Anda di halaman 1dari 7

Tugas

Tradisi Turun Mandi di Minang Kabau Sumatera


Barat

Oleh

Frenky Fernando
15010113120088

Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro
2014

Upacara Turun Mandi di Minangkabau


Upacara turumn mandi adalah salah satu upacara adat minang kabau
yang masih dilestarrikan hingga saat ini. Upacara ini adalah untuk
mensyukuri nikmat Allah atas bayi yang baru lahir. Pelaksanaan upacara ini
dilakukan saat ibu dan bayi telah kuat dan dapat melakukan prosesi adat ini.
Dan upacara ini juga merupakan Sunnah rasul untuk memperkenalkan
bahwa telah lahir seorang bayi dari suku tertentu.
Bagi keluarga yang hendak melakukan tradisi ini, maka bayi dan
ibunya tidak boleh dulu keluar dari rumah. Karena pada upacara inilah bayi
pertama kali keluar dan melihat lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Berikut, beberapa syarat dalam upacara turun mandi adalah :
1. Upacara

turun

mandi harus

di

laksanakan

di

sungai atau

masyarakat Minang menyebutnya batang aie dan yang membawa


anak ini dari rumah ke sungai adalah orang yang berjasa membantu
proses persalinan (dukun beranak atau bidan) orang minang
menyebutnya dukun atau urang nan manjawek.
2. Harus ada tebu hitam, galamai, batiah bareh badulang yaitu beras
yang digoreng.
Batiah ini kemudian dibagikan kepada anak-anak kecil yang pergi
mengikuti upacara turun mandi ini.
Tujuannya, sebagai ucapan terimakasih dan memperkenalkan diri
sebagai bagian dari teman-teman itu kelak. Tidak hanya itu, ini
adalah symbol agar anak menjadi orang yang manis tutur katanya

seperti manisnya tebu hitam dan galamai. Dan tidak sombong


seperti sifat padi (semakin berisi semakin menunduk)
3. Terdapat sigi kain buruak" (obor yang terbuat dari kain-kain yang
telah

robek).

Sigi ini dibakar dari rumah dan kemudian dibawa ke tempat upacara
atau ke sungai tempat sibayi akan di mandikan.
Sigi kain buruak ini memiliki makna jikok kalam basigi, jikok licin
batungkek (kalau gelap maka pake obor, jika licin pakai tongkat)
yaitu mengajarkan kepada bayi bahwa jika kelak telah besar nanti
tidak ada hambatan dalam menuntut ilmu (dunia dan akhirat).
4. Harus ada Tampang karambia tumbuah (bibit kelapa yang siap
tanam). Gunanya, pada saat telah sampai di tempat upacara anak
ini

dimandikan, bibit

kelapa

tadi

dihanyutkan

dari

atas

lalu

ditangkap oleh ibunya setelah kelapa tersebut melewati anak.


Ini bermakna manyambuik semangat anak yang terkejut karena
dinginnya air sungai.Setelah pulang kelapa ini ditanam dan inilah
nanti menjadi bekal hidup si anak kelak.
5. Membawa tangguak (alat yang digunakan untuk menangkap ikan)
yang

melambangkan

bekal

ekonomi

si

bayi

kelak.

Ini

melambangkan tangguak rasaki (menjaring rezki). Tangguak


tersebut juga digunaklan untuk membawa batu sungai tersebut
yang diambil sebanyak 7 buah dan kemudian dibawa pulang. Batu
batu ini akan di tanam bersama tampang karambia (buah kelapa
yang telah siap untuk di tanam).
6. Batu sungai sebayak tujuh buah. Ini berfungsi sebagai panyambuik
samangek (menyambut semangat anak.

7. Dan terakhir yang harus di persiapkan adalah kapalo nasi (nasi


yang berada paling atas) yang dilumuri dengan arang dan darah
ayam. Ini bertujuan untuk mengusir setan atau makhluk halus yang
ingin ikut meramaikan upacara ini.
Kapalo nasi ini dipersiapkan sebanyak tiga cawan/bejana. Dua
diletakkan di jalan menuju sungai dan satu dibawa kesungai tempat
berlangsungnya upacara.
Proses pelaksanaan turumn mandi
1. Membicarakan waktu pelaksanaan upacara turun mandi.
2. Mempersiapkan semua syarat yang harus dipenuhi.

Dalam

mempersiapkan nyta ini, biasanya keluarga juga dibantu masyarakat


sekitar.

Tidak

hanya

mempersiapkan

syaratnya

namun

juga

mempersiapkan nasi dan lauk yang akan di hidangkan saat makan


bajamba (makan bersama).
3. Keluarga dan masyarakat hadir dirumah bayi dan duduk bersama, lalu
mendoakan bayi lalu makan bersama.
4. Bayi dibawa menuju sungai bersama

iringan

keluarga

dan

digendong/dihantarkan oleh bidan yang membantu persalinannya.


5. Kemudian bayi dimandikan disungai. Lalu bibit kelapa di hanyutkan
kearah bayi dan ditangkap oleh ibunya. Kemudian ibunya mengambil
batu

sebanyak

buah

untuk

dibawa

pulang.

Bayi

kemudian

dibaduang (dibedong) lalu didoakan.


6. Kemudian, makanan yang dibawa sebagai syarat dibagikan kepada
anak-anak yang dating meramaikan upacara ini.setelah itu rombongan
kembali pulang.

Filosofi yang terdapat dalam upacara ini adalah


Upacara ini melambangkan bahwa alam takambang manjadi guru,
liku-liku kehidupan cita-cita nan abadi (alam terkembang menjadi guru, likuliku kehidupan cita-cita yang abadi). Masyarakat menjadikan alam yang luas
ini sebagai guru dalam kehidupan, kita akan mengalami banyak lika liku
kehidupan tapi itu bukan halangan dalam mencapai cita-cita. karena itu
dalam upacara turun mandi ini ada syarat sigi kain buruak. Dengan
harapan bahwa anak akan menjadi pribadi yang baik dan tekun. Sbagaimana
orang minagn mengistilahkan jikok kalam basigi, jikok licin batungkek
(kalau gelap maka pake obor, jika licin pakai tongkat) dan juga ndak rotan
aka pun jadi, ndak kayu janjang di kapiang (nggak ada rotan, akar pun jadi,
nggak ada kayu tangga di dicopot) jadi kita tidak boleh mengeluh. Dan agar
ketika ia tumbuh besar, ia menjadi orang yang berisi (berilmu) namun
semakin ia berilmu ia akan semakin tunduk dan tidak sombong. Seprti orang
minang katakan yang mencontoh pada padi, padi samakin boneh samakin
rabah (padi semakin berisi semakin rebah).
Hal ini lah yang dikenalkan pada anak. Memang ia saat itu belum
mengerti namun saat ia tumbuh besar ia akan di beritahu tentang semua itu
oleh orang tua dan mamaknya. Dan diajarkan serta dibibimbing menjadi
orang yang lebih baik lagi.
Nilai yang terkandung dalam tradisi turun mandi
1. Rasa syukur kepada allah

Tradisi turun mandi adalah suatu tradisi yang dilakukan sebagai rasa syukur
terhadap anugerah allah berupa lahirnya seorang bayi. Rasa syukur ini
diungkapkan dengan doa bersama, makan bersama, dan meng-arak bayi
bersama-sama dari rumah ke sungai, lalu bayi dimandikan dan diteruskan
dengan proses adat selanjutnya.
2. Gotong royong
Dalam tradisi ini, tidak hanya keluarga yang akan melaksanakan tradisi ini
yang mempersiapkan acara. Namun juga melibatkan keluarga besar dan
masyarakat sekitar. Mereka bekerja sama untuk mempersiapkan acara mulai
dari syarat yang harus dipenuhi hingga hidangan yang akan di sediakan saat
makan bersama.
3. Musyawarah mufakat
Nilai musyawarah dan mufakat terlihat dalam keluarga. Seperti saat
menentukan waktu pelaksanaan acara dan lainnya. Semua kelauarga, baik
perempuan ataupun laki-laki berkumpul dan membicara kan ini secara
bersama-sama hingga tercapai suatu kesepakatan/kata mufakat.
4. Nilai kepercayaan
Masyarakat minang kabau masih percaya terhadap tradisi ini. Masyarakat
juga percaya bahwa kapalo nasi (nasi yang telah dilumuru arang dan darah
ayam) akan mengusir setan yang ingin ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai