Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH

PERISTIWA PEMBERONTAKAN PEMERINTAH


REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA (PRRI)

DISUSUN OLEH :
Aisyah

Kelas : XII IPA 3

GURU PEMBIMBING
Edward Wijayanto S.Pd

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MAN 1 PASAMAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “
Peristiwa Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) ". Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Edward Wijayanto, S. Pd. selaku pembimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah;
Orang tua yang sudah menjadi penyemangat saya selama melakukan penyusunan makalah
ini; dan
Seluruh teman-teman, yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan sampai
terselesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar karya tulis ilmiah ini
dapat lebih baik. Akhir kata kepada-Nya kita berserah diri dan memohon petunjuk, semoga
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat dan dilanjutkan sehingga lebih bermanfaat bagi kita
semua.

Wassalmu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Lubuk Sikaping, 2 September 2023


Penulis

Aisyah
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi
Sebelumnya, seperti yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku
hukum kausalitas atau sebab-akibat. Pergolakan Permesta di Sulawesi pada abad ke-
XX merupakan pergolakan yang sangat besar pengaruhnya dalam membawa dampak
perubahan dalam bidang pemerintahan, Politik, dan lain-lain. Sehingga di Gorontalo
memicu dibentuknya Pasukan Rimba.
Periode antara tahun 1950-1959 telah terjadi pergolakan Permesta yang sangat
merugikan rakyat Gorontalo sehingga dibentuklah pasukan Rimbah dibawah
pimpinan Nani Wartabone sebagai wadah untuk perjuangan bangsa Indonesia yang
ada di Gorontalo. Nani Wartabone sebagai petani kembali terusik, ketika
PRRI/Permesta mengambil alih kekuasaan di Gorontalo setelah Letkol Ventje Sumual
pimpinan Dewan Manguni, akhirnya memproklamasikan berdirinya Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta) pada bulan Maret 1957. Piagam pendirian gerakan
tersebut ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Di Sumatra,
diiproklamasikan juga Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh
Ahmad Husain yang merupakan pimpinan Dewan Banteng, pada 15 Februari 1958.
PRRI kemudian mengangkat Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri dan
mendapat dukungan dari sejumlah Dewan yang ada di Sumatra
Munculnya pemerintahan revolusioner Republik Indonesia atau PRRI atau
yang dikenal oleh rakyat Gorontalo sebagai Permesta adalah sebagai nakumulasi dari
kekecewaan rakyat di daerah terhadap pemerintahan pusat di Jakarta. Kekecewaan
yang diakibatkan oleh sentralisasi kekuasaan dan memunculkan kesenjangan
pembangunan di segala bidang antara pusat dan daerah, pembangunan Daerah
terutama di Sumatera Tengah tidak berjalan dengan baik setelah hampir 10 tahun
Indonesia merdeka. Sebagai M. Yamin menyebutkan salah satu keadaan di mana jalan
raya di Sumatera Tengah banyak yang berlubang dan rusak berat sedangkan di Pulau
Jawa Jalan Raya sudah baik keadaannya akibat yang ditimbulkan oleh prasarana jalan
raya yang tidak baik adalah membuat perekonomian masyarakat terhambat.
Proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta. Somba sebagai
komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah mengumumkan Bahwa
sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan menyatakan memisahkan Diri dari
pusat. Permesta menjadi sayap timur PRRI . Pusat pemberontakan ini Berada di
Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Setahun kemudian, pada
1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata
dengan Pasukan pemerintah pusat sampai terjadi gencatan senjata. Masyarakat di
daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan Ekonomi mereka. Pada waktu
itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa Mereka juga berhak atas hak
menentukan diri sendiri (self determination).
Para Pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk
mencapai tujuannya, mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari
pemerintah Pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh Pasukan RI, maka
perwakilan Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta di
Filiphina, Dan menemui pejabat CIA (Amerika) untuk mendapatkan bantuan
persenjataan. Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah
setempat Untuk mendukung Permesta, sehingga mendapat dukungan dari dinas
rahasia Taiwan. Para Presiden dari Korea Selatan dan Filiphina juga memberikan
bantuan kepada kaum pemberontak

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang PRRI yang selama ini kita anggap
mutlak sebagai suatu pemberontakan kita akan membahas Apakah benar PRRI adalah
pemberontakan nama kala ini virus akan membahas tentang
1. Bagaimana PRRI muncul?
2. Bagaimana reaksi pemerintah pusat pada keberadaan PRRI ?
3. Dapatkah PRRI dianggap sebagai satu pemberontakan?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


Selama ini kita hanya menganggap bahwa satu gerakan pemberontakan adalah suatu
gerakan yang harus dihancurkan demi keutuhan NKRI lain itu kita kurang peduli.
Harusnya kita lebih bijak dalam melihat suatu pemberontakan, agar kita dapat
mengambil hikmah dari pemberontakan tersebut. Untuk itu kita harus melihat suatu
pemberontakan dari berbagai sudut pandang. Kita harus tahu apa latar belakang
pemberontakan ini sehingga kita dapat menentukan apakah ini benar-benar suatu
pemberontakan ataukah hanya sebuah reaksi dari bangsa Indonesia dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga kita
tidak akan gegabah dalam menentukan sikap kita pada gerakan ini dan tidak salah
bertindak. Maka jatuhnya korban tak bersalah dapat dihindari sehingga tidak muncul
trauma dalam diri bangsa Indonesia yang mungkin saja dapat memunculkan
pemberontakan baru. Dengan demikian kita dapat menjaga persatuan seluruh bangsa
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana PRRI muncul?


Munculnya PRRI atau pemerintahan revolusi dan Republik Indonesia adalah
suatu reaksi diri bangsa Indonesia atas ketidakpuasan pada pemerintahan pusat.
Pergolakan pertama kali terjadi di Sumatera pada akhir 1956. Pada awal 195, muncul
dewan banteng Sumatera Tengah (Sumatra Barat dan Riau) dipimpin oleh Letkol
Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin Kolonel M. Simbolon dan
dewan garuda di Sumatera Tengah dipimpin oleh Letnan berlian ke semuanya
bergabung dalam PRRI.
Awal pemberontakan PRRI di Sumatera Tengah terjadi menjelang pembentuk
Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949. Penciutan Divisi Benteng pada
Oktober 1949 menjadi suatu Brigade terdiri atas Batalyon-Batalyon besar di Sumatera
Tengah. Akibat sejumlah prajurit terpaksa pulang kampung termasuk Ahmad Husein.
Selain itu, pembangunan di Sumatera Tengah terasa sangat lambat dan menghadapi
masalah.
Keadaan ini juga menggugah hati sejumlah perwira bekas Divisi Banteng yang
masih bertugas. Keprihatinan ini melahirkan gagasan mencari penyelesaian dengan
mengadakan pertemuan pada 21 September 1956 di Kompleks Perumahan Persari
milik Jamaluddin Malik di Jakarta. Kemudian disusul dengan reuni di Padang 11
Oktober 1956 yang menghasilkan sebuah keputusan untuk menyelesaikan masalah-
masalah negara terutama perbaikan Progressive di tubuh Angkatan Darat diantaranya
adalah dengan menetapkan pejabat-pejabat daerah yang jujur dan kreatif, menuntut
agar diberi otonomi luas untuk daerah Sumatera Tengah serta ditetapkannya teks
divisi banteng Sumatera Tengah yang diceutkan menjadi kesatuan pelaksanaan
proklamasi.
Pada tanggal 22 Desember 1956 Kolonel Simbolon pemimpin Dewan Gajah
melalui RRI Medan mengumumkan pemutusan hubungan wilayah Bukit Barisan
dengan pemerintah pusat. Dia melihat pada permasalahan kesejahteraan dan
perumahan prajurit yang memprihatinkan. karena keterbatasan dana dari pusat maka
kolonel Simbolon mencari jalan sendiri membangun asrama dan perumahan prajurit.
Dia mencari dana sendiri namun cara yang digunakan adalah cara ilegal dia menjual
secara legal hasil perkebunan di wilayah Sumatera Utara. Namun, pers ibu kota
memberitakan penyelundupan itu dan kasad memerintahkan pemeriksaan pada kasus
ini. Kasad pun bermaksud menggantikan panglima TT I Bukit Barisan dengan kolonel
Lubis. Melihat situasi yang gawat, Simbolon mengadakan rapat perwira yang disebut
“Ikrar 4 Desember 1956”. Pada 27 Desember 1956 subuh, Simbolon menerima berita
acara pasukan yang diperintahkan menangkapnya. Dengan perlindungan dari
Batalyon 132 di bawah Kapten Sinta Pohan, dia bergerak ke Tapanuli untuk
bergabung dengan Resimen III Mayor J Samosir.
Di Sumatera Selatan dewan Garuda menjadi tuan rumah penyelenggara
pertemuan tokoh-tokoh militer di wilayah tersebut. Ini berlangsung menjelang
Musyawarah Nasional September 1957 dan melahirkan piagam Palembang sebagai
dasar perjuangan bersama dari daerah-daerah bergejola. Ini disebabkan tokoh-tokoh
militer masih berhubungan dengan kasad sehingga segala perkembangan Dewan
garuda dapat diketahui oleh pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi di lain pihak Dewan
Garuda juga memihak pada Dewan Banteng. Keretakan ini mengakibatkan pada saat
konflik bersenjata antara PRRI dengan pemerintah pusat Dewan Garuda memihak
pada pemerintahan Pusat.
PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet Djuanda.
Dewan Perjuangan PRRI membentuk kabinet baru, Kabinet Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet PRRI). Pembentukan kabinet ini
berlangsung saat presiden Soekarno sedang berada di Tokyo, Jepang.
Pada tanggal 10 Februari 1958, Kolonel Ahmad Husein berpidato di depan
masyarakat dan menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum di
antaranya adalah (1) Kabinet Djuanda harus menyerahkan mandatnya kepada
Presiden dalam waktu 5×24 jam, atau presiden yang mencabut mandat tersebut dan
(2) presiden menegaskan Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono lX untuk
membentuk Kabinet Nasional.
Mendapat ancaman tersebut, pemerintah langsung mengambil langkah tegas
yaitu memecat dengan tindak hormat semua pimpinan gerakan separatisme tersebut.
Selanjutnya, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal A. H. Nasution
membekukan komando Daerah Militer Sumatera serta mengambil alih garis komando
secara langsung.

2. Reaksi Pemerintah Pusat


Tuntutan dewan perjuangan ini dikumandangkan saat Presiden Soekarno
sedang tidak ada di tempat beliau sedang berada di Tokyo, Jepang maka Kabinet
Djuanda segera mengambil keputusan. Tuntutan PRRI ini ditolak dan sehari setelah
pengambilan keputusan, keputusan disiarkan melalui radio dan perintah-perintah
selanjutnya dikeluarkan yakni semua tuntutan dewan perjuangan ditolak dan sejalan
dengan itu diambil keputusan memutuskan hubungan darat dan udara dengan
Sumatera .
Setelah Presiden Soekarno kembali dari luar negeri pada 16 Februari 1958
Presiden Soekarno menyatakan “kita harus menghadapi penyelewengan tanggal 5
Februari 1958 di Padang dengan segala kekuatan yang ada pada kita”. Presiden
Soekarno memerintah untuk menangkap tokoh-tokoh PRRI hubungan darat maupun
udara dengan Sumatera Tengah dihentikan.
Tidak semua tokoh dalam pemerintahan pusat setuju dengan keputusan ini
salah seorang yang menentang keputusan ini dalam Muhammad Hatta. Sebagai wakil
presiden dia menentang keputusan ini, dia mengirim utusan kepada untuk menemui
Ahmad Husein dan meminta agar dewan banteng menghindari konflik bersenjata
dengan pemerintahan pusat namun Entah mengapa utusan ini tidak pernah sampai ke
Padang. Karena pengiriman utusan gagal maka Muhammad Hatta berusaha untuk
mendekati Presiden Soekarno agar mengurungkan niatnya agar tidak meletus perang
saudara namun usaha ini juga gagal. Pada tanggal 20 dan 21 Februari 1958 serangan
ke Padang dimulai. Serangan dipimipin oleh Ahmad Yani dengan diangkat menjadi
Komandan Operasi 17 Agustus. PPRI mendapat dukungan rakyat Sumatra Tengah.
Pemerintah pusat menyerang Padang dan dijatuhi bom-bom yang
mengakibatkan kota ini hancur, banyak rakyat yang mengungsi ke daerah Solok
dengan membawa barang-barang seadanya. Kemudian tokoh-tokoh PRRI ditangkap
akhirnya PRRI. PRRI mendapat dukungan Permesta. Setelah PRRI berhasil ditumpas
maka untuk mencegah munculnya pemberontakan serupa Suprapto diangkat menjadi
Deputi Republik Indonesia Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang
bermarkas di Medan peristiwa ini meninggalkan trauma bagi rakyat Sumatera

3. PRRI Dianggap sebagai Pemberontakan


Pemberontakan dianggap sebagai peristiwa di mana sekelompok individu atau
kelompok yang lebih besar mencoba untuk menggulingkan pemerintah yang berkuasa
atau otoritas yang sah dengan cara-cara yang sering kali ilegal atau kekerasan. Dalam
konteks ini, PRRI atau Permesta (Persatuan Rakyat Republik Indonesia) adalah
gerakan pemberontakan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1950-an.
PRRI muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan sejumlah daerah
terhadap pemerintahan pusat Indonesia saat itu yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Beberapa daerah, terutama di Sumatra dan Sulawesi, merasa tidak puas dengan
sentralisasi kekuasaan di Jakarta dan merasa bahwa pemerintah pusat tidak memenuhi
kebutuhan dan aspirasi mereka secara adil.
Keadaan ini juga muncul dalam kajian tentang gerakan PRRI. Dari sudut
pandang pemerintah pusat jelaslah itu suatu pemberontakan. Pimpinan karena
perekonomian RI Pada masa itu masih lemah maka RI terfokus terlebih dahulu pada
Jawa sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Jadi alasan ini kurang tepat digunakan
PRRI untuk melegalkan gerakannya, apalagi Pada masa itu masih ada daerah-daerah
Jawa yang belum tersentuh pembangunan.
Pada bulan Februari 1957, PRRI mendeklarasikan kemerdekaan mereka dan
menentang pemerintah pusat. Konflik ini mengakibatkan perang saudara yang
berlangsung hingga 1961, ketika pemerintah pusat berhasil mengatasi pemberontakan
tersebut. PRRI dianggap sebagai pemberontakan karena mencoba untuk merobohkan
pemerintah pusat yang sah dan mengambil alih kendali di beberapa daerah.
Pemerintah pusat Indonesia menanggapi pemberontakan ini dengan keras, dan
konflik tersebut berakhir setelah beberapa tahun dengan rekonsiliasi. PRRI adalah
salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang mencerminkan
kompleksitas politik dan sosial di negara tersebut pada periode awal pasca-
kemerdekaan.
Pemberontakan seperti PRRI sering kali memiliki dampak yang merusak pada
stabilitas negara dan dapat mengakibatkan kerugian besar baik dalam hal manusia
maupun ekonomi. Dalam sejarah Indonesia, PRRI menjadi salah satu contoh
pemberontakan yang signifikan dan berdampak besar terhadap perkembangan politik
dan sosial negara tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi yang dianggap “sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan
antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis, hal tersebut dikarenakan perbedaan
pendapat antara daerah dengan pusat, daerah menganggap bahwa kebijakan
pemerintah tidak sesuai dengan daerah, sedangkan pemerintah pusat penganggap
bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya gerakan PRRI/Permesta
merupakan Gejolak daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa
yang morat-marit, gerakan tersebut membawa dampak positif dan negatif terhadap
bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun psikologi diderita oleh masyarakat, tetapi
di sisi lain gerakan tersebut menyadarkan pemimpin bangsa akan pentingnya otonomi
daerah serta keharusan menghayati hakikat Bhinneka Tunggal Ika.

B. Saran
Saya selaku penulis mengharapkan kritik dan saran apabila terdapat kesalahan
kata dalam penulisan makalah ini. Kitik dan saran yang membangun akan menjadikan
saya lebih baik kedepannya dalam penulisan makalah. Harapan saya dengan
ditulisnya makalah ini bisa berguna bagi kita semua untuk menambah ilmu
pengetahuan terutama di sejarah Indonesia. Kurang dan lebihnya tentang makalah ini
saya selaku penulis meminta maaf.
DAFTAR PUSTAKA
 4 Hasanudin, Agen Perubahan Di Gorontalo. Dalam Jurnal Sejarah dan Budaya Kure.
Manado: Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado. 2012. Hal. 33.
 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Nani_Wartabone
 Joni Apriyanto, Sejarah Gorontalo Modern Dari Hegemoni Kolonial Ke Provinsi.
Yogyakarta: Ombak. 2012. Hal. 46.
 7 Hasanudin dan Basri Amin. Gorontalo Dallam Dinamika Sejarah Masa Kolonial.
Yogyakarta: Ombak. 2012. Hal. 207.
 https://irfansyahrizqi.blogspot.com/2015/03/pemberontakan-prri-pemerintahan.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai