Anda di halaman 1dari 209

JENDERAL A.

Y
JENDERAL ANI
YANI
Sosok Prajurit Cendekiawan

Diterbitkan oleh :

DINAS PEMBINAAN MENTAL


TNI ANGKATAN DARAT
DAN
YAYASAN KARTIKA EKA PAKSI

JAKARTA
2003
JENDERAL A. YANI
Sosok Prajurit Cendekiawan

Pemrakarsa :
Brigjen TNI (Purn) Soetriman MG, MM (Ketua YKEP)
Brigjen TNI R. Sutetyo,S.IP, MM (Kadisbintalad)

Tim Penyusun :
Kolonel Art E. Sukendar, S.IP
Kolonel Inf H. Widjdan Hamam
Letkol Inf Drs. Sugiyanto Hadinoto
Letkol Inf R. Herkusdianto
Mayor Caj Drs. Nurwasis
Mayor Caj Drs. Yusuf Ambari
Mayor Caj Drs. Agung Zamani

Desain Buku dan Sampul :


Margetty

Percetakan :
Gimmick

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis
dari penerbit.

xvi + 192 hlm

Cetakan Pertama : Februari 2004

ii
Kenapa saya menjadi Prajurit ?
Karena saya Patriot.
Kenapa saya Patriot ?
Karena saya cinta tanah air saya.

Sampai ke liang kubur pun


Akan tetap kupertahankan Pancasila.

(Men/Pangad Jenderal A. Yani)

iii
LETNAN JENDERAL TNI A. YANI
MEN / PANGAD ( 1962 - 1965 )

v
KEPALA DINAS PEMBINAAN MENTAL
TENTARA NASIONAL INDONESIA
ANGKATAN DARAT

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah, S.W.T. dan


dengan memanjatkan rasa syukur yang sangat
mendalam, kami persembahkan buku sejarah
kepejuangan yang berjudul : “Jenderal A. Yani Sosok
Prajurit Cendekiawan”.
Kata bijak mengatakan “Het geheugen kan falen, maar
wat geschreven is blijf “ (alam ingatan kita bisa lupa, tapi
apa yang tertulis itu selalu masih dapat kita baca
kembali). Sudah beberapa kali Disbintalad menerbitkan
buku tentang sejarah, tetapi rasanya selalu ada motivasi
tersendiri untuk selalu terus meng gali sejarah
perjuangan TNI Angkatan Darat.
Buku sejarah kepejuangan “Jenderal A. Yani Sosok
Prajurit Cendekiawan” dapat hadir di tengah-tengah
khasanah kepustakaan kita atas kerjasama antara

vii
Disbintalad dan Yayasan Kartika Eka Paksi.
Penerbitan buku ini tidak dimaksudkan untuk
mengkultusindividukan sosok Jenderal A.Yani. Namun
dikandung maksud agar dari buku sejarah ini dapat
diperoleh pengalaman dan suri teladan bagi bangsa,
khususnya generasi muda TNI/ TNI Angkatan Darat
dan generasi muda umumnya dalam melanjutkan
perjuangan para pendahulu. Unsur-unsur positif
semoga dapat terus dikembangkan dan yang negatif
jangan sampai terulang lagi di kemudian hari.
Namun demikian, buku ini memang belum
sempurna. Kita sadari sepenuhnya bahwa setiap kisah
sejarah tidak akan mampu memvisualkan kembali secara
utuh seperti keadaan sesungguhnya. Sekalipun demikian
masih ada kemungkinan perbaikan di sana - sini. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi
penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya mudah-mudahan buku ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama generasi muda
sekarang dan generasi yang akan datang.

Jakarta, Desember 2003

viii
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar Kadisbintalad ...................................vii
Daftar Isi .....................................................................ix
Sambutan Kasad ........................................................ xiii
PENDAHULUAN ............................................. 1
BAGIAN PERTAMA :
PEMUDA DARI JENAR ................................... 5
1. Lahir dari Keluarga Sederhana ......................6
2. Kehidupan Masa Kecil Hingga Remaja .... 11
3. Meninggalkan Masa Lajang ........................ 14
BAGIAN KEDUA :
MENITI KARIER MILITER ......................... 19
1. Jalan Sebuah Pengabdian ............................ 20
2. Prestasi yang Diraih ..................................... 27
a. Peran dalam Palagan Ambarawa ........... 27
b. Ide Pembentukan Pasukan Raiders. ..... 32
c. Operasi Gabungan 17 Agustus ............. 36
d. Pengangkatan sebagai Kas Koti............ 45
e. Pengangkatan sebagai Men/Pangad ..... 51
f. Citra A. Yani di Mata Internasional ..... 53

ix
BAGIAN KETIGA :
SOSOK PRAJURIT CENDEKIAWAN ............ 57
1. Prajurit “Kutu Buku”................................... 59
2. Profil Seorang Otodidak ............................. 63
3. Hidup adalah “Universitas” ........................ 66
4. Gagasan dan Kebijakan A. Yani ................ 72
BAGIAN KEEMPAT :
FIGUR SEORANG PEMIMPIN
DAN NEGARAWAN ....................................... 99
1. Dilahirkan sebagai Pemimpin .................. 100
2. Konsekuen Membela Ideologi Negara
Pancasila. ..................................................... 113
3. Menolak Pembentukan Angkatan ke–5 .. 118
BAGIAN KELIMA :
AKHIR SEBUAH PENGABDIAN. ............... 123
1. Tipuan yang Membawa Maut ................... 124
2. Tragedi Subuh Berdarah ........................... 129
3. Gugur sebagai Patriot ................................ 143
BAGIAN KEENAM :
APA KATA MEREKA TENTANG
JENDERAL A. YANI ..................................... 147
PENUTUP ...................................................... 173
BIODATA JENDERAL A. YANI ................... 179
DAFTAR PUSTAKA........................................ 187

x
JENDERAL TNI RYAMIZARD RYACUDU
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat

xi
KEPALA STAF
TENTARA NASIONAL INDONESIA
ANGKATAN DARAT

SAMBUTAN
PADA PENERBITAN BUKU SEJARAH
KEPEJUANGAN“JENDERAL A. YANI
SOSOK PRAJURIT CENDEKIAWAN”

Dengan memanjatkan rasa syukur ke hadirat


Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas
penerbitan buku sejarah kepejuangan Jenderal A. Yani
Sosok Prajurit Cendekiawan.
Gagasan menerbitkan buku yang mengangkat
salah satu sosok Pahlawan Revolusi Jenderal A. Yani
seperti ini merupakan langkah yang positif, karena dapat
dijadikan sebagai salah satu wahana pelestarian,
pewarisan, dan penanaman nilai-nilai luhur kepejuangan
bangsa Indonesia.
Sebagai seorang yang dianugerahi Tuhan
kecemerlangan dalam berpikir, Jenderal A. Yani selalu

xiii
belajar, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan intelektualnya, ter masuk
mengembangkan kemampuan prajurit-prajuritnya
dengan mengirimkan ke lembaga-lembaga pendidikan
untuk belajar dan berlatih, baik di dalam maupun di
luar negeri, agar menjadi prajurit yang profesional.
Kecerdasan dan kepandaiannya sangat membantu
menciptakan konsepsi-konsepsi baru dalam menunjang
keberhasilan berbagai tugas yang dibebankan
kepadanya.
Jenderal A. Yani adalah sosok prajurit cendekiawan
yang memiliki semangat dan wawasan kebangsaan yang
tinggi, terutama komitmennya terhadap kedaulatan dan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indone-
sia. Pada kesempatan apa pun Jenderal A. Yani
senantiasa menanamkan dan mewariskan semangat
juang dalam mengawal, membela, mempertahankan,
dan menegakkan ideologi negara Pancasila dan UUD
1945 terhadap rongrongan dari pihak mana pun. Hal
ini terlihat dari pidato-pidato dan sikapnya yang tegas
menentang rencana PKI untuk membentuk Angkatan
ke-5.
Dengan membaca buku ini, kita dapat mengetahui
dan menyadari arti penting integrasi wawasan
kebangsaan antar komponen bangsa agar tidak
mengalami kesenjangan dalam menghadapi hakikat
ancaman yang bersifat permanen terhadap perjuangan
mencapai cita-cita nasional dan lebih memahami,

xiv
menyadari, dan mewaspadai terhadap berbagai upaya
sistematis pemutarbalikan fakta sejarah belakangan ini
yang dilakukan oleh penganut paham komunis.
Sikap, tutur kata, dan tindakan Jenderal A. Yani
yang terungkap dalam buku ini kiranya dapat dijadikan
teladan dan pedoman bagi segenap komponen bangsa
dalam melanjutkan pengabdian kepada negara dan
bangsa yang kita cintai.
Semoga buku ini dapat memenuhi harapan
tersebut.

Desember 2003

xv
PENDAHULUAN

Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu


mengabadikan jasa pahlawannya. Salah satu sarana
pengabadian jasa pahlawan tersebut adalah melalui
wahana penulisan sejarah. Dengan mempelajari sejarah
akan diketahui betapa besar perjuangan yang dilakukan
oleh pendahulu-pendahulunya.
Generasi muda hendaknya mempelajari peristiwa-
peristiwa masa lampau yang penuh heroik dan
pengalaman melalui biografi tokoh-tokoh yang telah
berhasil merebut, menegakkan, dan mengisi
kemerdekaan. Terbukti dengan telah banyaknya buku
biografi para pahlawan yang diterbitkan baik oleh TNI
/ TNI AD, Depdiknas, maupun keluarga para
pahlawan.
Salah satu tokoh TNI khususnya TNI AD yang
dibahas dalam tulisan ini adalah Jenderal TNI A. Yani.
Tokoh ini sangatlah tepat untuk ditampilkan karena
berbagai macam pengabdian dan jasa-jasanya telah
membawa nama baik TNI AD dan menebar harum
bagi nusa dan bangsa.

1
Dengan berbagai keberhasilan yang telah dicapai,
diharapkan dapat dijadikan cermin dan suri teladan bagi
generasi muda selanjutnya sebagai dasar dalam berkarya
dan berjuang untuk nusa dan bangsa.
Kehidupan A. Yani diawali dengan cerita tentang
daerah kelahirannya desa kecil Jenar Kabupaten
Purworejo, kisah masa kecilnya hingga remaja sampai
meninggalkan masa lajangnya menikah dengan gadis
bernama Yayu Rulia Subandiah. Selanjutnya A. Yani
meniti karier militernya, diawali dengan pilihannya
memasuki dunia militer pada tahun 1940 sampai dengan
puncak kariernya sebagai Men/Pangad. Diuraikan pula
prestasi-prestasi yang diraihnya dalam Pertempuran
Ambarawa, idenya membentuk pasukan raiders,
peranannya dalam Operasi Gabungan (Opsgab) 17
Agustus, dan lain-lain, termasuk bagaimana citra A. Yani
di mata dunia internasional.
A. Yani juga dikenal sebagai sosok prajurit
cendekiawan, prajurit yang “ kutu buku” selalu mencoba
untuk belajar sendiri dan melihat kehidupan sebagai
medan pembelajaran, sebagai “universitas”nya, serta
gagasan-gagasan dan kebijakan A. Yani yang
memperkokoh citra dirinya sebagai prajurit
cendekiawan.
Sebagai figur seorang pemimpin dan negarawan,
A. Yani selalu memiliki komitmen dan konsekuen dalam
membela ideologi Pancasila dan gigih menolak
pembentukan angkatan ke–5.

2
Pada akhir pengabdiannya diuraikan bahwa
berbagai tipuan telah membawa maut, tragedi Subuh
berdarah dan gugurnya A. Yani sebagai patriot. Sebuah
tragedi memilukan tentu membawa berbagai cerita,
kepedihan, dan komentar beragam dari yang kagum,
haru, bahkan suasana menyayat sering timbul di balik
ketokohan A. Yani.
Paling tidak menjadi pijakan pembaca dalam
sebuah renungan. Dengan harapan semoga jejak
langkah dan pengabdian Jenderal A. Yani kepada TNI,
TNI AD, bangsa dan negara mendapat tempat yang
semestinya dan kita dapat memetik warisan hikmahnya.

3
1
BAGIAN PERTAMA
PEMUDA DARI JENAR
Pemuda dari Jenar

1. Lahir dari Keluarga Sederhana


Banyak orang mengenal nama Purworejo, tetapi
tidak semua mengetahui persis tentang kondisi
sesungguhnya kota tersebut. Purworejo adalah kota
kabupaten yang secara geografis terletak di suatu dataran
rendah di Jawa Tengah bagian selatan dan berada pada
jalur jalan raya yang menghubungkan antara kota
Gombong, Karanganyar, Kebumen ke Yogyakarta,
sedangkan sebelah utara adalah kota Magelang.
Karena letaknya yang sangat strategis tersebut
maka sejak zaman kolonial Belanda, Purworejo telah
ditetapkan sebagai kota militer. Belanda mendirikan
tangsi - tangsi, tempat-tempat pendidikan dan pelatihan
serta kamp-kamp tawanan dan menempatkan sejumlah
pasukan pendudukan yang kuat.
Di daerah ini tumbuh subur mitos kepahlawanan
Pangeran Diponegoro, yang telah menjadikan daerah
ini sebagai basis perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Pasukan yang dipimpinnya lama bertahan dan sukses
dalam melancarkan serangan-serangan gerilya terhadap
Belanda.
Kisah-kisah pribadi yang penuh ketaqwaan dan
jiwa kepahlawanan Pangeran Diponegoro inilah yang
turun-temurun diceritakan dari mulut ke mulut menjadi
suatu santapan pendidikan rohani, pemupuk jiwa
kepahlawanan dari anak-anak di daerah ini termasuk
pula A. Yani kecil saat itu.

6
Pemuda dari Jenar

Mengingat pentingnya peranan kota Purworejo


sebagai kota militer, dengan begitu banyaknya tangsi
dan kamp tawanan, maka Jepang pun juga
menempatkan pasukan pendudukan yang cukup kuat
di sini.
Kehidupan rakyat Purworejo khususnya di masa
pendudukan Jepang, kiranya tidak jauh berbeda dengan
kehidupan rakyat di daerah yang lain. Hari-hari selalu
dihiasi tindakan yang kejam, penindasan, timbulnya
wabah penyakit, dan bahaya kelaparan merupakan ciri
umum dari kehidupan masyarakat Indonesia di masa
itu. Tidak sedikit pula jatuh korban dari rakyat akibat
terserang wabah penyakit dan akibat kelaparan.
Akan tetapi, dibalik semua penderitaan dan
kesengsaraan ini lahir pula dari Purworejo pemuda-
pemuda militan yang pernah mendapat latihan
kemiliteran dari Jepang. Terbentuknya barisan PETA,
Heiho, Kaigun, Keibondan, Seinendan, dan sebagainya
ternyata banyak menarik minat pemuda Purworejo
untuk memasukinya.
Dari desa kecil Jenar Kabupaten Purworejo
seorang pemuda yang bernama Sarjo bertemu hati
dengan seorang pemudi Murtini, yang secara kebetulan
kedua muda-mudi ini bekerja di tempat yang sama.
Kedua muda-mudi ini pun saling jatuh cinta,
akhirnya mereka menikah menjadi suatu pasangan serasi
dan hidup rukun meskipun status sosial mereka
tergolong sederhana. Dari buah perkawinannya lahirlah

7
Pemuda dari Jenar

seorang bayi laki-laki pada hari Selasa Legi tanggal 19


Juni 1922 yang kemudian diberi nama Ahmad Yani.
Tidak ada kejadian-kejadian luar biasa selama proses
kelahirannya. Lahirnya seorang anak dalam suatu
keluarga tentu sangat membahagiakan. Demikian juga
dengan pasangan Sarjo dan Murtini apalagi anaknya
seorang laki-laki yang sudah sangat didambakan
kehadirannya.
Menurut astrologi, orang yang lahir pada tanggal
19 Juni termasuk dalam zodiak Gemini. Karakter orang
Gemini biasanya cerdas, berwawasan jauh ke depan,
senang belajar dan bekerja keras, tak kenal menyerah,
pandai bergaul, dan romantis. Menurut kejawen orang
yang lahir pada Selasa Legi lazimnya mempunyai watak
yang keras, teguh dalam pendirian, dan pemberani.

Mbah buyut A. Yani

8
Pemuda dari Jenar

Hari, bulan, dan tahun berganti. Demikian juga


A.Yani kecil bertambah usia dan berkembang secara
wajar di bawah asuhan dan tanggung jawab kedua orang
tuanya. Dalam pergaulan dengan anak-anak sedesanya
di Jenar, A.Yani menunjukkan sifat-sifatnya yang
terbuka, tidak banyak bicara, berwatak keras, setia dan
pemberani selalu mewarnai kepribadiannya. Dalam
psikologi perkembangan, usia anak-anak merupakan
landasan yang kuat dalam proses perkembangan periode
berikutnya, dan semakin matang usianya semakin kuat
pula tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Demikian halnya dengan A. Yani, dia pun
berkembang dan bergaul sesuai dengan tuntutan
usianya. Bersama-sama dengan anak sedesanya dia juga
bermain kucing-kucingan, gelut-gelutan, main bola, main

Foto kedua orang tua

9
Pemuda dari Jenar

perang-perangan dengan pedang dari bambu dan


lempar-lemparan tanah liat. Perang-perangan ini
merupakan bentuk permainan yang sangat digemarinya.
Dalam kehidupan keluarga, A. Yani selalu rajin
membantu orang tuanya. Pak Sarjo bekerja sebagai
pengemudi pada tuan Hulstijn (seorang Belanda). Sarjo
bekerja di sana pun bukan atas usahanya sendiri, tetapi
melalui ayahnya yang kebetulan saat itu menjadi lurah
di desanya. Ibunya, Murtini yang punya perangai lemah
lembut berstatus sebagai ibu rumah tangga. Keluarga
ini hidup sangat sederhana, tetapi dari segi kepribadian,
tanggung jawab, dan sifat kekeluargaannya sangat
menonjol.
Inilah yang menjadi modal Pak Sarjo sewaktu
bekerja pada tuan Hulstijn seorang administatur
pemerintah Belanda yang sangat senang melihat hasil
pekerjaan Sarjo. Biasanya kalau majikan sudah senang
terhadap bawahan, apa pun kebutuhan bawahan akan
diperhatikannya. Begitu juga kebaikan Sarjo di mata
keluarga Hulstijn, hal ini menjadi pertimbangan baginya
untuk membantu A. Yani anak Sarjo dalam pendidikan
kelak. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan A. Yani
untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan.
Disadari bahwa pada masa penjajahan Belanda orang
pribumi sangat susah mengenyam pendidikan di sekolah
Belanda kecuali anak orang-orang kaya.

10
Pemuda dari Jenar

2. Kehidupan Masa Kecil Hingga Remaja.


Panorama alam Jenar Purworejo dengan luasnya
persawahan, bukit-bukit, dan gunung disapu awan nan
putih yang berkejar-kejaran selalu membangkitkan daya
khayal anak-anak. Kadang daya khayal itu melambung
jauh menembus batas cakrawala, melayang-layang ke
alam impian yang indah-indah, seindah hati anak-anak
yang masih bersih. Bagi anak-anak yang dikelilingi oleh
tradisi keprajuritan di masa lampau seperti yang biasa
diceritakan turun-temurun di daerah Kedu, Bagelen,
Banyumas, khayalan-khayalan itu tidak jarang
mengambil bentuk-bentuk impian kepahlawanan
dengan menjadikan dirinya sebagai tokoh utama, seperti
tokoh-tokoh Pandawa dalam cerita pewayangan yang
selalu membela kejujuran dan kebenaran, bersikap adil
ambeg paramarta, menghancurkan angkara murka.
A.Yani pun berkhayal sebagai tokoh utama pembela
kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Dalam menopang perkembangan pribadi A. Yani,
kedua orang tuanya memberikan pendidikan agama
kepadanya, menjadikan ia tumbuh menjadi seorang
pemuda yang penuh cita-cita luhur. Selain adatnya keras,
A. Yani sangat teguh memegang pendirian yang ia yakini
kebenarannya dan dia seorang pemberani yang tenang.
Keberanian yang dikendalikan oleh ketenangan batin
inilah yang berkali-kali telah menyelamatkan jiwanya
dalam berbagai pertempuran yang dialaminya kelak di
kemudian hari.

11
Pemuda dari Jenar

Suatu ketika, orang-orang sebaya di desanya


bertutur tentang keberanian dan ketenangan A. Yani
ini, ketika ada seekor kerbau mengamuk di desanya.
Sekelompok orang berlarian tak menentu arah untuk
menyelamatkan diri dari amukan kerbau. A. Yani naik
ke atas pohon, kepada rombongan yang mencari tempat
untuk menjerat kerbau mengamuk itu, ia dengan
semangat memberi komando untuk menangkap sambil
menunjuk-nunjuk dimana tempat kerbau yang sedang
mengamuk itu.
Setelah cukup usia untuk bersekolah, A. Yani
memasuki sekolah dasar di Purworejo, masuk Hollands
Indiesche School ( HIS), sekolah dasar untuk anak-anak
pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
Bersekolah di sini merupakan keberuntungan tersendiri
bagi pendidikannya, sebab anak-anak desa umumnya
hanya masuk sekolah “Ongko Loro”, tetapi A.Yani
sampai kelas lima. Ia dapat masuk HIS ini berkat
dorongan majikan ayahnya Tuan Hulstijn yang terkesan
akan kepribadian dan kecerdasan A.Yani.
A. Yani berhasil menamatkan sekolahnya dari HIS,
kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke MULO
(Middelbare Uitgebreid Lagere Onderwijs) bagian B di Bogor.
Tiga tahun MULO dapat dilalui dengan mudah.
Menjelang akan selesainya pendidikan di MULO
B, keberaniannya teruji kembali, yaitu ketika ia kebetulan
pergi ke tempat ayahnya bekerja. Saat datang di sana
ayahnya sedang dimaki-maki oleh seorang Belanda,

12
Pemuda dari Jenar

melihat ayahnya diperlakukan seperti itu dengan


spontan A. Yani memberikan serangan berupa makian
dengan bahasa Belanda terhadap orang Belanda itu.
Akibatnya orang Belanda tersebut marah dan
menyerang A. Yani secara fisik dan A. Yani juga
melawan. Terjadilah pergumulan, dan peristiwa ini
kebetulan dilihat oleh salah seorang Kopral KNIL
(Koninklijk Nederlands Indische Leger) bernama Lopias.
Si Kopral sudah memberikan peringatan kepada
orang Belanda tersebut, tetapi tidak diindahkan.
Akhirnya Kopral jengkel dan memukul sehingga si
Belanda terjatuh. Dengan peristiwa ini beberapa minggu
kemudian si Kopral mendapat hukuman diturunkan
pangkatnya satu tingkat dari pangkat semula. Betapa
beraninya pemuda A. Yani di dalam membela kebenaran
dan keadilan, tidak peduli siapa pun yang harus dihadapi
sebagai lawannya.
Selesai dari pendidikan MULO, A. Yani
melanjutkan pendidikannya di AMS (Algemene Middelbare
School) bagian B Jakarta. Baru 2 tahun mengecap
pendidikan di sana tiba-tiba pecahlah Perang Dunia II,
negeri Belanda diduduki Jerman dan tanah jajahannya
harus siap sedia dengan tentaranya untuk berperang.
Maka digerakkanlah “Milisi Bumiputera” (Milisi Umum)
yang dikenakan terhadap hampir seluruh pemuda
Indonesia termasuk A. Yani.

13
Pemuda dari Jenar

3. Meninggalkan Masa Lajang.


Ahmad Yani dilahirkan dalam masyarakat yang
memiliki tradisi keprajuritan turun-temurun,
mempunyai jiwa keprajuritan yang kuat. Ia berkeinginan
mengabdikan dirinya untuk tanah air, negara, dan
bangsa melalui jalur hidup keprajuritan.
Seiring dengan itu, pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia setelah Belanda menyerah tanpa
syarat. Dengan dalih untuk kepentingan Perang Asia
Timur Raya dan mengaku sebagai saudara tua, Jepang
mengajak para pemuda Indonesia dengan membentuk
tentara sukarela PETA (Pembela Tanah Air). Untuk
menjadi siswa Syodanco PETA, selain harus memenuhi
persyaratan fisik, kesehatan dan lainnya, dituntut pula
harus bisa mengetik.
A. Yani pun tertarik menjadi Syodanco PETA,
karena memang sesuai dengan pang gilan jiwa
keprajuritan yang ada dalam dirinya. Untuk mewujudkan
keinginannya, ia berusaha melengkapi kemampuannya
dengan mengetik. Maka dicarinya tempat kursus
mengetik.
Saat itu di Purworejo terdapat sekolah tepatnya
kursus mengetik bernama “ARTI” dengan guru seorang
gadis belia Yayu Rulia Subandiah. Maka ikutlah A. Yani
dalam kursus mengetik tersebut, ia pun bertemu dan
berkenalan dengan Yayu Rulia Subandiah sebagai guru
mengetiknya. Selang tiga bulan mengikuti kursus

14
Pemuda dari Jenar

mengetik, A. Yani pun pergi dari kota kelahirannya


Purworejo entah kemana tidak diketahui pula oleh guru
mengetiknya.
Empat bulan setelah A.Yani pergi dari Purworejo,
pada suatu hari di pendopo Kabupaten Purworejo
diadakan suatu upacara yang cukup meriah untuk
menyambut para perwira remaja tentara sukarela PETA
yang berasal dari daerah Purworejo. Dalam kesempatan
itu Syodanco A. Yani yang tampil gagah dengan seragam
dilengkapi pedang samurainya, dipertemukan kembali
dengan bekas guru mengetiknya Yayu Rulia Subandiah
yang dalam upacara tersebut hadir diundang dan
dipercaya untuk menyampaikan kata sambutan mewakili
para remaja putri.
Nampaknya pertemuan yang kedua kali di
pendopo Kabupaten itu, memiliki arti yang mendalam
bagi A.Yani dengan gadis “guru mengetiknya” Yayu
Rulia Subandiah. Kini bukan hanya sekadar pertemuan
fisik sepasang muda-mudi, tetapi ternyata telah terjalin
lebih jauh lagi pertemuan dua hati yang sedang jatuh
cinta.
Sejak itulah pertemuan demi pertemuan untuk
merajut tali kasih dilanjutkan. Bila hati telah menyatu
surat pun mengalir untuk menjalin cinta dan
menumpahkan kerinduan hati.
Setelah sembilan bulan menjalin kasih, di kota
Magelang Syodanco A. Yani mengakhiri masa lajangnya
menikah dengan pujaan hatinya Yayu Rulia Subandiah

15
Pemuda dari Jenar

gadis kelahiran Denpasar Bali tanggal 1 Oktober 1924,


putri R.Sutodiwiryo keluarga terkenal di kota Purworejo.
Perkawinan itu berlangsung pada tanggal 5 Desember
1944 dengan mendapat restu dari seluruh rekan-
rekannya terutama dari Cudanconya bernama Suryo
Sumpeno.
Dari hasil perkawinan ini pasangan A. Yani dan
Yayu Rulia Subandiah hidup berbahagia dan dikaruniai
8 orang putra putri, yaitu :
Indria Ami Rulliati Yani(Pr, 21 Desember 1945),
Herlia Emmy Rudiati Yani (Pr, 23 Januari 1947), Emilia
Umi Astagini Yani (Pr, 22 Desember 1948), Elina Lili
Elastriya Yani (Pr, 22 September 1950), Widna Anni
Andriani Yani (Pr, 24 November 1951), Reni Ena
Yuniati Yani (Pr, 23 Juni 1953), Untung Mufreni Yani

Keluarga A. Yani hidup berbahagia beserta putra-putrinya

16
Pemuda dari Jenar

(Lk, 31 Agustus 1954), Irawan Sura Eddy Yani (Lk, 4


Januari 1958).
Sebagai figur tentara dan seorang komandan
A.Yani sangat keras, disiplin, serta tegas dalam
keputusan-keputusannya. Akan tetapi, sebagai seorang
suami dan ayah, A. Yani sangat romantis dan penuh
kasih sayang terhadap keluarganya. Kalau sudah di
rumah ia tampak tenang dan santai.
Terhadap putra-putrinya A.Yani juga sangat
memperhatikan dan pandai membaca apa yang menjadi
keinginan para buah hatinya itu. Pada masa senggang
A.Yani menyempatkan diri untuk berekreasi bersama
keluarga.

!"#$%

17
2
BAGIAN KEDUA
MENITI KARIER MILITER
Meniti Karier Militer

1. Jalan Sebuah Pengabdian


“Sederhana dan apa adanya,” begitulah komentar
banyak orang, mengenai diri A. Yani. Sosok A. Yani
yang berperawakan tinggi menyenangi olahraga renang,
dan beladiri Kendo, hidupnya dicurahkan untuk
mengabdi kepada bangsa dan negara. Tenaga dan
pikiran ia curahkan sejak usia muda, kala itu baru 18
tahun, kehidupan keprajuritan ditekuni, dipelajari, dan
dikerjakan untuk mengukir hidup di dunia ini. Pilihan
yang tepat bagi sosok seorang yang berpostur tinggi
dan energik.
Kepercayaan akan kekuatan pribadinya,
merupakan bekal utama kemampuan dirinya, terlebih
disertai kerja dengan prinsip “sepi ing pamrih rame ing
gawe”, mulai ia salurkan pada awal pengabdian kepada
bangsa dan negara pada tahun 1940, melalui kehidupan
keprajuritan.
A. Yani mengawali karier militernya dengan
mengikuti milisi umum CORO (Corps Opleiding voor
Reserve Officieren) yang dibuka oleh pemerintah Hindia
Belanda. Ia diterima sebagai aspirant pada Dinas
Topografi Militer Bandung. Untuk menambah ilmu
tentang topografi ia dikirim ke Malang, mengikuti
pendidikan selama 6 bulan. Selesai pendidikan diangkat
menjadi Sersan Cadangan dan ditempatkan di Malang.
Pada akhir tahun 1941 A. Yani diperintahkan lagi
mengikuti pendidikan basis kemiliteran di Bogor.
Setelah selesai diangkat menjadi Sersan dan ditugaskan

20
Meniti Karier Militer

pada Dinas Topografi di Bandung. Sewaktu Jepang


masuk ke kota Bandung, A. Yani menjadi tawanan
Jepang di kota Cimahi untuk beberapa bulan. Ia
dibebaskan setelah menjalani screenning dan kembali ke
kampung halaman di Purworejo.
Walaupun A. Yani sempat menganggur selama satu
tahun (1942), ia berkeinginan lagi mengabdi kepada
bangsa dan negara sebagai prajurit. Ia pun mencoba
mendaftarkan diri untuk memasuki Heiho. Semula
hanya iseng, tetapi kenyataannya justru A. Yani
menunjukkan bakat militer yang tinggi, sehingga
disarankan oleh Obata seorang perwira Jepang untuk
menjadi militer.
Diterima sebagai Heiho, A. Yani kemudian
mengikuti pendidikan dasar kemiliteran di Magelang
selama 4 bulan. Karena kecerdasan dan prestasi yang
diraih dalam pendidikan, A.Yani diberi kesempatan
mengikuti pendidikan Syodanco PETA di Bogor tahun
1943. Suatu hal yang menggembirakan, bahwa dari hasil
pendidikan di Bogor. A. Yani tampil sebagai yang terbaik
sehingga mendapat hadiah pedang samurai.
Memilih mengabdi kepada bangsa dan negara,
memang menjadi panggilan nurani A. Yani. Bahkan
separuh masa hidupnya diabdikan untuk kepentingan
bangsa dan negara. Dalam berbagai peristiwa, baik
dalam penumpasan pemberontakan maupun
pertempuran, A. Yani selalu tampil menjadi pemimpin.
Memang ia tergolong orang yang cerdas, pandai, dan

21
Meniti Karier Militer

A. Yani (berdiri di tengah) berpakaian Syodanco


dan membawa samurai kebanggaannya.

22
Meniti Karier Militer

menonjol. Hal ini terbukti dari hasil akhir dalam setiap


pendidikan yang diikuti, baik yang berskala internasional
maupun pendidikan di lingkup nasional. A. Yani selalu
mendapat yang memuaskan, dalam kategori “The Best
Three” dalam pelajaran, pergaulan dan di dalam
menanggapi kehendak guru-guru.
Pada Januari tahun 1944, A.Yani mulai menjabat
sebagai Komandan Seksi (Syodanco) I, Kompi (Cudan)
III, Batalyon (Daidan) II di Magelang. Tanggal 14
Agustus 1945, tentara PETA dibubarkan bersamaan
dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu.
Momentum ini tidak disia-siakan oleh bangsa
Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta atas nama
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemudian pada tang gal 5 Oktober 1945
pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya adalah
“Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka
diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat”.
Untuk memenuhi seruan pemerintah tersebut,
maka A. Yani membentuk sebuah batalyon yang
beranggotakan prajurit bekas Daidannya dulu. Sebagai
Komandan Batalyon adalah A. Yani dengan
menyandang pangkat Mayor. Batalyon A. Yani termasuk
Batalyon 4 Magelang, bagian dari Resimen Magelang
di bawah Letkol Sarbini dan Divisi V Purwokerto yang
dipimpin oleh Kolonel Sudirman.

23
Meniti Karier Militer

Dalam rangka perang kemerdekaan


mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 pun,
Mayor A. Yani bersama batalyonnya terus berjuang dari
satu pertempuran ke pertempuran lain. Karena
prestasinya yang membanggakan maka Mayor A. Yani
pada tahun 1948 dipercaya menjabat Komandan
Brigade 9/Kuda Putih Divisi III/Diponegoro sekaligus
sebagai Komandan Wehrkreise II/Gubernur Militer/
Daerah Militer Istimewa III untuk wilayah Kedu.
Tidak lama berselang, kemudian A. Yani naik
pangkat menjadi Letnan Kolonel.
Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi TNI
AD mengalami beberapa perubahan, yakni Wehrkreise
– Wehrkreise sewaktu perang gerilya semesta mulai
dihapuskan. Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal
27 Desember 1949, dalam wilayah RI dibentuk 7
Tentara dan Territorium (TT), yaitu TT I Medan, TT
II Palembang, TT III Bandung, TT IV Semarang, TT
V Malang, TT VI Banjarmasin ,dan TT VII di Makasar.
TT IV berkedudukan di Semarang di bawah
Panglima Kolonel Gatot Subroto dengan kekuatan 5
Brigade yaitu Brigade N berkedudukan di Slawi, O di
Yogyakarta, P di Solo, G di Salatiga, dan R di Pati. Letkol
A. Yani memimpin Brigade G Pragolo I di Salatiga dan
pada tang gal 26 Oktober 1951 Letkol A. Yani
memimpin Brigade Yudonegoro Purwokerto.
Selanjutnya dengan adanya penyempurnaan organisasi,
maka pada bulan Januari 1952 Brigade diubah namanya

24
Meniti Karier Militer

menjadi Resimen Infanteri dan Brigade Yudonegoro


pimpinan A. Yani berubah menjadi Resimen Infanteri
12 Purwokerto.
Karier militernya semakin terang, pada tahun 1955
Letkol A. Yani mendapat kesempatan mengikuti
pendidikan Sekolah Komando dan Staf (Command and
General Staff College) di Fort Leavenworth, Kansas
Amerika Serikat selama 9 bulan, prestasinya sangat
cemerlang, Letkol A.Yani berhasil mengukir prestasi
Cumlaude. Selesai mengikuti pendidikan di USA
kemudian A. Yani mengikuti Special Warfare Course di
London Inggris tahun 1956.

Lembaga ini menjadi tempat olah pikir dan olah yudha


yang ditempuh A. Yani di Amerika.

Sekembali dari tugas belajar di USA dan Inggris,


Letkol A. Yani kemudian menjabat Asisten 2 (Operasi)
Kasad tepatnya tanggal 1 September 1956. Selanjutnya
pada bulan Januari 1958 A. Yani menjabat sebagai

25
Meniti Karier Militer

Deputy I (Intel) Kasad dan pangkatnya dinaikkan


menjadi Kolonel.
Selain menjabat Deputy I Kasad, Kolonel A. Yani
merangkap beberapa jabatan yaitu menjadi Hakim
Perwira untuk wilayah Medan, Jakarta, Surabaya, dan
Makasar, serta Komandan Operasi 17 Agustus di
Padang Sumatera Barat dalam rangka penumpasan
pemberontakan PRRI.
Jabatan sebagai Komandan Operasi 17 Agustus
dipegang Kolonel A. Yani dari tanggal 11 April 1958
s.d. 24 Juli 1958 dan selanjutnya diserahkan kepada
penggantinya yaitu Letkol Inf Pranoto Rekso Samudro.
Selesai dari tugas Operasi 17 Agustus, Kolonel A. Yani
menduduki jabatan Deputy untuk kuasa perang serta
sebagai Itjen tanggal 16 Januari 1959. Enam bulan
kemudian, tepatnya tanggal 1 Juni 1959 jabatan Kolonel
A. Yani bertambah lagi satu yaitu Deputy Wilayah
(Deyah) untuk Indonesia Timur.
Keberhasilan tugas yang dilaksanakan Kolonel
A.Yani baik tugas operasi maupun tugas staf
mengantarkan karier militer A. Yani semakin terang,
sehingga pada tanggal 1 Januari 1960 Kolonel A.Yani
dinaikkan pangkatnya menjadi Brigadir Jenderal.
Perkembangan selanjutnya karena konstelasi politik
di Indonesia semakin memanas khususnya terjadinya
politik konfrontasi dengan pihak Belanda untuk
membebaskan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi,
maka pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun

26
Meniti Karier Militer

Utara Yogyakarta Presiden/Panglima Tertinggi APRI


mengumandangkan Trikora. Sebagai tindak lanjut dari
Trikora, dibentuklah Komando Mandala. Sebagai
Panglima Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat
dipegang oleh Presiden dan Kepala Staf Pembebasan
Irian Barat dipercayakan kepada Brigadir Jenderal
A.Yani. Setelah terbentuk Komando Mandala tugas-
tugas A. Yani sebagai Deyah diserahterimakan kepada
Panglima Komando Mandala yaitu Mayor Jenderal
Suharto, sedangkan Mayjen A. Yani menjabat Kepala
Staf Koti (Komando Operasi Tertinggi) merangkap
juru bicara Koti.
Sinar terang karier militer terus menjadi milik
A.Yani, tepat 23 Juni 1962 A. Yani dipercaya menjabat
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).
Pada tanggal 1 Januari 1964 Mayjen A. Yani naik pangkat
menjadi Letnan Jenderal.

2. Prestasi yang Diraih.


Dalam perjalanan pengabdiannya kepada bangsa
dan negara melalui dunia militer, A. Yani telah mencapai
puncak kariernya sebagai Men/Pangad. Berbagai
prestasi telah diraih selama perjalanan karier militernya.

a. Peran dalam Palagan Ambarawa.


Kedatangan Sekutu di Semarang semula

27
Meniti Karier Militer

disambut dengan senang dan tulus oleh masyarakat.


Kesenangan ini didasari oleh niat baik Sekutu yang
akan mengurus tawanan perang dari Tentara Jepang.
Bahkan ketika pasukan Sekutu mendarat di Semarang
tanggal 20 Oktober 1945 di bawah komando Jenderal
Bethel oleh Gubernur Jawa Tangah Mr. Wongso
Negoro, diizinkan masuk wilayah Jawa Tengah, tetapi
dengan beberapa syarat.
Kehadiran Sekutu yang semula diterima baik,
ternyata menjadi berbalik karena Sekutu diboncengi
agen-agen NICA (Netherlands Indies Civil
Administration). Para pemuda menjadi sangat
waspada, bahkan sebagian rakyat ada yang mulai
panik, ketika pasukan Sekutu memasuki Ambarawa
dengan kekuatan satu Batalyon. Kemudian mereka

Rakyat Indonesia menyambut kedatangan Tentara Sekutu


dengan ramah-tamah, sayang air susu dibalas dengan air tuba.

28
Meniti Karier Militer

menempati gedung bekas tangsi Ambarawa, Hotel


Van Radhen, komplek Gereja dan tangsi Banyu Biru.
Dengan hadirnya pasukan Sekutu situasi kota
Ambarawa semakin hari semakin panas. Untuk
pertama kalinya tindakan mereka yang sangat
menyinggung perasaan adalah ketika melepaskan
orang-orang Belanda Interniran (tawanan) tanpa
sepengetahuan RI. Semakin hari bukan semakin baik,
justru tindakan Sekutu semakin nekad. Orang
Belanda Interniran yang baru dibebaskan justru
dipersenjatai. Akibatnya sikap mereka yang tadinya
lunak justru semakin congkak. Melihat tindakan
Sekutu yang demikian timbullah keberanian para
pemuda dan rakyat Indonesia, apalagi ditambah ulah
para Sekutu Gurkha yang selalu membuat onar di
sana-sini, menembaki ayam kampung, bahkan
memeras penduduk dengan sewenang-wenang.
Pucuk pimpinan TKR (Tentara Kemanan
Rakyat) yang berkedudukan di Yogyakarta merasakan
adanya ancaman langsung, ketika melihat jumlah
pasukan Sekutu berikut perlengkapan perangnya
telah berada di Magelang. Persiapan pun segera
dilakukan untuk menjaga bila sewaktu-waktu timbul
kejadian yang tidak diinginkan. Kolonel Sudirman
sebagai Panglima Divisi V yang wilayahnya meliputi
Karesidenan Banyumas dan Kedu memperkuat
pertahanan dengan menyiapkan beberapa satuan
yaitu : Yon I/Resimen 16 Purwokerto pimpinan

29
Meniti Karier Militer

Mayor Imam Adrongi dan Yon I/Resimen 15 Cilacap


pimpinan Mayor Sugeng Tirto Sewojo.
Di Karesidenan Kedu sudah tersusun 1 Resimen
yaitu Resimen Magelang yang dikomandani Letkol
Sarbini. Dengan kekuatan 5 Batalyon antara lain:
Batalyon 4 pimpinan Mayor A. Yani yang
berkedudukan di Magelang.
Penunjukan A. Yani menjadi Komandan
Batalyon 4, merupakan tugas yang amat berat, karena
kedudukan Inggris di Kota Magelang.
Penunjukan itu karena A. Yani memiliki
kemauan dan kemampuan yang baik, kemampuan
bertempur yang hebat. Ini terbukti dengan
keberhasilannya memukul tentara Inggris dari
Magelang menuju Ambarawa tanggal 21 November
1945.
Dengan mening galnya Letkol Isdiman
koordinator lapangan pertempuran Ambarawa,
maka Kolonel Sudirman (yang kemudian menjadi
Panglima Besar) langsung turun tangan memimpin
peperangan ini. Gerakan-gerakan pasukan mulai
makin nyata, pengepungan makin meningkat,
penyusupan kian hebat, penghadangan terhadap
Sekutu semakin gencar. Jalur logistik dari semua arah
menuju Ambarawa telah diblokir oleh pasukan TKR.
Tinggal satu jalur logistik yang masih dipertahankan
oleh Sekutu yaitu lapangan terbang Kali Banteng
Semarang.

30
Meniti Karier Militer

Pengejaran Batalyon A. Yani terhadap pasukan


Sekutu dilaksanakan di daerah Bandongan sampai
ke Ambarawa. Setelah pasukan Sekutu memasuki
Ambarawa dan bertahan di Benteng Willem I, maka
semangat pasukan TKR untuk menggempur
pasukan Sekutu semakin membara. Untuk lebih
meningkatkan efektivitas serangan, maka
didatangkan pasukan TKR dari berbagai daerah
antara lain : Magelang, Purwokerto, Surakarta, dan
Yogyakarta.
Gerakan pengepungan semakin kuat dan
beberapa pertempuran meletus di berbagai sektor
di seluruh wilayah Ambarawa. Untuk merebut
tempat strategis terhadap kekuatan Sekutu di
lapangan terbang Kali Banteng, maka ditugaskan
Yon A. Yani untuk merebutnya.
Dengan kemahiran taktik, perhitungan yang jitu,
ditunjang oleh kepemimpinan lapangan yang andal,
serta semangat bertempur Yon A. Yani yang sangat
heroik, maka pada tanggal 9 Desember 1945 Mayor
A. Yani berhasil merebut lapangan terbang Kali
Banteng. Dengan demikian, komunikasi dan suplai
logistik melalui udara pihak Sekutu menjadi terputus.
Keberhasilan tersebut segera dilaporkan kepada
Kolonel Sudirman sebagai komandan pertempuran
Ambarawa.

31
Meniti Karier Militer

b. Ide Pembentukan Pasukan Raiders


Pada masa periode tahun 1952 – 1954
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah berusaha
untuk konsolidasi kekuatan ke dalam, disertai dengan
pembagian daerah tang gung jawab, serta
penggabungan ketiga potensi kekuatan menjadi tiga
Resimen. Ketiga Resimen DI/TII tersebut adalah
Resimen 12 / SU (Sayidina Umar) yang terdiri dari
DI asli yang menguasai daerah Karesidenan
Pekalongan (Tegal, Brebes), Resimen 22 / WS
(Walisongo) yang terdiri dari pasukan eks AUI
(Angkatan Umat Islam) dan bertugas menguasai
daerah Banyumas, Resimen 32 SK (Sunan Kudus)
eks Batalyon 426 yang ditugaskan menguasai daerah
Surakarta.
Dalam aktivitasnya DI/TII tetap mengadakan
gerakan gerilya, berusaha mengacau masyarakat
dengan perbuatan kriminal, dan membina GBN
(Gerakan Banteng Negara) untuk keluar dari TNI.
Ketika aktivitas DI/TII semakin meningkat,
TNI AD mengadakan perubahan struktur
organisasi, yaitu pembentukan Resimen Infanteri di
daerah Divisi IV / Jawa Tengah. Pada saat itu Letkol
A. Yani ditetapkan sebagai Komandan Resimen
Infanteri 12 / Purwokerto yang daerah kekuasaannya
mencakup Karesidenan Pekalongan dan Purwokerto.
Dengan demikian terjadi pelimpahan pimpinan

32
Meniti Karier Militer

GBN dari Letkol M. Bahrun kepada Letkol A. Yani.


Dengan meningkatnya aktivitas DI/TII dengan
sendirinya meminta perhatian serius dari pimpinan
GBN, TNI AD, dan pemerintah.
Melihat situasi demikian GBN mulai
menyatakan dalam status bahaya, dan meningkatkan
sistem operasi dengan cara memperluas sistem sektor
dan memperkecil ruang gerak gerombolan.
Untuk menjawab tantangan gerombolan DI/
TII, Komandan GBN/ Danmen Infanteri 12 Letkol
A.Yani mencetuskan gagasan baru yaitu membentuk
pasukan penggempur. Pasukan itu diharapkan
memiliki mobilitas, daya tempur, dan daya gempur
yang tinggi.
Selain kemampuan tersebut Letkol A. Yani
mengharapkan pasukan ini memiliki keunggulan di
segala bidang sehing ga mampu menumpas
gerombolan maupun menghadapi tugas mendatang.
Untuk mewujudkan pasukan yang andal tersebut
diperlukan berbagai persyaratan, antara lain :
1) Keunggulan fisik, mental, dan keberanian
tempur.
2) Kemampuan taktik dan teknis kemiliteran
3) Paham seluk - beluk medan serta memahami
kehidupan masyarakat di daerah GBN.

33
Meniti Karier Militer

Untuk merealisir gagasannya, Letkol A. Yani


pertama kali membentuk Pasukan Raiders dengan
kekuatan dua Kompi Senapan. Yang dipercaya
sebagai komandannya adalah Kapten Ali Murtopo.
Satu kompi dipimpin Kapten Yasir Hadibroto dan
satu kompi lagi dipimpin Kapten Poejadi.
Pasukan inilah yang kemudian disebut “Banteng
Raiders” (BR), yang memiliki motto “ lebih baik
mandi keringat dalam latihan daripada mandi darah dalam
pertempuran” dan “Pantang mundur dalam setiap
pertempuran”.
Pasukan Raiders digembleng langsung oleh A.
Yani di BTC (Battle Training Centre) Sapto Argo
Purworejo.
Setelah gagasan membentuk pasukan Raiders
dapat diwujudkan dan membawa hasil yang gemilang,

Di BTC (Battle Training Centre) Sapto Argo Purworejo


A. Yani menempa pasukan Banteng Raiders yang terkenal itu.

34
Meniti Karier Militer

oleh Panglima TT IV / Divisi Diponegoro


direalisasikan dengan Surat Keputusan Panglima
Nomor : 32 / B - 4 / D - III / 52 tanggal 21 Maret
1952. Dengan keluarnya surat keputusan tersebut,
Banteng Raiders yang semula dua kompi senapan
diperbesar menjadi lima kompi yang kemudian
menjadi satu batalyon, dengan nama Batalyon
Banteng Raiders. Sebagai komandan saat itu
diserahkan kepada Kapten Hardoyo.
Batalyon Banteng Raiders dalam operasi
penumpasan terhadap DI/TII menggunakan Taktik
Nyudung dan Taktik Ayam Alas. Taktik Nyudung
dilakukan pada medan/hutan yang sering digunakan
gerombolan DI/TII untuk tempat berkumpul.
Taktik ini menggunakan pasukan Banteng Raiders
dalam kelompok kecil dan mengadakan penyergapan
pada saat musuh lengah. Kemudian Taktik Ayam
Alas, tujuannya sama dengan Taktik Nyudung gerakan
pendadakan dan penyergapan, hanya bedanya
menempatkan pasukan di atas pohon dengan tidak
berpakaian seragam.
Inti Taktik Nyudung dan Ayam Alas sebagai
gerakan Pasukan Banteng Raiders adalah :
1) Berani bertempur dalam jarak dekat.
2) Dapat bertempur dalam kelompok kecil
dengan tekad pantang mundur.
3) Dapat muncul dengan mendadak di tempat
kedudukan musuh.

35
Meniti Karier Militer

4) Kalau sudah bertemu musuh terus ikuti


jejaknya sampai dapat dihancurkan.
Inilah keunggulan Pasukan Banteng Raiders.
Dengan taktik yang digunakan Banteng Raiders
ini, pasukan DI/TII dapat dihancurkan, sehingga
mampu mengembalikan kewibawaan pemerintah,
moril pasukan TNI, dan keamanan serta
ketenteraman masyarakat.

A.Yani melihat dari dekat latihan pemantapan Banteng Raiders


di BTC Sapto Argo Purworejo

c. Operasi Gabungan 17 Agustus


Kondisi umum Indonesia di akhir 1955 sesudah
Pemilu menunjukkan gejala-gejala meningkatnya
gangguan keamanan. Kondisi ekonomi memburuk,

36
Meniti Karier Militer

rasa tidak puas daerah terhadap kebijaksanaan


pemerintah pusat makin meningkat. Kondisi tersebut
telah melahirkan dewan-dewan daerah dengan
melibatkan kekuatan Angkatan Bersenjata.
Sementara itu di Padang tanggal 20 Desember
1956 lahir “Dewan Banteng” yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Ahmad Hussein. Di Medan pada
tanggal 22 Desember 1956 dibentuk “Dewan Gajah”
dipimpin Kolonel Maludin Simbolon, dan Dewan
Manguni tanggal 18 Maret 1957 di Manado dipimpin
Letnan Kolonel Ventje Samuel, di Sumatera Selatan
dibentuk Dewan Garuda dipimpin oleh Letnan
Kolonel Barlian.
Tindakan melanggar konstitusi dan melawan
pemerintah mula-mula dicetuskan berupa tuntutan
daerah kepada pemerintah pusat untuk
pembangunan daerah, dilanjutkan pengambilalihan
kekuasaan pemerintah daerah. Hal ini seperti yang
dilakukan Dewan Banteng telah mengambil alih
kekuasaan Pemerintahan Sumatera Tengah Ruslan,
dan kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh Dewan
Banteng. Dengan adanya kejadian ini maka timbul
pertentangan pusat dan daerah, sehingga membuka
pintu bagi pertarungan politik regional ke arah
tindakan inkonstitusional.
Untuk mengatasi situasi yang kurang
menguntungkan terutama di lingkungan TNI AD,
maka pada tanggal 9 Desember 1956 KSAD Mayor

37
Meniti Karier Militer

Jenderal TNI AH. Nasution telah mengeluarkan


perintah Nomor: Prin 537/10/1956 yang melarang
setiap anggota TNI AD ikut aktif dalam partai
politik. Begitu juga pada tanggal 15 Februari 1957
KSAD telah melarang mengadakan reuni oleh
dewan-dewan yang ada di daerah.
Sebagai akibat dari situasi pergolakan di daerah,
dan untuk mengatasi situasi negara, maka Kabinet
Ali Sastroamijoyo II yang dibentuk atas dasar Pemilu
tahun 1955 menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Apalagi sebelumnya Ahmad Hussein dan
kawan-kawan mengadakan rapat tanggal 9 Januari
1958 di Sungai Dareh yang memutuskan untuk
mengadakan persiapan pemberontakan. Disusul
kemudian tanggal 10 Februari 1958 Ketua Dewan
Banteng di Padang mengeluarkan ultimatum kepada
Presiden RI untuk membubarkan Kabinet Juanda
dalam tempo 5 X 24 jam.
Puncak dari petualangan yang telah dilakukan
Ahmad Hussein dan kawan-kawannya adalah
diproklamirkannya PRRI (Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia) pada tanggal 15 Februari 1958.
Dengan pembentukan PRRI terbentanglah garis
pemisah yang tajam antara pusat dan daerah. Untuk
menghancurkan dan melumpuhkan PRRI,
pemerintah telah menugaskan Angkatan Bersenjata
untuk melancarkan operasi gabungan penumpasan
pemberontak. Operasi tersebut merupakan operasi

38
Meniti Karier Militer

gabungan pertama yang dilakukan TNI. Operasi


yang dilancarkan ke Sumatera Barat adalah Operasi
17 Agustus dengan komandan Kolonel Inf A. Yani,
berdasarkan Surat Perintah Nomor : Sprin /523/
IV/1958 tanggal 14 April 1958. Adapun susunan
Komando Operasi 17 Agustus adalah sebagai
berikut:
1) Komandan Operasi : Kolonel Inf A. Yani
2) Wakil Komandan Operasi : Letnan Kolonel
(C) John Lie
3) Wakil Komandan II : Letnan Kolonel (U)
Wiriadinata.
4) Kepala Staf : Letnan Kolonel Daryatmo
5) KSU : Mayor Sutopo
6) KSU II : Letnan Kolonel R. Sudarman.

Dalam operasi ini diperbantukan pasukan Yon


Perhubungan, Detasemen Zeni, Yon Artileri,
Detasemen Kavaleri, Polisi Militer, Kesehatan,
Kompi Peralatan, Angkutan, Intendan, dan Kompi
Markas.
Bagi A. Yani tugas ini amatlah berat, karena
Sumatera Barat merupakan basis kekuatan politik
dan militer, Sumatera Barat juga telah lama disiapkan
oleh gembong-gembong PRRI untuk menanamkan
rasa benci terhadap Pemerintah Pusat dan
mengobarkan rasa kedaerahan.
Segera setelah A. Yani menerima perintah,

39
Meniti Karier Militer

persiapan pun dilaksanakan. Sebelum gerakan


menduduki kota Padang dilakukan A. Yani mengirim
satuan intelijen di bawah pimpinan Letkol Inf
Sukendro. Peristiwa ini dimaksudkan untuk
mengetahui data kekuatan musuh, termasuk kondisi
daerah yang akan diduduki. Dalam persiapan terakhir
Operasi 17 Agustus, diadakanlah rapat tanggal 12
April 1958 di Jakarta yang dihadiri komandan-
komandan kesatuan yang tergabung dalam operasi.
Pada rapat ini A. Yani menyampaikan perintah
pelaksanaan pemberangkatan pasukan dari Tanjung
Priok dimulai tanggal 13 April 1958. Rombongan
pertama dengan kapal AL RI dikomandani Letkol
Laut John Lie. Rombongan kedua tanggal 14 April
1958 di dalamnya ikut Staf dan Komando Operasi.
Melalui perjalanan selama 60 jam, pada tanggal
16 April 1958 seluruh pasukan telah sampai di titik
temu sekitar Pulau Pandan. Dari Pulau Pandan
gerakan berikutnya menduduki Padang yang
waktunya telah ditentukan. Sebagai seorang prajurit
yang dikenal cerdas dan cekatan, A. Yani beserta
stafnya membuat perencanaan matang guna
memenangkan operasi.
Suatu ketika sewaktu pertemuan di istana A.
Yani ditanya Presiden Soekarno, “Apakah sanggup dan
berani melakukan pendaratan di Padang”. A. Yani
menjawab, “Bagi saya hanya ada dua alternatif : pertama,
berkubur dalam lautan dan kedua mendarat di Padang”.

40
Meniti Karier Militer

Berbekal kemampuan yang tinggi A. Yani


menyusun strategi dan taktik guna mencapai
kemenangan. Untuk menjawab itu semua, berdasar
pada peta daerah A. Yani membuat strategi membagi
wilayah sepanjang pantai Padang menjadi tiga daerah
pendaratan yaitu :
1) Support area, yaitu daerah dari mana kapal-
kapal dapat membantu dengan tembakan.
2) Transport area, yaitu daerah tempat kapal-kapal
pengangkut berkumpul untuk memudahkan
persiapan mendarat.
3) Demonstrasi area, yaitu tempat kapal-kapal
mengadakan demonstrasi seolah-olah akan
mendarat di tempat itu.

Selain membagi daerah pantai menjadi tiga, A.


Yani juga menggunakan strategi dan taktik RTP
(Resimen Tim Pertempuran) yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi tahapan-tahapan.
Sesuai dengan Perintah Operasi nomor: 1 tanggal
10 April 1958, maka semua gugus kapal perang yang
ikut operasi menempuh garis memanjang 20 km
pantai Padang yang sudah dibagi tadi.
Hari “H” tanggal 17 April 1958 jam “J” adalah
06.30 waktu setempat. Tempat pancangan kaki
adalah daerah bujur sangkar 2800 – 2801 dengan
kode “Pantai Merah” yang terletak di Kota Padang
dan 1 km dari lapangan terbang udara Tabing.

41
Meniti Karier Militer

A. Yani sedang memimpin langsung pendaratan pasukan di Padang.

Tahapan operasi dimulai pada pukul 04.00 ketika


kapal-kapal perang ALRI dari support area mulai
menembaki kedudukan musuh dan daerah
pedalaman. Kemudian pukul 05.00 kapal pengangkut
telah siap dan melepaskan pasukan – pasukan
pelopor dari KKO (Korps Komando)/ALRI. Pada
pukul 06.00 pesawat mustang Bomber AURI mulai
menembaki daerah pancangan kaki melindungi yang
akan mendarat dengan kode “Red Flight”. Begitu pun
AURI telah menembaki lapangan udara Tabing
untuk melumpuhkan kekuatan lawan. Pendaratan di
pantai merah dan penguasaan lapangan udara Tabing
merupakan suatu strategi yang tepat, karena dapat
memutus garis komunikasi antara Padang dan
Bukittinggi.
Tahap berikutnya yang dilakukan dalam operasi

42
Meniti Karier Militer

ini adalah gerakan menduduki kota Padang. A. Yani


memerintahkan Yon 510 RTP II/Brawijaya untuk
bergerak menuju jalan besar antara Tabing dan
Padang. Untuk memperkuat kekuatan kedudukan di
lapangan udara Tabing ditempatkan PGT (Pasukan
Gerak Tjepat) dan RPKAD (Resimen Para
Komando Angkatan Darat), serta Yon 509 /
Brawijaya sebagai cadangan.
RTP III/Diponegoro diperintahkan menduduki
Padang dan Teluk Bayur. Pada pukul 14.00 setelah
mendarat, Yon 438 dan 440 / Diponegoro
meneruskan gerakan menuju kota Padang melalui
jalan raya. Dalam perjalanannya mereka mendapat
perlawanan, tetapi dapat mengatasinya dan berhasil
menduduki kota Padang.
Tahap berikutnya gerakan TNI menduduki
Solok, melalui Indarung dan Bukittinggi. Yon 438
dan RPKAD berhasil menduduki Solok. Juga daerah
Tabing berhasil diduduki Yon 509 dan dilanjutkan
ke Lubuk Alung terus menuju Kayu Taman. Setelah
Solok dan Padang dikuasai, maka tujuan utama
Operasi 17 Agustus adalah menguasai kota
Bukittinggi sebagai kota nomor dua kedudukan
PRRI yang merupakan basis politik dan militer.
Bukittinggi berhasil dikuasai, maka tugas operasi
selanjutnya dilancarkan untuk menguasai dan
mengamankan daerah sekitar kota yang diduduki.

43
Meniti Karier Militer

Pasukan Operasi Gabungan 17 Agustus mendarat di Padang


Sumatera Barat.

Setelah semua daerah basis PRRI dikuasai,


dilanjutkan dengan konsolidasi yaitu pengamanan
dan penertiban serta pembangunan pemerintahan
dan kehidupan rakyat.
Keberhasilan A. Yani dalam memimpin Operasi
Gabungan ini, mendapat pujian dari berbagai pihak
mengingat para pemberontak mendapat bantuan dari
kekuatan asing yaitu Taiwan dan Amerika. Taiwan
membantu persenjataan, sedang Amerika khususnya
CIA membantu mendidik dalam bidang intelijen.
Bantuan asing yang lain juga berupa sumbangan dana
dari berbagai perusahaan dan bank asing.
Mengingat penghancuran pemberontakan
mendekati penyelesaian, maka sejak tanggal 28 April

44
Meniti Karier Militer

1958 berdasarkan Keputusan KSAD Nomor : KPTS


/ 265 / 4 / 59 tanggal 25 April 1959 Operasi 17
Agustus dilebur menjadi Komando Daerah Militer
17 Agustus.

d. Pengangkatan sebagai Kas Koti.


Kegagalan perjuangan merebut Irian Barat
secara damai, membuat Indonesia menjalankan
politik konfrontasi total terhadap Belanda.
Konfrontasi tidak hanya terbatas dalam bidang
politik saja, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan
militer. Presiden Soekarno dalam pidatonya tanggal
17 Agustus 1958, menyatakan sebagai berikut :
“Jika Belanda tetap membandel dalam persoalan Irian
Barat tamatlah riwayat semua modal Belanda dan
konco-konconya, imperialis tentu akan geger, marah
oleh keputusan kita ini dan kegegeran mereka itu pun
harus kita layani di dunia internasional. “
Menanggapi pernyataan konfrontasi Indonesia,
Belanda mempercepat usahanya mendirikan “Negara
Papua” dengan membentuk Dewan Papua pada
tanggal 4 April 1961.
Dalam Sidang Umum PBB tang gal 26
September 1961, Menlu Belanda Luns mengusulkan
kepada PBB supaya rakyat Irian Barat diberi hak
untuk menentukan nasibnya sendiri (Self
Determination). Kemudian gagasan itu dilanjutkan

45
Meniti Karier Militer

dengan mendirikan sebuah komite beranggotakan


80 orang yang mayoritas orang Belanda.
Komite menyatakan kepada Dewan Papua
untuk menentukan bendera dan lagu kebangsaan
Papua, mengganti nama West Nieuw Guinea menjadi
Papua Barat, dan menetapkan Papua sebagai nama
bangsa. Selain itu diusulkan pula agar bendera Papua
dikibarkan pada tanggal 1 November 1961.
Sebagai jawaban atas tantangan Belanda tersebut
Indonesia terus meningkatkan kesiapan konfrontasi.
Awal April 1961 Presiden Soekarno melalui Menteri
Keamanan Nasional / KSAD memerintahkan
Gabungan Kepala Staf ( GKS) untuk menyusun
rencana operasi gabungan merebut Irian Barat dan
diserahkan tanggal 1 Juli 1961.
Rapat GKS tanggal 12 April 1961 yang dipimpin
MKN / KSAD memutuskan langkah-langkah yang
akan diambil serta membentuk panitia penyusun
rencana operasi gabungan merebut Irian Barat. Tiap-
tiap angkatan menunjuk wakil-wakilnya dalam panitia
tersebut. Wakil dari Angkatan Darat adalah Deputi
I dan Deputi II Brigadir Jenderal A. Yani dan Brigadir
Jenderal Soeharto. Angkatan Laut menunjuk
Direktur Operasi MBAL Letnan Kolonel Soedomo
dan Angkatan Udara menunjuk Asisten-I KSAU
Kolonel R.I.S Wirjosapoetro dan Direktur Operasi
Letnan Kolonel Sri Mulyono Herlambang.

46
Meniti Karier Militer

Dalam rapat panitia penyusun rencana Operasi


Gabungan yang dilaksanakan pada tanggal 13 Juni
1961, Brigadir Jenderal A. Yani menyodorkan konsep
telaahan staf GKS.
Hasil kerja panitia diserahkan kepada presiden
pada tanggal 30 Juni 1961 sebagai suatu Plan de
Campagne yang berupa usaha B yang dibagi atas 3
(tiga) Courses of Action yakni :
1) Operasi B–1 : Operasi terbuka sasaran penuh
yang disebut dengan nama sandi Operasi B-
1, yaitu merebut dan menduduki seluruh Irian
Barat dalam waktu yang secepat-cepatnya
dengan tujuan memperoleh kekuasaan de facto
atas Irian Barat.
2) Operasi B-2 : Operasi militer dengan sasaran
terbatas dengan nama sandi operasi B-2, yaitu
merebut dan mempertahankan suatu bagian
di daerah Irian Barat dengan tujuan
menimbulkan suasana politik yang
menguntungkan serta mendapatkan basis
terdepan untuk merebut seluruh Irian Barat.
3) Operasi B-3 : Operasi Militer dengan Scope
Infiltrasi dengan nama sandi Operasi B-3,
yaitu melakukan infiltrasi militer untuk
memperoleh pangkalan bagi serangan
selanjutnya.

47
Meniti Karier Militer

Sesudah panitia operasi tetap GKS mempelajari


pembahasan-pembahasan sesuai dengan perkiraan
ruang dan waktu pelaksanaan, serta ditinjau dari segi
pengembangan kemampuan peralatan dan personel,
maka disimpulkan sebagai berikut :
1) Sampai medio 1962 belum ada satu operasi
pun dapat dilaksanakan yang kemungkinan
membawa hasil dan dapat dipertanggung-
jawabkan.
2) Operasi B-1 diperkirakan baru dapat
dilaksanakan pada akhir 1963. Bila operasi
ini dilaksanakan pada waktu tersebut
kemungkinan berhasil lebih besar sesuai
dengan perkembangan pembangunan
Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Namun, bila dilaksanakan pada awal tahun
1963 kemungkinan berhasil lebih kecil.
3) Sampai akhir 1962, hanya Angkatan Darat
yang mampu melaksanakan operasi B-2,
karena kemampuan Angkatan Laut dan
Angkatan Udara pada waktu itu diperkirakan
mencapai masing-masing 60 % dan 75%. Jika
operasi B-2 dilaksanakan akhir 1962, hasilnya
tidak dapat dijamin.
4) Operasi B-3 dapat dilaksanakan awal 1962,
tetapi sangat riskan mengingat keuntungan
yang diperoleh dari operasi ini sangat sedikit,
jika dibandingkan dengan resikonya.

48
Meniti Karier Militer

Berdasarkan kesimpulan di atas, Operasi B-1


adalah yang terbaik. Operasi B-2 hasilnya tidak
menentukan, sedangkan Operasi B-3 resikonya sulit
diperhitungkan.
GKS menyarankan agar Operasi B-1 yang
dilaksanakan dalam pembebasan Irian Barat.
Telaahan Staf tersebut hampir selama enam bulan
terbengkelai, tidak ada tindak lanjutnya karena adanya
perkembangan baru dalam perjuangan diplomasi.
Untuk menghadapi tindakan Belanda, pada awal
1961 diadakan sidang Kabinet inti bersama GKS.
Sidang memutuskan, pemerintah Indonesia akan
mengambil tindakan tegas terhadap Belanda. Untuk
keperluan tersebut, MKN/KSAD Jenderal TNI
A.H. Nasution mengusulkan menghidupkan
kembali Dewan Pertahanan Nasional (Depertan)
yang bertugas untuk merumuskan cara
mengintegrasikan seluruh potensi nasional dalam
pembebasan Irian Barat. Usul itu kemudian diterima
oleh sidang.
Pada tanggal 11 Desember 1961 Dewan
Pertahanan Nasional diresmikan, hampir dua bulan
setelah Komite Nasional Papua dibentuk oleh
Belanda. Dewan ini diketuai oleh Presiden/ Pangti
APRI Soekarno, sedangkan Menteri Pertama Ir.
Juanda dan Menteri Keamanan Nasional Jenderal
TNI AH. Nasution masing-masing diangkat menjadi
Deputi I dan Deputi II, sedang sekretaris jenderal

49
Meniti Karier Militer

dijabat oleh Letnan Jenderal TNI R. Hidajat.


Anggota Depertan berjumlah 14 orang terdiri atas
para pejabat tinggi militer, sipil, dan wakil Irian Barat.
Dewan Pertahanan Nasional melangsungkan
sidangnya yang pertama pada tanggal 14 Desember
1961. Dalam sidang ini ditetapkan pembentukan
suatu organisasi baru yang diberi nama Komando
Tertinggi Pembebasan Irian Barat (Koti Pemirbar).
Koti Pemirbar terdiri atas panglima dan staf. Untuk
Panglima Operasi dipakai kata “Besar” sedangkan
untuk stafnya dipakai kata “Tertinggi”, sebagai
Panglima Besar Koti diangkat Presiden/ Pangti APRI
Soekarno dan Jenderal TNI AH. Nasution sebagai
Wakil Panglima Besar.
Koti adalah sebuah staf gabungan. Sebagai
Kepala Staf Koti diangkat Mayor Jenderal TNI A.
Yani. Susunan Staf Koti sebagai berikut : Kepala
Staf Mayor Jenderal TNI A. Yani (Deputy-1 KSAD),
Ketua G-1/ Intel Kolonel Magenda (Assisten- I
KSAD), Ketua G - 2 / Ops Kolonel Udara
Wirjosapoetro (Assisten-1 KSAU), kemudian
digantikan oleh Kolonel Udara Sri Muljono
Herlambang ( De Ops KSAU) , Ketua G-3 / Pers
Kolonel Laut OB Sjaaf, Ketua G-4 / Log Kolonel
CKU Surjo dan Ketua G-5 / Ter Kolonel CKU
Soetjipto, S.H.
Sidang Depertan juga memutuskan dasar
perjuangan pembebasan Irian Barat, yakni Tri

50
Meniti Karier Militer

Komando Rakyat (Trikora) yang berisi :


1) Gagalkan pembentukan negara boneka
Papua buatan Belanda.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat
Tanah Air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air bangsa.
Trikora dikumandangkan Presiden di alun-alun
Yogyakarta tanggal 19 Desember 1961, sebagai
jawaban atas agresi militer Belanda II 19 Desember
1948 (penyerbuan Belanda 1948 atas ibukota RI
Yogyakarta).

e. Pengangkatan sebagai Men/Pangad


Tanggal 23 Juni 1962 adalah hari yang bersejarah
dan membahagiakan bagi A. Yani beserta
keluarganya termasuk seluruh jajaran TNI AD,
karena pada saat itu A. Yani telah sampai di puncak
karier militernya yaitu memimpin TNI AD dengan
menduduki jabatan Menteri/Panglima Angkatan
Darat (Men/Pangad).
Pengangkatan A. Yani sebagai Men/Pangad
membuktikan keberhasilannya dalam meniti karier
militernya.
Pertama : prestasi/pengabdian. Prestasi yang
diukir oleh A. Yani selama mengabdi di dunia militer

51
Meniti Karier Militer

A. Yani sedang menerima ucapan selamat dari


Presiden/Panglima Tertinggi Soekarno.

cukup membanggakan, baik di bidang tempur,


strategi, diklat (pendidikan dan pelatihan) maupun
ide-ide pembaharuan TNI AD.
Kedua : loyalitas. Ketaatan dan kepatuhan
kepada peraturan, kesetiaan kepada bangsa dan
negara, kesetiaan kepada anak buah, kesetiaan
terhadap atasan selalu dipegang teguh oleh A. Yani.
Pernah suatu ketika pada tahun 1960, A.Yani
ditawari jabatan Kasad oleh Presiden Soekarno
karena organisasi militer hendak direorganisasi.
Dengan pertimbangan menghormati senior, loyal
kepada senior-seniornya maka A. Yani menyarankan

52
Meniti Karier Militer

agar Pak Gatot Subroto yang diangkat sebagai Kasad.


Ketiga : kepercayaan. Hal yang
mendasari di-pilihnya A. Yani sebagai Men/Pangad
karena dipercaya oleh Presiden untuk memimpin
Angkatan Darat. Kepercayaan ini diperoleh karena
keberhasilan kepemimpinan A. Yani dalam
mengemban tugas jabatan, memimpin operasi,
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Perkembangan situasi politik nasional sudah
mencapai ekskalasi membahayakan keamanan dan
keutuhan bangsa, akibat persaingan politik yang
tajam. Diperlukan figur A. Yani yang terbukti
memiliki loyalitas dan berhasil dalam menumpas
beberapa pemberontakan.

f. Citra A. Yani di Mata Internasional


A. Yani mulai dikenal di forum internasional
sejak berpangkat Letnan Kolonel, tepatnya ketika
tahun 1955 mendapat kesempatan mengikuti
Pendidikan Sekolah Komando dan Staf (Command
and General Staff College) di Fort Leavenworth Kansas
Amerika Serikat selama sembilan bulan dengan
prestasi sangat membanggakan. Setelah mengikuti
pendidikan di Kansas, ia diperintahkan lagi untuk
sekolah di Special Warfare Course Inggris selama dua
bulan.

53
Meniti Karier Militer

Citra A. Yani di dunia internasional semakin hari


semakin dikenal ketika ia menjabat sebagai Men/
Pangad. Dalam kunjungan persahabatan ke kawasan
Asia dan Eropa Timur, perjalanan yang memakan
waktu kurang lebih satu bulan, diwarnai dengan
sambutan yang cukup hangat, meriah penuh dengan
suasana persahabatan. Ini membuktikan bahwa
A.Yani cukup dikenal bahkan disegani di beberapa
negara yang dikunjunginya.
Dalam kunjungan ke Philipina, tahun 1963

Men/Pangad A. Yani mengadakan kunjungan kehormatan


kepada Presiden Philipina Diosdado Macapagal
di Istana Malacanang.

54
Meniti Karier Militer

misalnya ia disambut hangat oleh Presiden Diosdado


Macapagal dan Kepala Staf AD Brigjen Ricardo G.
Papa. Demikian pula saat konperensi pers, ketika
ditanya komentarnya tentang pembentukan Malaysia,
ia mengatakan :
“bahwa prinsip bangsa Indonesia termasuk Angkatan
Darat ialah menentang tiap bentuk kolonialisme di
mana pun dan bilamana saja itu terjadi”. Lebih
lanjut ia mengatakan : “Bahwa penyelesaiaan secara
damai akan lebih baik’’.
Sewaktu di Canton RRT (Republik Rakyat
Tiongkok), memenuhi undangan Jenderal Senior LD
Jui Tjing Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan
Rakyat Tiongkok (TPRT), A. Yani disambut dengan
hangat karena mempunyai citra yang baik di mata
pejabat RRT.
Sambutan resmi A. Yani menggambarkan
perasaan yang sama dalam perjuangan yaitu :
“Sama-sama pernah mengalami penindasan
kolonialisme yang hebat, dengan perjuangan yang gagah
berani rakyat kedua negara telah mematahkan rantai,
belenggu dari penguasa kolonial di bawah bimbingan
prinsip KAA” (Konperensi Asia Afrika).
Demikian pula negara lainnya, seperti
Yugoslavia, Uni Soviet, Kongo, semua menyambut
dengan baik, dan citra A. Yani dikenal sebagai
pemimpin yang baik.

55
Meniti Karier Militer

A. Yani selaku Wakil Pemerintah RI dalam


Penyerahan Irian Barat

Selain itu momentum yang mengangkat citra


A.Yani di dunia internasional adalah ketika dia
menjadi salah satu wakil RI untuk menerima
penyerahan Irian Barat dari Belanda kepada
Indonesia melalui PBB yaitu UNTEA (United Nation
Temporary Executive Authority) tanggal 1 Mei 1963.

!"#$%

56
3
BAGIAN KETIGA
SOSOK PRAJURIT
CENDEKIAWAN
Sosok Prajurit Cendekiawan

Persepsi masyarakat dalam mengartikan kata


“cendekiawan” sering kurang pas. Mereka menganggap
cendekiawan hanya diartikan seseorang yang menduduki
jabatan struktural dan fungsional di perguruan tinggi,
guru atau dosen yang memiliki sederet gelar kesarjanaan.
Secara harfiah kata “cendekiawan”(Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1997), berarti orang yang tajam
pikirannya, cepat mengerti / memahami situasi, dan
pandai mencari jalan keluarnya. Atau, orang cerdik
pandai yang memiliki sikap hidup untuk terus - menerus
meningkatkan kemampuan berpikirnya agar dapat
mengetahui atau memahami sesuatu.
Tidak berlebihanlah kiranya bila predikat
cendekiawan itu melekat pada diri A. Yani. Sepanjang
sejarah hidupnya A. Yani terbukti telah mampu
mengabdikan dirinya kepada tanah air, bangsa dan
negara dengan berbagai prestasi dan keberhasilan,
mampu menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang
andal, ahli strategi yang ulung, dan negarawan yang
berpendirian teguh serta berwawasan kebangsaan yang
luas. Bahkan gagasan dan kebijakannya mendatangkan
manfaat yang besar bagi prajurit , masyarakat, bangsa
dan negara.
Pada bagian berikut tampak sosok “cendekiawan”
A. Yani yang melekat di tubuhnya.

58
Sosok Prajurit Cendekiawan

1. Prajurit “Kutu Buku”


Fenomena menarik yang berkembang di
masyarakat adalah ketika pemuda-pemuda lahir dan
tumbuh berkembang di bawah tekanan penjajahan,
dengan kondisi sosial ekonomi yang pas-pasan atau
bahkan kekurangan, akan membentuk karakter manusia
yang “Ombo Jangkahe”, yaitu manusia-manusia yang suka
belajar dan bekerja keras, tidak mengenal lelah, apalagi
kata menyerah untuk mencapai cita-cita dan prestasi
yang unggul.
Demikian pula halnya A. Yani sebagai anak sulung
laki-laki merasa mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab yang besar kepada keluarga dan harus mampu
menjadi teladan dan panutan bagi adik-adiknya.
Menyikapi tekadnya tersebut tidak ada pilihan lain
baginya untuk belajar, bekerja keras, dan berperilaku
baik. Ia sering ikut ayahnya bekerja di keluarga Hulstijn.
Keluarga ini sering mengamati tingkah-laku A. Yani
yang meskipun belum sekolah, tetapi sudah
menunjukkan minatnya yang amat besar untuk belajar.
A. Yani kecil senantiasa tertarik dan ingin tahu isi buku-
buku yang ada di rumah keluarga Hulstijn. Betapa
kagetnya keluarga ini, ketika ternyata A.Yani kecil sudah
mampu berbicara dalam bahasa Belanda meskipun
masih terbatas. Terkesan dengan kepribadian dan
kecerdasannya, keluarga Hulstijn bertanya kepada
A.Yani apakah ingin sekolah ? Dengan raut muka yang
berseri ia dengan tegas tanpa ragu-ragu langsung

59
Sosok Prajurit Cendekiawan

menjawab “Ya Meneer ! “


Pada masa penjajahan Belanda kesempatan
pendidikan dibedakan antara orang asing dan “inlander”
(pribumi). Hal tersebut dimaksudkan agar bangsa
Indonesia tetap terbelakang pendidikannya, tetap
bergantung pada pemerintah Belanda, dan tidak
menuntut hal-hal yang tidak diinginkan oleh pemerintah
Belanda, yaitu : Merdeka. Bagi anak-anak pribumi,
apalagi anak-anak desa, paling hanya dapat masuk
sekolah “ongko loro”. Atau setelah kelas tiga melanjutkan
ke Schakel School atau Aambacht School, semacam sekolah
pertukangan.
Beruntung bagi A. Yani, karena jasa dan kebaikan
hati keluraga Hulstijn, ia dapat mengenyam pendidikan
lebih tinggi dibanding dengan teman-teman sebaya
lainnya. Di sekolah HIS (Hollands Indiesche School) ia
mulai belajar baca tulis. Dengan semangat belajar dan
kemauan kerasnya dalam waktu relatif singkat ia sudah
dapat menguasai baca tulis dengan baik. Prestasi
belajarnya pun sangat membanggakan keluarga Hulstijn
dan guru-gurunya di sekolah. Namun, hal ini tidak
membuat A. Yani menjadi anak yang sombong, tetapi
malah sebaliknya ia bertambah tekun belajar dan
pendiam tetapi selalu proaktif.
Hubungan baik antara keluarga Hulstijn dan
keluarga Sarjo telah mendorong A. Yani untuk
melanjutkan sekolah ke MULO (setingkat Sekolah
Lanjutan Pertama) dan dilanjutkan lagi ke AMS

60
Sosok Prajurit Cendekiawan

(setingkat Sekolah Lanjutan Atas).


Kebiasaannya membaca dan menulis yang
dilakukan sejak di HIS menjadikan A. Yani tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Ia berhasil menyelesaikan sekolah
dengan prestasi belajar yang baik. Bagi A. Yani, buku
merupakan “window of the world” jendela untuk melihat
dunia. Terlebih faktor kendala yang biasa ditemui oleh
banyak orang tidak menjadi masalah baginya, karena ia
menguasai beberapa bahasa, antara lain : bahasa
Belanda, Jerman, Inggris, dan bahasa Jepang. Apalagi
keluarga Hulstijn tidak keberatan buku-buku yang ada
di rumahnya dibaca A. Yani. Kalau dahulu ia membuka
buku-buku hanya untuk melihat-lihat gambarnya saja,
sekarang dapat pula mengetahui isinya. Kegemaran A.
Yani dalam membaca, membuat beberapa rekan
sekolahnya menjulukinya “kutu buku”. Ia tidak marah
atau merasa risih dengan julukan ini.
Selain membaca buku pelajaran ia juga senang
membaca buku-buku sejarah, kisah-kisah tentang
perang dan biografi para tokoh dunia. Hal inilah yang
memperkaya wawasan dan cara berpikirnya tentang
berbagai perkembangan di dalam maupun luar negeri.
Meskipun bahan bacaan waktu itu merupakan sesuatu
yang sulit didapat, tetapi beruntung baginya tidak
menemui kesulitan karena kebaikan keluarga Hulstijn.
Kegemaran A. Yani membaca ini terus tumbuh
berkembang dan terasa manfaatnya ketika ia

61
Sosok Prajurit Cendekiawan

memutuskan untuk memasuki dunia militer.


Ketika A. Yani masuk mengikuti pendidikan militer
pada masa Belanda, Jepang maupun pasca kemerdekaan
Republik Indonesia, rekan-rekan sependidikannya pun
menjuluki “Prajurit Kutu Buku”. Bahkan pada waktu
A. Yani mendapat kesempatan mengikuti pendidikan
di Command and General Staff College, Fort Leavenworth -
Kansas USA, tahun 1955 selama sembilan bulan, ia
berhasil lulus dengan predikat Cumlaude. Keberhasilan
putra Indonesia ini sungguh sangat membanggakan.
Nama A. Yani, Lieutenant Colonel of The Indonesian Army,
terukir pada “Wall of Fame” di lembaga pendidikan
militer bergengsi Amerika Serikat. Salah satu konsep
pemikirannya ia tuangkan dalam karya tulis yang diberi
judul “Joint Operation of The Army, Navy and Air Force”.
Teman sependidikannya dari Jepang, Mayor Watanabe,
mengakui keseriusannya dalam belajar dan
kegemarannya dalam membaca : “… He’d rather be a
poor man than a king who doesn’t like reading …” ( ia lebih
senang menjadi prajurit biasa daripada seorang
perwira tapi miskin pengetahuan karena tidak
senang membaca).
Selesai mengikuti pendidikan di Amerika Serikat,
kemudian ia mengikuti Special Warfare Course di London,
Inggris selama dua bulan. Dalam mengikuti pendidikan
dan latihan perang di Eropa, A. Yani juga berhasil
meraih prestasi yang membanggakan.
Hasil yang ia peroleh dari mengikuti pendidikan

62
Sosok Prajurit Cendekiawan

Jenderal Keitaro Watanabe, Kasad Angkatan Tentara Beladiri Jepang,


dengan saksama mengikuti kisah perjuangan Jenderal A. Yani di Museum
Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal A. Yani.

dan latihan di Amerika Serikat dan Inggris ini, kemudian


ia aplikasikan dalam tugas memimpin “Operasi 17
Agustus” menumpas PRRI/Permesta di Sumatera dan
berhasil dengan gemilang.

2. Profil Seorang Otodidak


Meski tidak pernah diucapkan, di balik
ketenangannya A.Yani selalu memikirkan masa
depannya. Sebuah kagalauan batin, yang secara
psikologis menandai suatu tahapan baru dalam proses
menuju pematangan diri. Kegelisahan terhadap diri ini
tidak pernah dibicarakan dengan saudara maupun kedua

63
Sosok Prajurit Cendekiawan

Buku-buku merupakan salah satu kebutuhan hidup Jenderal A. Yani


dalam mendukung keberhasilan tugasnya

64
Sosok Prajurit Cendekiawan

orang tuanya. Kesadaran terhadap masa depan hanya


sesekali didiskusikan dengan rekan – rekan sekolahnya
yang memiliki atensi sama. Sikap demikian bukan karena
ia merasa mampu menyelesaikan persoalannya sendiri,
tetapi karena kuatnya bisikan dari hati, yang tidak suka
bergantung pada orang lain, meskipun pada saudara
atau bahkan orang tuanya sendiri, termasuk dalam
menentukan hidup masa depannya. Di tengah – tengah
proses pencarian serta kesadaran yang kuat tentang
pentingnya masa depan, menjadikan A. Yani semakin
terpacu untuk menggapainya.
Dalam belajar, ia tidak pernah merasa puas hanya
dengan apa yang telah diterimanya di sekolah. Baginya,
belajar di sekolah merupakan kewajiban utama. Ia
menyadari sekaligus bersyukur karena mendapat
kesempatan mengikuti pendidikan sekolah di HIS,
MULO, dan AMS bukanlah persoalan sederhana. Selain
banyak orang tua yang tidak mampu membiayai
pendidikan anaknya, apalagi sampai tingkat AMS, juga
masih terjadinya diskriminasi terhadap anak-anak
pribumi dan nonpribumi.
Menyadari kondisi tersebut, justru mendorong
A.Yani mengatur sendiri kiat untuk belajar. Ia
memanfaatkan jam–jam belajar di sekolah untuk
mendalami pelajaran dengan sungguh–sungguh.
Upayanya tidak sia–sia. Prestasi belajarnya di sekolah
tidak kalah dengan rekan–rekan yang memiliki banyak
waktu, kesempatan, dan rajin belajar di rumahnya. Pak

65
Sosok Prajurit Cendekiawan

R. Soekandis rekan sekolahnya mengatakan:


“... Ia selalu mendapat nilai ujian yang bagus di sekolah
dan selalu masuk peringkat tiga besar ….’’
A. Yani yakin bahwa bangsa Indonesia tidak akan
pernah maju, apalagi meraih kemerdekaannya apabila
masyarakat masih terbelakang pendidikannya. Baginya,
belajar tidak harus ditempuh melalui jalur pendidikan
di sekolah, tetapi bisa juga ditempuh dengan belajar
sendiri. Itulah sebabnya ia tidak pernah merasa puas
hanya menerima pelajaran–pelajaran dari sekolah saja,
tetapi ia kembangkan dengan belajar sendiri, baik dari
buku, dari orang tuanya, dari lingkungan alam sekitarnya
serta dari kehidupan sehari-hari dan kenyataan hidup
di masyarakat. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
pendidikan di sekolah dan ditambah dengan
semangatnya untuk belajar sendiri sangat mendukung
dan mewarnai perjalanan hidupnya dalam berbakti
kepada bangsa dan negara.

3. Hidup adalah “Universitas”.


Kegemaran membaca buku, menulis, dan belajar
dari pengalaman pribadi maupun orang lain, serta dari
kehidupan nyata bagi A. Yani merupakan wahana
pembelajaran.
A. Yani gemar membaca buku-buku ilmu
pengetahuan, tokoh-tokoh pelaku perjuangan,

66
Sosok Prajurit Cendekiawan

didukung suasana perang kemerdekaan yang ia rasakan


secara langsung sangat membekas di hatinya.
Seiring dengan bertambah umur dan
kedewasaannya, semua pengalaman, kesan, dan
kenangan tersebut mengkristal di relung hatinya.
Ditambah dengan pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari kehidupan nyata secara tidak langsung
memberi dorongan yang kuat pada dirinya untuk
berbuat lebih baik lagi. Ia berprinsip bahwa hari ini
harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus
lebih baik dari hari ini.
Kalau dulu ia menunjukkan sikap dan tanggung
jawabnya sebagai anak sulung laki-laki dan keinginannya
membantu kedua orang tuanya, tetapi sekarang ia
membulatkan tekadnya untuk bisa berbuat yang
terbaik bagi masyarakat, bangsa, dan negaranya. Ia sadar
untuk merealisasikan cita-cita tersebut tidak hanya
diperlukan mimpi atau angan-angan belaka, tetapi
diperlukan upaya nyata dan kerja keras. Salah satu upaya
nyata untuk mencapai cita-cita tersebut ia memutuskan
untuk memasuki dunia baru, yaitu dunia militer.
Keinginan untuk menjadi tentara sebenarnya sudah
terpatri sejak masih kanak-kanak di Purworejo kota
kelahirannya. Ia tidak memikirkan ingin menjadi orang
penting di dunianya yang baru ini. Yang ada di
pikirannya hanya satu, yaitu ingin berbuat sesuatu yang
terbaik sebagai darma baktinya kepada masyarakat,
bangsa, dan negara.

67
Sosok Prajurit Cendekiawan

Apabila kelak ia berhasil meniti karier militernya


ke jenjang lebih tinggi, ia berharap karena prestasi atau
kemampuannya, bukan semata-mata karena hadiah atau
belas kasihan dari orang lain. Itu bukanlah sifatnya.
Salah satu butir hikmah yang bisa ia petik dari
pengalaman hidupnya maupun dari rangkaian
pengalaman orang lain itulah yang ia artikan hidup
adalah “universitas”. Hal itu pulalah yang menjadi
kekuatan dan kelebihannya.
Berbeda dengan anak-anak seusianya yang
mengidolakan tokoh-tokoh dongeng yang sering
didengar. Dari kegemarannya membaca buku A. Yani
justru sudah mengagumi dan mengidolakan tokoh-
tokoh dunia yang pada masa itu belum banyak dikenal
orang.
Prof. Dr. Marten HV. De Boer, anak salah seorang
kerabat Hulstijn yang pernah bekerja di Departemen
Pertanian RI sebagai tenaga ahli masalah tanah,
mengatakan bahwa salah satu tokoh dunia yang
dikagumi A. Yani adalah Jenderal Sun Tzu seorang filsuf
dan saintis perang Cina pada abad IV.
Strategi perang Jenderal Sun Tzu bertumpu pada
pengenalan terhadap lawan, yaitu :
a. Untuk memenangkan perang musuh jangan
ditakuti atau dihindari, melainkan didekati.
b. Kenali musuhmu dan kenali secara pasti dirimu.
c. Dekati, pahami kekuatan mereka, eksploitasi

68
Sosok Prajurit Cendekiawan

perbedaan pendapat dan pahami pula cara


hidup mereka.
d. Setelah semua diketahui, taklukkan musuh
melalui kekuatan dan kelemahan yang mereka
miliki, maka dalam beratus kali peperangan
tidak akan dikalahkan.

Pemikiran Jenderal Sun Tzu ini tertanam kuat


dalam diri A. Yani dan hal tersebut mengilhaminya
dalam menyusun strategi dan taktik tempur yang
diterapkan dalam tugas memimpin beberapa operasi
di Indonesia.
Selain itu, A. Yani juga sangat mengagumi,

Dari kiri : Kolonel Gatot Subroto, Sri Sultan HB IX, Kapten Supardjo
Rustam dan Letkol A. Yani berjalan bersama pada saat pemakaman Pangsar
Jenderal Sudirman di TMP Semaki Yogyakarta, 29 Januari 1950

69
Sosok Prajurit Cendekiawan

menghormati, dan mengidolakan tokoh seperti halnya


Presiden Soekarno dan Panglima Besar Jenderal
Sudirman.
Semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme,
kejujuran, kesederhanaan, dan semangat juangnya yang
pantang menyerah, tanpa pamrih, rela berkorban, serta
sikap perilakunya sebagai prajurit maupun sebagai warga
masyarakat biasa, banyak ia peroleh dari tokoh-tokoh
tersebut.
Semua perilaku terpuji dari tokoh-tokoh yang ia
kagumi dan hor mati tersebut, ia kemas dan
aktualisasikan sedemikian rupa tanpa meninggalkan jati
dirinya. Itulah sebabnya ia dikenal mempunyai
kepribadian yang kuat, seperti motto hidupnya “ I want
to be myself” – saya ingin menjadi diri saya sendiri.
A. Yani adalah tipe orang yang terbuka, senantiasa
menghargai saran dan pendapat orang lain. Ia juga
gemar membagi ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya. Dalam berbagai kunjungan dinas ke
luar negeri untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan
kepadanya, di tengah-tengah kesibukannya ia senantiasa
meluangkan waktu untuk bertemu dan berdialog dengan
masyarakat Indonesia, khususnya para perwira dan
mahasiswa yang sedang melaksanakan tugas belajar di
negara yang ia kunjungi.
Dengan penuh perhatian, layaknya seorang bapak
kepada anak-anaknya, ia dengan sabar mendengar
kesulitan-kesulitan yang dihadapi para perwira dan

70
Sosok Prajurit Cendekiawan

mahasiswa yang sedang melaksanakan tugas belajar di


luar negeri serta memberikan nasihat dan jalan
keluarnya.
Dalam kunjungan dinasnya ke Moskow tahun
1964, ia menyempatkan diri bertemu dan memberikan
pengarahan kepada para perwira dari semua angkatan
dan mahasiswa yang sedang melaksanakan tugas belajar
di Rusia. Dalam pengarahan tersebut disampaikan
berbagai perkembangan di tanah air dan ia selalu
memompa semangat cinta tanah air serta berpesan
jangan cepat berpuas diri dengan segala ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pendidikan di luar negeri.
A. Yani mengingatkan kepada para perwira dan
mahasiswa bahwa apa yang ditempuh sekarang ini
hanyalah pendidikan formal dan media belajar yang
tidak ada habis-habisnya adalah kehidupan. Karena
hidup adalah pembelajaran. Seperti kata pepatah
“experience is the best teacher”. Ia berpesan janganlah
merasa malu untuk belajar dari pengalaman pribadi
maupun pengalaman orang lain.
Bagi para perwira dan mahasiswa yang sedang
melaksanakan tugas belajar di luar negeri, pertemuan
dengan A. Yani merupakan kesempatan yang luar biasa.
Banyak pengetahuan dan pengalaman yang dapat
diambil dari sosok A. Yani. Mayjen (Purn) Harsoyo
menuturkan kesannya bahwa pertemuan dengan A. Yani
yang penuh akrab layaknya antara anak dan bapak, dapat
menjadi obat penawar “home sick” rindu tanah air dan

71
Sosok Prajurit Cendekiawan

rindu keluarga yang sering melanda para perwira dan


mahasiswa yang cukup lama tinggal di negeri orang.

4. Gagasan dan Kebijakan A. Yani


Cara berpikir dan bertindak A. Yani sangat
pragmatis serta sangat dirasakan manfaatnya oleh
prajurit maupun masyarakat umum. Gagasan dan
kebijakan A. Yani selama pengabdiannya adalah
cerminan dari pemikiran, sikap dan perbuatannya
sebagai cendekiawan.

a. Ide Pembuatan Roket


Orang mengenal roket biasanya hanya dikaitkan
dengan senjata pemusnah / perusak. Hal ini sangat
beralasan karena banyak korban akibat terkena
serangan roket. Roket mempunyai tenaga yang
sangat dahsyat, sebuah gedung bertingkat yang
megah dan kuat saja bisa hancur terkena serangan
roket, apalagi manusia. Lalu orang berkomentar, itu
semua merupakan tindakan kekerasan, bahkan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Yang jelas,
roket selalu dikaitkan dengan perusakan/kekerasan.
Pengertian dan kegunaan roket adalah sebuah
“delivery system” (sistem pengantar) yang dipergunakan
dalam berbagai tujuan. Untuk bidang ilmiah
misalnya, roket dipakai untuk pembawa alat

72
Sosok Prajurit Cendekiawan

pengukur ruang angkasa. Dalam bidang komunikasi,


roket dipergunakan untuk mengantarkan station relay
radio ataupun pesawat TV, sedangkan dalam bidang
militer roket yang ditembakkan berarti roket
digunakan sebagai persenjataan atau dikenal “weapon
system” (sistem persenjataan), yaitu untuk
menghancurkan sasaran militer yang dituju.
Angkatan Darat sudah mengenal teknologi
peroketan sejak pimpinan TNI AD dipercayakan
kepada Letnan Jenderal TNI A. Yani. Pada masanya
nanti roket dicanangkan, bahkan dikembangkan
untuk menambah kemampuan tembakan meriam-
meriam yang ada di lingkungan Angkatan Darat,
tembakan dari darat ke darat, darat ke udara, dan
udara ke udara.
Pengembangan teknologi roket dilatarbelakangi
oleh berbagai hal, antara lain sebagai berikut :
1) Perkembangan lingkungan strategis Asia
Tenggara merupakan masalah yang langsung
menyangkut stabilitas keamanan Indonesia.
Negara-negara besar menganggap Asia
Tenggara termasuk Indonesia sebagai
kawasan strategis yang diperebutkan, untuk
melindungi kepentingan nasionalnya.
Mengantisipasi hal tersebut Indonesia perlu
menyusun konsep pertahanan keamanannya.
2) Untuk menangkal kepungan pangkalan
militer asing terhadap Indonesia seperti di

73
Sosok Prajurit Cendekiawan

Malaysia, pulau “Cocos” dan “Christmast”,


maka menurut A. Yani perlu dinetralisir
dengan senjata roket jarak sedang dan jarak
jauh. Bahkan A. Yani berpandangan lebih
jauh ke depan dengan mengembangkan
pengetahuan dan teknologi nuklir, karena
ketinggalan di bidang teknologi nuklir akan
mempengaruhi power balance (keseimbangan
kekuatan) di hari depan dengan akibat dan
bahayanya yang besar.
3) Masalah strategi politik, A. Yani memandang
bahwa setelah Perang Dunia II kekuatan
imperialis kolonialis dapat dikalahkan, sehingga
terbuka kesempatan bagi bangsa-bangsa
Asia, khususnya Asia Tenggara untuk
bangkit.

Untuk mewujudkan roket, A. Yani mengambil


langkah konkrit dengan mengeluarkan Surat Perintah
Nomor : SP-700/11/1963 tanggal 7 November 1963
tentang peresmian kegiatan PERAL (Peralatan)
Angkatan Darat dalam penelitian dan
pengembangan peroketan.
Percobaan pembuatan roket telah dimulai sejak
tahun 1963. Dengan fasilitas dan bahan yang tersedia
serta dibantu PINDAD (Perindustrian Angkatan
Darat), PERAL berhasil membuat eksperimen,
dengan sebutan P-I, P-II, kode bagi semua jenis roket
yang dibuat PERAL. Berdasarkan saran Asisten-4

74
Sosok Prajurit Cendekiawan

Men/Pangad pada rapat logistik akhir tahun 1963


di Jakarta, kode P diganti menjadi AY yang berarti
“AHMAD YANI”. Dengan demikian, nama roket
hasil karya PERAL memakai kode AY-I, AY-II, dan
seterusnya. Sebagai percobaan pendahuluan sebelum
dilakukan peluncuran guna mendapat akurasi data
yang tepat, terlebih dulu diadakan pengujian di
laboratorium balistik Batujajar.
Untuk pertama kalinya PERAL Angkatan Darat
meluncurkan roket tanggal 12 September 1963
dengan kode AY – 1 C.63. Setelah dikembangkan
sejak tahun 1963 hasil yang dicapai sebagai berikut :
1) AY-I.C.63 kaliber 63 jarak tembak 9 km.
2) AY-II.C.63-61/2 kaliber 63 jarak tembak 8 km.
3) AY-II.C.63 F kaliber 63 jarak tembak 8 km.
4) AY-II.C.63 S kaliber 63 jarak tembak 25 km.
5) AY-I.C.115-115 kaliber 63 jarak tembak 12
km.
6) AY-II.C.63-115 kaliber 63 jarak tembak 30
km.
7) AY-I.C.130 kaliber 63 jarak tembak 15 km.
8) AY-I.C.115-130 kaliber 63 jarak tembak 30
km.
9) AY-I.C.130-130 kaliber 63 jarak tembak 25
km.

Sukses Angkatan Darat dalam mewujudkan


roket diikuti angkatan lain, ALRI dan AURI. Dalam

75
Sosok Prajurit Cendekiawan

Peluncuran roket oleh Men / Pangad Letjen A. Yani

rangka mengintegrasikan bidang peroketan, Menko


Hankam/Kasab Jenderal A.H. Nasution
memerintahkan rapat persiapan peroketan Indonesia
tanggal 14–15 Desember 1963.
Pengintegrasian peroketan semakin ditingkatkan
setelah PALAD (Peralatan Angkatan Darat) menjalin
kerjasama dengan ITS (Institut Teknologi Surabaya),
pada tanggal 22 April 1964 dan menghasilkan
program Litbang “Arrow – II”.
Upaya pengembangan peroketan terus
dilakukan, melalui simposium tentang peroketan,
tanggal 27 Juli 1964 dengan tema “ Mempertinggi
ketahanan revolusi Indonesia dengan
swasembada peroketan’’. Sebagai puncak integrasi
peroketan diadakan demontrasi peluncuran roket
dari ketiga angkatan. Khusus roket Angkatan Darat
I diluncurkan oleh Men/Pangad Letnan Jenderal
TNI A. Yani pada tanggal 14 November 1964 di

76
Sosok Prajurit Cendekiawan

Cilincing Jakarta, sekaligus dikaitkan dengan


peringatan Hari Pahlawan.

b. Penyusunan Doktrin Tri Ubaya Cakti


Salah satu upaya mewujudkan TNI AD yang
andal, maka perlu disusun suatu pedoman yang dapat
dijadikan arahan dan petunjuk dalam berbakti kepada
tanah air, bangsa, dan negara. Pedoman yang
dimaksud adalah doktrin, berarti ajaran.
Upaya menyusun doktrin perlu kerja keras,
mengingat doktrin digali dari akar budaya bangsa,
khususnya pengalaman perjuangan menegakkan
kedaulatan RI. Untuk merealisasi upaya tersebut
pimpinan TNI AD pada tahun 1958 membentuk
Panitia Penelitian dan Pengembangan Doktrin TNI
AD. Kepanitiaan tersebut diketuai oleh Kolonel
Ahmad Yani, wakil ketua Letnan Kolonel Suwarto,
dan sekretaris Mayor E.W.P Tambunan.
Selanjutnya pada tahun 1959 pimpinan TNI AD
meningkatkan status kepanitiaan dengan menambah
anggotanya dari unsur SSKAD (Sekolah Staf dan
Komando Angkatan Darat) dan SUAD (Staf Umum
Angkatan Darat), sebagai ketuanya ditunjuk Brigjen
A.J. Mokoginta. Setahun kemudian, panitia kerja
berhasil merumuskan konsep doktrin perang wilayah/
perang rakyat semesta. Konsep ini merupakan hasil
pengalaman perang kemerdekaan yang disesuaikan

77
Sosok Prajurit Cendekiawan

dengan kondisi dan situasi saat itu. Panitia selain


mengkaji pengalaman perang, juga mengumpulkan
pengalaman para perwira AD yang pernah mendapat
pendidikan Sesko (Sekolah Staf dan Komando) di
luar negeri, juga meninjau dan mempelajari sistem
pertahanan negara lain seperti Vietnam sebagai studi
perbandingan. Unsur SSKAD juga mengadakan
kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi seperti
UI, UGM, ITB, UNPAD, PTIK dan AHM.
Kerjasama ini diadakan dalam rangka menimba ilmu
politik dalam dan luar negeri, serta teknologi.
Sementara Seskoad menggali dan mengadakan
penelitian tentang doktrin, pimpinan TNI AD
menugaskan beberapa pejabat teras SUAD untuk
menyusun konsep dasar doktrin yang nantinya
dijadikan kertas kerja dalam seminar. Pejabat yang
ditugasi antara lain : Mayor Jenderal TNI Suprapto,
Mayor Jenderal TNI Jamin Gintings, dan Mayor
Jenderal TNI J. Muskita.
Selain penunjukan pejabat teras, Men / Pangad
A. Yani juga membentuk panitia persiapan Seminar
Angkatan Darat I, dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : Mayor Jenderal TNI Suprapto
Deputi II Men/Pangad
Wakil Ketua : Mayor Jenderal TNI Jamin Gintings
Asisten II Men/Pangad
Sekretaris : Letnan Kolonel Bardosono
Pamen Seskoad

78
Sosok Prajurit Cendekiawan

Seminar Angkatan Darat I dibuka oleh Presiden


Soekarno di Istana Bogor tanggal 2 April 1965.
Seminar kemudian dilanjutkan di Graha Wyata
Yudha Seskoad Bandung tanggal 3 s.d. 9 April 1965,
dan menghasilkan Doktrin Perjuangan TNI AD “Tri
Ubaya Cakti”.
Nama Tri Ubaya Cakti diberikan atas prakarsa
Brigjen TNI Dr. Soejono dan Letnan Kolonel
Sugeng Wijaya. Tri berarti tiga, yang mengacu kepada
doktrin yang terdiri atas : Doktrin Kekaryaan TNI
AD, Doktrin Perang Revolusi Indonesia, dan
Doktrin Potensi Perang Revolusi Indonesia. Kata
Ubaya mengandung arti janji yang harus ditepati,
sedangkan Cakti berarti jelas, maksudnya jelas sebagai
senjata yang ampuh dan mantap untuk mencapai
tujuan nasional bangsa berlandaskan Pancasila serta
nyata saktinya baik ke dalam maupun ke luar. Dengan
demikian, Tri Ubaya Cakti berarti tiga ikrar dan tekad
TNI AD untuk selalu siap sedia memikul tugas nasional
serta berjanji mengamalkan darma bhaktinya bersama
dengan kekuatan sosial lainnya.
Doktrin Tri Ubaya Cakti dicetuskan dalam
suasana penuh slogan revolusi, sehing ga
perumusannya disesuaikan dengan suasana politik
saat itu. Agar diterima oleh Presiden/Panglima Besar
Revolusi, istilah Nasakom dicantumkan dalam
doktrin tersebut, dan ditafsirkan sebagai Nasasos
(Nasionalis, Agama, dan Sosialis). Lahirnya Doktrin

79
Sosok Prajurit Cendekiawan

Tri Ubaya Cakti juga merupakan upaya merapatkan


barisan TNI AD dalam menghadapi kegiatan ofensif
PKI.
Setelah berlangsung selama satu minggu, Men/
Pangad Letnan Jenderal TNI A. Yani pada tanggal 9
April 1965 secara resmi menutup Seminar Angkatan
Darat I. Dalam kata sambutannya beliau
memerintahkan anggota TNI AD untuk memahami,
meresapkan, dan meyakini dengan sungguh-sungguh
hasil seminar dan kemudian menyebarluaskan ke
seluruh jajaran TNI AD.
Doktrin Perjuangan TNI AD “Tri Ubaya Cakti”
disahkan oleh Men/Pangad A. Yani dengan Surat
Keputusan Nomor : Kep / 424 / 4 / 1965 tanggal
22 April 1965. Doktrin Tri Ubaya Cakti terdiri atas :
1) Doktrin Kekaryaan TNI AD.
2) Doktrin Perang Revolusi Indonesia.
3) Doktrin Potensi Perang Revolusi Indonesia

Untuk menyesuaikan dengan perkembangan


politik pasca pemberontakan G 30 S/PKI, doktrin
perjuangan TNI AD disempurnakan dalam Seminar
Angkatan Darat II tanggal 25 s.d. 30 Agustus 1966
di Seskoad Bandung.

80
Sosok Prajurit Cendekiawan

c. Pembentukan Inkopad
(Induk Koperasi Angkatan Darat).
Tentu tidak dapat dilupakan, selama A. Yani
menjabat Men/Pangad, banyak ide cemerlang yang
ia tuangkan dalam kebijakan kepemimpinannya, yang
sangat bermanfaat untuk masa depan Angkatan
Darat.
Pemikiran dan kebijakannya menunjukkan,
A.Yani memiliki sikap dan sifat seorang cendekiawan
yang humanis, selain seorang ahli strategi yang ulung.
Gagasannya mengakomodasi “perspektif futuris”,
membangun organisasi dan personel Angkatan
Darat ke masa depan.
Salah satu contoh ke arah itu ialah adanya
gagasan “mensejahterakan kehidupan prajurit
dan keluarganya, membangun pola hidup dari
orientasi konsumtif ke arah orientasi
produktif ” , khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan secara swadaya dan swakarya melalui
badan koperasi. A. Yani sangat prihatin melihat
kondisi kehidupan prajurit Angkatan Darat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
primer maupun sekunder.
Sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan prajurit
tersebut, A. Yani memberdayakan koperasi Angkatan
Darat sebagai organisasi fungsional, yang harus
mampu mendukung komando dalam pembinaan
kesejahteraan personel.

81
Sosok Prajurit Cendekiawan

Juga menjadikan koperasi sebagai organisasi


ekonomi sosial yang pengawasan dan pembinaannya
secara integral di bawah Men/Pangad.
Dalam struktur organisasi Angkatan Darat 1955,
jawatan yang menangani kesejahteraan prajurit adalah
Dinas Sosial Kesejahteraan Tentara (DSKT) yang
tergabung dalam Staf “A”. Akan tetapi, organisasi
ini belum memiliki fungsi dan peran sebagai
organisasi koperasi yang memikirkan kesejahteraan
prajurit secara menyeluruh. Padahal, organisasi-
organisasi lain non militer, sudah banyak mendirikan
koperasi, yang disemangati oleh lahirnya koperasi di
Indonesia yang dicetuskan di Tasikmalaya tanggal
12 Juli 1947.
Pada tahun 1955, di lingkungan Tentara dan
Teritorium VI/Siliwangi, dibentuk “Pusat Koperasi
Keluarga Angkatan Perang” (PKKAP). Setahun
kemudian tanggal 4 Agustus 1956 oleh Panglima
Tentara dan Teritorium VI/Siliwangi Kolonel
Kawilarang, dibentuk “Pusat Koperasi Siliwangi”,
yang meliputi wilayah kerja Teritorium VI/Siliwangi.
Demikian juga di lingkungan Tentara dan
Teritorium VII/ Diponegoro berdasarkan petunjuk
pelaksanaan Kasad Nomor : PTP. 4/5/1956 tanggal
30 Mei 1956 dibentuk koperasi yang diberi nama
“Ikatan Keluarga Anggota Tentara” (IKAT) TT VII/
Diponegoro.

82
Sosok Prajurit Cendekiawan

Kedua koperasi tersebut, berjalan sendiri-


sendiri, tanpa ada rentang komando pembinaan
secara langsung dari Men/Pangad. A. Yani menilai
kedua koperasi itu sifatnya masih “konsumtif oriented”
dan belum ada koordinasi yang baik dengan satuan
atas, satuan bawah, ataupun satuan tetangga. Segera
ia berinisiatif mengeluarkan Radiogram Nomor : T.
639/1963 yang memerintahkan agar seluruh Kodam
jajaran TNI AD menunjuk perwakilannya untuk
menghadiri pertemuan “rencana pembentukan
Induk Koperasi Angkatan Darat” , yang
diprakarsai oleh Pusat Koperasi Siliwangi, dan akan
diadakan di Sukabumi tanggal 17 April 1961.
Pertimbangan A. Yani mengeluarkan
Radiogram Nomor : T. 639/1963 adalah :
1) Pembentukan Induk Koperasi Angkatan
Darat, bertujuan untuk memudahkan
koordinasi antar koperasi-koperasi pusat dari
Kodam dan membantu komando dalam
meningkatkan kesejahteraan anggota
Angkatan Darat beserta keluarganya,
terutama di bidang sandang dan pangan.
2) Dilihat dari sudut azas kesatuan komando,
wewenang untuk menyetujui pembentukan
Inkopad ada pada Men/Pangad.

Pertimbangan tersebut, meng gambarkan


pentingnya koperasi bagi upaya peningkatan

83
Sosok Prajurit Cendekiawan

kesejahteraan prajurit Angkatan Darat. Oleh sebab


itu, A. Yani segera mengeluarkan surat keputusan
Nomor: Kpts – 656 / 6 / 1963 tanggal 13 Juni
1963 tentang penunjukan Kolonel Inf. H.M.S.
Rahardjodikromo sebagai ketua tim perumus
pembentukan Inkopad dan empat orang anggota
untuk koordinasi dengan Direktorat Ajudan Jenderal
Angkatan Darat dan Kodam VI/Siliwangi dalam
rangka “Persiapan Pembentukan Induk Koperasi Angkatan
Darat” (Paperkan Inkopad).
Rapat pertama Paperkan dilaksanakan tanggal 22
s.d. 24 Juli 1963 di Bandung, dihadiri perwakilan
Koperasi Kodam III (IKAT/17 Agustus), Koperasi
Kodam IV/Sriwijaya, Koperasi Kodam V/Jaya,
Koperasi Kodam VI/Siliwangi, Koperasi Kodam
VII/Diponegoro, Koperasi Komando Antar Daerah
Kalimantan, Koperasi Pevapri dan Jawatan Koperasi
Daerah Tingkat I/Jawa Barat. Rapat memutuskan,
mengesahkan pokok-pokok dasar pembentukan
Inkopad sebagai titik tolak adanya Inkopad.
Men/Pangad A. Yani segera memperkuat
keputusan rapat dengan mengeluarkan surat
keputusan Nomor : Kpts – 1088 / 9 / 1963
memutuskan “kebijakan pembinaan kesejahteraan anggota
Angkatan Darat beserta keluarganya” dalam lingkup
Inkopad dan instruksi tentang pelaksanaannya.
Kemudian dikenal dengan nama : Tap. 240 – 15 dan
Ins. 240 – 15 Men/Pangad yang dikeluarkan pada

84
Sosok Prajurit Cendekiawan

tanggal 17 September 1963 di Jakarta.


Rapat kedua Paperkan dilaksanakan tanggal 27
April 1964, dihadiri wakil-wakil Koperasi Kodam V/
Jaya Badan Hukum Nomor : 5939, Koperasi Kodam
VI/Siliwangi Badan Hukum Nomor : 21626,
Koperasi Kodam XIII/Merdeka Badan Hukum
Nomor : 741 / BH / V, Koperasi Kodam IV /
Sriwijaya, Koperasi Kodam IX/ Mulawarman,
Koperasi Kodam XIV/Hasanudin. Dengan hadirnya
3 pusat koperasi kodam yang memiliki Badan
Hukum, maka Direktur Koperasi Pusat Jakarta pada
tanggal 20 Mei 1964 mengesahkan berdirinya
Inkopad dengan akte Nomor Surat Pendaftaran : 8205.
Men/Pangad A. Yani segera merealisasi
pengesahan berdirinya Inkopad melalui Surat
Keputusan Nomor : Skep–805/7/1964 tanggal 25
Juli 1964. Dengan pengesahan tersebut, maka
terwujudlah Inkopad sebagai badan usaha yang
berbadan hukum, yang memiliki fungsi
mensejahterakan ang gota TNI AD beserta
keluarganya.
Secara fungsional Inkopad bertujuan membantu
pimpinan dalam swasembada dan swakarya usaha-
usaha ekonomi, sosial, pendidikan, konsumsi dan
produksi baik di tingkat Pusat Inkopad, di tingkat
Kodam Puskopad maupun di tingkat Satuan
Primkopad (Primer Koperasi Angkatan Darat).

85
Sosok Prajurit Cendekiawan

Terwujudnya Inkopad merupakan suatu gagasan


pemikiran A. Yani yang jauh melampaui batas usianya
sendiri, sehingga manfaat dan daya guna koperasi
sangat dirasakan oleh seluruh prajurit dan PNS
Angkatan Darat beserta keluarganya saat ini.
A. Yani berperan membentuk Inkopad dari
koperasi yang tanpa induk menjadi satu wadah dalam
Inkopad yang secara struktural di bawah Men/
Pangad, juga berkiprah mengalihkan sifat koperasi
dari “consumtif oriented menjadi productif oriented”.

d. Pembentukan Transad
(Transmigrasi Angkatan Darat).
“Adalah mudah untuk mempensiunkan seseorang,
akan tetapi akibat yang dihadapi seseorang yang akan
pensiun di dalam masyarakat tetap harus menjadi perhatian
kita (A. Yani, 31 Desember 1963)”.
Kalimat di atas adalah dasar pemikiran
timbulnya gagasan A. Yani dalam membuat kebijakan
untuk meningkatkan taraf hidup prajurit yang
memasuki masa pensiun, agar para prajurit setelah
pensiun, dapat hidup layak, mempunyai perumahan
yang pantas, sawah ladang yang cukup, dan dapat
menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan
tinggi.
Menirut A. Yani, tercapainya kesejahteraan
prajurit yang memasuki masa pensiun, sangat erat

86
Sosok Prajurit Cendekiawan

kaitannya dengan terpenuhinya kebutuhan sandang,


pangan dan kebutuhan hidup yang lain. Untuk
mewujudkannya, diperlukan adanya perencanaan
kegiatan yang dilaksanakan secara utuh dan
menyeluruh, yang melibatkan sumber daya manusia,
keterampilan, materiil, dan organisasi TNI AD.
Oleh sebab itu, A. Yani memprogramkan proyek
percontohan (pilot project) Transmigrasi Angkatan
Darat (Transad) I, di Kecamatan Terbanggi Besar,
Metro Lampung Tengah. Lahan pertanian yang
dialokasikan meliputi 878 hektare, dibagi 140 ha
untuk sawah, 310 ha untuk tegalan/ladang, 350 ha
untuk perkampungan dan 78 ha untuk fasilitas umum
dan fasilitas sosial lainnya.
Pilot proyek Transad I di Daerah Terbanggi
Besar diresmikan Men/Pangad A. Yani tanggal 31
Oktober 1964 dengan nama Proyek Transmigrasi
Poncowati (diambil dari nama pewayangan). Dalam
amanatnya A. Yani mengatakan :
“Saya sebagai pimpinan Angkatan Darat atas nama
pemerintah menempatkan saudara-saudara sebagai
anggota TNI AD di sini, bukan berarti mengasingkan
saudara-saudara, tapi saya akan mencoba kepada
kamu sekalian, sampai di mana atas kesetiaan
bawahan kepada atasan atau anak terhadap bapak”.
Transad I Poncowati bertujuan di samping
untuk kepentingan Angkatan Darat, juga untuk
mendukung program transmigrasi pemerintah dalam

87
Sosok Prajurit Cendekiawan

rangka penyebaran penduduk, dengan pertimbangan


hampir 70 % penduduk Indonesia berada di pulau
Jawa. Selain itu juga untuk meningkatkan
produktivitas lahan pertanian di daerah Lampung
sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi
di luar Jawa.
Peresmian Transad Poncowati ditandai dengan
penanaman pohon beringin, dalam kesempatan
itu A. Yani mengatakan :
“Kalau beringin ini mati saya hidup,
kalau beringin ini hidup saya mati”.
Ternyata Pohon beringin itu hidup dan tumbuh
subur, di komplek SMA Negeri Poncowati
Kecamatan Terbanggi Besar, Metro Lampung
Tengah.
Transad Poncowati dimaksudkan untuk
meningkatkan usaha-usaha produktif dalam
pembangunan, khususnya bidang pertanian, dengan
memanfaatkan tenaga Angkatan Darat yang
menghadapi masa pensiun serta untuk
mempersiapkan masa kehidupan “Hari tua yang
layak”.
A. Yani menganjurkan agar para transmigran
program Transad I tidak hanya anggota-anggota
TNI AD saja, tetapi juga membawa saudara-saudara
bahkan tetangga-tetangga dari kampung tempat
mereka berasal.

88
Sosok Prajurit Cendekiawan

Peserta Transad I Poncowati sebanyak 1.759


orang terdiri dari Satuan TNI AD 222 orang dan
masyarakat umum 16 kepala keluarga. Satuan-satuan
TNI AD terdiri dari :
1) Kodam IV/Sriwijaya : 50 orang.
2) Kodam V/Jaya : 15 orang.
3) Kodam VI/Siliwangi : 48 orang.
4) Kodam VII/Diponegoro : 96 orang.
5) Kodam VIII/Brawijaya : 13 orang.

Program Transad I Poncowati yang digagas


A.Yani telah berhasil dengan baik, sehingga dalam
waktu relatif singkat pada 14 Februari 1979
Poncowati menjadi desa berpredikat swakarya, yaitu
tahapan tertinggi dari tahapan pembangunan desa
swakarsa, swasembada, dan swakarya.

Pembukaan lahan Transmigrasi, Lampung

89
Sosok Prajurit Cendekiawan

Proyek Transad Poncowati mengandung nilai


strategis yang besar manfaatnya, baik bagi prajurit
TNI-AD peserta Transad I maupun bagi masyarakat
Lampung umumnya, sehingga program Transad I
sampai sekarang dirasakan manfaatnya.
Untuk mengenang jasa A. Yani, dibangun
monumen Poncowati, berupa patung A. Yani
berpangkat Letnan Jenderal, memegang tongkat
komando, dan berpakaian PDL (Pakaian Dinas
Lapangan) yang diresmikan oleh Kasad Jenderal TNI
Poniman pada tanggal 11 Maret 1981.

e. Ide Mendirikan Museum dan Menulis


Sejarah Angkatan Darat.
Kurangnya apresiasi sebagian masyarakat
terhadap museum tercermin dari pandangan mereka
yang melihat museum hanyalah sebagai tempat untuk
menyimpan benda-benda kuno yang sudah tidak
dipakai lagi. Konotasi dari pandangan ini seolah-olah
museum hanyalah sekadar gudang. Namun, A. Yani
justru mempunyai ide yang terkesan kontroversi
dengan pandangan sebagian masyarakat tentang
museum, yaitu: Mendirikan Museum Angkatan
Darat.
Ide mendirikan Museum Angkatan Darat ini
sudah muncul sejak A. Yani menjabat Deputi II
Kasad tahun 1959. Untuk merealisasi ide tersebut,

90
Sosok Prajurit Cendekiawan

A. Yani menugaskan Kepala Pusat Sejarah Militer


Angkatan Darat (Kapusemad), Kolonel Sarjono,
untuk mengadakan studi banding ke beberapa negara
seperti RRT, Uni Soviet, dan AS tentang seluk-beluk
museum militer.
Perintisan pendirian Museum dituangkan dalam
Surat Perintah Kasad No. SP 1562/10/1959 tanggal
2 Oktober 1959 tentang pengumpulan benda-benda
bernilai sejarah, yang meliputi : seragam, heraldika,
arsip, foto, persenjataan infanteri, artileri, kavaleri,
zeni, perhubungan, topografi, kesehatan, peralatan-
peralatan tempur, dan lain-lain.
Pada peringatan 5 tahun berdirinya Museum
Angkatan Darat tahun 1964 di Yogyakarta, A. Yani
menyampaikan amanatnya :
“…. Pada saat-saat yang genting dan kritis selalu
TNI dipanggil untuk mengatasinya, dan panggilan
itu tak pernah mengecewakan. Kenyataan ini harus
ditulis, juga harus dibuktikan dengan jalan
menghimpun dan menunjukkan benda-bendanya agar
setiap orang, setiap anggota dari generasi yang akan
datang dapat mencontohnya dan dapat mempunyai
gambaran yang jelas. Untuk itu perlu adanya Museum
Angkatan Darat yang benar-benar representatif yang
dapat mencerminkan sejarah perjuangan TNI. Kalau
kita dapat membuat museum ini, berarti kita telah
memenuhi kewajiban sebagai orang tua meninggalkan
warisan yang berguna bagi anak cucunya. Untuk

91
Sosok Prajurit Cendekiawan

mencapai tujuan itu saya tandaskan bahwa setiap


warga Angkatan Darat harus Musea Minded
dan Sejarah Militer Minded ...”
Bagi A. Yani museum bukan hanya sekadar
menunjang terselenggaranya pendidikan, melainkan
merupakan bagian penting dalam dunia pendidikan
itu sendiri. Dikatakan bahwa dalam menumbuhkan
penghayatan terhadap peristiwa di masa lampau
dengan melihat benda-benda bukti sejarah akan
mendukung dan memperkuat kesan yang diperoleh
dari mendengar atau bahkan membaca sekalipun.
Sebuah lembaga akan tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat apabila dirasakan ada manfaatnya.
Demikian pula Museum Angkatan Darat, manfaat
itu dapat terangkum dalam kegunaan museum, yaitu
: edukatif, inspiratif, instruktif, dan rekreatif.
Edukatif, dengan mengunjungi museum
seseorang akan belajar dan menambah
pengetahuannya, terutama dengan koleksi benda
sejarah yang disimpan dan dipamerkan di dalamnya.
Inspiratif, seseorang akan menemukan inspirasi
yang dapat menemukan ide baru yang sebelumnya
tidak terpikirkan dan selanjutnya akan menghasilkan
karya baru.
Instruktif, dengan melihat koleksi benda sejarah
museum, seseorang akan memperoleh keterampilan
yang dapat dikembangkan di masa mendatang.

92
Sosok Prajurit Cendekiawan

Rekreatif, dengan mengunjungi museum


seseorang dapat menemukan kesenangan, santai dan
melepaskan himpitan kegiatan rutin sehari-hari yang
selalu menyibukkannya.
Keberadaan museum di jajaran Angkatan Darat,
yang saat ini banyak dikunjungi oleh pelajar,
mahasiswa, prajurit beserta keluarganya, masyarakat,
bahkan wisatawan mancanegara berawal dari ide
cemerlang A.Yani yang dirasakan banyak
manfaatnya.
Selain ide mendirikan Museum Angkatan Darat,
A. Yani juga menginstruksikan kepada setiap prajurit
Angkatan Darat harus “Sejarah Militer Minded’’.
Instruksi tersebut untuk menumbuhkan budaya
menulis dan membaca, yang dimulai dengan
pengisian buku harian oleh Ajudan Batalyon. Untuk
tingkat Batalyon oleh Bintara Kompi, dan tingkat
Peleton oleh Sersan Peleton, untuk mencatat segala
sesuatu yang berguna bagi Sejarah Militer
Kesatuannya.
Dalam amanatnya pada Konperensi Kerja
Sejarah Militer Angkatan Darat di Yogyakarta, A.Yani
mengatakan:
“… sebetulnya mulai dari pendidikan prajurit masuk
depot Batalyon, padanya sudah ditanamkan
indoktrinasi Angkatan Darat ini, setiap prajurit
berkewajiban mencatat segala sesuatu yang berguna
bagi sejarah militer Angkatan Darat. Karena dari

93
Sosok Prajurit Cendekiawan

sejarah kesatuan itu akan timbul nanti sejarah dari


bagian Angkatan Darat, dan kalau dikumpulkan
lebih besar lagi, maka ini akan merupakan sejarah
dari Angkatan Darat sendiri, dan lebih besar lagi
maka ini akan merupakan bagian dari sejarah
nasional ….”
Instruksi dan amanat A. Yani tersebut
merupakan langkah awal penulisan Ikhtisar Sejarah
Tahunan (IST), yang berguna untuk penulisan
Sejarah Tahunan Angkatan Darat.

f. Komitmen A. Yani terhadap Pendidikan.


Semasa penjajahan Belanda terdapat
diskriminasi dalam pendidikan. Tidak semua orang
dapat mengenyam pendidikan, selain biaya sekolah
yang mahal, jumlah sekolah pun masih terbatas.
Apalagi terdapat diskriminasi antara pribumi dan
nonpribumi. Beruntung bagi A. Yani, karena
kebaikan keluarga Hulstijn, ia dapat mengenyam
pendidikan lebih baik dibanding dengan teman-
teman sebaya yang lain. Rasa keprihatinannya dalam
pendidikan sangat membekas di hatinya.
Memetik dari pengalaman yang pernah dialami,
A. Yani sangat memperhatikan masalah pendidikan
putra-putrinya, para prajuritnya dan masyarakat pada
umumnya. Kepada siapa saja A. Yani selalu
menasihati: “ Sekolaho sing dhuwur ben pinter “

94
Sosok Prajurit Cendekiawan

(Sekolahlah yang tinggi agar pandai).


Untuk pendidikan putra-putrinya, A. Yani tidak
pernah memilih sekolah terkenal, favorit, sekolah
negeri atau swasta. Satu hal yang menjadi
pertimbangannya adalah sekolah yang menanamkan
dan menerapkan disiplin dan melatih sikap mandiri
kepada murid-muridnya. A. Yani tidak ingin putra-
putrinya diperlakukan secara khusus oleh sekolah
karena mereka anak Men/Pangad. Ia justru merasa
senang apabila mendengar putra-putrinya dihukum
karena lupa tidak menyelesaikan pekerjaan rumah
(PR) atau melanggar peraturan sekolah. Kebetulan
sekolah yang menjadi pilihan A. Yani untuk putra-
putrinya adalah sekolah Khatolik yang dikenal
disiplin.
Betapapun sibuknya, A. Yani selaku Men/
Pangad, ia senantiasa menyisihkan waktu untuk
putra-putrinya, menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan sekolah, bahkan menemani putra-putrinya
belajar dan mengerjakan PR.
Selama menjabat Men/Pangad, A. Yani
berusaha mengembangkan lembaga-lembaga
pendidikan di jajaran AD. Sekolah Staf dan
Komando Angkatan Darat (Seskoad) dijadikan
wahana untuk mengkaji dan mengembangkan
Doktrin AD, olah pikir, olah yudha, dan untuk
mendidik Perwira AD menjadi perwira profesional
yang mempunyai wawasan dan semangat

95
Sosok Prajurit Cendekiawan

kebangsaan. A. Yani juga banyak mengirimkan


prajuritnya untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Bahkan, apabila perlu A. Yani menguji sendiri para
prajuritnya untuk mengikuti pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
Suatu ketika Pak Soedirgo (pangkat terakhir
Mayjen TNI), dan kawan-kawan ketika akan
mengikuti pendidikan di The Provost Marshal General’s
School, Fort Gordon – USA tahun 1957 tanpa diduga,
dengan simpatik A. Yani mengajak mereka ke aula
MBAD. Di situ sudah tersedia beberapa meja, kursi,
dan alat tulis. Mereka dipersilakan duduk dan A. Yani
mengambil tempat duduk berhadapan. Tanpa basa-
basi A. Yani berkata : Jullie saya tes sendiri !
Berbeda dengan pangalaman Pak Sumitro
(pangkat terakhir Jenderal TNI), yang sempat merasa
diperlakukan tidak adil oleh A. Yani. Ia diperintahkan
mengikuti pendidikan di Seskoad, dengan mengikuti
tes, sedangkan teman-teman lain yang di bawahnya
tidak perlu mengikuti tes. Pak Sumitro merasa jengkel
dengan perlakuan diskriminatif A. Yani. Namun, ia
baru mengetahui bahwa keharusan ikut tes bukan
untuk mengikuti pendidikan di Seskoad, tetapi untuk
kepentingan sekolah ke Jerman.
Cita-cita A. Yani memajukan anak-anak desa
untuk sekolah dan mengenyam pendidikan lebih
tinggi masih melekat kuat. Ia mulai merintis cita-

96
Sosok Prajurit Cendekiawan

citanya dengan mendirikan bangunan sekolah di


tanah rumah orang tuanya yang luas. Sekarang
gedung sekolah berikut tanahnya diserahkan kepada
pemerintah menjadi Sekolah Dasar “Ahmad Yani’’
dan murid –muridnya datang dari Jenar dan
sekitarnya.
Itulah salah satu warisan mulia A. Yani untuk
kemajuan desanya, sekaligus sebagai wujud
komitmennya terhadap masalah pendidikan.

!"#$%

97
4
BAGIAN KEEMPAT
FIGUR SEORANG PEMIMPIN
DAN NEGARAWAN
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

1. Dilahirkan sebagai Pemimpin


Pepatah mengatakan “a leader is born not made”,
seorang pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat. Salah
satu karunia yang diberikan Allah s.w.t. kepada A. Yani
adalah bakat kepemimpinan yang ia bawa sejak lahir,
sehingga bagi A. Yani tidak banyak memerlukan
pelajaran kepemimpinan for mal. Pelajaran
kepemimpinan diperolehnya di lapangan dalam
berbagai penugasan.
Pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin
dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggungjawabannya. Menjadi pemimpin adalah
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak semua
manusia cakap dan mampu dalam mengembangkan
bakat kepemimpinan yang diberikan Tuhan apalagi
melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Jumlah orang seperti itu sangatlah sedikit. A. Yani
termasuk orang yang sedikit itu, sebab orang–orang
kebanyakan lahir dengan bakat kepemimpinan yang
biasa-biasa saja. Beruntung A. Yani, disamping memiliki
bakat kepemimpinan yang tinggi, dia cakap dan mampu
dalam mengembangkan bakat kepemimpinannya.
Dalam berbagai kehidupan organisasi, khususnya
organisasi tentara terdapat banyak jabatan memerlukan
kepemimpinan yang andal. A. Yani adalah sosok
pemimpin yang andal, mampu mengakomodasikan, dan
menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Seperti

100
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

penilaian Mayor Jenderal TNI (Purn) Muskita, kawan


dekatnya sebagai berikut :
“Keberhasilan Pak Yani menjadi pemimpin yang baik,
karena beliau senantiasa berusaha untuk mengenali
dirinya sendiri, mengenal dan mempelajari sifat-sifat orang
yang dipimpin, berlaku jujur dan adil, serta senantiasa
memelihara dan meningkatkan pengetahuan, berpegang
teguh pada tujuan serta memberikan teladan dan
kecakapan melalui pekerjaaan”.
Faktor kekuatan batiniah khusus yang membuat
A.Yani memiliki “kepribadian mumpuni”, adalah
keyakinannya terhadap kemampuan sendiri, taat kepada
orang tua, dan tebal iman, serta keyakinannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut merupakan bekal
utama A. Yani dalam melaksanakan tugasnya sehari-
hari, yang senantiasa bekerja tanpa pamrih tertentu dan
tanpa harapan untuk dipuji terlebih dihargai.
Keberhasilan A. Yani sebagai pemimpin sudah
mulai terlihat sejak masa anak-anak, remaja kemudian
mengkristal saat meniti karier militernya. A.Yani
dipercaya sebagai Komandan Batalyon 4 Magelang.
Pasukan Yon 4 Magelang yang dipimpin oleh Mayor
A.Yani dengan gaya kepemimpinannya, berhasil
melucuti pasukan Jepang di Nakamura Butai, Magelang
(pada waktu itu di bawah pimpinan Jenderal Nakamura).
Menjelang akhir Oktober 1945 terjadi voor contact
(kontak senjata) dengan tentara Gurkha yang diperalat
oleh NICA. Sebagai komandan yang gigih dan bijaksana

101
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

Mayor A. Yani berjuang atas dasar optimisme dan


mempunyai keahlian dalam membangkitkan semangat
juang anak buahnya, sehingga berhasil mengusir tentara
Gurkha dan dikejarnya sampai Ambarawa dan Banyu
Biru. Perlengkapan Gurkha yang ada di Magelang dapat
dirampas. Bahkan ada satu peleton tentara Gurkha,
dengan penuh kesadaran menyerah dan
menggabungkan diri pada Batalyon A.Yani. Selanjutnya
oleh Mayor A.Yani peleton tentara Gurkha tersebut
dijadikan “Volunteer Group” (pasukan mobil) di daerah
Gombong.
Pada saat Perang Kemerdekaan I 21 Juli 1947,
Mayor A. Yani dan anak buahnya bertahan di daerah
Pingit, perbatasan antara Semarang dan Kedu. Pasukan
Belanda yang lengkap dengan kendaraan lapis baja
melancarkan serangan pada Batalyon A. Yani. Tidak
seimbangnya kekuatan, bagi A. Yani bukan penghalang
untuk meraih kemenangan. Pasukan Yani ternyata bisa
menghancurkan pasukan Belanda. Di saat seperti itulah
jiwa keprajuritan dan bakat kepemimpinan A. Yani
sebagai prajurit benar-benar merupakan suatu kekuatan
ampuh yang sangat luar biasa.
Berdasarkan persetujuan Linggajati daerah
perbatasan Pingit menjadi daerah demarkasi. Untuk
menentukan garis batas di lapangan, diadakan
perundingan dengan Belanda, di bawah pengawasan
KTN (Komisi Tiga Negara). A. Yani mengepalai
perundingan. Dalam perundingan itu terbukti Mayor

102
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

A. Yani bukan saja andal di medan tempur, tetapi lihai


di meja perundingan. Sesuai watak kepribadiannya,
selalu berbicara to the point dan menghindar dari
pembicaraan bertele-tele.
Berkat kemampuan dan keistimewaan batalyon
yang dipimpinnya, kemampuan tempur pasukannya
diakui baik oleh kawan maupun oleh lawan, dan sejak
15 September 1948 Mayor A. Yani dipercaya sebagai
Komandan Brigade Magelang.
Selama Perang Kemerdekaan II Mayor A.Yani
diangkat menjadi komandan “Wehrkreise Hitam” yang
beroperasi di daerah Merapi, Merbabu, dan Sumbing.
Pasukannya sangat ditakuti tentara Belanda. A. Yani
menugaskan Yon Suryo Sumpeno di Magelang untuk
mengadakan wingate (menyusup kembali) secara
simultan sehingga berhasil melakukan aksi-aksi
penyergapan secara mendadak, juga menyabot kereta
api yang membawa pasukan dan perbekalan tentara
Belanda. Dari aksi - aksi itu korban dan kerugian di
pihak Belanda tidak sedikit.
Pertengahan 1950 setelah pemulihan kedaulatan
RI, sebagai Komandan Brigade Magelang, Letkol
A.Yani dihadapkan pada pemberontakan AUI
(Angkatan Umat Islam) yang mengacau di sekitar
Magelang. Dalam menghadapi pemberontakan tersebut,
terlihat keistimewaan A. Yani, dengan cerdas ia
menggunakan 1 Kompi pasukan bekas anak buah
“Andi Azis”, yang dulu memberontak terhadap RI

103
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

dijadikan sebagai pasukan penumpas pemberontakan.


Tahun 1953 Letkol A. Yani diangkat sebagai
Komandan Resimen Infanteri 12/Purwokerto dan
sekaligus merangkap Komandan GBN. Hal yang
menonjol selama A. Yani menjabat Komandan Resimen
Infanteri 12 Teritorium IV, antara lain :
a. Dibentuknya dua kompi Raiders yang selama
ini belum pernah ada di Indonesia, yang terdiri
dari Kompi Yasir dan Kompi Poejadi langsung
di bawah A. Yani.
b. Dalam pertempuran melawan DI/TII di
Cipelem, Klaten pasukan yang dipimpin oleh
A.Yani memperoleh kemenangan dengan
merampas 27 pucuk Breen Gun dan senjata
ringan dalam jumlah banyak.
c. Penghancuran total terhadap eks Batalyon 426,
yang berusaha kembali ke daerah Jawa Tengah,
pada waktu itu sisa pasukan yang masih hidup
15 orang.

Sifat kepemimpinan A. Yani selalu optimis, amat


menghargai saran anggota stafnya. Pendapat dan saran
staf selanjutnya diterima sebagai idenya. Bila terjadi
kegagalan dalam melaksanakan pendapat maupun saran
staf, diambil alihnya, artinya tidak menimpakan
kesalahan pada bawahannya.
Dalam setiap pertempuran A.Yani selalu
memegang teguh 3 ketentuan, yakni :

104
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

a. Kehadiran komandan berada di front terdepan.


b. Inzet daripada research (Analisa Daerah
Operasi).
c. Bantuan- bantuan/tambahan pasukan.

Saat memberikan instruksi hanya bersifat garis


besar, sedangkan uraian selanjutnya diserahkan penuh
kepada staf, dengan maksud agar ide-ide yang ada pada
staf dapat terus berkembang. Penonjolan tampak dalam
memberikan keputusan, bersikap tegas. Dalam suka
ataupun duka selalu di tengah anak buah, karena
kehadiran seorang pemimpin di tengah anak buah
mutlak diperlukan. Kehilangan seorang anak buah amat
berarti bagi seorang pemimpin yang baik. Seorang
pemimpin yang baik akan menyadari dirinya menjadi
pemimpin karena adanya anak buah yang dipimpinnya.
Kepemimpinan A. Yani ditunjang oleh kecerdasan
yang sangat menonjol, kepribadian yang kokoh,
sehingga pimpinan TNI AD memberikan prioritas
pertama untuk mengikuti pendidikan kemiliteran di luar
negeri. Hal ini nyata dalam pendapat dinas Psikologi
TNI AD.
“Jenderal A. Yani adalah seorang yang cerdas.
Kemampuan intelektualnya tergolong di atas rata-rata
kelompoknya. Daya analisanya menonjol dan mampu
berpikir secara konseptual. Beliau kritis dan cermat
dalam membuat penilaian terhadap suatu kejadian yang
berdasarkan nalarnya akan berdampak buruk.

105
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

Turun ke bawah memeriksa kesiapan senjata dan personel adalah


prinsip dasar kepemimpinan Jenderal A. Yani

Pengetahuannya luas dan keinginan untuk menambah


wawasan terus berkembang. Kemampuan intelektual yang
tergolong tinggi ini diwujudkan ke dalam kemampuan
menyelesaikan pendidikan dalam dan di luar negeri serta
kemampuan menyelesaikan berbagai masalah di satuan,
angkatan bersenjata maupun permasalahan nasional
secara lebih luas. Dalam bidang pekerjaan Beliau
menunjukkan komitmen yang tinggi. Tanggung jawabnya
besar terhadap pekerjaan dengan disertai kemauan yang
kuat untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Untuk
mencapai puncak prestasinya Beliau menerapkan disiplin
yang tinggi terhadap diri sendiri, keluarga maupun
organisasi. Beliau juga menunjukkan sikap hormat dan
loyal terhadap pimpinan. Hal ini tercermin pada sikap

106
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

yang setia dan menghormati putusan Presiden walaupun


Beliau tidak sependapat.
Beliau mempunyai kepribadian yang kokoh. Pendiriannya
teguh dan memiliki kemauan yang kuat untuk
mempertahankan prinsip yang dipegangnya. Walaupun
demikian, Beliau tidak bersikap kaku, karena Beliau
mampu menyesuaikan diri dalam situasi yang berbeda-
beda. Keinginan untuk menjalin relasi yang hangat juga
tergolong besar. Hal ini tercermin dalam sikap yang ramah
dan menghargai pendapat orang lain.
Beliau juga menunjukkan kemampuan dalam
mengarahkan dan mengorganisasikan personel untuk
mencapai tujuan , namun mau mendengar dan
mempertimbangkan saran bawahan. Kemampuannya
memimpin juga telah teruji selama mengemban tugas dan
jabatan, mulai Jabatan Komando Sub Ter 1/Komando
Brigade Judo Negoro hingga jabatan terakhirnya sebagai
Menpangad merangkap Kepala Staf Komando Tertinggi
(1964). *)
Sudah suratan takdir bagi A.Yani bahwa
kemunculannya selalu di saat negara dalam keadaan
kritis. A. Yani ditunjuk sebagai Komandan Operasi 17
Agustus, pada 11 April 1958 untuk menumpas
pemberontakan PRRI di Sumatera Barat.
Tepat tanggal 17 April 1958 A. Yani mendarat di

*) Pendapat Dinas Psikologi TNI AD, Nomor : B/189/X/2003 tanggal


17 Oktober 2003 tentang gambaran kepribadian Jenderal A. Yani.

107
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

Padang. Karena menurut informasi pada 18 April 1958,


ada 2 buah Bomber asing akan mendarat di Padang
membawa perbekalan senjata untuk PRRI, sedangkan
konvoi-konvoi kapal A. Yani yang membawa pasukan
TNI tidak dilindungi dengan pesawat terbang. Berarti
kalau pendaratan tidak berhasil dilakukan sehari
sebelumnya, maka konvoi kapal akan mudah
dihancurkan oleh kedua pesawat Bomber tersebut.
Sewaktu A. Yani mendarat di Padang, muncul 1 peleton
musuh yang menyerah. Disamping bersenjata lengkap
mereka juga mempunyai 2 pucuk senjata SMB (Senapan
Mesin Berat) 12,7. A. Yani menerima penyerahan
mereka, tanpa rasa curiga dan keraguan segera
memutuskan menempatkan mereka sebagai pasukan
pengawalnya. Bahkan seorang dari mereka dijadikan
Tobang (pengawal pribadinya).
Cepatnya pasukan TNI menguasai Padang karena
pada waktu pasukan bergerak di front, A. Yani selalu
berada di belakang Danyon dan mengikuti Kompi
Kawal Depan, otomatis rentang komando dan kendali,
petunjuk dan instruksi dapat dilakukan dengan cepat.
Keberadaan A. Yani yang selalu berada di Pos Komando
mendampingi pasukan yang bergerak, secara langsung
meninggikan motivasi dan moril pasukan di lapangan.
Keberhasilan A. Yani dalam Operasi 17 Agustus,
menunjukkan kecepatan dan ketepatan dalam
mengambil keputusan, keyakinan yang kuat terhadap
kemampuan dirinya juga menunjukkan adanya

108
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

kedekatan A. Yani dengan anak buahnya, baik dalam


kedinasan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
A. Yani mendapat kepercayaan yang sangat besar
dari Presiden Soekarno karena kematangan pikirannya
serta kecakapannya dalam analisa politik maupun
militer.
Ketika oleh Presiden dimintai pendapatnya
mengenai konsepsi strategi merebut Irian Barat, Jenderal
A. Yani dengan spontan mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut :
“ bahwa Neokolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme)
tidak bisa menyerah begitu saja apabila hanya dengan
jalan diplomasi tanpa dibarengi oleh kekuatan bersenjata

A. Yani : siap melaksanakan tugas membela keutuhan bangsa


dan negara apa pun resikonya

109
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

dan bantuan seluruh rakyat, “maka minimal 9 Batalyon


pasukan tempur kita harus siap didaratkan di Irian
Barat”.
Oleh Presiden, pendapat A.Yani tersebut diterima
dan diputuskan untuk segera dilaksanakan.
Jenderal A. Yani mengambil langkah strategis yang
bersifat konsolidasi organisasi yaitu menyuarakan
aspirasi dan kiprah TNI AD terhadap bangsa dan
negara. Melalui rapat Panglima seluruh Indonesia yang
berlangsung tang gal 17 Maret 1964 di Jakarta
menghasilkan suatu konsepsi “penyelesaian dan
pemeliharaan keamanan dalam negeri dan pembangunan
Angkatan Darat”, yang meliputi 3 bagian yaitu Slogarde
Angkatan Darat gaya baru yang sanggup menjadi
pendukung politik yang dijalankan oleh pemerintah,
peremajaan, penyaluran personel, dan modernisasi
pembinaan materiil.
Dilaporkan kepada Panglima Tertinggi /
Pemimpin Besar Revolusi Presiden Soekarno, bahwa :
“TNI tidak kenal kompromi dalam membela negara dan politik
negara yang berazaskan Pancasila dan berhaluan Manipol/
Usdek (Manifestasi Politik / Undang - undang Dasar,
Sosialisme, Demokrasi, Ekonomi) serta menepati Sapta Marga,
Sumpah Prajurit bertekad atas kepercayaan pada kekuatan
diri sendiri dan mengamankan serta menyelesaikan revolusi di
bawah pimpinan Panglima Tertinggi / Pemimpin Besar
Revolusi”. TNI AD ikut serta secara aktif dalam
menyelesaikan, mengamankan negara RI yang bersatu,

110
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

berdaulat, adil dan makmur, serta secara aktif pula


dalam menjalankan, mengamankan program
pemerintah.
Kecakapan A. Yani untuk menyampaikan visi dan
misi kepemimpinannya, walaupun visinya
berseberangan dengan kondisi waktu itu adalah cermin
kenegarawanannya, kemiliteran dan pengabdiannya
kepada tugas, apa pun resikonya. Seperti apa yang
disampaikan dalam rapat Panglima seluruh Indonesia
pada tanggal 27 s.d. 29 Mei 1965 di Mabes Ganefo
Senayan Jakarta :
“Saya tahu bahwa apa yang dibicarakan di sini pada
hari ini juga sampai di istana, saya tidak keberatan asal
yang disajikan itu jangan lepas dari konteksnya, bertindak
salah tidak apa, asal kita berani bertanggung jawab tetapi
jangan tidak berbuat apa-apa. Mulai saat ini kita tidak
akan mundur selangkah pun dari PKI.”
Bagi A. Yani pemupukan dan pengembangan
untuk tidak saja berjuang dan menang sekarang, tetapi
untuk berjuang dan menang esok lusa dan seterusnya
di segala bidang, adalah prinsip dasar
kepemimpinannya.
Saat Republik Indonesia dalam keadaan gawat,
A.Yani tampil sebagai prajurit cendekia dan patriot yang
bukan saja mahir di “war room” tapi juga mahir di “war
field”.
Dalam peristiwa pemberontakan PKI Madiun 18

111
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

September 1948 yang dipimpin oleh Muso Cs. yang


menikam tubuh RI dari belakang bermaksud untuk
mendirikan pemerintahan Komunis Indonesia, Mayor
A.Yani dengan seluruh kekuatan TNI dan massa rakyat
yang setia pada Proklamasi 17 Agustus 1945, serentak
membasmi golongan komunis. Setelah melalui berbagai
pertempuran, rakyat dan TNI berhasil melucuti pasukan
komunis yang terdiri dari Resimen Ontowiryo dan
Resimen Tidar.
A. Yani dikenal sebagai ahli strategi yang ulung.
Hal ini diakui oleh Overste (Letkol) Van Zanten
(Belanda) bahkan ia menjulukinya “Alap-Alap dari
Magelang”. Ketika diadakan gencatan senjata antara
TNI - Belanda tanggal 1 Juli 1949 A. Yani ditempatkan
pada Local Joint Committe (LJC) di bawah pengawasan
KTN. Overste (Letkol) Van Zanten bercerita pada
A.Yani bahwa ia (tentara Belanda) selalu mencari A.Yani
beserta pasukannya, tetapi usaha tersebut selalu
menemui kegagalan. Van Zanten dengan sungguh -
sungguh menanyakan kedudukan pasukan A. Yani.
Oleh A. Yani, Van Zanten dibawa ke sebuah peta
dinding dan dijelaskan pos komando yang selalu
berpindah-pindah. Atas keterangan itu Van Zanten salut
dan kagum.
Dalam setiap operasi militer A. Yani membuktikan
keuletan dan ketenangan dalam kepemimpinannya
terutama di saat yang gawat. Ia tidak pernah
menunjukkan keputusasaan pada anak buahnya, tetapi

112
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

selalu memberikan kepercayaan dan keyakinan tentang


kemenangan yang akan dicapai. Karena ia seorang
prajurit yang keras dan tegas.
Dapat dikatakan, bahwa A. Yani dilahirkan sebagai
pemimpin militer. Pada zamannya tidak ada yang
mampu menyamai konsepsi strategi dan sikap
politiknya, serta jiwa kenegarawanan dan
kepatriotannya, sehingga dapat mengakomodasi tujuan
Revolusi Indonesia baik untuk kepentingan TNI
maupun negara RI. Walaupun “jiwa” nya sendiri yang
menjadi taruhan cita-cita yang diperjuangkannya.

2. Konsekuen Membela Ideologi Negara


Pancasila.
Thomas Carlyle berpendapat, “sejarah diciptakan oleh
manusia yaitu manusia pahlawan”. Karl Marx berpendapat
lain bahwa sejarah ditentukan oleh keadaan sosial
ekonomi, manusia yang di dalamnya adalah hasil dari
perbandingan produksi belaka.
Pancasila mengoreksi kedua pendapat itu dan
menariknya ke dalam suatu sintesa yang lebih tinggi,
bahwa yang menentukan segalanya adalah Tuhan,
proses objektif sosial ekonomi serta peranan subjektif
manusia khususnya manusia dan pahlawan, adalah
penjelasan dari peranan Tuhan belaka. Oleh karena itu,
sudah sewajarnya bila menghormati pahlawan sebagai
pelaku yang digerakkan oleh Tuhan, untuk contoh dan
teladan kepada manusia, karena dalam laku dan amal,

113
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

para pahlawan, tersimpul “Das Sollen” daripada yang


seharusnya dilakukan oleh orang-orang biasa “Das Sein”.
A. Yani sebelum gugur sebagai sahid (pahlawan)
telah mewariskan suatu organisasi TNI AD yang
kompak, sadar politik, dan solid, selaku bhayangkari
negara berpedoman kepada Pancasila. Perilaku dan
prinsip kerjanya senantiasa didasarkan pada Pancasila
sebagaimana yang ia tekankan:
“Saya peringatkan akan tugas kita yakni menyelamatkan
tujuan Revolusi yang juga pengamanan tujuan daripada
Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdiri di
atas tiang Ideologi Pancasila. Memperteguh kemerdekaan
serta mengamankan negara, bangsa, masyarakat dan
rakyat Indonesia.”
Sikap A. Yani menempatkan ideologi Pancasila
sebagai dasar Revolusi Indonesia, karena keyakinan
pribadinya, bahwa hanya Pancasila yang dapat dijadikan
sebagai ideologi di bumi Indonesia. Bagi A.Yani tujuan
Revolusi Indonesia sudah jelas “ Masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur”.
Keteguhan prinsip A.Yani kepada ideologi
Pancasila, menumbuhkan sikap “Wait and See”, ketika
Bung karno mengumandangkan “Nasakom Jiwaku”.
*) Terjadi dialog antara Bung Karno dengan A. Yani,
sebagai berikut :

*) Amanat Presiden Sukarno pada Rapat Raksasa Pembukaan Mubes


Tani Seluruh Indonesia 20 Juli 1965, hal 13.

114
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

Bung Karno : ”Apakah tentara tidak setuju


Nasakom…?”
A. Yani : “Interpretasi Nasakom yang dianut
oleh AD dan inter pretasi yang
dianutPartai Sputnik PKI itu sama
atau tidak, dan yang paling penting
apakah inter pretasi yang Bapak
berikan sama dengan interpretasi yang
saya anutkan. Baru Bapak nanti
tanyakan, apakah AD itu setuju apa
tidak”.
Bung Karno : ”Kalau kamu menginterpretasikan
apa …?”
A. Yani : ”Saya mencoba memberikan definisi
Nasakom yang saya hubungkan
dengan salah satu pidato Bapak.
Mengakui adanya aliran-aliran yang
hidup di masyarakat dan dapat
digolongkan dalam golongan nasional,
golongan sosialis dan golongan agama.
Tetapi mengharapkan agar golongan
itu meninggalkan ismenya masing-
masing dan mengakui Pancasila
sebagai landasan ideologinya dan
mengakui bahwa tujuan Revolusi,
satu-satunya tujuan yang mereka
tuju”.
Bung Karno : “ Yes”.

115
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

Tujuh Pahlawan Revolusi pembela Pancasila sejati

Nasakomisasi yang didalangi PKI, membuat


A.Yani sangat hati-hati dalam memberikan penafsiran
terhadap Nasakom.
Ia selaku pimpinan TNI AD mengetahui bahwa
PKI menerima Pancasila hanya sebagai alat, maka sikap

116
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

tegas segera ditunjukkan beliau “ Mulai saat ini kita tidak


akan mundur selangkah pun terhadap PKI”.
Keluarnya pernyataan tersebut karena ia meyakini
bahwa satu-satunya ajaran falsafah yang tertinggi,
teragung, dan terbesar di Indonesia adalah Pancasila.
Agar Nasakomisasi di tubuh TNI terlaksana secara
integral dan komprehensif, pada tahun 1960 PKI
melancarkan eksperimen tiga Selatan, mencoba merebut
kekuasaan politik di daerah Sumatera Selatan,
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Pimpinan AD
mengambil tindakan tegas membekukan cabang PKI
di ketiga daerah tersebut dan mengeluarkan perintah
penangkapan terhadap DN Aidit dan kawan-kawannya.
Pimpinan AD juga memberikan peringatan-peringatan
kepada pimpinan negara terhadap bahaya komunis.
Menghadapi move politik PKI tersebut Men/
Pangad Jenderal A. Yani secara gamblang
menandaskan:
“ Kita tetap mempertahankan Pancasila, ideologi bangsa
Indonesia dan manipol usdek haluan negara Indonesia
yang sudah menjadi darah daging di dalam tubuh kita.
Kita tidak meniru siapa pun dan negara mana pun juga,
karena revolusi 1945 adalah kepribadian bangsa
Indonesia sendiri.”
Pernyataan tersebut, secara eksplisit menunjukkan
bahwa A. Yani memiliki sikap yang teguh membela
ideologi Pancasila.

117
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

3. Menolak Pembentukan Angkatan ke-5


Kampanye PKI “satu tangan pegang bedil dan satu
tangan lagi pegang pacul”, adalah suatu gagasan yang
didasarkan pada pola-pola militer negara komunis.
Itulah sebabnya DN Aidit berusaha sekuat tenaga
untuk mencari jalan supaya kesatuan organisasi
massanya, seperti Pemuda Rakyat, SOBSI (Serikat
Buruh Seluruh Indonesia), BTI (Barisan Tani
Indonesia), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan
lain-lain, pada suatu ketika dapat dipersenjatai dan
diberikan latihan kemiliteran.
Gagasan mempersenjatai buruh dan tani, menjadi
obsesi DN Aidit. Akhirnya gagasan tersebut dituangkan
dalam program umum PKI. Mempersenjatai buruh
dan tani itu pertama kalinya dilontarkan DN Aidit di
muka umum dalam pidato tanggal 14 Januari 1965, DN
Aidit menuntut agar satu juta buruh dan sepuluh juta
tani dipersenjatai. Tuntutan itu mendapat sambutan
yang baik dari golongan dan tokoh-tokoh yang simpati
kepada PKI, seperti Ir. Surachman yang
mengatasnamakan PNI dan Partindo melalui K.
Werdayo.
Cita-cita DN Aidit mempersenjatai buruh dan tani,
mendapat angin segar, setelah tanggal 31 Mei 1965
Presiden Soekarno di kursus reguler Lemhannas
melontarkan gagasan pembentukan “Angkatan ke-5”.
Gagasan tersebut sesuai saran PM RRT Chou En Lai

118
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

“Mulai saat ini saya tidak akan mundur selangkah pun dari PKI”
Kebijaksanaan yang tegas Men/Pangad Jenderal A. Yani terhadap PKI

agar disamping 4 angkatan yang sudah ada, juga


dibentuk angkatan ke-5, bahkan disarankan supaya
angkatan ke–5 dijadikan “inti ABRI”. Gagasan Presiden
Soekarno mendapat reaksi dari berbagai pihak.
Jenderal A. Yani selaku Men/Pangad, terang-
terangan menolak dibentuknya Angkatan ke -5 karena
dapat merusak sistem serta struktur pertahanan dan
keamanan nasional yang ada dan berlaku sah bagi negara
Indonesia.
Sikap tegas Men/Pangad Jenderal A. Yani dalam
menentang angkatan ke-5, sejalan dengan kebijakan
Menko Hankam/ KASAB Jenderal AH. Nasution yang
senantiasa siap menghadapi move PKI dengan angkatan

119
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

ke-5 nya.
A. Yani mengetahui betul, ke mana arah dan tujuan
pembentukan Angkatan ke-5 yang sesungguhnya. Dari
kekuatan personel dan persenjataan PKI yang ada, jelas
merupakan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan
negara, juga akan merusak struktur organisasi ABRI/
TNI.
Secara tegas beliau menolak pembentukan
Angkatan ke-5.
“ Pembinaan empat angkatan saja sudah
cukup berat membebani rakyat dan
pengendalian komando terhadap lima
angkatan akan lebih sulit lagi”
A.Yani selain menolak angkatan ke-5 juga menolak
pembubaran Soksi (Sentral Organisasi Karyawan
Sosialis Indonesia). Soksi merupakan organisasi
fungsional yang dipelopori oleh para Perwira Angkatan
Darat, diketuai oleh Letkol Suhardiman (terakhir Letjen
Purn. Prof. Dr. Suhardiman, SE). Anggota Soksi terdiri
dari bur uh, tani dan nelayan yang gigih
mempertahankan Pancasila dan memiliki misi melawan
ofensif PKI. A. Yani mendukungnya karena Soksi
merupakan salah satu organisasi benteng Pancasila.
PKI mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar
Soksi dibubarkan, usulan PKI ini ditentang oleh A. Yani,
malah memerintahkan Letkol Suhardiman untuk
mempertahankan kedudukannya sebagai ketua Soksi.

120
Figur Seorang Pemimpin dan Negarawan

“Saya perintahkan supaya tetap gigih


mempertahankan kedudukanmu’’.
Sehari sebelum diculik oleh PKI, A. Yani
mengatakan kepada para wartawan, bahwa wartawan
dipersilakan bertanya apa saja, kecuali mengenai
angkatan ke-5, karena Angkatan Darat menolak ide
Angkatan ke-5 dan menolak mempersenjatai buruh dan
tani.
A. Yani sudah mengetahui bahwa ide PKI dengan
Angkatan ke - 5, dengan mempersenjatai buruh dan
tani, adalah rencana PKI untuk melakukan kup, dengan
terlebih dahulu melakukan pembunuhan besar-besaran
terhadap lawan politiknya. Hal tersebut terbukti dengan
meletusnya G 30 S/PKI dan A. Yani sendiri yang
menjadi korban karena dianggap sebagai “musuh besar
PKI” yang menghalangi tujuan PKI untuk
mengkomuniskan Indonesia.
“Saya sangat yakin, pak Yani menjadi salah satu korban
penculikan, adalah orang gigih yang menentang
dibentuknya Angkatan ke – 5 karena itu penculiknya
pasti PKI”.
Demikianlah pernyataan Mayor Inf CI Santoso
Komandan Batalyon I RPKAD sewaktu pencarian
korban penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa
G 30 S/PKI di Lubang Buaya tanggal 3 Oktober 1965.

!"#$%

121
5
BAGIAN KELIMA
AKHIR SEBUAH
PENGABDIAN
Akhir Sebuah Pengabdian

1. Tipuan yang Membawa Maut.


Bila ajal telah tiba, tidak seorang pun mampu
menghindarinya. Maut, yang membuat manusia
seringkali berusaha lari darinya, pasti datang menjemput
walau ia berusaha bersembunyi di liang semut.
Maut pasti datang, tapi sungguh menyakitkan dan
menjadi tragedi menyayat yang menyedihkan, bila
kematian itu karena fitnah, pengkhianatan, dan tipuan.
Begitulah yang terjadi pada diri A. Yani, karena
kegigihannya membela dan memperjuangkan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berideologikan Pancasila, ia menjadi korban tipuan dan
keganasan PKI yang ingin mengubah Negara Indonesia
menjadi Negara Komunis.
Cara PKI dalam membangun dan mencapai tujuan
partainya, melakukan berbagai cara legal, illegal, tipu
muslihat, teror, pembunuhan, intimidasi, serta
pembenaran atas tindakannya dan lain-lain.
Tipuan yang membawa maut menggambarkan
sifat dan perilaku PKI yang menghalalkan segala cara,
dengan memperdaya orang, mengkondisikan suatu
keadaan guna membentuk opini publik. Seolah-olah isu,
perilaku, dan perbuatan yang dijadikan isu ada
pembenaran faktual untuk mendapatkan legitimasi
nasional.
Karena upaya Nasakomisasi tidak berhasil dan ide
membentuk Angkatan ke-5 ditentang oleh Angkatan

124
Akhir Sebuah Pengabdian

Darat, akhirnya PKI lebih meningkatkan upayanya


menyusup, menggalang, dan menguasai TNI dengan
membentuk “Biro Khusus”, dengan susunan personel
tingkat CC PKI antara lain : Kamaruzaman alias Syam
alias Jimin, Marsudijaya alias Pono alias Sudi, R. Subono
alias Waluyo alias Bono alias Yadi.
Konsepsi PKI untuk menguasai ABRI/TNI sesuai
dengan pemikiran Muso ( Tokoh PKI Madiun ), yang
mengemukakan bahwa PKI harus mempunyai kekuatan
di kalangan tentara. Bahkan tentara harus dikuasai PKI,
karena jika tidak dikuasai akan menjadi penghalang bagi
perkembangan PKI.
Biro khusus PKI mempunyai peranan yang sangat
menentukan bagi penentuan garis politik PKI, terutama
yang berhubungan dengan masalah kemiliteran. Apa
yang menjadi keputusan Biro Khusus diserahkan kepada
ketua PKI DN Aidit. Aidit langsung meneruskannya
ke Polit Biro CC PKI.
Infiltrasi PKI terhadap TNI AD dilakukan oleh
Syam, Pono, dan Subono. Mereka dengan lihai dapat
menarik simpatisan – simpatisan PKI dari kalangan
TNI AD. Hasil infiltrasi diorganisir ke dalam golongan
yang disebut “Perwira-perwira yang berpikiran maju”,
selanjutnya digunakan sebagai alat adu domba dan
menentang pimpinan TNI AD sesuai dengan petunjuk-
petunjuk dan garis strategi PKI.
Dalam upayanya merebut kekuasaan pemerintah
RI yang sah, PKI menciptakan kontradiksi-kontradiksi

125
Akhir Sebuah Pengabdian

, fitnah-fitnah, tipuan-tipuan, dan isu-isu, dengan tujuan


untuk memecah-belah baik secara legal melalui badan-
badan perwakilan maupun secara illegal yang dilakukan
secara keji dan biadab.
Strategi PKI pra-tragedi G 30 S/PKI 1965,
dilaksanakan secara bertahap dan sistematis.
Tahap pertama, diciptakan isu adanya “Dewan
Jenderal” di tubuh Angkatan Darat yang bertugas
khusus untuk memikirkan usaha-usaha dalam rangka
menghadapi perjuangan PKI yang bersikap “Kiri”,
karena Angkatan Darat bersifat “Kanan”. Dengan isu
tersebut PKI ingin memberi image bahwa Angkatan
Darat penghalang perjuangan PKI.
Tahap kedua, diisukan bahwa “Dewan Jenderal”
bertugas khusus menilai kebijaksanaan Pemimpin
Besar Revolusi ( PBR) Bung Karno. Pada tahap ini PKI
ingin memberi kesan bahwa Dewan Jenderal adalah
sebuah badan dalam Angkatan Darat yang tidak dijamin
loyalitasnya kepada PBR, tujuannya untuk
menghilangkan kepercayaan kepada Angkatan Darat
dan mengadu domba antara Angkatan Darat dan
Presiden Soekarno.
Tahap ketiga, ditimbulkan isu bahwa “Dewan
Jenderal” bekerjasama dengan imperialisme dan
kolonialisme. Tujuannya memberi kesan bahwa seolah-
olah Angkatan Darat telah mengkhianati perjuangan
bangsa dan negara sendiri.

126
Akhir Sebuah Pengabdian

Tahap keempat, menyebarkan bisikan bahwa


“Dewan Jenderal” akan merebut kekuasaan dari
Presiden Soekarno. Untuk meyakinkan masyarakat
tentang kebenaran isu tersebut, PKI telah menciptakan
isu baru pembentukan “Kabinet Dewan Jenderal” .
Isu Dewan Jenderal tersebut disebarluaskan PKI
untuk menyingkirkan Jenderal TNI A.H. Nasution,
Letjen TNI A.Yani, Mayjen TNI Suprapto dan Mayjen
TNI Haryono yang dikenal gigih mempertahankan
Pancasila dan menentang PKI.
Jelaslah bahwa isu tersebut merupakan strategi PKI
untuk menutupi maksud PKI yang sebenarnya yaitu
menciptakan kondisi chaos di masyarakat, di lingkungan
pemerintahan dan negara guna mematangkan kondisi
politik dalam rangka merebut kekuasaan yang sah.
Menang gapi isu “Dewan Jenderal” yang
dilontarkan PKI terhadap Angkatan Darat, A. Yani
membantah. Terlihat dalam dialog antara A. Yani
dengan Presiden Soekarno pada pertemuan dengan para
Panglima Angkatan di Istana Presiden tanggal 26 Mei
1965, sebagai berikut :
Bung Karno : “Bagaimana dengan Dewan
Jenderal ?”
A. Yani : “Tidak ada, yang ada hanyalah
Dewan yang menyusun promosi
Perwira-Perwira Senior.”

127
Akhir Sebuah Pengabdian

Dengan jawaban itu, persoalan Dewan Jenderal


sudah dianggap clear.
Untuk mematangkan rencana merebut kekuasaan
yang sah tersebut, PKI mengadakan rapat-rapat. Dalam
rapat terakhirnya tanggal 29 September 1965 diputuskan
sebagai berikut :
a. Penentuan hari H dan jam J bagi gerakan yakni
tanggal 30 September 1965 sesudah tengah
malam.
b. Nama gerakan “30 September”
c. Sasaran gerakan adalah :
1) Menko Hankam/Kasab,
Jenderal TNI A.H. Nasution
2) Men / Pangad / Kas Koti,
Letjen TNI A. Yani
3) Ass I Men / Pangad,
Mayjen TNI S.Parman
4) De 2 Men / Pangad,
Mayjen TNI Soeprapto
5) De 3 Men / Pangad,
Mayjen TNI MT Harjono
6) Ass 4 Men / Pangad,
Brigjen TNI DI. Panjaitan
7) Ir Keh – Odjen,
Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo.

Jenderal A. Yani selaku pimpinan TNI AD,


dianggap oleh PKI sebagai tokoh potensial yang

128
Akhir Sebuah Pengabdian

menghambat program perjuangan PKI, sedangkan


tokoh-tokoh lainnya dianggap pro Jenderal A. Yani dan
anti terhadap program perjuangan PKI.

2. Tragedi Subuh Berdarah.


Suasana ibukota Jakarta pada tengah malam
menjelang 1 Oktober 1965 masih terbuai dalam damai
yang melelapkan. Penduduknya tidur dengan pulas,
setelah seharian menjalani kesibukan masing-masing.
Tidak ada orang menyangka kecuali mereka yang punya
niat jahat untuk khianat, bahwa pada malam itu PKI
akan melancarkan pemberontakan, yang dimulai dengan
penculikan dan pembunuhan terhadap para Pimpinan
Angkatan Darat di tujuh tempat.
Kebiadaban berlangsung gaduh, bengis, kejam,
tidak semena-mena, di luar batas perikemanusiaan,
mencemari Subuh yang sepi dan suci. Di saat suara
azan Subuh berkumandang dan bersahutan dari masjid
dan surau di seluruh pelosok ibu kota, enam orang
jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat
tengah diculik, dianiaya, dan sebagian malah dibunuh
di tempat dan dibawa pergi ke Lubang Buaya.
Gerakan mereka akan tercatat sebagai lembaran
hitam dalam sejarah Indonesia, menyiram bumi pertiwi
dengan darah dan air mata. Mereka sadar bahwa gerakan
mereka ini akan mengulang kembali peristiwa hitam 18
September 1948 di Madiun, mereka juga tahu akan banyak

129
Akhir Sebuah Pengabdian

jatuh korban jiwa, menggores luka yang dalam dan


panjang.
Pada tengah malam, sebelum tragedi Subuh
berdarah, sebuah mobil Jeep Toyota Hardtop,
berpenumpang lima orang, tampak ke luar dari rumah
gembong PKI Syam di Jl. Pramuka Jakarta Timur,
menuju Lubang Buaya, daerah Halim Perdana Kusuma
Kelima orang tersebut ternyata gembong-
gembong pemberontak G 30 S/PKI yang sedang
mengatur rencana maut di jantung ibukota RI Jakarta,
yaitu : Untung, Supardjo, Latif, Syam, dan Pono. Setelah
beberapa saat di Lubang Buaya, kendaraan mereka
menderu meninggalkan Lubang Buaya, membelah
kesunyian malam menuju gedung Penas di Jl. Jakarta
Bypass. Di tempat ini kelima gembong pemberontak
G 30 S/PKI tersebut membicarakan langkah-langkah
lebih lanjut yang akan mereka lakukan.
Syam selaku pimpinan pelaksana gerakan
memutuskan untuk menunjuk Supardjo dengan anggota
Heru Atmodjo, Sumardi, dan Anwar sebagai delegasi
yang bertugas menghadap Presiden Soekarno di Istana
Negara esok hari. “… Kita jangan membuang-
buang waktu …”, kata Syam. Mendengar penunjukan
tersebut Supardjo agak terkejut. Ia tahu bahwa tugas
itu tidak ringan, bibirnya bergerak-gerak, Syam
menekankan kepada Supardjo agar ia tidak ragu-ragu
menjalankan tugasnya dan harus sukses karena berhasil
tidaknya gerakan mereka itu sebagian besar tergantung

130
Akhir Sebuah Pengabdian

dari hasil Supardjo ke Istana Negara.


Sementara itu Latif memperkuat kata-kata Syam
untuk meyakinkan Supardjo bahwa anggota-anggota
Yon 454/Diponegoro dan 530/Brawijaya akan
membantu mereka dan sekarang sudah berada di sekitar
Monas. Lagi pula Letkol Untung Komandan
Cakrabirawa sudah menempatkan orang-orangnya di
Istana Negara. Syam juga memberikan petunjuk hal-
hal teknis lainnya yang harus dilakukan Supardjo di
Istana Negara. Diberitahukan juga siapa-siapa yang
sudah ditempatkan di lokasi strategis jalan masuk, pintu-
pintu dan kode-kode yang harus digunakan serta dari
arah mana ia harus masuk ke Istana Negara. Ini semua
akan mempermudah Supardjo melakukan tugasnya
menghadap Presiden Soekarno di Istana Negara. Misi
Supardjo adalah melaporkan pada presiden bahwa “Gerakan
30 September” telah berhasil mengamankan anggota-anggota
“Dewan Jenderal” kemudian minta restu Presiden Soekarno
tentang “Gerakan 30 September” dan “Dewan Revolusi” yang
akan segera dibentuk.
Gerakan yang mereka lakukan adalah suatu gerakan
kontrarevolusi yang dimulai Subuh pagi tanggal 1
Oktober 1965 di ibukota Jakarta. Gerakan mereka
adalah nyata-nyata suatu gerakan pengkhianatan
nasional terhadap ideologi negara Pancasila, dan sekali-
kali bukanlah persoalan intern Angkatan Darat seperti
yang didesas-desuskan PKI beserta antek-anteknya
selama ini.

131
Akhir Sebuah Pengabdian

Gerakan kontrarevolusi G 30 S/PKI, sebelum


melakukan aksi penculikan dan pembunuhan para
petinggi TNI AD, terlebih dahulu memastikan
keberadaan para pejabat di kediaman masing-masing
dengan mengadakan pengecekan, seperti yang terjadi
di kediaman Jenderal A. Yani.
Sekitar pukul 23.00 – 24.00 WIB tanggal 30
September 1965 telepon di rumah A. Yani berdering
nyaring dua kali, ketika telepon diangkat, si penelepon
menanyakan, “ Bapak ada?” Putri A. Yani menjawab :
“Ada, tapi sudah tidur”. Ketika telepon berdering untuk
kedua kalinya, putri A. Yani, agak kesal karena si
penelepon masih tetap menanyakan keberadan Bapak,
akhirnya salah seorang putri A. Yani “Rully” menjawab.
“Ini rumah Jenderal Ahmad Yani jangan main-main ya”.
Telepon langsung ditutup, setelah itu gangguan telepon
tidak ada lagi.
Rully dalam keadaan ngantuk dan lelah kembali
ke kamar. Rupanya sebelum Maghrib Rully baru pulang
dari Batujajar, menghadiri undangan kawan dekatnya
dari Resimen Mahajaya dalam acara Wing Day di
Batujajar. Di malam sebelumnya tanggal 30 September
1965, kawan dekatnya itu mengajak Rully ke Batujajar.
Rully hendak pergi, tetapi untuk meminta izin pada
ayahnya takut, ia hanya dapat bicara pada ibunya yaitu
Ibu Yani. Ibu Yani mengizinkan dan soal minta izin
pada ayahnya, Ibu Yani sendiri yang akan
menyampaikan. A. Yani mengizinkan, tetapi dengan

132
Akhir Sebuah Pengabdian

catatan :
“Besok tanggal 1 Oktober 1965 tidak ada seorang pun
anak-anak keluar rumah, jangan pergi, semua harus
kumpul di rumah”.
Larangan A. Yani pada putra-putrinya untuk tidak
pergi pada tanggal 1 Oktober 1965, seolah A. Yani
sudah “ada firasat” bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965
akan terjadi sesuatu yang akan menimpa dirinya, yang
kebetulan tanggal 1 Oktober 1965 itu pula bertepatan
dengan ulang tahun Ibu Yani, seolah wajar melarang
putra-putrinya untuk pergi pada tanggal tersebut.
Malam tanggal 30 September telah berlalu berganti
dengan tanggal 1 Oktober 1965. Menjelang fajar sekitar
pukul 03.00-04.00 Mbok Milah pembantu keluarga
A.Yani sudah bangun. Eddy, putra Pak Yani yang terkecil
pun sudah bangun mencari ibunya ditemani Mbok
Milah. Namun, Eddy tidak menemukan ibunya, karena
ibunya belum pulang dari tirakatan di Taman Suropati
di kediaman resmi Men/Pangad. Sebagai orang Jawa
Ibu Yani ingin merayakan ulang tahunnya dengan cara
tirakatan semalam suntuk.
Di lain pihak pada detik-detik yang sama di Lubang
Buaya, eks Lettu Dul Arief dari Yon I KK Cakrabirawa
yang ditunjuk oleh eks Letkol Untung sebagai
Komandan Pasukan Pasopati yang bertugas
mengadakan penculikan para Jenderal sedang
memberikan briefing terakhir pada anak buahnya.
Pasukan yang bertugas menculik Jenderal A. Yani

133
Akhir Sebuah Pengabdian

dengan kode YANSEN dipimpin oleh eks Peltu


Mukidjan dari Brigif I Kodam V Jaya terdiri dari I Regu
Yon I Cakrabirawa yang ditugaskan sebagai kelompok
pengambil dipimpin eks Sersan Raswat yang diberi
pangkat Kapten. Regu ini dibantu oleh 1 Peleton P3U
(Pasukan Pengawal Pangkalan) AURI dan 2 Regu
Pemuda Rakyat sebagai pasukan yang sudah terlatih.
Pada pukul 03.00– 04.00 pasukan penculik berangkat
dari basisnya dengan mengendarai dua buah bus kecil.
Seluruh kekuatan diperkirakan satu setengah kompi.
Pada saat Eddy duduk sendirian di ruang keluarga
bagian belakang sambil menunggu ibunya, suasana
ribut-ribut tiba-tiba terdengar dari pos penjagaan
memecah keheningan malam. Pada saat itu di Pos Jaga
kediaman A. Yani sedang dijaga oleh satu regu Batalyon
202. Pukul 04.25, rombongan Peltu Mukijan sudah
tiba di kediaman A. Yani, mereka memanggil anggota
Pos Jaga dari Yon 202, menanyakan apakah A. Yani
ada di rumah. Dijawab oleh salah seorang anggota
Pos Jaga tidak ada. Pos jaga di depan rumah diserbu
banyak orang. Dalam waktu sekejap banyak tentara tak
dikenal bergerak menuju halaman rumah, sepatu mereka
menimbulkan bunyi derap yang mengerikan.
Kebanyakan mereka berseragam Cakrabirawa dan
bersenjata lengkap. Pada saat yang bersamaan salah
seorang putra Pak Yani membuka pintu belakang.
Orang- orang yang tak dikenal ini segera masuk ke dalam
rumah melalui pintu belakang. Sebagian dari mereka
lari ke belakang dan langsung mengepung rumah,

134
Akhir Sebuah Pengabdian

sebagian lagi berjaga-jaga di luar rumah.


Tentara Cakrabirawa masuk ke dalam rumah
bertemu dengan Mbok Milah dan Eddy, keduanya panik
dan ketakutan. “Bapak Ada ?” tanya salah seorang dari
gerombolan Cakrabirawa. Mbok Milah berusaha
menjawab “Bapak masih tidur”. Tanggapan si penanya
terdengar keras “Bangunkan Bapak segera karena beliau
harus menghadap presiden sekarang juga”. Mbok Milah tidak
secepatnya beranjak. Ia bimbang dan ragu-ragu. Ia tidak
berani membangunkan Pak Yani.
Mereka tampaknya mengetahui bahwa Mbok
Milah takut, maka mereka menyuruh Eddy untuk
membangunkan ayahnya. Salah seorang dari mereka
mengatakan : “Dik, tolong Bapak dibangunkan, beliau harus
menghadap Presiden Soekarno detik ini juga”, Eddy semula
agak ragu, ia tidak mau menuruti permintaan mereka.
Namun, setelah diyakinkan dan dibujuk Mbok Milah
berulang kali akhirnya Eddy menurut juga dan
memasuki kamar ayahnya. Ketika di kamar ia melihat
ayahnya masih tertidur lelap. Tangan Eddy menarik
kedua kaki ayahnya dan kemudian menggoyang-
goyangkannya. “Pak bangun ! Pak ada Cakrabirawa mencari
Bapak, Bapak diminta datang ke istana”.
A. Yani terbangun dan menyadari bahwa hari
masih terlalu pagi, ia berguman, “Ono opo kok esuk-esuk
wis ono Cokrobirowo” (ada apa kok pagi-pagi sudah ada
Cakrabirawa)”. A. Yani akhirnya bangun juga dan
melangkah ke luar kamar untuk menemui Cakrabirawa.

135
Akhir Sebuah Pengabdian

Eddy mengikuti dari belakang.


Ketika A. Yani membuka pintu kaca yang
menghubungkan ruang makan dan ruang belakang,
Eddy cepat-cepat mendahului langkah ayahnya. Ia
berlari menyelinap menuju ruang belakang dan
bersembunyi di bawah mesin jahit, karena rasa takut
melihat banyaknya pasukan Cakrabirawa mengepung
seluruh sudut rumah. Pasukan tak dikenal itu telah
bergerak masuk hingga mendekati ruang makan.
Keadaan mereka dalam sikap siap siaga, dengan senjata
tergenggam kencang di tangan, mereka membentuk
barisan di kanan-kiri gang. Eddy kemudian melihat
ayahnya yang keluar dari ruang makan. Setelah menutup
pintu A. Yani mendekati pasukan Cakrabirawa. Eddy
lari lagi ke belakang rumah dan berdiri di dekat kolam
ikan. Dari tempat inilah Eddy melihat semua kejadian
yang berlangsung di gang antara ruang makan dan ruang
belakang. Ada kawat kasa yang memisahkan antara
gang dan kolam ikan di halaman belakang, sehingga
Eddy dapat melihat dan mendengar dialog antara
ayahnya dan pasukan Cakrabirawa dengan jelas, yang
terkesan semakin memanas.
“Ada apa?” tanya A. Yani singkat. Jawaban yang
muncul terdengar serempak. “ Siap Jenderal ! Bapak
diminta menghadap Presiden Soekarno sekarang juga !” A.Yani
terlihat sedikit kaget” Lho acaranya kan jam tujuh bukan
pagi-pagi begini!” kata A. Yani. (Pada tanggal 1 Oktober
1965 itu, Pak Yani mempunyai jadwal bertemu dengan

136
Akhir Sebuah Pengabdian

Presiden Soekarno di Istana Negara, dalam acara jamuan


minum teh, A. Yani bersama para deputinya diminta
presiden untuk melaporkan sekaligus menjelaskan isu-
isu yang beredar di sekitar Dewan Jenderal).
Salah seorang Cakrabirawa dengan cepat menukas:
“Tetapi Jenderal harus berangkat detik ini juga karena Jenderal
sedang ditunggu oleh Bapak Presiden.” A. Yani berkata
“Paling tidak saya kan harus mandi dulu!” Jawaban yang
muncul terdengar sangat kasar “ Tidak perlu Jenderal, di
istana juga ada kamar mandi ! Bila perlu dengan berpakaian
piyama saja Jenderal biar bisa bersama-sama dengan kami!”.
Seharusnya pasukan Cakrabirawa bersikap dan
berperilaku yang mencerminkan prajurit TNI Sapta
Margais, menjunjung tinggi etika keprajuritan. Akan
tetapi, karena pasukan Cakrabirawa sudah
terindoktrinasi paham komunis, sikap dan perilakunya
sudah tidak lagi mencerminkan prajurit TNI yang loyal,
disiplin, hormat dan menghargai atasan. Hal tersebut
membuat A. Yani menjadi naik pitam. Eddy melihat
ayahnya betul-betul marah. A. Yani langsung mendekati
anggota Cakrabirawa yang berkata kasar tadi dan
berkata : “Kau Prajurit tahu apa!” tangan A. Yani langsung
meninju muka anggota Cakrabirawa itu dan langsung
terkapar.
Melihat temannya dipukul, pasukan Cakrabirawa
menjadi panik dan langsung menembak A. Yani dari
belakang. Rentetan peluru menyambar punggung A.
Yani, ia terkejut dan tidak menduga tindakan

137
Akhir Sebuah Pengabdian

Cakrabirawa sejauh itu. A. Yani langsung roboh


bersimbah darah di ruang makan. Pada saat itu waktu
menunjukkan pukul 04.35. Suara tembakan dan suara
gaduh membangunkan Untung putra A. Yani yang lain,
ia lari keluar kamar dan berdiri di belakang bar dan
melihat ayahnya sudah jatuh ke lantai. Untung
mendekati ayahnya dengan maksud untuk memeluk,
tetapi salah seorang anggota Cakrabirawa membentak
dengan moncong senjata terarah kepadanya: “ Ayo
masuk! Kalau tidak saya tembak kamu !” Dengan perasaan
takut tak menentu Untung berusaha berdiri dan ia
melihat ayahnya yang sudah tidak berdaya.
Sebelum menutup matanya A. Yani masih melihat
sekilas ke arah Untung. Tatapan mata terakhir seorang
ayah kepada anak yang akan ditinggalkan untuk selama-
lamanya dan kemudian ia menutup matanya dengan
tenang, seolah ikhlas menerima musibah yang menimpa.
Untung bergegas kembali masuk ke dalam kamarnya
membangunkan kakak-kakaknya yang sudah terbangun
karena mendengar suara tembakan dan suara mengaduh
ayahnya serta jeritan histeris Eddy “Bangun ...
bangun…Bapak ditembak…Bapak ditembak…,” teriak
Untung sambil menjerit-jerit. Emmy kakaknya segera
melompat dari tempat tidur, lari ke luar kamar diikuti
oleh Untung, Juwik, Nanik, dan Rully dalam keadaan
mengantuk, terkejut dan bingung mereka mengikuti
ayahnya yang sedang diseret-seret oleh pasukan
Cakrabirawa secara keji.

138
Akhir Sebuah Pengabdian

Lantai belakang rumah saksi bisu kekejaman PKI 1 Oktober 1965

Mereka panik dan sedih melihat ayahnya


diperlakukan tidak seperti manusia, seperti binatang.
Kaki ayahnya ditarik dengan posisi kepala di bawah,
darah terus mengalir dari tubuh ayahnya membasahi
koridor belakang rumah. Mereka semua berlari-lari di
belakang ayahnya, sambil berteriak- teriak “ Bapak ...
Bapak ... Bapak ….”. Sementara itu putri A. Yani yang

139
Akhir Sebuah Pengabdian

lainnya yaitu Ninik dan Yuni yang tidur di belakang


juga sudah terbangun dan lari keluar dari kamar. Mereka
berdua berusaha untuk masuk ke ruang tamu belakang,
tetapi tidak bisa, karena di dalam masih penuh dengan
orang-orang yang tidak dikenal. Pada saat itu mereka
melihat ayahnya yang sedang diseret-seret. Ninik dan
Yuni terkejut dan hanya bisa berkata lirih “Bapak …
Bapak …”, dan segera bergabung dengan saudaranya
yang lain. Mereka semua hanya mampu memanggil
ayahnya berulang-ulang. Mereka tidak bisa berbuat apa-
apa, kecuali memanggil terus ayahnya. Tepat sampai
di pintu belakang, salah seorang anggota Cakrabirawa
membentak mereka untuk masuk ke dalam “ Ayo anak-
anak masuk semua kalau tidak saya tembak!” katanya seraya
mengarahkan laras senjatanya ke arah mereka. Mereka
sangat ketakutan dan bergegas masuk kembali ke dalam
rumah karena ancaman Cakrabirawa.
Antara perasaan sayang pada orang tua dan rasa
takut pada ancaman Cakrabirawa berbaur di hati putra-
putri A. Yani. Mereka berkumpul disertai isak tangis,
menyaksikan kematian ayah yang dicintainya, sementara
ibu mereka tidak ada sedang tirakatan di Taman
Suropati. Saat itu mereka merasa asing di dunia mereka
sendiri tanpa ayah dan ibu. Kepedihan dan kesedihan
menyentuh batas hati nurani, mengguncang jiwa,
menusuk kalbu menyaksikan pembunuhan nan keji
terhadap ayah yang disayangi di depan mata mereka.
Di hati mereka, ada pertanyaan yang tidak dapat
terjawab. Kenapa ayahnya dibunuh pasukan

140
Akhir Sebuah Pengabdian

Famlet -famlet yang mengutuk kebiadaban PKI

Cakrabirawa ? Kenapa diperlakukan sangat biadab,


kenapa kematian ayahnya begitu tragis ? Bukankah
ayahnya Pimpinan TNI AD ? Bukankah Cakrabirawa
juga TNI AD ? Di saat itulah mereka menyaksikan
beberapa anggota penyusup gerombolan yang datang
ada yang hanya mengenakan sandal jepit, bahkan
beberapa di antaranya ada yang tidak beralas kaki alias
nyeker. Mereka sempat mendengar suara kendaraan yang
menderu-deru membawa ayah mereka pergi.
Pasukan Cakrabirawa membawa tubuh A.Yani ke

141
Akhir Sebuah Pengabdian

Lubang Buaya dengan bus Ikarus kecil. Setelah sampai


di Lubang Buaya, tidak lama kemudian dimasukkan ke
dalam sumur mati, dengan diameter 75 cm, dan
kedalaman 15 meter. Kemudian sebelum ditimbun
diberondong dengan tembakan senjata mesin ringan.

Jenazah A. Yani setelah diangkat dari sumur tua Lubang Buaya


tanggal 3 Oktober 1965

Tanggal 3 Oktober 1965, lubang sumur mati ini


ditemukan. Hasil otopsi visum et repertum Tim Dokter
pada jenazah A. Yani terdapat “34” lubang peluru dan
sayatan-sayatan luka yang menganga.
Pada tanggal 5 Oktober 1965 dengan upacara
kebesaran, A. Yani dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata. Pada hari itu juga A.Yani dinaikkan
pangkatnya menjadi jenderal anumerta dan ditetapkan
sebagai Pahlawan Revolusi.

142
Akhir Sebuah Pengabdian

3. Gugur sebagai Patriot.


Patriot berasal dari kata patria, yang berarti tanah
air. Pro patria berarti cinta tanah air. Maka patriot berarti
pecinta dan pembela tanah air. Seorang patriot memiliki
prinsip-prinsip cinta damai, tetapi lebih cinta
kemerdekaan, ikhlas berkorban membela negara dan
bangsa, lebih mengutamakan kepentingan nasional
daripada kepentingan pribadi atau golongan.
Dalam diri A. Yani mengalir jiwa keprajuritan. Ini
membuktikan bahwa ia patriot sejati yang pantas
menjadi suri teladan bagi penerus perjuangan bangsa.
Tidak kurang dari 25 tahun A. Yani mengabdikan
hidupnya untuk berbakti bagi tanah air, bangsa, dan
negara Indonesia. Baginya kepentingan negara di atas
segalanya.
Ia pencinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan.
Ia mengabdi dengan suatu keyakinan yang ia
pertahankan hingga akhir hayatnya.
Di usianya yang relatif muda 43 tahun 3 bulan, ia
sudah mampu memberi warna bagi tanah air yang
dicintainya. Hal ini tercatat dalam lembaran sejarah
bangsa, sejak zaman Jepang 1942, Proklamasi
Kemerdekaan 1945, Perang Kemerdekaan I 1947,
Perang Kemerdekaan II 1948 hingga pengakuan
Kedaulatan RI 1949.
Selama 25 tahun predikat prajurit ia sandang.
Loyalitas, dedikasi, dan integritas pribadinya telah

143
Akhir Sebuah Pengabdian

dibuktikan baik sebagai bawahan, sebagai staf, sebagai


komandan, sampai menjabat Men/Pangad.
Dialah patriot pendukung pembela ideologi negara,
yang mengerti dan yakin akan kebenaran Pancasila,
menerima dan merasa berkewajiban untuk
mengamalkannya dengan penuh rasa tanggung jawab
serta bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk
menegakkan dan mengamankan ideologi negara
Pancasila. Satu prinsip ia tegakkan :
“Prajurit Sapta Marga hidup dan mati
membela Pancasila”.
Karenanya berbagai pemberontakan dihadapi,
ditumpasnya dengan tegas.
Bagi A. Yani perang merupakan kelanjutan dari
keputusan politik. Akan tetapi, sekarang dalam keadaan
normal justru merupakan Struggle for Existency yang
menimbulkan konflik yang disertai dengan tindakan-
tindakan kekerasan sehing ga perang dalam
pandangannya hanya merupakan aksentuasi (penekanan)
di dalam konflik, maka bagi A. Yani mengalahkan
musuh tidak selamanya dengan senjata, tetapi dapat juga
dengan sikap dan perilaku yang arif bijaksana.
Hal ini dibuktikan oleh A. Yani pada saat
menghadapi Sekutu 1946 di Magelang. Ketika itu
seorang tentara Gurkha meninggal dunia. A. Yani
mengetahui bahwa tentara itu seorang muslim maka
jenazahnya dirawat, dimandikan, dikafani dan

144
Akhir Sebuah Pengabdian

dimakamkan secara Islam. Menyaksikan kejadian itu,


tersentuhlah hati tentara-tentara Gurkha lainnya dan
dengan kesadaran mereka menyerahkan diri, beserta
perlengkapan tempurnya kepada Yon A. Yani.
Selanjutnya oleh A. Yani Peleton Gurkha tersebut
dijadikan pasukan mobile.
Kepatriotan A. Yani mulai terlihat sejak peristiwa
Tidar 1945, penurunan bendera Jepang di Bukit Tidar
Magelang dan penaikan Sang Saka Merah Putih. Sikap
propatrianya lebih nyata terlihat dalam menghadapi
Sekutu di Ambarawa dan Magelang 1945, menghadapi
PKI di Madiun 1948, pemberontakan AUI 1950 di
Kebumen, PRRI/Pemesta 1958 di Sumatera Barat, DI/
TII 1959 di Jawa Tengah, dan pembebasan Irian Barat
1962, serta Dwikora 1964. Dengan penuh pengabdian
ia tunjukkan predikat prajurit patriotnya, sehingga tugas-
tugas yang diembannya berhasil dilaksanakan dengan
baik.
Jiwa patriotismenya terbukti dalam perilaku dan
amal perbuatannya yang bertumpu pada ideologi
Pancasila. Karena kegigihannya membela dan
mempertahankan Pancasila, ia gugur sebagai patriot,
Pahlawan Revolusi.
Semangat pengabdian A. Yani benar-benar
ditujukan bagi tanah air, bangsa dan negara, hal ini
selaras dengan ungkapan :
“Jangan tanyakan apa yang telah diberikan negara
padamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan

145
Akhir Sebuah Pengabdian

pada negaramu”.
Pengorbanannya dalam membela ideologi
Pancasila, membela tanah air, bangsa dan negara
Indonesia, serta menegakkan kebenaran dan keadilan,
hendaknya menjadi teladan bagi kita.
“Hiduplah dengan kehormatan atau mati sebagai sahid
(pahlawan)”.
Kematiannya meninggalkan warisan yang amat
berharga yaitu kewaspadaan nasional terhadap bahaya
laten komunis, dan Pancasila harus tetap dipertahankan
demi tegaknya kedaulatan dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

!"#$%

146
6
BAGIAN KEENAM
APA KATA MEREKA
TENTANG
JENDERAL A. YANI
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

1. Tengku Abdul Rahman Putra,


Sewaktu menjabat Perdana Menteri Malaysia
mengungkapkan isi hatinya kepada putra-putri Jenderal
A. Yani melalui surat :
“... Kunjungan Bapak tiba khusus ke Makam Kalibata
ialah untuk menghormati dan mengingatkan ruh arwah
ayahanda anak-anak dan jasa-jasa bakti almarhum itu
kepada bangsa dan negara Indonesia. Bapak berdoa
kepada Allah moga-moga ruh almarhum dihimpunkan
dalam ruh-ruh orang-orang yang saleh. ....”

2. Hubert H. Humphrey,
Wakil Presiden Amerika Serikat, pada tanggal 30
November 1967 mengungkapkan perasaan hatinya
melalui surat kepada putra-putri Jenderal A. Yani :
“… I hope that you will troughout your lives take pride
in the fact that your father gave his life in the defense of
his countrry’s independence and your own and many other
people’s freedom. It was a cause to which he had devoted
his whole life and one many nations. I am sure that he
himself would belive that was a cause well worth defending.
In the short time which any of us spend on this earth
there is little that any of us can do of greater importance
than to devote our lives to the defense of human freedom
and the building of a batter world for all people. Always
remember that it was in this cause that your father gave
his life, and be proud of him .…”

148
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

3. Kesan Letjen TNI (Pur n) Sayidiman


Suryohadiprojo
Nama A. Yani pertama kali saya kenal ketika beliau
sebagai Letnan Kolonel memimpin pasukan
Diponegoro di daerah Brebes yang berbatasan dengan
daerah Jawa Barat. Waktu itu saya masih menjadi
Komandan Batalyon 309 Siliwangi. Yang bertugas di
daerah Priangan Timur. Saya mendengar bahwa A. Yani
adalah Perwira yang cerdas pikirannya, kuat wibawa
kepemimpinannya dan cakap memimpin pasukan,
antara lain yang menjadi brainchild beliau mendirikan
pasukan Banteng Raiders Diponegoro yang efektif
gerakannya menghadapi DI/TII di wilayah Jawa
Tengah.
Kemudian Letkol A. Yani disekolahkan oleh
Pimpinan AD ke AS untuk mengikuti pendidikan di
Command & General Staff College, Fort Leavenworth USA.
Sekembalinya beliau tidak lagi ditempatkan di
Diponegoro, melainkan diangkat menjadi Assisten
Operasi (Ass II) Staf Umum AD dengan pangkat
Kolonel. Ketika itulah saya pertama kali berkenalan
dengan Pak Yani. Waktu itu saya menengok rekan
mantan Dan Yon 306, yaitu Mayor Alwin Nurdin, yang
oleh Pak Yani ditarik dari pimpinan batalyon menjadi
pembantu beliau sebagai Perwira Bantuan (Paban).
Ketika saya sedang berada di ruang Alwin Nurdin
kebetulan Pak Yani datang dan oleh Alwin saya
diperkenalkan kepada beliau. Rupaya beliau tahu bahwa

149
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

saya memimpin Batalyon 309.


Kemudian kita semua mengikuti perjalanan bangsa
ketika terjadi pemberontakan PRRI / Permesta dan
Kolonel A. Yani mendapat tugas memimpin operasi
merebut kembali Sumatra Barat yang dikuasai
pemberontak. Sukses Kolonel A. Yani waktu itu besar
artinya bagi perjalanan hidup beliau selanjutnya. Tidak
lama kemudian beliau diangkat menjadi Deputy Kasad
dan pangkatnya naik terus menjadi Brigjen dan Mayjen.
Setelah Jenderal Nasution ditetapkan sebagai Menteri
Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Mayjen A. Yani
menjadi Menteri Panglima AD dengan pangkat Letjen.
Ketika tahun 1962 diadakan Upacara Wisudha
Akademi Militer di Magelang, saya yang menjabat
Komandan Resimen Taruna Akmil Jurtek diperintahkan
oleh Jenderal Surono, Gubernur Akmil, untuk menjadi
Komandan Upacara. Dalam upacara tersebut Presiden
Soekarno hadir menjadi Inspektur Upacara. Jenderal
A.Yani sebagai Pimpinan AD mendampingi beliau.
Setelah upacara selesai saya didekati Kolonel Muskita
yang waktu itu menjadi Wakil Ass Ops AD dan sebagai
pembantu A.Yani yang dekat. Ia katakan bahwa Pak
Yani minta saya pindah ke SUAD untuk menggantikan
Kolonel Swasono, Paban Organisasi, yang akan tugas
belajar. Maka mulai permulaan tahun 1963 saya masuk
SUAD dan memperoleh pengalaman yang bukan main
banyak. Di situ saya melihat betapa Pak Yani tidak saja
merupakan Panglima perang yang gagah perkasa, tetapi

150
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

juga amat cakap memimpin satu Staf Umum modern.


Sebagai Paban Organisasi saya tidak jarang berhadapan
dengan beliau, antara lain beliau menugasi saya agar
membentuk Brigade Infanteri sebagai satuan dasar
operasi AD. Rupanya beliau baru saja membaca majalah
US Militery Review yang antara lain mengatakan bahwa
Indonesia baru mampu menyusun satuan setingkat
Batalyon saja. Beliau tidak mau menerima pernyataan
yang mengecilkan kemampuan kita. Oleh sebab itu,
beliau memerintahkan saya. Beliau dalam memimpin
SUAD amat produktif dan efektif. Kalau Ass Ops,
Mayjen Jamin Ginting, sedang tidak dapat menghadiri
rapat SUAD dan Brigjen Muskita sebagai Wakil Ass
Ops juga tidak ada, saya kadang-kadang ditugasi
mewakili SUAD II. Dalam rapat SUAD itu saya dapat
alami betapa efektif pimpinan Pak Yani yang waktu itu
dibantu oleh Deputy Administrasi Mayjen Soeprapto
(Pahlawan Revolusi), Deputy Operasi Mayjen Mursid,
Deputy Khusus merangkap Irjen AD Mayjen MT
Haryono (Pahlawan Revolusi), Ass I Mayjen S. Parman
(Pahlawan Revolusi), Ass II Mayjen Jamin Ginting, Ass
III Mayjen Pranoto, Ass IV Mayjen Panjaitan, Ass V
Mayjen Suprapto Sukawati dan Ass VI Mayjen dr.
Soedjono. Rapat SUAD yang pernah saya ikuti sangat
menggairahkan buat saya secara profesional, sebab
selalu membicarakan masalah dengan dilihat dari
berbagai segi.
Kemudian pada tahun 1964 saya mengikuti ujian
masuk SESKOAD reguler yang pertama. Sebelum itu

151
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

SSKD bukan pendidikan staf umum dan Kursus C


adalah pendidikan para senior AD. Setelah saya lulus
dengan hasil baik, Pak Yani menawari saya untuk belajar
ke luar negeri. Saya boleh memilih dan saya pilih pergi
ke Fuhrungsakademie Jerman Barat. Alasan saya adalah
Jerman merupakan tempat lahirnya konsep staf umum
sehingga kita dapat lebih mendalami bagaimana yang
baik harus berfungsi. Nampaknya, Pak Yani sendiri
menyelesaikan masalah itu dengan menelepon Dr.
Leimena yang menjabat Wakil Perdana Menteri
(Waperdam) bersama Dr. Subandrio. Pak Yani minta
saya mengantarkan surat kepada Pak Leimena dengan
pesan jangan sampai surat jatuh di pejabat lain. Alhasil,
saya berangkat ke Jerman. Sebelum berangkat saya
sempat laporan pergi atau pamit kepada Pak Yani. Beliau
memesan saya agar belajar baik-baik. Secara khusus
beliau minta mempelajari Jerman di luar pelajaran yang
harus saya ikuti. Waktu itu sedang dibicarakan
kemungkinan pembangunan Trans Sumatra Railway
dan beliau ingin mendapat bahan perbandingan
sebanyak mungkin dari negara yang maju perkereta-
apiannya.
Ketika sedang mengikuti pelajaran di
Fuhrungsakademie di Hamburg, pada bulan Juni 1965 saya
mendapat telepon dari Attache Pertahanan kita di Bonn,
yaitu Kolonel Wadli. Ia meneruskan pesan Pak Yani
agar saya menemui beliau di Paris. Saya minta izin pada
pimpinan sekolah dan kemudian terbang ke Paris.
Ternyata waktu itu Pak Yani sedang mengadakan

152
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

pemeriksaan kepada beberapa pos luar negeri, antara


lain Beograd dan Paris. Beliau menerima saya dengan
amat santai yaitu mengajak minum kopi di pinggir
champs Elysee. Beliau menanyakan banyak hal, seperti
kondisi politik Eropa Barat dan perkembangan
militernya. Saya masih teringat betapa beliau minta saya
mengajukan pendapat, mana pakaian koki yang sedang
melayani paling bagus disainnya. Kata beliau, TNI AD
akan mengganti pakaian seragam kebesaran malam yang
waktu itu hitam penuh dengan jas leher tertutup. Beliau
ingin mendapat inspirasi dengan melihat berbagai
pakaian restoran yang memang ada yang bagus
disainnya. Saya tidak pernah mengira bahwa itu adalah
pertemuan saya terakhir dengan Pak Yani.
Ketika pada bulan September 1965, saya tiba
kembali di Jakarta setelah menyelesaikan tugas belajar,
saya hendak melaporkan diri kepada Pak Yani karena
beliau yang mengirimkan saya pergi. Akan tetapi, beliau
amat sibuk dan memesan melalui ajudan agar saya cuti
dulu 2 minggu. Nanti setelah cuti beliau akan menerima
saya. Akan tetapi Tuhan menghendaki lain. Ketika pada
tanggal 30 September 1965 Pak Yani dibunuh secara
kejam oleh pasukan pemberontak, saya masih sedang
cuti di Bandung. Saya segera memperpendek cuti saya
dan kembali ke Jakarta untuk bertugas. Oleh Ass Ops
saya diminta untuk mengambil oper tugas dari Kolonel
Widjojo Soejono sebagai Paban Operasi, karena ia akan
menjabat Komandan Brigade Para Kostrad. Sebagai
Paban Ops saya meneliti bagaimana bisa terjadi seorang

153
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

Panglima TNI AD diserang dan dibunuh secara kejam


tanpa ada perlawanan pasukan di rumahnya sendiri.
Ternyata sehari sebelumnya CPM menugaskan satu
kompi untuk khusus mengawal Panglima TNI AD.
Akan tetapi, Pak Yani mengembalikan kunci itu kepada
induk pasukan karena mengetahui bahwa TNI AD
sedang kurang pasukan. Menurut ajudan beliau, Pak
Yani setelah mempelajari keadaan berkesimpulan bahwa
tidak akan ada pemberontakan pasukan dan paling
banter akan terjadi demonstrasi oleh kalangan yang
mendukung PKI. Beliau nampaknya tidak menduga
bahwa yang menyerang beliau justru pasukan Cakra
Birawa dan dari unsur yang dulu bagian dari Banteng
Raiders yang beliau besarkan. Memang nasib manusia
sepenuhnya di tangan Tuhan. Tidak ada yang
sebelumnya akan mengira bahwa Jenderal A. Yani, jago
pertempuran, akan gugur karena pembunuhan politik.
Semoga arwah beliau selalu pada tempat terbaik di sisi
Tuhan Yang Maha Esa.

4. Kesan Brigjen TNI (Purn) Soetriman, MG, MM,


(Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi)
Sebagai pengagum “murid” maupun prajurit TNI
AD saya betul-betul hormat, bangga, dan berikrar dalam
hati untuk berusaha meneruskan cita-citanya.
Kekaguman saya berdasarkan pengamatan dan
pendalaman dari beberapa aspek kehidupan beliau :

154
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

a. Kepribadian A. Yani
Latar belakang “orang kecil”, “wong ndeso” yang
terbiasa mandiri dan pantang menyerah, maka Pak
Yani mempunyai kepribadian yang tegas, teguh
pada pendirian, kuat pada keyakinan yang
kesemuanya berlandaskan pada keimanan kepada
Allah, s.w.t.

b. Prajurit TNI A. Yani


Sebagai prajurit yang meniti karier dari bawah
tetapi karena kecemerlangan dalam setiap
melaksanakan tugas yang diemban, maka beliau
dapat mencapai puncak kariernya sebagai prajurit
TNI. Prajurit yang bermotivasikan cintanya kepada
tanah air dan mengorbankan segala-galanya untuk
negara dan bangsa Indonesia termasuk jiwa raganya
pada saat bertugas. Apa yang dikerjakan oleh A.
Yani adalah ciri-ciri prajurit sejati, sebagai prajurit
teladan yang mengilhami profesionalisme prajurit
di manapun berada dalam melaksanakan tugas, sulit
mencari tandingannya di bumi Indonesia sampai
saat ini.

c. Sebagai Pemimpin
Kepemimpinan A. Yani adalah kepemimpinan
yang melekat sebagai bakat beliau, ditambah

155
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

tempaan di lapangan maupun dalam melaksanakan


tugas menjadikan beliau pemimpin yang
berwibawa, disegani dan dihor mati.
Kepemimpinan A. Yani sung guh-sung guh
dirasakan dan dapat memotivasi dalam sanubari
dan jiwa prajuritnya. Kepemimpinannya dapat
dibuktikan dalam operasi militer di Jawa maupun
luar Jawa. Karena kepemimpinannya juga akhirnya
lawan-lawan pun sangat segan dan selalu
memperhitungkan keberadaannya. Didasari
kepribadian yang kuat maka kepemimpinan A.Yani
menjadi sangat menonjol dan bahkan mencuat
menjadi negarawan. Negarawan yang betul-betul
selalu mendahulukan kepentingan negara
Kesatuan Republik Indonesia, di atas
kepentingan golongan mana pun juga.

d. Kecendekiawanan A. Yani
Sebagai seorang yang dianugerahi Tuhan
kecemerlangan berpikir beliau nampak selalu
belajar dan meningkatkan ilmu pengetahuannya.
Mengembangkan intelektualnya ter masuk
mengembangkan kemampuan prajurit-prajuritnya
dengan mengirimkan ke lembaga-lembaga
pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, tetapi beliau juga selalu taat menjalankan
ibadah agama karena keyakinan beliau bahwa
kepandaiannya adalah karena anugerah Allah s.w.t.

156
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

Semoga jasa-jasa beliau kepada negara dan


bangsa Indonesia mendapat imbalan dari Allah
s.w.t. Amien.

5. DR. H. Arief Rachman, MPd, Tokoh


Pendidikan Indonesia, menulis kesannya :

a. Sang Prajurit Sejati, Pendidik Generasi


Bangsa.
Mengenang A. Yani berarti menapaktilasi
kembali perjalanan seorang tokoh yang pengabdian
dan pengorbanannya amat besar bagi kepentingan
bangsa dan negara. Jika selama ini A. Yani dikenal
sebagai seorang Jenderal, maka bagi saya beliau
adalah seorang prajurit sejati yang memiliki
integritas dan dedikasi tinggi terhadap profesi,
sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Beliau memiliki kejujuran terhadap profesinya
sebagai tentara, artinya ia betul-betul memahami
profesinya sehingga setiap tindakan yang dilakukan
telah melalui proses pemikiran dan kajian yang
mendalam.
Selain itu, beliau berani untuk berbeda dalam
menegakkan kebenaran, sebagai seorang prajurit
sejati beliau adalah figur yang amat memahami
konsep “ya dan tidak”, artinya dalam menegakkan
kebenaran ia selalu siap atas segala resiko hanya
untuk keutuhan bangsa. Segala bentuk pemikiran

157
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

dan tindakan beliau diorientasikan kepada konsep


persatuan dan keutuhan bangsa. Memiliki
keakraban keprajuritan yang melebur dengan
rakyat. Sebagai prajurit sejati yang melindungi dan
mengayomi masyarakat, A.Yani menyadari betul
bahwa ia berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, sehingga tak aneh jika ia selalu melebur
dengan masyarakat dengan nuansa sangat akrab,
hangat dan tulus.
A. Yani juga merupakan pribadi yang tekun,
tidak putus asa dan ajeg dalam memperjuangkan
kebenaran. Dalam memperjuangkan kebenaran,
beliau sangat konsisten dan ulet, selalu bersikap
optimis dan penuh semangat, dapat bekerjasama
dengan cendekia, khususnya dari kalangan
pendidikan. A. Yani memahami betul bahwa setiap
elemen bangsa bagaikan mata rantai yang saling
berhubungan, segala bentuk perjuangan tidak bisa
dilakukan sendiri-sendiri. Kita harus kompak dan
bersatu. Untuk itulah mereka bekerjasama dengan
kalangan cendekia, khususnya dari kalangan
pendidikan yang dapat memberikan dasar
kebijaksanaan atas segala keputusan yang beliau
ambil.
Dalam kehidupan kelompok beliau mau
mendengar pendapat yang berbeda. Sebagai
seorang pemimpin, beliau selalu bersedia untuk
mendengarkan pendapat dan ide orang lain. Jika

158
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

pendapat itu baik, beliau akan menerimanya dengan


besar hati.

b. Landasan Etos Kerja


Sebagai seorang prajurit beliau selalu
menghadirkan Tuhan dalam kehidupannya. Segala
tindakannya bermuara pada ridho Allah semata
sehingga ia menjadi figur ikhlas yang mengerjakan
sesuatu tanpa pamrih. Sehubungan dengan hal
tersebut ada beberapa hal contoh antara lain :
1) Ikhlas berkorban, segala bentuk perjuangan
dan pengorbanan dilakukan dengan
sepenuh hati.
2) Pamrih hanya pada keutuhan bangsa, karena
keikhlasannya, beliau hanya pamrih pada
keutuhan bangsa bukan pada manusia.
3) Senang bekerja keras. Allah amat menyukai
manusia yang gemar bekerja keras, maka A.
Yani selalu berusaha untuk menjalankan
konsep itu dengan penuh ketekunan dengan
disertai doa.
4) Bersemangat dalam menuntaskan pekerjaan
sebagai seorang pekerja keras, beliau tidak
bekerja setengah-setengah melainkan harus
dikerjakan dengan tuntas sehingga hasilnya
pun maksimal.
5) Dapat memotivasi dan mendorong pihak
lain untuk berani berbuat. Pemimpin sejati

159
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

adalah seorang yang mampu memotivasi


dan menghargai untuk senantiasa lebih baik
dan berani berbuat. Dia tidak hidup untuk
diri sendiri tapi untuk orang lain.

c. Keyakinan dan Sikap Hidup


Sebagai seorang prajurit A. Yani memiliki
kesadaran kepada kebenaran hakiki. Artinya, setiap
tindakan yang ia lakukan selalu berorientasi kepada
kebenaran hakiki. Beberapa hal menarik dari
pribadi beliau adalah : Anti tawar menawar, sebagai
seorang yang tegas, beliau anti tawar, tidak ada
kompromi untuk kebenaran hakiki. Taat pada
aturan, sadar akan ketentuan kepada kebenaran
hakiki, menjadikan beliau sebagai seorang yang taat
pada aturan (disiplin). Meski seorang Jenderal,
beliau tetap patuh pada aturan yang telah
disepakati. Tidak takut ancaman untuk
menegakkan hukum. Supremasi hukum harus
ditegakkan, itulah prinsip beliau. Untuk
menegakkan itu dibutuhkan keberanian luar biasa.
Maka beliau benar-benar tidak takut terhadap
ancaman apa pun. Dalam kondisi bangsa kita
sekarang, sikap beliau yang patut ditiru adalah anti
sogok/suap. Perjuangan untuk menegakkan
kebenaran hakiki pasti melalui jalan yang berliku
serta tantangan yang tidak sedikit. Selalu ada orang
yang berusaha untuk menggagalkan itu. Maka demi

160
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

menegakkan kebenaran, A. Yani sangat anti


terhadap suap, karena beliau orangnya sangat taat.

d. Moral Perjuangan
Prajurit sejati selalu mempunyai konsep
perjuangan, sehingga segala tindakan memiliki arah
dan tujuan yang jelas. Semangat dan konsistensinya
telah mengarahkan perjuangannya sampai titik
darah penghabisan. Sehubungan dengan konsep
perjuanan itu ada beberapa prinsip yang senantiasa
beliau tegakkan:
1) Tidak tergantung pangkat dan baju. Bagi
beliau pangkat dan baju hanyalah sebuah
formalitas jika tak dipahami maknanya,
justru pangkat dan baju itu harus
dipertanggungjawabkan. Artinya, makin
tinggi pangkat seseorang makin besar pula
pengorbanan yang harus diberikan sebagai
manifestasi pelaksanaan amanah.
2) Jiwa raga satu dalam perjuangan. Sebagai
seorang yang tulus dan sepenuh hati, maka
antara hati dan tindakan harus kompak
sehingga yang tampak hanyalah pancaran
keikhlasan.
3) Pemaaf. Tidak ada manusia yang sempurna,
karena itulah manusia tidak luput dari
kesalahan, menghadapi kenyataan ini
membuat A. Yani menjadi seorang yang

161
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

pemaaf, tidak pendendam dan lapang dada.


4) Fleksibel. Meski taat azas aturan, A. Yani
adalah figur yang terbuka terhadap
perubahan dan perbedaan. Ia tidak kaku.
Meski demikian, prinsip fleksibilitas yang ia
pegang dan jalankan tetap berada pada
koridor yang tidak bertentangan dengan
UUD 1945, Pancasila, dan Sapta Marga.

e. Mensyukuri Nikmat
Orang yang mensyukuri nikmat adalah orang
yang berlapang dada terhadap hasil apa pun yang
ia peroleh setelah berusaha keras. Itulah A. Yani
apa pun hasil yang ia peroleh ia terima dengan
ikhlas setelah melalui proses ikhtiar dan doa. Ia
cukup realistis, tidak muluk-muluk dalam
menetapkan target atas sebuah pekerjaan yang ia
lakukan, sehingga tidak kecewa jika apa yang ia
inginkan tidak tercapai.
Demikian, sekelumit pandangan dan apresiasi
saya terhadap figur A. Yani. Kepribadian, kerja
keras, perjuangan serta pengorbanan beliau
terhadap keutuhan bangsa dan negara harus
dijadikan teladan, khususnya bagi para
penyelenggara negara. Kerendah-hatian dan
keberpihakan beliau terhadap rakyat merupakan
sesuatu yang amat sulit ditemukan di zaman
sekarang ini. Akhirnya, secara pribadi saya

162
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

sampaikan dengan harapan semoga semua apresiasi


terhadap A. Yani dapat dijadikan bahan refleksi
introspeksi demi kebaikan bangsa dan negara ini.

6. Ali Darmon Al Hajj, mantan anggota Brig XVII


Det I Trip Jawa Timur mengemukakan pesan
pribadinya sebagai berikut :
“… Saya kenal pribadi Pak Yani sebagai seorang
Komandan yang tegas, seorang bapak yang
memperhatikan anak buahnya dan sebagai teman yang
enak diajak berbicara karena mempunyai wawasan
cakrawala yang luas. Tiada penghargaan yang pantas
untuk mengukur jasa-jasa dan pengorbanan Pak Yani
selain mengenang dan meneladani semangat juangnya
yang pantang menyerah, tanpa pamrih dan selalu
mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya di
atas semua kepentingan pribadinya ….”

7. Dharmo Suwito, seorang abdi dalem Kraton


Yogyakarta, ahli tosan aji (Keris) dan paranormal
menyampaikan pendapatnya :
“…. Secara fisik belum pernah bertemu dengan Pak
Yani, apalagi berkenalan dengan beliau. Namun, dari
masyarakat luas dan dari mata bathin saya, saya
memberanikan diri menyatakan bahwa Pak Yani
adalah “Satrio Pinilih” (Satria Pilihan), meskipun

163
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

akhirnya Pak Yani “Pinilih” untuk dibunuh PKI


karena keteguhan dan ketegasannya dalam membela
kebenaran (Pancasila). Seperti pada umumnya,
seseorang yang dilahirkan pada hari Selasa Legi
memiliki watak yang keras, tegas, disiplin dan berani.
Pak Yani memiliki “daya linuwih” (kelebihan)
mewarisi kekuatan batin dari eyangnya, meskipun
beliau tidak menyadarinya, atau bahkan
menyangkalnya ….”

8. Jasica McHughes, siswi Jakarta Internasional School


dari Melbourne, Australia, berkomentar sebagai
berikut :
“ ... Saya merasa senang dapat menyaksikan secara
langsung bukti dan fakta sejarah yang ada, sehingga
saya lebih bisa komprehensif. Kesan saya tentang
Bapak Yani, ternyata Bapak tidak saja sebagai
seorang Prefesional General yang ahli strategy, tetapi
Bapak dapat menjadi politician hebat yang berani
melawan politician lain yang berbahaya dan dapat
menghancurkan Indonesia. Alasan itu pulalah Bapak
Yani dibunuh brutally. A thousand years will pass,
but the Guilt of The Communist Party of Indonesia
will not be erased…..”

164
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

9. Charles W. Bagnal, Lieutenant General U.S Army,


Commanding General U.S Army Western Command,
menyatakan pendapatnya sebagai berikut :
“ ... thank you so very much for giving me the
opportunity to see such a historic house that has such
great meaning in maintaining the freedom of this great
nation. It is a memory to a great soldier,
statesman, patriot and leader of the
Indonesian Army. May the youth of today
understand the freedom is not free and than we have to
be willing to sacrifice our lives, if need be as General
Yani did ….”

Letjen Charles W Bagnal mengakui kebesaran Jenderal A. Yani sebagai


seorang prajurit negarawan, patriot dan pimpinan TNI Angkatan Darat

165
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

10. Dr. Paul Wolfowitz, Deputy Menhan AS dan


mantan Dubes AS untuk RI dalam acara Courtesy
Call ke keluarga Jenderal A. Yani menulis kesannya:

166
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

Dr. Paul Wolfowitz, Deputiy Menhan AS dan mantan Dubes AS


untuk RI. Dalam acara Courtesy Call ke keluarga Jenderal A. Yani.

11. Minda Patria Juanda, perwakilan calon


Wisudhawan Akademi Teknik Kimia Jenderal
A.Yani (sekarang Universitas Jenderal A.Yani)
mengungkapkan isi hati dan harapannya dengan
doa :
“... Ya Allah ya Tuhan kami, panjatkanlah hati kami
kepada Pahlawan Revolusi yang membuat kami berkumpul
di tempat ini, yaitu Bapak Jenderal A. Yani untuk dapat
mengambil teladan dari beliau : dari keteguhan imannya,
dari kerelaannya dalam berjuang, dari ketabahannya
menghadapi segala kesulitan, dari semangatnya dalam
belajar, dari kedekatannya pada bawahan, dari hormatnya
kepada orangtua, dari santunnya terhadap yang papa dan
dari seluruh perilaku beliau yang terpuji ….”

167
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

12. Perwakilan Siswa, peserta studi banding Japan


National Institute Defence Study setelah mengunjungi
Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi (General
A. Yani Memorial Museum) berkomentar :

Terjemahan bebas ;
“… Sebuah dokumentasi yang sangat berharga sekali yang dapat dijadikan
reflexsi dan bukti tentang semangat juang, pengabdian, jasa dan pengorbanan
Jenderal A. Yani. ….”

168
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

13. Muhammad Ridho, S.IP, calon Wisudhawan


Universitas Jenderal A. Yani tahun 2003,
mengungkapkan perasaannya :
“… Sebagai seorang sosok lelaki sejati, tidak
berlebihan apabila Bapak Jenderal A. Yani di
pandang seorang yang sempurna. Selain seorang
Jenderal yang sangat loyal terhadap negaranya, beliau
juga sangat loyal terhadap keluarganya. Mungkin
hal inilah kenapa saya katakan beliau seorang sosok
yang sempurna. Karena tidak jarang, seorang ayah
menelantarkan keluarganya hanya alasan kerja,
pengabdian terhadap nilai-nilai jabatannya. Selain

Perwakilan calon Wisudhawan Universitas Jenderal A. Yani


Selesai menerima pembekalan nilai-nilai kepejuangan Jenderal A. Yani
berfoto bersama di depan Museum Sasmitaloka Pahlawan revolusi

169
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

seorang militer yang kapabel, memiliki loyalitas sejati,


beliau juga merupakan seorang politikus sejati yang
tanpa pamrih memperjuangkan ideologi bangsanya
dengan taruhan nyawa.
Semoga segala amal baik beliau, segala jasa dan
pengabdiannya dapat diterima sebagai amal sholeh dan
sebagai kifarat bagi dosa-dosa beliau sebagai seorang
manusia biasa oleh Allah, s.w.t. .…”

14. Kapten Caj (K) Ni Made Rai, A.Md, dari


Karang Asem – Bali, menyampaikan komentarnya:
“ … Jenderal A. Yani adalah sosok figur prajurit yang
kharismatik, wibawa dan berjiwa besar dalam membela
dan memperjuangkan bangsa dan negara Indonesia.
Jenderal A. Yani, selalu mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadinya, namun
beliau tidak pernah lepas/lupa akan tanggung jawabnya
sebagai kepala rumah tangga yang mempunyai anak dan
istri.
Jenderal A. Yani tidak pernah sombong dengan pangkat
dan jabatan yang diraihnya, untuk itu perlu dijadikan
teladan atau panutan bagi seluruh prajurit khususnya,
dan semua manusia umumnya.
Jenderal A. Yani berasal dari keluarga biasa dan
dilahirkan di sebuah desa kecil, namun ini tidak menjadi
kendala atau mengurangi niat beliau untuk maju dan

170
Apa Kata Mereka Tentang Jenderal A. Yani

berjuang untuk bangsa dan negara beliau rela berkorban


sampai titik darah penghabisan….”

!"#$%

171
PENUTUP

Jenderal A. Yani adalah Pahlawan Revolusi yang


telah mengabdikan dirinya bagi tanah air, bangsa, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia dilahirkan
tanggal 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah,
dari keluarga sederhana Sarjo Bin Suharyo.
Jenderal A. Yani adalah prajurit yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, prajurit
profesional yang berdisiplin tinggi, prajurit cendekiawan
yang berpikiran cemerlang, serta pemimpin yang
berwibawa.
Dalam melaksanakan tugas, Jenderal A. Yani sangat
tegas dan selalu menanamkan rasa disiplin serta
tanggung jawab terhadap anak buahnya. Ia seorang
pemimpin yang tegas, terbuka, sedikit bicara banyak
kerja, “Sepi ing pamrih rame ing gawe” dan mempunyai
pendirian yang teguh tidak mudah goyah. Di dalam
pergaulan ia tidak membedakan manusia menurut
tingkat, derajat ataupun golongan. Dengan
kepribadiannya yang sederhana dan terbuka, membuat
banyak orang simpati dan akrab, namun tetap hormat
kepadanya.

173
Keberanian di medan pertempuran dan
keahliannya di bidang strategi perang telah ia buktikan
dalam perjuangan dan pengabdiannya untuk
mempertahankan kemerdekaan, menegakkan
kedaulatan dan menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ia unggul melawan bala
tentara Jepang, ia menang melawan tentara pendudukan
Belanda dan Sekutu, dan ia pun berhasil menumpas
pemberontakan-pemberontakan dalam negeri.
Karenanya ia dijuluki “Alap-alap Magelang”.
Ketajaman pikiran dan kecepatannya dalam
mengerti/memahami situasi dan kepandaiannya
mencari solusi serta sikap hidupnya yang terus-menerus
meningkatkan kemampuan berpikirnya, sehingga
mendatangkan manfaat yang besar bagi prajurit,
masyarakat, bangsa dan negara, menjadikan diri A.Yani
sebagi figur prajurit cendekiawan.
Dari pengalaman-pengalaman hidup A.Yani dapat
diikuti sifat-sifat kepribadian dan karakternya, untuk
dijadikan sebagai suri teladan, bahwa ia betul-betul
seorang prajurit dan pengabdi di dalam bidangnya.
Jenderal A. Yani gugur tanggal 1 Oktober 1965 di
kediamannya Jalan Lembang Jakarta, sebagai korban
fitnah, pengkhianatan dan pembunuhan PKI. Ia
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kali Bata
Jakarta. Tokoh Angkatan Darat dan ayah dari delapan
orang putra-putri itu memiliki tiga belas tanda jasa
berkat pengabdiannya kepada negara da bangsa. Berkat

174
pengabdian itu pula, setelah gugur, kepadanya
dianugerahkan gelar Pahlawan Revolusi pada tanggal 5
Oktober 1965.
Masih membekas dalam ingatan dan mengiang di
telinga bangsa Indonesia kalimat “Fitnah lebih keji dari
pembunuhan”. Ungkapan kata tersebut disampaikan
Jenderal Dr. Abdul Haris Nasution pada tanggal 5
Oktober 1965 di ruang Aula Markas Besar Angkatan
Darat, Jalan Merdeka Utara Jakarta. Ketika
menyampaikan pidato perpisahan kepada enam orang
Jenderal dan seorang Perwira Pertama TNI AD, yang
karena kesetiaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
dengan keji telah dibunuh oleh tangan-tangan kotor
tak bertuhan PKI dan antek-anteknya.
Sungguh menarik, karena ungkapan tersebut
dipetik dari ayat suci Al Qur’an surat Al Baqarah ayat
190-191, yang menjelaskan bagaimana seharusnya
menghadapi orang-orang tak bertuhan (kafir) yang
berlaku bengis dan kejam, yang senantiasa menebar
fitnah, yang senantiasa menimbulkan permusuhan dan
kekacauan.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui
batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka
dimana saja kamu jumpai mereka dan usirlah mereka
dari tempat mereka telah mengusir kamu (marah) dan

175
(fitnah) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan
jangan kamu memerangi mereka di Masjidil Haram,
kecuali jika mereka memerangi kamu ditempat itu. Jika
mereka memerangi kamu (ditempat itu) maka bunuhlah
mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir”.
G 30 S/PKI adalah fitnah dan pengkhianatan PKI
terhadap TNI AD khususnya dan bangsa Indonesia
umumnya, yang telah menjerumuskan bangsa Indonesia
ke jurang kehancuran.
Sudah sewajarnya bangsa Indonesia dituntut
waspada dan diingatkan tentang bahaya fitnah,
sebagaimana pidato Jenderal Dr. Abdul Haris Nasution:
“… Kamu biarpun hendak dicemarkan, hendak difitnah,
bahwa kamu pengkhianat, justru di sini kami semua
saksi hidup. Kamu telah berjuang sesuai dengan kewajiban
kita semua, menegakkan keadilan, kemerdekaan, tidak
ada orang ragu-ragu. Kami semua sedia mengikuti jalan
kamu jika memang fitnah mereka itu benar, kami akan
buktikan ...”.
Dengan terbata-bata karena menahan perasaan
hatinya, Jenderal Dr. Abdul Haris Nasution melanjutkan
pidatonya :
“ … Fitnah, fitnah berkali-kali fitnah lebih jahat
daripada pembunuhan ! Kita semua difitnah, dan saudara-
saudara telah dibunuh, kita diperlakukan demikian, tapi
jangan kita dendam hati, kepada Allah Subhanahu
wata’ala, iman kepada-Nya, meneguhkan kita. Karena

176
Dia diperintahkan kita semua berkewajiban untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, dan Dialah pula
yang menjanjikan, bahwa kan sukses. Dan Dia
menentukan kita semua. Menghadaplah kepada-Nya.
Ya Allah doa kita semua menghantar mereka semua,
ini teman-teman kami, ampunilah segala dosa kami
manusia ….”
Sekarang Jenderal A. Yani telah tiada, tetapi jasa
dan namanya tetap dikenang. Sebagai putra bangsa
Indonesia, ia telah memberikan hidup dan dharma
baktinya kepada nusa dan bangsa. Semoga
pengabdiannya dapat menjadi suri teladan bagi bangsa
Indonesia, terutama generasi muda pewaris dan penerus
cita-cita perjuangan Indonesia, baik generasi muda
TNI/TNI Angkatan Darat, maupun, generasi muda
pada umumnya.

!"#$%

177
BIODATA
JENDERAL A. YANI
LETNAN JENDERAL TNI A. YANI
MEN / PANGAD ( 1962 - 1965 )

180
BIODATA JENDERAL A. YANI

Nama : Ahmad Yani


Pangkat : Jenderal TNI (Anumerta)
NRP : 10634
Jabatan : Menteri /Panglima Angkatan Darat.
Lahir : 19 Juni 1922 di Jenar
Purworejo
Agama : Islam
Nama Ayah : Sarjo bin Suharjo
Nama Ibu : Murtini
Nama Sdr. : 1. Asmi (adik kandung)
2. Asina (adik kandung)
Nama Istri : Yayu Rulia Subandiah binti
Sutodiwirjo
Lahir : 1 Oktober 1924 di Denpasar, Bali
Kawin : 5 Desember 1944 di Magelang
Nama putra-putri : 1. Indria Ami Rulliati Yani (Pr),
21 Desember 1945
2. Herlia Emmy Rudiati Yani(Pr),
30 Januari 1947
3. Amelia Umi Astagini Yani (Pr),
22 Desember 1948
4. Elina Lili Elastria Yani (Pr),
22 September 1950
5. Widna Ani Andriani Yani (Pr),
24 November 1951
6. Reni Ina Yuniati Yani (Pr),
23 Juni 1953
7. Untung Mufreni Yani (Lk),
31 Agustus 1954
8. Irawan Sura Eddy Yani (Lk),
4 Januari 1958

181
PENDIDIKAN UMUM
1. HIS 1928 - 1935
a. KI. I, II di Purworejo
b. KI. III di Magelang
KI. IV / Tamat di Bogor
2. MULO/B Afd. 1935 - 1938
di Bogor sampai tamat
3. AMS/B Afd. 1938 – 1940

PENDIDIKAN MILITER
1. 1940 (6 bulan) Aspirant Mil. Topografie
dienst di Magelang.
2. 1941 (3 bulan) Lerling Kader Militient Dienst
Bogor.
3. 1943 (4 bulan) Magelang Renseitai (Heiho)
4. 1944 (4 bulan) Bo Ei Gyugun Renseitai di
Bogor (PETA).
5. 1955 (9 bulan) Command and General Staff
College di Fort Leavenworth Kansas
USA.
6. 1956 (2 bulan) Special Warfare Course di
Inggris.

PENGALAMAN KERJA
1. 1941 Sersan milisi Jawatan Topografie
Militer di Bandung.
2. 1942 Ditawan Jepang di Bandung

182
3. 1943 Gyuhei (Heiho) di Magelang
4. 1944 Shodanco PETA di Magelang
5. 1945-1948 Mayor Komandan Batalyon 4 “YANI”
di Magelang
6. 1948 Letkol Komandan Brigade
“Diponegoro” Be 9/III dari Divisi III.
7. 1948/1949 Letkol Komandan Wehrkreise II/
Brigade 9/III Kedu.
8. 1950 Letkol Komandan Brigade Kuda Putih
9/III Magelang.
9. 1951 Letkol Komandan Brigade Q “Pragolo”
I Sub Teritorium IV.
10. 1952 Letkol Komandan Brigade N
“Yudonegoro” Sub Teritorium I.
11. 1953-1955 Letkol Komandan RI XII Purwokerto
Komandan Operasi GBN di Slawi.
12. 1956 Letkol Asisten II Operasi KSAD
13. 1957 Kolonel Deputy I Intel KSAD
14. 1958 a. Kolonel Deputy I KSAD.
b. Hakim Perwira di Medan, Jakarta,
Surabaya, Makasar.
c. Komandan Operasi “17 Agustus”
di Padang.
d. Deputy II KSAD (Pembinaan).
15. 1959 a. Kolonel Deputy II KSAD.
b. Itjen
c. DEYAH Indonesia Timur
d. PEPERPU

183
16. 1960 a. Brigjen Deputy II KSAD
b. Merangkap Wakasad
17. 1962 a. Mayor Jenderal Men/Pangad.
b. KS Pembebasan Irbar
c. Jubir Koti
18. 1963 Mayor Jenderal Men/Pangad/Kas Koti
19. 1964 Letnan Jenderal Men/Pangad/Kas Koti
20. 1965 Jenderal Anumerta Pahlawan Revolusi

PENGALAMAN TEMPUR
1. 1942 Menyaksikan petempuran Belanda
dengan Jepang, di Ciater Bandung
2. 1945 a. Pelucutan senjata Nakamura Butai di
Magelang.
b. Pertempuran benteng Banyubiru,
Ambarawa.
3. 1946 Pertempuran dengan Sekutu di front
Semarang
4. 1947 Pertempuran dengan Belanda di front
Pingit.
5. 1948 Menumpas pemberontakan PKI
Madiun di sekitar Purwodadi.
6. 1949 Gerilya di daerah Magelang
7. 1950 Menumpas pemberontakan AUI di
Kebumen.
8. 1952-1955 Menumpas gerombolan DI/TII
di GBN Tegal / Brebes.

184
9. 1957 Menumpas pemberontakan Yon 426 di
Kudus.
10. 1958 Menumpas PRRI di Padang,
Sumatera Barat
11. 1959 Menumpas gerombolan DI/TII
Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.
12. 1962 Pembebasan Irbar (Trikora)

!"#$%

185
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amelia A. Yani, Profil Seorang Prajurit TNI, Pustaka Sinar
Harapan , Jakarta, 2001.

Arswendo Atmowiloto, Pengkhianatan G30S/PKI, Pustaka


Sinar Harapan, Jakarta, 1986.

Bakri. AG Tian Lean (Editor), A.H. Nasution, Bisikan


Nurani Seorang Jenderal, Mizan, bandung. 1977.

Disjarahad, Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI AD,


Disjarahad dan Fa Mahyuma,Bandung, 1972.

_____ , Penumpasan Pemberontakan Separatisme di


Indonesia, Disjarahad, Bandung, 1985.

_____ , Pahlawan Revolusi Jenderal Anumerta Ahmad Yani,


Disjarahad, Bandung, 1973.

_____ , Pemberontakan G30S/PKI dan Penumpasannya,


Disjarahad, Bandung, 1985.

_____ , Pemberontakan DI / TII di Jawa Tengah dan


Penumpasannya, Disjarahad, Bandung, 1982.

_____ , Mengenang 7 Pahlawan Revolusi, Disjarahad,


Bandung, 1977.

_____ , Sudirman Prajurit TNI Teladan, Disjarahad,


Bandung, 1985.

_____ , Komunisme dan Kegiatannya di Indonesia,


Disjarahad, Bandung, 1985.

188
Sejarah Militer Kodam VII / DIP, Palagan Ambarawa,
Jarahdam VII/Dip dan Pemda TK II Kab.
Semarang, Semarang, 1979.

Sejarah Induk Koperasi TNI AD, INKOPAD Seperempat


Abad, 25 Juli 1964-1989, Inkopad. Jakarta. 25 Juli
1989.

Djanwar, Mengungkap Pengkhianatan Pemberontakan G30S/


PKI, CV Yrama, Bandung, 1986.

Ibu A. Yani, Ahmad Yani Sebuah Kenang–Kenangan, Karya


Utama, Jakarta, 1982.

Keluarga Pahlawan Revolusi, Kunang-kunang Kebenaran di


Langit Malam, Enka Parahiyangan, Jakarta, 2002.

Kementrian Penerangan, Propinsi Sumatera Selatan,


Jakarta.1954.

Nugroho Notosusanto, Ismail Saleh, Tragedi Nasional


Percobaan Cup G30S/PKI di Indonesia, Internusa,
Jakarta, 1989.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta
1997.

Pusjarah TNI, Sejarah TNI Jilid III ( 1960-1965), Pusjarah


TNI, Jakarta, 2000.

Sayidiman Suryohadiprojo, Letjen TNI, Kepemimpinan


ABRI, Inter Masa, 1996.

189
Sutjipto, SH., Brigjen TNI, Gerakan 30 September, Matoa,
Jakarta, 1966.

Soedjono, dr. Mayor Jenderal TNI, Monumen Pancasila


Sakti, Proyek Monumen Pancasila Sakti, Jakarta,
1975.

Solichin Salam, AH. Nasution, Seorang Prajurit Pejuang dan


Pemikir, Kuning Mas, 1990.

Sekretaris Negara RI, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Setneg


RI, Jakarta,1981.

Usamah Hisyam, Feisal Tanjung, Terbaik Untuk Rakyat


Terbaik Bagi ABRI, Darmapena Nusantara, Jakarta,
1999.

Wiyono, Drs. MA, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan ( 1945


- 1949) Daerah Jawa Tengah, Depdikbud, Jakarta,
1991.

DOKUMEN
Dokjarah Mustak Disjarahad, Arsip, Amanat Presiden
Soekarno pada Rapat Raksasa Pembukaan MUBES
TANI Seluruh Indonesia, 20 Juli 1965.

_____ , Arsip, Dokumen PKI, Tanpa Tempat dan Tahun


Penerbitan.

_____ , Arsip, Oejeng Suwargana S, Laporan Kegagalan


G30S / PKI, Bandung, 1969.

190
_____ , Arsip, Kopkamtib, Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia, Jakarta, 1978.

_____ , Arsip, Peristiwa G30S / PKI, Tanpa Tempat dan


Tahun Penerbitan.

_____ , Amanat Ketua YKEP Brigjen TNI (Purn)


Soetriman, MM, pada acara pembekalan calon
Wisudhawan Universitas Jenderal A. Yani, 4 Desember
2003, di Jakarta.

_____ , Arsip, Sambutan Menko Hankam / Kasab Jenderal


AH. Nasution pada Pemakaman 7 Pahlawan Revolusi, 5
Oktober 1965 di Jakarta.

_____ , Dinas Psikologi TNI AD, Gambaran Kepribadian


Jenderal A. Yani, Bandung, 17 Oktober 2003.

MAJALAH
Disjarah AD, Vidya Yudha, Nomor 43 / 1982. Bandung
1982

Seskoad, Karya Wira Jati, Nomor 9 / 1963 Tahun III,


Bandung 1963.

191
SURAT KABAR
Kliping Surat Kabar tentang Jenderal A. Yani,

_____ , Surat Kabar Angkatan Bersenjata, Tanggal 12–


11-1965, 21-11-1965, 30-11-1965, 3-12-1965.

_____ , Surat Kabar BeritaYudha, Tanggal 25-3-1964,


6-10-1964

_____ , Surat Kabar Sapta Marga, Tanggal 25-4-1964.

_____ , Surat Kabar Pikiran Rakyat, Tanggal 29–9–


2003

_____ , Surat Kabar Penerangan Koti, Kumpulan


pemberitaan dan pidato Men /Pangad Letjen A. Yani,
1965.

_____ , Surat Kabar Penerangan Koti, Bintang Timur,


Juli 1963 s.d 1965.

_____ , Surat Kabar Puspen TNI, Berita dan Tinjauan


Pers, Luar Negeri dan Dalam Negeri Sekitar Perjalanan,
Men / Pangad ke Luar Negeri dari tanggal 16 April
s.d 3 Juni 1963.

_____ , Memoar, Agenda Pribadi Letnan Jenderal A. Yani


1965

_____ , Notulen, Agenda Pribadi Letnan Jenderal A. Yani


1965.

!"#$%

192

Anda mungkin juga menyukai