Anda di halaman 1dari 79

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950

Penulis: Drs. Valry S.H. Prang


MENJAGA NKRI DARI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950

Penulis : Drs. Valry S.H. Prang

Cover Depan : Tokoh /Pelaku Peristiwa dengan latar belakang


Lambang Garuda

Desain Cover : Drs. Valry S.H. Prang

Penerbit : FORUM PEDULI PENDIDIKAN SULAWESI UTARA (FPP-SULUT)

Dipersembahkan kepada :
Semua masyarakat Inonesia, Papa & Mama, Kakak-kakak & adik-Adik, Istri & anak-
anakku

HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG UNDANG


Dilarang keras menerjemahkan, memfoto-kopi, atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penulis & Penerbit.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
PRAKATA
Puji Syukur penulis naikkan kehadirat Tuhan yang penuh kasih sebagai
sumber segala hikmat, pengetahuan dan kebijaksanaan yang oleh
kemurahan-Nya maka penyusunan buku ini dapat kami selesaikan.

Melihat akan minimnya pengetahuan generasi muda tentang perjalanan


sejarah perkembangan Indonesia khususnya di daerah Indonesia Bagian
Timur sesudah Penyerahan/Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh
Pemerintah Belanda pada akhir tahun 1949, disusul dengan berdirinya
Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) antara
Indonesia dan Belanda yang terdiri dari beberapa negara bagian bentukan
Belanda, menimbulkan pergolakan diberbagai daerah yang menuntut untuk
kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tuntutan
rakyat di berbagai daerah ini memunculkan pro dan kontra antara
pendukung pro NKRI yang disebut kelompok Unitaris, dengan kelompok
yang tetap mendukung RIS atau disebut golongaan Federalis. Pertentangan
ini menimbulkan gejolak bahkan pemberontakan di berbagai daerah yang
mengarah pada perpecahan bangsa Indonesia. Hal ini mendorong penulis
untuk menyusun buku yang berjudul :
“MENJAGA KEUTUHAN NKRI DARI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA”
Perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Pemberotakan
ANDI AZIS & PERISTIWA MAKASSAR 1950

Penyusunan buku ini mulai dilaksanakan pada tahun 2018 diilhami dari
keinginan dari beberapa pelajar/generasi muda yang ingin mengetahui
peristiwa yang menjadi lembaran hitam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia pada masa antara tahun 1950-1961. Dalam setiap budaya
mempunyai unsur mengisahan cerita, apakah cerita tersebut merupakan
kisah nyata yang benar-benar terjadi, atau hanya berupa mitos maupun
hanya cerita legenda. Namun semua itu mempunyai maksud dan tujuan
yang positif, karena suatu kisah atau cerita selalu diuraikan dan dicatat
untuk diketahui oleh generasi berikutnya sehingga mereka dapat belajar
dari kisah itu dan menjadi lebih baik.

Adapun maksud dan tujuan penulisan buku ini untuk mencegah sejarah
hitam bangsa Indonesia tersebut agar tak terulang kembali di masa yang
akan datang, serta sebagai bahan referensi pelajaran muatan nasional di
sekolah-sekolah, untuk menambah pemahaman pembaca khususnya
generasi muda tentang berbagai peristiwa disintegrasi bangsa berupa
pemberontakan dan pergolakan daerah khususnya di Indonesia bagian
timur masa awal Republik Indonesia Serikat tahun 1950 hingga masa
Demokrasi terpimpin tahun 1961.

Memang masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini yang perlu
diperbaiki dalam melengkapi kisah sejarah ini. Semoga buku ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan masyarakat khususnya bagi generasi
muda demi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia ke depan.

“ PAKATUAN WO PAKALOWIREN ”
Tareran, 02 Maret 2019

Penulis

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
DAFTAR ISI

PRAKATA .....................................................................` i
DAFTAR ISI ...................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................


i
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
B. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN..................................

BAB II KEADAAN INDONESIA DI AWAL KEMERDEKAAN ..........


A. KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI ………………..
B. KEADAAN MILITER DIMASA TRANSISI .......................

BAB III PEMBERONTAKAN ANDI AZIS DI MAKASSAR ........


A. LATAR BELAKANG PEMBERONTAKAAN ANDI AZIZ....
B. JALANNYA PEMBERONTAKAN KAPTEN ANDI AZIZ......
C. REAKSI PEMERINTAH RIS ...................
D. AKHIR PERJUANGAN ANDI ABDOEL AZIZ ................

BAB IV. PERISTIWA MAKASSAR 15 MEI DAN 5 AGUSTUS 1950 ....


A. LATAR BELAKANG PERISTIWA MAKASSAR ..............`
B. USAHA PENYELESAIAN KONFLIK ..............

BAB V PENUTUP ...................

LITERATUR ............................................................. VI
PROFIL PENULIS ............................................................ V

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BAB I

PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENULISAN

Sejarah adalah ibu dari pengetahuan manusia dan berusia setua dengan
ingatan manusia. Ketika manusia dilahirkan, ia hidup, bekerja, berbicara
dan memiliki sejarah. Hanya manusialah yang memiliki sejarah dan
sanggup mempelajari berbagai macam sejarah. Dalam sejarah seperti ini
manusia tampil sebagai pencipta sejarah. Dan karena itu sejarah
merupakan agregat dari aktifitas manusia. Inilah ungkapan dari seorang
filsuf dan sejarahwan Michel Foucault.

Salah satu guna sejarah adalah kegunaan edukatif. Maksudnya, dengan


mempelajari sejarah maka orang dapat mengambil hikmah dari
pengalaman yang pernah dilakukan masyarakat pada masa lampau, yang
tentu saja dapat dikaitkan dengan masa sekarang. Keberhasilan di masa
lampau akan dapat memberi pengalaman pada masa sekarang.
Sebaliknya, kesalahan masyarakat di masa lampau akan menjadi
pelajaran berharga yang harus diwaspadai di masa kini.

Eksistensi kehidupan masyarakat di Indonesia khususnya kejadian/


peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa tahun 1945-1950 tentang
peristiwa pemberontakan dan pergolakan daerah di Indonesia,
merupakan salah satu lembaran hitam perjalanan sejarah Indonesia yang
masih menimbulkan perdebatan, pro dan kontra tentang apakah
peristiwa tersebut adalah sebuah ‗pemberontakan‘ atau ‗Perjuangan‘ yang
dapat mengancam integrasi nasional.

Integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu ―integrasi‖ dan ―nasional‖.
Integrasi berasal dari bahasa Inggris, integrate, artinya menyatupadukan,
menggabungkan, mempersatukan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan
yang bulat dan utuh. Kata nasional berasal dari bahasa Inggris, nation
yang artinya bangsa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi
nasional mempunyai arti politis dan antropologis. Integrasi nasional
secara politis berarti penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas
nasional. Sedangkan secara Antropologis
Integrasi nasional berarti proses penyesuaian di antara unsur-unsur
kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi
dalam kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, kita perlu memahami dan mengetahui faktor-faktor


pembentuk integrasi nasional, baik faktor pembentuk maupun faktor
penghambat integrasi nasional. Berikut ini faktor-faktor tersebut.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
a. Faktor pembentuk integrasi nasional
 Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor
sejarah.
 Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara yaitu
Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
 Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa
indonesia seperti yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda.
 Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan munculnya semangat
nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia.
 Penggunaan bahasa Indonesia.
 Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam bangsa, bahasa,
dan tanah air Indonesia.
 Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama,
yaitu Pancasila.
 Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi
keagamaan yang kuat.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
7
 Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penderitaan
penjajahan.
 Adanya rasa cinta tanah air dan mencintai produk dalam negeri.

b. Faktor penghambat integrasi nasional


 Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan yang bersifat
heterogen.
 Kurangnya toleransi antargolongan.
 Kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia terhadap ancaman
dan gangguan dari luar.
 Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan ketidakmerataan
hasil-hasil pembangunan.

Upaya untuk mencapai integrasi nasional dapat dilakukan dengan cara


menjaga keselarasan antarbudaya. Hal itu dapat terwujud jika ada peran
serta pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam proses integrasi
nasional.

Tantangan di lingkungan internal Indonesia untuk mengawal NKRI agar


tetap utuh dan bersatu, adalah munculnya disintegrasi bangsa, baik yang
datang dari internal pemerintahan sendiri maupun datangnya dari
kalangan militer, khususnya mengenai kebijakan pemerintah yang tidak
sesuai dengan keinginan rakyat serta masuknya kepentingan politik
dalam tubuh militer. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai gejolak
dalam negara yang terwujud dalam suatu gerakan-gerakan protes bahkan
mengarah pada pemberontakan dengan memakai kekuatan militer. Yang
dimaksud dengan Dis-integrasi adalah keadaan yang tidak bersatu padu;
keadaan yang terpecah belah; hilangnya keutuhan dan persatuan;
perpecahan.

Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi
ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri
(C.S.T. Kansil dan Julianto, 1998)

Ancaman Disintegrasi bangsa yang yang pemberontakan dan pergolakan


di Indonesia, khususnya di awal tahun1950-an, berawal dari hasil

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
keputusan Konferensi Meja Bundar atau KMB yang dilaksanakan di Den
Haag pada tahun 1949. Dimana salah satu hasilnya pembentukan
Republik Indonesia Serikat atau RIS. Dengan terbentuknya RIS, secara
otomatis juga dilakukan pembenahan dalam tubuh militer.

Dibentuknya APRIS atau Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat


ternyata menjadi permasalahan tersendiri dalam tubuh militer. Hal ini
disebabkan karena anggota KNIL dan TNI serta badan perjuangan
lainnya, harus bergabung menjadi satu pada APRIS. Kondisi tersebut
pastinya sulit khususnya bagi para anggota KNIL maupun TNI. Di antara
anggota pasukan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) banyak yang
tidak puas terhadap hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ringkasnya mereka tidak suka dengan terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang pada waktu itu bernama RIS. Apalagi KNIL
harus bergabung ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja agak sulit
menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung dengan
TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam pertempuran
pada masa Perang Kemerdekaan. Kecemburuan KNIL terhadap
TNI semakin menjadi setelah diputuskan bahwa pimpinan APRIS harus
berasal dari TNI. Hal ini diperparah dengan sambutan rakyat yang lebih
simpatik terhadap keberadaan TNI. Pada titik inilah, kaum reaksioner
yang subversif memanfaatkan situasi untuk terus menyebar hasutan
guna merongrong pemerintah Indonesia.

Bagi pemerintah pada saat itu, apapun bentuk perjuangan daerah yang
bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, merupakan suatu
penghianatan dan pemberontakan yang tentu saja harus ditumpas
dengan kekuatan militer karena menjadi ancaman bagi kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI serta keselamatan bangsa. Yang dimaksud
dengan Ancaman adalah usaha yang bersifat mengubah atau merombak
kebijaksanaan yang dilakukan secara konsepsional melalui tindak
kriminal dan politis. Sedangkan Ancaman militer adalah ancaman yang
menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai
mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
militer dapat berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Adapun
ancaman nonmiliter adalah ancaman yang tidak menggunakan senjata,
tetapi jika dibiarkan akan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

B. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Maksud dari penulisan ini untuk menambah wawasan pengetahuan


pembaca mengenai peristiwa Pemberontakan ANDI AZIZ & PERISTIWA
MAKASSAR 1950, untuk menjadi pelajaran agar peristiwa yang
mengarah pada disingrasi bangsa tak terulang kembali dimasa kini
dan yang akan datang. Begitupun sebaliknya usaha perjuangan rakyat
demi untuk menjaga keutuhan negara perlu dikembangkan untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI,

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia
1945.

Adapun tujuan penulisan ini adalah :


1. Mendeskripsikan keadaan Indonesia pasca pengakuan kedaulatan
tahun 1949-1950.
2. Mendeskripsikan latar belakang pemberontakan ANDI AZIZ,
3. Mendeskripsikan jalannya pemberontakan ANDI AZIZ,
4. Mendeskripsikan reaksi Pemerintah RIS
5. Mendeskripsikan Latar Belakang Peristiwa Makassar
6. Mendeskripsikan Pnylesaian konflik Peristiwa Makassar

C. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian tersebut diatas, maka yang menjadi pokok rumusan


masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagamana keadaan Indonesia pasca pengakuan kedaulatan tahun
1949-1950.
2. Bagaimana latar belakang pemberontakan ANDI AZIZ,
3. Bagamana jalannya pemberontakan ANDI AZIZ,
4. Bagamana reaksi Pemerintah RIS
5. Bagaimana Latar Belakang Peristiwa Makassar
6. Bagaimana Penylesaian konflik Peristiwa Makassar

D. METODE PENULISAN

Seperti telah diketahui, bahwa dalam penulisan perlu adanya metode


yang memadai untuk digunakan dalam penelitian. Metode penulisan
sejarah tersebut meliputi 4 tahapan, yaitu :
1. Heuristik, menurut Notosusanto dalam buku Sulasman Heuristik/
Heuristis berasal dari bahasa Yunani heuriskein , artinya sama
dengan to find yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari
dahulu. Pada tahap ini penulis diarahkan untuk mencari, dan
menemukan sumber sejarah baik sumber lisan maupun sumber
tulisan. Untuk sumber lisan sangat sulit didapat dari para pelaku
sejarah karena kejadiannya berlansung tujuhpuluh tahun yang lalu.
Maka penulis memfokuskan pada sumber tulisan, yaitu dengan
mempelajari tulisan-tulisan yang erat kaitannya dengan obyek
penelitian yang dimaksud. Sumber-sumber yang digunakan seperti
buku-buku, surat kabar dan dokumen-dokumen serta media sosial
lainnya yang ada kaitannya dengan tulisan ini.
2. Kritik Analisa, yaitu kritik ekstern, dan kritik intern. Kritik ekstern
atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber, apakah
sumber tersebut valid, asli atau bukan tiruan, dalam arti belum
berubah baik bentuk maupun isinya. Kritik intern atau kritik dalam
dilakukan untuk menyelidiki sumber yang berkaitan dengan sumber
asalah penelitian.
3. Interpretasi, sumber yang telah melalui beberapa kritik di atas, masih
perlu untuk diinterpretasi. Hal ini perlu untuk merangkaikan data
yang ada agar menjadi satu rangkaian sejarah yang mengulas tentang

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
kebenarannya dengan data-data fakta. Karena ini merupakan suatu
cara kerja dari sejarawan yang berusaha menggambarkan yang
sebenarnya dengan berdasarkan berbagai sumber yang telah melalui
proses kritik dan analisa.
4. Historiografi, tahapan ini merupakan tahapan akhir dari penelitian
dan penulisan sejarah setelah rangkaian fakta dianalisa, disusun
menjadi suatu rangkaian tulisan sejarah yang diolah menjadi fakta
yang didapat dari penelitian. (Notosusanto, 1971)

*******

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BAB II

KEADAAN INDONESIA DI AWAL KEMERDEKAAN

Indonesia pasca Penyerahan kedaulatan hingga menjelang akhir 1950-an,


merupakan negara yang penuh gejolak dan goncangan. Pemerintahan tidak
stabil, jatuh bangun kabinet yang dibentuk akibat mosi tidak percaya
membuat program pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik.
Menjamurnya partai politik dengan kepentingan masing-masing,
memperparah keadaan politik Indonesia.

A. KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI

Sebagai negara yang baru merdeka, banyak permasalahan dibidang


politik dan ekonomi yang harus dihadapi oleh pemerintah pertama
Republik Indonesia khususnya dalam meletakkan dasar kehidupan
berbangsa dan bernegara. Buruknya keadaan ekonomi merupakan akibat
masa kedudukan Jepang ditambah lagi dengan perang kemerdekaan yang
membuat pemerintah tak dapat berbuat banyak dalam mengatasi krisis
ekonomi tersebut. Hasil produk pertanian dan perkebunan tidak dapat
diexport karena diblokade pihak Belanda. Berbagai cara pemerintah
untuk keluar dari krisis ekonomi dilakukan, mulai dari program Plan
Kasimo yang berisi anjuran untuk memperbanyak kebun bibit dan padi
unggul serta melakukan rekonstruksi dan rasionalisasi angkatan perang
untuk mengurangi beban negara, melakukan nasionalisasi de Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia oleh Menteri Keuangan
RI, Mr. A.A. Maramis (1946), memperlakukan sistem
Ekonomi Gerakan Benteng oleh Dr. Soemitro
Djojohadikusumo, kemudian diganti menjadi sistem
ekonomi Ali Baba yang diprakarsai oleh Mr. Isqak
Tjokrohadisurjo, namun semua belum dapat
mengangkat krisis ekonomi Indonesia, apalagi dalam
keadaan perang yang sedang menghadapi perjuangan
mempertahankan kemerdekaan terutama Agresi
Militer Belanda.

Dibidang politik sebelum pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda,


konsep Negara Federal dan ―Persekutuan‖ Negara Bagian (BFO/
Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan. Dalam konferensi Malino di
Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk
membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai
daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI
yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya
mengkritik hasil konferensi. Perbedaan keinginan agar bendera Merah-
Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau tidak oleh Negara
Indonesia Timur (NIT) juga menadi persoalan yang tidak bisa diputuskan
dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh
karena persoalan negara federal ini (1947).

Dalam tubuh BFO juga bukan


tidak terjadi pertentangan.
Sejak pembentukannya di
Bandung pada bulan Juli
1948, BFO telah terpecah ke
dalam dua kubu. Kelompok
pertama menolak kerjasama
dengan Belanda dan lebih
memilih RI untuk diajak
bekerjasama membentuk
Negara Indonesia Serikat. Kubu
ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil
Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua
dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera
Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan bekerjasama dengan
Belanda tetap dipertahankan BFO.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara


dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap
terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II.
Dikemudian hari, Sultan Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA
Westerling mempersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah RIS.

Konferensi Meja Bundar (KMB)


berlangsung di Den Haag Negeri Belanda
dari tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949. Hasilnya adalah
pembentukan Republik Indonesia
Serikat (RIS). Hasil KMB kemudian
diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi.
KNIP yang bersidang pada tanggal 6
Desember 1949 berhasil menerima KMB
dengan 226 pro lawan 62 kontra. dan 31
anggota meningalkan sidang.
Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno. Insinyur Soekarno terpilih
sebagai presiden RIS pada 16 Desember 1949 dan keesokan harinya.
tanggal 17 Desember 1949. presiden RIS diambil sumpahnya. Pada
tanggal 20 Desember 1949 Kabinet RIS yang pertama di bawah pimpinan
Drs. Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri dilantik o1eh presiden.

Akhirnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipinpin o1eh
Drs. Mohammad Hatta berangkat ke Belanda untuk menandatangi "akte
penyerahan" kedau1atan dari Pemerintah Belanda . Pada tanggal 27
Desember 1949, baik di Indonesia maupun Belanda diadakan upacara
penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan.bertempat di Ruang
Tahta Amsterdam. Ratu Juliana , Perdana Menteri Dr. Willem Drees,
Menteri Seberang Lautan Mr. AMJ A. Sassen dan Ketua Delegasi RIS Drs.
Mohammad Hatta bersama-sama membubuhkan tandatangannya pada
naskah penyerahan kedaulatan kepada RIS.

Pada waktu yang sama di Jakarta Sri Sultan Hamengku Bowono IX dan
Wakil Tinggi Mahkota Belanda AHJ. Lovink dalam suatu upacara
membubuhkan tandatangannya pada naskah penyerahan kedaulatan.
Dengan demikian secara formal Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia dan mengakui kedaulatan penuh Negara Indonesia di seluruh
bekas wilayah Hindia Belanda. Republik Indonesia Serikat terdiri atas 16
negara bagian dengan masing-masing mempunyai luas daerah dan
jumlah penduduk yang berbeda. Pada masa RIS tidak sedikit kesukaran
yang dihadapi oleh
pemerintah dan rakyat.
Sebagai suatu negara yang
baru diakui kedaulatannya ,
Indonesia harus menghadapi
rongrongan dari dalam yang
dilakukan oleh beberapa
golongan yang mendapat
dukungan dan bantuan dari
pihak Belanda atau mereka
yang takut akan kehilangan
hak-haknya bila Belanda
meninggalkan Indonesia.

Setelah terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari


16 negara bagian. Pemerintah pusat dapat memerintahkan setiap
warganegaranya secara langsung dalam hal-hal yang menjadi tugasnya,
khususnya mengatur hal-hal yang bersifat umum seperti peranan dan
urusan luar negeri. Sedangkan negara bagian berhak membuat undang-
undang dasar sendiri. Namun dalam Menjalankan pemerintahannya,
Perdana Menteri Muhammad Hatta diperhadapkan pada tuntutan
sebagian besar rakyat untuk kembali kebentuk Negara Kesatuan. RIS
yang berbentuk federal, tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat. Hal

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
ini disebabkan bahwa sejak semula sistem federal digunakan oleh
Belanda sebagai muslihat menghancurkan Negara Republik Indonesia
hasil Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Disamping itu,
konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal inilah
yang mendorong keinginan rakyat untuk mebubarkan RIS.

Tuntutan rakyat ini


diwujudkan dalam aksi-aksi
massa berupa demonstrasi
besar-besar diberbagai daerah
seperti di negara-negara
bagian Jawa Timur dan
Madura yang merupakan
negara federal paling akhir
yang diciptakan Belanda. Di
Daerah ini terjadi demostrasi
besar-besaran yang menuntut
kesatuan diwujudkan kembali.
Menjelang akhir bulan Januari
1950, negara-negara tersebut memutuskan untuk bergabung dengan
Republik Indonesia.

Memasuki Juni 1950, ketika harga minyak dan karet melonjak akibat
Perang Korea, Indonesia sebagai penghasil minyak ikut menikmati
kenaikan itu, sehingga mendongkrak dan membuat anggaran belanja
pemerintah tahun 1951 surplus. Namun disisi lain nafsu mengimport
barang-barang lain yang mengurus devisa dari luar negeri mendadak
naik, diikuti kenaikan upah dan harga yang membuat inflasi. Ditambah
lagi utang Indonesia yang harus dibayarkan sesuai dengan Perjanjian
KMB, sangat memberatkan ekonomi indonesia.

Hal inilah yang menyebabkan keadaan politik dan ekonomi Indonesia


semakin kacau, Timbulnya beberapa pergolakan di daerah akibat adanya
demonstrasi rakyat dinegara-negara bagian yang menuntut dibubarkan
RIS. Kegagalan upaya kudeta oleh kelompok Angkatan Perang Ratoe Adil
(APRA) pada bulan Januari 1950 pimpinan Raymond Westerling,
mempercepat proses peleburan negara federal sampai yang tersisa adalah
negara Indonesia Timur dan Sumatra Timur. Walaupun kedua negara
tersebut pada awalnya menolak bergabung dengan negara Republik
Indonesia, mereka akhirnya setuju setelah bertemu dengan Mohammad
Hatta pada bulan Mei. sehingga oleh Presiden Sukarno mengumumkan
kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1950.

****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
B. KEADAAN MILITER DIMASA TRANSISI

1. Awal Pembentukan Badan Keamanan

Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengesahkan secara


resmi berdirinya BKR sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga
keamanan. Mayoritas angota BKR terdiri dari mantan anggota PETA,
KNIL, dan Heiho. Terpilih sebagai pimpinan BKR pusat adalah Kaprawi.

Dalam perkembangannya, kebutuhan untuk


membentuk tentara tidak dapat diabaikan lagi.
Apalagi setelah Sekutu membebaskan para
serdadu Belanda bekas tawanan Jepang dan
melakukan tindakan-tindakan yang mengancam
pertahanan dan keamanan. Soekarno kemudian
memanggil mantan Mayor KNIL Oerip
Soemohardjo dari Yogyakarta ke Jakarta. Oerip
Soemohardjo diberi tugas untuk membentuk
tentara nasional.

Berdasarkan maklumat Presiden RI, pada 5 Oktober 1945 berdirilah


Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Soepriyadi (tokoh perlawanan
tentara PETA terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR.
Atas dasar maklumat itu, Oerip Soemohardjo segera membentuk
Markas Besar TKR yang dipusatkan di Yogyakarta.

Pada perkembangannya,
Tentara Keamanan
Rakyat berubah menjadi
Tentara Keselamatan
Rakyat pada 7 Januari
1946. Nama itu berubah
kembali menjadi Tentara
Republik Indonesia
(TRI) pada 24 Januari
1946 dengan Jendral
Sudirman sebagai
Panglima Besar Jenderal
TRI.

****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
2. Perkembangan militer pasca agresi Belanda.

Bagi sebuah negara, militer tentu mempunyai fungsi sebagai garda


terdepan dalam perlingungan terhadap kedaulatan negara. Ketika negara
mendapat ancaman dari negara lain, militer bertanggung jawab untuk
melindungi wilayah kedaulatan negara. Saat Indonesia mulai berdaulat
secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan sebuah proses
mudah untuk membentuk militernya sendiri. Prosesi pembentukan
Tentara Nasional Indonesia begitu panjang, melalui penggabungan
beberapa gerakan, laskar, dan organisasi militer, baik buatan Belanda
ataupun Jepang. Tentunya tiap unsur itu mempunyai latar belakang dan
pandangan yang berbeda-beda

Tanggal 14 November 1945, Amir Syarifudin ditunjuk sebagai Menteri


Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir I. Diawal tugasnya mengurus
pertahanan, Amir melihat laskar-laskar dan tentara reguler muncul
dengan latar-belakang pembentukan yang berbeda-beda. Laskar-laskar
berafiliasi pada partai-partai politik tertentu dan berbeda pandangan
politik satu-sama lain. Diantara laskar sering terjadi persaingan untuk
saling merebut pengaruh, unjuk kekuatan bahkan sampai insiden
bersenjata.

Tentara reguler pada waktu


itu kebanyakan berasal dari
bekas KNIL dan PETA yang
membentuk kesatuan-
kesatuan dalam TKR.
Nasionalisme sebagian besar
perwiranya diragukan sebab
pernah menjadi tentara
penjajah dan mudah diperalat
oleh kekuasaan yang
menindas. Persaingan dan
pertentangan diantara sesama
tentara reguler, juga antara
laskar dengan tentara reguler, sering terjadi. (Soemarsono, 11 Juli 2013.)

Sebagai Menteri Keamanan Rakyat, Amir Syarifuddin menginginkan


tentara harus memiliki satu persepsi perjuangan, tidak terkotak-kotak
oleh kepentingan politik dan tidak mengabdi kepada kekuasaan yang
menindas rakyat. Tentara harus mengabdi kepada revolusi, tunduk
kepada otoritas sipil, hidup dan berjuang bersama rakyat ibarat ikan
dengan air, bukan sebagai alat penjaga kapitalis-imperialis dan kaum
feodal. (Koran Kedaulatan Rakyat, 4 Juli 1946.) Langkah pertama yang
dilakukan adalah mengurus pertahanan adengan menyeragamkan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
persepsi perjuangan diantara laskar dan tentara reguler.

Pada tanggal 24 Januari 1946, dibentuklah Biro Pendidikan Politik


Tentara (Pepolit). Badan ini bertugas memberikan pendidikan ideologi
anti-imperialisme kepada laskar-laskar dan tentara reguler, sekaligus
untuk menghilangkan pengaruh buruk yang didatangkan oleh imperialis
Belanda dan fasis Jepang. Materi yang diajarkan didalamnya; politik,
agama, kejiwaan, sosial dan pengetahuan umum sebagai tuntunan
perjuangan. Setiap divisi didampingi oleh seorang Staf Pepolit berpangkat
jenderal mayor, yang dibantu oleh 5 Opsir Pepolit berpangkat letnan
kolonel untuk setiap resimen. Staf Pepolit berjumlah 7 orang, antara lain:
Sukono Djojopratikno, Anwar Tjokroaminoto, Wijono, Mustopo, Farid
Ma‘roef, Hadji Abdul Mukti, Soemarsono. (Koran Kedaulatan Rakyat, 20
Februari 1946.)

Usaha untuk menyatukan


laskar-laskar dan tentara
reguler dalam satu payung
bersama terus dilakukan.
Sehingga pada tanggal 25 Mei
1946, terbentuklah Biro
Perjuangan, yang menampung
laskar-laskar yang tunduk
kepada Panglima Besar, yang
berkedudukan dibawah
Kementerian Pertahanan,
dengan mendorong laskar-
laskar dan tentara reguler
supaya terintegrasi dengan lembaga-lembaga pemerintah yang berkaitan
dengan aspek pertahanan. Usaha ini berhasil dengan terbentuknya
Dewan Pertahanan Negara (DPN), yang terdiri dari Perdana Menteri,
Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Kemakmuran, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan,
Panglima Besar, perwakilan laskar dari golongan Sosialis, Nasionalis dan
Islam. Badan-badan yang tergabung di DPN memiliki wewenang
melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan negara
dari keadaan bahaya.‖ (de Madioen Affair, hlm. 11.)

Pada akhir Mei 1947, diadakan rapat DPN yang dipimpin oleh Amir
Syarifuddin, untuk membahas tentang perubahan nama dan formasi TRI.
Hasil rapat disepakati tentang penyatuan laskar-laskar dengan tentara
reguler. Soemarsono, yang mewakili Laskar Pesindo mengusulkan supaya
nama Tentara Republik Indonesia diubah menjadi Tentara Nasional
Indonesia, dengan singkatan ―T.N.I‖. Usulan ini diterima. Tanggal 3 Juni
1947, Tentara Nasional Indonesia diresmikan. Keanggotaannya terdiri dari
tentara reguler dan TNI-Masyarakat. Pucuk pimpinan TNI dipegang oleh;
Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar, Letjen Urip Sumohardjo

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
sebagai Kepala Staf, Jenderal Mayor Djokosujono sebagai Panglima TNI-
Masyarakat, Laksamana Muda M. Nazir sebagai KSAL dan Komodor
Suryadarma sebagai KSAU.
Ditetapkan pula bahwa TNI
tunduk pada otoritas Menteri
Pertahanan. (Soemarsono, 12
Agustus 2013.)

Dengan demikian, hingga


pertengahan 1947
pemerintah telah berhasil
menyusun, mengonsolidasi,
sekaligus menyatukan alat
pertahanan dan keamanan.

1. Program Reorganisasi Dan Rasionalisasi TNI

Usaha Amir Syarifudin untuk mengorganisir tentara mendapat tantangan


dari sejumlah perwira tinggi yang tidak menghendaki otoritas sipil atas
militer. Tantangan paling keras datang dari Jenderal Mayor A.H
Nasution dan Jenderal Mayor Gatot Subroto. Keduanya menuding Amir
dan golongan komunis ingin menguasai tentara melalui TNI-Masyarakat
dan Pepolit. Nasution dan Gatot Subroto melarang Staf dan Opsir Pepolit
mengadakan pendidikan di divisi yang mereka pimpin. Ditinggal pergi
Masyumi dan PNI, membuat kabinet Amir dalam krisis. Tinggal partai
sayap kiri yang menyokongnya. Namun hal ini tak bertahan lama, Amir
akhirnya mundur juga. Kabinetnya pun bubar. Presiden Soekarno lalu
menunjuk Hatta sebagai Perdana Menteri. Tugas Hatta sangat berat. Ia
harus menanggung akibat tanda tangan Amir dan berunding lagi dengan
Belanda untuk memperbaki keadaan. Segera Hatta menyusun kabinet.
Pada tanggal 23 Januari 1948 pemerintahan Amir jatuh, dia dituduh
sebagai penyebab kegagalan RI dalam Perundingan Renville.

Dengandidukung oleh PNI dan Masyumi, Drs. Muh.Hatta ditunjuk oleh


Presiden Soekarno untuk membentuk kabinet yang diumumkan pada
tanggal 29 Januari 1948 dengan Muh. Hatta sebagai Perdana Menteri
merangkap Menteri Pertahanan. Dalam Kabinetnya, Muhammad Hatta
tidak mengikutsertakan wakil-wakil dari partai kiri dan memiliki rencana
kerja dalam negeri, antara lain, untuk memperbaiki ekonomi. Salah satu
cara yang ditempuh adalah melanjutkan program Reorganisasi dan
Rasionalisasi (Re-Ra) yang sempat terbengkalai pada Kabinet Amir
Syarifuddin. Tetapi berbeda dengan Perdana Menteri sebelumnya, setelah
ditunjuk sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan, Hatta
menggunakan Re-Ra untuk menghilangkan pengaruh kiri di dalam
angkatan perang. Hatta juga berpandangan program Re-Ra nya ini untuk
mencegah orang-orang kiri yang ada dalam tubuh militer merongrong

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
kedudukan Panglima Besar Jenderal Sudirman atau memperlemah
tentara dengan cara apapun. Tujuan dasar kebijakan tersebut adalah
untuk menciutkan jumlah personil angkatan bersenjata, meningkatkan
efesiensinya, dan menempatkannya kembali di bawah pimpinan
pemerintah. Tujuan yang disebut paling akhir itu sangat penting, karena
kesatuan-kesatuan tempur saat itu mulai menguasai daerah-daerah
kantong atau daerah-daerah front mereka secara mandiri dengan
menempuh kebijaksanaan mereka masing-masing.

Langkah awal yang diambil Hatta dalam upaya mereorganisasi dan


merasionalisasi TNI AD adalah dengan mengurangi jumlah personelnya.
Selain itu, fakta bahwa keadaan perekonomian Negara sudah sangat
kritis, Hatta dituntut untuk melakukan penghematan seoptimal mungkin.
Salah satu caranya dengan melaksanakan program Re-Ra agar mencapai
sedikit perimbangan antara pendapatan dengan belanja negara dan alat-
alat Negara. Usulan Kabinet Hatta ini disetujui Pemerintah yang
selanjutnya
menandatangani sebuah
Dekrit pada tanggal 2
Januari 1948 yang intinya
memerintahkan agar
semua kekuasaan di
bidang pertahanan
dipusatkan di tangan
Menteri Pertahanan.
Setelah disetujui oleh BP-
KNIP maka diterbitkanlah
Undang-Undang No 3
Tahun 1948 tertanggal 5
Maret 1948 mengenai
Susunan Kementerian
Pertahanan dan Angkatan
Perang.

Pada tanggal 27 Februari 1948, Muh. Hatta mengumumkan tentang


Reorganisasi-Rasionalisasi Tentara (Re-Ra), dengan dalih jumlah tentara
sekitar 400.000 personil terlalu besar, tidak profesional dan
menghabiskan anggaran besar, maka diadakan pengurangan hingga
mencapai 57.000 personil, untuk dilatih dan dipersenjatai secara
profesional. (Setiadi Reksoprodjo dalam Seminar Mengenang Amir
Sjarifuddin 101 Tahun.) Celakanya, saat Re-Ra dijalankan, jumlah tentara
Belanda di Indonesia sudah mencapai 240.000 personil. (Suryana, Sekitar
Kedatangan Musso, hlm. 35.)

Dekrit Re-Ra tersebut diikuti dengan penurunan pangkat-pangkat

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
perwira. Pangkat jenderal mayor, diturunkan menjadi kolonel, kolonel
diturunkan menjadi letnan kolonel.

Pada tanggal 15 Mei 1948, Muh. Hatta membubarkan TNI-Masyarakat,


Tentara Laut Republik Indonesia, Dewan Kelaskaran Seberang dan
Pepolit. (Koran Berita Indonesia, 16 Mei 1948.) Jumlah divisi yang
sebelumnya tujuh, dikurangi menjadi satu, sejumlah perwira yang
menduduki jabatan penting diberhentikan dari jabatannya lalu diangkat
sebagai perwira cadangan. Divisi Siliwangi dijadikan sebagai pasukan inti.

Terkait alasan dikeluarkannya Re-Ra, dalam wawancara Daniel Schorr,


wartawan Christian Science Monitoring dengan Hatta pada tanggal 16 Mei
1948, Hatta menjawab:
‖…Tentara Republik akan dikurangi dari 460.000 menjadi 50.000 sampai
60.000 personel dan akan ditempatkan dibawah Komando Gabungan
Tertinggi dengan Angkatan Bersenjata Belanda.‖

Akibat dari Dekrit tersebut, di


berbagai tempat terjadi
penolakan terhadap Re-Ra. Pada
bulan Mei 1948, berdasar
peraturan rasionalisasi, Kol.
Sutarto yang divisinya kompak
dan persenjataannya cukup
baik, dinyatakan non-aktif dan
pasukannya diperintahkan
melapor kepada Markas Besar di
Yogya. Kol. Sutarto bersama
komando bawahannya
menentang perintah Markas Besar ini. Sikap Sutarto beserta perwiranya
ini didukung oleh kekuatan Kiri di Solo beserta laskar- laskar yang
menentang re-ra. Dan menolak pembubaran pasukannya.

Pada tanggal 20 Mei 1948 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional,


Kolonel Sutarto, Panglima Divisi Panembahan Senopati memimpin anak-
buahnya berdemonstrasi Kol. Sutarto lalu mereorganisir Divisi
Panembahan Senopati menjadi Komando Pertempuran Panembahan
Senopati (KPPS). Di Kediri, Panglima Divisi Narotama Kolonel Sungkono,
memimpin pasukannya berdemonstrasi menolak Re-Ra karena divisi yang
dipimpinnya bersama Divisi Ronggolawe dan Suropati akan dilebur
menjadi satu resimen.

Demonstrasi ini juga diikuti oleh 20.000 pemuda, disertai parade,


sekaligus protes, oleh beberapa batalyon bersenjata lengkap dan berat
dari Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan Tentara Laut Republik
Indonesia (TLRI). Dalam parade dan demonstrasi tersebut diserukan
dukungan terhadap kelanjutan Sutarto sebagai komandan divisi dan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
tuntutan agar Pemerintah membatalkan Re-Ra nya. Sehingga di Jawa
sebenarnya program Re-Ra ini lebih banyak digunakan untuk
menyingkirkan golongan kiri dalam tubuh TNI.

Akibatnya, sedikit banyak ini menjadi pendorong tercetusnya


Pemberontakan Madiun tahun 1948. Meskipun makar ini tidak selalu
dijelaskan sebagai konflik internal dalam tubuh militer, di kemudian hari
lebih sering disebut Pemberontakan PKI dan di bawah pimpinan tokoh
Komunis Sovyet, Musso. (Andi Makmur Makka, 2008).

Tanggal 1 Juni 1948, 30 komandan batalyon menemui Presiden menuntut


pencabutan Dekrit Re-Ra. Di Markas Besar Tentara, muncul sikap pro-
kontra atas keluarnya Dekrit Re-Ra. Menanggapi situasi, Panglima Besar
mengeluarkan edaran kepada semua panglima, memerintahkan untuk
menghentikan rasionalisasi, berhubung dengan meningkatnya ancaman
dari pihak Belanda.(Anthony Reid, Annemarie Jubb, J. Jahmin, Indonesian
Serials in 1942-1950 in Yogyakarta Libraries, hlm. 135.)

3. Perkembangan militer pasca Pengakuan Kedaulatan

Setelah Konferensi Meja Bundar


atau KMB (1949), persaingan
antara golongan Federalis yang
menginginkan bentuk negara
Indonesia memakai sistem
Negara Federal dan golongan
Unitaris yang menginginkan
bentuk negara Indonesia
memakai sistem Negara
Kesatuan, makin lama makin
mengarah pada konflik terbuka
yang berimbas pada bidang
militer. Pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. Salah satu ketetapan
dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari TNI,
sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI
sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya,
yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka ditetapkan
sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya
anggota TNI ke negara bagian (Taufik Abdullah dan AB Lapian,2012.).
Kasus APRA Westerling dan mantan pasukan KNIL Andi Aziz adalah
cermin dari pertentangan ini.

Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan


bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat
ketika negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin
agar negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI

Kondisi politik Indonesia pasca-pengakuan kedaulatan oleh Belanda


pada 1949 memang belum sepenuhnya stabil. Kabinet yang dibentuk
silih berganti karena munculnya berbagai konflik politik. Kondisi ini
diperparah adanya sejumlah pejabat yang
melakukan korupsi dan tindakan yang merugikan
negara. Keadaan itu membuat rakyat merasa geram
dan menginginkan percepatan pemilihan umum
untuk mengganti anggota parlemen. Ketika itu
memang banyak dari anggota militer yang menjadi
pimpinan politik. Selain dari ranah militer, mereka
memainkan peran dalam perpolitikan daerah. Hal
inilah yang membuat petinggi TNI saat itu, Kolonel Abdul Haris
Nasution untuk bisa merasionalisasi tentara dan mengurangi
jumlahnya.

Berdasarkan Konferensi Meja


Bundar atau KMB yang
dilaksanakan di Den Haag pada
tahun 1949. Dimana salah satu
hasilnya pembentukan Republik
Indonesia Serikat atau RIS.
Dengan terbentuknya RIS,
secara otomatis juga dilakukan
pembenahan dalam tubuh
militer. Dibentuknya APRIS atau
Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat ternyata
menjadi permasalahan tersendiri
dalam tubuh militer. Hal ini disebabkan karena anggota KNIL dan TNI
serta badan perjuangan lainnya, harus bergabung menjadi satu pada
APRIS. Kondisi tersebut pastinya sulit khususnya bagi para anggota
KNIL maupun TNI. Di antara anggota pasukan Koninklijk Nederlands-
Indische Leger (KNIL) banyak yang tidak puas terhadap hasil keputusan
Konferensi Meja Bundar (KMB). Ringkasnya mereka tidak suka dengan
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada waktu
itu bernama RIS. Apalagi KNIL harus bergabung ke dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat(APRIS) bersama Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia
tentu saja agak sulit menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL
sulit bergabung dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu
sama lain dalam pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan.

Kecemburuan KNIL terhadap TNI semakin menjadi setelah diputuskan


bahwa pimpinan APRIS harus berasal dari TNI. Hal ini diperparah

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
dengan sambutan rakyat yang lebih simpatik terhadap keberadaan TNI.
Pada titik inilah, kaum reaksioner yang subversif memanfaatkan
situasi untuk terus menyebar hasutan guna merongrong pemerintah
Indonesia.

Untuk menghindari
dualisme kepemimpinan
dalam kelompok
ketentaraan Indonesia
antara kelompok APRIS
dengan kelompok pejuang
gerilya, pada bulan Juni
1947 Pemerintah RI telah
mengeluarkan
kebijaksanaan bahwa
segenap badan kelaskaran
baik yang tergabung dalam biro perjuangan maupun yang lepas,
berada dalam satu wadah dan satu komando yaitu Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Namun dalam menjalankan proses pergabungan
tersebut, timbul banyak masalah khususnya di daerah yang masih
kuat pengaruh ―Belandanya‖ seperti di Indonesia bagian timur, yang
tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibukotanya
Makassar.

3. Peranan Para Perwira Asal Indonesia Bagian Timur

Menjelang akhir perang Pasifik Raya,


sebagian besar dari kawasan Indonesia
Timur yang berada di bawah
pemerintahan Angkatan Laut
Jepang,sudah diduduki pasukan Sekutu
SWPA pimpinan Jendral Mac Arthur
sejak awal tahun 1945. Kekalahan
bermula sejak kekuatan Angkatan laut
Jepang dilumpuhkan di Pasifik Barat
Daya bulan April 1943. Pihak Sekutu
berhasil membangun poros kekuatan dari
Pasifik Barat-Daya, membangun
pangkalan militer di pulau Biak dan
pulau Morotai dan menguasai Laut Maluku Utara hingga Laut
Sulawesi. Dari Morotai, kekuatan sekutu melakukan pemboman
terhadap posisi kekuatan Jepang di Ambon, Manado, Makassar dan
Balikpapan diduduki oleh pasukan Australia.

Setelah perang berakhir, pihak Sekutu melakukan proses alih


pemerintahan kepada pihak Belanda yang dikelola NICA (Netherlands
Indiesch Civil Administration) di Indonesia Timur. Lembaga ini di

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
dirikan oleh Dr. H. van Mook di Merauke, sebagai pemerintah
pengasingan Hindia-Belanda pada masa perang Pasifik.

Ternyata alih pemerintahan kepada pihak NICA berdampak buruk bagi


citra sekutu dari masyarakat Indonesia Timur yang menolak
kembalinya hegemoni Hindia-Belanda. Pergolakan tak terhindar dan
melanda Kalimantan, Sulawesi dan Maluku hingga merepotkan militer
Australia yang dijebak oleh Belanda memusuhi kalangan nasionalis.
Padahal para nasionalis di Indonesia Timur turut membantu pasukan
sekutu memerangi Jepang dalam berbagai aksi bawah tanah di masa
pendudukan militer Jepang. Pembentukan KOMPAS-SUMU Sejak
pengakuan kedaulatan, Brigade XVI di likwidasi dan berbagai personal
dimutasi oleh Kementerian Pertahanan RI yang bermarkas di
Yogyakarta.

Situasi ini merisaukan kalangan perwira TNI asal Indonesia Timur yang
tergabung dalam kesatuan KRU-X (Korps Reserve Umum X). Wadah ini
adalah bagian dari TNI Perjuangan (Bekas Laskar Rakyat) yang
terbentuk pada pertengahan tahun 1948. Kesatuan ini dipimpin Letkol
A.G. Lembong dengan
wakilnya, Letkol J.F.
Warouw didampingi
Mayor H.N. Sumual,
Letnan Satu Lendy
Tumbelaka. Kapten Piet
Ngantung, Kapten Eddy
Gagola, Kapten
Matulessi, Kapten E.J.
Kanter. Kapten J.
Mandang dll.

Dr. Sam Ratulangi ketika mengunjungi pasukan KRIS asal Minahasa


di front Jawa Timur 1948.

Wadah kekuatan militer ini aktif di masa revolusi fisik di Jawa


berkekuatan 4 batalyon tempur yang masing-masing terdiri dari:
-Batalyon ―A‖ di Jawa Tengah, dibawah komando Kapten Palar; -
.Batalyon ―B‖ di Jawa Tengah dibawah komando Mayor H.V. Worang; -
.Batalyon ―C‖ di Jawa Timur dibawah komando Kapten A. Rifai; -
.Batalyon ―D‖ di Jawa Tengah dibawah komando Mayor A. Mattalata.
Wadah KRU-X mengalami reorganisasi menjadi Brigade XVI dan giat
memberangus pemberontakan PKI di Madiun dan juga gigih dalam
pertempuran pada aksi agresi militer kedua pihak Belanda.

Pada bulan Oktober 1948, Brigade XVI menyusun rencana


membebaskan Kalimantan dan Indonesia Timur dari pengaruh
Belanda. Letkol Lembong mempersiapkan Komando Groepen. Ia

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
dibantu Kapten Piet Ngantung mengembangkan integrasi TNI
terhadap prajurit eks-KNIL di Sulawesi Utara. Rencana penyerbuan
Sulawesi Utara akan dilakukan dari Filipina yang pernah menjadi
daerah perjuangan Letkol Lembong ketika menjadi anggota pasukan
Sekutu melakukan perang gerilya melawan pasukan Jepang masa
perang Pasifik Raya.

Adanya rencana ini hingga kepemimpinan


Brigade XVI dari Letkol Adolf Lembong
di alih-tugaskan kepada Letkol Joop
Warouw. Namun rencana keberangkatan
pasukan pimpinan Letkol Lembong ke
Filipina tidak kesampaian ketika Belanda
melakukan agresi militer kedua pada 19
Desember 1948. Yogyakarta diduduki dan
Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan Perdana Menteri
Sutan Syahrir ditangkap. Belanda itu
juga menangkap Letkol Lembong.
Kemudian dimasa pasca penyerahan
kedaulatan, terjadi aksi militer APRA
Letkol Adolf Lembong bersama Kapten Leo Kailola dan beberapa
prajurit tewas pada peristiwa penyerbuan APRA pimpinan Mayor
Raymond Westerling di Bandung pada bulan Januari 1950.

Sekalipun aksi militer kedua Belanda sempat mempengaruhi rencana,


tetapi proses integrasi tetap di jalankan oleh perwira-perwira TNI sudah
yang diutus ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Utara. Pengadaan Komando Groepen Sulawesi Utara TNI dilakukan
oleh Piet Ngantung menggalang kekuatan dibantu pemuda-pemuda
setempat, yakni Frans Wowor, Sam Ogi, Lexi Anes dan Alo
Tambuwun.

Pengakuan kedaulatan kerajaan Belanda terhadap Republik Indonesia


pada tanggal 27 Desember 1949 menggema di berbagai pelosok
nusantara. Termasuk Sulawesi Utara, wilayah paling utara Indonesia.
Kondisi luar Jawa di Indonesia Timur di masa revolusi kemerdekaan
antara 1945-1950 masih terpecah-pecah antara yang pro-integrasi
(Unitaris) dengan pro-Belanda (Federalis). Pihak Belanda berusaha
memanfaatkan kelompok federalis didukung anggota KNIL untuk
mengembalikan kekuasaannya di Indonesia, khususnya di Indonesia
bagian Timur dengan membentuk poros Makassar-Ambon-Manado.

Ekspedisi ke daerah Seberang (Luar Jawa), di Indonesia Timur


pimpinan Letkol. Joop Warouw sebagai komandan Pasukan Komando
Sulawesi Utara-Maluku Utara (KOMPAS SUMU) pada bulan Mei 1950.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan RI mengutus Mayor Ventje

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Sumual, Mayor Daan Mogot, Kapten Eddy Gagola dan Kapten Piet
Ngantung ke Manado dengan tugas melakukan proses alih keamanan
dari Komando territorial Militer Belanda kepada TNI dan mengatur para
prajurit eks KNIL menjadi TNI di Sulawesi Utara.

Antara bulan Desember 1949 –


April 1950, banyak perwira asal
Indonesia Timur bertugas
sebagai unsur APRIS (Angkatan
Perang Republik Indonesia
Serikat) di luar Jawa dan
diperbantukan pada KMTIT
(Komisi Militer Territorial
Indonesia Timur) pimpinan
Letkol Ahmad Yunus Mokoginta dan Ir. Putuhena. Diantara perwira-
perwira TNI dari Brigade XVI terdapat Lettu J. Wowiling, Lettu H.
Montolalu, Lettu Lendy R. Tumbelaka, Kapten Usman Djaffar,
Kapten M. Jusuf, Kapten Idrus, Lettu D. Nanlohy, Mayor Saleh
Lahade, Lettu A, Sapada dll. Sedangkan Mayor Jendral Suhardjo
ditugaskan menuju Banjarmasin bersama beberapa perwira Brigade
XVI asal Kalimantan.

3. Plan Metekohi

Alih militer dari KNIL menjadi TNI


disalurkan melalui KMTIT ingin
dibendung oleh Belanda dan
berusaha mempengaruhi kalangan
bintara KNIL menentang
kedatangan pasukan TNI
berintikan Brigade XVI pimpinan
Letkol Joop Warouw. Kampanye
anti TNI di Indonesia Timur
dilakukan Dr. Chris Soumokil
didukung Kolonel Schotborg,
Panglima Komando Territorial
militer Belanda Wilayah Timur dan Kalimantan (GOB, Grote Oost en
Borneo) melakukan sebaran anti TNI terhadap tentara KNIL menentang
TNI di Ambon, Makassar dan Manado.Bahkan bermaksud
memproklamasikan Negara Merdeka Indonesia Timur terpisah dari
Republik Indonesia dengan membentuk ‖Garis pertahanan Makassar-
Manado-Ambon” dibawah “Plan Metekohi.”

Plan Matekohy adalah sebuah konsep yang digagas oleh Dolf Metekohy
pemimpin kelompok "Sembilan Serangkai". Sejak pembentukkan Negara
Indonesia Timur di Denpasar pada Desember 1946 telah nampak bahwa
Metekohy mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan kelompok

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
federalis yang sejak semula menyokong federalisme yaitu menjadikan
negara Indonesia sebagai negara federal. Namun pandangan Matekohy
berbeda, ia mempunyai pandangan yang skeptis terhadap federalisme
Indonesia. Baginya bahwa daerah-daerah diwilayah NIT antara lain
Makassar, Manado dan Ambon, dapat menjadi negara sendiri lepas dari
NIT, dan tidak bergabung dengan RIS. Perbedaan ini terus berlanjut
sampai tahun 1950, sehingga Metekohy disebut pihak Belanda sebagai ‗de
misr lndonesisch onder de lndonesiche broeders‘. Sejak Konferensi Malino
ia telah memperlihatkan sikap seolah-olah Maluku Selatan dapat berdiri
sendiri tanpa daerah-daerah lain. Konsep inilah yang dicoba Dr. Ch.
Soumokil untuk menjadikan Negara Indonesia Timur menjadi negara
yang berdiri sendiri lepas dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk
menwujudkannya, ia bolak balik Makassar, Manado dan Ambon untuk
mengkampanyekan konsepnya itu dengan mempengaruhi para anggota
KNIL di daerah-daerah tersebut agar dapat menyokong tujuannya.

Setelah KMB dimana salah


satu hasilnya adalah
meleburkan semua
angkatan bersenjata
kedalam satu wadah yaitu
APRIS dan TNI menjadi
intinya, telah memicu pro
dan kontra dikalangan
KNIL maupun TNI sendiri,
membuat ambisi Sumoukil
untuk melaksanakan
konsepnya semakin besar
dalam mempengaruhi para
eks anggota KNIL untuk
anti terhadap TNI. Apalag
diisukan bahwa pihak TNI akan mengambil alih tugas-tugas KNIL yang
ada didaerah-daerah NIT.

*****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BAB III

PEMBERONTAKAN ANDI AZIS

Pemberontakan dan pergolakan di daerah-


daerah sebelum dan sesudah Indonesia kembali
ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
di awal tahun 1950-1957 terus meningkat. Hal
Ini dipicu oleh keadaan politik dan
pemerintahan yang tidak stabil, serta berpokok
pangkal pada masalah otonomi serta
perimbangan keuangan antara Pusat dan
Daerah yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan sikap tidak puas
dari berbagai daerah. Sikap ini mendapat dukungan dari sejumlah
perwira militer yang bertugas di daerah-daerah, yang merasakan langsung
penderitaan rakyat di tempat mereka betugas.

Fenomena ketidakadilan dalam dimensi sosial politik, ekonomi,


pendidikan, hukum dan budaya seakan menjadi pemicu utama bagi
beberapa daerah yang ingin mandiri dari pemerintah pusat. Selain itu
realitas pemerataan pembangunan baik pada tingkat pusat sampai
tingkat daerah juga turut memancing aksi-aksi protes dari masyarakat.
Daerah yang memiliki kekayaan alam yang luas tetapi pada
kenyataannya jauh dari sentuhan pembangunan berkeadilan, bahkan
ironisnya banyak daerah yang kaya akan sumberdaya alam, tetapi
tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduknya relatif masih
kurang.

Seperti telah disebutkan


diatas, bahwa setelah
Pengakuan Kedaulatan oleh
Belanda dan terbentuklah
Republik Indonesia Serikat
(RIS) yang terdiri dari
beberapa negara bagian
bentukan Belanda,
berdasarkan Perjanjian Meja
Bundar (KMB), keadaan
politik dan ekonomi
Indonesia semakin kacau,
Timbulnya beberapa pergolakan di daerah akibat adanya demosntrasi
rakyat dinegara-negara bagian yang menuntut dibubarkan RIS.
Begitupun peralihan dibIdang militer antara eks tentara Belanda dari

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
kesatuan KNIL, serta kesatuan gerilya lainnya kedalam satu kesatuan
militer APRIS, mengalami banyak goncangan.

Untuk menghindari dualisme kepemimpinan dalam kelompok ketentaraan


Indonesia antara kelompok APRIS dengan kelompok pejoang gerilya, pada
bulan Juni 1947 Pemerintah RI telah mengeluarkan kebijaksanaan bahwa
segenap badan kelaskaran baik yang tergabung dalam biro perjoangan
maupun yang lepas, berada dalam satu wadah dan satu komando yaitu
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun dalam menjalankan proses
pergabungan tersebut, timbul banyak masalah khususnya di daerah yang
masih kuat pengaruh ―Belandanya‖ seperti di Indonesia bagian timur,
yang tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibukotanya
Makassar.

Alih militer dari KNIL


menjadi TNI disalurkan
melalui KMTIT ingin
dibendung oleh Belanda dan
berusaha mempengaruhi
kalangan bintara KNIL
menentang kedatangan
pasukan TNI berintikan
Brigade XVI pimpinan
Letkol Joop Warouw.
Kampanye anti TNI di
Indonesia Timur dilakukan
Dr. Chris Soumokil didukung Kolonel Schotborg, Panglima Komando
Territorial militer Belanda Wilayah Timur dan Kalimantan (GOB, Grote
Oost en Borneo) melakukan sebaran anti TNI terhadap tentara KNIL
menentang TNI di Ambon, Makassar dan Manado.Bahkan bermaksud
memproklamasikan Negara Merdeka Indonesia Timur terpisah dari
Republik Indonesia dengan membentuk ‖Garis pertahanan Makassar-
Manado-Ambon” dibawah “Plan Metekohi.”

Plan Matekohy adalah sebuah konsep yang digagas oleh Dolf Metekohy
pemimpin kelompok "Sembilan Serangkai". Sejak pembentukkan Negara
Indonesia Timur di Denpasar pada Desember 1946 telah nampak bahwa
Metekohy mempunyai pandangan yang sangat berbeda dengan kelompok
federalis yang sejak semula menyokong federalisme yaitu menjadikan
negara Indonesia sebagai negara federal. Namun pandangan Matekohy
berbeda, ia mempunyai pandangan yang skeptis terhadap federalisme
Indonesia. Baginya bahwa daerah-daerah diwilayah NIT antara lain
Makassar, Manado dan Ambon, dapat menjadi negara sendiri lepas dari
NIT, dan tidak bergabung dengan RIS. Perbedaan ini terus berlanjut
sampai tahun 1950, sehingga Metekohy disebut pihak Belanda sebagai ‗de
misr lndonesisch onder de lndonesiche broeders‘. Sejak Konferensi Malino

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
ia telah memperlihatkan sikap seolah-olah Maluku Selatan dapat berdiri
sendiri tanpa daerah-daerah lain. (RZ. Leirissa GA, 1983)

Konsep inilah yang dicoba Soumokil untuk menjadikan Negara


Indonesia Timur menjadi negara yang berdiri sendiri lepas dari Republik
Indonesia Serikat (RIS). Untuk menwujudkannya, ia bolak balik
Makassar, Manado dan Ambon untuk mengkampanyekan konsepnya itu
dengan mempengaruhi para anggota KNIL di daerah-daerah tersebut agar
dapat menyokong tujuannya.

Setelah KMB dimana salah satu hasilnya adalah meleburkan semua


angkatan bersenjata kedalam satu wadah yaitu APRIS dan TNI menjadi
intinya, telah memicu pro dan kontra dikalangan KNIL maupun TNI
sendiri, membuat ambisi Sumoukil untuk melaksanakan konsepnya
semakin besar dalam mempengaruhi para eks anggota KNIL untuk anti
terhadap TNI. Apalag diisukan bahwa pihak TNI akan mengambil alih
tugas-tugas KNIL yang ada didaerah-daerah NIT.

Kolonel Schotborg menghendaki agar


anggota eks-KNIL di APRIS-kan dalam
formasi Batalyon dan Kompi dan
sudah terbentuk sebelum kedatangan
pasukan TNI dari Jawa. Dalam usaha
ini pihak Belanda mempengaruhi
kalangan prajurit KNIL di Makassar,
Manado dan Ambon. Akibat kampanye
anti-TNI, timbulah berbagai
pergolakan daerah di Indonesia.
Sbelum melakukan pemberontakan, sehari sebelumnya Kaptn Andi Azis
ditemui Dr.Chris Soumokil yang datang dari Manado dan bersama
Kolonel Schotborg mempengaruhinya untuk menentang pendaratan
Batalyon Worang di Makassar pada 5 April 1950. Mereka mengatakan
kepada Andi Azis bahwa bila APRIS terbentuk di Makassar yang
anggotanya berasal dari eks KNIL, tidak perlu lagi kehadiran TNI dari
Jawa. Dr. Chris Soumokil juga mempengaruhi kalangan pejabat
pemerintahan NIT dan berkampanye ―negara Merdeka Indonesia Timur‖ di
Makassar dukungan Belanda untuk memisahkan Indonesia dari RIS
(Republik Indonesia Serikat) melalui ―Plan Metekohi.‖

Melihat gelagat Dr. Chis Soumokil tersebut dan rencana untuk


menentang kedatangan APRIS di Sulawesi Selatan, tentu saja akan
menyebabkan pertumpahan darah antar sesama anggota TNI & eks KNIL.
Untuk itu Kapten Andi Azis akan melaksanakan rencananya sendiri
untuk mengadakan aksi militer menentang TNI, tanpa menimbulkan
korban jiwa yang besar.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
A. LATAR BELAKANG PEMBERONTAKAN ANDI AZIS

Di awal-awal pengakuan kedaulatan ini terjadi gejolak dalam negara


kesatuan Indonesia. Sejumlah daerah yang sebelumnya menjadi negara
federasi dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) masih menginginkan
menjadi negara bagian yang berdiri sendiri, termasuk Negara Indonesia
Timur (NIT) dengan presiden Sukawati.

NIT mencakup Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku


dengan ibukota di Makassar. Sepanjang Januari sampai Maret tokoh-
tokoh politik NIT seperti Sukawati dan Soumokil dari Maluku
melakukan perundingan untuk mempertahankan NIT. NIT juga
didukung oleh masyarakat yang masih pro-Belanda.

Pembubaran beberapa
negara bagian pada 8 Maret
1950 membuat keadaan
bertambah panas.
Golongan unitaris
mendesak NIT
membubarkan diri dan
bergabung ke dalam NKRI,
sementara para federalis
berupaya sekuat tenaga
mempertahankan NIT.
Pergolakan politik yang
terjadi di Jawa, Madura dan
Sumatera yang berkisar
pada masalah pertetangan
antara federalisme dan
unitarisme (kesatuan) dan hasrat untuk mengukuhkan kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia,. diikuti dengan penuh gairah
oleh golongan republiken di Indonesia Timur, termasuk Makasar.

Mulai awal Maret 1950 pergolakan dan pertentangan antara golongan


federalis dan unitaris di Sulawesi Selatan dan terutama di Makasar
berkobar dengan hebat sehingga timbul suasana yang gawat.
Kelompok-kelompok pemuda di jalan-jalan mulai menyatakan sikap
mereka menentang kelanjutan berdirinya Negara Indonesia Timur
untuk menggabungkan diri pada daerah kekuasaan Republik
Indonesia. Dari golongan unitaris yang dipelopori oleh anggota-anggota
parlemen Fraksi Kesatuan Nasional dan Fraksi Indonesia. mendesak
kepada pemerintah untuk diizinkan mengadakan demonstrasi secara
besar-besaran dengan tujuan untuk menyatakan unjuk perasaan agar
Negara Indonesia Timur segera dibubarkan dan dimasukkan ke dalam
daerah kekuasaan Republik Indonesia .

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Keadaan demikian mengubah suasana politik di Negara Indonesia
Timur. Suasana yang bergelora mewarnai dibukanya sidang Badan
Perwakilan Rakyat 'Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu keadaan
Makasar sedang dalam keadaan tidak tenang, sebab rakyat yang anti
federal mengadakan demonstrasi sebagai desakan agar Negara
Indonesia Timur secepatnya bergabung dengan Republik Indonesia.
Golongan yang setuju pada sistem federal juga mengadakan
demonstrasi, sehingga ketegangan semakin memuncak yang tentunya
akan dapat membahayakan ketertiban dan keamanan umum.

Berdasarkan atas pertimbangan ini, dan untuk meredakan suasana


serta menghindarkan timbulnya bentrokan fisik antar golongan, maka
Kabinet Tatengkeng yang telah demisioner mengambil keputusan
untuk melarang demonstrasi oleh semua pihak dan golongan dengan
penjelasan bahwa masalah penentuan azas federasi atau kesatuan
harus diputuskan melalui saluran yang demokratis, yaitu melalui
Badan Perwakilan Rakyat. dewan-desan yang dipilih secara demokratis
atau plebisit. Keputusan Kabinet Tatengkeng Demisioner ini ditentang
keras oleh golongan unitaris (kesatuan).

Dihadapkan pada suasana yang tegang dan tekanan-tekanan keras


baik dari kalangan parlemen tertentu maupun dari kalangan
masyarakat untuk menyelenggarakan demonstrasi dan berdasarkan
atas pemikiran bahwa jika terjadi demonstrasi liar mungkin akan
timbul kegaduhan yang akan membawa korban,
Pemerintah Diapari membatalkan keputusan
Kabinet Tatengkeng mengenai larangan
demonstrasi pada tanggal 16 Maret 1950, karena
itu pada tanggal 17 Maret 1950 golongan
unitaris menyelenggarakan demonstrasi besar-
besaran di Makasar sebagai suatu unjuk
perasaan mereka untuk mendesak agar Negara
Indonesia Timur segera dibabarkan dan
dimasukkan ke dalam Negara Republik
Indonesia. (RZ. Leirissa GA, 1983)
Dr. Diapari

Temuan dokumen berisi dorongan untuk membubarkan NIT membuat


pemerintah NIT mengirim surat protes kepada pemerintah RIS. NIT
bahkan ingin memisahkan diri dari RIS dan mendirikan Republik
Indonesia Timur. Salah satu yang mendukung NIT adalah Kapten Andi
Azis. Nampaknya ke tegangan yang telah timbul dalam parlemen dan
meruncingnya suasana di kalangan masyarakat telah menjerumuskan
Negara Indonesia Timur pada suatu krisis politik yang hebat dan
bergejolak pada 5 April 1950 yang terkenal dalam sejarah sebagai
Peristiwa Andi Azis.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
1. Latar Belakang Kehidupan & Militer Kapten Andi Azis.

Kapten Andi Azis merupakan putra asli


Indonesia kelahiran Sulawesi Selatan,
dengan nama lengkap Andi Abdoel Azis.
Andi Abdoel Aziz lahir tanggal 19 September
1924, di Simpangbinangal, kabupaten
Barru, Sulawesi Selatan. Ia terlahir dari
pasangan Andi Djuanna Daeng Maliungan
dan Becce Pesse. Anak tertua dari 11
bersaudara. Andi Abdul Azis asli Bugis
putra orang Bugis. Ia pernah menempuh
pendidikan umumnya di Europe Leger
School namun tidak sampai tamat. Andi
Azis kemudian dibawa seorang pensiunan
Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda
tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938,
selanjutnya meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya
Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri
Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu tidak
terlaksana karena pecah Perang Dunia II.

Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis


bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara
Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian
Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk
melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa
kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis
dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari
Jerman—walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom
Jerman dari udara.

Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di


sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus
dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya mengikuti
pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet
(1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha
mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang
dapat berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian
ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke
Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.

Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat


latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut
menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-
pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar
di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan
Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang
Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.

Setelah Jepang menyerah


tidak syarat pada sekutu,
Andi Azis diperbolehkan
memilih tugas apakah
yang akan diikutinya,
apakah ikut satuan-
satuan sekutu yang akan
bertugas di Jepang atau
yang akan bertugas di
gugus selatan (Indonesia).
Dengan pertimbangan
bahwa telah 11 tahun
tidak bertemu orang
tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia,
dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar.

Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta),


waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilincing.
Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar
dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa
bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan
mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia
dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya
menjadi Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati
berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal Sulawesi (Makasar),
sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda totok.
Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia
ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada
pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School
tot Oplei ding voor Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun
1948.

Pada tahun 1948, Andi Azis dikirim lagi ke Makassar dan diangkat
sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan 125
orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk
TNI. Dalam susunan TNI (APRIS), ia dinaikan pangkatnya menjadi
kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami
perubahan anggotanya.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
2. Kekuatiran Anggota Eks KNIL Dan Pengaruh Soumokil

Sebetulnya pemberontakan Kapten Andi Aziz dipicu oleh hasutan dan


menuver politik dari Dr. Chris Soumokil Menteri Kehakiman Indonesia
Timur. Tokoh ini jugalah yang memprakarsai adanya pemberontakan
Republik Maluku Selatan. Kapten Andi Aziz mempunyai pertimbangan
lain. Ia khawatir akan tindakan membabi buta dari Dr. Soumokil yang
dapat mengakibatkan pertumpahan darah diantara saudara sebangsa.
Atas dasar pertimbangan untuk menghindari pertumpahan darah
tersebutlah ia bersedia memimpin pemberontakan. Ia merasa sanggup
memimpin anak buahnya tanpa harus merenggut
korban jiwa. Ternyata memang pemberontakan
yang di pimpin olehnya berjalan sesuai dengan
lancar dan tanpa merenggut korban jiwa. Hanya
dalam waktu kurang lebih 30 menit semua
perwira Tentara Nasional Indonesia dapat ia tahan
dan Makassar dikuasainya. Namun yang menarik
adalah perbuatan pasukannya dii tempat-tempat
yang telah diduduki, menyerahkan senjata serta
membebaskan tawanan yang telah mereka
tangkap.
Dr. Chris Soumokil

Memang sejak Januari


1950, muncul tuntutan
dari anggota KNIL,
terutama di Indonesia
Timur, terkait pengalihan
mereka ke APRIS. Mereka
hanya mau masuk APRIS,
bersama unsur Tentara
Nasional Indonesia (TNI) di
dalamnya, atas dasar
sukarela. Itu pun, ketika di
APRIS nanti, mereka
dibawah komando mantan
KNIL pula, bukan TNI.
Ketika syarat ini dimunculkan dalam pembicaraan 27 Maret 1950,
muncul masalah baru. Mereka merasa malu jika pasukan APRIS dari
unsur TNI dari Jawa dikirimkan ke Makassar. Para mantan KNIL ini
merasa mampu untuk menjaga ketertiban. Pemerintah Republik
Indonesia, tentu punya pendapat lain soal penolakan bekas KNIL itu.
Menurut Cornelis van Dijk dalam Darul Islam: Sebuah
Pemberontakan (1995), tindakan mantan KNIL itu di mata pemerintah
pusat dinilai memiliki tujuan untuk mempertahankan dan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
memperpanjang kehadiran mereka sebagai militer yang menguasai
sepenuhnya Sulawesi Selatan. (Petrik Matanasi, Tirto ID, 5 April 2017).

3. Rencana pengiriman Pasukan APRIS ke Makassar

Menurut sumber militer Republik, seperti tertulis dalam Penumpasan


Pemberontakan Separatisme di Indonesia (1982), ide pengiriman
pasukan dari TNI ke Makassar itu adalah kemauan kaum Republiken
di Sulawesi Selatan. Termasuk anggota parlemen Negara Indonesia
Timur (NIT) pro-republik yang dipelopori A. Rasyid Fakih, Haji
Mattekawang Daeng Raja, dan A. Karim Mamangka. Mereka
mengirim mosi pada 23
Desember 1949 ke Menteri
Pertahanan RIS, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX yang
isinya mendesak pemerintah
RIS untuk segera
mengirimkan pasukan TNI
ke Sulawesi Selatan. Sri
Sultan menerima mosi itu
ketika mengadakan inspeksi
ke Indonesia Timur. Kaum
federalis tentu menentang
mosi tersebut.
Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX ,
sedang melakukan inspeksi

Sri Sultan pun membentuk sebuah komisi militer sebelum kedatangan


pasukan TNI dari Jawa. Bertindak sebagai ketua komisi adalah Ir.
Matinus Putuhena. Sebagai anggota, ada Mayor Alex Nanlohy dari
pihak KNIL dan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta dari pihak
TNI. A.J. Mokoginta, sebelum Jepang mendarat di Indonesia pada
1942, juga adalah perwira KNIL. Ketika berkunjung, Sri Sultan
didampingi oleh Mokoginta. Jebolan KMA Bandung ini diangkat sebagai
Kepala Tentara dan Teritorium di Indonesia Timur. Komisi militer RI ini
pada 27 Desember 1949—di hari pengembalian kedaulatan RI dari
pemerintah Belanda—menerima tanggung jawab dari Markas Besar
Tentara Belanda di Makassar atas keamanan Indonesia Timur.

Ir. Martinus Putuhena bukan wajah baru dalam masalah


pembentukan RIS. Dalam perundingan-perundingan Interindonesia di
Yogyakarta bulan Juli sampai Agustus 1949. ia telah muncul mewakili
Partai Kristen Indonesia , s bab itu perkembangan perundingan
diketahuinya, termasuk keputusan yang menyangkut bidang
kemiliteran yang kemudian dimasukkan juga dalam KMB. Bagi pihak
Republik Indonesia. Ir. Martinus Putuhena adalah seorang yang

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
selama itu berada dalam kubu perjuangan RI. Bagi pihak lawannya di
Makasar ia adalah seorang tokoh Maluku yang diharapkan dapat
mengerti aspirasi orang-orang Maluku dalam KNIL. Martinus Putuhena
tetap melangkah sesuai dengan garis yang ditentukan pemerintah di
Jakarta, yaitu Pemerintah RIS. Pengangkatannya sendiri
ditandatangani oleh Koordinator Keamanan. Berarti sudah sejak awal
ia akan bertumpu pada kepentingan segolongan kecil tokoh politik NIT
yang mulai kehilangan kekuasaan. Setelah Surat Perintah Koordinator
Keamanan dikeluarkan pada tanggal 25 Desember 1949, Martinus
Putuhena bersama Letnan Kolonel Mokoginta bertolak ke Makasar.
Tindakan terpenting yang pertama kali dilakukan panitia militer
pimpinan Martinus Putuhena ialah mengadakan kunjungan ke daerah-
daerah pedalaman Sulawesi. Minahasa, Gorontalo. dan Ternate Maluku
Utara.(Patrik Matanasi, Tirto ID, 5 April 2017).

Dalam surat perintah itu tidak ditegaskan batas tugasnya.


Kesepakatan di Makasar antara Sultan Hamengku Buwono IX. Kolonel
Nasution, Presiden NIT Sukawati, dan Wakil Perdana Menteri Dr.
Soukokil menegaskan, bahwa :
1. Penjagaan keamanan tetap menjadi tugas pemerintah NIT,
2. Di NIT tidak ditempatkan seorang Gubemur Militer,
3. Kalau keadaan di NIT tidak dapat ditangani pemerintah, dibenarkan
mencari bantuan dari tentara RIS,
4. Berhubung di NIT belum ada tentara RIS, soal keamanan dan
ketertiban dibebankan kepada suatu komisi yang terdiri atas Ir.
Martinus Putuhena sebagai ketua dan Letnan Kolonel Mokoginta
serta Mayor Nanlohy sebagai anggota. (RZ. Leirissa GA, 1983)

Dalam penyerahan tanggung


jawab itu, Komisi Militer
diwakili oleh Letnan Kolonel
A.J. Mokoginta karena Ir.
Putuhena dan Mayor
Nanlohy belum datang ke
Makassar. Kolonel A.J.
Mokoginta dalam
menjalankan tugasnya
dibantu beberapa anggota
staf seperti Mayor Saleh
Lahade, Mayor H.N.V.
Sumual, Mayor Pieters, serta seorang ajudan yakni Kapten Andi
Muhamad Yusuf. Namun, apa pun perjanjian dan wewenangnya,
Mokoginta tak dihormati oleh serdadu-serdadu KNIL. Namun demikian
pada tanggal 30 Maret 1950, di Makasar Kapten Andi Aziz melapor
bersama kompinya kepada Letnan Kolonel Mokoginta. Selanjutnya
dilangsungkan upacara peleburan anggota kompi KNIL di bawah
pimpinan Kapten Andi Azis ke dalam APRIS. Dengan demikian ke

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
satuan ini bersama ke satuan yang dibawa oleh Mayor Pieters
merupakan inti APRIS di Makasar.

Namun keadaan tersebut tiba-tiba berubah, karena masih ada


ketakutan pada TNI dalam kesatuan Andi Azis ini. Pada waktu itu
terdengar berita bahwa Batalyon Worang. yang tadinya tergabung
dalam Brigade 16 (seberang) TNI akan ditempatkan di Makasar.
Memang sejak semula telah ada niat untuk menempatkan kesatuan-
kesatuan dari Brigade seberang ini di Indonesia Timur. Terutama
kesatuan-kesatuan yang mempunyai basis di Jawa Timur telah
merencanakan untuk kembali ke daerah masing-masing untuk
mempertahankan Republik
disana. Brigade ini sendiri
dibubarkan pada tanggal
16 Februari 1950 .
Kesatuan-kesatuann ya
diberikan perintah-
perintah baru, antara lain
Batalion Worang
ditugaskan untuk ke
Makassar. Rupanya ini
ditafsirkan oleh Kapten
Andi Azis sebagai tindakan
yang bermusuhan
terhadap daerahnya.

4. Pengiriman Batalion Worang

Waktu Letnan Kolonel Achmad Junus Mokoginta menerima


penyerahan kekuasaan di Makassar, ia hanya dengan beberapa
anggota staf dan sepasukan Polisi Militer. Kemudian anggota-anggota
KNIL, yang bersedia, digabungkan ke dalam APRIS, termasuk pasukan
Kapten Andi Azis pada tanggal 30 Maret 1950.

Kekurangan kekuatan TNI di Sulawesi Selatan waktu itu tentunya


harus segera ditambah. Pimpinan TNI segera menetapkan akan
mengirimkan Batalyon Worang dari Brigade XVIII/Jawa Timur ke
Makassar dengan kapal ―Waikelo‖. Tetapi belum juga Batalyon Worang
itu sampai di Makassar, keributan terjadi di wilayah itu, di tengah
suasana pertentangan yang masih hidup antara pihak unitaris dan
federalis, antara yang menginginkan Negara Kesatuan RI dan Negara
RIS. Memang suasana politik seperti itu masih hidup di pelbagai
termpat yang pernah diduduki oleh tentara Belanda. Sementara
sebagian kekuatan mengadakan rapat-rapat untuk menunjukkan
keinginan berdirinya ―negara-negara bagian‖, bagian lainnya
menentangnya dengan pelbagai pernyataan dan demonstrasi.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Pengiriman Batalyon Worang Petinggi militer APRIS ke Makassar
dengan jumlah personel kurang lebih 1000 orang, merupakan
pasukan pertama TNI yang masuk ke wilayah
bekas Negara Indonesia Timur. Komandan
pasukan tersebut adalah Mayor Hein Victor
Worang, mantan KNIL sebelum Jepang datang
dan juga TNI pejuang 1945. Dia berasal dari
Sulawesi Utara, begitu pula sebagian anggotanya.
Di masa revolusi, dia dan pasukannya bergerilya
di daerah Jawa Timur. Dari Surabaya, mereka
diangkut Kapal Waikelo dan Bontekoe. Mereka
diberangkatkan membawa keluarga mereka juga.

Mayor Hein Victor Worang

Saat itu keadaan Sulawesi Selatan, khususnya Makassar, sedang


bergejolak. Rakyat yang anti federal (RIS), mengadakan demonstrasi
dan mendesak agar NIT (Negara Indonesia Timur) dibubarkan dan
bergabung kembali dengan RI. Kelompok yang setuju dengan gagasan
Negara federal, mengadakan demonstrasi balasan. Suasana semakin
terasa panas dan genting saat menyebarnya isu bahwa batalyon
pimpinan Mayor H.V. Worang dari Jawa, akan ditempatkan di
Sulawesi Selatan. Padahal
pasukan yang sebagian besar
terdiri atas putera Minahasa -
Sulawesi Utara itu
sesungguhnya akan
ditugaskan ke Manado dengan
kapal Waekelo. Mereka harus
singgah di Makassar untuk
menambah perbekalan. Andi
Azis dan pengikutnya khawatir
kedudukan mereka akan
terdesak oleh pasukan dari
Jawa tersebut.

Batalion Worang merupakan pasukan yang berjasa dalam


mempertahankan kemerdekaan di daerah jawa Timur yang merupakan
bagian dari pasukan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Di
masa Agresi Belanda antara tahun 1946-1949, pasukan ini bergerilya
disekitar kawasan Gunung Kawi, Jawa Timur dan disekitar Jawa
Tengah yang terkenal sebagai pasukan yang berani, sangat taktis, dan
disiplin, sehingga membuat pasukan Belanda banyak mengalami
kerugian dalam menghadapi perlawanan mereka.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Terpilihnya pasukan ini
dalam tugas mengatasi
kemelut di wilayah
Negara Bagian Indonesia
Timur, selain merupakan
bagian dari pasukan
APRIS yang paling berani,
terorganisir dengan baik
dan lengkap
persenjataannya, juga
karena mayoritas
personilnya berasal dari
Indonesia bagian timur
yaitu dari Minahasa-Sulawesi Utara.

Dalam keberangkatan mereka memenuhi tugas negara, pasukan ini


dilepas secara khusus dengan upacara pelepasan yang dipimpin oleh
Panglima Brawijaya Kol. Sungkono di Pelabuhan Tanjung Perak-
Surabaya untuk menuju ke Jakarta dengan menggunakan transportasi
laut.

Di Jakarta, pada tanggal 24


Maret 1950, para
pemimpin/perwira pasukan
ini diundang khusus oleh
Presiden Soekarno ke Istana
Negara, sekaligus memberi
wejangan, nasihat dan titipan
tugas yang harus dijalankan
di wilayah Indonesia Timur.
Disela-sela pertemuan
dengan Presiden Soekarno,
Komandan Batalion Mayor
Hein Victor Worang bertemu
dengan Arnold Mononutu yang merupakan politikus asal Minahasa.

Dalam pidato yang disampaikan oleh Presiden Soekarno dititipkan


pesan sekaligus perintah tugas untuk Batalion Worang yaitu :
1. Masuk dan duduki Makassar
2. Bubarkan Negara Indonesia Timur
3. Kibarkan panji-panji NKRI di Indoneia Timur.
(Diceritakan oleh Arnold Mononutu & Nun Pantouw, FB Bn. Worang, 2010)

Selain itu pasukan ini juga di jamu oleh L.N. Palar yang merupakan
diplomat ulung Indonesia yang juga berasal dari daerah Minahasa –
Sulawesi Utara.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Pengiriman pasukan APRIS, menurut Marwati Djoened Poeponegoro
dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia VI,
―mengkhawatirkan pasukan bekas KNIL yang takut akan terdesak oleh
pasukan baru yang akan datang itu.‖ Selain itu, menurut Slamet
Muljana dalam Kesadaran Nasional Volume 2, Andi Azis secara
mendadak menyerbu dan menduduki markas APRIS, menguasai kota
Makassar, dan menghalangi
pendaratan batalion Worang,
dengan kedok demi
keselamatan NIT, namun
tanpa meminta persetujuan
pemerintah NIT. Karena
Makassar jatuh ke tangan
Andi Azis, pasukan Batalion
Worang, yang sudah berada
di perairan Makassar,
memutuskan mendarat di
Jeneponto.

Pada 7 April, pemerintah RIS mengirimkan pasukan ekspedisi


berkekuatan 12.000 pasukan di bawah Kol. Alex Evert Kawilarang,
namun baru mendarat di Sulawesi Selatan pada tanggal 26 April 1950.
Di internal NIT, gerakan Andi Azis membuat Kabinet DP Diapari, yang
tak mendukung gerakan tersebut, jatuh dan diganti pemerintahan pro-
Republik.( Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto,
1982)

Menurut sumber militer


lain, Dinas Sejarah
Angkatan Darat dalam
bukunya Sejarah TNI AD
(1945-1973) 2 Peranan TNI
AD Menegakkan Negara
Kesatuan RI (1979), para
bekas serdadu KNIL
mengadakan rapat besar
pada 3 April 1950. Sekitar
700 KNIL datang. Mereka
membentuk ‗Panitia
Pembentukan Peralihan
KNIL ke APRIS‘ yang disingkat PPPKA. Tetua KNIL yang mereka tunjuk
sebagai ketua adalah bekas Sersan Mayor Christoffel. Lewat sebuah
mosi, mereka mendesak pucuk pimpinan KNIL dan APRIS agar KNIL
Makassar dimasukan ke APRIS dan mendesak pemerintah RIS supaya
pengiriman bekas TNI ke Indonesia timur ditunda untuk sementara
waktu. Mosi itu mereka buat karena belum ada jaminan keamanan
untuk anggota-anggota KNIL jika pasukan dari TNI Jawa itu mendarat.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Di Makassar, meski
bukan perwira KNIL
dengan pangkat paling
tinggi, Kapten Andi
Abdul Azis cukup
dihormati oleh perwira
KNIL lain. Dia adalah
ajudan dari Wali Negara
alias Presiden NIT. Waktu
di KNIL pangkatnya
masih Letnan, namun ketika masuk APRIS di awal April 1950,
pangkatnya jadi Kapten di APRIS. Meski sudah masuk APRIS, dia
termasuk penolak pendaratan Batalyon Worang juga.

―Buat apa didatangkan pasukan APRIS dari Jawa, toh pasukan eks-
KNIL di Makassar-pun telah pasukan APRIS dan sanggup
mengamankan NIT,‖ kata Andi Azis, seperti dicatat Sejarah TNI AD
(1945-1973) 2 Peranan TNI AD Menegakan Negara Kesatuan RI (1979).

****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
B. JALANNYA PEMBERONTAKAN KAPTEN ANDI AZIZ

Pemberontakan dibawah pimpinan Kapten Andi Aziz ini terjadi di


Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada
bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya
demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka
mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu
terjadi demonstrasi tandingan dari golongan yang mendukung
terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul
kekacauan dan ketegangan di masyarakat.

Untuk menjaga keamanan


maka pada tanggal 5 April
1950, pemerintah RIS
memutuskan untuk
mengirimkan satu batalion
TNI/APRIS dari Jawa. Namun
rencana kedatangan pasukan
tersebut dipandang
mengancam kedudukan
kelompok masyarakat pro-
federal. Selanjutnya kelompok
pro-federal ini bergabung dan
membentuk ―Pasukan Bebas‖
di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah
keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.

Pada tanggal 5 April 1950, Kapten Andi Azis bersama pasukannya


bergerak untuk menguasai Markas Teritorium Indonesia Bagian Timur.
Dalam melaksanakan aksinya, sasaran pertama Kapten Andi Azis
adalah menangkap dan menahan Letnan Kolonel Achmad Junus
Mokoginta, Komandan Tentara Tentorium di Indonesia Timur.
Mokoginta adalah lulusan KMA Bandung, kakak angkatan Letkol Alex
Kawilarang.

Sebelum aksi dijalankan, di malam hari tanggal 4 April 1950, Andi Azis
dipanggil oleh Dr. Chris Soumokil dirumahnya. Sebagai bekas Ajudan
Senior Sukowati (Presiden NIT), Kapten Andi Azis tentu sangat dikenal
oleh Dr. Chris Soumokil. Begitupun sebaliknya Dr. Chris Soumokil
sangat dikenal oleh Kapten Andi Azis, selain sebagai salah satu tokoh
politik NIT yang berpengaruh, juga sebagai Jaksa Agung negara Bagian
NIT. Di rumah Soumokil itu, beberapa serdadu eks KNIL asal Ambon
sudah menunggu. Mereka sudah siap tempur bila pasukan TNI dari
Batalion Worang mendarat di Makassar. Dr. Chris Soumokil menjamin
bahwa ia telah menyiapkan 1 Brigade tempur KL dan 3 Batalion eks
KNIL asal Ambon yang tidak mau masuk sebagai bagian dari APRIS,
untuk membantu gerakan Andi Azis.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Dini hari Rabu, 5 April 1950, pukul 5 pagi,
pasukan bebas penentang pasukan Jawa di
bawah komando Kapten Andi Azis pun
menyerang perumahan perwira TNI di staf
kwartier dan asrama CPM di Verlegde
Klapperlaan (sekaarang Jalan Wolter
Mongisidi). Alibi mereka adalah: Menolak
Batalyon Worang.

Letnan Kolonel A.J. Mokoginta dan


bawahannya pun mereka kepung. Pukul
lima subuh itu, seorang komandan peleton
bawahan Andi Azis berpangkat Pembantu
Letnan datang pada Letkol A.J. Mokoginta
dengan diantar Letnan Lendy Tumbelaka.
Tujuannya menangkap dan menawan A.J.
Mokoginta. Semula A.J. Mokoginta
berkeras tak mau dan hendak menelpon Andi Azis, tapi jaringan
telepon sudah terputus. Ia pun akhirnya pasrah dibawa ke markas
Andi Azis. Kepada Letnan Kolonel Ahmad Yunus Mokoginta, Kapten
Andi Azis bilang: ―Het Pijt me, Overste, maar ik moct het doen artinya
―Saya menyesal, overste, tapi saya harus melakukannya."

Setelah penangkapan itu, Andi Azis memberitahu Jakarta bahwa


Makassar telah dikuasai dan TNI dilarang masuk Makassar maupun
Maluku. Situasi Indonesia timur mulai memanas. Kerena sudah
merasa kuat setelah menangkap dan menawan Letnan kolonel
Mokoginta, Panglima Territorium Sulawesi, maka pada tanggal 5 April
1950, Kapten Andi Aziz mengeluarkan pernyataan yang ditujukan
kepada pemerintah pusat di Jakarta. Adapun isi pernyataan itu adalah
sebagai berikut :

1. Negara Indonesia Timur harus tetap dipertahankan agar tetap


berdiri menjadi bagian dari RIS.
2. Tanggung jawab keselamatan daerah NIT agar diserahkan kepada
pasukan KNIL yang telah masuk menjadi anggota APRIS. TNI yang
bukan berasal dari KNIL tidak perlu turut campur.
3. Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta supaya tidak
mengizinkan NIT dibubarkan dan bersatu dengan Republik
Indonesia.

Tak hanya menawan Komandan Tentara Tentorium di Indonesia Timur


Letkol. A.J. Mokoginta, pasukan yang turut komando Andi Azis itu
pun disiagakan ke posisi-posisi strategis dan siap tembak. Senapan
mesin watermantel juga disiagakan. Arah tembakan adalah kapal
pemuat TNI dari Jawa. Sebuah pesawat pembom B-25 Mitchel rupanya

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
telah siap membantu perlawanan Andi Azis. Dengan Letkol A.J.
Mokoginta ditangan, Andi Azis meminta lewat Letkol Mokoginta agar
pasukan jangan mendarat. Jumlah pasukan Andi Azis ada sekitar 800
orang dengan senjata lengkap dengan lindungan senjata berat dan
kendaraan lapis baja KL rampasan. Atas kelakuan KNIL-KNIL yang
belum masuk APRIS dan masih dalam komando Belanda, Letnan
Kolonel Musch, pimpinan militer Belanda di Makassar, tidak bisa
berbuat apa-apa.

Meski berpangkat kapten, Andi bukan tentara biasa. Ia adalah bekas


anggota Koninklijk Leger (KL), tentara negeri Belanda yang ikut Perang
Dunia II. Dalam gerakan militernya, Andi juga melibatkan eks KNIL dan
KL. Pasukan yang dipimpin oleh Kapten Andi Azis, bukan pasukan
sembarangan. Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar
pasukan reguler Belanda—juga TNI. Mereka telah dididik dalam
pasukan Komando (baret hijau) dan pasukan penerjun (baret merah)
Belanda. Andi juga didukung oleh Kapten Raymon Westerling, eks-
tentara Belanda yang melakukan petualangan militer, termasuk
pembantaian, di Indonesia.

Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak


prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi
militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada
dua macam pasukan khusus Belanda dilatih:
pasukan Komando (baret hijau); pasukan
penerjun (baret merah). Andi Azis kemungkinan
melatih pasukan komando sesuai
pengalamannnya di front Eropa. Pasukan Andi
Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan
pemberontak selama bulan April sampai
Agustus di Makassar—disamping pasukan
Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali.
Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA
Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda
Regiment Speciale Troepen yang pernah dilatih Westerling, maka dalam
pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda
terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang
didukung oleh pasukan KNIL. Westerling lebih menaruh harapan pada
RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung
semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan
adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.

Gerakan pasukan bebas Andi Azis itu mengaku tindakan Andi Azis
tidak mengatas-namakan KNIL, tetapi APRIS dan pemuka NIT seperti
Presiden NIT Sukowati tidak ada sangkut paut dengan gerakan
militernya. Tujuan lain yang dibaca kaum republiken atas gerakan
adalah hendak mempertahankan NIT. Namun gerakan pasukan Letnan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Andi Azis ini membuat Pemerintah NIT sendiri mengaku kecewa. Lewat
pidato Perdana Menteri Diapari di Radio Makassar 7 April 1950,
pemerintah NIT mengultimatum Andi Azis dan pasukannya agar
kembali ke asrama, melepaskan tawanan, dan menyerahkan senjata-
senjata.

Pemerintah pusat di
Jakarta pun tak tinggal
diam. Ultimatum yang
memerintahkan Andi Azis
menghadap pun
dikeluarkan di hari pertama
ketika pasukan Andi Azis
berontak. Ultimatum itu tak
dengan cepat direspons. Dia
terlambat datang ke
Jakarta. (Petrik Matanasi,
Tirto ID, 5 April 2017).

Setelah sampai batas waktu


yang ditentukan oleh
pemerintah agar Andi Azis
dan pasukannya
menghentikan aksinya dan
meletakkan senjata belum
mendapat respons dari Andi
Azis, Maka pemerintah lalu
mengeluarkan penyataan
bahwa aksi Andi Azis dan
pasukannya adalah sebuah
pemberontak terhadap
negara. Seperti yang
dituturkan oleh Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil “Petite Histoire”
Indonesia Volume 1, bahwa pada tanggal 13 April 1950, Presiden RIS,
Soekarno, menyatakan lewat radio bahwa Kapten Andi Azis dan
pengikutnya sebagai pemberontak dan kepada APRIS diperintahkan
untuk menumpas pemberontakan. (Rosihan Anwar, Vol.1)

*****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
C. REAKSI PEMERINTAH RIS

Untuk mengatasi kemelut


Indonesia Timur dari
ancaman gerakan separatis,
maka pada tanggal 15 April
1950, Menteri Pertahanan
RIS, Letnan Jendral Sultan
Hamengku Buwono IX, atas
instruksi Presiden Soekarno,
sebagai Panglima Tertinggi
RIS, mengangkat Kolonel
Alex E. Kawilarang yang
belum lama memimpin Divisi
di Sumatera Utara, untuk melakukan integrasi TNI disana, sebagai
Panglima Komando Tentara Teritorium Indonesia Timur (KMTIT) yang
berkedudukan di Makassar.

Instruksi ini dilanjutkan oleh Brigjen T.B Simatupang Kepala Staf


Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat yang segera
memerintahkan Kolonel Alex Evert Kawilarang yang baru tiga bulan
jadi Panglima teritorial untuk menumpas pembelotan Kapten Andi
Aziz.

Karena gerakan politik-militer NIT


membahayakan, dan demi menjaga
wibawa pemerintah, pemerintah lalu
membentuk pasukan gabungan
Ekspedisi Indonesia Timur. Pasukan
ini terdiri dari batalion Ankatan Darat
RIS dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur didukung oleh Angkatan
Udara, angkatan Laut RIS, dan
Kepolisian di bawah pimpinan Kolonel
A.E. Kawilarang. Pasukan ekspedisi ini
berkuatan ini satu divisi yang terdiri
atas Brigade XVIII/Divisi I Jawa Timur
yang dipimpin oleh Letkol. Suprapto
Sukowati dan Letkol. Warrouw, Brigade
I, yaitu Brigade Mataram/Divisi III Jawa
Tengah yang dipimpin oleh Letkol Soeharto, Batalyon I Brigade
XIV/Siliwangi Jawa Barat yang dipimpin oleh Kapten Bohar
Ardikusuma dan satu batalyon seberang dari Jawa Timur yang
dipimpin oleh Mayor Andi Matalatta. Pasukan militer dalam jumlah
besar pun dengan segera didatangkan ke Makassar

1. Pendaratan Batalion Worang

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Ketika pasukan besar APRIS sedang
dipersiapkan keberangkatannya ke
Makassar,,lebih dahulu
diberangkatkan Batalyon Worang
yang tiba di Sulawesi Selatan pada
tanggal 11 April 1950. Saat aksi
Kapten Andi Azis dan pasukannya
menguasai Makassar, Kapal
Waekelo dan Bontekoe yang
mengangkut seribu prajurit TNI
Batalyon Worang dari Jawa, telah
berada di perairan dekat Makassar,
dan siap untuk berlabuh. Namun
setelah mendengar laporan akan
peringatan yang dikeluarkan oleh
Kapten Andi Azis agar kapal-kapal
tersebut jangan mendekat di
Makassar, terpaksa kapal-kapal itu
berbalik arah guna untuk
menamankan para anggota
keluarga Batalyon Worang yang ikut
diangkut dalam kapal-kapal tersebut. Untuk sementara, anggota
keluarga ditinggalkan di Balikpapan. Kemudian pasukan Batalion
Worang kembali ke Makassar dan mendarat di Jeneponto.

Meskipun Worang tidak


dapat langsung mendarat di
Makassar tapi di Jeneponto
yang letaknya 100 km
keselatan, rakyat
menyambutnya dengan
sukacita. Sebuah foto yang
disiarkan majalah Merdeka
terbitan 13 Mei 1950
menggambarkan hal
tersebut. Terlihat 3 orang
anggota tentara APRIS
(Batalion Worang) yang berjalan menuju kerumunan massa dimana
dilatar belakang tampak spanduk bertuliskan ―SELAMAT DATANG
TENTARA KITA‖.

Mendaratnya Batalion Worang di Jeneponto bukan tanpa perhitungan.


Di daerah ini, merupakan salah satu pusat dari laskar rakyat dan
pasukan gerilya yang pro republik. Disana mereka juga disambut dan
dijamu dengan gembira oleh Raja Gowa Andi Ijo Karaeng Lalolang

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
bersama tokoh-tokoh masyarakat di istana Raja ― Balla Lompoa ― Gowa
– Sulawesi Selatan

Dari sana Batalion Worang menuju Makassar untuk mengamankan


situasi guna memuluskan pendaratan pasukan ekspedisi pimpinan
Kolonel Alex Kawilarang bersama Brigade Mataram pimpinan Letkol
Soeharto. Pertempuran besar memang tidak terjadi antara pasukan
APRIS dari Batalon Worang dengan KNIL di Makassar.

2. Strategi Ventje Sumual Menghadapi Aksi Andi Azis

Pertempuran besar yang diyakini akan terjadi antara pasukan APRIS


dari Batalion Worang dengan KNIL di Makassar ternyata tidak terjadi.
Hal ini terjadi karena sebelumnya beberapa anggota APRIS/TNI
bersama pasukan gerilya rakyat telah mengadakan perlawanan
terhadap pasukan Andi Azis, seperti yang dituturkan oleh Ventje
Sumual dalam memoriannya :

Pada tanggal 3 April 1950,


ketika sudah dipastikan akan
datangnya satu Batalion
APRIS ke Makassar, yaitu
Batalion Worang, Mr.
Soumokil memimpin rapat
para politisi yang sehaluan
dengannya, berupa sejumlah
oknum pemerintahan NIT
bersama para pemimpin
pasukan KNIL. Hasil rapat
mereka : APRIS harus dilawan, NIT akan keluar dari RIS. Akan mereka
proklamirkan bersama Republik Indonesia Timur. Begitulah, tepat
pada hari yang sudah dijadwalkan tibanya dua kapal pengangkut
pauskan yang membawa Batalyon Worang di Makassar.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pada tanggal 5 April


1950, pasukan KNIL bergerak dipimpin Kapten Andi Azis menyerbu
Markas APRIS dan Kantor Komisi Militer RIS. Letkol AJ. Mokoginta
beserta para stafnya ditawan, begitu juga Markas CPM di Makassar,
semua dikuasai oleh pasukan Andi Azis. Semua senjata APRIS
dirampas, pembunuhan terjadi dimana-mana.
Bertepatan hari itu Ventje Sumual tiba dari Manado, untuk
melaporkan pada Ir.Putuhena dan Letkol A.J. Mokoginta tentang
tahap-tahap keberhasilan yang sudah dicapai di Sulawesi Utara.

Seperti yang diceritakan oleh Ventje Sumual dalam buku memoarnya,


bahwa sejak turun dari tangga pesawat, Ventje Sumual telah
menangkap suasana yang tidak beres. Ada suasana tegang. Ini terlihat

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
pada gerak-gerik dan mata para polisi yang ada di lapangan terbang
Mandai, lebih-lebih ketika memasuki ruang tunggu. Pemandangannya
aneh sekali. Ada seorang pemuda, tegap, kelihatannya seperti seorang
perwira militer atau polisi, tapi anehnya hanya pakai kain sarung,
apalagi ada didalam ruangan kantor Polisi Airport pada jam kerja.

Pemuda berkain sarung itu, lalu mendekati Ventje


Sumual dengan memberi hormat secara tentara
sambil menyapa. Pemuda itu merupakan tamatan
Akademi Militer Yogyakarta tentu saja sangat
mengenal Ventje Sumual, namanya adalah Gatot
Suherman. Dengan setengah berbisik dia bercerita
tentang apa yang terjadi. KNIL mengadakan
kudeta, merebut kekuasaan dari APRIS dan RIS.
Dia dan sejumlah orang lainnya sudah menjadi
tawanan, dan ditahan ditempat ini. Diserahkan ke
Polisi, sambil pasukan pemberontak KNIL
bergerak terus ke sasaran-sasaran lainnya.

Berdasar keterangan tersebut,


Mayor Ventje Sumual sebagai
seorang prajurit sejati,
langsung bergerak cepat
menyusun strategi. Pertama-
tama ia menemui Komandan
Polisi di Mandai, Van Visjen.
Hal itu dilakukan karena
Ventje Sumual sangat tahu
betul kondisi psikologi para
perwira warisan Belanda.
Dalam masa sekarang ini,
mereka yang justru takut dan
bimbang terhadap tentara RI. Ventje Sumual lalu mengajak dia untuk
bekerja sama menjalankan strategi yang telah disusun. Ternyata dia
siap membantu namun dengan syarat jaminan tentang nasibnya
kemudian. Kemudian Ventje juga mengajak polisi lainnya yang justru
bukan orang Belanda, yaitu Tatang Surya dan Sahelangi. Tapi mereka
takut.

Sesuai taktik yang telah disusun, Ventje Sumual akan berpura-pura


menjadi tahanan pasukan Van Visjen, agar bisa menggunakan semua
fasilitas yang ada pada mereka. Telepon, mobil dinas mereka, dan
bebas kemana saja karena ada pengawalan dari anak buahnya. Untuk
penginapan Ventje Sumual memerintahkan Visjen untuk mengatur
agar ‗tempat tahanan‘ dari Airport Mandai dipindahkan kesebuah Hotel
ditengah kota Makasar.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Situasi dan kondisi saat itu membuat mereka harus bergerak cepat dan
cermat. Dari keterangan yang diterima, bahwa semua petinggi APRIS di
Makassar seperti Letkol AJ.Mokoginta, Mayor Hartasning dan lain-
lain sudah dalam tahanan Kapten Andi Azis. Jadi sekarang tinggal
Ventje Sumual satu-satunya pemimpim APRIS di Makassar yang masih
bebas. Saat itu juga Ventje Sumual minta diantar ke tiga tempat.
Pertama, menemui Kapten Guus Supit Kepala PHB, yang tidak
mungkin ditahan. Ventje Sumual meminta Guus Supit untuk
menyelidiki via telepon siapa saja teman-teman dari TNI yang bisa lolos
dan tidak tertangkap, untuk dihubungi. Salah satunya yang dapat
dihubungi adalah Kapten Harry Pangemanan, dari Brigade Seberang.
Melalui Kapten Harry Pangemanan Ventje Sumual mendapatkan nama
dari pasukan inti Kapten Andi Azis asal Minahasa yaitu Peltu Ronny
Pinaria.

Usaha untuk menghubungi


Peltu Ronny Pinaria
untuk dapat bekerja sama
berhasil dengan jaminan
bahwa APRIS akan tetap
pakai dia nanti. Dia tidak
akan dihukum sebagai anak
buah Andi Azis. Tugasnya,
pengaruhi pimpinan pasukan
agar ketika menyerbu Markas
Pasukan Gagak Hitam di
Sungguminasa jangan dengan
kekuatan besar. Diatur agar
dipecah kesasaran lain juga, supaya cukup seimbang. Pasukan APRIS
di Sungguminasa adalah andalan satu-satunya, jadi kalau mereka bisa
melakukan perlawanan yang berarti maka akan mempengaruhi
semangat laskar-laskar rakyat di kampung-kampung untuk bangkit.
Pinaria juga ditugaskan untuk mengatur pengambilan senjata serta
amunisi di gudang KNIL, langsung berikan ke laskar-laskar rakyat yang
membutuhkannya.

Ventje Sumual seperti tawanan dengan dikawal oleh Van Visjen


mengunjungi tempat Letkol Mokoginta ditawan yang merupakan
tahanan rumah, hal itu dilakukan agar supaya lebih dipercaya oleh
pasukan KNIL yang berjaga disana. Tapi ketika Ventje Sumual muncul
bukan seperti tahanan, Letkol Mokoginta justru menjadi marah, karena
dia takut hal itu akan memperparah hukuman yang ditimpakan oleh
pasukan Andi Azis terhadap dirinya. Selain bertemu dengan Letkol
Mokoginta, Ventje Sumual juga bertemu dengan Letkol Herman
Pieters dan menjelaskan strategi yang telah disusun.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Peltu Pinaria berhasil menjalankan misi yang diberikan oleh Ventje
Sumual. Pertempuran di Tangsi Gagak Hitam di Sungguminasa
berjalan seimbang, malah kemudian pasukan KNIL dipukul mundur.
Apalagi kemudian laskar rakyat dari berbagai penjuru datang
membantu. Kemudian, pasukan yang dipimpin Brandes Angkow, Sam
Mnagindaan, Willem Maleke, Jan Rombot dan Goan Sangkaeng itu
bahkan maju ke front tengah kota, mengejar pasukan KNIL yang
mengundurkan diri.

Pertempuran besar pecah di


Verlengde Klapperlaan.
Dalam pertempuran ini
gugur beberapa personil
Gagak Hitam. Diantaranya,
Letnan Joost Karaouwan,
Letnan Yo Rei, Letnan
Tangkudung, Sersan
Palengkahu dan Sersan
Pantouw. Tapi justru
dampak dari penampilan
mereka laskar rakyat bangkit dimana-mana. Masyarakat pun berpikir,
pasukan APRIS yang di Sungguminasa saja tidak dapat ditaklukkan
oleh KNIL. Rakyat dimana-mana bangkit melawan, bahu membahu
dengan sisa-sisa pasukan APRIS. Malam tanggal 5 April 1950 itu juga
situasi mulai berubah, Letkol Mokoginta lalu dibebaskan dari tahanan
rumah. (Ventje Sumual, 2011).

Setelah peristiwa itu, pasukan dari Batalion Worang memasuki kota


Makassar, dan langsung mengamankan obyek-obyek vital, serta
menguasai pelabuhan Makassar yang sebelumnya dikuasai oleh
pasukan Andi Aziz. Pengamanan Makassar berjalan dengan baik, tanpa
perlawanan yang berarti, karena Kapten Andi Azis menyatakan diri
untuk menanggapi ultimatum yang diberikan oleh pemerintah pusat.

3. Mendaratnya Pasukan Ekspedisi Kol. A.E. Kawilarang

Pada tanggal 26 April 1950,


pasukan ekspedisi APRIS
pimpinan Kol. Alex
Kawilarang mendarat di
Makassar, mereka
langsung disambut oleh
pasukan Batalion Worang
yang telah terlebih dahulu
mengamankan kota
Makassar, dan menguasai
pelabuhan laut Makassar. Bebarapa hari kemudian berlanjut dengan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
pendaratan pasukan induk Brigade XVI Mataram pimpinan Letkol
Soeharto dari Surabaya dengan kapal pendarat LST di Makassar. .

Kolonel A.E. Kawilarang


lalu menerapkan Operasi
Pertiwi dengan dukungan
kekuatan: Brigade Garuda
Mataram, pimpinan Letkol
Soeharto, Satuan
Brawijaya, pimpinan Letkol
Suprapto Sukawati, Satuan
Siliwangi, pimpinan Letkol
Kosasih. Kekuatan
didukung satuan Brigade
XVI dari Batalion Worang,
pimpinan Mayor H.V.
Worang yang telah dikirim terlebih dahulu, dan Batalion Mattalata
pimpinan Mayor Andi Matalatta.

Kota Makasar dikepung dari darat, sedangkan dari !aut terdapat


"Korvet" Hang Tuah mengadakan blokade. Pengepungan itu ternyata
berhasil juga karena Kota Makasar mulai menderita kekurangan
makanan. Dengan kekuatan ini, pasukan TNI segera disusun siasat
untuk merebut Kota Makasar dari sisa-sisa pemberontak, dan secara
bertahap mulai menggusur pengaruh KNIL di Makassar

Setelah pasukan APRIS


mulai mengendalikan
keadaan kota Makassar,
Letkol Joop Warouw
diangkat menjadi
Komandan pasukan
Sulawesi Utara Maluku
Utara (KOMPAS SUMU)
dengan tugas mengambil
alih Komando Territorial
Belanda (Troepen
Commandant Noord
Celebes) oleh Kementerian Pertahanan dari Yogyakarta. Mayor
Suharyo ditunjuk sebagai Kepala Staf atas permintaan khusus dari
Joop Warouw kepada Letkol Zulkifli Lubis yang waktu itu menjabat
Komandan organisasi Intel Kementerian Pertahanan. Kesatuan ini
berintikan anggota Brigade XVI yang pernah melakukan perang gerilya
di Gunung Kawi, Jawa Timur menghadapi pasukan SEAC (South East
Asia Command) dibawah komando Inggris ketika melakukan
pendaratan di Surabaya untuk menguasai Jawa.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Diantara para perwira dari brigade ini terdapat antara lain Mayor
Saleh Lahade, Mayor H.V. Worang, Mayor Rifai, Mayor Pieterz,
Mayor Firmansyah, Mayor Mochtar, Mayor Abdullah, Kapten
Pattinama, Kapten Padang, Kapten Wim Tenges, Kapten Arie Supit,
Kapten D.J. Somba, Kapten Wuisan, Letnan Lendy Tumbelaka,
Letnan Maulwi Saelan, Letnan Andi Odang, Letnan Yan Ekel dll.
Kesatuan KOMPAS SUMU selama berada di Makassar giat melakukan
persiapan militer dalam usaha pendaratan mereka di Manado.

*****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
D. AKHIR PEBERONTAKAN KAPTEN ANDI ABDOEL AZIZ

Selama perjalanan laut pasukan


Kolonel Alex Kawilarang ke
Makassar, Kolonel T.B.
Simatupang memberikan jaminan
keamanan apabila Kapten Andi
Azis bila bersedia melapor ke
Jakarta sebelum sebelum tanggal
11 April 1950. Hal ini sesuai
dengan instruksi dari Presiden
Soekarno yang memberikan
ultimatum kepada Kapten Andi
Aziz untuk menyerahkan diri
dalam tempo 24 jam, kemudian diperpanjang lagi menjadi 3 x 24 jam.
Panggilan tersebut tidak dipenuhinya karena waktu itu Andi Aziz
menganggap keadaan atau situasi di kota Makassar masih belum stabil
karena masih ada pergerakan disana sini di dalam kota Makassar.
Setelah ia merasa Makassar telah aman maka semua tawanannya
termasuk Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dilepaskannya.
Dan tak lama kemudian Batalion Worang yang telah mengamankan
Makassar, bersama keluarga masing-masing melanjutkan perjalanan
ke Manado dan tiba pada tanggal 10 Mei 1950.

Setelah ekspedisi pimpinan


Kol. Alex Kawilarang
mendarat di Makassar,
pada tanggal 26 April malam,
Andi Azis menemui Kolonel
Kawilarang dan menyatakan
ingin bergabung dengan TNI.
Penyerahan diri Andi Azis
berlangsung keesokan
harinya kepada Letkol
Soeharto. Beberapa bulan
kemudian yaitu pada akhir
tahun 1950, Andi Azis di undang kembali oleh Presiden Soekarno
untuk datang menghadap di Jakarta. Ia ditemani oleh seorang
pamannya yaitu Andi Patoppoi, disertai Menteri Dalam Negeri Negara
Indonesia Timur yaitu Anak Agung Gde Agung serta seorang wakil
dari Komisi Tiga Negara. Ternyata undangan tersebut hanyalah taktik
dari Presiden Soekarno untuk menangkap Andi Aziz.. Ketika tiba di
pelabuhan udara Kemayoran Jakarta, ia langsung ditangkap oleh
Polisi Militer dan ditahan. Ia kemudian di adili di pengadilan
Wirogunan Yogyakarta, dan di jatuhi hukuman penjara 14 tahun,
tetapi hanya delapan tahun saja yang ia jalani.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Penangkapan Andi Azis menimbulkan reaksi di Makassar dan Maluku.
Di Makassar, anak buah Andi melakukan penyerangan terhadap
markas TNI, namun dapat dipukul mundur. Sebagian pasukan Andi
Azis yang dapat melarikan diri kemudian bergabung dengan
pemberontakan Republik Maluku Selatan yang dipimpin oleh Dr.
Soumokil yang diproklamasikan pada tanggal 25 April 1950 di Ambon-
Maluku.

Tahun 1958, Andi Azis di


bebaskan tetapi tidak
pernah kembali ke
Sulawesi Selatan sampai
masa orde baru. Sekitar
tahun 1970-an ia kembali
ke Sulawesi Selatan
sebanyak 4 kali dan
terakhir pada tahun 1983.
Setelah keluar dari
tahanan ia terjun ke
dunia bisnis dan
bergabung bersama
Soedarpo Sastrosatomo di perusahaan pelayaran Samudra Indonesia
hingga akhir khayatnya. Setelah bebas dari hukuman, ia pernah
beberapa kali ia diminta aktif kembali ke dinas militer TNI oleh
Presiden Soekarno dan diminta untuk membentuk pasukan pengaman
Presiden yaitu Cakrabirawa. Tetapi atas nasehat orang tua dan juga
saudara saudaranya maka ia menolak ajakan Presiden Soekarno
tersebut. Pihak keluarga merasa bahwa Andi Aziz adalah seoarang buta
politik yang sudah cukup merasakan akibatnya. Pihak keluarga tidak
menginginkan hal tersebut terjadi untuk kedua kalinya. Beryuskur
karena Andi Aziz menolak ajakan tersebut, ternyata pasukan
Cakrabirawa ini jugalah yang di kemudian harinya terlibat membantu
pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.

Kapten Andi Aziz adalah seorang seorang militer sejati yang mencoba
untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur yang menurutnya
adalah telah melalui kesepakatan dengan Republik Indonesia Serikat.
Dalam kesehariannya Andi Aziz cukup dipandang oleh masyarakat
suku Bugis Makassar yang bermukim di Tanjung Priok, Jakarta
dimana ia dulu menetap. Disana ia diakui sebagai salah satu sesepuh
suku Bugis Makassar yang mana selalui dimintai nasehat nasehat, dan
pikiran pikirannya untuk kelangsungan kerukunan suku Bugis
Makassar. Ia juga seorang yang murah hati dan suka meonolong,
pernah suatu waktu pada tahun 1983, ia menampung 71 warga Palang
Merah Indonesia yang kesasar ke Jakarta dari Cibubur. Andi Abdoel
Aziz meninggal pada 30 Januari 1984 di Rumah Sakit Husada Jakarta
akibat serangan jantung pada usia 61 tahun. Jenasahnya

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
diterbangkan dan dimakamkan di pemakaman keluarga. Turut hadir
sewaktu melayat di rumah duka yaitu mantan Presiden RI, BJ. Habibie
beserta Istri, Mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan perwira
perwira TNI lainnya.

****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BAB IV

PERISTIWA MAKASSAR 15 MEI & 5 AGUSTUS 1950

A. LATAR BELAKANG PERISTIWA MAKASSAR

Sejak bulan Mei 1959, hampir semua


negara bagian RIS, membubarkan diri kecuali
RI, Negara Sumatera Timur (NST) serta
Negara Indonesia Timur (NIT). NIT merupakan
negara federal paling tua dengan kekuasaan
lebih besar dibandingkan dengan negara-
negara federal lain. Namun dengan adanya
aksi Andi Azis, beberapa kelompok pemuda
dan masyarakat di Makassar sangat marah serta menentang
kelanjutan berdirinya NIT dan ingin bergabung dengan RI.
Keteganganpun muncul dalam parlemen NIT.

Karena begitu kuatnya desakan


rakyat, akhirnya pada tanggal 12
Mei 1950, dalam Konferensi
segitiga antara Presiden NIT
Soekawati bersama Walinegara
Tengku Mansur dari NST dan
Perdana Menteri RIS, Muhammad
Hatta, kedua negara bagian
tersebut menyerahkan mandatnya
kepada Perdana Menteri RIS,
Muhammad Hatta untuk
mengadakan perundingan dengan
pemerintah RI di Yogyakarta. Dari
hasil perundingan itu, akhirnya
pada tanggal 19 Mei 1950
disepakati pengambungan RIS ke
RI.

Dengan bubarnya Negara Indonesia Timur (NIT), serta tertangkapnya


Kapten Andi Aziz, banyak tentara dari bekas infantri KNIL yang tidak
tahu lagi siapa pemimpin mereka dan bagaimana nasib mereka
selanjutnya. Sementara untuk bergabung dengan APRIS belum ada
ketentuan karena belum ada peraturan resmi yang akan membubarkan
KNIL (KNIL bubar tgl 27 Juli 1950). Tak heran mereka kemudian

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
memprovokasi rakyat dan kemudian memulai serangan terhadap pos-
pos tentara APRIS. Menjelang pertempuran yang terjadi antara
pasukan KNIL dengan pasukan APRIS pada tanggal 15 Mei 1950
bermula ketika banyak anggota KNIL menurunkan bendera merah
putih disekitar kampemen tempat anggota KNIL berdiam.

Peristiwa penurunan bendera Sang Saka merah Putih itu terjadi


bersamaan dengan tibanya Presiden RIS Soekarno dikota Makassar
yang memulai lawatannya ke Sulawesi. Setelah Merah Putih
diturunkan berlanjut dengan coretan tembok rumah rakyat dan
spanduk disekitar kampemen KNIL berisi tulisan yang memojokkan
Negara Republik Indonesia Serikat. Peristiwa ini juga kemudian
berkaitan dengan ditembaknya seorang Perwira APRIS oleh tentara
KNIL.

Peristiwa diatas memicu ketegangan yang memunculkan ketidak


sabaran anggota APRIS terhadap tindakan dan ulah provokasi KNIL.
Rakyat yang diprovokasi tidak sabar menunggu komando untuk
menyerang KNIL. Mereka telah muak akan tingkah laku para anggota
KNIL yang sangat angkuh dan suka berbuat sesuka hati mereka.
Mereka tinggal menunggu komando untuk menyerang dan mengusir
anggota KNIL yang tidak menghormati Republik Indonesia Serikat (RIS),
dan selalu membuat onar di kota Makassar.

1. Peristiwa 15 Mei 1950

Penangkapan Andi Azis


menimbulkan reaksi di
Makassar dan Maluku. Di
Makassar, anak buah
Andi melakukan
penyerangan terhadap
markas TNI, sedangkan di
Ambon, pada tanggal 25
April 1950, Dr. Chris
Soumokil
memproklamasikan
berdirinya RMS. Dalam
rangkaian gejolak di Indonesia Timur inilah ketangguhan APRIS
Indonesia Timur pimpinan Kol. Alex Kawilarang diuji. Dalam waktu
yang sama, APRIS harus menghadapi dua pemberontakan sekaligus.
Pertempuran antara pasukan pihak republik (APRIS) dengan
pemberontak berlangsung dari April hingga Juli 1950.

Setelah Batalion Worang angkat kaki dari Makassar menuju ke


Manado, pengamanan di Makassar dilakukan oleh Brigade Mataram
dengan komandan Letkol Soeharto. Disamping itu terdapat pasukan

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
pejuang gerilya disekitar Makassar seperti Batalyon Lipang Bajeng
dan Harimau Indonesia, yang siap mendukung tugas yang di emban
oleh APRIS.

Sekalipun kesatuan
TNI/APRIS tidak besar.
namun mereka mendapat
bantuan yang sangat efektif
dari kelompok-kelompok
bersenjata dari para
pemuda . Inilah salah satu
dari hasil yang mereka
capai dalam Konferensi
Polombangkeng dengan
membentuk Biro
Perjuangan Pengikut
Republik Indonesia dahulu.
Selain itu ada pula Depot Batalyon Pelajar yang bermaskas di
Pandan-pandan. Mereka berkekuatan kira-kira 200 orang. (RZ. Leirissa
GA, 1983)

Sementara tentara KNIL sudah semakin mengeras upayanya


menghancurkan kekuatan APRIS untuk segera menguasai kota
Makassar. Pada tanggal 15 Mei 1950 terjadilah pertempuran besar
dikota Makassar. Pasukan KNIL menyerbu barak-barak APRIS,
membakar rumah rakyat, menghancurkan rumah dan toko-toko
didaerah pecinaan. Sekitar Makassar penuh dengan api, bau anyir
darah dan berbagai desing senjata.

Peristiwa ini seperti dituturkan oleh Soeharto dalam bukunya ―Pikiran,


Ucapan, dan Tindakan Saya‖ menuturkan sebagai berikut : Sebuah
insiden terjadi pada tanggal 14 Mei 1950 di Pasar Sambung Jawa.
Anggota satuan Siliwangi bertengkar dengan anggota KNIL/KL. Polisi
Militer APRIS dan MP Belanda menengahi pertengkaran tadi. Tetapi
keesokan harinya terjadi lagi insiden serupa di Kampung Boom. Pihak
KNIL/KL tidak dapat menahan nafsu dan mereka melepaskan tembakan
dari atas truk. Satuan Siliwangi segera membalasnya. Maka suasana di
Kota Makassar menjadi hangat. Saya berusaha menekan api yang mulai
menyala itu. Maka kelihatan kedua belah pihak segera kembali ke
kesatuannya masing-masing. Tetapi rupanya itu masih untuk
mempersiapkan kekuatan. Saya sebagai Komandan Militer Kota
memerintahkan siaga umum. Selanjutnya saya usahakan supaya semua
pasukan tidak bergerak dan tidak melepaskan tembakan. Tetapi
ternyata pertentangan tidak dapat dihindarkan. Tanggal 16 Mei 1950
pertempuran hebat terjadi. Segera saya perintahkan tiap sub sektor
Makassar secara masing-masing mengirimkan pasukan satu kompi ke
dalam kota. Maka pertempuran dapat dihentikan pada tanggal 18 Mei

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
1950. Tetapi kejadian ini telah menyebabkan gugurnya sejumlah anak
buah saya dan demikian pula dari pihak KNIL/KL.

Serangan KNIL ini memang sudah diwaspadai APRIS. Tentara APRIS


kemudian membalas serangan dan bersamaan dengan itu pasukan
pejuang gerilya dari Batalyon Lipang Bajeng dan Harimau Indonesia
telah turun dari dua kota pangkalan mereka di Polobangkeng dan
Pallangga yang terletak disekitar kota Makassar. Seketika suasana
medan laga telah berubah. Pasukan APRIS bersama dua batalyon
pejoang tersebut dan rakyat Makassar menyerang balik tentara KNIL.
Keadaan kota Makassar menjadi sangat mencekam. Disana-sini
terdengar rentetan bunyi senjata disertai suara bom yang bergemuruh.
Dalam keadaan demikian inilah Kolonel A.H. Nasution selaku Kepala
Staf AD RIS bersama dengan Kolonel Pereira selaku Wakil Kepala Staf
KNIL tiba di Makassar. Kedua pucuk pimpinan tentara ini kemudian
meninjau keadaan dan berunding.

Pada tgl 18 Mei 1950 wakil dari APRIS yaitu Overste Sentot
Iskandardinata dan Kapten Leo Lopolisa
berunding dengan wakil dari KNIL yaitu Kolonel
Scotborg, Overste Musch dan Overste Theyman
yang disaksikan oleh Kolonel A.H. Nasution serta
Kolonel AJA Pereira. Perundingan menghasilkan
dua keputusan penting yaitu dibuatnya garis
demarkasi serta tidak diperbolehkannya kedua
tentara APRIS dan KNIL untuk mendekati dalam
jarak 50 meter.
Kolonel A.H. Nasution

Untuk semntara keadaan dapat diamankan. Perundingan pertama ini


detailnya menghasilkan persetujuan untuk melokalisir tentara KNIL
ditiga tempat . Namun rupanya persetujuan dimaksud tidak ditaati.
Kantor Berita Antara merilis ― ternyata persetujuan tinggal persetujuan.
Maka pada hari selasa pertempuran mulai lagi berjalan dengan sengit.
Pertempuran yang paling sengit terjadi diempat tempat. yaitu tangsi
KNIL di Mariso, sekitar tangsi KNIL Matoangin, Boomstraat, sekitar
Stafkwartier KNIL di Hogepad. Pertempuran sudah berjalan tiga hari
tiga malam lamanya tetapi belum juga berhenti‖ (Kempen 1953).

Setelah pertempuran sudah berjalan lebih dari tiga hari tiga malam,
akhirnya kedua pihak kelelahan dan menghentikan sementara
pertempuran. Pasukan KNIL kembali kebarak mereka masing-masing,
sedangkan pasukan APRIS kembali kemarkas serta sebagian lagi
berjaga-jaga untuk mengamankan kota, karena sewaktu-waktu
pasukan KNIL datang menyerbu, dan pertempuran pasti akan meletus
kembali. Beberapa hari berjalan, walaupun terdapat beberapa

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
provokasi yang dilakukan oleh pasukan KNIL, namun pihak APRIS
dapat menahan diri hingga memasuki bulan Juli 1950.

2. Dampak Pembubaran KNIL di Makassar

Pada akhir Juli 1950,


semua pasukan KNIL di
Indonesia dibubarkan.
Pembubaran ini
memunculkan
permasalahan baru.
Banyak anggota KNIL
menjadi bingung tentang
nasib mereka, mau
dikemanakan mereka
sebagai prajurit ex KNIL.
Sebagian memang dilebur
kedalam KL, sebagian lagi
menunggu untuk diterima
sebagai anggota APRIS. Namun masa penantian ini secara psikologis
amat merisaukan para anggota tentara KNIL. Pertama mereka dianggap
rakyat sebagai kaki tangan Kolonial Belanda, sementara disisi lain
bekas majikannya tidak mengindahkan nasib mereka. Timbullah usaha
provokasi baru yang antara lain dilukiskan sebagai berikut : ―Sesudah
anggota KNIL di Makassar memperoleh kedudukan sementara sebagai
anggota KL pada tanggal 26 Juli 1950 keadaan tidak bertambah baik,
sebaliknya mereka terus menerus menimbulkan kesulitan-kesulitan.

Mereka antara lain


menentang dengan
kekerasan usaha pimpinan
tentara Belanda untuk
menyerahkan alat
tentaranya kepada tentara
Belanda. Mereka sering
menganiaya penduduk.
Bendera-bendera
kebangsaan (maksudnya
Merah Putih) disekitar
kampemen mereka turunkan
dan akhir-akhir ini mereka dengan kejam membunuh perwira
Indonesia yang bereda dekat kampemen ketika sedang mengunjungi
keluarganya‖ (Antara 12/8/1950).

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Berbagai tindakan provokasi
yang dilakukan para eks KNIL
ternyata tidak mendapat
tanggapan emosinal oleh
APRIS. Sehingga terkesan
APRIS terlalu sabar. Kesan
sabar ini tertimpakan pada
pucuk pimpinan APRIS
Panglima Tentara dan
Teritorium Indonesia Timur,
Kolonel A.E. Kawilarang.
Pada saat itu Antara menulis :
―Kemaren jam 17.00
Kawilarang telah mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil partai
dan organisasi di Makassar. Dikatakannya bahwa ia mengerti akan
kekecewaan rakyat terhadap tindakan APRIS yang oleh rakyat dianggap
terlalu sabar dalam menghadapi segala percobaan (masudnya dari
fihak KNIL) tetapi dikatakannya seterusnya bahwa dalam hal ini orang
harus ingat bahwa APRIS adalah bagian resmi dari Pemerintah
sedangkan KNIL dipandang sebagai tentara tamu selama mereka belum
diorganisir dan semua itu terikat dalam perjanjian KMB yang harus
dihormati. Kami cukup kuat dan pasti dapat menyelesaikan segala
sesuatu dengan senjata tetapi dengan demikian keadaan akan
bertambah kacau dan nama negara kita dimata dunia akan surut.
(Antara 3/6/1950).

Dua hal yang antagonis


antara provokasi yang
dilakukan tentara KNIL
dan kesabaran pucuk
pimpinan APRIS tersebut
menimbulkan dilema
dalam menetapkan
kebijaksanaan yang akan
diambil APRIS selanjutnya.
Apalagi kemudian rakyat
Makassar semakin
mempertajam sikap
mereka terhadap tentara KNIL dengan melakukan pemboikotan
seluruh kegiatan perdagangan dari dan ke markas-markas KNIL.
Suasana tegang ini ibarat bom waktul yang akan meletus sewaktu-
waktu.

Hal ini disadari oleh Kol. Alex Kawilarang. Agar APRIS tidak keliru
mengambil langkah dalam mengantisipasi ketegangan yang semakin
tinggi, maka pada tanggal 5 Agustus 1950, pimpinan APRIS setuju
untuk mengadakan perundingan dengan wakil militer Belanda di

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Indonesia. Pertemuan yang diikuti oleh tiga wakil tentara Belanda dan
dihadiri pula oleh wakil dari UNCI, menyepakati sikap untuk
mengendurkan ketegangan melalui APRIS yang berjanji akan
mengadakan pendekatan kepada rakyat agar menghentikan boikot
kepada tentara KNIL.

3. Peristiwa 5 - 15 Agustus 1950

Pertempuran pasukan pihak republik dengan pemberontak yang telah


berlangsung dari April hingga Juli 1950, membuat pasukan republik
mulai menguasai Makassar.
Letkol Soeharto sebagai
Komandan Brigade
Mataram yang bertanggung
jawab atas keamanan kota
Makassar melaporkan
keadaan ini kepada Kolonel
A.E. Kawilarang. Atas laporan
ini, Kol. Alex Evert
Kawilarang lalu menuju ke
Jakarta untuk melaporkan
hal tersebut kepada Presiden
Soekarno.

Ketika Kol. Alex Kawilarang menemui Presiden Soekarno, pada tanggal


5 Agustus 1950, untuk melaporkan keadaan Makassar tersebut,
alangkah terkejutnya Kol. Alex Kawilarang ketika presiden justru
menunjukkan radiogram yang baru diterimanya. Radiogram tersebut
mengatakan bahwa telah terjadi insiden lagi di Makassar dimana
pasukan KNIL Belanda sudah menduduki kembali Makassar. Ternyata
dalam perjalanan kembali ke Jakarta, markas Brigade Mataram
pimpinan Soeharto di Makassar diserang pasukan Andi Azis sehingga
pasukan Soeharto yang seharusnya mempertahankan kota Makassar
kocar kacir dan melarikan diri ke lapangan udara Mandai. Hal inilah
yang membuat Kawilarang naik pitam, karena merasa dibohongi.
Presiden Soekarno lalu meminta Kol. Alex Kawilarang untuk
mengamankan situasi yang ada di Makassar, dan selalu memberikan
laporan perkembangan yang terjadi.

Hari itu juga setelah bertemu presiden, Kol. Alex Kawilarang langsung
terbang kembali ke Makassar mencari Letkol. Soeharto. Setibanya di
lapangan udara ia langsung memarahi komandan Brigade Mataram
Letkol Soeharto: "sirkus apa-apaan nih?" kata Alex Kawilarang sambil
menempeleng Soeharto.(Sri Bintang Pamungkas, 2014).

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Kepada jurnalis asal Australia David Jenkins, Kawilarang mengakui
pernah menegur Soeharto namun tidak sampai melakukan
penamparan. Namun seorang saksi anonim yang juga dikutip Jenkins
dalam bukunya Suharto and His Generals: Indonesian Military Politics,
1975-1983 (dialihbahasakan menjadi Soeharto & Barisan Jenderal
Orba, Rezim Militer Indonesia 1975-1983) menyebut bahwa sejatinya
penamparan itu memang
terjadi dan malah disaksikan
secara langsung oleh M.
Jusuf, seorang perwira Bugis
yang kelak menjadi Panglima
ABRI di awal-awal Orde Baru
berkuasa. "Kolonel Alex
Kawilarang menampar
Letnan Kolonel Soeharto
karena kesalahan besar yang
dibuat oleh pasukan yang
dipimpin Soeharto," tulis
Jenkins.

Soeharto, mengatakan pembelaannya bahwa insiden kembali meledak


setelah pada tanggal 1 Agustus 1950 seorang anggota ―Q‖ ko. TTIT-TNI,
Letnan Yan Ekel, dari Kepulauan Sunda Kecil yang sedang cuti dan
tidak mengetahui situasi di Kota Makassar, masuk di daerah KNIL/KL.
Tanpa ditanya ia langsung ditembak mati. Maka meledaklah api
permusuhan yang memang masih terpendam itu. Sementara itu,
jenazah Letnan Yan Ekel dirawat oleh tunangan dan calon mertuanya
dan dimakamkan seperti semestinya.

Tanggal 5 Agustus 1950 Markas Brigade Mataram


di Klapperlaan diserbu KNIL/KL. Pasukan penyerbu mempergunakan
tank, panser dan bren-carrier. Suara tembakan berurutan di seluruh
kota. Gemuruh, bising bersuitan suara peluru di atas kepala. Pada
waktu Markas Brigade Mataram diserang, saya baru satu jam tiba dari
Jakarta, dipanggil MBAD untuk membicarakan rencana MBAD yang
akan mengirimkan Kahar Muzakkar ke Makassar. Saya menyarankan
agar rencana MBAD itu ditunda, karena saya tahu watak Kahar
Muzakar sewaktu di Yogya. Sukar diatur. Bahkan ia pernah saya
ancam akan dilucuti. Komando pihak musuh terdengar dipegang oleh
seorang opsir KL. Dalam Komando itu, disebut-sebut nama Mayor
Maastricht dan Overste Tijman. Saya perintahkan serangan artileri dari
Tello. Bahkan korvet ―Hang Tuah‖ ikut menggempur posisi KNIL/KL
dengan tembakan meriamnya. Lawan mencoba bergerak, tetapi
serangan musuh itu dapat kami patahkan. Mereka segera kembali ke
asrama mereka. Serangan balasan dari pihak kita kami lakukan pada
tanggal 6 Agustus. Pertempuran yang paling hebat terjadi. Pihak
musuh cuma bertahan dan berlindung di tempatnya. Esoknya, tanggal

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
7 Agustus, KNIL/KL mencoba menyerang lagi. Tetapi gerakan mereka
itu kami patahkan juga. Segera saya perintahkan melakukan serangan
umum. (G. Dwipayana Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya ,1982).

Penyerangan terhadap
APRIS di Makassar terjadi
sebelum upaya
mengendurkan itu
dilakukan oleh APRIS,
hari itu pula pada pukul
17.20 selang 80 menit dari
usainya persetujuan
tersebut tentara eks KNIL
melakukan serangan
sitematis keseluruh barak
dan asrama tentara
APRIS. Tindakan yang
kelewat batas tersebut
dan menghianati persetujuan, pantang ditolak oleh segenap pasukan
APRIS, pejoang gerilya yang tergabung dalam Divisi Hasanudin serta
rakyat Makassar. Dalam tempo sekejap memang tentara eks KNIL
dapat menguasai medan pertempuran, namun keadaan cepat berubah
beberapa jam kemudian. Pasukan APRIS yang didukung oleh kekuatan
Udara dan Laut menghantam terus menerus barak-barak eks tentara
KNIL. Belum lagi serangan-serangan dari pasukan Divisi Hasanudin
bersama rakyat dan pasukan pejuang gerilya dari Batalion Lipang
Bajeng dan Harimau Indonesia. Tidak sampai 3 X 24 jam pasukan eks
KNIL sudah terkepung dibarak-barak mereka.

Soeharto mengisahkan bahwa Setelah mereka


terdesak, rupanya pihak KNIL/KL itu minta
bantuan Pemerintah Pusat di Jakarta untuk
mengakhiri pertempuran. Tanggal 8 Agustus
tembak-menembak berakhir. Dan istimewanya
pihak Belanda menawarkan perundingan minta
damai. Saya curiga terhadap mereka.
Berdasarkan pengalaman yang sudah lewat, saya
tidak begitu saja percaya pada ajakan damai itu,
saya tolak kecuali kalau semua anggota KNIL/Kl
mau meninggalkan Makassar dengan
menyerahkan semua peralatan dan senjata
mereka.

Kolonel A.E. Kawilarang membawa kabar tentang kesungguhan


maksud orang-orang KNIL/KL untuk meminta damai itu. Saya
terangkan pikiran saya. Maka kemudian rundingan dilakukan antara
pihak kita dan pihak KNIL/KL itu. Tawar-menawar terjadi.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Perundingan selanjutnya dilakukan oleh kedua belah pihak di Hotel
City Makassar. Pihak kita dipimpin oleh Kolonel Kawilarang dan pihak
lawan oleh Jenderal Mayor Scheffelaar. Hasil perundingan itu
menetapkan semua anggota KNIL/KL keluar dari Makassar dengan
meninggalkan semua peralatan dan perlengkapan mereka, sesuai
dengan keinginan saya. Tanggal 9 Agustus, pukul 15.30 mulai
dilakukan penyerahan kendaraan berlapis baja, seperti panser, bren-
carrier dan scoutcar dari KL/KNIL kepada APRIS. Wakil UNCI yang
menengahi perundingan menyatakan kegembiraannya.

Mulai tanggal 14 Agustus sampai dengan tanggal 22 Agustus 1950


dilaksanakan pengangkutan anggota-anggota KNIL/KL itu, keluar dari
Makassar menuju Ambon tanpa senjata dan perlengkapan perang
lainnya. Namun sayang sebagian besar anggota eks KNIL ini kemudian
dimanfaatkan oleh RMS pimpinan Somoukil untuk dijadikan tentara
RMS.

Dengan keluarnya anggota-anggota KNIL dan KL tadi pemberontakan


Andi Azis pun selesai. Dan Andi Azis dijatuhi hukuman 14 tahun
penjara oleh pengadilan militer di Yogyakarta, pada tahun 1953.
(Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1982).

*****

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
C. BERAKHIRNYA PERLAWANAN KNIL/KL DI MAKASSAR

Akhirnya pada tanggal 8


Agustus 1950 bertempat
dilapangan terbang
Mandai diadakan
persetujuan antara
Kolonel Alex Kawilarang
yang mewakili APRIS dan
Mayor Jendeal
Scheffelaar sebagai wakil
Komisaris Tinggi Kerajaan
Belanda di Indonesia.
Mereka sepakat agar
seluruh anggota pasukan
KL meninggalkan Makassar dan menyerahkan seluruh
perlengkapannya kepada APRIS. Bagi mereka yang menolak akan
dikeluarkan dari KL.

Keadaan serdadu KNIL ditanggapi oleh Ventje Sumual dalam


memorialnya, dimana ia merasa kasihan terhadap serdadu-serdadu
KNIL di Makassar, banyak yang fisiknya sudah tidak kuat lagi.
Mayoritas adalah orang Ambon, lainnya Minahasa, Makassar, Jawa
dan Sunda. Semakin mereka dalam keadaan diombang-ambingkan,
makin gampang pula dihasut provokasi, lalu dengan nekat
memberontak. Padahal, sebagaimana fakta yang sudah terjadi pada
pemberontakan awal April itu, dengan menghadapi pasukan APRIS,
yang masih sangat sedikit itu saja mereka tidak bisa berbuat banyak.
Apalagi sekarang, setelah pendaratan Batalion Worang dan pasukan
Kawilarang tiba di Makassar.

Di lain pihak, orang-orang KNIL dan politisi federalis itupun semestinya


ada empati. Mereka harus tahu apa yang merupakan garis politik dan
tekad juang setiap personil TNI, baik yang sudah menjadi TNI semasa
di Jawa maupun teman-teman para gerilyawan pro-RI di wilayah
Indonesia Timur. Begitu juga dengan faktor emosional disetiap anggota
TNI dan gerilyawan pro-RI itu, termasuk perasaan dendam yang baru
tumbuh dengan terjadinya Peristiwa APRA di Bandung dan Jakarta.
Dan pasti langsung ditambahkan pada dendam yang sudah tumbuh
akibat pembunuhan massal di Sulawesi Selatan yang juga dilakukan
oleh oknum yang sama, Kapten Raymond Westerling. Begitulah dalam
kesimpang siuran situasi revolusi fisik. Meski diantaranya terdapat
beberapa pihak yang memegang garis politik yang maisng-masing
sebetulnya benar, namun tetap ada yang harus dikorbankan. Ini
hukum sejarah, dan sudah menjadi sejarah perjalanan bangsa ini.
(Ventje Sumual, 2011)

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Pada tanggal 8 Agustus 1950
pukul 16.00, dengan muka
tertunduk malu dimulailah
pasukan KL meninggalkan
Makassar diiringi cemooh
segenap rakyat. Dan
kemudian pada tanggal 18
Agustus 1950, sebanyak
1650 serdadu KNIL asal
Ambon diangkut oleh Kapal
Waterman keluar dari
Makassar menuju Ambon.
Semua perlengkapan senjata
mereka diserahkan kepada
APRIS.

Dan untuk pertama kalinya


sejak penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, pasukan
APRIS pantas bertepuk dada karena telah memenangkan perang dan
mengusir pasukan KL tampa syarat. Merah Putih telah tegak berdiri
menggantikan Merah Putih Biru untuk selama lamanya. Kemenangan
ini tidak lepas dari dukungan seluruh rakyat termasuk para pejuang
gerilya yang telah bahu membahu berjoang dengan pasukan APRIS.

Sebuah fenomena monumental yang mencatat


dengan tinta emas dalam buku sejarah Nasional
kebesaran TNI. Walau bagaimanapun TENTARA
KITA pernah jaya dan akan tetap jaya untuk
selama-lamanya. Hal ini antara lain disebabkan
karena pucuk pimpinannya sangat cermat dan
memiliki kewaspadaan serta kedalaman berfikir
dalam mengatur strategi. Inilah kelebihan Kolonel
A.E Kawilarang sebagai seorang Prajurit sejati.
(http://www.virtapay.com/r/rabbanin)

=====

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BAB V

PENUTUP

Upaya menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia banyak menghadapi


ujian dan cobaan yang berat yang tidak hanya datang dari kekuatan asing
yang meliputi Sekutu dan NICA, tetapi juga menghadapi berbagai ancaman
dis-integrasi bangsa dari dalam negeri. Namun dengan kesiapan TNI dengan
segala keterbatasannya, mampu membendung setiap ancaman terhadap
Negara.

Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945-1950, merupakan


negara yang penuh gejolak dan goncangan. Pemerintahan tidak stabil, jatuh
bangun kabinet yang dibentuk akibat mosi tidak percaya membuat program
pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik. Menjamurnya partai
politik dengan kepentingan masing-masing, memperparah keadaan politik
Indonesia. Hal ini menimbulkan berbagai gejolak di daerah-daerah yang
menuntut perbaikan nasib. Di lain pihak beberapa kelompok politisi saling
bertikai tentang bentuk negara yang cocok bagi Indonesia, baik dari
golongan federalis maupun dari golongan unitaris.

Setelah KMB, pertentangan ini makin lama makin


mengarah pada konflik terbuka yang berimbas pada
bidang militer. Pembentukan Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS) telah
menimbulkan masalah psikologis. Salah satu
ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti
anggota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya
diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI
sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama
dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya
anggota KNIL menuntut agar mereka ditetapkan
sebagai aparat negara bagian dan mereka
menentang masuknya anggota TNI ke negara
bagian.

Sebab itu, pemberontakan Kapten Andi Aziz seperti halnya APRA dan
RMS, merupakan pemberontakan yang timbul karena adanya kepentingan
(Vested Interest) , yang merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat
pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol
suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga
enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau
Tentara Kerajaan (di) Hindia Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan
tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.
Dalam situasi seperti ini, konflik pun terjadi. (Kemendikbud 2017).

Pemberontakan APRA oleh Raymond Westerling dan anggota KNIL-nya


merupakan wujud dari pertentangan ini, Kegagalan
atau akhir dari pemberontakan APRA sendiri memang
menyisakan duka karena banyak anggota APRIS
maupun rakyat sipil yang gugur, namun dari adanya
pemberontakan tersebut juga memberikan dampak
pemberontakan APRA positif bagi Indonesia. Sejak
adanya peristiwa pemberontakan APRA, muncul
berbagai macam gerakan unitarisme di seluruh wilayah
Indonesia. Hampir semua negara bagian menyatakan
diri untuk bergabung kedalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Keadaan di negara bagian NIT menjadi tidak kondutif . Hal ini disebabkan
oleh pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian Indonesia
Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap menginginkan NIT
tetap dipertahankan dan tetap merupakan bagian dari wilayah Republik
Indonesia Serikat (RIS) khususnya dari golongan federalis, sedangkan di
satu pihak lagi yaitu dari golongan unitaris menginginkan NIT melebur ke
negara Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Faktor
lainnya terjadi dibidang militer, dimana ada perasaan curiga di kalangan
bekas anggota- anggota KNIL yang disalurkan ke dalam Angkatan Perang
Republik Indonesia Setikat (APRIS)/TNI. Anggota-anggota KNIL beranggapan
bahwa pemerintah akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI
sendiri ada semacam kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas
lawan mereka selama perang kemerdekaan.

Selain itu, yang melatar belakangi timbulnya pemberontakan Andi Aziz


adalah sebagai berikut :
1. Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian
Indonesia Timur (NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap
menginginkan NIT tetap dipertahankan dan tetap merupakan bagian
dari wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di satu pihak
lagi menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang
berkedudukan di Yogyakarta.
2. Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota – anggota KNIL yang
disalurkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Setikat
(APRIS)/TNI. Anggota – anggota KNIL beranggapan bahwa pemerintah
akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak TNI sendiri ada
semacam kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan
mereka selama perang kemerdekaan.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Kedua hal tersebut mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang
dipimpin oleh bekas tentara KNIL, Kapten Andi Aziz, pada tanggal 5 April
1950. Padahal sebelumnya, pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi
Kapten dalam suatu acara pelantikan penerimaan bekas anggota KNIL ke
dalam tubuh APRIS pada tanggal 30 Maret 1950. Namun, karena Kapten
Andi Aziz termakan hasutan Mr. Dr. Soumokil yang menginginkan tetap
dipertahankannya Negara Indonesia Timur (NIT), akhirnya ia mengerahkan
anak buahnya untuk menyerag Markas Panglima Territorium. Ia bersama
anak buahnya melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut. Di
samping itu, Kapten Andi Abdul Aziz berusaha menghalang – halangi
pendaratan pasukan TNI ke Makassar karena dianggapnya bahwa tanggung
jawab Makassar harus berada di tangan bekas tentara KNIL.

Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil


memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas
terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan
Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka
lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa
status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB.
Hal ini merupakan ancaman disintegrasi bangsa yang
harus secepatnya diatasi. Keberhasilan anggota
APRIS/TNI mengatasi keadaan yang membuat
masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke
pangkuan NKRI.

Sebetulnya dalam kasus pemberontakan Kapten Andi Aziz terjadi karena


hasutan Dr. Soumokil Menteri Kehakiman Indonesia Timur, untuk tidak
menerima kedatangan APRIS di Makassar, dan menuntut agar pasukan
bekas KNIL saja yang bertanggungjawab atas keamanan Negara Indonesia
Timur (NIT) dan tetap mempertahankan berdirinya Negara Indonesai Timur.
Namun Kapten Andi Aziz mempunyai pertimbangan lain. Ia khawatir akan
tindakan dari Dr. Soumokil dapat mengakibatkan pertumpahan darah
diantara saudara sebangsa. Atas dasar pertimbangan untuk menghindari
pertumpahan darah tersebutlah ia bersedia memimpin pemberontakan. Ia
merasa sanggup memimpin
anak buahnya tanpa harus
merenggut korban jiwa.
Ternyata memang
pemberontakan yang di pimpin
olehnya berjalan sesuai dengan
lancar dan tanpa merenggut
korban jiwa. Hanya dalam
waktu kurang lebih 30 menit
semua perwira Tentara
Nasional Indonesia dapat ia
tahan dan Makassar
dikuasainya.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Tindakan pengambialihan kekuasaan militer di Makassar tersebut, membuat
pemerintah pusat mengeluarkan peringatan kepada Kapten Andi Azis,
dengan memerintahkan Andi Aziz untuk melapor ke Jakarta tentang aksinya
itu. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya
telah beraksi. Andi Aziz pun
segera ditangkap di Jakarta
setibanya ia ke sana dari
Makassar. Ia juga kemudian
mengakui bahwa aksi yang
dilakukannya berawal dari rasa
tidak puas terhadap APRIS.
Keadaan Makassar berangsur-
angsur pulis setelah pendaratan
Batalion Worang yang langsung
mengamankan kota Makassar,
dan kemudian pendaratan
pasukan gabungan dari Jawa
pimpinan Kol. A.E. Kawilarang.

Pasca penangkapan Andi Azis, yang disusul dengan pembubaran pasukan


KNIL pada akhir Juli 1950, Muncul permasalahan baru. Mau dikemanakan
para prajurit ex KNIL tersebut. Sebagian memang dilebur kedalam KL,
sebagian lagi menunggu untuk diterima sebagai anggota APRIS. Namun
masa penantian ini secara psikologis amat merisaukan para anggota tentara
KNIL. Pertama mereka dianggap rakyat sebagai kaki tangan Kolonial
Belanda, sementara disisi lain bekas
majikannya tidak mengindahkan
nasib mereka. Timbullah usaha
provokasi baru. Berbagai tindakan
provokasi yang dilakukan para eks
KNIL ternyata tidak mendapat
tanggapan emosinal oleh APRIS.
Sehingga terkesan APRIS terlalu
sabar dibawah pimpinan APRIS
Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur, Kolonel A.E.
Kawilarang. Apalagi kemudian
rakyat Makassar semakin
mempertajam sikap mereka terhadap
tentara KNIL dengan melakukan
pemboikotan seluruh kegiatan
perdagangan dari dan ke markas-
markas KNIL. Suasana tegang ini
ibarat bom waktul yang akan meletus
sewaktu-waktu.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Dalam stuasi yang sangat genting itu, Kol. Alex Kawilarang langsung
mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil partai dan organisasi di
Makassar. Dikatakannya bahwa ia mengerti akan kekecewaan rakyat
terhadap tindakan APRIS yang oleh rakyat dianggap terlalu sabar dalam
menghadapi segala percobaan, tetapi dikatakannya seterusnya bahwa
dalam hal ini orang harus ingat bahwa APRIS adalah bagian resmi dari
Pemerintah sedangkan KNIL dipandang sebagai tentara tamu selama mereka
belum diorganisir dan semua itu terikat dalam perjanjian KMB yang harus
dihormati. Kami cukup kuat dan pasti dapat menyelesaikan segala sesuatu
dengan senjata tetapi dengan demikian keadaan akan bertambah kacau dan
nama negara kita dimata dunia akan surut.

Ternyata hal ini kemudian terbukti bahwa dengan kesabaran, APRIS,


membuat pasukan KNIL menghianati persetujuan. Sehingga tanpa
tanggung-tanggung pasukan APRIS, didukung oleh kekuatan Udara dan
Laut menghantam terus menerus barak-barak eks tentara KNIL. Belum lagi
serangan-serangan dari pasukan Divisi Hasanudin bersama rakyat dan
pasukan pejuang gerilya dari Batalyon Lipang Bajeng dan Harimau
Indonesia. Sehingga tidak sampai tiga jam pasukan eks KNIL tidak bisa
berkutik dan terkepung dibarak-barak mereka. Dan kemudian sesuai
dengan persetujuan seluruh anggota pasukan KL meninggalkan Makassar
dan menyerahkan seluruh perlengkapannya kepada APRIS.

Memang dalam menghadapi


berbagai konflik dalam negeri,
pemerintah dan TNI menghadapi
hal yang dilematis. Disatu sisi
mereka harus menegakkan
kedaulatan dan kehormatan
negara, di sisi lain, mereka harus
berhadapan dengan rakyatnya
sendiri (dimana anggota KNIL juga
semuanya adalah orang
Indonesia), yang tentu saja akan
menimbulkan korban jiwa, harta
benda dan peradaban.

Penyelesaian pertikaian atau konflik seharusnya diselesaikan melalui cara-


cara damai. Bukan dengan kekerasan dan arogansi kekuasaan dan
kekuatan bersenjata yang mengorbankan harta benda dan jiwa rakyat
Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, perang harus dihindari. Perang
merupakan jalan terakhir dan dilakukan jika semua usaha dan penyelesaian
secara damai tidak berhasil. Untuk itu diperlukan kearifan baik dari
pemerintah yang berkuasa maupun rakyat untuk menemukan jalan terbaik
dalam menyelesaikan segala konflik yang terjadi tanpa mengorbankan
rakyat yang tidak berdosa.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa memang bukan persoalan main-
main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi pada
masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus terus
dan selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa
apabila terjadi bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan
hal tersebut. Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat
dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah
Indonesia pada masa kini. Kementerian Sosial saja memetakan bahwa pada
tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah dengan potensi rawan
konflik sosial. Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan
yang tinggi, yaitu Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi
Tengah, dan Jawa Tengah. (Kemendikbud, 2017)

Ada baiknya bila kita coba kembali merenungkan apa yang pernah ditulis
oleh Mohammad Hatta pada tahun 1932 tentang persatuan bangsa.
Menurutnya :

“Dengan persatuan bangsa, satu bangsa tidak akan dapat dibagi-bagi. Di


pangkuan bangsa yang satu itu boleh terdapat berbagai paham politik, tetapi
kalau datang marabahaya… di sanalah tempat kita menunjukkan persatuan
hati. Di sanalah kita harus berdiri sebaris. Kita menyusun „persatuan‟ dan
menolak „persatuan‟”
(Meutia Hatta, mengutip Daulat Rakyat, 1931).

Konflik bahkan bukan saja


dapat mengancam persatuan
bangsa. Kita juga harus
menyadari betapa konflik
yang terjadi dapat
menimbulkan banyak korban
dan kerugian. Sejarah telah
memberitahu kita bagaimana
pemberontakanpemberontaka
n yang pernah terjadi selama
masa tahun 1948 hingga
1965 telah menewaskan
banyak sekali korban
manusia. Ribuan rakyat mengungsi dan berbagai tempat pemukiman
mengalami kerusakan berat. Belum lagi kerugian yang bersifat materi dan
psikis masyarakat. Semua itu hanyalah akan melahirkan penderitaan bagi
masyarakat kita sendiri.

Diharapkan bahwa pembinaan terhadap generasi muda terutama kepada


para peserta didik dapat ditingkatkan, terutama dalam pemahaman tentang
pentingnya integrasi bangsa ditegah-tengah kemajemukan bangsa Indonesia,
lepas dari sifat kedaerahan, agama dan budaya yang sempit, dengan
menceritakan kembali sejarah tentang terjadinya disintegrasi bangsa yang
menimbulkan penderitaan rakyat.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
Diharapkan bahwa pembinaan terhadap generasi muda terutama kepada
para peserta didik dapat ditingkatkan, terutama dalam pemahaman tentang
pentingnya integrasi bangsa ditegah-tengah kemajemukan bangsa Indonesia,
lepas dari sifat kedaerahan, agama dan budaya yang sempit, dengan
menceritakan kembali sejarah tentang terjadinya disintegrasi bangsa yang
menimbulkan penderitaan rakyat.

Peristiwa pergolakan dan pemberontakan dapat menjadi suatu pelajaran


yang berharga bagi Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam rangka
membina dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dalam
bingkai NKRI.

Bahwa Persatuan dan kesatuan bangsa yang BERBHINEKA TUNGGAL IKA


dalam bingkai NKRI berdasarkan PANCASILA dan UUD 1945 adalah suatu
kekayaan yang tak ternilai harganya, dan merupakan suatu HARGA MATI
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

=======

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
LITERATUR

o Abdullah, Taufiq (editor), Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta;Gajah Mada University Press,
1996.
o Abdullah, Taufiq, Lapian, A.B, Indonesia. Dalam Arus Sejarah, Ichtiar Baru van Hove,
Jakarata 2012.
o Alfian, Pemikiran Dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama,
1992
o Anak Agung Gde Agung, Dari Negara Indonesia Timur Ke Republik Indonesia Serikat.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press 1985.
o Anak Agung Gde Agung, Twenty Years Indonesias Foreign policy 1945 - 1965. Yogyakarta :
Duta Wacana University Press 1990.
o Anwar, Rosihan, Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Volume 1.
o Audry R. Kahim. Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan (terjemahan). Jakarta : Grafiti
Press 1990.
o Bahar, Safroedin, dan Tangdigiling (ed) Integrasi Nasional: Teori Masalah Dan Stategi. Jakarta,
Ghalia, Indonesia, 1996.
o Ben Van Kaam. Ambon Door de Eenwen. Baarn : Anthos Voek. 1977.
o Dieter Barsels. Moluccans in .Eile A Struggle For Ethnic Survival. Publication No. 3 2, Center For
the Study of Social Conflicts. Faculty of Socieal Siences, University of Leiden 1989.
o Dinas Sejarah Angkatan Darat, Sejarah TNI AD (1945-1973) 2 Peranan TNI AD
Menegakkan Negara Kesatuan RI,1979
o Dooke Bosscher dan Berteks Waaldrjk . Ambon : Eer en Schuld Politiek en Pressie Rand de
Republiek Zuid Molukken. Weeps : Van Ho1kema dan Warendoprf 1985.
o Dwipayana, G. Ramadhan KH, ,“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, PT Citra
Kharisma Bunda Jakarta, 1982
o Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. (Tanpa Tahun Dan Penerbit).
Sinar Harapan. 1970,
o Groen . P.M. H. Marsrouten en Dwaalsporen. Het .Vederlands Militair Stra tegish Beleid in
lndonesie, 1945 - 19 50. s-Gravenhage : ADU Uitgeverij 1991.
o Gazalba, Sidi,. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta; Bharatara Karya Aksara, 1981
o George Mc. Turnan Kahin, “Indonesia” , Mayor Goverments of Asia Ithaca,New York:
Cornell University Press, 1959
o Gottschalk, Louis, Understanding History. Diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto
dengan judul “Mengerti Sejarah” Jakarta: UI Press, 1986.
o Hatta, Moh, Past And Future. Cornell Modern Indonesia Project, 1960,.
o Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi, Brigadir Jenderal Polisi Datuk Rangkayo Basa: Gubernur di
Tengah Pergolakan (1998)
o Hatipeuw Frans. Dr. Johannes Leimena hary, S.H Hasil Karya dan Pengabcliannya. Jakarta :
IDSN 1982/1983 . 110
o Marwati Djoened Poeponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1992
o Julius Pour, Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan,1993
o Kaho, J.R Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Fisip-UGM dan
Rajawali Press, 1988.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
o Kartodirjo, Sartono, 1971. Messianisme Dan Millenarisme Dalam Sejarah Indonesia. Jogjakarta:
Harvey, Sillars Barbara, 1989.
o Koentjaraningrat,. Masalah Kesukubangsaan Dan Integrasi Nasional. Jakarta, UI Press,1993
o Koesoemahatmadja, Pengantar Kearah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung, Bina
Cipta,1979.
o Kintowihjoyo, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.
o Leirissa GA. RZ, Ohorella P. Suryo Harjono Triana Wulandari, Tantangan Dan Rongrongan
Terhadap Keutuhan -Negara Dan Kesatuan Rl : Kasus Republik Maluku Selatan . Departemen
Pendikikan Dan Kebudayaan Didektorat Jenderal Kebudayaan Didektorat Sejarah Dan
Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentail Sejarah Nasional Jakarta 1983,
o Leirissa R.Z., Maluku Dalam Perjuangan Nasional Indonesia. , Jakarta : Lembaga Sejarah
FSUI 1975.
o Leirissa R. Z. Sejarah Sosial di Daerah Maluku . Jakarta : IDSN 1983 /1 984.
o Leirissa R.Z. Jr. Martinus Patuhena. Karya dan Pengabdiannya. Jakarta : IDSN 1985.
o Nanulaita I.O. Johannes Lat uharhary, S.H. Hasil Karya dan Pengabdinnya. Jakarta : IDSN
1982/ 1993 .
o Mestika Zed & Hasril Chaniago dalam Ahmad Husein: Perlawanan Seorang Pejuang (2001).
o Mestika Zed dalam makalah bertajuk DekadePergolakan Daerah: Mendekati Isu-
Isu Konflik Pusat-Daerah dalam Perspektif Pembangunan Nasional Tahun 1950-an (2010)
o Meulen, SJ.WJ. Van Der, 1987. Ilmu Sejarah Dan Filsafat. Yogyakarta, Kanisius
o Muhaimin A Yahya, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia, 1950 -1980, Jakarta,
LP3ES, 1991
o Nasution, A.H. Memenuhi Panggilan Tugas, Jakarta: Gunung Agung, 1984.
o Nico Thamiend R. Sejarah, Untuk Kelas 3 SMU, Yudhistira-Jakarta, 2000.
o Pamungkas , Sri Bintang, Ganti Rezim Ganti Sistim - Pergulatan Menguasai Nusantara, 2014.
o Projodikoro, wiryono. Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta, Dian rakyat, 1980.
o Rahkmat, redi et.all, Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keutuhan Dan Kesatuan Bangsa:
Kasus PRRI. Jakarta: Jarahnitra, 1992..
o Renier, G,J, History Its Purpose And Method, diterjemahkan oleh Muin Umar dengan judul
Metode Dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta, Pustaka Pelajar,1997..
o Richard Ohauvel, . Nationalist, Soldiers and Separatist. The Ambonese Islands From Colonialism
to Revolt 1880 - 1950. Leiden · KITL V Press 1990. Leiden : KITLV Press 1990.
o Scott, Peter Dale, CIA Dan Penggulingan Soekarno. Yogyakarta: Lembaga Analisis
Informasi, 1999.
o Siwabessy Fr. G.A. Upuleru, Memoar Dr. G.A . Siwabessy. Jakarta : Gunung Agung 1879
o Suhardiman, Prof,Dr,SE, Pembangunan Politik Satu Abad, Yayasan Lestari Budaya,1996.
o Sumual, Ventje, Memoar Ventje H.N. Sumual. Suntingan Edi Lapian, Frieke Ruata dan BE
Matindas. - Terbitan Bina Insani Jakarta, 2009
o Soe Hok Gie dalam Zaman Peralihan (2017)
o Soe Hok Gie. Kisah Penumpasan "RMS " (Gerakan Operasi Militer). Jakarta Mega Bookstore
dan Pusdjarah ABRI.
o Soekamto, Soerjono, 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
o Suhadi : Ignatius Slamet Rijadi, Jakarta : P.T. INAL TU, 1976.
o The Liang Gie, 1994, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara RI. Jilid II, Yogyakarta:
Liberty
o The Liang Gie, 1967, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jilid
III, Yogyakarta: Gunung Agung.
o Yusnawan Lubis, dkk, Pendidikan Kewargaan Negara, untuk SMA/SMK Kls XI,
KEMENDIKBUD, Jakarta, 2017.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
o Yusuf. A. Puar. Peristiwa R epubli k Maluku Selatan. Jakarta : Bulan Bintang. 1956.
o Tampubolon, L. T. Inplasi dan Kebijaksanaan yang telah dijalankan di Indonesia, 1945-1962,
Skipsi Sarjana EUI, 1965
o Westerling, Raymond Paul Pierre (1952). Mes aventures en Indonesie (dalam bahasa
Prancis). – diterjemahkan dari bahasa Prancis ke Inggris oleh Waverley Root sebagai –
Challenge to terror. London: W. Kimber.

o Media Sosial/Internet :
- Yoseph Tugio Taher, Mengorek Abu Sejarah Hitam Indonesia, 2010,
- Iverdixon Tinungki,Sumber: bluezevas.wordpress.commengutip:
http://www.geocities.ws/permesta2004/organisasi.html
- http://www.geocities.ws,redaksi@sulutiptek.com, Juni 2011 © LSM Pendidikan Silo (NGO)
& LSM Pemberdayaan Teknologi dan Perkotaan (NGO), Penanggung Jawab :Prof.Dr. Fabian
J. Manoppo.

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang
BIODATA PENULIS

Penulis adalah seorang pemerhati sejarah dan budaya Minahasa


dilahirkan di Desa Lansot Kec. Tareran Kab. Minahasa pada tanggal 17
September 1966 dengan nama lengkap Valry Sonny Henry Prang.
Pendidikan dasar dan menegah ditempuhnya di desa kelahirannya
Rumoong-Lansot. Pendidikan terakhir ditempuhnya di Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial - Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (IKIP)
Negeri Manado dan lulus pada Tahun 1992. Ayahnya Johanis Prang
adalah seorang pejuang Permesta dengan pangkat Letnan II (PLTD)
dengan jabatan sebagai Wakil Kepala Staff II Bidang Operasi WK III,
pimpinan Overste Wim Tenges, dan sebagai anggota/petugas Liaison Group Kontak Pos RTP
11 Permesta/TNI yang berkedudukan di Lopana.
Sejak kecil ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita rakyat dari para tua-tua
desanya serta gemar membaca buku-buku cerita rakyat dan cerita mengenai kepahlawanan
para nenek moyang dahulu. Pada tahun 1993 ia merantau ke Jakarta dan bekerja di salah
satu Perusahaan Swasta Nasional di bidang General Insurance (1993 – 2003) dengan
beberapa kali memimpin kantor cabang antara lain di Bandar Lampung, 1994, Semarang
1997, Jakarta, 1998, dan terakhir di Surabaya. 2001-2003. Pada tahun 2000 ia menikahi
seorang gadis asal Wanosobo-Jawa Tengah dan dikaruniai dua orang anak perempuan yang
keduanya lahir di Jakarta, satu orang Putra lahir di Minahasa Selatan. Kemudian pada Tahun
2014, ia diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara/PNS dilingkungan Pendidikan.
Selama dalam perantauannya di pulau Jawa ia tak meninggalkan kegemarannya
untuk mencari dan membaca buku-buku sejarah –budaya dan cerita-cerita rakyat khususnya
tentang Sejarah–Budaya dan cerita-cerita rakyat diberbagai daerah di Indonesia.
Keprihatinannya muncul ketika kerinduannya untuk membaca buku-buku cerita sejarah-
budaya mengenai tanah kelahirannya Minahasa sangat sulit dijumpai baik di toko-toko buku
maupun diperpustakaan-purpustakaan di tempat dimana ia ditugaskan. Sejak saat itu ia
bertekad untuk menyusun beberapa tulisan mengenai sejarah-budaya serta cerita-cerita
rakyat Minahasa dengan tujuan mengangkat sejarah dan budaya serta cerita-cerita rakyat
Minahasa yang baginya tak kalah dengan sejarah-budaya dan cerita rakyat dari daerah-
daerah lain di Indonesia.
Setelah menikah, ia kembali dari perantauannya pada tahun 2004, ia mulai menulis
buku yang dimulai dari desa kelahiran. Buku pertama ditulisnya mengenai Sejarah Desa
Kelahirannya serta sejarah Injil yang berisi sejarah terbentuknya desa serta budaya, adat
istiadat penduduk setempat yang dahulu pernah hidup serta sejarah masuknya Injil di Tanah
Minahasa. Beberapa tulisan mengenai ulasan sejarah Minahasa pernah juga ditampilkan di
beberapa media surat khabar lokal dan mendapat sambutan yang baik dari para pemerhati
sejarah Minahasa.
Sebagai seorang aktivis LSM, beberapa jabatan organisasi yang pernah dipegangnya
antara lain :
- Ketua Bidang Minat Bakat Senat Mahasiswa FPIPS IKIP Negeri Manado. (1987-1991);
- Pengurus Inti KNPI Kec. Tareran, (1988-1991)
- Ketua Bid. Seni Budaya & Olah Raga KOSGORO Kec. Tareran, (1987-1999);
- Ketua Umum Karang Taruna Desa Lansot. (1992-1995);
- Penggurus Persatuan Keluargaan Marukupan Tareran Di Jakarta (1995-1999).-
- Ketua Rukun Keluarga Besar Dotu J.M. Prang-Kondoj – Tareran. (2007-2010)
- Wakil Ketua FSPSI Bid. Jasa Keuangan & Perbankan Cab. PT. ASWU-Jakarta (1997-
2003)
- Tim Pengamat/ Pemantau SDM pada : Yayasan API-Jakarta, Klif & IHRDP Jakarta (1998);
- Chairman Executive, Int’l H R D Program, Jakarta. (1997-2003);
- Chairman, Citra Int’l Indonesia, The Int’ HRD Found., Jakarta (2003-2008).
- Ketua Bidang Peng. & Pemb. Generasi Muda DPP Forum Peduli Sulut (2006-sekarang)
- Sekretaris Umum Forum Peduli Pendidikan - Sulawesi Utara.(2006-sekarang)
- Ketua Umum DPP PRAKTISI DAMAI, Prop. SULUT. (2007-sekarang)
- Pengajar Sejarah Indonesia & PKn di SMK Negeri 1 Tareran, (2010-Sekarang).

Pemberontakan Andi Aziz & Peristiwa Makassar 1950


Penulis: Drs. Valry S.H. Prang

Anda mungkin juga menyukai