Kelompok 7
Disusun oleh:
- Andi Tenri Awaru (07)
- Nurul Afifa Riska Supriono (28)
- Maryam Husain (14)
- Nihayathul Khoriyah Rachmat (21)
- Zahra Istiana (35)
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhsin selaku guru Mata pelajaran
Sejarah Indonesia yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah dalam bentuk
makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini memberikan pemahaman sejarah Indonesia mengenai Pemberontakan PRRI dan
Permesta. Bertujuan agar pembaca dapat memahami apa yang telah tertuang pada karya ilmiah
ini.
Penulis menyadari ada kekurangan pada karya ilmiah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah
ini mampu memberikan pengetahuan tentang Pemberontakan PRRI dan Permesta.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Selama ini kita mengenal PRRI (pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)
sebagai suatu pemberontakan yang merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesian (NKRI). Selama ini kita diajarkan untuk menganggap apapun kekuatan yang
mengganggu gugat kekuasaan negara dianggap sebagai suatu pemberontakan yang
mutlak dianggap salah. Kita tidak pernah melihat ada apa dibalik pemberontakan tersebut
dan apa yang menyebabkannya muncul. Selama ini kita hanya disuguhi suatu doktrin
yang menganggap semua gerakan yang memprotes dan tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintah pusat dianggap sebagai suatu gerakan makar.
Ini juga terjadi pada gerakan PRRI. Selama ini kita tidak tahu atau tepatnya
kurang peduli ada apa dibalik munculnya gerakan ini dan mengapa kita mengenalnya
hanya sebagai pemberontakan yang membahayakan kedaulatan NKRI. Adakah suatu
permainan dibalik ini, apakah PRRI benar-benar sebagai suatu gerakan pemberontakan
ataukah PRRI merupakan suatu perjuangan bangsa untuk menegakkan demokrasi. Semua
itu masih menjadi bahan perdebatan dari kalangan-kalangan yang memiliki suatu
pandangan yang berbeda.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang PRRI yang selama ini kita
anggap mutlak sebagai suatu pemberontakan. Kita akan membahas apakah benar PRRI
adalah pemberontakan. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
1) Bagaimana PRRI/Permesta muncul?
2) Bagaimana reaksi Pemerintah Pusat pada keberadaan PRRI?
3) Dapatkah PRRI dianggap sebagai suatu pemberontakan?
4) Apa tujuan dan tokoh pemberontakan PRRI/Permesta?
5) Bagaimana dampak dan akhir dari pemberontakan PRRI/Permesta?
C. TUJUAN
Untuk memperjelas arah rumusan masalah karya ilmiah ini, dituliskan tujuan sebagai
berikut :
1) Untuk mengetahui PRRI/Permesta muncul.
2) Untuk mengetahui reaksi Pemerintah Pusat pada keberadaan PRRI.
3) Untuk mengetahui PRRI dapat dianggap sebagai suatu pemberontakan.
4) Untuk mengetahui tujuan dan tokoh pemberontakan PRRI/Permesta.
5) Untuk mengetahui dampak dan akhir dari pemberontakan PRRI/Permesta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Munculnya PRRI/Permesta
PRRI/Permesta kerap disebut sebagai pemberontakan dalam sejarah usai
pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia, tepatnya sejak 1957. PRRI
singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sedangkan Permesta berarti
Perjuangan Rakyat Semesta. Berdasarkan catatan Abdurakhman dan kawan-kawan dalam
buku Sejarah Indonesia (2015), latar belakang pemberontakan PRRI/Permesta adalah rasa
ketidakpuasan dari angkatan militer di daerah terhadap pusat, terutama muncul dari
Sumatera dan Sulawesi. Situasi kian pelik karena beberapa tokoh militer di daerah-daerah
tersebut mulai menunjukkan ketidakpatuhan kepada pimpinan pusat. Bahkan, urusan ini
semakin serius ketika tuntutan-tuntutan otonomi daerah mulai diajukan. Pemerintah pusat
dianggap tidak adil kepada warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan.
Hal tersebut menyebabkan terbentuknya beberapa dewan perjuangan daerah pada kurun
waktu Desember 1956 hingga Februari 1957.
Dikutip dari Prajurit-Prajurit di Kiri Jalan (2011) yang ditulis Petrik Matanasi,
PRRI dibentuk di Padang, Sumatera Barat, tanggal 15 Februari 1958. Sedangkan
Permesta berdiri pada 2 Maret 1957 di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, tak lama
kemudia, pusat Permesta dipindahkan ke Manado, Sulawesi Utara.
Dewan-dewan ini lahir sebagai reaksi dari situasi bangsa dan negara ketika itu.
Awal pemberontakan PRRI di Sumatra Tengah terjadi menjelang pembentukan Republik
Indonesia Serkat (RIS) pada tahun 1949. Penciutan Divisi Banteng pada Oktober 1949
menjadi satu brigade terdiri atas batalyon batalyon besar di Sumatra Tengah. Akibatnya
sejumlah prajurit terpaksa pulang kampung termasuk Ahmad Husein. Selain itu,
pembangunan di Sumatra Tengah terasa sangat lambat dan menghadapi masalah.
Keadaan ini juga menggugah hati sejumlah perwira bekas Divisi Banteng yang
masih bertugas. Selain itu juga menggugah berbagai tokoh politik dan sastra yang pernah
bergabung dengan Divisi Banteng. Keprihatinan ini melahirkan gagasan mencari
penyelesaian dengan mengadakan pertemuan pada 21 September 1956 di kompleks
perumahan Persari milik Jamaludin Malik di Jakarta. Kemudian disusul dengan reuni di
Padang 11 Oktober 1956 dan menyusul pertemuan-pertemuan yang lain. Reuni divisi
Banteng ini menghasilkan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah negara
terutama perbaikan progressive di tubuh angkatan darat diantaranya adalah dengan
menetapkan peabat-pejabat daerah yang jujur dan kreatif, menuntut agar diberi otonomi
luas untuk daerah Sumatra tengah serta menuntut ditetapkannya eks Divisi Banteng
Sumatra Tengah yang diciutkan menjadi kesatuan pelaksana Proklamasi sebagai satu
korps dalam angkatan darat.
Tidak semua tokoh dalam pemerintah pusat setuju dengan keputusan ini. Salah seorang
yang menentang keputusan ini adalah Mohammad Hatta. Sebagai Wakil Persiden dia muncul ke
depan menentang keputusan ini. Dia mengirim utusan ke Padang untuk menemui Ahmad Husein
dan meminta agar Dewan Banteng menghindari konflik bersenjata dengan pemerintah pusat
namun entah mengapa utusan ini tidak pernah sampai ke Padang. Karena pengiriman utusan
gagal maka Mohammad Hatta berusaha untuk mendekati Persiden Soekarno agar mengurungkan
niatnya agar tidak meletus perang saudara Namun usaha ini juga gagal. Pada tanggal 20 dan 21
Februari 1958 serangan ke Padang dimulai. Serangan dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani
dengan diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus. PRRI mendapat dukungan
rakyat Sumatra Tengah.
PRRI adalah hasil akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat dan juga
kekecewaan anggota resimen 6 Divisi IX Banteng yang dibonsaikan oleh pemerintah pusat.
PRRI menganggap terjadi kesenjangan pembangunan antara Jawa dan Luar Jawa Keadaan ini
menimbulkan kekecewaan dalam diri perwira-perwira PRRI. Namun sebenarnya kesenjangan ini
dapat difahami memngingat umur RI yang masih tergolong muda untuk suatu negara pada saat
itu tidaklah mungkin untuk melakukan pembangunan secara merata pada seluruh wilayah
Indonesia. Selain keterbatasan waktu, keterbatasan dana juga mempengaruhi kesenjangan ini.
Karena perekonomian RI pada masa itu masih lemah maka RI terfokus terlebih dahulu
pada Jawa sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Jadi alasan ini kurang tepat digunakan PRRI
untuk melegalkan gerakannya, apalagi pada masa itu masih ada daerah-daerah di Jawa yang
belum tersentuh pembangunan. Selain itu pemberontakan PRRI muncul karena terjadi penciutan
divisi Banteng menjadi satu brigade. Sebenarnya penciutan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah
pusat menganggap jumlah prajurit pada waktu itu di Indonesia terlampau banyak sehingga
pemerintah tidak dapat mendanainya maka diperlukan adanya perampingan jumlah prajurit.
Kurang bijak jika PRRI menggunakan alasan ini untuk melakukan gugatan pada
pemerintah. Namunm kesalahan Pemerintah pusat adaklah mengapa pemerntah pusat menghapus
komando dari divisi Banteng. Padahal selama ini di daerah Sumatra Barat divisi inil;ah yang
terbesar dan sangat berjasa bagi perjuangan Indonesia. Seharusnya Pemerintah Pusat tetap
mempertahankan komando dari Divisi Banteng ini walaupun jumlahnya diperkecil Dengan
demikian akan dapat mewngurangi konflik yang akan muncul.
Alasan lain dari munculnya PRRI ini adalah pelanggaran konstitusi oleh pemerintah
pusat dan Persiden Soekarno. Alasan ini lebih relevan jika digunakan oleh PRRI untuk
melegalkan gerakannya, mengingat Persiden Soekarno yang melakukan eksperimen politik untuk
menemukan bentuk pemerintahan yang cocok dengan bangsa Indonesia. Namun Persiden
Soekarno tidak sadar bahwa berganti-gantinya bentuk pemerintahan ini tidak sepenuhnya dapat
diikuti oleh bangsa Indonesia sehingga terjadi berbagai pelanggaran pada UUD 1945 sebagai
dasar bangsa Indonesia Merdeka. Pelanggaran-pelanggaran inilah yang memunculkan ketidak
puasaan daerah.
Keadaan inilah yang menjadikan gerakan PRRI muncul. PRRI sangat anti pada komunis.
PRRI menyampaikan tuntutannya dalam Piagam perjuangan. Tuntutan-tuntutan tersebut bersifat
memaksa maka pemerintah pusat menganggapnya sebagai ultimatum, namun PRRI tidak
menganggap tuntutan tersebut sebagai ultimatum. Dari kalimat "Apabila tuntutan diatas tidak
dipenuhi dalam tempo 5×24 jam, maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah kebijakan
sendiri" terlihat bahwa tuntutan ini bersifat memaksa dan tepat jika dikatakan sebagai sebuah
ultimatum, walaupun PRRI tidak mengakuinya. Daerah berani mengultimatum pemerintah pusat
itu sudah merupakan pemberontakan pada kekuasaan pusat. Maka pemerintahpun bereaksi keras.
Namun reaksi pemerintahpun kurang bijak. Harusnya pemerintah pusatpun harus instropeksi diri
terlebih dahulu. Pemerintah pusat hanya melakukan sedikit usaha damai yang tidak ada artinya
sama sekali sehingga pnumpasanpun dilaksanakan.
Disini dapat kita lihat fihak sentral yang bertikai adalah pemerintah pusat dan daerah.
Ketidakpuasan daerah pada kebijakan pusat mengakibatkan kekecewaan yang mendalam dalam
diri daerah. Ketika kekecewaan daerah memuncak. Daerah berani mengajukan tuntutannya pada
pusat yang bersifat ultimatum. Jelaslah pemerintah pusat menganggapnya sebagai
pemberontakan. Apalagi PRRI berani mendirikan pemerintah tandingan lengkap dengan susunan
kabinetnya. Pembentukan pemerintah tandingan ini juga sebagai salah satu tanda suatu
pemberontakan. Tidak ada dalam satu negara memiliki dua pemerintah pusat. Hanya ada satu
pemerintah yang syah sedangkan sisanya ilegal. Ini merupakan suatu usaha kudeta. Jelaslah ini
suatu pemberontakan pada pemerintah pusat.
Namun jika gerakan ini disebut sebagai pemberontakan tampaknya juga kurang tepat.
Jika ini suatu pemberontakan maka mereka akan berusaha untuk membentuk pemerintahan baru
dan menggulingkan Sang Penguasa. Namun disini PRRI tidak berusaha untuk menggulingkan
Pesiden Soekarno. Tepatkah gerakan ini dianggap sebagai gerakan pemberontakan. Apalagi
gerakan ini tidak hanya berasal dari golongan politik dan militer saja tetapi juga berasal dari
golongan-golongan lain misalnya golongan pendidikan. Gerakan ini hanya berusaha untuk
memperbaiki keadaan Indonesia, meluruskan pemerintah pusat agar sejalan dengan cita-cita
bangsa Indonesia merdeka.
PRRI hanya menginginkan perbaikan dalam tubuh pemerintah dan tentara yang
menurutnya tidak adil dan telah terkontaminasi oleh faham-faham komunis. Dilihat dari sini kita
akan melihat bahwa PRRI merupakan suatu perjuangan untuk melaksanakan cita-cita bangsa
Indonesia untuk menjadi bangsa yang demokratis yang memiliki pemerintahan yang adil. Hanya
saja Pemerintah Pusat beranggapan lain. Pemerintah Pusat menganggap Padang tidak lagi
memiliki hak untuk mengkoreksi pemerintah pusat. Jika ingin mengkoreksi ada jalur tersendiri.
Rakyat bisa menyalurkannya lewat wakil wakilnya, namun pada masa itu jalur itu memang
kurang dapat berjalan dengan baik. Akibatnya pemerintah pusat menganggap gerakan ini sebagai
gerakan pemberontakan Anggapan ini diperkuat dengan indikasi adanya bantuan Amerika
Serikat pada PRRI (walau saat pergolakan terjadi bantuan dihentikan). Tanpa berpikir panjang
Pemerintah Pusat melakukan penumpasan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dari sudut pandang yang berbeda akan
diperoleh jawaban yang berbeda pula Dari sudut pandang pemerintah pusat PRRI jelaslah
sebagai suatu pemberontakan. Jika dilihat dari sudut pandang PRRI maka PRRI merupakan
sebuah perjuangan.
D. Tujuan dan tokoh pemberontakan PRRI/Permesta
Puncak pemberontakan PRRI/Permesta ditandai dengan persetujuan dari Letnan Kolonel
Achmad Husein terkait berdirinya PRRI dan pembentukan kabinet dengan Sjafruddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Proklamasi berdirinya PRRI disambut meriah di
Indonesia bagian Timur. Sementara itu, Letnan Kolonel D.J Somba, Komandan Daerah Militer
Sulawesi Utara dan Tengah memutus hubungan dengan Pemerintah Pusat dan mendukung PRRI.
Dari ketidakpuasan tersebut, terjadi pembentukan dewan perjuangan yaitu:
1. Dewan Banteng yang dipimpin Letkol Ahmad Husein di wilayah Sumatera Barat
2. Dewan Gajah yang dipimpin Kolonel Maludin Simbolon di wilaya Sumatera Utara
3. Dewan Garuda yang dipimpin Letkol Barlian di wilayah Sumatera Selatan
4. Dewan Manguni yang dipimpin Kolonel Ventje Sumual di Sulawesi.
Tokoh PRRI Sjafruddin Prawiranegara, Assaat Dt. Mudo, Dahlan Djambek, Maludin
Simbolon, Ahmad Husein, Barilan, Soemitro Djojohadikoesoemo, Muhammad Sjafei, Saladin
Sarumpaet, Muchtar Lintang, Abdul Gani Usman, Dahlan Djambek.
Tokoh Permesta Ventje Sumual, Jan Willem Gerungan, Alex Kawilarang, Saleh Lahade,
Andi Abdul Muis, Lukas J. Palar, Samuel Karundeng, Daniel Julius Somba, Joop Warouw.
E. Dampak dan akhir dari pemberontakan PRRI/Permesta
Aksi PRRI/Permesta dianggap sebagai bentuk pemberontakan oleh pemerintah pusat yang
kemudian segera membentuk operasi penumpasan. Pemerintah membentuk operasi gabungan
dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Perang RI (APRI) untuk
menyelesaikan pemberontakan PRRI/Permesta. Operasi penyelesaiaan diantaranya yaitu,
Operasi Tegas yang dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Lalu Operasi 17 Agustus yang
dipimpin Kolonel Ahmad Yani, Operasi Saptamarga yang dipimpin Jatikusumo dan Operasi
Sadar yang dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo.
Tentara APRI melakukan berbagai macam tindak kekerasan untuk menumpas gerakan PRRI.
Ribuan orang ditangkap paksa akibat keterlibatan atau dicurigai sebagai simpatisan
PRRI/Permesta. Gerakan ini menimbulkan berbagai dampak negatif diantaranya yaitu:
- Memakan korban jiwa hingga 22.174 jiwa, 4.360 luka, dan 8.072 orang tawanan
- Kondisi ekonomi terganggu dan muncul inflasi deflasi
- Terjadi perpecahan antara hubungan persaudaraan di daerah
- Kurangnya bahan makanan
- Pimpinan NKRI menyadari akan ancaman konflik perbedaan di berbagai wilayah
- Saat terjadi kerusuhan, sejumlah SMP, SMA, hingga universitas terpaksa ditutup sementara
karena hampir semua dosen dan mahasiswa terlibat PRRI
Awal tahun 1957 muncul Dewan Banteng, Dewan Gajah dan Dewan Garuda semuanya
bergabung dalam PRRI. Awal pemberontakan ini mulai muncul menjelang pembentukan RIS
pada tahun 1949. Ini terjadi saat Divisi banteng diciutkan. Faktor lain yang mendorong
munculnya pemberontakan ini adalah kesenjangan pusat dan daerah selain itu juga adanya
pengaruh PKI dalam pemerintah pusat yang menimbulkan kekecewaan daerah yang bereaksi
menjadi suatu pemberontakan. PRRI tidak mengakui Dewan Djuanda. PRRI membentuk
Dewan Revolusioner yang mengajukan tuntutan pada pemerintah pusat yang kemudian
ditolak. PRRI membentuk Pemerintahan tandingan lengkap dengan kabinetnya. PRRI
memperoleh dukungan rakyat dan permesta. Pada gerakan ini pemerintah pusat bereaksi
keras. Pemerintah pusat melakukan penumpasan. Akibatnya timbul trauma dalam masyarakat
Sumatra teryutama Padang.
Sebenarnya gerakan ini merupakan reaksi dari kekecewaan daerah pada pusat. Ini karena
pemerintah pusat memfokuskan pembangunannya di pulau Jawa. Selain itu juga terjadi
pengurangan jumlah tentara dan PKI telah merasuk dalam pemerintah pusat. Keadaan ini
diperparah dengan pelanggaran konstitusi oleh pejabat-pejabat di dalam pemerintah pusat
tidak terkecuali Persiden Soekarno. Dengan perannya sebelumnya sebagai daerah dimana
PDRI berada maka PRRI merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah
pusat walaupun sebenarnya pemerintah pusat tidak lagi beranggapasn seperti itu. Walaupun
alasan dari gerakan ini benar namun jalan yang digunakan PRRI kurang tepat. PRRI
menuntut pada pemerintah dengan nada paksaan sehingga tuntutannya lebih bersifat
ultimatum. Ini menimbulkan kesan PRRI adalah sebuah pemberontakan. Namun begitu PRRI
kurang tepat jika dikatakan sebagai pemberontakan karena PRRI tidak bertujuan untuk
menggulingkan pemerintah pusat namun hanya ingin melakukan perbaikan pada diri
pemerintah pusat.
B. Saran
Dalam menyikapi gerakan ini kita harus lebih bijaksana. Usahakan jalan damai untuk
menyelesaikannya. Pemerintah harus instrospeksi diri, apa yang salah dalam
pemerintahannya lalu memperbaikinya. Namun PRRI juga harus memahami keadaan Negara
jadi PRRI jangan terlalu menuntut pada pemerintah jika keadaan kurang memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA
G. Moedjanto, M.A, Drs. 1988. Indonesia Abad Ke 20 Dari Perang Kemerdekaan Pertama
Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Syamdani. 2001.
Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia
Widiasarana Indonesia.