonnya bernama
Surawisesa. Adapun mengenai Prabu Raja Wastu yang dijelaskan dalam
prasasti Kawali ia adalah seorang tokoh yang sama dengan yang disebut
Rahyang Niskala Wastu Kancana pada prasasti batutulis dan kebantenan yaitu
kakek Sri Baduga Maharaja.
Hal ini memberikan kemungkinan bahwa Prabu Wastu memerintah di
Kawali dan setelah meninggal kemudian digantikan oleh anaknya yang
bernama Rahyang Ningrat Kancana pada prasasti batutulis
4. Pusat Kerajaan Pakwan Pajajaran
Ningrat Kancana atau Tohaan di Galuh digantikan oleh anaknya sendiri
yang bernama Sang Ratu Jayadewata menurut Carita Parahiyangan memerintah
selama 39 tahun. Pada prasasti Kebantenan tokoh ini disebutkan sebagai yang
kini menjadi Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Dapat dipastikan tokoh ini
pulalah yang pada prasasti Batutulis disebut dengan nama Prabu Guru
Dewataprana, Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang
Ratu Dewata.
Menurut Carita Parahyangan, Sang Ratu Jayadewata menjalankan
pemerintahannya berdasarkan kitab-kitab hukum yang berlaku, sehingga
pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Pada masa itu, tidak
terjadi perang. Jika pun terjadi rasa tidak aman, maka hal itu cumalah terjadi
pada mereka yang berani melanggar Sanghyang Siksa saja.
8
Pada masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata, sudah ada penduduk
kerajaan Sunda yang beralih agama. Hal ini antara lain dijelaskan di dalam
berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), yang mengatakan bahwa
di Cimanuk yaitu kota pelabuhan yang seklaigus merangkap menjadi batas
kerajaan Sunda di sebelah timur banyak dijumpai orang Islam. Mereka inilah
barangkali yang dalam Carita Parahyangan disebutkan yang merasa tidak aman
lantaran melanggar Sanghyang Siksa itu.
Jatuhnya Sundakalapa, pelabuhan terbesar kerajaan Sunda ke tangan
pasukan Islam pada tahun 1527, telah menyebabkan terputusnya hubungan
antara pusat kerajaan Sunda yang terletak di pedalaman, dengan daerah luar.
Balabantuan Portugis tidak pernah sampai ke Dayo, karena keadaan pada
waktu itu tidak memungkinkan. Jalan niaga kerajaan Sunda satu per satu jatuh
ke tangan pasukan Islam, sehingga raja hanya bisa bertahan di pedalaman saja.
Dalam keadaan seperti itu, kerajaan Sunda justru tidak punya lagi
pemimpin yang meyakinkan. Prabu Ratudewata yang menggantikan
Surawisesa, malah hidup sebagai raja pendeta dan tidak menghiraukan
kesejahteraan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya itulah terjadi serangan-
serangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban.
Memasuki abad XVI M corak hubungan politik kerajaan Sunda dengan
negara lain, mempunyai latar belakang yang berbeda dengan hubungan-
hubungan sebelumnya. Menjelang akhir abad XV M, di daerah kerajaan Sunda
sudah mulai ada orang-orang yang beragama Islam. Mereka pada umumnya
tinggal di kota pelabuhan dan pelabuhan Sunda yang paling banyak ditinggali
orang Islam ialah Cimanuk yang menjadi batas kerajaan di sebelah timur. Hal
ini bukanlah suatu hal yang mustahil, karena di sebelah timur Cimanuk terletak
kota Cirebon yang penduduknya sudah beragama Islam. Di bidang politik,
Jayadewata melakukan tindakan-tindakan yang cukup tegas di dalam usahanya
menghadapi meluasnya Islam di daerahnya. Ia melakukan hubungan dengan
Portugis yang sejak tahun 1511 telah menguasai bandar Malaka. Hubungan ini
juga dimaksudkan untuk menyelamatkan kerajaan Sunda secara umum.
Sebagai kunjungan balasan, juga rangka persetujuan di antara kedua belah
pihak, pada tahun 1522 pihak Portugis mengirimkan Hedrik de Leme
9
memimpin perutusan ke Sunda. Ketika itu, Ratu Samiam yang pernah
memimpin perutusan Sunda ke Malaka, sudah menjadi raja dan berdiam di
Dayo, pusat kerajaan Sunda. Hal ini berarti bahwa rupanya pada waktu itu
telah terjadi pergantian takhta di Sunda dan hal ini ternyata tidak bertentangan
dengan Carita Prahyangan yang mengatakan bahwa Jayadewata digantikan
oleh Surawisesa setelah ia berkuasa selama 39 tahun. Dapat pula dipastikan
bahwa Surawisesa menurut Carita Prahyangan ialah Ratu Samiam menurut
berita Portugis.
4
Saleh Danasasmita, 2014, Menemukan Kerajaan Sunda, PT Dunia Pustaka Jaya, Bandung, hal. 7
10
Sementara itu, sebuah naskah yang berasal dari tahun1518, Sanghyang
Siksakanda ng Karesian memberikan keterangan yang dapat digunakan untuk
mengisi kekosongan dalam masalah struktur kerajaan ini. Dii dalam naskah itu
yang diterjemahkan antara lain disebutkan bahwa “inilah peringatan yang
disebut sepuluh kebaktian : anak bakti kepada bapa, istri bakti kepada suami,
rakyat bakti kepada majikan, murid bakti kepada guru, petani bakti kepada
wado (pejabat rendahan), wado bakti kepada mantri (pegawai), mantri bakti
kepada nunangganan, nunangganan bakti kepada mangkubumi, mangkubumi
bakti kepada raja, raja bakti kepada dewata, dewata bakti kepada hyang”. Dari
kutipan tersebut jelas bahwa pejabat yang paling dekat hubungannya di bawah
raja ialah mangkubumi. Ia bertanggung jawab atasa segala sesuatu yang terjadi
atau dilakukan oleh bawahannya, yaitu nunangganan, lalu berturut-turut ke
bawah kita jumpai pejabat-pejabat yang disebut mantri dan wado
Berdasarkan bahan-bahan yang ada itu, barangkali dapatlah disusun
struktur kerajaan Sunda pada masa itu, yaitu sebagai berikut: ditingkat
pemerintahan pusat, kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Mnagkubumi
membantu raja dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Terdapat pula putra
mahkota yang menggantikan kedudukan raja jika raja meninggal dunia atau
mengundurkan diri. Terdapat beberapa raja di daerah kekuasaannya untuk
membantu dalam mengatur pemerintahan raja pusat. Raja-raja tersebut
bertindak sebagai raja merdeka tetapi mereka tetap mengakui raja Sunda yang
bertakhta di Pakwan Pajajaran atau di Dayo. Dalam keadaan raja tidak
meninggalkan pewaris takhta, maka salah seorang raja dari daerah-daerah itu
dapat dipilih untuk menggantikan kedudukan sang raja yang berpusat di
Pakwan Pajajaran. Dalam mengurus masalah yang berhubungan dengan
perniagaan, di keenam buah bandarnya, raja diwakili oleh syahbandar.
2. Kraton Kerajaan Sunda
Berdasarkan berita-berita yang kita peroleh melalui carita pantun tentang
kebesaran kerajaan Pajajaran, dapt diketahui bahwa kraton yang menjadi
tempat raja bersemayam pada umumnya terdiri atas lebih dari sebuah
bangunan. Sayang seklai seddemikian jauh pengetahuan kita belum dapat
dipergunakan untuk melakukan rekonstruksi kraton jaman itu, karena pada
11
setiap carita pantun letak bangunan-bangunan yang terdapat di daerah kraton
itu tidak sama. Yang sudah pasti dapat diketahui ialah: adanya sebuah
bangunan induk, disamping bangunan-bangunan lain yang ada di kompleks
tersebut. Rupanya di bangunan itulah raja bersemayam, sementara di
bangunan-bangunan lainnya tinggal para pejabat kerajaan serta kerabat dekat
kraton yang lain.
Sementara itu, nama kraton di pusat kerajaan di Kawali ialah Surawisesa,
sehingga para peneliti beranggapan bahwa bangunan kraton dengan unsur sura
itu sepantasnya merupakan kraton induk. Jika kita perhatikan maka akan
terdapat gambaran bahwa kraton Pakwan Pajajaran terdiri dari lima buah
bangunan, dengan bangunan Suradipati sebagai bangunan induk. Mnerima
dugaan bahwa kraton terdiri dari lima buah bangunan ini, menyebabkan pula
adanya tafsiran baru mengenai maksud Pakwan Pajajaran yang diakui sebagai
pusat kerajaan.5
5
Poesponegoro, Op. Cit., hal. 376-385
12
Kerajaan Sunda adalah sebuah negara yang umumnya hidup dari
pertanian, terutama dari perladangan. Bukti-bukti atau petunjuk tentang
masyarakat ladang ini, kita temukan dalam sastra tulis maupun lisan. Misalnya
dalam Carita Parahyangan, hanya satu kali disebutkan sawah, itupun dalam
hubungannya dengan nama suatu tempat yang disebut sawah tampian dalem,
tempat dipusarakannya Ratu Dewata. Demikian pula dengan berita yang
diperoleh dari Sanghyang Siksakanda ng Karesian yang menyebutkan
panyawah sekali saja, dan itupun masih merupakan pekerjaan yang dianjurkan
kepada masyarakat untuk dipelajari.
Ciri yang paling menonjol dari masyarakat ladang ialah selalu berpindah
tempat, yang secara langsung turut memberi pengaruh terhadap bentuk
bangunan tempat mereka tinggal. Untuk masyarakat yang senantiasa berpindah
tempat, yang diperlukan sebagai tempat tinggal ialah bangunan-bangunan yang
cukup sederhana. Masyarakat ladang bertempat tinggal di ladangnya masing-
masing, sehingga mereka hidup terpencil dari peladang lain yang menjadi
tetangganya. Ini menyebabkan taraf kebersamaan masyarakat ladang lebih
longgar dibandingkan dengan masyarakat sawah.
2. Agama dan Budaya
Carita Parahyangan jelas sekali memperlihatkan semangat yang bersifat
kehinduan. Naskah ini dibuka dengan kisah tokoh yang legendaris bernama
Sang Resi Guru dan punya anak bernama Rajaputra. Walaupun kemudian
Sanjaya yang beragama Hindu menasihati anaknya, Rahyang Tamperan atau
Rakeyan Panaraban agar tidak mengikuti agama yang dipeluknya.Pengaruh
Hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di dalam naskah Sawakadarma yang
juga disebut Serat Dewabuda dan berasal dari tahun 1357 Kasa atau 1435
Masehi masih kita temukan nama-nama para dewa agama Hindu seperti
Brahma, Wisnu, Maheswara, Rudra, Sadasiwa, Yama, Baruna, Kuwera, Indra,
Besrawaka, dan lain-lain. Pada masa kerajaan Sunda yang berlangsung sejak
awal aba VIII hingga menjelang akhir abad XVI M kehidupan keagamaan
masyarakat kerajaam Sunda bercorak Hindu Buddha yang telah berbaur pula
dengan unsur agama leluhur sebelumnya.
13
Dalam Sanghyang Siksakanda ng Karesian kita dapat mengetahui adanya
orang-orang yang dipandang ahli dalam salah satu bidang budaya, misalnya
saja sastra, lukis, ukir, gamelan, dan sebagainya. Terdapat jenis-jenis batik
(tulis) dengan ahlinya yang disebut lukis, ialah pupunjengan, hihinggulan,
kekembangan, alas-alasan, urang-urangan, memetahan, sisirangan, dan lain-
lain sedangkan ukiran misalnya dinanagakon, dibarongkon, ditiru paksi, ditiru
were dan ditiru singha.
Adapun mengenai bahasa-bahasa yang dikenal di Nusantara oleh
penduduk kerajaan Sunda dapat ditanyakan kepada jurubasa darmanurcaya.
Bahsa-bahasa asing yang dikenal pada masa itu disebut carek paranusa.
Jurubasa darmanurcaya memegang peranan yang cukup penting, karena
dengan bantuan mereka itulah talimarga antara orang-orang yang berhubungan
itu dapat terlaksana.6
14
Hindu, walaupun dalam perkembangannya kelak ternyata tidak hanya agama
Hindu yang dominan, tetapi juga kepercayaan-kepercayaan, seperti animisme
dan dinamisme. Itu bisa terjadi karena kentalnya budaya nenek moyang saat
itu, meskipun kerajaan ini sudah berdiri. Di kerajaan ini pun, berkembang
agama Buddha dengan cukup baik dan banyak penganutnya.
Pusat Kerajaan Bali ada di Singhamandawa, dengan raja pertama bernama
Sri Urganesa pada abad ke-8 M. Sejak saat itu, ada keluarga-keluarga raja yang
memerintah di beberapa daerah Bali. Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang
bercorak Buddha, dan ada pula yang Hindu. Jadi, Bali bukan merupakan satu
kesatuan wilayah yang dikuasai oleh satu dinasti dalam satu kerajaan.
Beberapa prasasti yang ditemukan tidak begitu jelas menggambarkan
mengenai pergantian di antara satu keluarga raja dengan keluarga raja yang
lain. Prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa Timur hanya menerangkan
bahwa Bali pernah dikuasai oleh Singasari pada abad ke-10 dan Majapahit
pada abad ke-14, sedangkan pergantian antara satu dinasti dengan dinasti yang
lain tidak diterangkan dalam prasasti-prasasti tersebut.
Menurut interpretasi beberapa ahli purbakala, terutama berdasarkan
Prasasti Sapur yang berangka tahun 917 M yang ditemukan didekat Denpasar,
Bali, pengaruh Hindu yang masuk ke daerah ini berasal dari Jawa Timur.
Hubungan antara penduduk Jawa Timur dengan penduduk Bali pada
zaman Hindu cukup erat. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduknya
yang menyebrang ke Bali dan menetap disana. Banyak penduduk Bali sekarang
yang menganggap dirinya sebagai keturunan Majapahit dan merasa sebagai
pewaris Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan catatan yang ditemukan dalam prasasti-prasasti, pengaruh
Buddha datang lebih dulu dibandingkan dengan pengaruh Hindu. Prasasti yang
berangka tahun 882 M yang menggunakan bahasa Bali menerangkan tentang
pemberian izin kepada para biksu untuk membuat pertapaan di Bukit
Kintamani.
Namun, tidak disebutkan nama raja yang berkuasa sewaktu itu. Pengaruh
Hindu di Bali cukup kuat dan masuk ke Bali ketika Bali berada dibawah
15
kekuasaan Jawa Timur sejak abad ke-10, serta pada masa kekuasaan Majapahit
pada abad ke-14.
Kerajaan Bali juga pernah mengalami masa kejayaannya. Masa kejayaan
Kerajaan Bali terjadi saat Dharmodyana naik tahta. Pada masa Dharmodyana,
kerajaan ini mengalami kejayaan dengan system pemerintahan yang semakin
jelas daripada sebelumnya.
Disisi lain, kita mengetahui akrabnya hubungan Bali dengan Pulau Jawa.
Pada masa Dharmodyana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut
dengan mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putrid dari
Raja Makutawangsawardhana dari JawaTimur. Hali ini akhirnya semakin
memperkokoh kedudukan kerajaan diantara Pulau Jawa dan Bali.8
4. Jayasingha Warmadewa
8
Soedjipto, op.cit., hal. 92-94
16
Akan tetapi, mungkin juga ia adalah putra mahkota yang telah diangkat
menjadi raja sebelum ayahnya turun tahta.
5. Jayashadu Warmadewa
17
Sementara itu, menurut Prasasti Ujung (Hyang), Udayana setelah
mangkat dikenal sebagai Batara Lumah di Banukwa. Raja Udayana
mempunyai 3 orang putra, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungu.
Airlangga tidak pernah memerintah di Bali, karena menjadi menantu
Dharmawangsa di Jawa Timur
8. Marakata
Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana
Uttunggadewa. Ia memerintah sejak tahun 1011 hingga 1022. suMarakata
dipandang sebagai sumber kebenaran hukum yang selalu melindungi dan
memperhatikan rakyat. Oleh karena itu, ia disegani dan ditaati oleh
rakyatnya. Selain itu, ia juga turut membangun sebuah presada atau candi
di gunung Kawi di daerah Tampaksiring, Bali.
9. Anak Wungsu
Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i
Burwan Bhatara Lumah i BanuWka. Anak Wungsu adalah Raja Bali Kuno
yang paling banyak meniggalkan prasasti (lebih dari 28 prasasti) yang
tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan.
Anak Wungsu memerintah selama 28 tahun (pada tahun 1049-1077).
Ia dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ia tidak memiliki
keturunan. Ia mangkat pada tahun 1077, dan dimakamkan di Gunung Kawi
(dekat Tampaksiring).
10. Jayasakti
Jayasakti memerintah padda tahun 1133-1150 M, da sezaman dengan
pemerintahan Jayabaya di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya,
Jayasakti dibantu oleh penasehat pusat yang terdiri atas para senapati dan
pimpinan keagamaan, baik dari Hindu maupun Buddha. Kitab undang-
undang yang digunakan adalah Utara Widdhi Ballawan dan
RaRajawacana.9
11. Ragayaja
Ia memerintah tahun 1115 M, pada masa pemerintahannya kitab
undang-undang uttarawidhi balawan dan rajawacana di duga telah
9
Soedjiptpo, Op, cit., hal. 94-98
18
digunakan. Serta pada masa pmerintahannya perkembangan agama hindu
siwa dan agama Buddha berjalan dengan baik.
12. Jayapagus
Zaman pemerintahan raja jayapagus di bali sekitar tahun 1177 M -
1181 M. Jayapagus bergelar paduka sri maharaja haji jayapagus
arjakalancana.
13. Sri astasura ratna bhumi Banten
1. Sistem hak waris, pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan
atas anak laki-laki dan anak perempuan anak laki-laki memiliki hak waris lebih
besar dibanding anak perempuan.
10
Suwardono, 2019, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Budha, Ombak, Yogyakarta, hal. 244
19
3. Agama dan kepercayaan, meskipun sangat terbuka dalam menerima
pengaruh dari luar masyarakat Bali tetap mempertahankan tradisi dan
kepercayaan nenek moyangnya.masyarakat Bali dikenal dengan penganut
agama hindu-budha dan kepercayaan animisme masyarakat Bali kuno juga
hidup dalam keteraturan dan taat menjalankan hukum hal ini juga disebabkan
oleh keteladanan para pemimpin negara yang taat hukum bahkan pada masa
pemerintahan Sri jaya sakti , raja melaksanakan pemerintahan berdasarkan
undang-undang Uttara widdi Balawan dan rajawacana.Dalam sistem keluarga
balik yang berkaitan dengan pemberian nama anak yang berdasar pada kasta
atau golongan. Kehidupan sosial masyarakat Baliterbagi dalam kasta kasta
yang disebut catur warna. Kehidupan sosial kehidupan ekonomi masyarakat
Bali dititikberatkan pada sektor pertanian hal ini didasarkan pada beberapa
prasasti yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok
tanam di luar kegiatan pertanian masyarakat Bali juga diketahui adalah
pande(pengrajin).selain bercocok tanam dan berprofesi sebagai perajin
masyarakat Bali juga ada yang berprofesi sebagai pedagang pedagang pada
masa Bali kuno dibedakan atas pedagang laki-laki atau wanigrama dan
pedagang perempuan atau wanigrami.11
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
Kerajaan sunda dan bali merupakan dua kerajaaan yang sangat
berperan dalam Masa hindu budha di indonesia. Kerajaan sunda
merupakan kerajaan yang berdiri setelah kerajaan tarumanegara,
kerajaan ini mengalami beberapa kali perpindahan pusat kerajaan
mulai dari galuh, lalu ke sunda prahajyan sunda, kemudian ke
kawali, dan yang terakhir di pakwan padjajaran. Kerajaan sunda
dipimpin oleh seorang raja yang dibantu oleh putra mahkota,
mangkubumi, mantri, dan wado.
Kerajaan sunda mencapai masa keyajaan pada masa pemerintahan
Sri baduga maharaja atau Sang ratu jayadewata menjalankan
pemerintahan berdasarkan kitab-kitab hukum yang berlaku, sehingga
pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Pada masa itu, tidak
terjadi perang. Jika pun terjadi rasa tidak aman, maka hal itu cumalah
terjadi pada mereka yang berani melanggar Sanghyang Siksa saja.
Namun kerajaan ini mengalami keruntuhan pada masa pemerintahan
Prabu Surawisesa karena kekuasaan kerajaan sunda semakin melemah
serta keadaan sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Perubahan di tengah
penduduk makin terasa terutama yang disebabkan oleh datangnya Islam.
Pada masa pemerintahannya itulah, Islam mulai memperoleh kemenangan
demi kemenangan di dalam perang-perang yang dilakukannya. Satu per
satu daerah Raja Galuh, Jawakapala, Gegelang dan Salajo berhasil
dikalahkan. Bahkan Patege atau Portugis sendiri dikatakan dapat
dikalahkan oleh Islam. Dan bersamaan dengan itu tamat pulalah kerajaan
Sunda sebagai salah satu benteng terakhir budaya Hindu-Buddha di
Indonesia kira-kira pada tahun 1579 Masehi.
Pada masa pemerintahan kerajaan bali, memiliki struktur sosial yaitu sate yaitu
sistem hak waris di mana anak laki-laki akan mendapat hak waris yang lebih
22
besar dibandingkan anak perempuan yang selalu sistem kesenian di mana
sistem kesenian Keraton dan sistem kesenian rakyat agama dan kepercayaan
masyarakat Bali sangat menghargai kepercayaan terhadap nenek moyang Selain
itu di Bali juga dikenal dengan penganut agama Hindu dan Budha dan
kepercayaan animisme masyarakat Bali kuno sangat taat dalam menjalankan
hukum.
Kerajaan bali mengalami keruntuhan pada masa rasa Kebo Iwa yang menjabat
sebagai Patih, ia bernama patih kebo iwa kenal akan ke kesaktiannya. Hal ini pun
membuat Patih Gajah Mada yang memiliki sumpah untuk menyatukan
Nusantara dengan kerajaan Majapahit sebagai pusatnya. Patih Gajah Mada pun
Mangun melakukan penyerangan terhadap kerajaan Bali namun penyerangan
tersebut gagal hingga akhirnya Patih Gajah Mada mengundang Kebo Iwa untuk
datang ke Jawa dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh Kebo Iwa
akhirnya Kebo Iwa pun terbunuh dan kerajaan Bali berhasil ditaklukan
ditaklukan oleh Patih Gajah Mada.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan koma oleh
karena itu kami meminta kepada para pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang bersifat membangun apanya pembuatan
makalah dapat dilakukan dengan lebih baik.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
25