Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH

“PEMBERONTAKAN PEMERINTAH
REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA
(PRRI)”

Disusun oleh kelompok 4 :

WULANDARI SAFITRI
RAKEL PUTRA W
MELSA ARLIA NINGSI
JERNIH MENTARI
SYAHRIZAL LUBIS

SMA NEGERI 1 PERHENTIAN RAJA


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“pemberontakan pemerintah revolusioner Republik Indonesia (PRRI) “
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Perhentian Raja, 21 Agustus 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB I............................................................................................................................

PENDAHULUAN........................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................

B. Tujuan Pembahasan Masalah...............................................................................

C. Perumusan Masalah.............................................................................................

BAB II..........................................................................................................................

PEMBAHASAN...........................................................................................................

A. Munculnya PRRI.................................................................................................

B. Reaksi Pemerintah Pusat......................................................................................

C. Antara Perjuangan dan Pemberontakan...............................................................

BAB III.......................................................................................................................

PENUTUP..................................................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................................

B. Saran..................................................................................................................

TAMBAHAN.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Selama ini kita mengenal PRRI (pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) sebagai suatu pemberontakan yang merongrong kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesian (NKRI). Selama ini kita diajarkan untuk
menganggap apapun kekuatan yang mengganggu gugat kekuasaan negra
dianggap sebagai suatu pemberontakan yang mutlak dianggap salah.Kita tidak
pernah melihat ada apa dibalik pemberontakan tersebut dan apa yang
menyebabkannya muncul. Selama ini kita hanya disuguhi suatu doktrin yang
menganggap semua gerakan yang memprotes dan tidak sejalan dengan
kebijakan pemerintah pusat dianggap sebagai suatu gerakan makar.
Ini juga terjadi pada gerakan PRRI. Selama ini kita tidak tahu atau tepatnya
kurang peduli ada apa dibalik munculnya gerakan ini dan mengapa kita
mengenalnya hanya sebagai pemberontakan yang membahayakan kedaulatan
NKRI. Adakah suatu permainan dibalik ini, apakah PRRI benar-benar sebagai
suatu gerakan pemberontakan ataukah PRRI merupakan suatu perjuangan
bangsa untuk menegakkan demokrasi. Semua itu masih menjadi bahan
perdebatan dari kalangan-kalangan yang memiliki suatu pandangan yang
berbeda.

B. Tujuan Pembahasan Masalah


Selama ini kita hanya menganggap bahwa suatu gerakan pemberontakan
adalah suatu gerakan yang harus dihancurkan demi keutuhan NKRI lain itu kita
kurang peduli. Harusnya kita lebih bijak dalam melihat suatu pemberontakan,
agar kita dapat mengambil hikmah dari pemberontakan tersebut. Untuk itu kita
harus melihat suatu pemberontakan dari berbagai sudut pandang. Kita harus tahu
apa latar belakang pemberontakan ini sehingga kita dapat menentukan apakah
ini benar-benar suatu pemberontakan ataukah hanya sebuah reaksi dari bangsa
Indonesia dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah
pusat sehingga kita tidak akan gegabah dalam menentukan sikap kita pada

1
gerakan ini dan tidak salah bertindak. Maka jatuhnya korban tak bersalah dapat
dihindari sehingga tidak muncul trauma dalam diri penerus bangsa Indonesia
yang mungkin saja dapat memunculkan pemberontakan baru.

Dengan demikian kita dapat menjaga persatuan seluruh banhsa Indonesia.

C. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang PRRI yang selama ini kita
anggap mutlak sebagai suatu pemberontakan. Kita akan membahas apakah benar
PRRI adalah pemberontakan. Dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang:
1. Bagaimana PRRI muncul?

2. Bagaimana reaksi Pemerintah Pusat pada keberadaan PRRI?

3. Dapatkah PRRI dianggap sebagai suatu pemberontakan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Munculnya PRRI
Munculnya PRRI atau Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia adalah
suatu reaksi dari bangsa Indonesia atasa ketidak puasan pada pemerintah pusat.
Pergolakan pertama kali terjadi di Sumatra pada akhirnya 1956. Pada awal 1957,
muncul Dewan Banteng di Sumatra Tengah (Sumatra Barat dan Riau) dipimpin
Letkol Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatra Utara dipimpin Kolonel M
Simbolon dan Dewan Garuda di Sumatra Tengah dipimpin oleh Letkol Barlian
kesemuanya tergabung dalam PRRI.

Dewan-dewan ini lahir sebagai reaksi dari situasi bangsa dan negara ketika
itu. Awal pemberontakan PRRI di Sumatra Tengah terjadi menjelang
pembentukan Republik Indonesia Serkat (RIS) pada tahun 1949. Penciutan
Divisi Banteng pada Oktober 1949 menjadi satu brigade terdiri atas
batalyonbatalyon besar di Sumatra Tengah. Akibatnya sejumlah prajurit terpaksa
pulang kampung termasuk Ahmad Husein. Selain itu, pembangunan di Sumatra
Tengah terasa sangat lambat dan menghadapi masalah.

Keadaan ini juga menggugah hati sejumlah perwira bekas Divisi Banteng
yang masih bertugas. Selain itu juga menggugah berbagai tokoh politik dan sasta
yang pernah bergabung dengan Divisi Banteng. Keprihatinan ini melahirkan
gagasan mencari penyelesaian dengan mengadakan pertemuan pada 21
September 1956 di kompleks perumahan Persari milik Jamaludin Malik di
Jakarta. Kemudian disusul dengan reuni di Padang 11 Oktober 1956 dan
menyusul pertemuan-pertemuan yang lain. Reuni divisi Banteng ini
menghasilkan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah negara terutama
perbaikan progressive di tubuh angkatan darat diantaranya adalah dengan
menetapkan peabat-pejabat daerah yang jujur dan kreatif, menuntut agar diberi
otonomi luas untuk daerah Sumatra tengah serta menuntut ditetapkannya eks

3
Divisi Banteng Sumatra Tengah yang diciutkan menjadi kesatuan pelaksana
Proklamasi sebagai satu korps dalam angkatan darat.
Pada tanggal 22 Desember 1956 Kolonel Simbolon pemimpin Dewan Gajah
melalui RRI Medan mengumumkan pemutusan hubungan wilayah bukit barisan
dengan pemerintah pusat. Ia mengubah nama kodam TT I menjadi Kodam TT I
Bukit Barisan. Dia melihat pada permasalahan kesejahteraan danb perumahan
prajurit yang sangat memprihatinkan. Karena keterbatasan dana dari pusat maka
Kolonel Simbolon mencari jalan sendiri membangun asrama dan perumahan
prajurit. Dia mencari dana sendiri namun sayang cara yang digunakan adalah
cara illegal. Dia menjual secara illegal hasil perkebunan di wilayah Sumatra
Utara. Ekspor hasil perkebunan dijual melalui Teluk Nibungh di Muara Sungai
Asahan Tanjung Balai. Namun, pers ibukota memberitakan penyulundupan itu
dan kasad memerintahkan pemeriksaan pada ksus ini. Kasad pun bermaksud
menggantikan panglima TT I Bukit Barisan dengan kolonel Lubis. Melihat
situasi yang gawat, simbolon mengadakan rapat perwira yang disebut “Ikrar 4
Desember 1956”. Pada 27 Desember 1956 subuh, simbolon menerima berita ada
pasukan yang diperintahkan menangkapnya. Dengan perlindungan dari Batalyon
132 dibawah Kapten Sinta Pohan, dia bergerak ke Tapanuli bergabung dengan
Resimen III Mayor J Samosir.

Di Sumatra Selatan Dewan Garuda menjadi tuan rumah penyelenggaraan


pertemuan tokoh-tokoh militer di wilayah tersebut. Ini berlangsung menjelang
Musyawarah Nasional September 1957 dan melahirkan Piagam Palembang
sebagai dasar perjuangan bersama dari daerah-daerah bergolak. Namun
sebenarnya dalam tubuh Dewan garuda terjadi keretakan. Dewan Garuda
bersifat mendua. Ini disebabkan tokoh-tokoh militer masih berhubungan dengan
kasad sehingga segala perkembangan Dewan garuda Dapat diketahui oleh
pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi dilain fihak Dewan Garuda juga memihak
pada dewan Banteng. Keretakan ini juga mengakibatkan pada saat konflik
bersenjata antara PRRI dengan pemerintash pusat Dewan Garuda memihak pada
pemerintah Pusat.

4
PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet Djuanda.
Dewan Perjuangan PRRI membentuk Kabinet baru, Kabinet Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet PRRI). Pembentukan kabinet ini
berlangsung saat Persiden Soekarno sedang berada di Tokyo, Jepang. Pada
tanggal 10 Februari 1958 sebuah Dewan Perjuangan melalui RRI Padang
mengeluarkan pernyataan “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan yang
ditujukan pada Persiden Soekarno agar “bersedia kembali kepada kedudukan
yang konstitusional menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar
UUD 1945 serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”.
Tuntutan tersebut diantaranya adalah:

1. Supaya kabinet Djuanda mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya


pada Persiden.
2. Agar pejabat persiden Sartono membentuk kabinet baru Zaken kabinet
nasional yang bebas dari pengaruh komunis dibawah Mohammad Hatta dan
Hamengkubuwono IX.
3. Agar kabinet baru diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai
pemilihan umum yang akan dating.
4. Agar Persiden Soekarno membetasi diri menurut konstitusi.

5. Apabila tuntutan diatas tidak dipenuhi dalam tempo 5×24 jam maka Dewan
Perjuangan akan mengambil langkah kebijakan sendiri.

Tuntutan-tuntutan ini ditolak oleh pemerintah pusat. Reaksi dari PRRI adalah
dengan mengumumkan pendirian Pemerintahan Tandingan yaitu Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) lengkap dengan kabinetnya pada
tanggal 15 Februari 1958. Susunan Kabinet PRRI adalah sebagai berikut:
1. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana
Mentri dan Mentri Keuangan.
2. M Simbolon sebagai Mentri Luar Negri.

5
3. Burhanudin Harahap sebagai Mentri Pertahanan dan mentri kehakiman.

4. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai Mentri Perhubungan/Pelayaran.

B. Reaksi Pemerintah Pusat


Tuntutan Dewan Perjuangan ini dikumandangkan saat Persiden Soekarno
sedang tidak ada di tempat. Beliau sedang berada di Tokyo, Jepang. Maka
Kabinet Djuanda segera mengambil keputusan. Tuntutan PRRI ini ditolak dan
sehari setelah pengambilan keputusan, keputusan disiarkan melalui radio dan
perintah-perintah selanjutnya dikeluarkan yakni semua tuntutan Dewan
Perjuangan ditolak dan sejalan dengan itu diambil keputusan memutuskan
hubungan darat dan udara dengan Sumatra. Kemudian diikuti dengan
pembekuan komando militer di Sumatra (TT I Sumatra Utara dan TT II Sumatra
Selatan) dan seterusnya.

Setelah Persiden Soekarno kembali dari luar negri pada 16 Februari 1958
Persiden Soekarno menyatakan “Kita harus menghadapi penyelewengan tanggal
5 Februari 1958 di Padang dengan segala kekuatan yang ada pada kita”.
Diputuskan akan menggunakan kekerasan senjata untuk menghadapi Dewan
Kabinet PRRI. Persiden Soekarno memerintahkan untuk menangkap tokohtokoh
PRRI. Hubungan darat maupun udara dengan Sumatra Tengah dihentikan.

Tidak semua tokoh dalam pemerintah pusat setuju dengan keputusan ini.
Salah seorang yang menentang keputusan ini adalah Mohammad Hatta. Sebagai
Wakil Persiden dia muncul ke depan menentang keputusan ini. Dia mengirim
utusan ke Padang untuk menemui Ahmad Husein dan meminta agar Dewan
Banteng menghindari konflik bersenjata dengan pemerintah pusat namun entah
mengapa utusan ini tidak pernah sampai ke Padang. Karena pengiriman utusan
gagal maka Mohammad Hatta berusaha untuk mendekati Persiden Soekarno
agar mengurungkan niatnya agar tidak meletus perang saudara. Namun usaha ini
juga gagal. Pada tanggal 20 dan 21 Februari 1958 serangan ke Padang dimulai.
Serangan dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani dengan diangkat menjadi

6
Komandan Komando Operasi 17 Agustus. PRRI mendapat dukungan rakyat
Sumatra Tengah.

Serangan dilaksanakan. Pemerintah pusat menyerantg Padang. Padang


dijatuhi bom-bom yang mengakibatkan kota ini hancur. Banyak rakyat padang
yang mengungsi ke daerah Solok dengan membawa barang-barang seadanya
yang dapat ibawa. Tokoh-tokoh PRRI ditangkap. PRRI mendapat dukungan
Permesta. Akhirnya PRRI dapat ditumpas. Setelah PRRI berhasil ditumpas maka
untuk mencegah munculnya pemberontakan serupa Suprapto diangkat menjadi
Deputi Republik Indonesia Staf Angkatan Darat Untuk Wilayah Sumatra yang
bermarkas di Medan. Peristiwa ini meninggalkan trauma bagi rakyat Sumatra.

C. Antara Perjuangan dan Pemberontakan


Batas antara benar dan salah sangatlah tipis, tergantung dari sudut pandang
mana kita melihat. Demikian juga batas antara perjuangan dan pemberontakan.
Mungkin akan lebih mudah bila kita hanya melihat dari satu sudut pandang saja.
Perkara seakan-akan terlihat jelas dan mutlak. Namun masalah akan muncul saat
kita melihatnya dari berbagai sudut pandang. Bisa saja pendapat satu dengan
pendapat yang lain dapat berbeda. Demikian juga dalam perjuangan dan
pemberontakan. Jika kita melihat hanya dari satu sudut pandang saja akan
mudah menentukan suatu gerakan sebagai pemberontakan maupun perjuangan.
Namun jika kita melihatnya dari berbagai sudut pandang akan sangat sulit
menentukan apakah itu suatu perjuangan atau pemberontakan.

Keadaan ini juga muncul dalam kajian tentang gerakan PRRI. Dari sudut
pandang pemerintah pusat jelaslah itu suatu pemberontakan namun jika kita
melihatnya dari sudut pandang PRRI kita akan melihatnya sebagai suatu
perjuangan.

PRRI adalah hasil akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat


dan juga kekecewaan anggota resimen 6 Divisi IX Banteng yang dibonsaikan

7
oleh pemerintah pusat. PRRI menganggap terjadi kesenjangan pembangunan
antara Jawa dan Luar Jawa. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan dalam diri
perwira-perwira PRRI. Namun sebenarnya kesenjangan ini dapat difahami
memngingat umur RI yang masih tergolong muda untuk suatu negara pada saat
itu tidaklah mungkin untuk melakukan pembangunan secara merata pada seluruh
wilayah Indonesia. Selain keterbatasan waktu, keterbatasan dana juga
mempengaruhi kesenjangan ini.

Karena perekonomian RI pada masa itu masih lemah maka RI terfokus


terlebih dahulu pada Jawa sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Jadi alasan ini
kurang tepat digunakan PRRI untuk melegalkan gerakannya, apalagi pada masa
itu masih ada daerah-daerah di Jawa yang belum tersentuh pembangunan. Selain
itu pemberontakan PRRI muncul karena terjadi penciutan divisi Banteng
menjadi satu brigade. Sebenarnya penciutan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah
pusat menganggap jumlah prajurit pada waktu itu di Indonesia terlampau banyak
sehingga pemerintah tidak dapat mendanainya maka diperlukan adanya
perampingan jumlah prajurit.

Kurang bijak jika PRRI menggunakan alasan ini untuk melakukan gugatan
pada pemerintah. Namunm kesalahan Pemerintah pusat adaklah mengapa
pemerntah pusat menghapus komando dari divisi Banteng. Padahal selama ini di
daerah Sumatra Barat divisi inil;ah yang terbesar dan sangat berjasa bagi
perjuangan Indonesia. Seharusnya Pemerintah Pusat tetap mempertahankan
komando dari Divisi Banteng ini walaupun jumlahnya diperkecil. Dengan
demikian akan dapat mewngurangi konflik yang akan muncul.

Alasan lain dari munculnya PRRI ini adalah pelanggaran konstitusi oleh
pemerintah pusat dan Persiden Soekarno. Alasan ini lebih relevan jika digunakan
oleh PRRI untuk melegalkan gerakannya, mengingat Persiden Soekarno yang
melakukan eksperimen politik untuk menemukan bentuk pemerintahan yang
cocok dengan bangsa Indonesia. Namun Persiden Soekarno tidak sadar bahwa

8
berganti-gantinya bentuk pemerintahan ini tidak sepenuhnya dapat diikuti oleh
bangsa Indonesia sehingga terjadi berbagai pelanggaran pada UUD1945 sebagai
dasar bangsa Indonesia Merdeka. Pelanggaran-pelanggaran inilah yang
memunculkan ketidak puasaan daerah.
Muncul keinginan daerah untuk meluruskan kembali pemerintah pusat
sehuinggta muncul gerakan-gerakan. Keadaan menjadi semakin parah dengan
merasuknya pengaruh komunis dalam pemerintah pusat yang terlihat dalam
faham nasakom yang dicanangkan oleh Persiden Soekarno.

Keadaan inilah yang menjadikan gerakan PRRI muncul. PRRI sangat anti
pada komunis. PRRI menyampaikan tuntutannya dalam Piagam perjuangan.
Tuntutan-tuntutan tersebut bersifat memaksa maka pemerintah pusat
menganggapnya sebagai ultimatum, namun PRRI tidak menganggap tuntutan
tersebut sebagai ultimatum. Dari kalimat “Apabila tuntutan diatas tidak dipenuhi
dalam tempo 5×24 jam, maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah
kebijakan sendiri” terlihat bahwa tuntutan ini bersifat memaksa dan tepat jika
dikatakan sebagai sebuah ultimatum, walaupun PRRI tidak mengakuinya.
Daerah berani mengultimatum pemerintah pusat itu sudah merupakan
pemberontakan pada kekuasaan pusat . Maka pemerintahpun bereaksi keras.
Namun reaksi pemerintahpun kurang bijak. Harusnya pemerintah pusatpun
harus instropeksi diri terlebih dahulu. Pemerintah pusat hanya melakukan sedikit
usaha damai yang tidak ada artinya sama sekali sehingga pnumpasanpun
dilaksanakan.

Disini dapat kita lihat fihak sentral yang bertikai adalah pemerintah pusat dan
daerah. Ketidakpuasan daerah pada kebijakan pusat mengakibatkan kekecewaan
yang mendalam dalam diri daerah. Ketika kekecewaan daerah memuncak.
Daerah berani mengajukan tuntutannya pada pusat yang bersifat ultimatum.
Jelaslah pemerintah pusat menganggapnya sebagai pemberontakan. Apalagi
PRRI berani mendirikan pemerintah tandingan lengkap dengan susunan
kabinetnya. Pembentukan pemerintah tandingan ini juga sebagai salah satu tanda
suatu pemberontakan. Tidak ada dalam satu negara memiliki dua pemerintah

9
pusat. Hanya ada satu pemerintah yang syah sedangkan sisanya ilegal. Ini
merupakan suatu usaha kudeta. Jelaslah ini suatu pemberontakan pada
pemerintah pusat.

Namun jika gerakan ini disebut sebagai pemberontakan tampaknya juga


kurang tepat. Jika ini suatu pemberontakan maka mereka akan berusaha untuk
membentuk pemerintahan baru dan menggulingkan Sang Penguasa. Namun
disini PRRI tidak berusaha untuk menggulingkan Pesiden Soekarno. Tepatkah
gerakan ini dianggap sebagai gerakan pemberontakan. Apalagi gerakan ini tidak
hanya berasal dari golongan politik dan militer saja tetapi juga berasal dari
golongan-golongan lain misalnya golongan pendidikan. Gerakan ini hanya
berusaha untuk memperbaiki keadaan Indonesia, meluruskan pemerintah pusat
agar sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia merdeka.

Pada masa sebelumnya di Wilayah Sumatra tengah inilah Indonesia dapat


mempertahankan kemerdekaannya dari tangan pemerintah Hindia Belanda yang
berusaha merangkul kembali Indonesia menjadi Negara jajahannya. Di daerah
inlah dibentuk Pemrintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk mengisi
kevakuman pemerintah Pusat di Yogyakarta sehingga Republik Indonesia tetap
memiliki pemerintahan sendiri walaupun para pemimpinnya sedang ditahan
sehingga Indonesia tetap merdeka. Dengan perannya selama ini Padang masih
merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah pusat. Dengan
demikian PRRI merasa memiliki hak untuk mengkoreksi Pemerintah Pusat yang
kebijakannya dianggap salah oleh PRRI. PRRI merasa apa yang dilakukannya
tidak bertentangan dengan hukum dan bukan merupakan suatu pemberontakan.

PRRI hanya menginginkan perbaikan dalam tubuh pemerintah dan tentara


yang menurutnya tidak adil dan telah terkontaminasi oleh faham-faham
komunis. Dilihat dari sini kita akan melihat bahwa PRRI merupakan suatu
perjuangan untuk melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi
bangsa yang demokratis yang memiliki pemerintahan yang adil. Hanya saja

10
Pemerintah Pusat beranggapan lain. Pemerintah Pusat menganggap Padang tidak
lagi memiliki hak untuk mengkoreksi pemerintah pusat. Jika ingin mengkoreksi
ada jalur tersendiri. Rakyat bisa menyalurkannya lewat wakilwakilnya, namun
pada masa itu jalur itu memang kurang dapat berjalan dengan baik. Akibatnya
pemerintah pusat menganggap gerakan ini sebagai gerakan pemberontakan.
Anggapan ini diperkuat dengan indikasi adanya bantuan Amerika Serikat pada
PRRI (walau saat pergolakan terjadi bantuan dihentikan).
Tanpa berpikir panjang Pemerintah Pusat melakukan penumpasan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dari sudut pandang yang
berbeda akan diperoleh jawaban yang berbeda pula. Dari sudut pandang
pemerintah pusat PRRI jelaslah sebagai suatu pemberontakan. Jika dilihat dari
sudut pandang PRRI maka PRRI merupakan sebuah perjuangan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Awal tahun 1957 muncul Dewan Banteng, Dewan Gajah dan Dewan Garuda
semuanya bergabung dalam PRRI. Awal pemberontakan ini mulai muncul
menjelang pembentukan RIS pada tahun 1949. Ini terjadi saat Divisi banteng
diciutkan. Faktor lain yang mendorong munculnya pemberontakan ini adalah
kesenjangan pusat dan daerah selain itu juga adanya pengaruh PKI dalam
pemerintah pusat yang menimbulkan kekecewaan daerah yang bereaksi menjadi
suatu pemberontakan. PRRI tidak mengakui Dewan Djuanda. PRRI membentuk
Dewan Revolusioner yang mengajukan tuntutan pada pemerintah pusat yang
kemudian ditolak. PRRI membentuk Pemerintahan tandingan lengkap dengan
kabinetnya. PRRI memperoleh dukungan rakyat dan permesta. Pada gerakan ini
pemerintah pusat bereaksi keras. Pemerintah pusat melakukan penumpasan.
Akibatnya timbul trauma dalam masyarakat Sumatra teryutama Padang.

Sebenarnya gerakan ini merupakan reaksi dari kekecewaan daerah pada


pusat. Ini karena pemerintah pusat memfokuskan pembangunannya di pulau
Jawa. Selain itu juga terjadi pengurangan jumlah tentara dan PKI telah merasuk
dalam pemerintah pusat. Keadaan ini diperparah dengan pelanggaran konstitusi
oleh pejabat-pejabat di dalam pemerintah pusat tidak terkecuali Persiden
Soekarno. Dengan perannya sebelumnya sebagai daerah dimana PDRI berada
maka PRRI merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah
pusat walaupun sebenarnya pemerintah pusat tidak lagi beranggapasn seperti itu.
Walaupun alasan dari gerakan ini benar namun jalan yang digunakan PRRI
kurang tepat. PRRI menuntut pada pemerintah dengan nada paksaan sehingga
tuntutannya lebih bersifat ultimatum. Ini menimbulkan kesan PRRI adalah
sebuah pemberontakan. Namun begitu PRRI kurang tepat jika dikatakan sebagai
pemberontakan karena PRRI tidak bertujuan untuk menggulingkan pemerintah
pusat namun hanya ingin melakukan perbaikan pada diri pemerintah pusat.

12
B. Saran
Dalam menyikapi gerakan ini kita harus lebih bijaksana. Usahakan jalan damai
untuk menyelesaikannya. Pemerintah harus instrospeksi diri, apa yang salah
dalam pemerintahannya lalu memperbaikinya. Namun PRRI juga harus
memahami keadaan Negara jadi PRRI jangan terlalu menuntut pada pemerintah
jika keadaan kurang memungkinkan.

13
TAMBAHAN

Pada waktu munculnya PRRI, selain dari reorganisasi TNI, ada beberapa hal penting
lainnya, al:
o Sikap Bung Karno (setelah konstituante gagal dalam melaksanakan tugasnya),
maka untuk membentuk “kabinet” bung Karno telah mengeluarkan Surat
Perintah Presiden RI kepada Ir Soekarno untuk membentuk kabinet yang
baru. Maka terbentuklah “kabinet Juanda” waktu itu. Hal ini dianggap tidak
konstitusional. Tetapi pada 5 Juli 1959 semua diralat oleh Bung Karno
melalui “Dekrit Presiden”, sehingga otomatis Kabinet Juanda bubar, dan
NKRI kembali kepada corak presidentil.
o Otonomi Daerah seluas-luasnya yg diusulkan oleh Dewan Perjuangan, pernah
direvisi ketika ditolak oleh pusat. Otonomi itu kemudian dibatasi hanya pada
“surplus” penghasilan daerah, agar dikembalikan minimal 70% utk daerah
ybs. Tapi inipun tidak diacuhkan oleh pusat cq PM Juanda.
o . Mengenai penciutan Divisi Banteng, dimulai dengan konsep reorganisasi yg
diajukan Nasution sbg KSAD utk menertibkan pemberian pangkat perwira
kepada para pejuang kemerdekaan sebelumnya (para pemberani wakt itu dg
mudah diberi pangkat perwira, walaupun buta huruf sekalipun). Dalam
konsep itu dinyatakan bahwa utk Divisi Banteng Angkatan Darat “hanya akan
mengakui pangkat perwira dari tamatan Sekolah Opsir (kadet) yg pernah ada
di Bkt Tinggi th 1947 dan 1948, yg telah disetarakan dengan Akademi
Militer”. sedangkan penyatuan dengan TT-I Bukit Barisan adalah utk
merampingkan jml tentara waktu itu.
o Ultimatum yg dikeluarkan bukanlah bersifat pengambil alihan kekuasaan.

Hal ini terbaca pada kalimat yang berbunyi:

1. Kami tetap mengakui keutuhan Negara Republik Indonesia dibawah


kepemimpinan Presiden Soekarno tetapi minta Kabinet Djuanda
mengembalikan mandat kepada Presiden, serta penangguhan
reorganisasi TNI melalui pencopotan Nasution sebagai KSAD.
2. Apabila dalam 5 X 24 jam tuntutan ini tidak berjawab, maka kami
terbebas dari mematuhi segala perintah dari Presiden Soekarno.

14
DAFTAR PUSTAKA

G. Moedjanto, M.A, Drs. 1988. Indonesia Abad Ke 20 Dari Perang Kemerdekaan

Pertama Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Syamdani. 2001. Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: P.T.


Gramedia Widiasarana Indonesia. www.wikipedia.org

15

Anda mungkin juga menyukai