Anda di halaman 1dari 101

SEJARAH REVOLUSI INDONESIA

SEPUTAR BADAN PENYELIDIK USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (BPUPKI) DAN PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (PPKI)

Oleh: Yudi Wahyudin

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta Alam, Allah Yang Maha Pemberi segala berkah di alam ini. Tak lupa salawat dan salam semoga selalu tercurah atas manusia utama Muhammad Saw dan keluarganya. Buku Sejarah Revolusi Indonesia: Diseputar BPUPKI dan PPKI yang ada di hadapan para pembaca ini akan mengupas tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Sungguh, itu momentum yang terpenting dalam proses berdirinya republik Pancasila. ini. ini. Di Dalam situ sidang-sidang pula itulah dilahirkan dan UUD 1945 dan

dirumuskan yang

bentuk

struktur

negara dan

Malah, sidang itu

pula

kemudian memilih

Soekarno

Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Terima kasih yang mendalam kepada penerbit yang telah menerbitkan buku ini dan membantu mensosialisasikan kembali momen-momen bersejarah bagi bangsa ini. Semoga saja buku ini dapat menjadi pelengkap pelajaran dan dapat bermanfaat untuk kita semua. Kritik dan saran membangun selalu penulis harapkan.

Garut, Desember 2009 Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR | 2 DAFTAR ISI | 3 BAB I: BPUPKI | 4 a. Latar Belakang | 4 b. Tugas-tugas BPUPKI | 6 c. Susunan Anggota BPUPKI | 7 d. Sidang Pertama | 14 e. Masa antara Sidang Pertama dan Kedua | 18 f. Sidang Kedua | 22 g. Cuplikan Risalah BPUPKI | 25 BAB II: SEPUTAR PPKI | 48 a. Latar Belakang | 48 b. Pembentukan PPKI | 50 c. Beberapa Saat Sebelum Proklamasi | 53 d. Peristiwa Rengasdengklok | 55 e. Pertemuan Soekarno-Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda | 65 f. Proklamasi | 67 g. Sidang-sidang PPKI | 77 h. Gejolak-gejolak Pasca Sidang PPKI | 81 BAB III : Penutup | 99 DAFTAR PUSTAKA | 100

BAB I BADAN PENYELIDIK USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (BPUPKI)

A. Latar Belakang Setelah Nederland diserbu oleh tentara Nazi Jerman pada tanggal 5 Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina dengan segenap aparat pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga pemerintahan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan pemerintah jajahan di Indonesia. Janji Belanda tentang Indonesia Merdeka kelak di kemudian hari dalam kenyataannya hanya suatu kebohongan sehingga tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan sampai akhir pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940, kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud. Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Saudara Tua Bangsa Indonesia . Akan tetapi memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut Amerika Serikat dipimpin Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana seperti Saipan, Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan langsung ke Kepulauan Jepang. Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur melalui siasat loncat kataknya berhasil masuk ke pantai Irian dan membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari Holandia inilah Mac Arthur akan menyrang Filipina untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan

Laut Sekutu yang berpusat di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat pertahanan militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang. Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya pusat pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang yang semula ofensif berubah menjadi defensif (bertahan). Kepada bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang masih tetap menggembar-gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam perang Pasifik. Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri Hideki Tojo terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana Menteri Kaiso Kuniaki. Dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan bantuannya baik moril maupun materiil, maka tanggal 19 September 1944 PM Kaiso Kuniaki mengeluarkan janji kemerdekaan kelak kemudian hari bagi bangsa Indonesia. Janji kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah Deklarasi Kaiso. Sejak saat itu pemerintah Jepang memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih berdampingan dengan Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu Kimigayo. Di satu sisi ada sedikit kebebasan, namun di sisi lain pemerintah Jepang semakin meningkatkan jumlah tenga pemuda untuk pertahanan. Selain dari organisasi pertahanan yang sudah ada ditambah lagi dengan organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar (Suishintai), Barisan Berani Mati (Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang diilhami oleh pasukan

Kamikase Jepang yang jumlahnya 50.000 orang (pasukan berani mati pada saat penyerangan ke Pearl Harbour). Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang, beliau memberikan hadiah ulang tahun kepada bangsa Indonesia yaitu janji kedua pemerinntah Jepang berupa kemerdekaan tanpa syarat. Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum bangsa Jepang menyerah, dengan maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di seluruh Jawa dan Madura), No. 23. Dalam janji kemerdekaan kedua itu bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Bahkan dianjurkan kepada bangsa Indonesia untuk berani mendirikan Negara Indonesia merdeka di hadapan musuh-musuh Jepang, yaitu Sekutu termasuk kaki tangannya Nica (Nitherlands Indie Civil Administration), yang ingin mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Bahkan Nica telah melancarkan serangannya di pulau Tarakan dan Morotai.

B. Tugas-tugas BPUPKI Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka sebagai realisasi janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima tentara ke-16 Letnan Jendral Keimakici Harada, mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia disingkat BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai.

Tujuan

pembentukan

badan

tersebut

adalah

menyelidiki

dan

mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia.

Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat

C. Susunan Anggota BPUPKI Walaupun dalam penyusunan keanggotaan berlangsung lama karena terjadi tawar menawar antara pihak Indonesia dan Jepang, namun akhirnya BPUPKI berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan hari kelahiran Kaisar Jepang. Adapun keanggotaan yang terbentuk berjumlah 67 orang dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7 anggota Jepang yang tidak memiliki suara. Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga dicalonkan menjadi ketua, menolak pencalonannya karena ingin memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam perdebatan, karena biasanya peranan ketua sebagai moderator atau pihak yang menegahi dalam memberi keputusan tidak mutlak.

Ir. Soekarno

Adapun susunan keanggotaan yang pada hari itu diumumkan adalah namanama ketua, wakil ketua serta para anggota sebagai berikut: a. Ketua (Kaicoo) a. Ketua Muda (Fucu Kaicoo) b. Ketua Muda (Fucu Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat : Iclubangse (Anggota luar biasa) : R.P. Soeroso (Merangkap Kepala)

Seperti disinggung sebelumnya, enam puluh (60) orang anggota biasa (Iin) bangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan ketua muda), yang kebanyakan berasal dari pulau Jawa, tapi terdapat beberapa dari Sumatra, Maluku, Sulawesi, dan beberapa orang peranakan Eropa, Cina, dan Arab. Semuanya itu bertempat tinggal di Jawa, karena badan penyelidik itu diadakan oleh Saikoo Sikikan Jawa.

Nama anggota itu menurut nomor tempat duduknya dalam siding adalah sebagai berikut: 1. Ir. Soekarno 2. Mr. Muh. Yamin 3. Dr. R. Kusumah Atmaja 4. R. Abdulrahim Pratalykrama 5. R. Aris 6. K.H. Dewantara

K. Bagus H. Hadikusuma

7. K. Bagus H. Hadikusuma 8. M.P.H. Bintoro 9. A.K. Moezakir 10. B.P.H. Poerbojo 11. R.A.A. Wiranatakoesoema 12. Ir. R. Asharsoetedjo Moenandar 13. Oeij Tjiang Tjoei

14. Drs. Muh. Hatta

R. Otto Iskandar Dinata

15. Oei Tjong Hauw 16. H. Agus Salim 17. M. Soetardjo Kartohadikusumo 18. R.M. Margono Djojohadikusumo 19. KH. Abdul Halim 20. KH. Masjkoer 21. R. Soedirman

10

R.A.A Wiranatakoesoema

22. Prof. Dr. P.A.H. Djayadiningrat 23. Prof. Dr. Soepomo 24. Prorf. Ir. Roeseno 25. Mr. R.P. Singgih 26. Mr. Ny. Maria Ulfah Santoso 27. R.M.T. A. Soejo 28. R. Ruslan Wongsokusumo 29. R. Soesanto Tirtoprodjo 30. Ny. R.S.S. Soemario Mangunpoespito

11

31. Dr. R. Boentaran Martoatmodjo 32. Liem Koen Hian 33. Mr. J. Latuharhary 34. Mr. R. Hindromartono 35. R. Soekardjo Wirjopranoto 36. Hadji Ah. Sanoesi

Mr. J. Latuharhary

37. A.M. Dasaat 38. Mr. Tan Eng Hoa 39. Ir. R.M.P. Soerachman Tjokroadisurjo 40. R.A.A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro 41. K.R.M.T.H. Woeryaningrat 42. Mr. A. Soebardjo 43. Prof. Dr. R. Djenal Asiki Widjayakoesoema 44. Abikoesno

12

45. Prada Harahap 46. Mr. R.M. Sartono 47. K.H.M. Mansoer 48. K.R.M.A. Sosrodiningrat 49. Mr. Soewandi 50. K.H.A. Wachid Hasyim 51. P.F. Dahler 52. Dr. Soekiman 53. Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro 54. R. Otto Iskandar Dinata 55. A. Baswedan 56. Abdul Kadir 57. Dr. Samsi

A. Baswedan

13

58. Mr. A.A. Maramis 59. Mr. Samsoedin 60. Mr. R. Sastromoeldjono

D. Sidang Pertama Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR bentukan Belanda.

Suasana Sidang Pertama BPUPKI

Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk pada tanggal 29 Mei 1945.

14

Mr. Muhammad Yamin

Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno. Orang pertama yang memberikan pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin. Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan lima asas yaitu: a. peri kebangsaan b. peri ke Tuhanan c. kesejahteraan rakyat d. peri kemanusiaan e. peri kerakyatan

15

Prof. Dr. Soepomo

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu: a. persatuan b. mufakat dan demokrasi c. keadilan sosial d. kekeluargaan e. musyawarah Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu

16

a. Kebangsaan Indonesia b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan c. Mufakat atau demokrasi d. Kesejahteraan sosial e. Ketuhanan yang Maha Esa. Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu: a. Sosionasionalisme b. Sosiodemokrasi c. Ketuhanan yang berkebudayaan Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong Royong. Anda masih ingat tentang dasar negara Indonesia Pancasila? Ternyata konsep Pancasila diambil dari konsep Ir. Soekarno, dan kita selalu mengenang tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

17

Drs. Moh. Hatta

E. Masa antara Rapat Pertama dan Kedua Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang Anda kenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari: 1. Ir. Soekarno (ketua) 2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua) 3. KH. Wachid Hasyim (anggota) 4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)

18

5. Mr. A.A. Maramis (anggota) 6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota) 7. H. Agus Salim (anggota) 8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota) 9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).

KH. Wachid Hasyim

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemelukpemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia;

19

4. Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mr. A.A. Maramis

Abikoesno Tjokrosoeyoso

20

H. Agus Salim (kiri) dan Soekarno

Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama, konsep inilah yang pada akhirnya mengalami perubahan karena adanya kritik bahwa bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di Indonesia. (Silahkan Anda analisa sendiri bagaimana pendapat Anda tentang polemik/masalah di atas?

21

Mr. Achmad Soebardjo

F. Sidang Kedua Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini merupakan sidangnya yang ke-2 pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno

Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

22

Suasana sidang BPUPKI pada saat membicarakan dasar negara dan UUD Negara RI.

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu: a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota) b. Mr. Wongsonegoro c. Mr. Achmad Soebardjo d. Mr. A.A. Maramis e. Mr. R.P. Singgih f. H. Agus Salim g. Dr. Sukiman.

23

Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat. Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD. Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD.

24

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan mengambil tiga alenia pertama piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat piagam Jakarta. Hasil kerja panitia perancang UUD yang dilaporkan akhirnya diterima oleh BPUPKI. Kejadian ini merupakan momentum yang sangat penting karena disinilah masa depan bangsa dan negara dibentuk.

G. Cuplikan Risalah BPUPKI Mr. Muhamad Yamin: Selainnya daripada itu Garuda Negara Indonesia tidak mau mengenal enclaves atau tanah kepunyaan dalam ruangan hidup bangsa Indonesia, yang telah ditentukan sejak empat ribu tahun oleh Sang Alam dan sudah diberkati dengan takdir Tuhan Ilahi menjadi tumpah darah Indonesia yang tentu batas dan luasnya. Garuda Negara Indonesia

25

hendak terbang membubung tinggi dengan gagahnya meliputi daerah yang terhampar dari gentingan Kra di tanah Semenanjung Melayu dan Pulau Weh di puncak utara Sumatra, sampai ke kandung

Sampanmangio di kaki Gunung Kinibalu dan Pulau Palma Sangihe di sebelah Utara Sulawesi, meliputi daerah yang delapan (Sumatera, Jawa, Borneo, Malaya, Selebes, Sunda Kecil, Maluku dan Papua) dengan segala pulau-pulau sekelilingnya. Peta daerah daratan dan lautan sekeliling benua kepulauan itu sudah terlukis dengan garis yang tentu dalam dada bangsa Indonesia. Lukisan daerah itu hendak dibelanya dengan jiwa dan darah. Dasar penentuan daerah hendaklah sejajar dengan kemauan itu, supaya Negara Indonesia dipangku oleh putera Negara dengan keikhlasan hati yang girang-gembira. (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 29 Mei 1945, h. 21) [oe] 45b Mr. Muhamad Yamin: Dua hari yang lampau Tuan Ketua memberi kesempatan kepada kita sekalian juga boleh mengeluarkan perasaan. Memang orang Indonesia berpikir dengan hati dan berasa dengan jantung. Baiklah sebagai penutup saya curahkan perasaan saya dengan sya'ir: REPUBLIK INDONESIA Abadilah Republik Indonesia Untuk selama-lamanya, Yang dilindungi tumpah-darah

26

Benua kepulauan yang indah, Antara cakrawala langit yang murni Dengan bumi tanah yang sakti.

Di samping teman, di hadapan lawan Negara berdiri ditakdirkan Tuhan, Untuk keselamatan seluruh bangsa Supaya berbahagia segenap ketika; Berbudi setia, tenaga Merdeka Dengan menjunjung kedaulatan Negara.

Di atas abu negara kedua Kami membentuk negara ketiga, diiringkan lagu Indonesia Raya; Di bawah kibaran bendera bangsa, Di sanalah rakyat hidup berlindung, Berjiwa merdeka, tempat bernaung.

Kami bersiap segenap ketika, Dengan darah, jiwa dan raga, Membela negara junjungan tinggi Penuh hiasan lukisan hati:

27

Melur-cempaka dari daratan Awan angkasa putih kelihatan Buih gelombang dari lautan. Hati yang mukmin selalu meminta Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Supaya Negara Republik Indonesia; Kuat dan kokoh selama-lamanya Melindungi rakyat, makmur selamat, Hidup bersatu di laut-di darat.

Demikianlah pidato saya, Tuan Ketua, dengan mengucapkan sekali lagi terima kasih. (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 29 Mei 1945, h. 23-4) [oe] 45c

Prof.Dr.Mr. R. Soepomo: ....pertama tentang daerah. Saya mufakat dengan pendapat yang mengatakan: "pada dasarnya Indonesia, yang harus meliputi batas Hindia Belanda". Akan tetapi jikalau misalnya daerah Indonesia lain, umpanya negeri Malaka, Borneo Utara hendak ingin juga masuk lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu bukan kita saja yang akan menentukan, akan tetapi juga pihak saudarasaudara yang ada di Malaka dan Borneo Utara.

28

(BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 26) Mr. Muhamad Yamin: Walaupun sejengkal tanah Indonesia kita tetap dengan segala akibatnya hendak mempersatukannya, tetapi juga setapak tanah orang lain kita tidak mengingini. Kita hendak meninggikan kedaulatan daerah tanah-air kita, dan kita tak mau menyinggung kedaulatan daerah bangsa lain. (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 41) [oe] 45d Mr. Muhamad Yamin: Kedua daerah Timor Portugis dan Borneo Utara ialah dua daerah yang letaknya di luas bekas Hindia Belanda dan menjadi enclaves. Enclaves ini tak perlu diadakan dalam daerah negara Indonesia, supaya berdirilah daerah itu di bawah suatu kekuasaan dan ikut membulatkan daerah negara Indonesia, karena tidak saja daerah itu masuk daerah pulau yang delapan, tetapi juga sejak semula sudah diduduki oleh bangsa Indonesia sebagai tanah-air bersama. Kemudian, tuan Ketua, dengan istimewa saya meminta perhatian kepada daerah keempat, tanah Malaya dan daerah yang empat di semenanjung itu. Kedua daerah ini ialah tanah Indonesia asli dan penduduk aslinya ialah bangsa Indonesia sejati.

29

(BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 44) [oe] 45e Mr. Muhamad Yamin: Dalam tahun 1894, tuan Ketua, jadi lima puluh tahun dahulu, maka tentera Belanda menjalankan politik imperialismenya, dengan

membakar puri Cakranegara di Pulau Lombok. Rakyat dibunuh, puri dibakar, dan emas dirampas. Di antara barang rampasan itu adalah suatu buku keropak asli dalam bahasa Jawa-lama, yang berasal dari tahun 1365, ditulis oleh rakawi Prapanca di sekeliling Raja Hayam Wuruk dan di bawah pemandangan Patih Gadjah Mada, setahun sebelum linuhung-negara yang ulung ini meninggal dunia (1364). Kita Negarakertagama yang sampai kepada kita, ialah suatu intan berkilau-kilauan dalam perpustakaan kita, dan berasal dari kerajaan Indonesia ke-II, ketika matahari kebesaran tumpah-darah kita sedang memuncak. Kita itu telah disalin, selainnya dari tiga syair; ketiga syair ini sudah saya baca berulang-ulang. Saya sangat terharu akan isi dan ikatan bahasanya, walaupun syair itu bukanlah untuk menusuk perasaan, melainkan suatu dokumen sejarah, yang menurut pendapat saya suatu welingan testamen politik Gadjah Mada, yang menentukan, apakah yang dinamai kepulaun Nusantara atau Indonesia. Batasan menurut welingan itu tidak dipengaruhi rasa kebangsaan sekarang, melainkan dengan murninya turun daripada bangsa Indonesia dahulu. Maka dalam syair welingan itu, yang akan saya

30

lampirkan di belakang pidato saya, menyatakan bahwa Nusantara terang meliputi Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, dan semenanjung Malaya, Timor dan Papua, tak ubahnya daripada keinginan kita pada ketika ini. Inilah tanah-air Nusantara yang terhampar atas daerah yang delapan. Dalam 600 tahun itu perasaan dan pendapat kita tak berubah-ubah. Barangkali perasaan dan pendapat itu lebih tua lagi dari tahun 1365, agaknya samalah tuanya dengan pengartian nenek-moyang Indonesia, ketika dalam zaman purbakala dengan bantuan Sang Alam ruangan tanah-air terbentuk di atas permukaan bumi, di benua kepulauan yang maha indah itu. Gadjah Mada dan Prapanca berkata dalam abad ke-XIV kepada kita: "Inilah batasan daerah tumpah-darah Nusantara!" Dan kita dalam abad ke-XX berkata pula kepada negara ketiga: "Inilah daerah Negara Persatuan Indonesia, seperti yang kami terima sebagai pusaka dari negara kedua!" Kesetiaan hati kepada daerah pusaka, tumpah-darah daerah yang delapan, akan menimbulkan rasa kedaulatan daerah negara, seperti nanti akan tersauh sebagai jangkar di pelabuhan aturan dasar Negara Indonesia, yang sedang kita susun. (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 31 Mei 1945, h. 47 [oe] 45f Ir. Soekarno:

31

......Merdeka buat saya ialah : "political indipendence", politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke

onafhankelijkheid? Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang --saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini-"zwaarwichtig" akan perkara-perkara yang kecil, zwaarwichtig sampai --kata orang Jawa-- "jelimet". Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan. Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdeakaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Sauda Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggeris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! ..... Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca tuan punya surat, yang meminta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimat hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai

32

jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka --sampai di lobang kubur! (Tepuk tangan riuh) ..... Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menadi gentar, padahal semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunya semboyan "Indonesia merdeka sekarang". Bahkan tiga kali sekarang, yaitu: Indonesia merdeka sekarang! Sekarang! Sekarang! (Tepuk tangan riuh.) (BPUPKI, sidang pertama, rapat besar, 1 Juni 1945, h. 55-7) [oe] 45g

Sukiman: ... Tentang bentuk unitaristis dan federalistisch, tuan-tuan yang terhormat, juga di dalam hal ini riwayat menunjukkan sesungguhnya, bahwa pada permulaan hubungan negara-negara adalah sebagai perserikatan negara-negara, "statenbond", kemudian meningkat kepada "bondstaat" dan pada akhirnya meningkat lagi kepada "eenheidsstaat" (Negara kesatuan -pen.), karena eeinheidsstaat sesungguhnya

menjamin satu urusan, satu bentuk yang se-efficient-efficient-nya. Kita

33

dapat melihat contohnya di dalam riwayat Jerman. Di sana kita melihat pada permulaan adanya negara-negara statenbond, perseriktan negara yang meningkat kepada bondstaat sebelum Hitler berkuasa dan sesudah Hitler berkuasa menjadi eenheidsstaat. Demikian pula halnya dnegan Amerika, akan tetapi Amerika baru bertingkat yang ke-dua saja, belum sampai kepada tingkat yang sempurna, yaitu tingkat yang dinamakan unitaristis; belum meningkat kepada tingkat penghabisan. Maka tiap-tiap daripada kita sesungguhnya mempunyai cita-cita yang setinggi-tingginya, yaitu satu negara buat satu bangsa dan satu tanahair. Di dalam kalangan kita sesungguhnya saya juga tergolong mereka yang menyetujui tingkat ke-dua itu, karena tingkat ke-dua

sesungguhnya dalam usahanya akan memperkuat pemerintahan pusat, sehingga di dalam praktek sesungguhnya sudah mewujudkan bentuk yang unitaristisch. Maka lebih baiklah saya terima bentuk yang paling terakhir, yait bentuk sebagai eenheidsstaat, yaitu negara persatuan. Karena di dalam pemandangan saya, untuk mendirikan suatu bondstaat haruslah suda ada staat-staat. (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 102-3) [oe] 45h Abdoel Kahar Moezakir: ... Oleh karena itu untuk menyelamatkan seluruh tanah-air kita, untuk menyelamatkan sebidang tanah yang ditempati oleh bangsa kita, bangsa Melayu, yang tinggal di Semenanjung Melayu, baiklah mereka

34

kita masukkan dalam tanah-air kita dengan kerelaan mereka, dengan sukarela mereka, yang telah lama mencita-citakan kesatuan dengan kita. Bukan tanah Melayu saja, akan tetapi juga pulau Papua walaupun bangsanya agak berlainan daripada bangsa kita, daripada bangsa Melayu umumnya seperti keterangan Tuan Hatta. Maka biarlah yang tinggal di Papua agak lebih hitam-hitaman sedikit daripada kita, akan tetapi tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek-moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh karena itu saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah-air kita, hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 111) [oe] 45i Mr. Muhamad Yamin: .... tidaklah saja berdasar kepada dasar hukum internasional, tetapi juga berdasar kepada yang lebih tinggi daripada itu, maka bangsa yang tidak merdeka hendak menjadi merdeka menurut dasar kemanusiaan, kemauan Ilahi, yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk bertanah-air. Maka menurut dasar ini yang akan menjadi daerah susunan Negara Republik Indonesia ialah tumpah darah Indonesia.

35

Jadi dengan pelantikan negara baru ini, dengan segala kesucian, tumpah-darah Indonesia menjadi daerah negara Republik Indonesia... Pada perasaan penduduk Maluku tanah Papua adalah sebagian daripada tanah Indonesia, dan sudah berpuluh-puluh tahun lamanya orang Indonesia dari Ambon, Tidore dan lain-lain daerah melakukan usaha di pulau-pulau itu, dan dalam perasaan mereka itu tanah Papua tidak tercerai dari tanah Maluku. Oleh sebab itu, kita harap betul-betul, supaya Papua (sebagai lanjutan pekerjan orang Indonesia) jangan dilepaskan daripada daerah Indonesia. Lain daripada itu perlulah kita bicarakan, bahwa pada waktu ini yang membangkitkan semangat angkatan baru Indonesia, yang memberi corak kepada Republik Indonesia, yakni daerah negara Indonesia yang sempurna. Dengan keterangan-keterangan pemuda-pemuda kita menyebutkan, bahwa Melayu dan Papua adalah menjadi pokok keinginan mereka itu. Oleh sebab itu, harus juga kita yakin bahwa negara Indonesia yang kita bentuk bukan untuk kita saja, tetapi untuk angkatan muda. Oleh sebab itu, jangan kita meninggalkan warisan yang sempit untuk mereka itu. Kita membentuk negara untuk bangsa yang akan datang. Dengan sendirinya juga segala pembicaraan-pembicaraan kita dapat dilengkapi dengan perkataan-perkataan lain, tertuju ke tanah Borneo Utara dan daerah lain. Hendaklah juga daerah-daerah itu selengkapnya

36

dimasukkan ke dalam daerah tanah Indonesia. Tidak ada perbedaan antara Borneo Utara dan Borneo Selatan. Indonesia adalah suatu gugusan kesatuan.... Dan kemudian kepada Portugis Timor perlu kita ketahui, bahwa Portugis Timor itu jatuh ke dalam kekuasaan Balatentara Dai Nippon oleh karena kekuasaan Belanda dahulu telah merampas tanah itu daripada tangan orang Portugis, sehingga setelah kekuasaan Belanda jatuh, jatuhlah Portugis Timor itu ke dalam tangan Balatentara Dai Nippon. Saya membicarakan hal ini, Karen adalah suatu kebetulan dalam sejarah dunia yang diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa, bahwa seluruh daerah yagn kita perbincangkan tadi telah bersatu di dalam tangan Balatentara Dai Nippon. Oleh sebab itu maka bersatu daerah-daerah itu diserahkan ke bawah kedaulatan negara Republik Indonesia, dan jikalau kiranya ada di antara kita yang berfikiran akan mengecilkan daerah itu lebih kecil daripada yang saya sebut tadi, lebih baik turutlah dengan taktik dan juga hikmat kebijaksanaan kita untuk bertemu di dalam daerah yang lebih besar, berpendirian sama untuk menjadikan seluruh tumpah-darah Indonesia daerah negara kta sekaran ini... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 112, 115-6) [oe] 45j

Abdoel Kaffar:

37

....kalau kita melihat ke batas kita di Timur, ke pulau Timor, saya setuju sekali dengan anggota yang terhormat Muh. Yamin, yaitu agar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, dimana terletak Serawak, dan juga Negara Papua. Bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. Saya sebagai anggota pengurus Badan Pembelaan selalu mengikuti gerak-gerik tenaga muda di lapangan-lapangan Asia Timur ini... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 117) R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking: .... Jikalau kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan yang nyata dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk di dalam Indonesia Merdeka. Tetapi itu urusan di kemudian hari. pada waktu ini kita harus mengadakan usul yang praktis, yang nyata dapat dijalankan, selekas mungkin jangan kita minta keadaan 100% yang tidak mungkin dilaksanakan dalam peperangan, sebab keadaan sehari-hari dipengaruhi oleh peperangan. Asal keadaan biasa berjalan, sedikit demi seikit kita dapat menambah dengan 5%, 10%, 15%, lama-kelamaan tercapailah Indonesia merdeka yang bulat.... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 119) [oe] 45k

38

Drs. Mohammad Hatta: Paduka Tuan Ketua, sidang yang terhormat.

Pada sidang pertama daripada Badan Penyelidik, saya telah mengemukakan permintaan saya yang sederhana tentang batas-batas Indonesia. Waktu itu saya katakan, bahwa saya tidak minta lebih daripada daerah daerah Indonesia yang dahulu dijajah oleh Belanda.

Kalau itu seluruhnya diberikan kembali kepada kita oleh Pemerintah Dai Nippon, saya sudah senang. Dahulu saya sudah mengatakan pendapat saya tentang Malaka. Bagi saya, saya lebih suka melihat Malaka menjadi Negara yang merdeka sendiri dalam lingkungan Asia Timur Raya. Akan tetapi kalau sekiranya rakyat Malaka sendiri ingin bersatu dengan kita, saya tidak melarang hal itu. Hanya tetnagn Papua saya dengan kemarin uraian-uraian yang agak menguatirkan, oleh karena dapat timbul kesan keluar, bahwa kita seolah-olah mulai dengan tuntutan yang agak imperialis....

Saya sendiri ingin menyatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Saya mengakui bahwa bangsa Papua juga berhak untuk menjadi bangsa merdeka, akan tetapi bangsa Indonesia buat sementara waktu, yaitu dalam beberapa puluh tahun, belum sanggup, belum mempunyai

39

tenaga cukup, untuk mendidik bangsa Papua sehingga menjadi bangsa yang merdeka....

...ketika duduk dalam Perhimpunan Indonesia, saya sendiri mau mengurangi daerah itu. Bagian Papua saya serahkan kepada orang lain. Akan tetapi kalau Pemerintah Nippon memberikan Papua yang dulu di bawah Pemerintah Belanda kepada Indonesia, saya tidak keberatan, hanya saya tidak menuntutnya. Dan kalau sekiranya bagian Papui itu ditukar-tukar dengan Borneo Utara, saya tidak berkebaratan, malah bersyukur....

Sukar juga soal Pulau Timor yang sebagian dikuasai oleh Portugal tidak bias itu kita pusutskan di sini, kita tidak mau bertindak begitu. Kita menurut status internasional...

Dan tentang Malaka, biarlah diserahkan kepada rakyat Malaka, apakah mereka mau berdiri sendiri ataukah bersatu dengan Indonesia, tetapi janganlah dituntut oleh pihak Indonesia... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 121-3) [oe] 45l Ir. Soekarno: Bahkan sekarang Dai Nippon Teikoku dengan mulutnya Gunseikanbu, dengan mulutnya Paduka Tuan Kaityoo menanyakan kepada kita,

40

apakah daerah To Indo itu? Maka oleh karena itu saya setuju sekali dengan pendirian anggota yang terhormat Mr. Yamin kemarin, bahwa tidak ada hukum moral sedikitpun, tidak ada hukum internasional sedikitpun, yang mewajibkan kita menjadi ahli waris daripada Belanda. kita di sini membicarakan daerah Indonesia itu dengan sadar, mengingat kepentingan tanah air kita Indonesia sendiri, tidak sebagai ahli waris Belanda, dan tidak diikat oleh sesuatu moral yang diadakan oleh Belanda itu...

Kemarin dulupun menghadap kepada saya tiga orang pemuda dari Sonanto dan mereka pun menyampaikan pesan daripada pemudapemuda di Malaya kepada saya supaya Malaya dimasukkan ke dalam Indonesia. Salah seorang pemimpin Malaya yang terkenal, yaitu Letnan Kolonel Abdullah Ibrahim, menyampaikan pesan yang meminta supaya Malaya dimasukkan ke dalam daerah Indonesia...

Jikalau hanya pantai Barat saja daripada Selat Malaka di tangan kita dan musuh misalnya menguasai pantai Timur daripada Selat Malaka itu, maka itu berarti bahwa keselamatan Indonesia terancam....

Tuhan s.w.t. membuat peta dunia ini dengan penuh kebijaksanaan. Jikalau orang melihat peta dunia, dan dia mengerti apa kehendak Tuhan yang terlukis di peta dunia itu, maka dia akan mengerti, bahwa

41

Allah s.w.t. telah menentukan beberapa daerah sebagai satu kesatuan. Allah s.w.t. menentukan kepulauan Inggris sebagai satu

kesatuan....Hellenia...satu kesatuan... India...satu kesatuan......negara Indonesia Merdeka harus meliputi pula Malaya dan Papua. Itu saja.

Kita bukan waris orang Belanda. Malaya telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku, Papua..., Borneo Utara..., Timor bagian Timur... telah di dalam tangan Dai Nippon Teikoku. Kita sekarang tidak akan berbicara dengan Belanda atau dengan Inggris, tetapi kita bicara dengan Dai Nippon Teikoku. Tangan Dai Nippon Teikoku itulah menentukan pula apa yang akan menjadi daerah Indonesia itu nanti... Terimakasih. (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 124-6) [oe] 45m Sutardjo (?): ...saya hendak menyampaikan keterangan tentang pesan yang berat sekali dari wakil-wakil rakyat di Malaya, yang bunyinya begini:

Kalau saudara-saudara mendapat kurnia Tuhan nanti bahwa Indonesia dimerdekakan, mendapat kemerdekaannya, janganlah hendak

memperoleh keenakan sendiri, tetapi ingatlah kepada kita, sebab kitapun sebagian dari bangsa Indonesia. Hendaknya saudara-saudara jangan lupakan hal itu...

42

Tuan Ketua, satu kali terlepas dari tangan kita, nanti Papua itu menjadi benda pertikaian, menjadi benda perselisihan antara saudara-saudara. Saya harap, mudah-mudahan rapat ini menyelesaikan hal itu. Sudah tentu keputusan bukan pada pihak kita, tetapi di kalangan kita sendiri hendaknya kita selesaikan soal itu. Papua hendaknya dimasukkan dalam daerah Indonesia. Sekian saja. Terimakasih. (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 126-7) [oe] 45n H. Agoes Salim: Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Sebetulnya oleh karena kurang sehat, tidak ada maksud saya hendak bicara hari ini. Tetapi saya menerima pengangkatan menjadi anggota dalam Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai dengan satu niat, yaitu hendak mencari sebulat-bulatnya semufakatan antara segala anggota Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai. Salah satu tujuan yang mulia, yang terpakai di dalam hokum syariat dalam Islam dan hidup di dalam adat bangsabangsa kita Indonesia, yaitu satu perkara yang mustahil menurut

paham bangsa Barat adalah: mencapai kebulatan pendapat.

Adapun dunia Barat menunjukkan kepada kita cara musyawarah sebagai pengganti pertengkaran, memenangkan suara yang banyak

43

daripada suara yang sedikit, karena barangkali jalan pikirannya ialah bahwa kalau sesuatu pembicaraan tidak dapat selesai, lalu orang bertentangan dengan kekuatan tenaga badan: yang banyak akan menang daripada yang sedikit.

Tetapi sangkaan ini sudah kita lihat tidak benar. Riwayat demokrasi Eropah sudah menunjukkan kepada kita, bahwa suara yang banyak itu hanya sebagian terdiri daripada aliran yang berkeyakinan tepat, sedang sebagian besar adalah suara daripada suatu golongan tengah, yang tidak tentu berkeyakinan sama dan yang baginya pada asasnya sama saja dapat atau tidaknya tercapai sesuatu soal yang disokongnya dengan suaranya. Sehingga jikalau golongan yang kecil tidak mau menyerah karena kalah suara saja dan mau beradu tenaga dengan memaksa, usaha golongan kecil itu bisa juga mendapat kemenangan sebagaimana sudah terbukti dalam beberapa negeri di dunia Barat itu. Di situ bangkit salah satu partai yang meninggalkan segala azas-azas moral yang terpakai oleh partai lain dan yang berkata: "Kalau dengan menghitung suara barangkali kita kalah, tetapi kalau memakai kepalan kita menang" ...daerah Indonesia Merdeka pertama-tama ialah segala daerah Hindia Belanda Timur yang telah dibebaskan oleh Dai Nippon daripada kekuasaan Belanda dan kita bangsa Indonesia tidak ingin memberikan kekuasaan kembali kepada Belanda. Kemudian termasuk pula di

44

dalamnya segala bagian daerah dalam kepulauan Indonesia dan daerah tanah Melayu seperti yang menjadi kehendak satu pihak itu dengan menyangkutkan masuknya itu kepada satu syarat, yaitu apabila suara rakyat daerah-daerah itu menyatakan kehendaknya masuk ke dalam Indonesia, dengan memajukan permintaan kepada Dai Nippon Teikoku, agar memberi jalan cara bagaimana rakyat-rakyat di tanah Melayu, Serawak, Brunei, Sandakan, Papua itu menyatakan

kehendaknya itu dalam masa selagi kita membicarakan hal ini. Dengan jalan demikian itu, bukanlah atas dasar suara dua-tiga orang utusan saja yang kebetulan datang permusyawaratan kita yang diadakan di sini menetapkan keputusan, melainkan keputusan itu berdasar kepada suara rakyat umumnya di dalam daerah-daerah itu. Suara dari tanah Melayu, Serawak, Brunei dan Sandakan dan bagian daerah Papua yang penduduknya sudah dapat menyatakan suaranya, hendaklah diberi jalan oleh kekuasaan Dai Nippon untuk menyatakan yakin atau tidaknya mereka hendak dimasukkan ke dalam daerah Indonesia Merdeka. Kiranya dengan cara begini hasrat yang didasarkan kepada tarikh lama dan yang didasarkan kepada realiteit dapat didamaikan.... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 127-9) [oe] 45o Mr. A.A. Maramis:

45

Seperti saya katakan tadi, Indonesia sudah dikuasai oleh negeri Dai Nippon. Kita sudah bisa menetapkan sekarang, bahwa kita suka melepaskan diri dan memang sudah melepaskan diri dari pemerintah Belanda. Akan tetapi pemerintah Inggris dan Portugis masih hidup, Tuan Ketua. Oleh karena itu harus kita menunggu, bagaimana sikap penduduk Malaya, Borneo Utara, Timor dan Papua yang di bawah kekuasaan negara Inggris... (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 130) [oe] 45p Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat: Kalau tidak ada lagi, saya setem saja... ...saya tetapkan pada saat ini, para anggota yang terhormat, yang diputuskan, yang disahkan hari ini oleh persidangan, yaitu bahwa daerah yang masuk Indonesia Merdeka: Hindia Belanda dulu ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis dan pulau-pulau sekitarnya. (Tepuk tangan.) (BPUPKI, sidang ke-dua, rapat besar, 10 Juli 1945, h. 131-3) [oe] 45q Mr. Muhamad Yamin: Dalam penyusunan konstitusi ini janganlah kita melepaskan syarat, bahwa konstitusi tidak saja seharusnya sempurnya, tetapi juga harus manis rasanya dan merdu bunyinya sebagau suatu barang yang mulia...

46

Di depan saya adalah terletak suatu susunan konstitusi daripada Republik Amerika Serikat, yang acapkali dijadikan contoh buat beberapa konstitusi di atas dunia, karena inilah konstitusi yang tertua di atas dunia; juga di dalamnya ada 3 bagiannya: 1. Declaration of Rights di kota Philadelphia dalam tahun 1774. 2. Declaration of Independence 4 Juli 1776. 3. Sudah itu baru konstitusi (1787). (BPUPKI, sidang kedua, rapat besar, 11 Juli 1945, h. 149) [oe] 45r Ir. Soekarno: ....saya telah menganjurkan sebagai orang Islam, menganjurkan kepada umat Islam Indonesia, supaya bekerja keras untuk mempropagandakan agama Islam sehebat-hebatnya dalam kalangan rakyat Indonesia, sehingga jikalau betul sebagian besar daripada rakyat Indonesia itu jiwanya berkobar dengan api Islam, rohnya menyala-nyala dengan roh Islam, tidak boleh tidak, bukan saja Presiden Republik Indonesia anti orang Islam, bahkan --saya berkata-- tiap-tiap undang-undang yang keluar daripada badan perwakilan bercorak Islam pula. (BPUPKI, sidang kedua, rapat besar, 15 Juli 1945, h. 276)

47

BAB II PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (PPKI)

A. Latar Belakang Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau Dokuritsu Junbi Cosakai, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Pemboman di Hiroshiman

Hiroshima adalah kota pelabuhan di tepi Laut Pedalaman Seto yang dikenal sebagai pusat industri tekstil dan barang-barang dari karet. Kota ini

48

didirikan pada abad ke-16 sebagai kota istana di delta Sungai Ota. Sejak zaman Meiji hingga berakhirnya Perang Dunia II, Hiroshima merupakan pusat industri militer dan logistik untuk keperluan perang. Di antara produk kebanggaan kota Hiroshima adalah mobil Mazda, makanan ringan merek Calbee dan saus merek Otafuku. Nagasaki adalah ibu kota dan kota terbesar di Prefektur Nagasaki yang terletak di pesisir sebelah barat daya Kyushu, Jepang. Lokasi geografisnya adalah 3244 LU 12952 BT. Nagasaki adalah pusat pengaruh Eropa di Jepang pada zaman pertengahan. Kota Nagasaki yang merupakan kota pelabuhan di Jepang merupakan kota yang tidak terisolasi pada waktu jepang menerapkan politik Isolasi(SAKKOKU). Pengaruh Eropa juga sangat terlihat dengan pesatnya perkembangan agama kristen di kota Nagasaki pada zaman tersebut dan banyaknya peninggalan bersejarah berupa bangunan-bangunan Gereja yang masih terawat hingga saat ini dan dijadikan sebagai obyek wisata. Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki adalah serangan nuklir selama Perang Dunia II terhadap kekaisaran Jepang oleh Amerika Serikat atas perintah Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman. Setelah enam bulan pengeboman 67 kota di Jepang lainnya, senjata nuklir "Little Boy" dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir "Fat Man" di atas Nagasaki. Kedua tanggal tersebut adalah satu-satunya serangan nuklir yang pernah terjadi.

Bom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau

49

sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom. Pada kedua kota, mayoritas yang tewas adalah penduduk. Enam hari setelah dijatuhkannya bom di Nagasaki, pada 15 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, menandatangani instrumen menyerah pada tanggal 2 September, yang secara resmi mengakhiri Perang Pasifik dan Perang Dunia II. (Jerman sudah menandatangani menyerah pada tanggal 7 Mei 1945, mengakhiri teater Eropa.) Pengeboman ini membuat Jepang sesudah perang mengadopsi Three Non-Nuclear Principles, melarang negara itu memiliki senjata nuklir. Setelah menyerahnya jepang atas sekutu membuat pergerakan nasional yang saat itu Indonesia masih diduduki Jepang lebih leluasa. Hal ini yang memicu para nasionalins, terutama pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.

B. Pembentukan PPKI Ternyata kemenangan Sekutu dalam perang Dunia membawa hikmah bagi bangsa Indonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (Pemerintahan Tentara Jepang untuk seluruh daerah Selatan), tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo No. 72/2605 K.11), pada pertengahan bulan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai. Untuk keperluan membentuk panitia itu pada tanggal 8 Agustus, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas panggilan Jendral Besar Terauchi, Saiko Sikikan untuk Daerah Selatan (Nanpoo

50

Gun), jadi penguasa tersebut juga meliputi kekuasaan wilayah Indonesia, menurut Soekarno, Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus memberikan kepadanya 3 cap, yaitu: 1. Soekarno diangkat sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan, Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, Radjiman sebagai anggota. 2. 3. Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus itu. Cepat atau tidaknya pekerjaan Panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.

Marsekal Terauchi

Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai itu terdiri atas 21 orang, termasuk Ketua dan Wakil Ketua. Adapun susunan keanggotaan PPKI tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ir. Soekarno (Ketua) 2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua) 3. dr. Radjiman Widiodiningrat 4. Ki Bagus Hadikusoemo

51

5. Oto Iskandar Dinata 6. Pangeran Purbojo 7. Pangeran Soerjohamodjo 8. Soetardjo Kartomididjojo 9. Prof. Dr. Mr. Soepomo 10. Abdul Kadir 11. Drs. Yap Tjwan Bing 12. Dr. Mohammad Amir (didatangkan dari Sumatera) 13. Mr. Abdul Abbas (didatangkan dari Sumatera) 14. Dr. Ratulangi (didatangkan dari Sulawesi) 15. Andi Pangerang (didatangkan dari Sulawesi) 16. Mr. Latuhary 17. Mr. Pudja (didatangkan dari Bali) 18. A.H. Hamidan (didatangkan dari Kalimantan) 19. R.P. Soeroso 20. Abdul Wachid Hasyim 21. Mr. Mohammad Hassan (didatangkan dari Sumatera)

Selanjtunya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 orang, yaitu: 1. Achmad Soebardjo (Anggota) 2. Sajoeti Melik (Anggota) 3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)

52

4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota) 5. Kasman Singodimedjo (Anggota) 6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

C. Beberapa Saat Sebelum Proklamasi PPKI pada dasarnya dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai upaya untuk menarik simpati dari berbagai golongan. PPKI secara simbolik dilantik oleh Jendral Terouchi dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta dan juga Rajiman Wedyodiningrat (mantan ketua BPUPKI) ke Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945. Dalam pidato pelantikannya Terauchi menerangkan bahwa cepat atau lambat kemerdekaan bisa diberikan, tergantung pada cara kerja PPKI. adapun wilayah Indonesia, maka wilayah Indonesia akan meliputi bekas Hindia Belanda. Bahkan dari hasil pertemuan tanggal 11 Agustus 1945, rencana kemerdekaan akan diberikan tanggal 24 Agustus 1945. Kondisi itulah yang mengakibatkan sebagian aktivis kontra Jepang menolak kehadiran PPKI sebagai pengantar kemerdekaan. Dua hari setelah Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI

53

saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan hadiah dari Jepang.

Sjahrir, Soekarno, dan Hatta

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak

54

menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

D. Peristiwa Rengasdengklok

55

Pagi hari Soekarno, Hatta dan Mr. Subardjo mendatangi Gunseikanbu dan mendapatkan kantor itu kosong yang menurut seorang opsir penjaga semua pejabat dipanggil ke Gunseireibu (markas besar angkatan perang). Ketiga tokoh itu sepakat bahwa berita dari Syahrir bolehjadi benar. Lalu mereka menemui Admiral Mayeda di kantornya. Mayeda terpekur beberapa lama sehabis

mendengar pertanyaan Soekarno tentang kebenaran Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Sikap Mayeda itu lebih mempertegas perkiraaan bahwa berita yang diterima dari Syahrir memang benar. Dalam perjalanan pulang dari rumah Mayeda, Soekarno menyetujui usul Moh. Hatta untuk menyelenggarakan sidang PPKI esok harinya yaitu tanggal 16 Agustus, sebab seluruh anggota PPKI sudah pada hadir dan menginap di Hotel des Indes, Jakarta. Mr. Subardjo ditugasi memberitahukan hal itu kepada semua anggota PPKI.

56

Admiral Meida

Sore harinya

Moh. Hatta dikunjungi kakak beradik Soebadio

Sastrosatomo dan Subianto, keduanya anak Margono Djojohadikusumo. Mereka mencoba mempengaruhi Hatta untuk membatalkan rapat PPKI esok hari 16 Agustus dan mendesak agar proklamasi diucapkan oleh Soekarno sendiri atas nama rakyat Indonesia melalui corong radio. Moh. Hatta menolak desakan kedua kakak beradik itu, sehingga mereka melontarkan ucapan: Bung tidak revolusioner!! Bung Hatta tidak bisa diharapkan untuk mengadakan revolusi!!

57

Setelah waktu berbuka puasa, para pemuda

dan

mahasiswa

yang

tergabung dalam Comit van Actie berkumpul di Gedung Institut Baktereologi pada tanggal 15 Agustus 1945. Komite ini dibentuk sebagai usaha pemuda dan mahasiswa untuk menghindarkan perjuangannya dari pengaruh Jepang seperti halnya Jawa Hokokai dan PPKI yang dianggap bentukan Jepang.. Mereka adalah Chaerul Saleh dan kelompoknya dari Pemuda Sendenbu/Jawatan Penerangan, Wikana dan kelompoknya dari Pemuda Kaigun/Angkatan Laut, Aboe Bakar Loebis dan kelompoknya dari Mahasiswa Kedokteran Ika Daigaku asrama Prapatan 10, Soebadio Sastrosatomo dan kelompoknya dari Baperpi (Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia). Mereka memutuskan kemerdekaan Indonesia tidak perlu diumumkan melalui PPKI karena Jepang sudah menyerah kepada Sekutu, dan akan mengirimkan delegasi menemui Soekarno. Comit van Actie merumuskan tuntutan yaitu 1) Proklamasi

Kemerdekaan, 2) mengambil kekuasaan dari tangan Jepang sebelum Sekutu mendarat, 3) memobilisasi seluruh kekuatan rakyat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan. (Alizar Thaib, 1993: 54)

58

Wikana

Malam itu juga delegasi pemuda yang terdiri dari Wikana, Soeroto Koento, Soebadio Sastrosatomo, Darwis dan DN Aidit bertandang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur 56. Pertemuan mereka diketahui dari kamar lain oleh Sayuti Melik dan SK Trimurti yang menjadi sekretaris Soekarno. Wikana menyampaikan keputusan rapat pemuda kepada Soekarno dan mendesak agar bersedia melaksanakannya, namun Soekarno bersikeras tidak bisa meninggalkan PPKI dan meminta para pemuda bersabar. Terjadilah situasi yang sangat dramatis ketika Wikana yang meluap emosinya mengemukakan akan terjadi pertumpahan darah bila Bung Karno tidak bersedia melaksanakan dan Soekarno yang tersinggung menantang mereka menghabisi dirinya malam itu juga tidak perlu

59

menunggu sampai besok.

Kedatangan Moh. Hatta, Mr.Soebardjo, Mr. Iwa

Kusuma Sumantri, dr. Buntaran dan dr. Syamsi kerumah Soekarno yang sedang bersitegang dengan pemuda itu tidak mampu mendinginkan suasana pertemuan yang panas. Usul kelompok tua yang disampaikan oleh Moh. Hatta agar pemuda mencari pemimpin yang lain untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dianggap sebagai tantangan yang menyindir oleh para pemuda. Mereka meninggalkan rumah Soekarno dengan tangan hampa dan hati kesal.

Sukarni

Menjelang tengah malam, para pemuda berkumpul di Cikini 71 untuk mendengarkan laporan delegasi yang disampaikan oleh Wikana. Tidak berapa lama datang Soekarni, Yusuf Kunto, dr.Muwardi dan dr.Sutjipto ikut mendengarkan laporan Wikana. Mereka yang terlambat datang ini, terutama Soekarni langsung menguasai jalannya rapat dengan mengatakan sudah tiba saatnya pemuda dan mahasiswa untuk bertindak secepat mungkin malam itu juga. Ia mengusulkan Soekarno dan Moh. Hatta dibawa keluar Jakarta untuk

60

diminta memproklamasikan kemerdekaan disana. Pemilihan Rengasdengklok diusulkan oleh dr. Soetjipto dan Singgih (keduanya Chudancho PETA) dan rapat pemuda menyetujuinya. Yang lain diminta menggalang kekuatan pemuda bersiap menyongsong proklamasi yang akan diumumkan dari Rengasdengklok dan mereka harus melanjutkan dengan mengobarkan revolusi di Jakarta melalui perebutan setasiun radio dan tempat-tempat penting lainnya dari tangan Jepang. Soekarni sendiri yang akan memimpin langsung pelaksanaan

penculikan tersebut.

Para Pejuang Kemerdekaan

Lewat tengah malam Soebadio Sastrosatomo mendatangi rumah Syahrir untuk melaporkan pelaksanaan tugasnya menyebar-luaskan informasi dari Syahrir, sekaligus memberitahu adanya rencana pemuda untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Syahrir menyatakan kemarahannya

61

terhadap Soekarno di depan Subadio Sastrosatomo, menyetujui rencana pemuda memproklamasikan kemerdekaan tanpa melibatkan PPKI, tetapi tidak setuju terhadap usaha penculikan Soekarno dan Hatta tersebut. Syahrir juga meminta agar Soebadio tidak terlibat dalam upaya penculikan, namun Soebadio menyatakan telah terikat dengan kesepakatan bersama para pemuda tersebut dan akan ikut melaksanakannya. Karena itulah Syahrir kemudian memusatkan perhatian menyusun kekuatan rakyat melalui kelompoknya yang ada di sejumlah kota, antara lain Cirebon. Syahrir juga tidak ikut serta dalam dinamika persiapan dan pembacaan proklamasi kemerdekaan selanjutnya di Pegangsaan Timur 56.

Pelurusan Tulisan Agung Nugroho/PR bahwa Syahrir, Chaerul Saleh dan kawankawan lalu menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok (Pikiran Rakyat, 18/8 Laporan Khusus) perlu diluruskan dengan uraian diatas. Syahrir sama sekali tidak ikut serta dengan aksi-aksi pemuda yang dipelopori oleh Soekarni, Chaerul Saleh, Adam Malik, Wikana, dll. terhadap Soekarno dan Hatta. Kekecewaan Syahrir yang begitu besar terhadap Soekarno dan Hatta, ditambah penolakan pengikutnya yang setia, Soebadio Sastrosatomo, atas nasihatnya agar tidak terlibat dalam usaha penculikan terhadap Soekarno dan Hatta, dan perasaan tidak berdaya serta terkucilkan di dalam kota J akarta, menyebabkan Syahrir mengandalkan para pendukungnya yang berada di luar kota Jakarta, termasuk dr. Soedarsono di Cirebon. Tetapi ia tidak realistis terhadap kekuatannya di mata rakyat seakan ia melupakan bahwa Soekarno lebih mendapat

62

tempat di hati seluruh rakyat Indonesia. Maka apa yang dilakukan oleh dr. Soedarsono mengikuti instruksi Syahrir juga tidak memperoleh sambutan dari masyarakat kota Cirebon. Dari uraian kesibukan para tokoh pada tanggal 15 Agustus tersebut, sangat kecil kemungkinan dr. Soedarsono memproklamasikan kemerdekaan di Alun-alun Kejaksan, Cirebon, pada tanggal 15 Agustus itu juga sebagaimana diungkapkan oleh Agung Nugroho seperti dikabarkan PR. Sangat boleh jadi dr. Soedarsono mengucapkannya pada tanggal 16 Agustus 1945. Agung Nugroho mengatakan: proklamasi Soedarsono seperti angin lalu. Teks proklamasi yang dibacakan dr. Soedarsono disebutkan cukup panjang terdiri dari 300 kata. Ada dua versi yang berkembang, (1) disusun oleh Syahrir dikirim per telegram ke Cirebon; (2) disusun oleh dr. Soedarsono sendiri. Dan ada yang menawarkan kemungkinan yang ke (3) yaitu dokumen manifesto perjuangan Indonesia dalam alam demokrasi yang disusun oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan Soebadio Sastrosatomo.

Untuk Didiskusikan! Satu hal yang perlu difikirkan adalah: mengapa Moh. Hatta mengusulkan kepada Soekarno untuk membuka sidang PPKI esok hari tanggal 16 Agustus 1945, padahal mereka meninggalkan rumah Admiral Mayeda masih siang hari tanggal 15 Agustus. Hatta yang terkenal teliti dan cermat dalam bekerja itu rupanya membayangkan banyak yang harus disiapkannya untuk menghadapi sidang PPKI. Karena itu ia

63

menetapkan waktu esok harinya, tanggal 16 Agustus.

Seandainya ia

bertindak sedikit revolusioner dengan mengesampingkan tetek-bengek yang kecil, semestinya ia mengusulkan sidang PPKI tanggal 15 Agustus malam hari itu juga. Kalau ini dilakukan, maka: (1) tidak akan terjadi drama perbedaan pendapat yang tajam antara pemuda dengan Soekarno dan dirinya sendiri. (2) tidak akan terjadi penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, dan yang lebih penting lagi (3) rapat PPKI tanggal 15 Agustus malam boleh jadi akan didukung oleh pemuda yang menghendaki proklamasi segera diumumkan (semua proses yang secara realita terjadi pada tanggal 16 Agustus malam dialihkan ke tanggal 15 Agustus malam), apalagi (4) perubahan sikap politik Jepang di Indonesia baru berubah pada tanggal 16 Agustus lewat tengah hari, dimana mereka sudah harus tunduk kepada perintah Admiral Patterson, wakil Sekutu, yang melarang setiap perubahan status quo. Jadi pada tanggal 15 Agustus malam, Jepang masih belum terikat dengan pelarangan perubahan status quo, termasuk proses kemerdekaan Indonesia oleh PPKI. (5) Proklamasi kemerdekaan bisa dilakukan tanggal. 16 Agustus dan pengesahan UUD 1945 tanggal 17 Agustus1945, atau lebih cepat satu hari dari yang terjadi kemudian Namun Allah telah mentakdirkan lain dan pasti ada hikmahnya dibalik itu semua. Sebagai penutup di Semarang terjadi percobaan perebutan kekuasaan dari tangan Jepang oleh pemuda Indonesia yang berlangsung selama tiga hari (baca: Bangsaku Merdeka).

64

Soekarno, Hatta, dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, setelah Marsekal Terauchi di Dalat

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

E. Pertemuan Soekarno-Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan)

65

di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Para Pemuda Mendesak Agar Pemerintah Indonesia Baru Memiliki Kekuatan di hadapan Kekuatan Asing

66

Jenderal Mayor Nishimura

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti

67

kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti transfer of power. Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56

F. Proklamasi Untuk mempersiapkan proklamasi seperti disebutkan di atas, SoekarnoHatta pergi ke rumah Laksamana Meida di Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol) di mana telah berkumpul di sana B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, dkk., untuk menegaskan bahwa pemerintah Jepang tidak campur tangan tentang proklamasi. Setelah diperoleh kepastian, maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada larut malam dengan Mr. Ahmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwakusumasumantri dan beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah Proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya konsep Soekarnolah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pada pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jumat legi, jam 10 pagi Waktu

68

Indonesia Barat (jam 11.30 waktu Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan Khidmat dan diawali dengan pidato sebagai berikut:

Rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta

PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA INDONESIA. DENGAN HAL-HAL INI MENYATAKAN MENGENAI

KEMERDEKAAN

YANG

PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKATSINGKATNYA

Pembacaan Teks Proklamasi oleh Soekarno didampingi Hatta

69

Naskah asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen Nasional

Di Balik Detik-detik Pembacaan Naskah Prokalamasi Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya,

70

17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Pengibaran Bendera Merah Putih untuk Pertama Kalinya

71

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605. Naskah Otentik Teks di atas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

KRONOLOGIS PROKLAMASI Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H) dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Muhammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Jakarta Pusat.

1. 6 Agustus 1945: 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

72

2. 7 Agustus 1945: BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). 3. 9 Agustus 1945: Soekarno, Hatta dan Radjiman

Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang

menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus. 4. 10 Agustus 1945: Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir. 5. 11 Agustus 1945: Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan

73

Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan dalam beberapa hari. 6. 14 Agustus 1945: Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro dengan Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal

berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagibagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia

74

belum siap, Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 7. 15 Agustus 1945 : Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Setelah mendengar desasdesus Jepang bakal bertekuk lutut, Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda

menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus

75

keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta. 8. 16 Agustus 1945: Gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin

memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta, dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan

kemerdekaan pada 16 Agustus. 9. Peristiwa Rengasdengklok: Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan

76

membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. 10. Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto: Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan. 11. Pembacaan Naskah Proklamasi: Mengetahui bahwa

proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

77

G. Sidang-sidang PPKI Sehari setelah Proklamasi, keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Sebelum siding resmi dimulai, kira-kira 20 menit dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah Panitia Pembukaan UUD 1945 yang pada saat itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta, terutama yang menyangkut perubahan sila pertama Pancasila. Dalam pertemuan tersebut, para pendiri Negara kita bermusyawarah dengan moral yang luhur sehingga mencapai suatu kesepakatan, dan akhirnya disempurnakan sebagaimana naskah Pembukaan UUD 1945 sekarang ini.

(1) Sidang Pertama (18 Agustus 1945) Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusankeputusan sebagai berikut: a. Mengesahkan Undang Undang Dasar 1945 yang meliputi: (1) Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. (2) Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada tanggal 17 Jui 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang Undang Dasar 1945. b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama

78

c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat. Tentang pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat, dalam masa transisi dari pemerintahan jajahan kepada pemerintahan nasional, hal itu telah ditentukan dalam pasal IV Aturan Peralihan. Adapun keanggotaan Komite Nasional adalah PPKI sebagai intinya ditambah dengan pemimpin-pemimpin rakyat dari semua golongan, aliran, dan lapisan masyarakat, seperti: Pamong Praja, Alim Ulama, kaum pergerakan, pemuda, pengusaha/pedagang,

cendekiawan, wartawan, dan golongan lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 dan diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo. Komite Nasional ini kemudian dinamakan dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Adapun perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut: PIAGAM JAKARTA 1. Kata Muqaddimah 2. Dalam suatu hukum dasar PEMBUKAAN UUD 1945 1. Diganti dengan pembukaan 2. dalam suatu UUD Negara

3. . Dengan berdasar kepada kepada 3. dengan berdasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban Ketuhanan Yang Maha Esa menjalankan Syariat Islam bagi pemelukn-pemeluknya 4. menurut dasar kemanusiaan 4. Kemanusiaan yang adil dan beradab yang adil dan beradab

79

RANCANGAN HUKUM DASAR o Istilah hukum dasar o

UUD 1945

Diganti Undang Undang Dasar atas Usul Soepomo o Dalam rancangan dua orang wakil o Seorang Wakil Presiden presiden o Presiden harus orang Indonesia Asli o Presiden harus orang asli yang beragama Islam o Dalam rancangan disebutkan, o Dihapuskan selama pegang pimpinan perang, dipegang oleh Jepang dengan persetujuan Pemerintah Indonesia. Demikianlah berbagai perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta pasal-pasalnya.

(2) Sidang Kedua (19 Agustus 1945) Pada sidang kedua PPKI berhasil menentukan ketetapan berikut: (a) Tentang Daerah Provinsi, dengan pembagian berikut: o Jawa Barat o Jawa Tengah o Jawa Timur o Sumatera o Borneo o Sulawesi o Maluku o Sunda Kecil (b) Untuk sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskan seperti sekarang.

80

(c) Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan seperti sekarang.

Hasil yang ketiga dalam siding tersebut adalah dibentuknya Kementerian, atau Departemen yang meliputi 12 Departemen, sebagai berikut: a. Departemen Dalam Negeri b. Departemen Luar Negeri c. Departemen Kehakiman d. Departemen Keuangan e. Departemen Kemakmuran f. Departemen Kesehatan g. Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan h. Departemen Sosial i. Departemen Pertahanan j. Departemen Penerangan k. Departemen Perhubungan l. Departemen Pekerjaan Umum (Sumber: Sekretariat Negara, 1995:461) (3) Sidang Ketiga (20 Agustus 1945) Pada siding ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap agenda tentang Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri dari atas delapan pasal. Salah satu dari pasal tersebut, yaitu pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Keamanan Rakyat (BKR).

81

(4) Sidang Keempat (22 Agustus 1945) Pada siding keempat PPKI membahas agenda tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.

H. Gejolak-gejolak Pasca Sidang PPKI Bermula dari proses pemuda melepas belenggu penjajahan yang berhasil dilaksanakan dengan dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan oleh Sukarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56. Setelah Proklamasi Kemerdekaan kelompok pemuda pejuang di Jakarta kecawa atas sikap para pemimpin negara yang tidak segera merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Kekecewaan itu dimulai ketika perumusan proklamasi. Sukarni atas nama kaum pemuda keberatan terhadap kalimat kedua dalam teks Proklamasi: Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ia mengusulkan agar diganti dengan kata-kata: Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya (Adam Malik, 1982: 65). Usul ini ditolak oleh golongan tua dengan alasan untuk menghindari bentrokan dengan Jepang, dimana Jepang sebagai penjaga status quo masih lengkap dengan persenjataannya. Ketidakpuasan kelompok pemuda berlanjut pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI) yang tidak membahas perebutan kekuasaan. Rapat PPKI pertama diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat di Pejambon menyusun tatanan kehidupan negara yang mencakup penetapan Undang-Undang

82

Dasar Negara Republik Indonesia, memilih Sukarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Tanggal 19 Agustus 1945 pembagian wilayah administrative menjadi delapan provinsi, pembentukan kementriankementrian menjadi 12 kementrian. Sidang PPKI berikutnya tanggal 22 Agustus 1945 berhasil membentuk Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia, serta Badan Keamanan. (Dokumen PPKI tanggal 18, 19, 22 Agustus 1945, Koleksi Arsip Sekretariat Negara RI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 para pemuda segera mengundang Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Mr Kasman, dan St Syahrir ke Prapatan 10 untuk membicarakan langkah ke depan yang lebih jauh. Para pemuda sangat mengharapkan segera dibentuk Tentara Nasional Indonesia dan merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Presiden menyatakan bahwa pembentukan tentara dan perebutan kekuasaan tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa.

Pembentukan tentara akan memprovokasi pihak Jepang untuk melakukan tindakan yang keras terhadap Indonesia. Penundaan pembentukan Tentara Nasional dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban yang banyak dari pihak Indonesia karena sebagian tentara Jepang masih bersenjata lengkap (Adam Malik, 1978: 55). Pernyataan ini ditolak oleh kelompok pemuda dengan alasan bahwa sikap Presiden justru merugikan bangsa Indonesia di dunia internasional karena tidak segera mengambil alih kekuasaan disaat Jepang sudah menyerah kepada Sekutu. Sebagai bentuk nyata dalam mengambil alih kekuasaan dari Jepang, para pemuda merebut Perusahaan Kereta Api pada tanggal 3 September 1945.

83

Tindakan revolusioner ini diikuti dengan mengambil alih Trem Listrik tanggal 4 September. Tanggal 5 September Radio Jakarta juga dikuasai. Dan tanggal 11 September seluruh Jawatan Radio dikuasai oleh Republik. Di lain pihak, Pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan tindakan perebutan kekuasaan. Mereka menunggu dari pihak Jepang menyerahkan kantorkantor pemerintahan kepadanya. Mungkin sekali strategi yang dipilih itu memperlihatkan cara yang tepat untuk memahami pemindahan kekuasaan dengan seksama meskipun tidak dengan tempo yang sesingkat-singkatnya. Inilah yang tidak sejalan dengan sikap para pemuda. Pemuda menginginkan segala kemandegan pemerintah harus segera dipecahkan, kemerdekaan segera diisi. Pemuda menginginkan kekuasaan pemerintah lebih nyata wujudnya, dan ini harus dilakukan sebelum Sekutu datang Pemuda yang tergabung dalam Comit van Actie bertekad untuk memanifestasikan kepada dunia secara terbuka, bahwa Republik Indonesia telah berdiri, merdeka, berdaulat, bebas dari pengaruh Jepang dengan cara mempertemukan rakyat Indonesia dengan para Pemerintah Indonesia dalam suatu rapat umum yaitu Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945. Penelitian yang dilakukan oleh Heru Prayitno, membuktikan bahwa ketika Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan, Jepang masih berkuasa di Jawa. Berdasarkan syarat-syarat penyerahan kepada Sekutu, tentara Jepang bertanggung jawab memelihara hukum dan ketertiban serta status quo politik di Indonesia, sehingga terkandung resiko besar Jepang mengambil tindakan keras meniadakan Republik dalam rangka melindungi diri mereka sendiri dari Sekutu.

84

Situasi ini menunjukkan bahwa eksistensi Republik diawali tanpa memiliki aparat pemerintahan yang lazim. Namun bagi rakyat, Republik adalah simbol kemerdekaan dan diakui sebagai titik kulminasi perjuangan yang sebenarbenarnya. Bentuk loyalitas yang diberikan oleh pemuda kepada Republik, sampai tingkat tertentu, dapat dikatakan sebagai pengimbang ketiadaan alat-alat kontrol formal pemerintahan. Loyalitas para pemuda dan pelajar kepada pemerintah Republik di awal proklamasi kemerdekaan diwujudkan dengan mempersatukan gerakan yang berasal dari berbagai kelompok pemuda (Kelompok Sjahrir, Asrama Mahasiswa Ikadaigakku di Prapatan 10, Asrama Angkatan Baru di Menteng 31, Asrama Indonesia Merdeka, Barisan Pelopor) ke dalam suatu wadah perjuangan, Comit van Actie (Panitia Aksi), pada tanggal 18 Agustus 1945. Pimpinannya berasal dari berbagai kelompok pemuda, yakni: Sukarni sebagai Ketua Umum, Chaerul Saleh dan Wikana sebagai Wakil Ketua, A.M. Hanafi sebagai Sekretaris, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimiharjo, Kusneini, Djohar Nur, Darwis dan Armunanto sebagai anggota. Comit van Actie dibentuk pada tanggal 15 Agustus 1945 sebagai bentuk usaha para pemuda untuk menghadapi situasi yang ada pada waktu itu, situasi dimana Jepang sudah menyerah kalah terhadap Sekutu. Komite ini dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama yang tak tertulis dan bukan merupakan panitia resmi milik pemerintahan yang berkuasa. Sebagai tanggapan dari situasi yang ada, saat itu tanggal 15 Agustus 1945 di Laboratorium Bacteriologi disepakati tiga tuntutan yang harus segera direalisasikan, yaitu: (1) Proklamasi Kemerdekaan; (2) Mengambil kekuasaan dari tangan Jepang sebelum Sekutu mendarat; (3)

85

Memobilisasi seluruh kekuatan rakyat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan.(Alizar Thaib, 1963:54). Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia telah merdeka, disisi lain para pembesar Indonesia belum siap dalam menghadapi keadaan yang ada. Segala perangkat untuk menjalankan pemerintahan belum dibentuk. Semua jawatan serta kantor pemerintahan masih dikuasai Jepang. Sebagai tanggapan dalam situasi ini pada tanggal 18 Agustus Comit van Actie menyempurnakan susunan panitia untuk melanjutkan aksinya dengan membentuk bidang-bidang, yang terdiri: Bidang Politik, Bidang Ketentaraan, Bidang Pemerintahan, Bidang Dana dan Usaha. Masing-masing bidang bertugas menyusun rencana program perjuangan yang dihimpun menjadi suatu program pokok sebagai pedoman pelaksanaan kerja masing-masing. Untuk melaksanakan tujuan tersebut ditentukan program bersama yang disiarkan melalui selebaran yang diberi nama Suara Rakyat No. 1, isinya: 1) Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdiri 17 Agustus 1945 dan rakyat telah merdeka, bebas dari pemerintahan bangsa asing. 2) Semua kekuasaan harus ditangan Negara dan Bangsa Indonesia 3) Jepang sudah kalah dan tidak ada hak untuk menjalankan kekuasaan lagi diatas bumi Indonesia. 4) Rakyat Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang. 5) Segala perusahaan (kantor-kantor, pabrik-pabrik, tambangtambang, kebun dan lain-lain) harus direbut dan dikuasai oleh

86

rakyat Indonesia (terutama oleh kaum buruh) dari tangan Jepang. (Adam Malik, 1982: 88-89) Dilihat dari isi selebaran tersebut jelas bahwa sikap Comit van Actie menghendaki agar segera diadakan perebutan kekuasaan dari tangan Jepang. Tujuan Komite ini adalah untuk mempertahankan Republik Indonesia, dan menyusun serta menggerakkan kekuatan rakyat untuk memperluas dan memperkokoh kekuasaan Republik. Untuk itu pada tanggal 1 September 1945 mendirikan BARA (Barisan Rakyat Indonesia), API (Angkatan Pemuda Indonesia), dan BBI (Barisan Buruh Indonesia). Ketiga barisan tersebut digunakan Comit van actie sebagai penggerak seluruh rakyat untuk mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia (Maruto Nitimihardjo, 1977). Rapat Raksasa Di Lapangan Ikada 1. Situasi dan Kondisi Pendorong Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Di dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang terpenting dan terutama adalah kekuasaan dan kekuatan fisik, maka yang menjadi persoalan adalah alinea kedua dari Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang berbunyi Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Rakyat, terutama pemuda terpelajar dan mahasiswa tak sabar menanti terlaksananya pemindahan kekuasaan, terutama dari tangan Jepang yang tidak berkuasa lagi. Kondisi ini mendorong para pemuda dan mahasiswa untuk melakukan perebutan kekuasaan atas inisiatifnya sendiri. Kereta Api, Kantor Berita Antara, Percetakan, Trem listrik berusaha dikuasai oleh para pemuda dan mahasiswa. Dalam upaya

87

menguasai berbagai simbol kekuasaan pemerintahan ini timbul permasalahan baru, yaitu tersiar kabar bahwa pada tanggal 15 September 1945 Inggris akan mendarat di Indonesia atas nama Sekutu untuk mengambil alih pemerintahan Jepang di Asia tenggara. Kemenangan Sekutu atas negara poros (Jerman, Italia, Jepang) membawa dampak dalam kehidupan rakyat Indonesia. Indonesia menjadi daerah dalam pengawasan Sekutu yang tergabung dalam South East Asia Command (SEAC) di bawah komando Laksamana Muda Lord Louis Mountbatten. Kedatangan Sekutu dan NICA ditanggapi oleh para pemuda sebagai usaha pihak asing untuk menegakkan penjajahan kembali di bumi Indonesia. Sebagai pihak yang menang dalam perang, Sekutu berhak menguasai daerah-daerah kekuasaan Jepang, Indonesia termasuk didalamnya. Dengan kata lain Indonesia berubah menjadi daerah jajahan baru Sekutu. Namun keadaan sudah berubah, Indonesia sudah merdeka. Sebagai usaha untuk menunjukkan kepada Sekutu bahwa Indonesia telah merdeka serta memiliki pemerintahan yang sah, para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Comit van Actie merencanakan rapat raksasa dengan menghadirkan seluruh rakyat dan Pemerintah Republik. 2. Peranan Comit van Actie dalam Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Kelambanan Pemerintah RI dalam mengambil kekuasaan dan adanya kabar Sekutu akan mendarat menggantikan kekuasaan Jepang di Indonesia mendorong para pemuda yang tergabung dalam Comit van Actie mengadakan pertemuan pada tanggal 15 September 1945 untuk merencanakan rapat raksasa di Lapangan Ikada dan mendesak Presiden Sukarno untuk menghadirinya dan

88

berbicara kepada rakyat Indonesia. Waktu yang dipilih adalah tanggal 17 September 1945, tepat sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Dengan pertimbangan agar persiapan rapat raksasa lebih sempurna lagi, maka diputuskan untuk menunda rapat raksasa dari tanggal 17 September menjadi pada tanggal 19 September 1945. Dalam usaha menyebarkan berita dilaksanakannya rapat raksasa pada tanggal 19 September 1945, terjadi perang pamflet antara Comit van Actie dengan pihak Jepang. Plakat dan pamflet yang disebarkan oleh anggota Comit van Actie sebagian besar lenyap dan berganti dengan tempelan dari pihak Jepang yang menyebutkan rapat umum dibatalkan. Untuk mengantisipasi hilangnya plakat-plakat itu maka plakat-plakat dijaga sampai terlaksananya rapat raksasa. Selain itu Jusuf Ronodipuro mengungkapkan pengumuman adanya rapat raksasa di Ikada juga disebarkan dengan mengirim kurir ke daerah-daerah dan dilanjutkan dengan cara dari mulut ke mulut atau getok tular. Des Alwi juga mengungkapkan bahwa penyebaran berita adanya rapat raksasa di Ikada dilakukan dengan mengirim surat, berbisik-bisik maupun berteriak-teriak, dan melalui pemancar Radio Suara Merdeka. Usaha para pemuda dalam memobilisasi massa untuk hadir di lapangan Ikada dibantu oleh Soediro sebagai pimpinan Barisan Pelopor. Soediro sebagai pimpinan Barisan Pelopor segera mengeluarkan perintah kepada anggotanya yang berbunyi: 1) Datang dan berkumpul di Lapangan Ikada (Lapangan Gambir) pada tanggal 19 September 1945 pukul 10.00 waktu Indonesia.

89

2) Keperluannya: menyatakan taat dan setia pada pemerintah Nasional kita yang dipimpin oleh Sukarno dan Hatta. 3) Mengajak serta teman-teman dan tetangga-tetangga yang telah dewasa (Berita Buana, 20 September 1978). Instruksi ini tidak terbatas bagi masyarakat di daerah Jakarta saja, tetapi sempat dikirim ke Bogor, Sukabumi, Bandung, dan bahkan ke Jawa Tengah. Pemuda Menteng 31 bertugas mengerahkan massa. Sukarni menghubungi para pemuda bekas siswa Asrama Angkatan Baru Indonesia, para pimpinan Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), dan Barisan Buruh Indonesia (BBI) untuk membantu mengerahkan massa. Sutisna Hamidjaja sebagai bekas siswa Asrama Angkatan Baru Indonesia yang tinggal di Bukitduri Tanjakan mendapat perintah dari Sukarni untuk mengumpulkan Barisan Rakyat paling sedikit 600 orang (Sutisna Hamidjaja, 1975: 12). Rapat raksasa di Lapangan Ikada yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 September 1945 menimbulkan sikap pro dan kontra. Penentang adanya rapat raksasa adalah Pemerintah Militer Jepang. Sikap Jepang yang melarang adanya demonstrasi berpengaruh terhadap sikap Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia yang mengetahui adanya rencana rapat raksasa di lapangan Ikada, pada tanggal 17 September 1945 mengadakan sidang kabinet untuk membahas rencana para pemuda dan mahasiswa itu. Keputusannya adalah pemerintah minta kepada pemuda dan mahasiswa untuk membatalkan rencana itu. Alasan dari keputusan pembatalan rencana pemuda tersebut karena pemerintah mengetahui adanya selebaran dari Gunseikan yang melarang adanya rapat-rapat

90

dan demonstrasi. Apabila keinginan pemuda dituruti maka dikhawatirkan akan terjadi bentrokan fisik dengan Jepang yang telah mengancam siapa saja yang melanggar larangan tersebut (Lasmidjah Hardi, 1983: 95). Menanggapi keputusan pemerintah ini, para mahasiswa Prapatan 10 mengadakan pertemuan yang memutuskan akan berusaha membujuk pemerintah untuk bersedia melangsungkan rapat raksasa yang direncanakan tersebut. Pihak Menteng 31 yang menanggapi penolakan ini, menganggap bahwa keputusan pemerintah tidak bijaksana karena para pemuda beranggapan bahwa rapat raksasa itu merupakan demonstrasi yang diperlukan untuk menyatakan suatu dukungan rakyat tentang adanya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal ini merupakan kekuatan moril untuk mempertahankan Republik yang baru di Proklamirkan. Pertemuan Pemuda Menteng 31 ini akhirnya memutuskan tetap akan melanjutkan pengerahan massa rakyat di lapangan Ikada (Maruto Nitimihardjo, 1977). Pada malam harinya pada tanggal 18 September 1945 atas permintaan Soebardjo, dilaksanakan sidang kabinet di kediaman Sukarno di Pegangsaaan 56 yang dimulai pukul 20.00. Pada prinsipnya Sukarno-Hatta menyetujui adanya rapat raksasa tersebut. Demikian juga para menteri yang mengikuti sidang. Namun, yang menjadi persoalan adalah larangan Jepang untuk mengadakan demonstrasi. Sidang berlarut-larut sampai pukul 4.00 pagi tanggal 19 September 1945 tetapi belum ada keputusan bulat. Oleh sebab itu sidang ditunda pukul 10.00 pagi. Meskipun ada keputusan bahwa sidang ditunda, pemerintah tetap menyiarkan pembatalan rapat raksasa tersebut (Achmad Subardjo Djojoadisuryo, 1978: 373). Sidang kabinet dilanjutkan jam 10.00 pagi, mereka masih membahas

91

rencana pemuda dan mahasiswa untuk mengadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada, dimana Sukarno sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia diminta untuk berbicara. Sampai pukul 15.00 sore sidang belum juga memberikan keputusan untuk hadir dalam rapat raksasa atau tidak, pada waktu itu Hatta menerima secarik kertas dari Subianto yang isinya adalah bahwa para pemuda dan mahasiswa akan menjamin keselamatan Sukarno-Hatta selama berlangsung rapat raksasa di lapangan Ikada nanti. Secarik kertas itu kemudian diberikan kepada Sukarno oleh Hatta (Margono Djojohadikusumo, t.t.: 124). Menurut Mohammad Roem, sekembalinya dari menghadap pembesar-pembesar Jepang, ia bersama Suwiryo menuju ke tempat sidang kabinet dan melaporkan kepada Sukarno-Hatta tentang hasil pertemuannya dengan pihak Jepang yang memberikan waktu lima belas menit kepada Sukarno-Hatta untuk menenangkan rakyat (Mohammad Roem, 1972: 124). Setelah mendengar keterangan dari berbagai pihak, selanjutnya Sukarno memutuskan bahwa rapat raksasa akan tetap dilaksanakan. Dalam menyampaikan keputusannya tersebut Sukarno mengatakan: Saudara-saudara menteri, dengarkanlah keputusan saya. Saya akan pergi ke lapangan Ikada untuk menenteramkan rakyat yang sudah berjam-jam menunggu. Saya tidak akan memaksa saudara-saudara untuk ikut saya. Siapa yang mau tinggal di rumah boleh, terserah kepada saudara masing-masing (Margono Djojohadikusumo, t.t.: 124).

92

Dengan adanya keputusan yang diucapkan oleh Sukarno tersebut maka berakhirlah sidang kabinet hari itu dan rapat raksasa yang direncanakan para pemuda tetap dilangsungkan. 3. 19 September 1945 di Lapangan Ikada Keadaan di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945 semakin siang semakin besar massa yang berkumpul. Mereka yang datang bukan hanya dari Jakarta saja, bahkan diantaranya ada yang datang dari Bogor, Cikampek, Bekasi, Karawang, Cianjur, Bandung dan Sukabumi. Bahkan ada yang naik sepeda dari Bogor ke Jakarta (Berita Indonesia, No. 3, Tahun 1945). Gemuruh suara ribuan rakyat Jakarta dan sekitarnya tiba-tiba perhatiannya teralihkan, karena ada sesuatu yang menarik perhatian, iring-iringan mobil yang bergerak dan dikawal banyak pemuda yang membawa bendera Merah Putih mulai memasuki lapangan Ikada. Massa bergembira, sebab apa yang mereka tunggu sejak pagi akhirnya hadir juga di lapangan Ikada. Sambutan bergemuruh dan sorak-sorai berkumandang di lapangan yang luas itu. Lapangan yang luas tak tampak lagi rumput hijaunya karena tertutup oleh ratusan ribu manusia (Rekaman Video Peristiwa 19 September 1945) Kesan dari Des Alwi, salah satu orang yang hadir di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945, digambarkan sebagai berikut: Di Ikada saat itu separuh penduduk Jakarta hadir disitu. Dulu penduduk Jakarta hanya 700.000 jiwa. Berarti sekitar 350.000 ribu itu hadir dalam rapat raksasa di Ikada . Sedangkan kesan Jusuf Ronodipuro adalah sebagai berikut: Sampai jam 4 Bung Karno tiba, lalu berteriak Merdekaaaa, luar biasa itu. Pada saat itu saya ada

93

disana. Wuaah, ratusan ribu yang hadir. Rosihan Anwar sebagai bekas wartawan Asia Raya yang turut mengikuti rapat raksasa memberi kesan: Lapangan Ikada rame penuh sesak, sehingga untuk menempuh beberapa ratus meter saja memerlukan waktu lebih dari seperempat jam. Ketika Sukarno naik ke atas mimbar, maka suara gemuruh menyambut kedatangan pemimpinnya dengan teriakan Merdeka meledak. Sukarno menyambut teriakan massa rakyat dengan mengucapkan salam nasional Merdeka sebanyak tiga kali dan disambut dengan gegap gembita. Setelah itu Sukarno berpidato, yang isinya sebagai berikut: Saudara-saudara harap tinggal tenang dan tenteram.

Dengarkanlah perkataan saya. Sebenarnya Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan perintah untuk membatalkan rapat ini, tapi karena saudara-saudara memaksa, maka saya datang kesini lengkap dengan menteri-menteri Pemerintah Republik Indonesia. Saya bicara sekarang sebagai saudaramu, Bung Karno. Saya minta saudara-saudara tinggal tenang dan mengerti akan pimpinan yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia. Saudara-saudara, saya sebagai Presiden, saudara Hatta sebagai Wakil Presiden, menteri-menteri, kita semua bersedia bertanggung jawab kepada seluruh rakyat Indonesia. Kita sudah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Proklamsi itu tetap kami pertahankan, sepatahpun tidak kami cabut. Tetapi dalam pada itu, kami sudah menyusun suatu rancangan. Tenang,

94

tenteram, tetapi tetap siap sedia menerima perintah yang kami berikan. Kalau saudara-saudara percaya kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang akan mempertahankan proklamasi kemerdekaan itu walaupun dada kami akan robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kepada kami dengan tunduk kepada pemerintah-perintah kami yang disiplin. Sanggupkah saudara-saudara? Perintah kami hari ini, marilah sekarang pulang semua dengan tenang dan tentram; ikutilah perintah presidenmu sendiri tetapi dengan tetap siap sedia sewaktu-waktu. Sekali lagi saudara-saudara, perintah kami, marilah kita sekarang pulang semua dengan tenang dan tenteram, tetapi dengan tetap siap sedia. Saya tutup rapat ini dengan salam nasional Merdeka (Dokumen Pribadi Jusuf Ronodipuro)

95

Suasana lapangan Ikada sebelum rombongan Presiden dan para Menteri datang. Tampak tentara Jepang berjaga-jaga mengelilingi massa di lapangan Ikada. (foto: Menteng 31)

Sukarno berbicara kurang lebih lima menit. Seruan Merdeka dan Sanggup menggeledek di Lapangan Ikada. Perintah pulang dengan tenang pun dipenuhi. Massa rakyat yang membubarkan diri ada yang tidak langsung pulang ke rumah masing-masing, tanpa diperintah mereka berbaris mengikuti mobil Sukarno yang dikawal Moefreini Moemin, mereka berpawai menuju jalan Pegangsaan Timur 56 tempat kediaman Sukarno. Sampai disana mereka membubarkan diri pulang ke rumah masing-masing. 4. Pengaruh Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Keadaan rakyat seluruh Jakarta setelah 19 September 1945 bertambah marah melihat sikap Jepang. Rakyat menyambut larangan-larangan Jepang dengan ejekan-ejekan, larangan menaikkan bendera Merah Putih tidak diindahkan, dimana-mana masih dipasang bendera Merah Putih. Larangan berkumpul juga tidak diindahkan, dimana-mana masih banyak orang bergerombol, pengawasan yang keras oleh Jepang atas gerak-gerik dijawab dengan siap dan barikade di seluruh kota. Pamflet-pamflet, selebaran serta radio gelap yang dipimpin Kusnandar, membuat Jepang semakin marah (Adam Malik, 1982: 98).

96

Tentara Jepang lengkap dengan bayonet menuju lapangan Ikada. Terdapat coretan dinding dari para pemuda yang menuntut keadilan dan kemerdekaan untuk seluruh bangsa. (foto: Menteng 31)

Sementara itu, tentara Sekutu telah mendarat di Indonesia untuk melucuti tentara Jepang, rakyat mengadakan reaksi terhadap kabar itu. Pemuda di kampung-kampung dan gang-gang mulai mengorganisir diri dalam bentuk kelompok-kelompok dan regu-regu, mereka membagi tugas untuk jaga malam. Di setiap Kawedanan di Jakarta, API (Angkatan Pemuda Indonesia) salah satu organ Comit van Actie, mempelopori pembentukan laskar-laskar perjuangan. Sejak berdirinya kelompok-kelompok pejuang sering terjadi bentrokan-bentrokan yaitu antara tentara Jepang, tentara Sekutu, dan orang-orang Belanda, melawan pejuang pemuda bangsa Indonesia. Rencana Sekutu semula adalah menegakkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Dasar kebijakan ini adalah laporan Van Mook mengenai situasi di

97

Indonesia: bahwa kekuatan Republik bisa dianggap sama sekali tidak berarti. Rencana tersebut berubah saat setelah Lawrence van der Post memberikan keterangan bahwa Indonesia mempunyai gerakan nasional yang kuat dan memiliki pemerintahan yang berwibawa. Di atas kapal Cumberland, Van der Post menyampaikan kesan-kesannya kepada Patterson dan istri Mountbatten, lady Edwina, yang kemudian disampaikan kepada suaminya. Percakapan ini memegang peranan yang menentukan dalam penilaian Mountbatten tentang kekuatan gerakan nasional di Jawa. Keterangan ini bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Van Mook dan Van der Plas yang mengatakan bahwa kekuatan Republik bisa dianggap sama sekali tidak berarti (Lambert Giebels, 2001: 378). Menurut Jusuf Ronodiporo penilaian Lawrence van der Post tentang situasi di Jawa sangat dipengaruhi adanya rapat raksasa di lapangan Ikada. Saat hadir dalam rapat raksasa, Van der Post terkesan dengan Sukarno yang mampu mengendalikan ratusan ribu massa di Ikada. Massa dengan tenang meninggalkan lapangan. Jusuf Ronodipuro mengkisahkan: Saat rapat raksasa, kebetulan disitu, disamping saya berdiri seorang kulit putih. Dia menyaksikan kejadian itu gelenggeleng kepala. Pada saat yang kritis, Sukarno dalam kedudukannya sebagai Presiden yang masih baru, berhasil mengelakkan sebuah pertumbahan darah. Dengan demikian, ia bukan saja tampak lebih berwenang di hadapan rakyat Indonesia, tetapi juga di mata para pemantau Inggris. Gengsi Sukarno yang naik di mata orang Inggris, tidak lama sesudah itu membuahkan hasil. Tanggal 27 September

98

Van der Plas di panggil menghadap di markas besar Mountbatten di Singapura, ia diberi tahu bahwa orang Inggris hanya akan bergerak kalau orang Belanda bersedia berunding dengan Sukarno dan teman-temannya. Kebijakan Inggris selanjutnya adalah membebaskan dan mengungsikan para tawanan yang ditahan di kamp tahanan, melucuti senjata orang Jepang dan memulangkan mereka, dan menjaga ketertiban dan keamanan. Dalam menjalankan tugas ini akan menduduki beberapa daerah kunci dan bahwa penjagaan ketertiban dan keamanan di luar kota-kota besar akan diserahkan kepada Republik Indonesia. Kebijakan ini berarti mendekati semacam pengakuan terhadap Republik Indonesia (Lambert Giebels, 2001: 382).

99

BAB III PENUTUP

BPUPKI dan PPKI merupakan dua tonggak penting. Singkatnya, Masa depan Indonesia tergantung pada momen-momen penting. Di dalamnya ada kekuatan kenegarawanan, keikhlasan berjuang, hingga intrik-intrik demi sebuha kepentingan. Fakta sejarah di atas sangat terbuka untuk difahami dan dimaknai. Namun yang paling penting untuk dicatat pada hari ini adalah, para Founding Father Negara Indonesia telah menyerahkan segenap kemampuan, waktu, dan kerja keras mereka untuk memberikan dasar pijakan bagi generasi pelanjutnya. Tugas kita saat ini khususnya sebagai pelajar, adalah berbuat sebaik mungkin untuk menghargai bahkan lebih jauh adalah menjaga keberlangsungan kehormatan bangsa dan Negara. Sebab tidak dapat dipungkiri, mereka para founding father adalah para pelajar pada masanya, para pejuang muda, yang memiliki kekuatan pengorbanan yang luar biasa.

100

DAFTAR PUSTAKA

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 tentang Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, Penetapan UndangUndang Dasar 1945. Arsip Sekretariat Negara RI. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 19 Agustus 1945 tentang Pembentukan Kementerian dan Provinsi di Indonesia. Arsip Sekretariat Negara RI. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 22 Agustus 1945 tentang Pembentukan Badan Keamanan, Komite Nasional, dan Partai Nasional Indonesia. Arsip Sekretariat Negara RI. Achmad Subardjo Djojoadisuryo. 1978. Kesadaran Nasional: Sebuah

Autobiografi. Jakarta: Gunung Agung. Adam Malik. 1978. Mengabdi Republik, Jilid II : Angkatan 45. Jakarta: PT Gunung Agung. Giebels, Lambert. 2001. Soekarno : Biografi 1901-1945. Jakarta: Gramedia. Mohammad Roem. 1972. Bunga Rampai Dari Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang.

101

Anda mungkin juga menyukai