Sebagian besar rakyat Wajo tinggal di kawasan subur tepi danau di pedalaman semenanjung.
Kebanyakan dari mereka mencari penghasilan dengan bercocok tanam; beras dan jagung adalah
dua jenis tumbuhan utama yang dibudidayakan masyarakat. Selain menjadi petani, banyak pula rakyat Wajo yang menjadi nelayan, dengan wilayah operasi di perairan air tawar di pedalaman atau di sekitar wilayah pantai. Wilayah pedalaman subur di pusat Wajo terhubung dengan laut melalui Sungai Cenrana yang dapat dilalui kapal. Keadaan geografis ini mendukung keterlibatan aktif rakyat Wajo dalam perdagangan maritim. Perniagaan mereka menjangkau hampir seluruh pusat perdagangan di kawasan ini, baik yang dekat di Sulawesi (seperti Makassar, Mandar, dan Buton) serta Kalimantan (seperti Paser, Banjarmasin, dan Berau), maupun yang jauh di Papua, Sumatra, Semenanjung Malaya, bahkan Kamboja. Barang yang diperdagangkan oleh orang-orang Wajo mencakup beras, kain, rempah, intan, emas, hingga tembakau. Selain barang, terdapat pula bukti perdagangan hewan ternak terutama dengan Kalimantan Timur, dan perdagangan budak juga tampaknya cukup signifikan. Pemerintah Wajo pun memberi dukungan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang mendorong kemajuan ekonomi. Pada awal abad ke-18, misalnya, Arung Matoa La Saléwangeng memerintahkan para petani untuk menyisihkan sebagian beras hasil panen mereka untuk disimpan di dalam lumbung yang dikelola pemerintah. Beras ini kemudian digunakan untuk memberi makan orang-orang yang membutuhkan serta sebagai cadangan pangan dalam masa paceklik. Sebagian pendapatan pajak dalam bentuk uang juga disisihkan sebagai dana yang dimiliki secara bersama. Dana ini dapat digunakan untuk keperluan investasi dalam bidang pertanian dan perdagangan, atau untuk keperluan jaminan sosial.[71] Pemerintah dapat meminjamkan dana tersebut kepada rakyat yang ingin memulai usaha, dengan syarat, pinjaman tersebut dikembalikan berikut sepertiga dari keuntungan mereka. Hasil keuntungan ini kemudian digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan gudang senjata serta renovasi masjid negara. Sistem ini memungkinkan rakyat Wajo dengan sumber daya terbatas untuk ikut terlibat dalam perniagaan, sekaligus memanfaatkan kekuatan ekonomi mereka untuk kemaslahatan masyarakat Wajo secara keseluruhan.