Dipersembahkan kepada :
Semua masyarakat Inonesia, khususnya Tou Minahasa dimanapun berada.
2
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
PRAKATA
Puji Syukur penulis naikkan kehadirat Tuhan yang penuh kasih sebagai sumber segala
hikmat, pengetahuan dan kebijaksanaan yang oleh kemurahan-Nya maka penyusunan buku
ini dapat kami selesaikan.
Penyusunan buku ini diambil dari beberapa sumber, yang diilhami dari keinginan dari
beberapa anggota pemerhati Sejarah & Budaya Minahasa yang ingin mengetahui
perkembangan Minahasa sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Memang masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini yang perlu diperbaiki dalam
melengkapi kisah sejarah ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
masyarakat khususnya bagi generasi muda demi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia
ke depan.
Penulis
3
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
DAFTAR ISI
PRAKATA .....................................................................` i
DAFTAR ISI ...................................................................... ii
4
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Para ahli mengatakan bahwa kebanyakan perang yang terjadi di dunia ini karena faktor
ekonomi. Hal ini tidak terlepas dari manusia sebagai makhluk sosial, sekaligus sebagai
“Makhluk Ekonomi” (homo economicus) yang artinya bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
manusia melakukan berbagai aktifitas seperti bekerja, berdagang, bertani, dan lainnya untuk
memenuhi kebutuhannya yang tak lepas dari manusia yang lain. Aktifitas-aktifitas manusia
tersebut dikenal dengan “Tindakan Ekonomi”. Sebagai Makhluk Ekonomi, setiap manusia
tak lepas kebutuhan dan keinginan. Dalam ilmu ekonomi, kebutuhan dan keinginan adalah
dua hal yang berbeda. Kebutuhan adalah sesuatu hal yang sangat diperlukan manusia,
dimana apabila kebutuhan seseorang atau kelompok tidak dapat dipenuhi, kegiatan dan
kelangsungan hidupnya akan terganggu. Adapun keinginan seseorang atau kelompok orang
tidak mutlak untuk dipenuhi atau diwujudkan, karena tanpa hal itupun, seseorang atau
kelompok orang masih dapat melakukan kegiatan dan melangsungkan hidupnya. (K.
Wardiyatmoko,2002)
5
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan berlangsungnya Perang Dunia II di kawasan Asia
Pasifik, (1941-1945), Jepang berambisi untuk menguasai negara-negara Asia dan
merebutnya dari negara-negara imperalis barat. Tujuannya selain untuk kepentingan
supremasi (keunggulan dan kekuasaan). Jepang juga menjadikan daerah-daerah di Asia
sebagai tempat untuk menguras sumber daya alam sebagai bahan baku dalam menunjang
industrinya khususnya dibidang militer. Hal ini membawa derita dan kesengsaraan rakyat
yang bahkan melebihi ketika masa Kolonial. Hal ini berlangsung hingga proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Sebagian besar rakyat Indonesia menderita kemiskinan dan kelaparan. Banyak sawah dan
ladang tidak dapat dikelola akibat berkecamuknya perang. Apalagi sebagian besar wilayah
Indonesia telah dikuasai oleh Belanda, menyebabkan pemerintah Indonesia tak dapat berbuat
banyak untuk memperbaiki keadaan tersebut. Berbagai cara pemerintah untuk keluar dari
krisis ekonomi dilakukan, mulai dari program Plan Kasimo yang berisi anjuran untuk
memperbanyak kebun bibit dan padi unggul serta melakukan rekonstruksi dan rasionalisasi
angkatan perang untuk mengurangi beban negara, melakukan nasionalisasi de Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia oleh Menteri Keuangan RI, Mr. A.A. Maramis (1946),
memperlakukan sistem Ekonomi Gerakan Benteng oleh Dr. Soemitro Djojohadikusumo,
kemudian diganti menjadi sistem ekonomi Ali Baba yang diprakarsai oleh Mr. Isqak
Tjokrohadisurjo. Namun semua belum dapat mengangkat krisis ekonomi Indonesia,
apalagi dalam keadaan perang yang sedang menghadapi perjuangan mempertahankan
kemerdekaan terutama Agresi Militer Belanda hingga pengakuan kedaulatan Indonesia
dengan membentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Setelah pembubaran RIS dan Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1950, keadaan ini tidak berubah. Hal ini diperparah dengan
munculnya beberapa pemberontakan di berbagai tempat yang menyebabkan tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi tak menentu yang akibatnya dirasakan oleh
rakyat Indonesia di berbagai bidang kehidupan.
6
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Indonesia sampai dengan tahun 1950-an telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang
berbeda, yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer. Tidak sampai satu tahun setelah
kemerdekaan, sistem pemerintahan presidensial digantikan dengan sistem pemerintahan
parlementer. Hal ini ditandai dengan pembentukan kabinet parlementer pertama pada
November 1945 dengan Syahrir sebagai perdana menteri. Sejak saat itulah jatuh bangun
kabinet pemerintahan di Indonesia terjadi. Namun pelaksanaan sistem parlementer ini tidak
diikuti dengan perubahan UUD. Baru pada masa Republik Indonesia Serikat pelaksanaan
sistem parlementer dilandasi oleh Konstitusi, yaitu Konstitusi RIS. Begitu juga pada masa
Demokrasi Liberal, pelaksanaan sistem parlementer dilandasi oleh UUD Sementara 1950
atau dikenal dengan Konstitusi Liberal.
Fenomena ketidakadilan dalam dimensi sosial politik, ekonomi, pendidikan, hukum dan
budaya seakan menjadi pemicu utama bagi beberapa daerah yang sejak Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya ingin mandiri dari pemerintah pusat. Selain itu realitas
pemerataan pembangunan baik pada tingkat pusat sampai tingkat daerah juga turut
memancing aksi-aksi protes dari masyarakat. Daerah yang memiliki kekayaan alam yang
luas tetapi pada kenyataannya jauh dari sentuhan pembangunan berkeadilan, bahkan
ironisnya banyak daerah yang kaya akan sumberdaya alam, tetapi tingkat pendidikan dan
kesejahteraan penduduknya relatif masih kurang. Inilah juga yang dirasakan oleh rakyat
Minahasa hingga pecahnya pergolakan Permesta.
*****
7
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
BAB II
Pada dasarnya bahwa Sistem ekonomi masyarakat adat Minahasa dilandaskan dengan azas
kekeluargaan (Wem Senduk, 1998). Sistem yang berlaku secara hukum adat adalah salin
memberikan tanpa mengharapkan pamrih karena pada dasarnya segala kepunyaan milik
suku Minahasa adalah sesuatu yang bersifat reservat kultural (cagar budaya) (Joseph M.
Saruan, 2002).
*****
8
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Sistem Mapalus ini merupakan bagian dari Hukum adat Minahasa yang berlaku di
seluruh daratan Minahasa. Sistem ekonomi kerakyatan ini mengharuskan setiap
masyarakat ikut berperan aktif secara berkelompok, untuk menunjang kelangsungan
perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang. Kegiatan sosial ekonomi
Mapalus nasyarakat minahasa ini didasari oleh moral adat istiadat yang tinggi karena
merupakan peraturan dasar yang sudah ditanamkan sejak zaman dahulu dan tetap
berlaku sama sampai saat ini dan sebagai suatu organisasi adat yang merupakan bagian
dari sistem kehidupan masyarakat etnis Minahasa secara keseluruhan. Sebagai suatu
organisasi adat, Mapalus memiliki azas kekeluargaan, musyawarah dan mufakat,
kerjasama, persatuan dan kesatuan, dan yang terpenting adalah moralitas agama adat
yakni kepercayaan kepada Empu Wailan Wangko Renga-Rengaan. Mapalus
dilaksanakan berdasarkan keterbukaan, cinta kasih, saling percaya dalam suatu kesatuan
dengan harapan adanya sebuah kebaikan dan kesejahteraan bersama kelompok
masyarakat. Tujuan Mapalus itu sendiri adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran
seluruh anggota masyarakat dalam suatu prinsip keadilan dalam kedamaian dan
ketentraman di waktu sekarang dan waktu yang akan datang dan dapat diwariskan
kepada anak cucu secara turun-temurun. Tempat pelaksanaan kegiatan Mapalus dapat
dimana saja dan kapan saja, dengan memperhatikan kegunaan dan efektivitas dari
pelaksanaan Mapalus tersebut. (Lesza L. Lombok, 2014)
*****
9
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
B. AWAL PELAKSANAAN BUDIDAYA TANAMAN KOPI
Perubahan orientasi penduduk Minahasa dalam mengolah lahan pertanian dimulai pada
abad ke-19, manakala pemerintah Hindia Belanda mendorong komersialisasi hasil
pertanian berupa kopi yang kemudian Kelapa (Kopra). (Van den End & J. Weitjen). Di
masa kolonial Belanda, tanaman kopi ini menjadi produk istimewa dalam perekonomian
rakyat Minahasa, walaupun hasilnya sebagian besar hanya dinikmati oleh penguasa
Belanda yang menerapkan tanam paksa
kepada penduduk. Sebelum sistem tanam
paksa diberlakukan, penduduk Minahasa
telah melakukan penanaman kopi yaitu
sejak tahun 1769, yang dipengaruhi oleh
kebiasaan minum kopi orang Eropah yang
kemudian menjalar kebiasaan tersebut
kepada penduduk pribumi. Oleh sebab itu
penjualan kopi menjadi hal yang
menguntungkan, terutama kalau dijual di
kota Manado Penanaman kopi di Minahasa dilakukan dengan mengikuti pola
penanaman kopi di Priangan-Jawa barat yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda setelah pencobaan perkebunan kopi oleh VOC di sekitar Batavia tidak berhasil.
Karena monopoli perkebunan-perkebunan kopi di Priangan-Jawa barat tersebut
mendatangkan keuntungan yang besar, maka pemerintah kolonial Belanda menerapkan
juga di Minahasa serta daerah-daerah lain seperti di Sumatera dan pulau Jawa lainnya.
(L.Z. Leirissa, 1997).
Sesuai dengan keadaan negeri jajahan, maka sistem pananaman harus dikembangkan
dengan memanfaatkan kebiasaan kaum pribumi/petani yang bersifat wajib. Konsep
tanam paksa ini kemudian dikenal dengan Cultuurstelsel, dimana organisasi dan
10
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
kekuasaan tradisional seperti pegawai bumi putera, kaum priyayi dan kepala desa
diperkokoh kekuasaannya dengan cara diberi hakkepemilikan atas tanah dan hak
istimewa lainnya. Akhirnya para penguasa/pemimpin pribumi menjadi alat kolonial.
Dengan demikian masyarakat umum kehilangan pimpinan mereka sebagai tempat
berlindung di negerinya sendiri. (Sejarah Indonesia, Kemendikbud RI, 2017)
Maka melihat keuntungan yang besar terhadap komuniti kopi di Minahasa, pemerintah
Kolonial Belanda sejak tahun 1822 menerapkan sistem tanam paksa kopi di Minahasa,
dan hal ini baru berakhir sekitar tahun 1899. Tanam paksa kopi di Minahasa berawal di
Remboken yang dilakukan oleh penduduk yang berdiam didataran tinggi sekitar danau
Tondano, menimbulkan kesengsaraan rakyat karena pekerjaan mereka dilakukan dengan
sistem kerja paksa (Hanley). Selain segi negatif dari sistem tanam paksa ini, penduduk
Minahasa mulai terbiasa dengan komersialisasi agraria. Buktinya setelah pemerintah
menghapus pengelolaan agraria, maka rakyat Minahasa melaksanakan sendiri
komersialisasi agraria demi keuntungannya sendiri. (L.Z. Leirissa, 1996).
Salah satu dampak penanaman kopi di Minahasa, yaitu perubahan ekologis, sehingga
Minahasa dalam kegiatan pertanian dibagi kedalam :
1. Wilayah disekitar danau Tondano, menghasilkan kopi, selain itu wilayah ini
diusahakan persawahan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Konsentrasi
penduduk kearah pusat perokonomian ini memunculkan kota-kota baru seperti
Tondano,Kakas dan Lagowan.
2. Wilayah Tonsea yang mencakup hingga penduduk pesisir, daerah ini tidak
terpengaruh dengan sistem tanam paksa kopi, namun menjadi daerah penghasil
Kopra (Kelapa) pada paroh pertama abad ke-20.
11
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
3. Daerah yang terletak ke arah Barat, yaitu daerah yang tidak mengenal bercocok
tanam dengan baik karena struktur tanahnya. Namun pada paroh kedua abad 20,
daerah ini menjadi terkenal karena perkebunan Cengkih Rakyat. (Schouten, 1993, L.Z.
Leirissa, 1997).
Usaha penanaman kopi di Minahasa pada abad 19 hingga awal abad 20 tersebut,
menjadikan Minahasa sebagai salah satu wilayah yang paling penting diantara wilayah-
wilayah kekuasaan Belanda disebelah timur pulau Jawa. (Schouten, 1993)
Krisis ekonomi tahun 1929 dan depresi yang terjadi berikutnya merupakan alasan
pemerintah Hindia untuk melibatkan diri secara sungguh-sungguh dengan budidaya
tanaman gunung. Perkembangan dalam pelibatan itu dilakukan secara bertahap.
Budidaya tanaman kopi, yang pada dekade terakhir abad ke-19 didera penyakit daun,
berkembang kembali setelah tahun 1900. Maka dalam rangka kerja sama ekonomi
antara Belanda dan Hindia-Belanda, pada tahun 1936 dibuat sebuah koffiesteunregeling
(sistem pengaturan bantuan kopi) yang mewajibkan Belanda membeli sejumlah tertentu
kopi dari Hindia-Belanda. Berbeda dengan pembatasan pada produk karet dan teh (dan
juga pada gula!), pembatasan pada kina (1934, yang diperpanjang lagi pada tahun 1938)
bukan lebih bertujuan untuk mempertahankan tingkat harga yang wajar tetapi lebih
untuk menyelaraskan produksi dengan konsumsi: perbaikan teknis memungkinkan
kenaikan produksi yang potensial. (Francien van Anrooij, 2014)
*****
12
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
C. KOPRA SEBAGAI KOMUNITI UNGGULAN DI MINAHASA
Sistem ini juga diterapkan juga di Minahasa pada awal abad ke-20, dimana
penduduk Minahasa mulai beralih keperkebunan kelapa, yang didorong oleh
kemersialisasi pertanian tersebut. Selain Tonsea, daerah penghasil kelapa lainnya
adalah Amurang, Manado, Tondano serta daerah yang lebih kecil penghasilan
kelapanya seperti Kawangkoan dan Ratahan. Dengan demikian hingga paru
pertama abad ke 20, sekitar 250 desa yang 70 % penduduknya adalah petani
kelapa yang dijadikan kopra sebagai bahan baku eksport yang sangat penting.
(L.Z. Leirissa, 1996).
Kopra merupakan produksi rakyat Minahasa dan menjadi mata pencarian utama
sebagian besar masyarakat petani di Minahasa. Selama periode 1870-1942.
Penelitian tentang pembudidayaan dan perdagangan kopra di Minahasa dalam
kurun waktu 1870-1942, secara khusus menyoroti struktur pertanian dan pola
pembudidayaan serta sistem perdagangan kopra, dengan menggunakan bahan-
bahan arsip, laporan-laporan sezaman baik yang diterbitkan maupun tidak, serta
literatur yang berkaitan dengan tema tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perubahan pola pertanian di Minahasa karena adanya tuntutan pasar.
13
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Minahasa pada abad ke-17
sampai ke-18 merupakan
lumbung padi bagi daerah
Sulawesi dan Maluku. Adanya
tanaman wajib kopi pada
pertengahan abad ke-19
membuat sebagian petani
Minahasa beralih menjadi
penanam kopi. Kemudian
setelah terjadi boom kopra
sejak akhir abad ke-19 sebagian
petani Minahasa beralih menanam kelapa. Pola perdagangan kopra dilakukan
melalui tiga golongan,yaitu produsen, perdagang perantara, dan pedagang
besar/ekspor. Pola jual-belinya tidak dilakukan di dalam pasar (dalam arti fisik)
secara terbuka tetapi melalui sistem kontrak. Jual beli dengan sistem kontrak ini
lebih merugikan petani. Untuk melindungi petani dari jeratan pedagang perantara
yang sebagian besar dikuasai pedagang Cina, berbagai upaya dilakukan, baik
oleh masyarakat maupun pemerintah, misalnya dengan mendirikan volksbauk
Taa rsea Producferr Verkoop Central,dan yayasan Kopra. (Effendi Wahyono, 1996).
Budidaya tanaman kelapa mulai dikembangkan pada akhir abad ke-19, setelah
tingginya permintaan kopra di pasaran dunia membawa dampak bagi masyarakat
Minahasa. Masyarakat Minahasa mulai bergairah menanam pohon kelapa yang
membawa perubahan bagi daerah-daerah pesisir pantai yang diubah menjadi
daerah penanaman pohon kelapa. Minahasa kemudian berkembang menjadi
daerah pemasok kopra. Sejak tahun 1896, Minahasa dan wilayah Karesidenan
Manado lainnya, seperti Gorontalo dan Sangir merupakan pengekspor kopra
keempat terbesar setelah Jawa, Padang, dan Makassar. Munculnya daerah-daerah
produsen kopra menempatkan Hindia Belanda sebagai pengekspor kopra
terbesar di dunia (Wahyono, 1996: 19).
14
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tahun 1930 terdapat sekitar 10 juta pohon kelapa produktif, dan tahun 1939
meningkat dengan jumlah sekitar 21 juta pohon kelapa di Sulawesi Utara.
Statistik ekspor kopra tahun 1928-1939 menunjukkan bahwa rata-rata 103.000
ton kopra diekspor dari Sulawesi Utara (Henley, 2005: 548). Hal ini menunjukkan
bahwa Minahasa menjadi daerah produsen kopra yang cukup diperhitungkan
untuk ekspor kopra ke Makassar dan Singapura sebagai pusat pemasaran kopra.
Pada tahun tahun 1929, Hindia Belanda mengalami Krisis Ekonomi. Hal ini
menimbulkan depresi yang sangat memukul Hindia-Belanda. Ekspor produk
pertanian dan bahan baku merosot tajam. Nilai gulden yang mahal pada saat itu
adalah bencana bagi Hindia. Persediaan menumpuk. Pendapatan baik dari
perusahaan besar barat maupun dari pertanian rakyat Indonesia menurun.
Karyawan dipecat dalam skala besar. Industri Indonesia, terutama masih
merupakan industri rumah, terancam oleh impor besar tekstil Jepang yang
murah. Desa-desa tidak bisa lagi menyerap pengangguran. Pemerintah mendapat
penghasilan yang kurang dari pajak dan penjualan produk pemerintah. (Francien
van Anrooij, 2014)
Sejak krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1929 hingga 1940 ini, telah
membawa dampak bagi perdagangan komoditas kopra dan menyebabkan harga
kopra merosot di pasaran dunia. Hal ini mengakibatkan sejumlah petani
Minahasa menggadaikan kebun-kebun kelapanya kepada para pedagang Cina.
Jatuhnya harga kopra menarik Pemerintah Hindia Belanda kembali memperbaiki
tata niaga kopra, namun tidak banyak mendatangkan hasil akibat masalah
timbulnya perang.
Pada masa ini, Jepang menerapkan sistem ekonomi perang, yaitu pembatasan,
pengaturan dan penguasaan factor-faktor ekonomi diambil alih seluruhnya oleh
Jepang. Bidang perdagangan termasuk kopra menjadi lumpuh karena kurangnya
persediaan. Hal ini disebabkan, Jepang lebih memilih untuk melipatgandakan
produksi padi.beras sebagai makanan pokok untuk menunjang logistik perang
melawan Sekutu. Oleh sebab itu rakyat dituntut untuk menyetor padi disamping
juga melaksanakan pekerjaan wajib antara lain menjadi Rosmusha bagi
kepentingan bala tentara Jepang. Akibatnya, penduduk tidak mempunyai waktu
15
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
untuk mengolah ladangnya, sehingga rakyat menjadi sengsara karena dimana-
mana timbul kelaparan serta sakit penyakit khususnya kekurangan gizi, belum
lagi akibat bencana alam. Pada masa pendudukan Jepang ini, perdagangan kopra
mengalami kemacetan, akibat lebih banyak perhatian pada kebutuhan pokok
seperti beras untuk perang,
Kebijakan Yayasan Kopra mendapat protes dari para petani kelapa, pedagang
kopra, dan veteran di Manado. (De nieuwsgier, 19 Oktober 1954). Kemudian mereka
membentuk Yayasan Kelapa Minahasa yang otonom (De nieuwsgier, 1 Februari
1955), sebagai bentuk persaingan dengan Yayasan Kopra yang dikelola
Pemerintah Pusat. Permasalahan semakin bertambah setelah dibentuknya
organisasi tata niaga kopra yang dikendalikan oleh militer melalui Opsir Pekerja
Istimewa Teritorium VII Wirabuana. Munculnya integrasi Minahasa dalam
pasaran kopra dunia telah menjadi perebutan antara pemerintah pusat, daerah,
dan militer untuk monopoli tata niaga kopra. Akibat persaingan tersebut muncul
penyelundupan dan sistem barter atas nama kepentingan pembangunan daerah.
16
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Dick dalam artikelnya tentang
dinamika ekonomi Indonesia tahun
1950- an menjelaskan bahwa konflik
regional merupakan akibat dari
persaingan daerah dengan pusat
dalam menguasai sumber-sumber
ekonomi yang melimpah di luar
Jawa, seperti kopra, karet, dan
minyak. Begitupula para komandan
militer di daerah yang terlibat dalam
pemanfaatan ekonomi selama masa
revolusi masih ingin berusaha
melanjutkan aktivitas mereka pasca
pengakuan kedaulatan (Bemmelan & Howard, 2011). Tidak mengherankan setelah
periode Kemerdekaan, terjadi perebutan monopoli tata niaga kopra baik oleh
pemerintah pusat, daerah, maupun militer berusaha menguasai tata niaga
sumber-sumber ekonomi terutama komoditas kopra di Minahasa. Kajian tentang
tata niaga kopra di Minahasa dari perspektif sejarah penting untuk mendapatkan
nuansa baru dalam pemahaman sejarah ekonomi di Indonesia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, perlu mendapat kajian khusus untuk memahami
Minahasa sebagai salah satu daerah produsen kopra terbesar di Indonesia. (
Hasanudin Anwar, 2018)
Pada bulan Mei 1946, dibentuk panitia pemantau kopra dan sejumlah pejabat
Coprafonds diutus ke daerah-daerah produsen kopra di Indonesia Timur.
Tujuannya untuk menyelidiki situasi kopra dan mengajak para petani kelapa
kembali mengembangkan kopra sebagai komoditas ekspor (Asba, 2007: 191-192).
Para petani kelapa di Minahasa mulai kembali bergairah mengurus kebun-kebun
kelapanya yang selama masa krisis ekonomi telah diterlantarkan. Jumlah produksi
kopra tahun 1948-1949 mulai mengalami peningkatan. Untuk menarik gairah
daerah produsen kopra agar lebih serius mengembangkan kopra, maka Badan
Perwakilan Sementara NIT menerapkan Undang-Undang Pajak Kopra yang
17
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
bertujuan memberikan tunjangan intensif per tahun (sesuai banyaknya jumlah
ekspor) bagi setiap daerah produsen kopra.
18
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
asing mendirikan pabrik-pabrik pengolahan minyak kelapa dan tepung kelapa
(dessicated coconut) di sekitar daerah Tonsea. Di Manado dibangun dua pabrik
pengolahan minyak kelapa, yakni Suco Intra di Paal 2, dan sebuah pabrik milik
Kong Bae Pae dan Tan Bun Kan di Kampung Islam ( Wawancara dengan Lengkong
oleh Hasanudin, 2018)
19
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Setelah mengetahui usul dan saran delegasi Minahasa, DPRS bagian ekonomi
membentuk sebuah komisi terdiri dari Mr. Tjung Tin Jan (ketua), Djoko
Sudjono, Andi Gappa, dan Ngurah Rai. Komisi tersebut bertugas membuat
laporan hasil penyelidikan, sehingga pemerintah dan DPRS bagian ekonomi dapat
menarik simpulan apakah Coprafonds harus dipertahankan atau diganti dengan
badan lain. Ketua komisi Tjung Tin Jan menyatakan bahwa komisi segera
melakukan perjalanan observasi ke Makassar, Manado, Maumere (Flores), Endeh,
dan Kupang. Jika diperlukan anggota komisi mengunjungi Kalimantan. Selain itu,
menyelidiki sampai sejauh mana likuidasi Dana Kopra. Jika Dana Kopra harus
dicabut, maka dibentuk badan baru, sehingga memberi manfaat bagi petani kelapa,
daerah produksi kelapa, dan negara.
Pada 29 Desember 1954, Coprafonds sebagai lembaga tata niaga kopra secara
resmi diganti oleh Yayasan Kopra yang dipusatkan di Jakarta. Sejak terpusatnya
lembaga Yayasan Kopra mengakibatkan daerah Minahasa kehilangan haknya
dalam menentukan tata niaga kopra. Masyarakat Minahasa menganggap bahwa
keuntungan ekspor kopra dari Minahasa seharusnya diberikan untuk pembangunan
daerah Minahasa, dan bukan lebih banyak dinikmati daerahdaerah yang bukan
produsen kopra atau membiayai proyek-proyek besar di Jakarta. Masyarakat
Minahasa menuntut agar diberi otonomi ekonomi yang luas dan 100 persen hasil
ekspor kopra Minahasa harus dialokasikan ke daerah Minahasa. Ketidakpuasan
kebijakan Pemerintah Pusat menyebabkan daerah Minahasa secara terang-
terangan mengekspor kopra dengan menyelundup dan sistem barter tanpa
diketahui Pemerintah Pusat (M. Saleh Lahader, 28 Januari 195):
20
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Persoalan-persoalan Yayasan Kopra menarik pula perhatian Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Mereka mengadakan Dalam sidang Kabinet pada 29 Mei 1956,
hasil keputusan sidang menyetujui penyelesaian masalah Yayasan Kopra menurut
konsepsi dari Menteri Muda Perekonomian untuk melikuidasi Yayasan Kopra dan
diganti menjadi Koperasi Kopra. Persetujuan tersebut berdasarkan pada berbagai
pertimbangan untuk lebih
memperhatikan daerah dan
berdasarkan hasil keputusan
Konferensi Kopra pada 25 Mei
1956. Peralihan lembaga Yayasan
Kopra kepada Koperasi Kopra
berlangsung pada 12 Juli 1956,
bertepatan dengan Hari Koperasi
(Simpo, 30 Mei 1956: 1).
Persoalan tata niaga kopra semakin rumit setelah dibentuknya OPIK TT VII
Wirabuana sebagai organisasi tata niaga ekspor kopra yang dikuasai militer.
Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kegiatan penyelundupan dan sistem
barter kopra. Ekspor tata niaga kopra yang sebelumnya memberikan kontribusi
ekonomi bagi daerah, berubah menjadi masalah politik akibat perebutan monopoli
tata niaga kopra antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Minahasa, dan
militer. Kemudian muncul tuntutan dari Permesta agar penghasilan dari
perdagangan kopra dibagi 70 persen untuk daerah produsen kopra, dan 30 persen
untuk Pemerintah Pusat (Arsip pribadi M. Saleh Lahade. No Reg. 325). ( Hasanudin,
Dinamika Tata Niaga Kopra Di Minahasa (1946-1958), Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi
Utara, Manado, 2018)
Setelah dibentuk Yayasan Kopra yang diikuti peralihan Kantor besar Yayasan
Kopra di Makassar pindahkan ke Jakarta. Muncul berbagai persoalan dalam
pelaksanaan kegiatan Yayasan Kopra diantaranya, para petani kelapa merasa
kecewa atas penjualan kopra Minahasa harus memiliki izin ekspor, sedangkan di
Jawa, Bali, Sumatra, dan sebagian Kalimantan diperdagangkan secara bebas (De
nieuwsgier, 25 Mei 1956:; Djenaan, 2005).
Selain itu, kekecewaan dan ketidakpuasan para petani dan pedagang kecil terhadap
pemasaran kopra kepada agen lokal Yayasan Kopra hanya dibayarkan dengan
bukti kwitansi pembelian (bon) yang nantinya akan dilunasi. Sering pembelian
kopra berlarutlarut pembayarannya, sehingga sejumlah petani kelapa menjual
kwitansi pembeliannya lebih murah kepada pedagang perantara untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Walaupun Yayasan Kopra menetapkan harga Rp. 130-140
21
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
per kuintal, kemudian di ekspor keluar negeri dengan harga Rp. 210-225 per
kuintal. Namun, sebagian petani lebih tertarik menjual kopra kepada pedagang
perantara yang hanya dihargai Rp. 70±80 per kuintal tetapi dibayar kontan.
Sejumlah petani menjual kopra kepada kapal-kapal asing lebih menguntungkan,
selain mendapatkan uang juga mendapatkan barang-barang import dari kapal asing
(Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 17 Mei 1956; Leirissa, 1991; Djenaan, 2005).
Namun kebijakan itu tidak berhasil karena pihak Yayasan Kopra tetap bertahan
sebagai lembaga ekonomi yang memonopoli kopra. Pemerintah Daerah Minahasa
menuntut keuntungan ekspor kopra sebagian besar diserahkan kepada daerah
produsen kopra untuk pembangunan daerah. Kemudian bulan Januari 1955 terjadi
unjuk rasa dan protes dari para petani kelapa, pedagang kopra, dan veteran.
Mereka menguasai kantor dan fasilitas lain Yayasan Kopra di Manado, dan
mereka sepakat mendirikan Yayasan Kelapa Minahasa (Harvey, 1984: 54).
22
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
ekspor kopra sekitar f. 45 juta setahun, dan seharusnya mendapat f. 30 juta untuk
membiayai pembangunan daerah Minahasa; dan apabila masalah tersebut tidak
dapat diselesaikan sebelum tanggal 14 Februari 1955, maka secara resmi
mendirikan Yayasan Kelapa Minahasa.
23
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
dengan pendapatan yang lebih menguntungkan daerah. Sekitar 20.000- 25.000 ton
kopra setiap bulan diekspor, di antaranya 8.000-9.000 ton dari Minahasa diekspor
ke Singapura (Harvey, 1984: 102). Hasil keuntungan ekspor dari Yayasan Kelapa
Minahasa digunakan untuk memberi bantuan kepada petani kelapa, dan mendanai
sejumlah proyek pembangunan di daerah, seperti pembuatan jalan, jembatan, dan
sekolah (De nieuwsgier, 6 Agustus 1956: 2).
Pada bulan Juli 1956, Pemerintah Daerah Minahasa mengambil keputusan dengan
mengizinkan Yayasan Kelapa Minahasa mengekspor kopra 20.000 ton ke
Singapura tanpa sepengetahuan dari Kementerian Perekonomian. Setelah
diketahui kebijakan tersebut dianggap ilegal, maka Kepala Jaksa melakukan
penyelidikan tentang otorisasi yang dikeluarkan pemerintah daerah. Demikian
pula, Kementerian Perekonomian memanggil pejabat Pemerintah Daerah
Minahasa untuk dimintai pertanggungjawabannya. Menurut pihak pemerintah
daerah bahwa pengambilan keputusan adalah langkah darurat untuk
menyelesaikan persoalanpersoalan kopra di Minahasa (Java-bode: nieuws, 8 Oktober
1956).
Pada bulan Nopember 1956, polemik persoalan kopra dibahas oleh Dewan Daerah
Minahasa. Karel Supit (anggota komite penyelidik Yayasan Kelapa Minahasa)
mengecam tindakan Yayasan Kelapa Minahasa yang dianggap boros membayar
13 orang direkturnya dengan gaji yang tinggi, sehingga mempunyai utang
sejumlah Rp. 20.000.000 dari para produsen kopra. Pihak Yayasan Kelapa
Minahasa menanggapi pernyataan Supit dan menyesalkan sistem kerja dewan
dalam penyelesaian persoalan kopra. Tunggakan utang hanya sejumlah Rp.
3.000.000, dan menyalahkan Pemerintah Pusat menutup Pelabuhan Bitung yang
berdampak pada dihentikannya ekspor kopra ke luar negeri (Harvey, 1984).
24
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tahun 1957, Yayasan Kelapa Minahasa kembali bangkit sebagai kekuatan
ekonomi daerah Minahasa. Ekspor kopra mengalami perkembangan pesat setelah
meningkatnya permintaan kopra di Singapura. Keuntungan kopra terbesar berasal
dari perdagangan ekspor kopra ke luar negeri yang diatur oleh Prof. Soemitro
Djojohadikusumo, Boetje Wantania, Mayor Jan Walandouw, dan Nun
Pantouw. Dana hasil keuntungan kopra kemudian didistribusikan kepada setiap
pemerintahan di daerah Minahasa untuk pembangunan berbagai proyek
kepentingan umum, di antaranya pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan,
irigasi, sekolah, dan pembentukan universitas. (Hasanudin, 2018)
Pelabuhan Bitung-Minahasa,
merupakan jalur Penyelundupan
dan Perdagangan Barter. Jaringan
geografi sangat mendukung
terbentuknya perdagangan
antarpelabuhan, pulau, dan lintas
benua. Pelabuhan Bitung terletak di
tepian Pasifik (Pacific Rim)
mempunyai akses yang lebih luas
dan jarak yang lebih pendek dengan
kawasan Asia Pasifik. Dari sisi
geostrategis, Pelabuhan Bitung dapat melayani arus perdagangan regional dan
internasional di kawasan Asia Pasifik. Dalam kaitan jalur perdagangan
internasional, jarak dari Singapura atau Hongkong dengan Bitung hampir sama
jaraknya. Para pemilik kapal, makelar, dan pengusaha yang berbasis di Singapura
dan Hongkong meningkat dalam percateran kapal untuk memuat kopra di
Sulawesi (Dick, 2011)
26
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
menerima sejumlah barang import berupa beras, tekstil, mesin, dan kendaraan
(Harvey, 1984).
Salah satu dampak dari penyelundupan dan barter kopra adalah harga beras lebih
murah, dan banyaknya mobil sedan dan jeep melintasi jalan-jalan di Manado.
Menurut catatan resmi di Manado, jumlah kopra yang diangkut oleh kapalkapal
asing dari Pelabuhan Bitung yaitu pada 7 Pebruari 1956, kapal Easterntrade
sejumlah 2.300 ton; 23 Maret, kapal Dorus sejumlah 1.929,9 ton; 29 Maret, kapal
Mina sejumlah 2.075 ton; 2 April, kapal Monica sejumlah 850 ton; 25 April, kapal
Lotte Skow sejumlah 5.000 ton; dan pada 3 Mei terdapat dua kapal mengangkut
kopra yakni kapal Lotte Skow sebanyak 5.000 ton dan kapal Monica sebanyak
850 ton. Pengangkutan kopra oleh kapal-kapal asing belum termasuk yang tercatat
melalui Pelabuhan Manado, Amurang, Belang, dan pelabuhan lainnya di
Minahasa (Simpo, 31 Mei 1956)
Meningkatnya penyelundupan
dan barter kopra oleh kapal-
kapal asing di Pelabuhan Bitung
menyebabkan Andi
Boerhanoeddin (Acting
Gubernur Sulawesi) menyurati
Menteri Dalam Negeri bagian
Biro Politik di Jakarta pada 22
Mei 1956. Dalam isi suratnya
dilaporkan tentang sejumlah
kapal asing melakukan
penyelundupan kopra di Pelabuhan Bitung yaitu Muang Bama, Sout Breeze,
Dorus, Lotte Skow, Sun On, Eastern Trader, Ambouili, Monica, dan de Rozelle
Breeze. Andi Boerhanoeddin mengharapkan agar Pemerintah Pusat segera
mengambil tindakan tegas kepada kapal asing tersebut dengan proses hukum
melalui Jaksa Agung dan Mahkamah Agung (Arsip Propinsi Sulawesi (Rhs), No. Reg.
641). Semakin tingginya kegiatan penyelundupan dan barter kopra melalui
Pelabuhan Bitung menyebabkan Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan tegas
untuk menutup Pelabuhan Bitung bagi pelayaran samudra, pada 1 Juni 1956
(Harvey, 1984).
27
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
penyelundupan kopra dan pengangkatan Residen Koordinator Wilayah Utara
Propinsi Sulawesi.
28
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada 7 Agustus 1956, kapal Susanne Skow berbendera Denmark dicarter oleh N.V
Kema milik Wantania merapat di Pelabuhan Bitung. Kapal ini memuat barang,
seperti beras, tekstil, bahan-bahan pabrik, dan jenis kendaraan berupa jeep, pickup,
dan ambulance. Menurut laporan Kepala Bea Cukai, Pontoh bahwa muatan
barang dikirim oleh Wantania Morgan Corporation kepada Yayasan Kopra
Minahasa. Kapal Susanne Skow sering merapat di Pelabuhan Bitung dan
mengakut kopra milik Yayasan Kopra Minahasa.
29
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pusat atas pembentukan Propinsi Sulawesi Utara, sedangkan dari PSII dan PKI
tidak memberi tanggapan (Harvey, 1984: 97).
Pada tanggal 6 Januari 1958, Presiden Soekarno meninggalkan tanah air guna
memulai perjalanan kunjungan kenegaraan ke berbagai negara seperti Jepang,
India, dan negara Asia lainnya. Bersamaan dengan itu, KSAD Mayjen A.H.
Nasution memberikan ceramah di Magelang mengharapkan sebuah dual
role untuk militer: baik untuk kekuatan militer (pertahanan negara) dan organisasi
untuk pengembangan sosial kemasyarakatan (pertahanan kemasyarakatan).
Permulaan dari doktrin "Dwifungsi TNI" (Dwifungsi ABRI).
30
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Sementara konferensi keamanan berlangsung, pada tanggal 8 Januari 1958,
Perdana Menteri Ir. Djuanda memerintahkan ADRI, ALRI, AURI dan Jawatan
Pabean untuk menghentikan semua perdagangan barter. Daerah-daerah yang tidak
memenuhi larangan perdangangan barter tersebut diancam akan diblokir.
Selanjutnya pada tanggal 11 Januari 1958, Pemerintah pusat mengeluarkan suatu
pengumuman yang menyatakan tidak sah "semua peraturan dan keputusan baik
yang diambil pejabat militer ataupun sipil di daerah dalam bidang perdagangan
luar negeri yang menyimpang dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah."
Daerah-daerah yang membangkang diperingatkan, jika mereka tidak menaati
ketentuan ini, pemerintah akan mempertimbangkan penghentian subsidi kepada
mereka.
*****
31
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
D. MASUKNYA MILITER DALAM BISNIS KOPRA
Bagi sebuah negara, militer tentu mempunyai fungsi sebagai garda terdepan dalam
perlingungan terhadap kedaulatan negara. Ketika negara mendapat ancaman dari negara
lain, militer bertanggung jawab untuk melindungi wilayah kedaulatan negara. Saat
Indonesia mulai berdaulat secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan sebuah
proses mudah untuk membentuk militernya sendiri. Prosesi pembentukan Tentara
Nasional Indonesia begitu panjang, melalui penggabungan beberapa gerakan, laskar, dan
organisasi militer, baik buatan Belanda ataupun Jepang. Tentunya tiap unsur itu
mempunyai latar belakang dan pandangan yang berbeda-beda. Dilansir dari
dokumentasi Harian Kompas, bahwa diawal tahun 1950-an, campur tangan politik
memang menjadikan persepsi militer terpecah menjadi dua. Ada yang menginginkan
rasionalisasi tentara sesuai fungsi. Di sisi lain, ada juga yang menginginkan tentara tetap
memainkan fungsi ganda, dalam hal ini berpolitik, karena mendapatkan persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Hal ini juga berdampak dengan
munculnya tuntutan untuk membubarkan DPRS. (Kompas.Com, 2015)
Pergolakan di daerah-daerah dipicu selain karena kemelut di tubuh TNI, keadaan politik
dan pemerintahan pasca pemilihan umum yang tidak stabil, juga berpokok pangkal
pada masalah otonomi serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang
semakin hari semakin meruncing. Sikap tidak puas daerah tersebut mendapat dukungan
dari sejumlah perwira militer yang bertugas di daerah-daerah, yang merasakan langsung
penderitaan rakyat di daerah tempat mereka betugas.
Kegagalan pembangunan ekonomi sejak akhir tahun 1956, bukan hanya dirasakan
berbagai lapisan dan golongan masyarakat, tetapi juga mengalami kesulitan adalah para
prajurit militer. Kalangan komandan militer kecewa, karena alokasi keuangan bagi
operasioperasi militer dan kesejahteraan prajurit tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
Mereka mencari sumber dana dengan cara mengekspor sendiri hasil produksi pertanian
tanpa melalui prosedur atas persetujuan dari Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat
menamakan kegiatan para panglima tersebut sebagai penyelundupan dan barter (Leirissa,
1991: 12-13).
Kegiatan penyelundupan dan perdagangan barter kopra memberi peluang besar kepada
para panglima teritorial untuk mencari dukungan logistik pada sektor pertahanan dan
keamanan. Kolonel J.F Warouw sebagai Panglima Wilayah Militer Indonesia Timur
mencari dana tambahan untuk membiayai operasi militer dan kesejahteraan prajuritnya.
J.F. Warouw melindungi ekspor kopra melalui berbagai penyelundupan dan barter kopra
(Sutiono, 2000: 777).
Pada akhir bulan Agustus 1954, kapal Cheiplan dan Maung Bama menyelundupkan
kopra dari Pelabuhan Bitung ke Kalimantan Utara setelah mendapat izin dari J.F.
33
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Warouw. Namun dalam pelayarannya, kedua kapal tersebut ditangkap oleh kapal
Angkatan Laut RI yang berpangkalan di Makassar (Harvey, 1984: 22; Asba, 2007: 230).
Pada bulan Agustus 1954, kapal berbendera Republik Rakyat Cina dengan muatan
senjata dari Morotai menuju Pelabuhan Amurang untuk melakukan barter dengan kopra
milik Lourens Saerang (Letnan Satu TNI). Ketika kapal tersebut meninggalkan
pelabuhan berhasil dicegat oleh polisi dan petugas pengawas pelabuhan atas tuduhan
penyelundupan (De locomotief Samarangsch handels- en advertentie-blad, 28 Agustus
1954: 1). Keterlibatan pihak militer dalam penyelundupan kopra terutama kasus
Warouw menjadi berita utama di beberapa media. J.F. Warouw bersama perwira militer
lainnya diperiksa Jaksa Agung, Abdul Mutalib Moro dan pihak Angkatan Darat.
34
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Setelah Pemerintah Pusat melarang kegiatan penyelundupan dan perdagangan barter
yang dikendalikan oleh TT VII/Wirabuana, kemudian Panglima J.F. Warouw
menyusun sebuah organisasi untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dengan
melegalkan kegiatan barter. Pada 12 Februari 1955, Kolonel J.F. Warouw mengangkat
Mayor M. Saleh Lahade sebagai perwira yang menangani Opsir Pekerjaan Istimewa X
TT VII (OPI X TT VII). Tugas utama Saleh Lahade adalah mengkoordinasi ekspor
kopra di Pelabuhan Bitung dan Morotai untuk ekspor besi tua. Kemudian Saleh Lahade
menghapus kegiatan perjudian kasino di kota-kota besar sebagai pendapatan dana
tambahan (Leirissa, 1991). Pendapatan yang diperoleh OPI X TT VII digunakan untuk
membiayai operasi-operasi militer dan kegiatan sosial ekonomi.
Pada bulan Mei 1956, Kolonel J.F. Warouw memerintahkan Mayor J.M.J (Nun)
Pantouw membuka agen perdagangan bernama Eastern Produce Agency di Singapura.
Pendirian agen dimaksudkan untuk memudahkan penjualan kopra di Singapura (Harvey,
1984: 55). Selain itu, Nun Pantouw mempunyai jaringan perdagangan dengan Andi Selle
(Komandan Batalyon 710) juga menerapkan sistem monopoli perdagangan kopra di
Pare-Pare hingga Majene, (Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sekarang).
Kedua perwira militer juga melakukan ekspor kopra ke Singapura, Tawao, dan Taiwan
sampai pasca Permesta.
Aktivitas penyelundupan dan barter kopra menarik Jaksa Agung, Suprapto melakukan
penyelidikan di Pelabuhan Bitung. Jaksa Agung menyelidiki keterlibatan komandan
militer dan para perwira militer di daerah, terutama peran Kolonel J.F. Warouw dan
Letkol. H.V Worang (Komandan Infanteri Resimen 24). Setelah melakukan
penyelidikan di Bitung dan Manado, Suprapto mengadakan pertemuan dengan Kepala
Staf Angkatan Darat, Mayor Jenderal Nasution untuk melaporkan hasil penyelidikan,
dan membahas keterlibatan militer dalam penyelundupan kopra (De nieuwsgier, 21 Juli
1956: 2).
35
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tahun 1956, sejumlah perwira militer yang dituduh terlibat dalam penyelundupan
dan perdagangan barter mendapat sanksi dimutasi dan dinonaktifkan sementara atau
dipecat dari kesatuan militer. Beberapa perwira militer yang dinon-aktifkan adalah
Mayor J.M.J (Nun) Pantouw (Asisten I TTVII/Wirabuana), Letnan Boetje Wantania
(MBAD dan diperbantukan pada TT/III/Siliwangi, Jawa Barat), Lapian, Saraun, dan
Rumengan. Menurut laporan dari Infanteri Resimen 24 bahwa sehubungan Mayor
Nun Pantouw menjabat sebagai Direktur Dewan Yayasan Kelapa Minahasa, maka
untuk sementara dialihkan kepada perwira militer lainnya (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23 Juni1956; Harvey, 1984). H.V Worang
mengeluarkan pernyataan pembelaan atas tuduhan keterlibatan para perwira militer. Isi
pembelaannya dimuat dalam surat kabar “Pedoman Rakyat” tanggal 22 Mei 1956.
Menurut Worang bahwa kegiatan kapalkapal asing dalam pengangkutan kopra adalah
legal. Namun telegram dari Menteri Perhubungan tanggal 17 Mei 1956, No. 139
menyatakan bahwa percateran kapalkapal asing, seperti kapal Mina oleh N.V Indora
dinyatakan ilegal (Arsip Propinsi Sulawesi (Rhs), No. Reg. 641). Perusahaan NV. Indora milik
Laurens Saerang ditunjuk sebagai salah satu perusahaan ekspor kopra oleh Yayasan
Kelapa Minahasa. Hasil keuntungan ekspor sebagian disetor kepada Yayasan Kelapa
Minahasa untuk bantuan kepada petani kelapa dan pembangunan daerah Minahasa (De
nieuwsgier, 6 Agustus 1956).
36
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tanggal 8 September 1956, terjadi penahanan kapal "Susane Skow" di pelabuhan
samudera Bitung oleh Komandan Batalyon 714 Kapten Dolf Runturambi. Hal ini
dilakukan karena surat-surat dari kapal tersebut tidak lengkap sehingga ia
memerintahkan untuk menurunkan mobil-mobil dan mengangkutnya. Hal ini didasarkan
pada radiogram Panglima TT VII pertengahan Juni tahun itu. Penahanan ini segera
dilaporkan kepada Panglima TT VII Let.Kol. H.N.V. Sumual dan Komandan RI-24
Let.Kol. H.V. Worang.
=====
37
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
BAB III
PEREKONOMIAN MINAHASA
DI MASA PROKLAMASI PERMESTA
( 1957 )
Pada tanggal 29 September 1955 dilaksanakan pemilihan umum tahap pertama untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dilanjutkan pada pemilihan
umum tahap berikutnya yaitu pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
Konstituante. Keberhasian PKI di pemilu 1955 dan semakin dekatnya golongan komunis
dengan kekuasaan membuat beberapa tokoh dan perwira khawatir Ini yang nanti menjadi
tali penghubung antara kelompok regionalis dengan Amerika Serikat yang sedang
berupaya membendung komunisme. Bahkan Barbara Harvey dalam Permesta :
pemberontakan Setengah Hati (1984), berani berkesimpulan bahwa PRRI bersama
“teman senasibnya”, dua kelompok serupa tapi tak sama ini dibentuk demi membendung
komunisme di Indonesia.
John Foster Dulles, Menteri luar negeri Amerika saat itu sudah sangat cemas melihat
PKI bertambah kuat di Indonesia. Instruksinya kepada Duta besar Allison pada permulaan
tahun 1957 lebih jelas lagi : “ Jangan biarkan Sukarno sampai terikat dengan komunis.
Jangan biarkan dia menggunakan kekerasan melawan Belanda. Jangan dorong
ekstremis-nya. Dan diatas segala galanya, lakukan apa saja yang dapat anda lakukan
agar Sumatera ( pulau penghasil minyak ) tidak sampai jatuh ke tangan komunis “
38
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Dick Howards dalam Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an.
Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa (2011), dinamika ekonomi Indonesia tahun
1950-an menjelaskan bahwa konflik regional merupakan akibat dari persaingan daerah
dengan pusat dalam menguasai sumber-sumber ekonomi yang melimpah di luar Jawa,
seperti kopra, karet, dan minyak. Hasilnya digunakan untuk membiayai anggaran militer dan
sedikit digunakan untuk kebutuhan masyarakat daerah yang tidak dipenuhi negara.
Pemimpin kelompok regionalis di Sulawesi Utara menjalin hubungan niaga illegal dengan
Singapura dalam perdagangan kopra sebagai bentuk protes terhadap pemerintah.
Kekecewaan orang Minahasa karena pemerintah melakukan monopoli perdagangan kopra.
Hubungan niaga illegal ini mereka sebut dengan pembangunan untuk Indonesia timur.
Begitu juga dengan karet yang dijual secara illegal oleh kelompok regionalis di Sumatera.
(Aris Munandar, 2019).
Komoditi sekunder yang diunggulkan di Sulawesi Utara yaitu dari sektor industri
pengolahan yang terdiri atas industri kelapa terpadu, industri minyak goreng kelapa, minyak
atsiri, pengolahan kopi, industri makanan dari kacang-kacangan, pengalengan ikan, tepung
ikan dan industri ikan beku. Kini juga tengah dikembangkan teknik-teknik baru dalam
budidaya perikanan laut, meliputi ikan untuk umpan, ikan kerapu, baronang, rumput laut dan
kerang mutiara. Untuk budidaya perikanan darat fokus diarahkan untuk ikan mas dan nila.
Dari sektor industri telah banyak perusahaan yang sudah beroperasi dan menanamkan
modalnya di provinsi ini. Perusahaan-perusahaan ini bergerak dalam bidang industri
39
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
pengolahan makanan, minuman, kayu, hasil tambang, batubara, minyak bumi, gas bumi,
hasil perkebunan, karet, bahan dasar logam, barang galian furnitur dan industri jasa.
Potensi sumber daya perikanan di Sulawesi Utara sangat potensial. Tetapi, hingga sekarang
potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, terutama di wilayah perairan laut utara
Sulawesi Utara, perairan Teluk Tomini, serta perairan darat di Bolaang Mongodow dan
Minahasa. Pada tahun 1920-an, Tanah Minahasa, sudah menjadi daerah kelapa. Di era ini,
hampir setiap rumah tangga memiliki kurang lebih 50 pohon kelapa. Tonsea merupakan
daerah yang paling subur untuk ditanami kelapa. Kelapa juga banyak ditanam di Manado,
Amurang, Tondano, Ratahan dan Kawangkoan. Fenomena itu terjadi kurang lebih setengah
abad ketika kelapa dibudiyakan secara massal pada tahun 1870-an. (Budi Santoso, dkk, 2005)
*****
Setelah pemilihan umum dapat dilaksanakan, keadaan kehidupan masyarakat tidak juga
mengalami perobahan. Pemilu 1955 ini yang begitu lama ditunggu-tunggu sebagai
jembatan emas menuju perubahan dan kesejahteraan, ternyata tidak membawa apa-apa.
Kecuali persaingan konflik politik dengan peta yang baru. PKI tampil dengan kekuatan
besar. Hal ini diperparah dengan gagalnya Konstituante hasil pemilihan umum
melaksanakan tugasnya untuk merumuskan UUD baru sebagai penganti UUDS 1950.
Badan pembuat hukum dasar ini dalam sidang-sidangnya selalu diwarnai adanya
benturan antar partai politik dan golongan sebagai akibat semangat mementingkan
golongan sendiri, sehingga kepentingan nasional terabaikan. Hal ini menyebabkan
negara dilanda kekalutan konstitusional, sehingga bisa membahayakan persatuan bangsa
dan stabilitas nasional. Hal ini mulai dirasakan oleh pemerintah pusat gejolak-gejolak
yang terjadi di daerah-daerah terutama di Sumatera dan di Indonesia bagian Timur yang
puncaknya terjadi pergolakan PRRI di Sumatera dan Pemesta di Indonesia bagian timur
khususnya di Minahasa-Sulawesi Utara.
40
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
TT VII/Wirabuana mendukung perdagangan kopra dengan pihak asing dan
mengelakkan kebijakan ekspor pemerintah pusat, sehingga uang dari dagang tersebut
dikantungi oleh daerah. Kolonel Joop Warouw kemudian dimutasikan sebagai Atase
Militer Indonesia yang berkedudukan di peking China.
Pergantian panglima daerah militer ini merupakan perjuangan yang sangat tidak mudah
bagi Nasution. Meski ini telah menjual programnya sejak awal menjabat kembali
sebagai KSAD pada November 1955, terlebih kepada Panglima Siliwangi Kolonel A.E.
Kawilarang, dan Panglima Sumatera Utara Kolonel M. Simbolon. Karena sedari awal,
menurut Nasution, ia merasakan sikap ketidaksukaan mereka terhadapnya. Sebetulnya
bukan hanya mereka, masih ada WKSAD Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Sukanda
Bratamanggala, Abimanyu, dan banyak lagi yang tidak puas akan kebijakan dari
KSAD A.H. Nasution.
41
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Ketika menentang tindakan KSAD Nasution dan PM Ali yang akan membebaskan
Menteri Ruslan dari tahanan, Kolonel Joop Warouw mengancam tidak akan melepas
jabataan Panglima, yang kedati secara resmi dijadwalkan akan diserahkan ke Letkol.
Ventje Sumual antara tanggal 23-25 Januari 1956. Tapi ternyata kemudian Kol. Joop
Warouw menyerahkan juga Komando Indonesia Timur pada Letkol Ventje Sumual,
malahan lebih cepat dari jadwal semua. Serah terima jabatan di Makassar dipimpin
KSAD Mayjen Nasution berlangsung dibawah guyuran hujan deras. (Ventje Sumual 2011)
Pengganti Kolonel Joop Warouw, yaitu Letnan Kolonel H. N. Ventje Sumual, juga
bersimpati dengan tuntutan otonomi daerah. Pada bulan November, ia ikut serta di acara
reuni Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (SSKAD) di Bandung, di mana saat
itu Mayjen. A. H. Nasution memberi perintah penahanan beberapa kolonel anggota
Dewan Banteng.
Keinginan melaksanakan ide otonomi daerah ini, dinilai sangat mendesak. Kemakmuran
dan keadilan pembangunan manusia di Indonesia timur menjadi prioritas. “Sentralistik,
atau menjadikan Jakarta sebagai pusat dalam mengatur daerah, dinilai tidak cukup baik
42
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
dan sulit menjangkau semua lapisan masyarakat,” kata sejarawan Universitas
Hasanuddin, Edwar Poelinggomang (Historia).
Melihat situasi daerah-daerah yang mulai bergejolak, maka dengan alasan ini, Presiden
Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957, mengajukan gagasan yang dikenal dengan
Konsepsi Presiden yang pokoknya mengantikan sistem demokrasi parlementer ala
barat dengan sistem demokrasi terpimpin dengan membentuk Kabinet Gotong Royong
dan Dewan Nasional.
Dengan dikeluarkannya konsepsi presiden ini, gaya berpolitik dan kebijakan Soekarno
semakin condong ke arah kiri, blok timur, Peking di Cina dan Moskow di Russia. DN
Aidit, Lukman dan Njoto, para pimpinan PKI semakin mendapat tempat di
pemerintahan, dan menjadi orang orang kepercayaan Soekarno. Hal inilah yang
mempersulit upaya negosiasi untuk rekonsiliasi antara pemerintah dengan para perwira
dan tokoh-tokoh di daerah yang bergolak yang anti PKI. Para pejuang di daerah tak
dapat berbuat banyak, karena Presiden Soekarno dikelilingi oleh orang-orang yang pro
PKI. Muh. Hatta yang diharapkan untuk tampil membela kepentingan daerah, tidak lagi
memegang kekuasaan pemerintahan karena mengundurkan diri. Kabinet yang
dibentukpun, tak dapat berbuat apa-apa tanpa restu dari Presiden Soekarno.
Kekisruhan dibidang politik dan pemerintahan ini sangat berdampak pada keadaan
ekonomi dan pembangunan daerah-daerah di Indonesia yang semakin memprihatinkan.
***
43
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
B. BERDIRINYA BADAN PERJUANGAN PERMESTA
44
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada keesokan harinya tanggal 21 Februari 1957, Presiden Soekarno mengemukakan
konsepsinya yang dikenal sebagai "Konsepsi Presiden Soekarno" atau "Konsepsi
Presiden" yang isinya adalah menolak sistem demokrasi parlementer secara Barat yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan menggantinya dengan sistem
demokrasi terpimpin, dan menyatakan perlunya suatu kabinet gotong royong yaitu
Kabinet Kaki Empat dengan Nasakom -nya (Nasional, Agama, Komunis).
Konsepsi yang disampaikan oleh Soekarno ini terdapat pro dan kontra dari kalangan
militer dan tokoh masyarakat terutama di daerah Indonesia Bagian Timur. Begitupun dari
mantan Wakil Presiden Drs. Moh.Hatta yang menyatakan ketidaksetujuan atas konsepsi
Soekarno tersebut. Konsepsi ini juga tidak sesuai dengan aspirasi berbagai daerah yang
notabene menolak paham komunisme. Apalagi memadukan antara Nasionalisme, Agama
dan Komunisme yang pada hakikatnya tidak mungkin dapat disatukan.
Melihat situasi negara tersebut maka pada sore hari tanggan 1 Maret 1957, semua pejabat
di Makassar yang bertolak ke Ibukota - Jakarta, yaitu rombongan Gubernur, delegasi
Konsentrasi Tenaga dan Rombongan Panglima Letkol Sumual, tiba kembali dengan
menumpang satu pesawat. Setibanya di Makassar, diputuskan untuk mengadakan rapat .
Rapat berlangsung hingga pukul 01:00 dinihari tanggal 2 Maret. Dini hari tanggal 2
Maret 1957, sejumlah pejabat, tokoh politik dan tokoh masyarakat di kota Makassar
dijemput kendaraan yang dikawal militer. Ada sekitar 49 tokoh dan 2 wartawan datang
untuk berkumpul di gubernuran. Mereka hendak mengadakan rapat untuk persiapan
sebuah proklamasi dari suatu hasrat luhur yang sudah sangat lama menggejolak. Malam
telah merambat dini hari. Pukul 3 dinihari rapat dibuka oleh Panglima TT-VII/Wirabuana
Letkol H.N. Ventje Sumual yang kemudian membaca naskah Proklamasi SOB yang
45
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
telan oleh Panitia Perwira TT-VII yang lalu. (Permesta Information Online.
http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta)
Proklamasi ini tepatnya dilaksanakan pada hari Jumat, 2 Maret 1957, tepat pukul 03.00
dini hari di Makassar, Letkol Ventje Sumual membacakan naskah proklamasi dalam
situasi yang disebutnya Staat van Oorlog en Beleg (SOB), artinya “negara dalam
keadaan darurat perang”.
Isi dari Proklamasi Permesta sebagai berikut :
PROKLAMASI
46
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Selanjutnya .Kolonel Saleh Lahade selaku Komando Pengamanan Sulawesi Selatan &
Tenggara (KoDPSST), membacakan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Salah satu isinya mengenai konsep otonomi daerah. Permesta menginginkan
pembangunan dilakukan secara adil pada setiap provinsi. Hasil sumber daya daerah
digunakan untuk pembangunan daerah sebanyak 70 persen dan 30 persen untuk
pemerintah pusat. Namun, sebelum Saleh Lahade membacakan piagam Permesta, Ventje
Sumual membacakan proklamasi pemberlakuan kedaan darurat perang di suluruh
Indonesia. Pernyataan itu, dititikberatkan untuk memberantas upaya dan tindakan apapun
yang hendak memisahkan diri dari Republik Indonesia. Jakarta menuding, Permesta
adalah upaya memisahkan diri dari Indonesia
Pukul 07:00 keluar pengumuman pertama Letkol Ventje Sumual sebagai Kepala
Pemerintahan Militer mengenai organisasi kepemimpinan dibantu dua staf. Staf pertama:
sebuah staf militer [yang terdiri atas staf TT-VII/Wirabuana yang ada], Staf kedua:
sebuah staf Pemerintahan yang dipimpin oleh Letkol M. Saleh Lahede sebagai Kastaf,
Mayor Eddy Gagola sebagai Wakil Kastaf, & Sekretariat yang dipimpin Kapten
W.G.J.Kaligis.
Proklamasi Keadaan SOB ini berdasarkan pasal 129 UUD Sementara yang memberikan
keleluasaan kepada panglima militer di daerah memberlakukan SOB (keadaan darurat
perang/militer) dan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1948 (Peraturan yang
memberlakukan SOB sehubungan dengan Pemberontakan PKI Madiun tahun itu). Pada
tanggal 4 Maret 1957 Rapat yang dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual dengan seluruh
stafnya [yang hadir ±120 perwira & bintara]. Ia menekankan bahwa tindakan 2 Maret
sama sekali bukan tindakan kudeta. Melihat situasi di Sulawesi saat itu, KSAD Mayjen
A.H. Nasution menginstruksikan kepada Letkol R. Sudirman - Panglima KoDPSST
(Komando Daerah Pengamanan Sulawesi Selatan/Tenggara), yang memimpin 9 batalyon
dari Divisi Brawijaya di Sulawesi yang diperbantukan untuk menumpas pemberontakan
DI/TII), untuk tidak perlu mengambil tindakan apapun terhadap Letkol Ventje Sumual
dan Gerakan Permesta-nya.
Pada tanggal 5 Maret 1957, Pemerintah Pusat mengirimkan utusan menemui Letkol
Ventje Sumual di Makassar guna membicarakan masalah Permesta. Bersamaan dengan
48
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
itu datang dukungan dari kelompok pemuda terutama melalui Dewan Pemuda Se-
Sulawesi terhadap perjuangan Permesta.
Pada tanggal 7 Maret 1957 Doktrin Eisenhower [dari Presiden AS waktu itu- Dwight
Eisenhower] dijadikan UU oleh Senat Kongres AS sebagai sikap politik anti-komunis.
Doktrin ini membawa AS untuk terlibat lebih jauh lagi dalam perpolitikan Indonesia
untuk menjatuhkan komunis dengan memberi bantuan senjata kepada pihak2 yang
meminta mereka untuk melawan komunisme internasional. [Permesta pada masa
Pergolakan akhirnya menerima bantuan senjata tersebut, namun semuanya dibeli dengan
cara barter].
******
49
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
D. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN MASA PERJUANGAN PERMESTA
Bersamaan dengan itu, suatu delegasi yang ditugasi Kepala Pemerintahan Militer
Permesta Letkol Ventje Sumual dan disetujui DPP Permesta, pergi ke Jakarta pada
tanggal 14 Maret 1957, untuk menjelaskan latar belakang proklamasi 2 Maret kepada
Presiden dan pemerintah pusat. Delegasi ini dipimpin oleh Henk Rondonuwu dan Ny.
50
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Mathilda (Milda) Tololiu-Hermanses (Ketua Dewan Kota Makassar), Haji
Makareng Daeng Manjarungi, Sun Bone (Masyumi), Achmad Siala (PNI), J.
Latumahina dan Andi Burhanuddin (PKR dan pejabat kantor Gubernur).
Di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1957 seluruh anggota Tim MBAD Korps Perwira
SSKAD (sebuah korps reuni siswa SSKAD) mengadakan rapat yang menilai bahwa
masalah pergolakan daerah mempunyai aspek sangat penting yang justru diabaikan dan
dianggap sepele oleh KSAD Mayjen A.H. Nasution dalam keputusan dan tindakannya.
Hasil rapat ini kemudian menimbulkan kemarahan KSAD Mayjen A.H. Nasution.
Petisi 45 orang perwira tersebut dipaksa untuk mencabut pernyataan tersebut. Hanya 10
orang yang bertahan atas petisi tersebut. (Permesta Information Online.
http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta)
Bulan April sesuai dengan Piagam Permesta, Dewan Pertimbangan Pusat (DPP)
Permesta menyusun delegasi untuk bertemu dengan para pejabat di Jakarta. Henk
Rondonuwu bertindak sebagi ketua delegasi dengan Andi Burhanuddin, Achmad
Siala, dan Ny. Towoliu-Hermanses sebagai anggotanya. Delegasi ini ternyata bisa
bertemu dengan Presiden Soekarno dan Muh. Hatta, tetapi tidak sempat bertemu
dengan Kabinet yang saat itu telah demisioner menyusul berita Peristiwa Proklamasi
Permesta - 2 Maret di Makassar tersebut. Kepada Presiden, delegasi DPP mengusulkan
agar 70% anggota Dewan Nasional yang akan dibentuknya itu terdiri atas wakil daerah.
Selain itu sangat diharapkan agar Dwitunggal kembali rujuk untuk memimpin bangsa
Indonesia selanjutnya. Delegasi juga menyampaikan undangan kepada Presiden dan
Bung Hatta untuk menghadiri Kongres Bhinneka Tunggal Ika yang akan
diselenggarakan pada bulan Mei 1957 mendatang. Dalam kesempatan ini, tentu saja
delegasi mengalami hambatan dari pihak yang kurang senang dengan perkembangan di
Indonesia Timur. Malah beberapa tokoh asal daerah Sulawesi menerima surat kaleng
yang mengancam jiwa mereka.
51
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tanggal 1 April 1957, Gubernur Sulawesi Andi Pangerang diangkat oleh Kepala
Pemerintahan Militer Permesta, Letkol Ventje Sumual sebagai Gubernur Militer
Sulawesi Selatan-Tenggara dengan pangkat Letkol tituler TNI.
Pada bulan Mei 1957, Permesta melakukan pembersihan terhadap semua anggota
pimpinan PKI / orang komunis di Minahasa dan anak organisasinya, termasuk
beberapa pemuka PNI yang disebut golongan ASU, atas perintah Gubernur Militer
Sulutteng, berdasarkan bukti-bukti yang ada tentang usaha mereka menentang
Permesta. Kemudian mereka ini dikarantinakan di Gorontalo. Anggota PKI dan
PNI-ASU yang masih bebas berkeliaran terus diikuti dan bila terbukti bahwa
mereka juga membahayakan, mereka akan segera ditahan. Kemudian organisasi
PKI oleh Permesta dilarang dan dianggap sudah tidak ada lagi. ). (Permesta
Information Online. http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta)
Ditinjau dari segi strategi militer, Indonesia Bagian Timur menduduki posisi
penting untuk perjuangan Irian Barat. Selain itu, diperlukan juga kewaspadaan agar
konflik antara Blok Timur [komunis] dan Blok Barat tidak menjalar ke wilayah ini
sehubungan dengan letaknya yang berbatasan dengan Negara-negara yang terikat
dengan Blok Barat [Filipina dan Australia]. Untuk itu, sangat diperlukan satu
komando untuk seluruh Wilayah Indonesia Timur. Sebab itu TT VII/Wirabuana
54
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
harus dipertahankan [Wilayahnya mencakup 4 propinsi: Sulawesi, Maluku,
Kep.Sunda Kecil, Irian Barat]. Dari segi ekonomi, dokrin pertahanan tersebut
mengandalkan pembangunan ekonomi yang bermaksud agar daerah ini mandiri
[self-supporting], dalam hal ini bahan-bahan vital yang akan juga membuka
lapangan kerja baru.
Pada tanggal 14 Mei 1957, Direktur CIA, Allan Dulles dalam rapat National
Security Council (NSC) Amerika Serikat melaporkan bahwa proses dis-integrasi di
Indonesia telah terjadi, dimana hanya Pulau Jawa saja yang masih dikendalikan oleh
pemerintah pusatnya. State Departement AS mengirim Gordon Mein, Wakil
Direktur kantor Urusan Pasifik Barat Daya, ke Jakarta untuk meneliti kebenaran
berita disintegrasi tersebut. Dua hari di Jakarta, Gordon Mein mengirim laporan,
membantah teori disintegrasi tersebut. (Permesta Information Online.
http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta)
Pada tanggal 20 Mei 1957, Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual secara resmi
mengadakan perjanjian pinjaman darurat sebesar Rp.100.000.000 dengan Bank
Indonesia Cabang Makassar, sebagai dana pembangunan Indonesia Timur. Pada
hari ini juga dikeluarkan perintah kepada semua Daerah Tingkat II di wilayah
Wirabuana (enam provinsi) untuk membentuk Panitia Pembangunan Daerah yang
diketuai oleh kepala daerah dengan 10 anggota (tokoh. Ormas, partai dan militer).
55
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Panitia ini bertugas melaksanakan perbaikan pembangunan di daerah berdasarkan
semangat gotong-royong, seperti perbaikan jalan dan sebagainya yang langsung
dapat dipahami dan dirasakan faedahnya oleh rakyat banyak.
Untuk itu, setiap kabupaten di Indonesia Timur menerima jatah Rp. 2.000.000
untuk proyek pembangunan yang direncanakan daerah bersangkutan. Misalnya di
Sulawesi Selatan, PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) Makale, Tana Toraja,
dibangun dengan dana Permesta. Demikian pula pasar seperti di Matoangin
(Makassar), Markas Resimen 23 di Pare-pare, pusat latihan infanteri di Bilibili,
depot batalion di Malino, dan Markas Resimen Hasanuddin di Jalan Lanto Daeng
Pasewang. Kemudian, setiap provinsi diwajibkan menyusun rencana pembangunan
lima tahun sesuai dengan ketetapan dalam Piagam Permesta dan keputusan Kongres
Bhinneka Tunggal Ika. Dana pembangunan diperoleh melalui ekspor kopra wilayah
Sulawesi Utara, Malaku Utara dan beberapa tempat lain. Seperti ditentukan dalam
Piagam, daerah yang tidak memiliki komoditi ekspor, ditunjang daerah lainnya,
sehingga pembangunan bisa dilaksanakan secara merata. Setelah peminjaman itu,
beberapa sarana dan prasarana yang selama ini tidak tersentuh oleh pemerintah
pusat, mulai dilaksanakan pembangunannya oleh pemerintah Permesta sesuai
dengan keputusan Konggres Bhineka Tunggal Ika.
56
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
seperti Liningaan, Kinaweruan dan Tumani berhasil membangun sebuah bendungan
di Sungai Ranoyapo untuk mengairi sekitar 100 hektar lahan pertanian. Rakyat
Tonsea dengan pimpinan Bupati juga berhasil merehabilitasi jalan di wilayah itu
sepanjang 120 km. Di Tombasian, rakyat bermapalus membangun pelbagai proyek
seperti rumah sakit umum, gedung SMP, gedung SD, saluran air, serta jalan-jalan
baru yang menghubungkan desa itu dengan desa sekitarnya. Di desa
Pinangsungkulan, sebuah bank desa berhasil dibangun. Dan masih banyak lagi
proyek yang tidak seluruhnya dapat dilaporkan dalam pers setempat.
Tidak saja Kabupaten Minahasa mendapat alokasi dana untuk pembangunan. Juga
Kabupaten Bolaang Mongondow memperlihatkan kegairahan yang luar biasa pada
1957. Demikian pula Kabupaten Sangir Talaud. Setiap distrik mendapat
kesempatan membangun jalan baru atau merehab jalan-jalan lama, serta
membangun dan merehab gedung-gedung sekolah, poliklinik dan lainnya.
Di Sulawesi Tengah,
pembangunan berjalan lancar di
sekitar kota Poso, Banggai
sampai Kabupaten Makale,
Rentepao di Tanah Toraja.
Sulawesi Utara mampu
mengerahkan sekitar 10.000
tenaga kerja untuk
pembangunan. Terutama
pembangunan jalan arteri yang
menghubungkan Manado dan
Bitung. Jalan antara Manado dan
Gorontalo lewat Kotamobagu mulai dirintis Permesta dengan menggunakan tenaga
para pemuda yang tergabung dalam KoP2 itu. Pemerintah Militer senantiasa
menyediakan pelbagai peralatan seperti truk, buldoser, semen, aspal, dan lainnya
untuk pelbagai proyek yang spontan direncanakan penduduk desa. (Permesta
Information Online. http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta)
57
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
3. Minahasa Menjadi Pusat Perjuangan Permesta
Letkol H.N. Ventje Sumual dan sebagian besar perwira TT-VII dari Sulawesi
Utara/Minahasa, seperti Mayor J.W. (Dee) Gerungan, Mayor Eddy Gagola,
Kapten Lendy R. Tumbelaka, Kapten John Ottay, kembali ke Minahasa.
Anggota Batalyon 702 yang berasal dari Minahasa/Sulawesi Utara juga pergi ke
Utara pada waktu itu, dan dua kompi di Sulawesi Utara yang terdiri dari sebagian
besar orang Bugis dan Makassar pergi ke Selatan Sulawesi dan menduduki tempat
yang ditinggalkan mereka di KDM-SST.
Kongres Pemuda Indonesia Timur ini dilangsungkan di Tondano, dengan Jan Torar
sebagai Ketua Panitia. Berbagai organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa seluruh
Indonesia Timur mengirimkan wakil-wakilnya ke Tondano, malah wakil-wakil
tersebut diambil dari wilayah tingkat II dan mendapat bantuan pemerintah setempat.
Salah satu keputusan penting dalam Kongres Pemuda Indonesia Timur ini adalah
pembentukan suatu wadah tunggal yang dinamakan Komando Pemuda Permesta
[KoP2] dengan suatu pimpinan utama dan beberapa departemen, seperti Departemen
Pengerahan Tenaga, Pertahanan, Pendidikan dan Kebudayaan, Ekonomi dan Sosial,
Keuangan, Agama dan Umum.
Untuk periode pertama Kongres memilih Jan Torar yang memimpin Departemen
Pengerahan Tenaga untuk menjadi Pemimpin Umum KoP2. Pimpinan lainnya adalah
P.M. Tos [Departemen Pertahanan], Badar Alkatiri [Departemen Agama], Assegaf
[Departemen Sosial Ekonomi], Abdul Chalil [Departemen Umum]. Ketika timbul
konflik senjata pada 1958, sejumlah besar anggota KoP2 di wilayah Sulawesi Utara
dan Tengah dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota pasukan Permesta.
Sebelum itu, kegiatan KoP2 adalah membantu pemerintah daerah masing2
mengerahkan tenaga dan dana untuk melancarkan pembangunan di daerah-daerah.
Hasil yang dicapai organisasi pemuda ini secara swadaya, misanya seperti
pembangunan berbagai gedung yang dijadikan kantor Gubernur Daerah Sulawesi
Utara sampai sekarang 80 buah - dan jalan cukup membanggakan. Selain itu di
59
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Sulawesi Selatan terbentuk Parlemen Pemuda Permesta Wirabuana dengan pimpinan
Matulada. Kemudian pada tanggal 11 November 1957, Letkol Ventje Sumual,
sebagai pimpinan tertinggi Permesta, menggabungkan organisasi pemuda itu menjadi
Dewan Tertinggi Pemuda Permesta dengan kedudukan di Makassar. (Permesta
Information Online. http://www.permesta)
60
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
5. Kabupaten Sangir Talaud
6. Kabupaten Sulawesi Tengah
7. Kabupaten Tanah Toraja
Setelah pertemuan dengan Letkol Ventje Sumual pada tanggal 23 Juli 1957,
delegasi mengumumkan hal-hal yang telah disepakati, termasuk pengakuan provinsi-
provinsi berotonomi di Indonesia timur yang salah satu di antaranya adalah Provinsi
Sulawesi Utara. Juga disepakati pembentukan sebuah universitas di Sulawesi Utara.
Satu lagi hal yang disepakati adalah penyelengaraan Musyawarah Nasional
(MUNAS) untuk meredakan ketegangan di daerah-daerah. Pada akhir misi mereka di
Minahasa, dikeluarkannya persetujuan Kinilow yang berbunyi sebagai berikut :
62
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tanggal 16 Agustus 1957, Letkol H.N. Ventje
Sumual berpidato di radio dalam rangka
menyambut Hari Proklamasi 17 Agustus 1957
membuat pihak umum di Jakarta mengetahui
sikapnya. Dalam pidato tersebut Sumual
menyerukan mutlaknya diusahakan adanya situasi
tenang, baik di ibukota negara maupun di daerah-
daerah, sebagai prasyarat berlangsungnya Musyawarah Nasional bulan September
yang akan datang. Ia juga menganjurkan agar penyelenggaraan Munas itu
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang dapat diandalkan, termasuk pihak
Angkatan Darat. Selain itu, Sumual juga menjelaskan beberapa masalah mendasar
yang menyangkut fungsi dan tugas pemerintah, serta peran Permesta. Menurut
pendapatnya, "Kemakmuran rakyat adalah wewenang tertinggi suatu negara."
Dalam hal ini, Permesta telah memberi contoh nyata, seperti tampak dalam usaha-
usaha pembangunan serta swadaya masyarakat yang dibangkitkannya. Ia juga
menilai, pembentukan Permesta serta tindakan-tindakannya didasarkan pada prinsip
yang luas, yaitu 'legal idealisme'. (Permesta Information Online. http://www.permesta)
67
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pada tanggal 28 September 1957, Komando
Daerah Militer Sulawesi Utara-Tengah
(KDM-SUT) dibentuk secara resmi oleh
KSAD Mayjen A.H. Nasution
menggantikan komando Resimen Infanteri
24 (RI-24), dengan Mayor Daniel Julius
(Yus) Somba sebagai komandannya dengan
kenaikan pangkat secara otomatis menjadi
Letnan Kolonel (Overste). Diantara yang
hadir dalam upacara ini hadir juga Letkol
Ventje Sumual dan Gubernur Sulawesi
Utara Permesta H.D. Manoppo. Dalam pidatonya Mayor D.J. Somba memberikan
gambaran, ia dan perwira-perwira lain tidak akan dapat menyelesaikan konflik
kesetiaan yang ada pada bulan-bulan mendatang: "Ideologi TNI, ialah
mempertahankan negara, dan bagi Sulawesi Utara ideologi tentara harus disesuaikan
dengan keinginan dan hasrat rakyat."
Pada tanggal 22-25 Oktober 1957, Letkol Ventje Sumual dimasukkan dalam suatu
rapat kerja KADIT (Komando Antar Daerah Indonesia Timur) yang diadakan di Bali.
Tetapi pada tanggal 26 Oktober diumumkan, ia akan ditempatkan di MBAD di
Jakarta, dan kedudukannya akan ditentukan Panitia Tujuh. Letkol Saleh Lahede,
walaupun tidak mempunyai kedudukan resmi semenjak KoDPSST dibubarkan, tidak
menerima tawaran mengikuti SSKAD (sekarang SESKOAD) di Bandung. Kemudian
pada tanggal 11 November 1957, Letkol Ventje Sumual menggabungkan organisasi
pemuda Permesta menjadi Dewan Tertinggi Pemuda Permesta yang berkedudukan di
Makassar. . (Permesta Information Online. http://www.permesta)
68
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
juga oleh tokoh-tokoh pusat dan daerah serta semua pemimpin militer dari seluruh
teritorium
Letkol Ventje Sumual dan beberapa perwira yang sedang mengikuti Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap) sempat ditahan namun segera dibebaskan dan
diijinkan untuk mengikuti lanjutan Munap tersebut. MUNAP ini berakhir tanggal 4
Desember1957.
69
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pasca peristiwa Cikini keadaan Jakarta bagaikan bara api yang dapat meledak dan
membakar siapa saja yg bertentangan dengan sang pemimpin besar revolusi. Fitnah
yg berhembus entah dari mana menimpa setiap lawan politiknya terutama yang
terkenal sangat memusuhi PKI. Rumah MR. Mohammad Roem di Jakarta dikepung
massa, untunglah dia beserta keluarganya dapat menyelamatkan diri lepas dari
kepungan massa yg di sinyalir digerakkan oleh unsur unsur Pemuda Rakyat dan
SOBSI, organisasi underbouwnya PKI. Hal yg sama juga dialami oleh para tokoh
Masyumi yg saat itu menjadi lawan politik Soekarno seperti Mohammad Natsir,
mereka lalu mengungsi ke Sumatera dan bergabung dengan Dewan Banteng. Hal ini
sangatlah wajar jika mengingat Sumatera Tengah adalah basis massa Masyumi dan
nyaris terbebas dari unsur unsur PKI sehingga mereka merasa aman dari ancaman
orang orang PKI yang bersembunyi dibalik nama Soekarnois. Bahkan seorang tokoh
Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang juga
menjabat menteri keuangan yg dituduh
korupsi oleh pihak militer juga ikut
mengungsi ke Sumatera dan bergabung
dengan Dewan Banteng. Maka
berkumpulah para lawan politik
Soekarno dan orang orang PKI yang
sedang menjadi benalu di sisinya di
Sumatera tengah untuk melancarkan
perlawanan terhadapnya. (Liga
chaniago,2013).
70
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
KDM-SST (Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan-Tenggara) pada tanggal 22
Januari 1958, dibagi lagi antara Komando Militer Kota Besar (KMKB), Resimen
Infateri Hasanuddin (RI-Hasanuddin), Resimen Infanteri 23 (RI-23). Dengan
pembentukan KDM-SST dan permulaan penarikan pasukan Jawa dari Sulawesi
Selatan.
71
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Kemudian Kolonel J.F. (Joop) Warouw hari itu juga bertemu dengan Presiden
Soekarno di Tokyo yang saat itu sedang mengadakan kunjungan ke luar negeri
dengan harapan, krisis yang memuncak akan menjadi reda selama ketidakhadirannya
di dalam negeri. Joop Warouw sudah dikenal sejak dahulu sebagai anak-mas
Presiden; ia bertindak keras atas namanya sesudah peristiwa 17 Oktober 1952, dan
menyertai Presiden dalam perjalanan ke Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Cina pada
tahun 1956. Sebelumnya pada masa Perang Kemerdekaan, ia menyelamatkan nyawa
Presiden Soekarno saat sedang mendarat di bandara Surabaya yang hendak ditembak
oleh pasukan musuh yang sedang berada di bandara. Saat itu Joop Warouw sedang
bertugas di bandara dan mendapat info bahwa pesawat itu ditumpangi Presiden
Soekarno, dan meminta pasukan itu untuk tidak menembak.
*****
72
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
BAB IV
PERMESTA atau “Perjuangan Semesta” yang diproklamirkan oleh para pemimpin rakyak
di wilayah Indonesia Bagian Timur, pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, oleh Panglima
T.T. VII Wirabuana Letkol Ventje Sumual dan didukung oleh rakyat di Indonesia Bagian
Timur al. Makasar Sulsel, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara,
Maluku, Maluku Utara. Yang dinyatakan dengan ditandatangani Naskah Proklamasi
Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) oleh 50 orang petinggi-petinggi militer dan sipil.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah Permesta dikatakan sebagai “Pembangunan Rakyak
Semesta” atau “Perjuangan Rakyat Semesta”, yang mengambarkan bahwa perjuangan ini
bukan dilakukan oleh segelintir orang demi kepentingannya sendiri, melainkan bahwa
perjuangan ini dilakukan oleh rakyat Indonesia khususnya Indonesia Bagian Timur yang
selama Indonesia Merdeka, selalu terpinggirkan dan tidak adil dan tidak meratanya
pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Inilah awal ketidak puasan daerah, dan kekuatiran para perwira Pancasilais terhadap kinerja
pemerintah pusat sehinggga diproklamirkan Piagam Perjuangan Semesta pada tanggal 2
Maret 1957, dengan mengumumkan wilayah bagian Indonesia Timur dalam keadaan darurat
Perang dengan penekanan bahwa perjuangan mereka bukan untuk melepaskan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sedangkan di Sumatera didirikan pemerintah tandingan dengan nama Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) oleh Kolonel Achmad Husein dan kawan-kawan
yang diproklamasikan pada tanggal 10 Februari 1958 disertai ultimatum kepada Pemerintah
Pusat.
Proklamasi PRRI segera mendapat sambutan di Indonesia bagian Timur. Dan puncaknya
adalah pernyataan pemutusan hubungan daerah dengan Pemerintah Pusat pada tanggal 17
Februari 1958, oleh Letnan Kolonel D.J Somba sebagai Komandan Daerah Militer Sulawesi
Utara dan Tengah (KDM-SUT). Barbara Harvey, berkesimpulan bahwa PRRI bersama
“teman senasibnya” (Permesta), dua kelompok serupa tapi tak sama ini dibentuk demi
membendung komunisme di Indonesia. (Barbara Harvey,1984).
*****
74
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
A. OPERASI MILITER TNI - PUSAT
Tindakan operasi militer gabungan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, membuat
Permesta terpaksa harus angkat senjata mempertahankan diri melawan Pemerintah
Pusat. Tindakan pemboman kota Manado & Padang oleh TNI Pusat, telah
membangkitkan kemarahan para perwira senior asal Minahasa yang sebenarnya tidak
terlibat dalam perjuangan PRRI/Permesta antara lain Brigjen Alex Kawilarang yang
saat itu sebagai Atase Militer di Amerika Serikat, dan Kolonel Joop Warouw sebagai
Atase Militer di Beijing-China. Mereka terpaksa harus meninggalkan tugas negara
75
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
demi kecintaan mereka terhadap tanah kelahiran Minahasa. Di satu sisi mereka
berjuang untuk kepentingan rakyat khususnya yang ada di daerah-daerah, disisi lain
mereka harus berhadapan dengan APRI/TNI karena dianggap sebagai pemberontak.
Inilah Permesta diantara Perberontakan dan Perjuangan, suatu „perjuangan yang
dilematis.
Namun awal dilaksanakannya operasi militer, dengan direbutnya beberapa kota dan
desa penting dari kekuasaan PRRI & Permesta di Sumatera dan di Indonesia bagian
timur, perjuangan ini menjadi goncang dan rapuh khususnya gerakan PRRI setelah
operasi militer TNI menjadi hilang kekuatannya. Begitupun Permesta dengan
dimulainya operasi militer TNI, sebagian besar Deklarator dan pendukung Permesta
mulai mengundurkan diri, membelot atau ditangkap. Di Indonesia bagian timur, hanya
sekitar 16 dari 51 deklarator Piagam Permesta saja yang berasal dari Sulawesi Utara
yang meneruskan gerakan Permesta ini khususnya di KDM Minahasa. Sehingga
Minahasa kemudian menjadi pusat Komando perlawanan Permesta terhadap
bobroknya kekuasaan dan kekuatan Pemerintah Pusat yang mulai terkontaminasi dan
dipengaruhi oleh paham
komunisme. Dengan kata lain
bahwa perjuangan Permesta
bukan untuk memisahkan diri
dengan NKRI, melainkan
untuk mempertahankan
ideologi Pancasila dari
ancaman Komunisme di
Negara Kesatuan Republik
Indonesia, walaupun harus
berhadapan dengan Pemerintah
Republik Indonesia yang sah.
Inilah perjuangan yang dilematis bagi Permesta.
76
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Dampak dari operasi militer TNI di Minahasa walaupun dapat menguasai kota-kota
dan desa-desa dijalur utama Minahasa, tak mempengaruhi kekuatan Permesta yang
masih terorganisir dengan baik di daerah-daerah pedalaman Minahasa. Dengan kata
lain bahwa Minahasa sebagian besar masih dikuasai oleh Permesta. Pasukan TNI-
Pusat hanya praktis menjaga kota-kota dan desa-desa yang berada di jalur jalan utama
Minahasa dengan menempatkan beberapa pasukan untuk menjaga pos-pos yang
dibangun disetiap kota dan desa tersebut. Bahkan inisiatif untuk menyerang ada
ditangan Permesta yang dengan memakai strategi dan taktik perang gerilya, bebas
untuk menentukan kapan waktu menyerang, kapaan waktu untuk istirahat. Berbeda
dengan pasukan TNI-Pusat yang harus menjaga pos-pos pertahanan mereka siang dan
malam dari serangan pasukan Permesta.
Memang sejak Operasi Merdeka dilancarkan oleh pasukan APRI sejak tahun 1958,
pasukan APRI berhasil menguasai kota-kota dan desa-desa penting dari kekuasaan
Permesta di Minahasa. Namun diluar kota dan desa, khususnya di desa-desa
pedalaman, pasukan APRI tidak dapat berbuat banyak, karena wilayah tersebut
dikuasai sepenuhnya oleh Pejuang Permesta. Bahkan beberapa kali pasukan Permesta
melakukan serangan umum baik di Kota Tomohon, maupun di Kota Amurang dan
sekitarnya, serta beberapa pertempuran kecil secara sporadis dilancarkan pasukan
Permesta terhadap pasukan APRI. Hal ini membuat pasukan APRI sulit mematahkan
strategi perang gerilya dari Permesta. Mereka hanya dapat berpatroli disekitar wilayah
kekuasaannya disekitar kota dan desa yang dikuasainya. Apabila mereka beroperasi
diluar wilayah atau pos militer, hal itu harus didukung sepenuhnya oleh pesawat udara
AURI yang memang menjadi momok yang menakutkan bagi pasukan Permesta.
77
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Situasi tersebut berlangsung hingga tercapainya usaha perdamaian antara kedua belah
pihak.
*****
Perjuangan daerah yang oleh pemerintah dianggap pemberontakan ini telah membawa
dampak besar terhadap hubungan politik luar negeri Indonesia.Dukungan dari negara
Amerika Serikat terhadap pemberontakan tersebut membuat hubungan antara Indonesia
dengan Amerika menjadi tidak harmonis, palagi dukungan dari Amerika Serikat
terhadap PRRI dan PERMESTA. Presiden RI, Ir. Soekarno beserta para pemimpin
sipil, dan militernya memiliki perasaan curiga terhadap negara Amerika Serikat dan
Negara lainnya. Malaysia yang baru merdeka pada tahun 1957 ternyata juga mendukung
gerakan PRRI dengan menjadikan wilayahnya sebagai saluran utama pemasok senjata
bagi pasukan PRRI. Begitu pula dengan Filipina, Singapura, Korea Selatan (Korsel),
dan Taiwan juga mendukung gerakan perjuangan yang dilakukan oleh PRRI &
Permesta. Serbuan pasukan TNI-Pusat ini mengakibatkan pertumpahan darah dan
jatuhnya korban jiwa dikedua belah pihak. Selain itu, pembangunan menjadi
78
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
terbengkalai, juga menimbulkan rasa trauma di masyarakat di Sumatera dan di Indonesia
bagian timur.
Keadaan Perladangan sama saja, semuanya sudah menjadi hutan belukar. Maklum tak
ada penduduk yang berani mempertarukan nyawanya pergi mengerap lahan pertanian
yang sering menjadi ajang Pertempuran. Jangankan ke Kebun untuk bekerja, sekedar
79
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
menjenguk saja resikonya cukup Berat. Selain ancaman keselamatan jiwa, bisa juga
dituduh sebagai mata-mata dari kedua pihak. Bukan itu saja faktor penyebab
terlantarnya kegiatan pertanian penduduk. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa tenaga
kerja Tani memang tingal sedikit. Yang ada tinggal tenaga kerja wanita, dan pria yang
sudah lanjut Usia. Tenaga kerja Pria yang Produktif semuanya sudah terkuras untuk
memangul senjata. Hal ini tentu berpengaruh langsung pada keadaan perekonomian
rakyat yang banyak bergantung dari hasil pertanian.
Di kala itu penduduk sipil berada dalam posisi yang berada dalam posisi yang sulit dan
serbah salah. Tidak gampang menempatkan diri berpihak ke salah satu. Sikap itu tak
terkecuali bagi penduduk yang berdiam di wilayah yang dikuasai Permesta. Begitupun
Penduduk yang tingal di wilayah pendudukan TNI, sebab yang tinggal dikota tetap
berkepentingan dengan angota keluarganya yang terlibat dengan Permesta. Semua
kebutuha terpenuhi lewat penduduk yang datang dari Kota, termasuk kebutuhan
informasi yang sangat penting bagi kelanjutan Perjuangan. Apalagi praktis wilayah yang
diduduki Permesta lebih luas dari wilayah yang diduduki TNI. Pasukan TNI hanya
menguasai kota-kota strategis, sedangkan daerah pedalaman termasuk sebagian besar
pedesaan dikuasai pasukan Permesta. Kecuali kampung-kampung yang terletak di jalan
raya yang menghubungkan kota-kota pendudukan TNI lazimnya merupakan daerah tak
bertuan. Kampung-kampung seperti inilah yang biasanya menjadi daerah patroli TNI,
atau menjadi daerah penghadangan Permesta. (Murdiono Prasetio Mokoginta, Dampak Gejolak
Sparatisme Permesta terhadap Ekonomi di Sulawesi Utara Tahun 1958-1963, Universitas Negeri
Gorontalo,2015)
80
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Pemerintah sehingga banyak juga penduduk yang menjadi korban eksekusi Pasukan
Permesta. (Phill M. Sulu, 2011).
Diakui juga bahwa terkadang beberapa penduduk di Minahasa juga rata-rata memiliki
sanak keluarga yang terlibat pasukan Permesta.mereka umumnya tergabung dalam
pasukan gerilya yang bersarang di lereng Gunung Lokon dan Mahawu. Malahan
kadang-kadang markas pasukan permesta hanya berada di perkebunan penduduk, tak
Jauh dari kampung. Tak heran bahwa terjadi kontak sejata sewaktu-waktu antara
pasukan Permesta dan TNI yang tentu menyebabkan juga rusaknya sebagian tanaman
pertanian penduduk yang ditanam beberapa waktu sebelum terjadi pergolakan.
Tanaman-tanaman tersebut seperti Jagung, Singkong, pohon Kelapa yang masih baru
ditanam, ada juga tanaman lain yang sudah siap panen tapi akhirnya terbakar terkena
granat tentara kedua belah pihak. Suasana yang terjadi diatas tentu saja membuat
keamanan dan keselamatan setiap saat terancam.
Di Minahasa Selatan ketika terjadi pertempuran antara TNI dan Pasukan Permesta maka
banyak kampung-kampung yang dibumi hanguskan oleh pasukan Permesta dan
dibiarkan dalam keadaan Kosong. Penduduk umumnya telah mengungsi keperkebunan
dan kedalam hutan. Keadaan yang terjadi disana sangat menyedihkan seperti yang di
ungkapkan oleh Phill M. Sulu dalam bukunya Permesta dalam Romantika, Kemelut dan
Misteri ketika dia mengunjungi kampung halamanya di Minahasa. Dalam tulisannya dia
81
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
menjelaskan bahwa pembakaran rumah-rumah di sana sangat menyimpan kisah yang
sangat tragis. Bahkan ada rumah yang dibakar bersama penghuninya. Tragedi ini
menyimpan kisah duka yang dalam, karena dia melihat ada penduduk yang mati
terpangang di dalam lubang perlindungan yang terletak di kolong rumahnya. Namun
menurtnya pembakaran itu bukan dilakukan oleh pasukan Permesta atau Pasukan TNI
melainkan pasukan Partisan anti Permesta. (Phill M. Sulu, 2011).
Cukup berat derita yang dialami oleh pendududuk ketika pergolakan dan kerusuhan
akibat perang saudara ini. Bukan saja berat memikul beban hidup dalam kondisi
ekonomi yang parah, melainkan juga karena berbagai peristiwa tragis yang dialami.
Banyak keluarga yang kehilangan angota keluarganya, baik yang gugur dalam
pertempuran karena berani mengambil resiko dengan mempertaruhkan jiwa raganya
dalam perjuangan, maupun yang menjadi korban sia-sia, mati konyol dibantai begitu
saja dengan tuduhan sebagai mata-mata musuh, oleh pasukan kedua belah pihak yang
sedang bertikai. (Phill M. Sulu, 2011).
Kekuatan pejuang Permesta bukan hanya terletak pada persenjataan modern yang
dimilikinya, juga bukan karena kondisi alam serta keadaan terotorial yang dipenuhi
82
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
hutan rimba dan pegunungan yang menguntungkan pihak Permesta, namun kekuatan
sesungguhnya datang dari dukungan yang sangat tinggi dari rakyat Minahasa pada para
pejuang Permesta. Bantuan yang diberikan selain berupa tenaga para pemuda yang
hampir seluruh pemuda dari pelosok desa masuk menjadi pejuang Permesta, juga
bantuan berupa logistik, baik makanan dan pakaian yang dengan suka rela mereka
berikan kepada para pejuang Permesta. Bantuan juga di berikan dalam bentuk informasi
tentang keberadaan pasukan APRI di wilayah masing-masing. Jadi hampir semua rakyat
Minahasa mendukung Permesta. Dengan kata lain bahwa di Minahasa,”Rumput, hewan
dan tanahpun adalah Permesta”. (Johanis Prang, Masa Mudaku di rimba Permesta, 2013)
Kekuatan pasukan Permesta juga datang dari hal-hal yang bersifat supranatural. Pada
umumnya Caper (Calon Prajurit) Permesta percaya pada hal-hal yang mistik yang
disebut Opo-opo. Mereka katakan hal itu sebagai „pegangan‟ atau „pakaian‟ untuk
menjaga diri agar terhindar dari terjangan peluru alias kebal. Fenomena supranural ini
tidak hanya dianut oleh Calon Prajurit saja melainkan hampir seluruh Pasukan Permesta
dari prajurit hingga keperwira tinggi memegang apa yang dinamakan opo-opo itu.
(Johanis Prang, Masa Mudaku di rimba Permesta, 2013)
83
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Namun demikian korban jiwa dalam setiap pertempuran dari kalangan pejuang Permesta
tidak sedikit. Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan dan pengalaman pertempuran para
pejuang Permesta yang umumnya terdiri dari para pemuda yang sangat minim
pengetahuannya tentang teknik bertempur. Kebanyakan dari mereka hanya
mengandalkan keberanian dan semangat.
Keadaan ini berlangsung hingga tercapainya kesepakatan damai antara Permesta dan
Pemerintah Pusat/TNI dipertengahan tahun 1961.
*******
C. PENUJU PERDAMAIAN
84
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
pengorbanan jiwa dan harta benda dikalangan rakyat pada umumnya, membuat
beberapa tokoh masyarakat dan agama terutama di Minahasa merasa prihatin karena
penyelesaian konflik dengan kekuatan militer belum sepenuhnya membawa perubahan
yang berarti, bahkan telah memperkeruh situasi dan kondisi masyarakat yang tidak
berdosa. Untuk itu maka pada awal tahun 1960, dimulailah penjajakan perdamaian
antara Pemerintah Pusat dan Permesta. Hal ini juga dipicu ketika pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Soekarno di Jakarta mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan
pemberlakuan kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara tahun
1950, dalam menanggapi ketidak stabilan politik dan ekonomi Indonesia sebagai
pemicu pergolakan di daerah-daerah.
85
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Walaupun Warouw mempunyai posisi lebih tinggi dalam Permesta, adalah Somba yang
memimpin pasukan paling berpengalaman yang sebagian berasal dari TNI.
Usaha pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Minahasa terlihat juga pada Seruan
berkala oleh KODAM XIII/Merdeka dilakukan antara tanggal 27 November 1959 dan
11 Mei 1960 yaitu menyerukan kepada kaum "Permesta" untuk "kembali ke pangkuan
ibu pertiwi". Seruan ini disusul dengan tawaran pemberian amnesti kepada Permesta
diajukan oleh Komandan Operasi Merdeka, Letnan Kolonel Roekmito Hedraningrat
pada tanggal 10 Desember 1959. Walaupun juga tawaran amnesti yang dianjurkan oleh
Komandan Operasi Merdeka itu ditanggapi oleh Joop Warouw : "Bila kami menerima
amnesti maka ini diartikan bahwa kami bersalah. Kami merasa bahwa kami tidak
bersalah".
Juga usaha Pemerintah Pusat melalui Panglima Kodam 17 Agustus Kolonel Sunardjadi
di Manado pada tanggal 31 Desember 1959, yang meminta Menteri Penerangan RI
Arnold Mononutu supaya dapat memberikan pidato radio penutupan tahun 1959 dan
menyongsong Tahun Baru 1960 kepada masyarakat Sulawesi, khususnya Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah. Dalam pidato tersebut, ia mengemukakan dengan serius
kepada para pimpinan Permesta agar menghayati penderitaan rakyat yang begitu besar
akibat pergolakan Permesta, terutama masyarakat di Tanah Toar-Lumimuut.
Dari daerah Minahasa sendiri, misi perdamaian mulanya datang dari kalangan Tokoh
Agama khususnya dari Gereja Masehi Injili di Minahasa pimpinan Domini A.Z.R.
Wenas yang sejak awal telah menyeruhkan untuk perhentian tembak-menembak antara
Permesta dan APRI. Sebagai Ketua Sinode GMIM yang berpengaruh dan dikenal oleh
86
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
para pemimpin Permesta, ia memprakarsai pertemuan antara kedua belah pihak APRI
dengan Permesta di meja perundingan. Untuk maksud itu, ia sempat membicarakannya
dengan Presiden Soekarno dan Ventje Sumual, bahkan jauh sebelumnya pernah di
bicarakan dengan Kolonel Yoop Warouw sebagai Wakil Perdana Menteri Permesta di
Remboken, sebelum Yoop Warouw dibunuh, Pertemuan Ketua Sinode GMIM dengan
Kol. J.F. Warouw di desa Remboken itu terjadi pada tanggal 17 Januari 1960. Wacana
ini selanjutnya dilaksanakan oleh Broer Tumbelaka yang saat itu menjabat sebagai
Wakil Gubernur Sulawesi Utara dan Tengah yang juga dikenal dekat dengan para
pemimpin Permesta. Dia mulai mengontak para pemimpin Permesta untuk
menyampaikan rencana perdamaian ini,
Usaha perdamaian ini harus dilakukan karena dari kalangan APRI sendiri telah timbul
perasaan jenuh dikalangan angota militer yang sudah sekian lama harus terpisah dari
keluarga juga telah menimbulkan banyak korban dikalangan TNI dalam melakukan
tugas negara, namun belum ada tanda-tanda akan berakhir. Begitupun dari para pejuang
Permesta, perasaan yang sama juga muncul manakalah mereka harus hidup di hutan,
bergerilya tanpa tahu kapan hal ini akan berakhir. Kerinduan akan perdamaian antara
anggota APRI dan pejuang Permesta begitu besar.
Selanjutnya pada tanggal 14 April 1960, Broer Tumbelaka bertemu dengan KSAD TNI
Jenderal A.H. Nasution dan mendapat dukungan sepenuhnya untuk melanjutkan usaha
mencapai suatu penyelesaian. Kemudian Pertemuan pertama antara Kolonel D.J.
87
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Somba dengan Broer Tumbelaka diadakan pada tanggal 15 Maret 1960 di desa
Matungkas, dekat Airmadidi. Broer menegaskan, ia datang sebagai teman lama,
meskipun diketahui oleh Kolonel Surachman dan Kolonel Soenarjadi (Kastaf
Komando Operasi Merdeka di Sulawesi Utara yang baru), dengan harapan akan dapat
membantu memulihkan perdamaian di Minahasa. Kolonel D.J. Yus Somba
mengatakan bahwa Joop Warouw selamanya memang menganjurkan bahwa "pintu
belakang" dibiarkan terbuka bagi penyelesaian atas pemberontakan PRRI ini, dan bahwa
Joop Warouw, Alex Kawilarang, Ventje Sumual, dan dia sendiri sepakat mengenai
ini.
Dalam usaha untuk membawa perdamaian di Sulawesi Utara yang selama ini telah
diusahan oleh Broer Tumbelaka, maka pada tanggal 25 Mei 1960, F.J. (Broer)
Tumbelaka diangkat sebagai Wakil Gubernur provinsi Sulawesi Utara.
88
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
Kemudian pada tanggal 13 Desember 1960, dengan melihat pertumbuhan yang pesat
disegala bidang baik di sektor pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,
Pemerintah Pusat menganggap perlu mengubah sebutah provinsi Sulawesi Utara Tengah
menjadi Daerah Tingkat I (Dati I atau Daerah Swantara tingkat Pertama) Sulawesi Utara
Tengah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 47 Prp. Tahun 1960.
Gubernur Sulawesi Utara (Sulutteng) yang baru -pertama kali (versi Pemerintah Pusat)
adalah Arnold Achmad Baramuli, SH. yang dijabat dari tanggal 23 September 1960
sampai 15 Juni 1962 yang adalah gubernur termuda di Indonesia saat itu (30 tahun).
Sebelumnya ia adalah Jaksa Distrik Militer provinsi Sulawesi dan wilayah Indonesia
Timur dengan pangkat Letkol Tituler.
Pada tanggal 17 Desember 1960, diadakan pertemuan antara F.J. (Broer) Tumbelaka,
A.C.J. (Abe) Mantiri, Arie W. Supit, persetujuan dicapai mengenai prosedur yang
akan diambil untuk mengakhiri pemberontakan. KSAD TNI Mayor Jenderal A.H.
Nasution secara pribadi menjamin kepada Broer Tumbelaka, bahwa ia "tetap kuat
untuk membela terhadap tarikan kiri-kanan", dan dalam sebuah pidatio yang disiarkan
RRI Manado pada hari ini, ia membahas hal ini dan hal-hal lain yang penting dalam
perundingan antara Permesta dan TNI. Ia mengumumkan ditetapkannya peraturan yang
memberikan hak otonomi kepada provinsi Sulawesi Utara-Tengah yang akan berlaku
sejak Januari 1961. (Permesta Information Online. http://www.permesta)
Perundingan lanjutan diadakan di gedung Gereja GMIM Malenos, yang dihadiri utusan
pemerintah RI adalah Wagub Broer Tumbelaka dan Perwira Staf Kodam
XIII/Merdeka, Kol. Supangat. Sedangkan utusan Permesta diwakili oleh Johan
Tambajong dan Letkol Wim Tenges selaku Komandan Brigade WK III. Selama
perundingan berlangsung, keamanannya dijaga ketat oleh pasukan Batalion A/Kompi
Buaya di bawah pimpinan Kapten Permesta Anthon Tenges. Perundingan berjalan baik
dimana masing-masing pihak saling memahami dan berjabat tangan, maka lahirlah
persetujuan perdsamaian untuk mengakhiri perang saudara. Dalam perundingan
89
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
tersebut, telah diputuskan bersama untuk mengadakan gencatan senjata dan upacara
pembuatan naskah perdamaian antara pemerintah RI dengan pasukan Permesta, dan
disepakati diadakan di Desa Malenos Baru yang sekarang ini sudah jadi pemukiman
penduduk. Jarak dari Desa Malenos ke Desa Malenos Baru cukup dengan menempuh
kira-kira 1.500 meter.
Puncak dari usaha damai antara keduabelah pihak yang terjadi di desa Malenos,
Minahasa bagian selatan tanggal 4 April 1961 yang disebut Kesepakatan Damai
Malenos. Dengan demikian terhitung mulai 4 April 1961, Permesta sudah dinyatakan
berakhir, dan telah berdamai dengan pusat tanpa ada yang kalah, maupun menang.
Salah satu inti dari kesepakatan antara Permesta dan TNI yang termaktup dalam
perjanjian Malenos adalah „Segenap anggota Permesta yang turut di dalam
penyelesaian ini akan dibebaskan dari segala tuntutan hukum atas segala kegiatan
mereka selama sengketa ini‟.
90
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
terhadap pasukan APRI. Kedua pihak mengambil posisi defensif. Pasca kesepakatan
Malenos, tak lama kemudian diumumkan gencatan senjata secara menyeluruh baik
dipihak Tentara Pusat/TNI maupun di pihak Permesta. Memang sebelumnya gencatan
senjata telah dilakukan di pihak Permesta dan hanya berlaku dikalangan WK-III saja.
Hadir dalam parade tersebut, utusan pusat Wakil Menteri Pertahanan Mayjen TNI-AD
Hidayat (perwira senoir TNI-AD), Brigjen TNI Ahmad Yani, Panglima Kodam
XIII/Merdeka Kolonel TNI Soenandar Priosoedarmo beserta staf, dan petinggi
Permesta; Panglima Besar Permesta Mayjen Alex E. Kawilarang, KSAP Permesta
Kolonel Dolf Runturambi, Kastaf AUREV Kolonel AUREV Petit Muharto
Kartodirdjo, Panglima KDM-SUT Kolonel D.J. Somba, Komandan WK-III Kolonel
Permesta Wim Tenges, Staf Markas Komando Permesta, a.l. Kolonel Permesta Lendy
R. Tumbelaka, Letkol tituler Permesta A.C.J. Mantiri (Sekjen Dephan Permesta),
staf komando Angkatan Perang Permesta lainnya, Atase militer negara asing antara lain
Kolonel George Benson dari Kedubes Amerika Serikat (yang dulunya ikut
mengkoordinasikan penyaluran senjata kepada Permesta), Gubernur Sulutteng Arnold
91
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
A. Baramuli, SH, Wagub F.J. (Broer) Tumbelaka, dan stafnya, anggota pemerintahan
setempat, serta masyarakat.
Untuk merealisasi hasil kesepakatan perdamaian Woloan, maka pada tanggal 12 Mei
1961 dilakukan temuan antara KSAD Mayor Jenderal A.H. Nasution dengan Mayor
Jenderal Alex Kawilarang di desa Kamasi – Tomohon dalam rangka membicarakan
tentang penanganan eks anggota Permesta terutama mereka yang akan melanjutkan
karirnya di bidang militer.
Bagi sebagian besar penduduk Minahasa menganggap bahwa pejuang Permesta adalah
pahlawan. Dan para keturunan pejuang Permestapun merasa bangga bahwa orang tua
mereka turut andil dalam Perjuangan Permesta, walaupun oleh sejarah mencatat bahwa
Permesta adalah sebuah “Pemberontakan”. Dan kemudian sejarah mencatat pula bahwa
Perjuangan Permesta telah mempengaruhi bentuk kebijakan pemerintah Republik
Indonesia dikemudian hari, baik di masa Orde Baru maupun dimasa Reformasi sekarang
ini. Perjuangan Permesta juga banyak menimbulkan hal-hal yang positif di tanah Toar
Lumimuut yang kita rasakan sekarang ini, dan mempunyai andil besar berdirinya
Provinsi Sulawesi Utara. Inilah Permesta diantara „Pemberontakan‟ dan „Perjuangan‟,
suatu perjuangan yang dilematis !
*****
93
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
BAB V
PENUTUP
Pemerintah Pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya,
dan menamakan kegiatan para panglima tersebut sebagai penyelundupan dan barter.
Sebaliknya daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah pusat tidak sesuai dengan
daerah. Gejolak di daerah merupakan upaya untuk melakukan koreksi terhadap kondisi
bangsa yang morat-marit.Inilah salah satu penyebab kurang harmonisnya Pemerintah Pusat
dengan daerah, yang puncaknya terjadi pergolakan diberbagai daerah khususnya di Sumatera
dan Indonesia bagian timur yang melahirkan gerakan PRRI dan Permesta yang akhirnya
berbuntut pada perang saudara. Hal ini mengakibatkan pertumpahan darah dan jatuhnya
korban jiwa baik dari TNI maupun PRRI dan Permesta. Selain itu, pembangunan menjadi
terbengakalai, perekonomian masyarakat menjadi lumpuh dan juga menimbulkan rasa
trauma di masyarakat.
Di Minahasa sebagian besar pemuda masuk menjadi tentara simpatisan Permesta. Mereka
meninggalkan bangku sekolah, kebun dan bidang pekerjaan lainnya untuk beralih menjadi
tentara. Cangkul dan peralatan sekolah diganti dengan senjata api. Para penduduk mengungsi
keluar desa memasuki hutan dan kebun untuk menghindari pertempuran. Ladang-ladang dan
kebun tak dikelola lagi dengan semestinya. Apabila mereka bercocok tanam, itupun untuk
makanan keperluan sehari-hari dan sebagian hasilnya diberikan kepada para pejuang
Permesta yang sedang bergerilya di hutan-hutan. Hal ini menyebabkan roda perekonomian
di Minahasa menjadi mati suri. Taka ada bahan baku yang dapat di import maupun di
94
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
eksport. Kalaupun ada, itu semata-mata untuk keperluan militer yaitu terjadinya perdagangan
gelap, barter illegal yang hasilnya untuk peralatan militer Permesta.
Inilah salah satu lembaran hitam perjalanan sejarah Indonesia yang masih menimbulkan
perdebatan, pro dan kontra tentang apakah Perjuangan Permesta adalah sebuah
„pemberontakan‟ atau „Perjuangan‟. Perjuangan Permesta dahulu dianggap sebuah
pemberontakan bahkan selalu ditulis dalam buku-buku sejarah Indonesia dan diajarkan di
sekolah-sekolah. Namun eksistensi sejarah Permesta tidak pernah pudar seiring waktu terus
bergilir, rezim pemerintahan di Indonesia silih berganti dari Orde Lama jaman Soekarno
yang menganggap Permesta sebagai gerakan separatis dan pemberontak, berganti ke resim
Orde Baru jaman Soeharto dimana gerakan dan paham Komunis dihancurkan, Permesta
secara tidak langsung dianggap sebagai peletakkan dasar cita-cita bangsa, khususnya
mengenai program otonomi daerah dan negara yang bebas dari paham Komunisme. Cita-
cita dan tujuan Permesta terwujud secara nyata dalam gerakan reformasi yang dilakukan
oleh para mahasiswa diakhir tahun 1990an, dan melahirkan suatu masa pemerintahan
reformasi yang kita rasakan sekarang ini.
=====
95
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
LITERATUR
o Abdullah, Taufiq, Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta;Gajah Mada University Press, 1996.
o Alfian, Pemikiran Dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 1992
o Alisyahbana,S. Takdir, Perjuangan Untuk Autonomi Dan Kedudukan Adat di Dalamnya. Jakarta;
Pustaka Rakyat. 1957
o Anwar, H. Rosihan, Sukarno-Tentara-PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965.
Jakarta.
o Anrooij, Francien van, De koloniale staat, 1854-1942; Gids voor het archief van het Ministerie van
Koloniën; De Indonesische archipel (, Desember 2009; Den Haag: Nationaal Archief) atas tugas dari
Arsip Nasional Den Haag,Terj. Nurhayu W. Santoso & Susi Moeiman, 2014
o Bahar, Safroedin, dan Tangdigiling, Integrasi Nasional: Teori Masalah Dan Stategi. Jakarta, Ghalia,
Indonesia. 1996
o Barbara Harvey, Permesta: PERMESTA Pemberontakan Setengah Hati, Cetakan kedua,
Jakarta,Pustaka Utama Grafiti,1984,
o Baskara T. Wardaya, Bung Karno Menggugat, 2010
o Burdam, Yohanes, Konflik Otonomi Gereja Di Minahasa, Tesis Pasca Sarjana, Fak. Sasra UNSRAT-
Manado, 2001
o Chambert, Henri dam Ambari, Hasan Muarrif (editor),, Panggung Sejarah: Persembahan Kepada Prof.
Dr Denys Lombard. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1999
o Conboy, Kenneth; Morrison, James., Feet to the Fire CIA Covert Operations in Indonesia, 1957–1958.
Annapolis: Naval Institute Press. ISBN 1-55750-193-9.1999
o Compton, Boyd R., Kemelut Demokrasi Liberal, Jakarta: Penerbit LP3ES, 1993
o Dick Howards, Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an.
Pembongkaran Narasi Besar IntegrasiBangsa (2011),
o Feith, , The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Tanpa Tahun Dan Penerbit.
o Sinar Harapan, 1970.
o Fletcher Prouty,Kolonel, Mantan perwira Angkatan Udara Amerika dalam The Secret Team,1973,
o Gardner, Faul, Lima Puluh Tahun Hubungan Amerika Serikat-Indonesia. Jakarta, Pustaka,1999.
o George Mc. Turnan Kahin, “Indonesia” dalam kahin (ed), 1959 Mayor Goverments of Asia
Ithaca,New York: Cornell University Press
o Gonggong, Anhar, Abdul Kahar Mudzakkar dari Patriot hingga Pemberontak, Jakarta:
Grasuindo,1992,
o Gottschalk, Louis, Understanding History. Diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto dengan
judul “Mengerti Sejarah” Jakarta: UI Press, 1986
o Hatta, Moh, Past And Future. Cornell Modern Indonesia Project. 1960
o Hasanudin, Dinamika Tata Niaga Kopra Di Minahasa (1946-1958), Balai Pelestarian Nilai
Budaya Sulawesi Utara, Manado, 2018
o Iswara N Raditya, Pemberontakan MMC, PRRI dan Permesta, 02 Maret, 2017
o John WilsonIntroduktion To Sosial Movements, New York: Basic Books, Inc Publisher, 1973
o Julius Pour, Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan,1993
o Kahin, Audrey R; Kahin, George McT (Subversion as Foreign Policy The Secret Eisenhower and Dulles
Debacle in Indonesia. Seattle and London: University of Washington Press. 1997).
96
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
o Kahin, Audrey, Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926–
1998, 2005
o Kaho, J.R., Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Fisip-UGM dan Rajawali
Press, 1988
o Kartodirjo, Sartono, 1971. Messianisme Dan Millenarisme Dalam Sejarah Indonesia. Jogjakarta:
Harvey, Sillars Barbara, 1989.
o Kasenda, Peter, Kolonel Misterius di Tengah Pergolakan TNI AD, Kompas, 2012
o Kawilarang, A.E,:Uuntuk Sang Merah Putih, 1988.
o Ken Conboy , Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia,2007,
o Ken Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire: CIA Covert Operations in Indonesia,1999,
o Koentjaraningrat,. Masalah Kesukubangsaan Dan Integrasi Nasional. Jakarta, UI Press, 1993
o Koesoemahatmadja, Pengantar Kearah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung, Bina Cipta, 1979.
o Legge, Kroef, Central Autority And Regional In Indonesia, Itaca N.Y. Cornell university press, 1961.
o Lahade, M. Saleh Arsip pribadi No Reg. 325
o Leirissa,R.Z.: PRRI Permesta Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, cet.1 Jakarta, Pustaka
Utama Graffiti, 1991
o Leirissa, R.Z., Copra Contracten : an indication of economic development in Minahasa during the late colonial
period, 1996 ; J.Th. Lindblad (ed), Historical Foundation of a National Economic in Indonesia
1890s-1990, Amsterdam, North Holland/Oxfort/New York, Tokyo..
o Lombok, Lesza L, Pendidikan Tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan Dalam Hukum Adat Minahasa
Dengan Metode Value Clarification Technique Sebagai Metode Pencapaian Efektifnya, Fakultas Ilmu Sosial,
Universita Manado, 2014.
o Mestika Zed & Hasril Chaniago dalam Ahmad Husein, Perlawanan Seorang Pejuang , 2001.
o Mestika Zed dalam makalah bertajuk DekadePergolakan Daerah: Mendekati Isu-Isu Konflik Pusat-
Daerah dalam Perspektif Pembangunan Nasional Tahun 1950-an, 2010
o Mokoginta, Murdiono Prasetio, Dampak Gejolak Sparatisme Permesta terhadap Ekonomi di Sulawesi
Utara Tahun 1958-1963, Universitas Negeri Gorontalo,2015.
o Munandar, Aris, PRRI Antara Tuntutan dan Pemberontakan, 2019
o Muzakkar, Abdul Kahhaar. Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia: Koreksi Pemikiran Politik
Pemerintahan Soekarno. Jakarta, Madina Press, 1999.
o Muhaimin A Yahya, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia, 1950 -1980, Jakarta,
LP3ES, 1991
o Nasution, A.H., Memenuhi Panggilan Tugas, Jakarta: Gunung Agung, 1984
o Nico Thamiend R. Sejarah, Untuk Kelas 3 SMU, Yudhistira-Jakarta, 2000.
o Notosusanto, Nugroho, dkk, Sejarah Nasional Indonesia 3 Untuk SMA, Jakarta: Depdikbud.
1992.
o Pamungkas, Sri Bintang,. Ganti Rezim Ganti Sistem – Pergulatan Menguasai Nusantara. Jakarta: El
Bisma. 2014
o Payung Bangun dalam Kolonel Maludin Simbolon: Lika-liku Perjuangannya dalam Pembangunan
Bangsa (1996)
o Ricklefs, M.C., History of Modern Indonesia Since C.1200. Palo Alto/Basingstoke: Stanford University
Press, 2008
o Richard Zacharias Leiriza, PRRI-Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, 1996,
o Santoso, Budi, dkk, Ingatan Hikmat Indonesia Masa Kini, Hikmah Masa Lalu, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. 2005.
o Santoso, Budi, dkk,. Masihkah Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2007
o Prang.,Johanis : Masa Mudaku di Rimba Permesta, , disunting oleh Drs Valry S.H. Prang, 2013.
97
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
o Pye, Lucian, The Roots Of Insurgensi Development Of Rebellion, dalam Harry Eckstein (ed) Internal War
Problem And Approaches, London: The Freee Press Of Glencoe Collier- Macmillan, 1964
o Rahkmat, Redi et.all, Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keutuhan Dan Kesatuan Bangsa: Kasus
PRRI. Jakarta: Jarahnitra. 1992
o Renier, G,J, History Its Purpose And Method, diterjemahkan oleh muin umar dengan judul Metode Dan
Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 1997
o Sartono, S, S.Pd, dkk, Sejarah Umum dan Nasional 3, SMU, PT. Pabelan Surabaya, 1996.
o Scott, Peter Dale, CIA Dan Penggulingan Soekarno. Yogyakarta: Lembaga Analisis Informasi, 1999
o Scholten, Mieke, Legitimasi sementara : Pemerintahan Desa di Minahasa, PT. Gramedia, Jakarta, 1988.
o Suhardiman, Prof,Dr,SE, Pembangunan Politik Satu Abad, Yayasan Lestari Budaya,1996.
o Sulu, Phill M., PERMESTA,Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2011.
o Soekamto, Soerjono, 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
o Sundhaussen, Ulf, 1988, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta, LP3ES
o Tamin, Nico R, Manus, M.P.B, Sejarah, untuk Kelas 3 SMU, Yudhistira, Jakarta 2000.
o The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara RI. Jilid II, Yogyakarta: Liberty,1994
o The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jilid III, Yogyakarta:
Gunung Agung, 1967
o Tampubolon, L. T. Inplasi dan Kebijaksanaan yang telah dijalankan di Indonesia, 1945-1962, Skipsi
Sarjana EUI, 1965
o Usman, Syafaruddin & Isnawita, Neoribelarisme Menguncang Indonesia,Narasi Yogjakarta, 2019
o Usman, Tampubolon, Pemborontakan PRRI/Permesta: Tahap Akhir Pemerintahan yang Labil,
Prisma No. 7, 1978
o Sumual, Ventje, Memoar Ventje H.N. Sumual. Suntingan Edi Lapian, Frieke Ruata dan BE
Matindas. - Terbitan Bina Insani Jakarta, 2009
o Wahyono, Effendi, Tesis Pembudidayaan dan perdagangan kopra di Minahasa (1870-1942),
Perpustakaan Unuversitas Indonesia
o Wardaya, Baskara T. Bung Karno Menggugat (2010)
o Wardiatmoko, K, Ilmu Pengetahuan Sosial, Erlangga, Jakarta 2002
o Wijaya, A.W., Titik Berat Otonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada1995
o Wenas Ds. A.Z.R Pelajan Geredja di Minahasa, Bulletin Dewan Gerejagereja Sulutteng (1897-1967), 1968.
o Yoseph Tugio Taher, Mengorek Abu Sejarah Hitam Indonesia, 2010,
o Yusnawan Lubis, dkk, Pendidikan Kewargaan Negara, untuk SMA/SMK Kls XI, KEMENDIKBUD,
Jakarta, 2017.
o Media Sosial/Internet :
- Permesta Information Online. http://www.permesta.8m.net E-mail:webmaster@permesta
- Iverdixon Tinungki,Sumber: bluezevas.wordpress.commengutip:
http://www.geocities.ws/permesta2004/organisasi.html
- Paguyubanpulukadang, Sejarah Permesta, 2019
- Tribunmanado.Co.Id, Manado Jumat, 13 September 2013 – KSAD AH Nasution Tolak Permintaan
Alex Kawilarang, https://manado.tribunnews.com/2013/09/13/ksad-ah-nasution-tolak-permintaan-
alex-kawilarang.
- Ttribunmanado.co.id dengan judul Kolonel Alex Kawilarang Kecam Pemerintah
Pusat, https://manado.tribunnews.com/2013/09/13/kolonel-alex-kawilarang-kecam-pemerintah-pusat.
98
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022
- Ttribunmanado.co.id dengan judul Letkol Ventje Sumual Perintahkan Bersiap Hadapi Militer
Jakarta, https://manado.tribunnews.com/2013/09/13/letkol-ventje-sumual-perintahkan-bersiap-
hadapi-militer-jakarta.
- Eko usdianto, Permesta dan Awal Otonomi Daerah, Historia, 08 Januari 2016.
99
MINAHASA & PERKEMBANGANNYA ( 1950-1961 )
Drs. Valry S.H. Prang, 2022