Puji Syukur penulis naikkan kehadirat Tuhan yang penuh kasih sebagai sumber
segala hikmat, pengetahuan dan kebijaksanaan yang oleh kemurahan-Nya maka
penyusunan buku ini dapat kami selesaikan.
Penyusunan buku ini mulai dilaksanakan pada tahun 2018 diilhami dari keinginan
dari beberapa pelajar/generasi muda yang ingin mengetahui peristiwa yang menjadi
lembaran hitam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa antara tahun
1950-1961. Dalam setiap budaya mempunyai unsur mengisahan cerita, apakah
cerita tersebut merupakan kisah nyata yang benar-benar terjadi, atau hanya berupa
mitos maupun hanya cerita legenda. Namun semua itu mempunyai maksud dan
tujuan yang positif, karena suatu kisah atau cerita selalu diuraikan dan dicatat untuk
diketahui oleh generasi berikutnya sehingga mereka dapat belajar dari kisah itu dan
menjadi lebih baik.
Adapun maksud dan tujuan penulisan buku ini untuk mencegah sejarah hitam
bangsa Indonesia tersebut agar tak terulang kembali di masa yang akan datang,
serta sebagai bahan referensi pelajaran muatan nasional di sekolah-sekolah, untuk
menambah pemahaman pembaca khususnya generasi muda tentang berbagai
peristiwa disintegrasi bangsa berupa pemberontakan dan pergolakan daerah
khususnya di Indonesia bagian timur masa awal Republik Indonesia Serikat ta
hun 1950 hingga masa Demokrasi terpimpin tahun 1961.
Memang masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini yang perlu
diperbaiki dalam melengkapi kisah sejarah ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan masyarakat khususnya bagi generasi muda demi
kemajuan pembangunan bangsa Indonesia ke depan.
“ PAKATUAN WO PAKALOWIREN ”
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA .....................................................................` i
DAFTAR ISI ...................................................................... ii
LITERATUR ................................................................... VI
PROFIL PENULIS ................................................................... V
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... VI
BAB I
PEDAHULUAN
Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi
ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri
(C.S.T. Kansil dan Julianto, 1998)
Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja agak
sulit menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung
dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam
pertempuran di masa Perang Kemerdekaan. Kecemburuan juga timbul
dikalangan KNIL terhadap TNI setelah diputuskan bahwa pimpinan
APRIS harus berasal dari TNI. Hal ini diperparah dengan sambutan
rakyat yang lebih simpatik terhadap keberadaan TNI. Pada titik inilah,
kaum reaksioner yang subversif memanfaatkan situasi untuk terus
menyebar hasutan guna merongrong pemerintah Indonesia, Sehingga
menimbulan gejolak dan pemberontakan di daerah-daerah negara
bagian seperti APRA di Bandung, Andi Azis di Makassar dan terakhir
adalah pemberontakan Republik Maluku Selatan ( RMS ) di Ambon
dan sekitarnya.
Bagi pemerintah pada saat itu, apapun bentuk ketidakpuasan daerah
yang berujung pada penggunaan senjata untuk menentang
pemerintah pusat, merupakan suatu penghianatan dan
pemberontakan yang tentu saja harus ditumpas dengan kekuatan
militer karena menjadi ancaman bagi kedaulatan dan keutuhan
wilayah NKRI serta keselamatan bangsa. Yang dimaksud dengan
Ancaman adalah usaha yang bersifat mengubah atau merombak
kebijaksanaan yang dilakukan secara konsepsional melalui tindak
kriminal dan politis. Sedangkan Ancaman militer adalah ancaman
yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang
dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman militer dapat berasal dari luar negeri maupun dari dalam
negeri. Adapun ancaman nonmiliter adalah ancaman yang tidak
menggunakan senjata, tetapi jika dibiarkan akan membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa.
*******
BAB II
Dalam masa Krisis itu, Indonesia memperoleh bantuan kredit dari Exim
Bank of Washington melalui Ir. H. Djuanda, yang pada waktu itu
menjabat sebagai Menteri Kemakmuran RIS. Bantuan yang diberikan itu
tidak juga mengubah keadaan ekonomi Indonesia. Pembangunan
stagnan. Uang lebih banyak beredar di Jawa untuk membangun
prasarana berupa jalan-jalan raya, telekomunikasi, jalan kereta api,
pelabuhan udara, darat, laut, yang sebagian besar pembangunannya
dipusatkan di pulau Jawa. Hal ini membuat daerah merasa diabaikan.
Rakyat di daerah merasa bahwa pemerintah pusat di Jakarta
tidak bekerja dengan efektif dan daerah seperti dianak-tirikan.
Persaingan di tubuh militer serta pertentangan diantara partai politik
makin meruncing. Kesadaran kedaerahan dan etnis menguat dan
mendorong pergolakan di Sumatera dan Indonesia bagian timur.
Golongan regionalis yang tumbuh ini adalah para pemimpin militer dan
politisi yang meningkat rasa sadar akan kedaerahannya yang dipicu oleh
perasaan dianaktirikan oleh negara. Dicatat dua Indonesianis dari
Australia, Daniel S. Lev dan Herbert Feith dalam The End of Indonesian
Rebellion (1963), kelompok regionalis menilai bahwa pemerintah
cenderung sentralistis, birokratis, korup dan membelakangi situasi di
luar Jawa. Mereka menuntut system pemerintahan desentralisasi yang
memberikan otonomi luas bagi daerah. Kecenderungan anti komunis
juga menjadi ciri yang melekat pada kelompok ini. Karena orang-orang di
kelompok ini berasal dari golongan militer dan Partai Masyumi.
****
****
*****
BAB III
PEMBERONTAKAN
REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)
Pemuda-pemuda asal
Maluku di Jawa seperti
Herman Pieters,
Domingus Nanlohy, Leo
Lopulisa, Gerrit
Latumahina, Gerrit
Siwabessy dan banyak
lainnya- dengan spontaan
ikut masuk dalam barisan
perjuangan kemerdekaan
Indonesia, dan juga
memasuki TKR. Begitu pula
dua perwira eks KNIL seperti Julius Tahja dan J Muskita bergabung
dengan Republik. Bahkan mereka juga membentuk kesatuan asal
Maluku dan turut berperan dalam TNI. Sementara sebagian lainnya
juga menjadi pasukan pengawal Presiden.
Ketika pasukan Sekutu mendarat di Ambon dan mengambil
kekuasaan dari Jepang, penduduk Ambon yang sebagian besar buta
politik, menyambut pasukan Sekutu dan kembalinya kolonialisme
Belanda. Dengan cepat Belanda menguasai dan mengendalikan
pemerintahan, dan membentuk sistem pemerintahan federal yang
merupakan yang pertama diterapkan di Indonesia. Bersama dengan
beberapa kumpulan pulau-pulau lainnya terbentuk kelompok Maluku
Selatan. Kemudian berkembang dengan pengadaan status otonomi
dengan dibentuknya lembaga Zuis-Molukken Raad (ZMR) (Dewan
Maluku Selatan).
7. Plan Metekohi
Plan Matekohy adalah sebuah konsep yang digagas oleh Dolf Metekohy
pemimpin kelompok "Sembilan Serangkai". Sejak pembentukkan Negara
Indonesia Timur di Denpasar pada Desember 1946 telah nampak bahwa
Metekohy mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan kelompok
federalis yang sejak semula menyokong federalisme yaitu menjadikan
negara Indonesia sebagai negara federal. Namun pandangan Matekohy
berbeda, ia mempunyai pandangan yang skeptis terhadap federalisme
Indonesia. Baginya bahwa daerah-daerah di wilayah NIT antara lain
Makassar, Manado dan Ambon, dapat menjadi negara sendiri lepas dari
NIT, dan tidak bergabung dengan RIS. Perbedaan ini terus berlanjut
sampai tahun 1950, sehingga Metekohy disebut pihak Belanda sebagai
„de misr lndonesisch onder de lndonesiche broeders‟.
Kolonel Schotborg
sendiri menghendaki agar
anggota eks-KNIL di
APRIS-kan dalam formasi
Batalyon dan Kompi
sudah terbentuk sebelum
kedatangan pasukan TNI
dari Jawa. Dalam usaha
ini pihak Belanda
mempengaruhi kalangan
prajurit KNIL di Makassar,
Manado dan Ambon.
Akibat kampanye anti-TNI
tersebut, timbulah berbagai pergolakan daerah di Indonesia, antara lain
kerusuhan di Ambon pada awal Januari 1950, aksi militer oleh prajurit-
prajurit bekas KNIL terutama dari anti Belanda pada bulan April dan
aksi militer pimpinan Kapten Andi Azis dan menyerang markas TNI di
Makassar.
Setelah berada di
Makassar, Letkol Joop
Warouw diangkat menjadi
Komandan pasukan
Sulawesi Utara Maluku
Utara (KOMPAS SUMU)
dengan tugas mengambil
alih Komando Territorial
Belanda (Troepen
Commandant Noord
Celebes) oleh Kementerian
Pertahanan dari
Yogyakarta. Mayor Suharyo ditunjuk sebagai Kepala Staf atas
permintaan khusus dari Warouw kepada Letkol Zulkifli Lubis yang
waktu itu menjabat Komandan organisasi Intel Kementerian Pertahanan.
Kesatuan ini berintikan anggota Brigade XVI yang pernah melakukan
perang gerilya di Gunung Kawi, Jawa Timur menghadapi pasukan SEAC
(South East Asia Command) dibawah komando Inggris ketika melakukan
pendaratan di Surabaya untuk menguasai Jawa. Diantara para perwira
dari brigade ini terdapat antara lain Mayor Saleh Lahade, Mayor H.V.
Worang, Mayor Rifai, Mayor Pieterz, Mayor Firmansyah, Mayor
Mochtar, Mayor Abdullah, Kapten Pattinama, Kapten Padang,
Kapten Tenges, Kapten Arie Supit, Kapten Somba, Kapten Wuisan,
Letnan Lendy Tumbelaka, Letnan Maulwi Saelan, Letnan Andi
Odang, Letnan Yan Ekel dll. Kesatuan KOMPAS SUMU selama berada
di Makassar giat melakukan persiapan militer dalam usaha pendaratan
mereka di Manado.
*****
B. KEADAAN MALUKU PSSCA PENGAKUAN KEDAULATAN
Setelah Pengakuan
Kedaulatan oleh Belanda
dan terbentuklah Republik
Indonesia Serikat (RIS)
yang terdiri dari beberapa
negara bagian bentukan
Belanda, berdasarkan
Perjanjian Meja Bundar
(KMB), keadaan politik dan
ekonomi Indonesia
semakin kacau, Timbulnya
beberapa pergolakan di
daerah akibat adanya demosntrasi rakyat dinegara-negara bagian yang
menuntut dibubarkan RIS. Begitupun peralihan dibidang militer antara
eks tentara Belanda dari kesatuan KNIL, serta kesatuan gerilya lainnya
kedalam satu kesatuan militer APRIS, mengalami banyak goncangan.
Di Sulawesi Utara yang juga merupakan bagian dari wilayah NIT, terjadi
peristiwa 3 Mei 1950 di Manado dan Minahasa yang dilakukan oleh
anggota KNIL dan para pemuda yang pro republik dengan mengambil
alih komando militer dari tangan pemerintah Belanda, dan menyatakan
diri bergabung dengan Republik Indonesia.
*****
C. LATAR BELAKANG PEMBERONTAKAN RMS
Sebelum diproklamasikannya
Republik Maluku Selatan (RMS),
Gubernur Sembilan Serangkai
yang beranggotakan pasukan
KNIL dan partai Timur Besar
terlebih dahulu melakukan
propaganda terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia
untuk memisahkan wilayah
Maluku dari Negara Kesatuan RI.
Di sisi lain, dalam menjelang
proklamasi RMS, Soumokil telah
berhasil mengumpulkan kekuatan
dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara
karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil.
2. Awal Pemberontakan
Tindakan mereka
menimbulkan keprihatinan
di kalangan kaum republiken
setelah melihat Wim
Reawaru. ketua Persatuan
Pemuda Indonesia Maluku
ditangkap dan dibunuh.
Bukan saja penduduk biasa
yang berada dalam keadaan
ketakutan. tetapi juga
melanda sebagian anggota
KNIL biasa. Sampai bulan
April 1950 telah ada sekitar
2000 orang anggota KNIL di
Ambon . Sebagian tinggal di Ambon dalam rangka pengembaliannya ke
masyarakat dan sebagian lagi ingin bergabung dengan Tentara Nasional
Indonesia (TNI). tetapi ada bukti-bukti bahwa tidak sedikit yang sengaja
dikirim ke Ambon lengkap dengan senjata untuk tujuan-tujuan lain.
Teror yang dilancarkan oleh satuan-satuan KST dan polisi dibarengi oleh
propaganda separatisme yang dilancarkan oleh Gabungan Sembilan
Serangkai yang banyak beranggotakan KNIL dan Partai Timur Besar
3. Proklamasi RMS
Bersamaan dengan peristiwa Andi Aziz itu, terjadi pula krisis dalam
Kabinet NIT. Golongan nasionalis (Republik) berusaha membubarkan
NIT dan memasukannya ke dalam Negara Kesatuan RI. Usaha-usaha itu
berupa mosi tidak percaya kepada Kabinet NIT. di masa JE. Tatengkeng
dan Diapari. Pasukan-pasukan TNI yang dikirim dari Jawa di bawah
pimpinan Kawilarang berusaha menguasai keadaan dan mernadamkan
pemberontakan . Koordinasi yang baik dari TNI memaksa Andi Aziz
menyerahkan diri. Pada saat yang sama Kabinet Diapari meletakkan
jabatan dan diteruskan oleh perdanamenteri yang "diangkat" oleh RIS
yakni Ir. M. Putuhena. Keadaan itu memberi alamat kepada Soumokil
bahwa NIT akan tamat riwayatnya. Walaupun demikian ia tidak mel
epas kan cita-citanya untuk mejamin status otonomi bagi Maluku
Tengah. Ia 1alu meninggalkan Makassar dengan alasan yang tidak jelas
pada tanggal 12 April 1950 dan tiba di Ambon tanggal 13 April 1950 dari
Manado . Menurut beberapa pihak ia mengadakan inspeksi kepolisian
karena ia adalah Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung NIT. Setibanya di
Ambon Soumokil mengadakan pertemuan dengan golongan separatis.
Keadaan di Ambon saat itu mulai nampak adanya usaha ke arah
pemisahan dari NIT sejak awal April 1950. Di sini pengaruh !r. J A.
Manusama, Direktur AMS sangat besar di kalangan masyarakat yang
menginginkan kemhalinya kekuasaan Belanda .
Rapat ditutup sekitar pukul 16.00 dan dilanjutkan lagi sekitar pukul
18.00. Pada hari yang sama, sore harinya diadakan rapat lagi di Ambon.
Hadir da1am rapat . tersebut Kepala Daerah/Ketua Dewan Maluku
Selatan , Manuhutu , dan Wakil Ketua Dewan Maluku Selatan Wairisan ,
yang didesak oleh Soumokil dan golongan militer untuk menyelesaikan
proklamasi kemerdekaan daerah Maluku Selatan. Keduanya menolak
untuk melakukan hal yang demikian luas konsekuensinya , dan mereka
mengemukakan bahwa dalam hal yang demikian adalah wajar Dewan
Maluku Selatan dipanggil untuk bersidang membicarakan hal tersebut.
Kepala Daerah Manuhutu berjanji untuk membicarakan persoalan yang
penting ini dengan anggota-anggota Dewan Maluku Selatan yang ada di
Kota Ambon dan kepala-kepala jabatannya, tetapi. Manuhutu
mempergunakan kesempatan ini untuk menghubungi Menteri Urusan
Dalam Negeri dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur melalui
telepon untuk melaporkan perkembangan yang gawat di Ambon dan
peranan aktif yang dimainkan oleh Soumokil.
Ketika rapat dimulai, maka seorang sersan militer KNIL yang benama
Tanaka berpangkat sersan KNIL, berbicara atas nama seluruh militer
KNIL, minta kepada Manuhutu selaku kepala daerah Maluku Selatan
dan Ketua Dewan Pemerintah Maluku Selatan supaja memproklamirkan
kemerdekaan “RMS” sebelum matahari terbenam. Disamping itu Sersan
Tanaka menuduh J.H. Manuhutu telah mengundang TNI untuk datang
ke Maluku Selatan. Tetapi tuduhan sersan ini disangkal oleh J.H.
Manuhutu. Juga Wairizal selaku wakil Ketua Dewan Pemerintah
Maluku Selatan menyangkal tuduhan Sersan Tanaka itu. J.H.
Manuhutu juga menolak permintaan untuk memproklamirkan RMS, dan
meminta supaja rapat ditunda. Usul itu didukung oleh
Wairizal. Rapatpun ditunda dan akan dilanjutkan pada keesokan
harinya, dan akan dilaksanakan pada waktu sore hari.
Ketika RMS
diproklamirkan, beberapa
minggu kemudian,
diantara serdadu-serdadu
KNIL asal Maluku
memasuki APRMS dan
jumlahnya berkisar 4.000
personal dan melikuidasi
dari garnisun di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan
Jawa. Mereka menyatakan
solider dengan RMS dan
menolak di pindahkan ke
APRIS, untuk itu
menuntut di demobilisasi
dan di pindahkan di daerah-daerah non-RIS, apakah di wilayah RMS
ataupun di Papua. Tuntutan mereka ini ditolak oleh Belanda yang tidak
mau lagi direpotkan setelah peristiwa pemberontakan Andi Azis yang
dilakukan oleh kalangan militer KNIL asal Ambon di Makassar. Untuk
itu banyak diantara pasukan KNIL asal Ambon di Makassar di evakuasi
ke Jawa, dan disana mereka di kosentrasikan pada 5 daerah garnisun,
masing-masing: Jakarta , Bandung , Surabaya , Malang dan Semarang.
Merekapun mendapat pilihan, demobilisasi di Jawa atau ikut bersama
APRIS membebaskan Maluku dari RMS. Yang menolak, hingga pada
kelima garnisun itu dibentuk panitia untuk melayani dan mengatasi
mereka yang membangkang. Untuk mengatasi keadaan, pihak militer
Belanda melakukan pendekatan dengan Perwakilan Rakyat Maluku,
hingga satu delegasi di pimpin Sersan-Mayor Aponno di kirim ke Negeri
Belanda untuk berunding dengan pemerintah Belanda.
*****
D. USAHA PEMERINTAH DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
Pada 1 Mei 1950, dengan kapal korvet Hang Tuah milik ALRI
rombongan misi perdamaian ini berangkat ke Ambon . Kepergian
mereka ditehui oleh pimpinan RMS, dan mengirim kawat ke Jakarta ,
bersedia berunding tidak di kapal, tetapi melalui komisi
internasional. Balasan kawat ini tidak ditanggapi oleh Jakarta dan
kapal Hang Tuah sudah terlihat berlabuh di Teluk Ambon. RMS
mengeluarkan syarat bila mengirim delegasinya ke kapal.
Pada 8 Mei 1950 di Ambon datang dua misi Belanda; misi sipil oleh
Van Hoogstraten dan Deinse, misi militer pimpinan Kolonel
Schotborgh. Kedua misi ini bertujuan melakukan evakuasi terhadap
militer, ambtenaren dan orang-orang sipil Belanda. Pihak RMS
membantu misi-misi ini dengan lancar hingga kesemua warga negara
Belanda ini berangkat dengan kapal Kota Intan dari Ambon menuju
Jakarta .
Kegagalan ini tentu saja dapat dimaklumi karena sebelum ada RMS,
Kolonel Schotberg sendiri telah datang dengan pasukan baretnya ke
Maluku. Dan ketika terjadi penyerahan kedaulatan pada tanggal 27
Desember 1949, dimana dalam persetujuan KMB, seluruh pasukan
KNIL harus dileburkan dan masuk APRIS, sedangkan senjata-senjata
yang ada ditangan para anggota eks KNIL harus diserahkan kepada
pihak Belanda. Namun yang dilakukan oleh Kol. Schotberg, justru
senjata-senjata itu diserahkan kepada pasukan KNIL jang ada di
Maluku. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi pada waktu itu dimana
terdjadi kegentingan politik di Maluku antara jang pro-RIS dan jang
anti RIS.
******
BAB IV
OPERASI MILITER APRIS
DI MALUKU SELATAN
****
Dalam menghadapi
tentara KNIL di Ambon
yang mendukung
berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS),
pemerintah merekrut
ribuan bekas KNIL yang
statusnya telah dialihkan
sebagai tentara
Indonesia (TNI), sesuai
dengan keputusan
Konferensi Meja Bundar
1949, dimana Indonesia
harus menerima bekas KNIL, yang semasa revolusi 1945-1949 dipakai
Belanda untuk menghadapi para pejuang Republik Indonesia. Beberapa
pasukan juga didatangkan dari Jawa untuk memperkuat dan
mendukung operai militer yang akan dilaksanakan. Hal ini dilakukan
karena kekuatan Angkatan Perang RMS (APRMS), tidak dapat dipandang
ringan karena terdiri dari beberapa anggota Baret Merah dan Baret Hijau
KNIL yang profesional dan terlatih dalam bidang kemiliteran.
Kekuatan lainnya :
- Dari ALRI dengan Kapal
Perang dipimpin oleh
Laksamana John Lie,
bersama Angkatan Laut,
terdiri atas KRI Patti
Unus, KRI Rajawali, KRI
Hang Tuah, KRI Banteng,
KRI Namlea, KRI
Anggang, KRI Andres, KRI
Amahai, KRI Piru , LST -4
LCVP 10 buah, dan tiga
buah kapal KPM masing-
masing yaitu Waikelo,
Waingapu , dan Waibalong
- Dari AURI antara lain Pesawat bomber B-25 dengan pilot Mayor
Noordraven dan Letnan Ismail, 2 buah pesawat Catalina..
Walaupun dibebas
tugaskan, namun
mereka berdua tetap
bersama bekas anak
buahnya, sampai
kemudian diberi tugas
oleh Kolonel Alex
Kawilarang sebagai
salah satu komandan
penumpasan RMS. Dari
Jawa Timur, Kol. Alex
Kawilarang
mendapatkan Batalion
Abdullah. sama seperti batalion-batalion dari Jawa Tengah, Mayor
Abdullah Ketiga nama itu—Slamet Riyadi, Slamet Sudiarto, dan
Abdullah, kemudian dikenang, karena semuanya gugur dalam
pertempuran.
********
B. JALANNYA OPERASI MILITER APRIS
Sesampainya Batalion
Patimura di Pal 4 dari Kota
Namlea. pasukan APRIS ini
sudah bertemu dengan
pertahanan RMS.
Pertempuran sengit pun
terjadi antara pasukan APRIS
dengan pasukan RMS. Karena
pasukan APRIS sebagai pihak
yang menyerang berada pada
area yang terbuka , maka
dalam pertempuran ini
pasukan APRIS mendapat
tembakan-tembakan yang
hebat dari pihak pasukan RMS yang telah disiapkan dan menguasai
medan. Tembakan-tembakan hebat yang mendadak ini membuat
pasukan APRIS di front depan menjadi agak panik, namun kemudian
mereka memberi perlawanan dengan membalas tembakan-tembakan ke
arah pertahanan pasukan RMS. Dalam pertempuran pertama ini
pasukan APRIS menderita kerugian tiga orang gugur. yaitu Sersan
Mayor Paliama. Sersan Teraju dan seorang prajurit lain dari Kompi
Lumenta.
Pada tanggal 15 Juli 1950 pukul 13 .00 dini hari, sebagian dari pasukan
RMS yang mempertahankan Pal 4 di bawah pimpinan Sersan Daud
Lesteluhu. bergerak kembali ke arah kota Namlea untuk menyerang
pasukan APRIS yang sudah berhasil berada di perbatasan kota. Pada
pukul 05 .30, pecah pertempuran antara pasukan APRIS yaitu Peleton
Manuhutu dan Umar Gafur dari Kompi Lumenta dengan pasukan RMS
pimpinan Sersan Daud Lesteluhu. Dalam pertempuran ini Sersan Daud
Lesteluhu dapat disergap oleh dua prajurit APRIS masing-masing
Prajurit Muhammad Said dan Prajurit A. Karim dari Regu Sersan
Abdurahim Maruapey. Dengan disergapnya Sersan Daud Lesteluhu,
pertempuran di dalam Kota Namlea dapat dihentikan.
Meskipun pertempuran
sudah berhenti, tetapi sisa
pasukan RMS pimpinan
Sersan Daud Lesteluhu
sebagai Komandan pasukan
RMS di Namlea masih terus
melakukan perlawanan dan
tidak mau menyerah begitu
saja . Ajakan dari Sersan
Maruapey untuk bertemu
dengan Panglima KO TT-IT
Kolonel Alex Kawilarang
guna bekerja sama dengan
TNI, di tafsirkan oleh Sersan Daud Lesteluhu dianggap kerja sama
untuk mempertahankan RMS. Karena saat itu baik beberapa anggota
pasukan APRIS maupun musuh sama-sama putera Maluku atau putera-
putera Pattimura.
Sehari setelah Kota Piru dibebaskan. pada 23 Juli 1950 pasukan Bn 352
pirnpinan Soeradji,menyerbu Kota Amahai, yang ter1etak di pantai
selatan Seram. Sebelumnya pasukan APRIS mendarat di teluk, kira-kira
tiga kilometer sebelah utara Amahai (Pulau Buru), dengan dua kompani
dari Batalyon Soeradji. Letkol Slamet Rijadi selalu berada di depan.
Begitupun Batalyon
Worang pertama-tama
mendarat di Amahai untuk
konsolidasi kemudian
mengamankan Masohi.
Serangan pertama untuk
menumpas RMS (Republik
Maluku Selatan) dengan
mendarat di Tulehu
bersama-sama dengan
Batalyon Claproth dan
Batalyon 3 Mei pimpinan
Mayor Mengko.
Untuk pendaratan itu, APRIS sudah terima 10 LCM. Enam LCM akan
digunakan untuk Tulehu dan empat lainnya untuk Hitu. Alex
Mamusung, merupakan wartawan foto perang dari Indonesia Press
Photo Service (Ipphos) yang turut meliput operasi penumpasan RMS
melalui lensa foto sangat bermanfaat mengisi lembaran sejarah. Sejak
pertempuran- pertempuran di Makassar, Buru, Piru, Amahai dan Ambon
ia selalu ikut meliput dan mendokumentasi secara visual. Dari hasil
karya foto, wartawan foto perang ini, ia dianugerahi bintang oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
4. Operasi Senopati
Gerakan Operasi Senopati Fase I dibagi atas dua sektor, yaitu Sektor
Tulehu dan Sektor Hitu. Jalannya Operasi/Pendaratan Sektor Tulehu
dilakukan di tiga tempat, yaitu di daerah Wairuton , Air Panas, dan
Pelabuhan Tulehu , di bawah Komandan Pasukan Maluku Selatan
Letnan kolonel Slamet Riyadi. Pasukan yang mendarat di Wairaton
ialah Bn 352 pimpinan Mayor Suradji dan Kompi Pasukan terpendam
pimpinan Lettu M.O. Maruapey. Pasukan yang mendarat di Air Panas
adalah Bn 3 Mei pimpinan Kapten Alex Mengko, sedangkan yang
mendarat di pelabuhan Tulehu adalah Bn. Worang pimpinan Mayor
Hein Victor Worang, Bn. Claproth pimpinan Kapten Claproth ,
Kompi Pisek. Skunadron berlapis baja, dan Staf Komando Operasi
Maluku Selatan. Pendaratan di lindungi oleh kapal-kapal perang KRI
Rajawali dan KRI Patti Unus.
Namun, Kapten Klees langsung berkata, "Overste, saya ini bekas KNIL.
Saya tahu persis, mereka bukan TNI. Mereka hanya ingin mengelabui
kita dengan sengaja memakai seragam TNI." Slamet melihat Klees, tanpa
memberi komentar. "Overste, izinkan saya membalas. Saya mau
menghajar mereka!" katanya. "Stop het vuren! Jangan tembak! Saya
mau turun memeriksa!" jawab Slamet. "Siap Overste! kata Klees.
Kemudian tangan kanannya menarik tuas pengunci kubah panser.
Selain melakukan
pembalasan, langkah itu
sengaja dilakukan untuk
melindungi ajudan Letnan
Satu Infanteri Soedjoto yang
menarik komandannya ke
tempat berlindung. Tiba-tiba
Mayor Infanteri Lukas
Kastardjo dari Grup III sudah
berdiri di sampingnya. Setelah
melihat kondisi Slamet, Lukas
langsung mengambil alih
komando dan memerintahkan,
"Letnan, segera amankan
Overste ke belakang. Saya
melindungimu!"
Karena terluka parah dan tidak bisa berjalan sendiri, Slamet diseret
Soedjoto sampai ke simpang tiga Batu Merah. Slamet dilarikan ke
Tulehu dengan jeep. Sesampainya di Pelabuhan Tulehu, suasana mulai
gelap. Soedjoto melaporkan peristiwa ini kepada Panglima TT Indonesia
Timur, Kolonel Infanteri AE Kawilarang.
Pada tanggal 7 November 1950, tiga hari setelah Letkol Slamet Rijadi
gugur, Kolonel Kawilarang mengirim kabar ke Manado dan Makassar,
dan meminta supaya Letkol Joop Warouw segera datang ke Ambon
untuk mengisi posisi Letkol Slamet Rijadi sebagai Komandan Pasukan
Maluku.
Dari atas Benteng Victoria, Baret Merah RMS kembali meraja lela
dengan tembakan-tembakan jitu sniper-sniper nya. Tembakan sniper ini
lah yang banyak memakan korban dipihak pasukan pemerintah. Letnan
Pakinang, kelahiran Tondano dari Yon 3 Mei, bersenjatakan Bazooka
rampasan dari RMS berhasil memusnahkan sebuah panser RMS,
kemudian membabat panser ke dua. Setelah itu dia merengsek maju
untuk memusnahkan panser yang ketiga. Dalam percobaan ke tiga ini,
sebutir peluru sniper menembus kepalanya. Ia gugur seketika. Teman
disebelahnya merebut bazooka tersebut, namun belum sempat
membidik, ia juga terkena tembakan tepat didada, dan gugur.
Lebih enam jam berlangsung pertempuran hebat memperebutkan
Benteng Victoria, sering duel satu lawan satu terjadi. Tingginya
kemampuan tempur lawan, dengan andalan pasukan elite eks KNIL yang
sudah kenyang pengalaman tempur diberbagai front, sangat
menyulitkan TNI. Tidak heran korban diderita cukup banyak.Tapi
akhirnya, setelah melewati pertempuran yang melelahkan, menjelang
senja, pasukan gabungan TNI akhirnya menjebol pertahanan RMS di
Benteng Victoria. Dengan demikian, Ambon kembali jatuh ke tangan
pemerintah, sisa-sisa RMS melarikan diri keluar kota.
Menurut Worang, " Bukit tersebut saya tetapkan sebagai target yang
harus direbut. Tanggal 10 November, persisi disaat kita memperingati
Hari Pahlawan, setelah melalui pertempuran sengit, Bukit Karang
Panjang jatuh ke tangan TNI, dan setelah itu, Ambon benar-benar aman,
dan bersih dari segala aktifitas RMS.
Kol. Alex Kawilarang juga meninjau bandar udara Laha yang baru
direbut, dan kemudian bertemu dengan Dokter J B Sitanala, ayah dari
Mayor Sitanala, komandan APRIS di Bali. Kepada Kol. Alex Kawilarang
dengan terus terang ia mengatakan bahwa “Tahun 1942 Jepang datang
di Ambon selama dua hari mengambil barang milik rakyat. Tahun 1945
pasukan Australia datang dan selama tujuh hari mengambil barang
rakyat. Tahun 1950 TNI datang dan setelah selama 14 hari mengambil
barang rakyat, baru ada tindakan.” Mendengar ini Kol. Alex Kawilarang
tak dapat berkomentar karena memang masih terdapat banyak
advonturier dalam tubuh TNI, dan diantara pasukan APRIS yang datang
menyerbu.
****
C. STRATEGI PERANG GERILYA RMS
****
****
E. KORBAN AKIBAT PEMBERONTAKAN RMS
*****
F. PENANGKAPAN PARA TOKOH RMS.
Mengenai para pelaku RMS, banyak yang melarikan diri, dan beberapa
diantaranya menteri seperti Gasperz dan Tom Pattiradjawane
menyerahkan diri. Presiden Manuhutu dan beberapa menteri lainnya
bersama beberapa perwira APRMS lainnya melarikan diri ke pulau
Seram melalui Rutung dan Hutumuri untuk melanjutkan perlawanan.
Juga terdapat Wairizal, Soumokil, Manusama, Ohorella, Pesuwarissa,
Henk Pieter dll.
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap
akhirnya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim
menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
1. J.H Munuhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di
jatuhi hukuman 5 Tahun
3. D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi
hukuman 4 ½ Tahun
4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi
hukuman selama 4 ½ Tahun
5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi
hukuman selama 5 ½ Tahun
6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi
hukuman selama 4 ½ Tahun
7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi
hukuman selama 5 ½ Tahun
8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi
hukuman selama 5 ½ Tahun
9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di
jatuhi hukuman selama 3 Tahun
10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi
hukuman selama 4 Tahun
11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi
hukuman selama 7 tahun
12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di
jatuhi hukuman selama 10 Tahun.
****
G. PEMERINTAHAN RMS DI PENGASINGAN
*****
H. AKSI DAN TEROR PENDUKUNG DAN SIMPATISAN RMS
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15
dilakukan, diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat
dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah
penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka tidak menerima
penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum
yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku
beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena melakukan
penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai
propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi
pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004,
ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati.
Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di
bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut,
terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara tahun 1999-2004, RMS
kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan
dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-
namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan
diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa
itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai
sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
*******
BAB V
PENUTUP
Setelah KMB, pertentangan ini makin lama makin mengarah pada konflik
terbuka yang berimbas pada bidang militer. Pembentukan Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis.
Salah satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS
diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota
KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas
musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka
ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya
anggota TNI ke negara bagian.
Sebab itu, pemberontakan RMS seperti halnya APRA dan Andi Aziz,
merupakan pemberontakan yang timbul karena adanya kepentingan
(Vested Interest) , yang merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat
pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol
suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga
enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi
Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau
Tentara Kerajaan (di) Hindia Belanda, yang tidak mau menerima
kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka
kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflik pun terjadi. (Kemendikbud 2017).
Ada baiknya bila kita coba kembali merenungkan apa yang pernah ditulis
oleh Mohammad Hatta pada tahun 1932 tentang persatuan bangsa.
Menurutnya :
“Dengan persatuan bangsa, satu bangsa tidak akan dapat dibagi-bagi. Di
pangkuan bangsa yang satu itu boleh terdapat berbagai paham politik, tetapi
kalau datang marabahaya… di sanalah tempat kita menunjukkan persatuan
hati. Di sanalah kita harus berdiri sebaris. Kita menyusun „persatuan‟ dan
menolak „persatuan‟”
(Meutia Hatta, mengutip Daulat Rakyat, 1931).
Konflik bahkan bukan saja dapat mengancam persatuan bangsa. Kita juga
harus menyadari betapa konflik yang terjadi dapat menimbulkan banyak
korban dan kerugian. Sejarah telah memberitahu kita bagaimana
pemberontakanpemberontakan yang pernah terjadi selama masa tahun
1948 hingga 1965 telah menewaskan banyak sekali korban manusia.
Ribuan rakyat mengungsi dan berbagai tempat pemukiman mengalami
kerusakan berat. Belum lagi kerugian yang bersifat materi dan psikis
masyarakat. Semua itu hanyalah akan melahirkan penderitaan bagi
masyarakat kita sendiri.
=====
DAFTAR LITERATUR
,
BIODATA PENULIS