Dipersembahkan kepada :
Semua masyarakat Inonesia, Papa & Mama, Kakak-kakak & adik-Adik, Istri &
anak-anakku
2
PRAKATA
Puji Syukur penulis naikkan kehadirat Tuhan yang penuh kasih sebagai sumber
segala hikmat, pengetahuan dan kebijaksanaan yang oleh kemurahan-Nya maka
penyusunan buku ini dapat kami selesaikan.
Penyusunan buku ini mulai dilaksanakan pada tahun 2018 diilhami dari keinginan
dari beberapa pelajar/generasi muda yang ingin mengetahui peristiwa yang menjadi
lembaran hitam sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa antara tahun 1950-
1961. Dalam setiap budaya mempunyai unsur mengisahan cerita, apakah cerita
tersebut merupakan kisah nyata yang benar-benar terjadi, atau hanya berupa mitos
maupun hanya cerita legenda. Namun semua itu mempunyai maksud dan tujuan
yang positif, karena suatu kisah atau cerita selalu diuraikan dan dicatat untuk
diketahui oleh generasi berikutnya sehingga mereka dapat belajar dari kisah itu dan
menjadi lebih baik.
Adapun maksud dan tujuan penulisan buku ini untuk memaparkan sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan NKRI, serta sebagai bahan
referensi pelajaran muatan nasional di sekolah-sekolah, untuk menambah
pemahaman pembaca khususnya generasi muda tentang peristiwa
mempertahankan integrasi bangsa khususnya di Indonesia bagian timur masa awal
Republik Indonesia Serikat tahun 1950.
Memang masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini yang perlu
diperbaiki dalam melengkapi kisah sejarah ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan masyarakat khususnya bagi generasi muda demi
kemajuan pembangunan bangsa Indonesia ke depan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
PRAKATA .....................................................................` i
DAFTAR ISI ...................................................................... ii
LITERATUR ................................................................... VI
PROFIL PENULIS ................................................................... V
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... VI
4
BAB I
PEDAHULUAN
Sejarah adalah ibu dari pengetahuan manusia dan berusia setua dengan
ingatan manusia. Ketika manusia dilahirkan, ia hidup, bekerja, berbicara dan
memiliki sejarah. Hanya manusialah yang memiliki sejarah dan sanggup
mempelajari berbagai macam sejarah. Dalam sejarah seperti ini manusia
tampil sebagai pencipta sejarah. Dan karena itu sejarah merupakan agregat
dari aktifitas manusia. Inilah ungkapan dari seorang filsuf dan sejarahwan
Michel Foucault.
Integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu “integrasi” dan “nasional”.
Integrasi berasal dari bahasa Inggris, integrate, artinya menyatupadukan,
menggabungkan, mempersatukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan
utuh. Kata nasional berasal dari bahasa Inggris, nation yang artinya bangsa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti
politis dan antropologis. Integrasi nasional secara politis berarti penyatuan
berbagai kelompok budaya dan sosial dalam kesatuan wilayah nasional yang
membentuk suatu identitas nasional. Sedangkan secara Antropologis,
Integrasi nasional berarti proses penyesuaian di antara unsur-unsur
kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam
kehidupan masyarakat.
5
Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh
faktor sejarah.
Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara
yaitu Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa
indonesia seperti yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda.
Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan munculnya
semangat nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia.
Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam bangsa, bahasa,
dan tanah air Indonesia.
Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang
sama, yaitu Pancasila.
Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan
toleransi keagamaan yang kuat.Pendidcasila dan anegaraan 157
Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penderitaan
penjajahan.
Adanya rasa cinta tanah air dan mencintai produk dalam negeri.
6
Ancaman Disintegrasi bangsa yang yang pemberontakan dan
pergolakan di Indonesia, khususnya di awal tahun1950-an, berawal
dari hasil keputusan Konferensi Meja Bundar atau KMB yang
dilaksanakan di Den Haag pada tahun 1949. Dimana salah satu
hasilnya pembentukan Republik Indonesia Serikat atau RIS. Dengan
terbentuknya RIS, secara otomatis juga dilakukan pembenahan dalam
tubuh militer.
Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja agak sulit
menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung
dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam
pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan. Kecemburuan KNIL
terhadap TNI semakin menjadi setelah diputuskan bahwa pimpinan
APRIS harus berasal dari TNI. Hal ini diperparah dengan sambutan
rakyat yang lebih simpatik terhadap keberadaan TNI. Pada titik inilah,
kaum reaksioner yang subversif memanfaatkan situasi untuk terus
menyebar hasutan guna merongrong pemerintah Indonesia.
Namun berbagai hasutan tersebut dapat diredam oleh para pejuang pro
republik di Sulawesi Utara, yang puncaknya terjadi pada tanggal 3 mei
1950, dimana para pejuang dibantu oleh pasukan KNIL pro Republik
Indonesia melakukan pengambilalihan kekuasaan militer dari NICA-
Belanda, yang saat itu terus berupaya untuk mempertahankan Negara
boneka Indonesia Timur ( NIT ).
*******
7
BAB II
KEADAAN INDONESIA DI AWAL KEMERDEKAAN
8
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk
negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI
menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah
negara Pasundan, negara Madura, Negara Indonesia Timur. BFO sendiri
adalah badan musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk
oleh Belanda. Awalnya,
BFO berada di bawah
kendali Belanda. Namun
makin lama badan ini
makin bertindak netral,
tidak lagi semata-mata
memihak Belanda.
Prokontra tentang
negara-negara federal
inilah yang kerap juga
menimbulkan
pertentangan.
(Kemendikbud, 2017)
Suasana sidang BFO
9
Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid
II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini ingin
agar garis kebijakan bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan
BFO.
10
A. Sassen dan Ketua Delegasi RIS Drs. Mohammad Hatta bersama-sama
membubuhkan tandatangannya pada naskah penyerahan kedaulatan
kepada RIS.
11
federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal inilah yang
mendorong keinginan rakyat untuk mebubarkan RIS.
Memasuki Juni 1950, ketika harga minyak dan karet melonjak Perang
Korea, Indonesia sebagai penghasil minyak ikut menikmati kenaikan itu,
sehingga mendongkrak dan membuat anggaran belanja pemerintah tahun
1951 surplus. Namun disisi lain nafsu mengimport barang-barang lain
yang mengurus devisa dari luar negeri mendadak naik, diikuti kenaikan
upah dan harga yang membuat inflasi. Ditambah lagi utang Indonesia
yang harus dibayarkan sesuai dengan Perjanjian KMB, sangat
memberatkan ekonomi indonesia.
****
12
B. KEADAAN MILITER DIMASA TRANSISI
Pada perkembangannya,
Tentara Keamanan
Rakyat berubah menjadi
Tentara Keselamatan
Rakyat pada 7 Januari
1946. Nama itu berubah
kembali menjadi Tentara
Republik Indonesia
(TRI) pada 24 Januari
1946 dengan Jendral
Sudirman sebagai
Panglima Besar Jenderal
TRI.
****
13
2. Program Militer Indonesia Ala Amir Syariffudin.
Tentara reguler pada waktu itu kebanyakan berasal dari bekas KNIL
dan PETA yang membentuk kesatuan-kesatuan dalam TKR.
Nasionalisme sebagian besar perwiranya diragukan sebab pernah
menjadi tentara penjajah dan mudah diperalat oleh kekuasaan yang
menindas. Persaingan dan pertentangan diantara sesama tentara
reguler, juga antara laskar dengan tentara reguler, sering terjadi.
(Soemarsono, 11 Juli 2013.)
14
mengurus pertahanan adengan menyeragamkan persepsi perjuangan
diantara laskar dan tentara reguler.
15
Pada akhir Mei 1947, diadakan rapat DPN yang dipimpin oleh Amir
Syarifuddin, untuk membahas tentang perubahan nama dan formasi
TRI. Hasil rapat disepakati tentang penyatuan laskar-laskar dengan
tentara reguler. Soemarsono, yang mewakili Laskar Pesindo
mengusulkan supaya nama Tentara Republik Indonesia diubah
menjadi Tentara Nasional Indonesia, dengan singkatan “T.N.I”. Usulan
ini diterima. Tanggal 3 Juni 1947, Tentara Nasional Indonesia
diresmikan. Keanggotaannya terdiri dari tentara reguler dan TNI-
Masyarakat. Pucuk pimpinan TNI dipegang oleh; Jenderal Sudirman
sebagai Panglima Besar,
Letjen Urip Sumohardjo
sebagai Kepala Staf,
Jenderal Mayor
Djokosujono sebagai
Panglima TNI-Masyarakat,
Laksamana Muda M. Nazir
sebagai KSAL dan Komodor
Suryadarma sebagai KSAU.
Ditetapkan pula bahwa TNI
tunduk pada otoritas
Menteri Pertahanan.
(Soemarsono, 12 Agustus
2013.)
****
16
C. PERJUANGAN DI MASA TRANSISI
17
1. Pendaratan Pasukan Sekutu
18
Sementara Pulau Morotai dan Irian Barat bersama-sama dikuasai oleh
satuan tentara Australia dan Amerika Serikat di bawah pimpinan
Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat
Daya (South West Pacific Area
Command/SWPAC).
19
Tengah, dan Divisi India ke V ke Jawa Timur. Ternyata yang mendarat
terlebih dahulu di Jawa adalah Divisi India ke-23 yang dipimpin oleh
seorang panglima, Mayor Jenderal D.C. Hawthorn. Selanjutnya Divisi
India ke-23 yang terdiri dari tiga brigade dibagi-bagi tugasnya masing-
masing. Brigade “Bethel” dikirim ke Semarang, Brigade “Mc Donald”
dikirim ke Bandung, serta Brigade ke-49 didaratkan ke Surabaya.
20
dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato Ratu
Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk
sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya adalah Kerajaan
Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
21
Indonesia Sulawesi, Gabungan Pemuda Indonesia Sulawesi, dan lain-
lain.
22
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibu
kota Jakarta (saat itu masih disebut Batavia) makin memburuk dengan
terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan
kelompok pro-Belanda. Kelompok pro Belanda melakukan beberapa
intimidasi terhadap para tokoh dan pemimpin Republik Indonesia seperti
serangan fisik kepada Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. Mohammad
Roem, demikian pula terhadap Perdana Menteri Siutan Syahrir dan
Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh
simpatisan Belanda (NICA). (Wikipedia Indonesia)
23
pasukan Sekutu untuk mencegah masuknya bantuan sekutu melalui
udara. Dalam pertempuran ini, Laskar KRIS bahu-membahu dengan
rakyat setempat serta laskar pejuang lainnya menghadapi pasukan
Sekutu.
24
4. Ibu Kota RI Pindah ke Yogayakarta
25
Perjalanan diawali sore hari,
dengan
KLB Rangsir dari Stasiun
Manggarai menuju Halte
Pegangsaan (sekarang sudah
dibongkar) dan kereta api
berhenti tepat di belakang
kediaman resmi presiden di
Jalan Pegangsaan Timur 56.
Setelah lima belas menit
embarkasi, KLB berangkat ke
Stasiun Manggarai dan
memasuki jalur 6. Kereta api
melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 km per jam.
KLB berhenti di Stasiun Jatinegara menunggu signal aman dari Stasiun
Klender. Menjelang pukul 19 KLB melanjutkan perjalanan dengan lampu
dimatikan dan kecepatan lambat agar tidak menarik perhatian pencegat
kereta api yang marak di wilayah itu. Barikade gerbong kosong juga
diletakkan untuk menutupi jalur rel dari jalan raya yang sejajar di
sebelahnya.
****
26
BAB III
PERJUANGAN KEBAKTIAN RAKYAT INDONESIA
SULAWESI ( KRIS ) PASCA PROKLAMASI
KEMERDEKAAN
Setelah perang Pasific ATAU Perang Timur Raya (Perang Dunia II) antara
Sekutu dan Jepang berakhir dan memulangkan serdadu Jepang keluar dari
tanah pendudukannya termasuk di Indonesia, pihak Sekutu melakukan
proses alih pemerintahan kepada pihak Belanda yang dikelola NICA
(Netherlands Indiesch Civil Administration) di Indonesia Timur. Lembaga ini
di dirikan oleh Dr. H. van Mook di Merauke, sebagai pemerintah
pengasingan Hindia-Belanda pada masa perang Pasifik.
27
A. TERBENTUKNYA KRIS
28
koordinator API dengan nama Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi
(APIS) dengan markasnya di Jalan : Dr. Sam Ratu Langie No 2, namun
demikian APIS ini di dalam segala aktivitas perjuangannya bergerak
searah dan satu tujuan dengan formasi perjuangan API Menteng Raya
31, APIS selalu memelihara persatuan dan kesatuan antara pemuda-
pemuda Indonesia yang berjuang untuk melenyapkan segala bentuk
penjajahan atas dasar perjuangan nasional seutuhnya. (Dinas Museum dan
Sejarah DKI Jakarta, 1978)
29
perjuangan pemuda yang sudah ada. Sesuai dengan nasehat itu mereka
menjumpai pemimpin gerakan pemuda API di Menteng Raya, di mana
mereka bertemu dengan Cayus Gagola dengan teman-teman lainnya.
Cayus Gagola yang juga anggota pengurus PKC dan AMS mengemukakan
persoalan yang mereka hadapi sebagai golongan yang tersudut, yang
harus diselesaikan segera. Setelah mempercakapkan keadaan secara
panjang-lebar akhirnya disimpulkan untuk membentuk sebuah badan
perjuangan Indonesia yang bersifat kedaerahan.
30
3. Sekolah Rakyat PEKASE dilanjutkan dengan nama baru yaitu Sekolah
KRIS. Mengingat keadaan di Jakarta sering terjadi pertempuran-
pertempuran, para guru diwajibkan mengantar jemput murid-murid
Sekolah KRIS.
4. Disamping itu, juga Sekolah KRIS dijadikan markas KRIS cabang
Jakarta Raya yang bertugas mengatur strategi perjuangan para
pemuda KRIS
5. Menjalankan usaha-usaha sosial, antara lain menangani para
pengungsi akibat peperangan
6. Mengobarkan peperangan diseluruh wilayah Jakarta dengan taktik
“Hadang-Tempur-Rampas”.
(Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1978)
Untuk API dan semua badan perjuangan yang didirikan pada waktu itu
hanya ada satu dasar dan tujuan, yaitu Menegakkan Kemerdekaan
Indonesia sesuai Proklamasi 17 Agustus 1945. Bagaimana caranya
sesuatu badan, malah setiap pribadi memperjuangkan tujuan itu tidak
menjadi masalah. Yang pokok adalah dasar dan tujuan perjuangan tidak
menyimpang. Oleh sebab itu, APIS setelah berdiri, secara langsung
bergerak sebagai suatu badan otonom dan berdasarkan kebebasan
31
itulah, setelah terdapat kesepakatan dengan badan baru yang disebut
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).
Dalam situasi dan kondisi tersebut kiranya mudah dipahami, kalau seksi
pertahanan KRIS, sekalipun merupakan bagian dalam organisasi KRIS,
namun tidak selalu sejajar dan seirama dengan proses perkembangan
KRIS. Hal itu harus di pahami, supaya tanggal berdirinya seksi
Pertahanan KRIS yang berlaku dua hari sebelum tanggal peresmian
nama KRIS pada 10 Oktober 1945, dimengerti. Sudah disebut, bahwa
setiap orang bebas bertindak selama tindakannya berada dalam ikatan
perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
32
dan antipati terhadap suku Manado/Ambon di kalangan rakyat. (DPP PDS
- Partisipasi Damai Sejahtera, 2015).
*****
33
B. PERJUANGAN KRIS MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
34
Pada April-Agustus 1945, pimpinan
tentara Kaigun yang pindah ke Tondano
mempersiapkan Indonesia Merdeka
sesuai janjinya. Bendera Merah-Putih
mulai dikibarkan di samping bendera
Hinomaru sedangkan jabatan-jabatan
sipil berangsur-angsur diserahkan
kepada bangsa Indonesia. Tentara
keamanan diserahkan oleh panglima
Laksamana Hamanaka kepada Indonesia
dalam bentuk pasukan Pembela Tanah
Air (PETA), pimpinan Wangko Sumanti,
tetapi tidak dengan penyerahan senjata.
Sigar Rombot lalu menyampaikan berita itu, antara lain kepada Wangko
F Sumanti yang ketika itu menjabat komandan Benteng Pertahanan
Tanah Air di Tondano - Minahasa.
35
terdapat, Alex Lelengboto, Leo Kawilarang, Frans Karepouan, John
Somba, Adolf Wungouw dan Karinda. Sedangkan diantara para guru
terdapat juga orang-orang non-Kawanua, seperti Samsuri, Rusman dan
Massu.
Segera setelah menerima berita dari Sigar dan Rombot, pada tanggal 19
Agustus 1945, para pelajar di Sekolah Kepolisian di Tondano mengadakan
appel menaikkan bendera Merah Putih serta menyanyikan lagu Indonesia
Raya. Badan Pemerintah Sementara (Komite Tenaga Rakyat) dibawah
pimpinan E.H.W. Pelenkahu memutuskan pada 23 Agustus, dwiwarna
Merah Putih di kibarkan serentak pada beberapa tempat di Minahasa,
yakni Tondano, Kawangkoan, Kombi dan Sonder. Peristiwa itu terjadi
sebelum penyerahan Jepang pada Sekutu.
36
dan Tomohon. Menurut Leirissa, Kekuatan Manado Force terdiri dari 72
orang, 12 perwira dan 33 bintara dan prajurit. Mereka tiba di Manado
pada tanggal 2 Oktober 1945. Manado Force, seperti juga satuan-satuan
lainnya, ketika datang disertai satu dasatasemen Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) atau
Pemerintahan Sipil Hindia
Belanda. NICA dibentuk di
Australia pada 3 April 1944.
37
Kehadiran NICA, menurut Leirissa berhadapan dengan pandangan politik
pemuda dan intelektual-intelektual Minahasa yang terbentuk oleh
pengalaman penjajahan dan perang. Generasi yang menerima doktrin
Jepang tentang keunggulan ras Asia di atas Eropa memunculkan sikap
anti terhadap Belanda. Mereka secara radikal menolak eksistensi Belanda
di Minahasa.
Pemuda dan pemudi yang menjadi anggota organisasi itu adalah Bert
Sigarlaki, Eddy Gagola, Parengkuan, Na. Wulur, Nyong Lomban, dan
Mimi Mewengkang. Seorang pemuda lain yang kemudian berperang
penting adalah John Rahasia.
38
Indonesia (PNI) dan juga menerbitkan surat kabar „Suara Kaum‟ di
Manado.
39
revolusi nasional. Hal ini ditekankan, karena disadari di dalam kelompok-
kelompok masyarakat Minahasa terdapat faksi-faksi dan perbedaan
pandangan mengenai masa depan politik Minahasa. (J.V. Lisangan, 1995)
40
itu dengan cara menimbulkan kerusuhan pada hari itu, terutama di
lapangan Wenang di mana perayaan akan dipusatkan,” tulis Leirissa.
Tindakan utama yang direncanakan adalah pengibaran bendera Merah
Putih di lapangan upacara dengan perlindungan pemuda. Dengan
maksud agar gerakan protes akan menjalar dan membangkitkan
kekuatan massa. Utusan-utusan memang telah dikirim ke Tondano,
Tonsea dan Tomohon.
Tapi, rencana BPNI ini tercium oleh intelejen NICA. Para aktivis BPNI,
John Rahasia, dan Chris Pontoh ditangkap dan dipenjarakan. Tokoh-
tokoh pemuda lainnya yang juga ditangkap adalah Mohammad Kanon,
Gerrit Kansil, Wim Pangalila, Sukandar, Ben Wowor, Usman
Pulukadang, Louis Paat, Joppi Poliis. Aksi boikot perayaan 10 Januari
gagal.
41
4. Misi Dr. Sam Ratulangi
42
Sesuai misi dari Dr. Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi, pasukan
NICA ini harus disusupi oleh para pemuda pejuang militer untuk
kemudian dibantu oleh pemuda (BPNI) mewujudkan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hal ini terlaksana sehingga di asrama
militer di Teling-Manado dibentuk suatu organisasi gelap yang sangat
rahasia oleh Freddy Lumanauw dan Wangko Sumanti yang dinamakan
mereka: „‟Pasukan Tubruk‟‟.
“Merdeka!
Kami disini baik-baik saja. Anak-anak telah bersekolah kembali,
maksudnya, bersekolah di sekolah nasional kami sendiri, karena kami
lain sekali, bahwa kami akan memenangkan perjuangan nasional ini.
Perjuangan ini kami lakukan secara diplomatik parlementer. Kami
tidak membenci orang-orang Belanda, mereka boleh tinggal disini;
mereka boleh menjadi kaya tanpa diganggu. Tetapi kekuasaan
diplomasi, kekuasaan untuk memerintah, harus ada ditangan kami,
karena ini adalah tanah air kami. Tanah air ini, yang diberi oleh
Tuhan kepada nenek-moyang kami dan pada kami dan turunan kami.
Melalui pekerjaan jasmani dan rohani kami akan membangun bangsa
43
kami dan tanah air kami, agar bisa memberi sumbangsih bagi
perdamaian dunia dan kesejahteraan dunia. Kalian harus selalu ingat
itu dalam apapun yang kalian buat.
44
Soekarno saya akan memeriksa apa yang telah kalian lakukan.
Merdeka!
Ttd
Dr. Ratulangi
Dengan adanya petisi tersebut, pada tahun 1946, Dr. Sam Ratulangi
ditangkap oleh pemerintahan NICA-Belanda, dan dibuang ke Serui (Irian
Barat).
45
sidang mahkamah militer, namun mereka tidak bersedia menuturkan
mission yang diberikan oleh Dr. Sam Ratulangi pada waktu mereka
diberangkatkan dari Jakarta itu.
Markas militer KNIL Belanda di Teling Manado pada dini hari 14 Februari
1946 dikepung kalangan prajurit kompi tujuh KNIL. Yang menjadi
sasaran utama untuk membebaskan rekan-rekan mereka, Sersan-Mayor
Ch. Ch. Taulu, Sersan Mais Wuisan dan Sersan Nelwan. Mereka
ditahan sehari sebelumnya pihak KNIL dengan tuduhan melakukan aksi
makar terhadap pemerintahan NICA Belanda (Netherlands Indies Civil
Administratrion) di Sulawesi Utara.
Pada operasi Teling I sempat terjadi kontak senjata ketika pihak Reserve
Corps berusaha mempertahankan markas. Dalam kemelut itu, Sitam
gugur, sementara dari pihak lawan seorang Sersan Belanda luka-
luka. Sementara di Teling II, Kopral Wim Kere dan Kopral Wim Maleke
dibantu milisi menerobos kawat berduri dan berhasil menguasai Teling.
46
Kemudian Sersan Frans Bisman dari Kompi 7 di jemput dari rumahnya
dan mulai membebaskan para tahanan seperti Taulu, Wangko Sumanti,
Jan Sambuaga, Wim Tamburian dan Oscar Rumambi. Merekapun aktif
merebut tangsi.
Aksi angkatan muda KNIL dari Morotai bersama kalangan bekas anggota
Benteng Pertahanan Tanah Air (PTA) peninggalan militer Jepang)
yang menyatu menjadi barisan nasionalis kemerdekaan Indonesia di
Manadi dan Minahasa ini hanya berlangsung 3 jam. Mereka berhasil
menguasai kota Manado dari pemerintah kolonialis NICA (Netherlands
Indies Civil Administration). Yang memelopori aksi adalah Peleton I:
Mambi Runtukahu, Wkl Kmd Regu I, Gerson Andris, Wkl Kmd Regu II,
Mas Sitam, Wkl Kmd Regu III, Yus Kotambunan, Kmd Verkenner,
Lengkong Item, Anggota regu IV dan Wehantouw Verkenner. (Ben
Wowor,2015)
47
Pada pagi hari itu juga satuan-satuan lainnya dikerahkan untuk
menangkap para perwira KNIL Belanda di Sario. Sekitar 32 perwira dan
bintara Belanda berhasil ditangkap pagi itu dan ditempatkan di rumah-
rumah tinggal di Teling. Sejumlah pejabat NICA dan beberapa prajurit
KNIL lainnya dibawa kepenjara kota. Gedung-gedung penting seperti
kantor telepon juga berhasil dikuasai para pemuda yang bekerja ditempat
itu. Gudang-gudang perbekalan dan gedung-gedung penting mendapat
penjagaan ketat untuk menghindari aksi penjarahan dan pengrusakan.
Disebut sebagai aksi kudeta militer, karena alih kekuasaan dilakukan
saat masih berkuasanya pemerintahan NICA di Sulawesi Utara. Saat itu
perlucutan senjata terjadi serentak di Bumi Nyiur Melambai Sulawesi
Utara. Residen Coomans de Ruyter, Komandan NICA, diambil dari tempat
kediamannya di rumah sakit RK Gunung Maria, begitu anggota-anggota
Staf NICA lainnya yang berada di Kaaten-Tomohon dikumpulkan di
kantor polisi dan dengan sebuah truk mereka langsung dibawa ke tempat
penampungan di Manado.
48
(pemerintahan), Alex Ratulangi (keuangan), drh Wim Ratulangi
(perekonomian), R Hidayat (kehakiman), Mayor SD Wuisan (merangkap
kepolisian), dr Ch Singal (kesehatan), E Katoppo (pengajaran), Max
Tumbel (perhubungan/ pelabuhan).
49
6. Perjuangan Laskar KRIS di Jakarta dan sekitarnya
50
menjadi gempuran pasukan-pasukan Piet Sibih, Lukas Palar dan yang
lainnya. Selain itu para anggota Laskar KRIS sering berbaur dengan
kelompok-kelompok pejuang rakyat dimana mana dan mereka sering
aktif di barisan depan dalam setiap pertempuran.
51
menyerbu pos-pos musuh untuk mendapatkan senjata-senjata bagi
perjuangan kemerdekaan.
52
diterbitkan berkat bantuan Percetakan Negara, Yogyakarta). Sementara
itu pergolakan sudah semakin hebat akibat provokasi NICA Belanda.
Utusan yang dikirim KRIS menghubungi orang-orang Manado di daerah
sudah kembali, kecuali utusan Dicky Pantouw yang dikirim ke Jawa
Timur. Karena soal hubungan dengan daerah juga mempunyai kaitan
yang erat dengan usaha-usaha penerangan, Karel Tobing bersama
Mohammad Noor berangkat ke Jawa Timur untuk mengadakan
hubungan dengan orang-orang Manado yang ada di sana. (DPP PDS -
Partisipasi Damai Sejahtera, 2015).
53
Sulawesi di Surabaya berpendapat, bahwa akan sangat merugikan kalau
mereka mendirikan KRIS di Surabaya, karena mereka sudah bergabung
dalam satu wadah, yakni organisasi Barisan Pemberontak Republik
Indonesia atau BPRI. Namun mereka merasa gembira, bahwa usaha itu
sudah ada di Jakarta dan secara pribadi mereka bersedia menjadi
anggota. (DPP PDS - Partisipasi Damai Sejahtera, 2015)
Dari PRI Sulawesi, pasukan ini lebih terkenal dengan sebutan Pasukan
Istimewa PRI-100, dibawah pimpinan Mayor Joop Warouw dan Kapten
Kembi Worang sebagai wakilnya. Pasukan Istimewa PRI-100 Surabaya
ini sebenarnya adalah pasukan expedisi untuk ke Sulawesi Utara, sesuai
permintaan dari Dr Sam Ratulangi agar ada pasukan yang ditempatkan
di Sulawesi Utara.
54
Jepang dan pemancar radio di Embong, mulai memicu konflik dengan
pihak Sekutu sebagai pasukan yang dikirim untuk melaksanakan tugas
pelucutan senjata serta untuk menangani tawanan perang Jepang.
55
3. Akan segera dibentuk “Kontact Bureau” (kontrak biro) agar kerjasama
dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
56
Pertempuranpun terjadi di dalamkota Surabaya terus berlangsung
sampai bulan Desember, dan akhirnya seluruh arek-arek Suroboyo (
sebutan ini termasuk untuk semua suku bangsa Indonesia yang ada di
Surabaya) mundur dan membuat garis pertahanan di Porong, Sidoarjo,
Wonocolo, Kedurus, dan Jombang.
Untuk menyelamatkan
pasukannya dari bahaya
kehancuran total, pihak Inggris
menghubungi Presiden
Soekarno, dan meminta
presiden untuk memerintahkan
pihak Indonesia menghentikan
serangan. Pada keesokan
harinya, tanggap 29 Oktober
1945 pukul 11.30, Presiden
Soekarno bersama-sama
dengan Mayor Jenderal D.C
Hawtorn tiba di Surabaya.
Presiden Soekarno didampingi oleh wakil presiden Drs. Moh. Hatta dan
Menteri Penerangan Amir Syarifuddin segera berunding dengan
Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby. Perundingan menghasilkan
keputusan menghentikan kontak senjata. Perundingan dilanjutkan pada
malam hari antara Presiden Soekarno, wakil presiden RI di Surabaya,
wakil pemuda, dan pihak Inggris yang didampingi oleh Jenderal
Howtorn.
57
Sementara itu, dibeberapa tempat masih terjadi pertempuran, sekalipun
sudah diumumkan gencatan senjata. Oleh karena itu, anggota dari
Kontak Biro dari kedua belah pihak mendatangi tenpat-tempat tersebut
dengan maksud menghentikan pertempuran. Pada pukul 17.00 WIB
pada tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pergi bersama-
sama menuju beberapa tempat. Tempat terakhir yaitu di gedung Bank
International di Jembatan Merah. Gedung ini masih diduduki oleh
pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya.
Setibanya di tempat
tersebut terjadi insiden
yaitu pemuda-pemuda
menuntut agat pasukan
Sekutu menyerah, dan
Brigadir Jenderal A W.S.
Mallaby tidak dapat
menerima tuntutan
tersebut. Tiba-tiba
terdengar tembakan gencar
dari dalam gedung yang
dilakukan oleh pasukan
Inggris. Pemuda-pemuda
membalas serangan
tersebut, dan di tengah-tengah keributan dan kekacauan tersebut pada
anggota Kontak Biro mencari perlindungan sendiri-sendiri. Brigadir
Jenderal A W.S. Mallaby menjadi sasaran para pemuda, dia ditusuk
dengan bayonet dan bambu runcing. Pengawal-pengawal melarikan diri
dan Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby terbunuh.
58
penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10
Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar
No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak
senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di
bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri
sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal
perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan
“Thunderbolt”.
59
8. Perkembangan KRIS Jawa Timur Pasca Pertempuran Surabaya
TRI Laut di Lawang secara resmi tidak pernah menyebut diri TKR Laut
KRIS, namun di kalangan para pejuang Surabaya dan Lawang umumnya
menganggap bahwa mereka sebagai bagian dari KRIS karena semua
anggotanya memakai lencana KRIS. Oleh sebab itu di kalangan badan-
badan perjuangan, mereka lebih dikenal dengan sebutan Tentara Laut
KRIS. Demikian juga sebutan yang tersiar di kalangan pemerintah Jawa
Timur. Hal itu karena orang-orang Lawang tersebutlah yang mendirikan
60
cabang-cabang KRIS di Probolinggo, Pasuruan, Jember, dan Banyuwangi.
Kemudian J. Tamboto sendirilah yang menjadi ketua KRIS pertama di
Lawang yang disebut juga KRIS Surabaya dan secara de facto J.
Tamboto yang menjadi ketua wilayah KRIS di bagian timur Jawa Timur.
Di samping tugas
mempertahankan daerah
perbatasan Sidoarjo-
Probolinggo, pimpinan
Divisi VI TRI Laut Lawang
sebagai orang KRIS
membentuk pasukan
infiltrasi ke Sulawesi.
Untuk itu mereka
membentuk kelompok-
kelompok tempur sukarela
yang digerakkan setiap
saat, yang ditempatkan di
sejumlah pelabuhan pantai utara Jawa Timur, Probolinggo, dan
Pasirputih. Pada mulanya seluruh usaha dan perencanaan latihan hanya
diarahkan ke Sulawesi saja, tetapi sejak Belanda menduduki Madura
pada 1947, usaha infiltrasi juga ditujukan ke sana.
Pada akhir tahun 1945, terjadilah gerakan-gerakan anti suku Ambon dan
Manado di Kota Malang. Pengaruh berita yang simpang siur dari Jakarta
serta berkecamuknya pertempuran di Surabaya karena RAPWI tanpa
mengindahkan tuntutan para pemimpin-pemimpin rakyat,
mengikutsertakan orang-orang Belanda dalam tim pekerja badan ini
sehingga makin memperkeruh suasana kota pegunungan ini. Kejadian
itu sangat mempengaruhi pemikiran rakyat Malang, sehingga mereka
marah.
61
Sama halnya dengan di Jakarta, RAPWI
(Recovery of Allied Prisoners of War and
Internees) di Malang menyelundupkan
serdadu-serdadu NICA yang terdiri dari
orang-orang Ambon dan Manado dalam tim
kerjanya. Bekas tentara KNIL di Malang
dibujuk untuk kembali bergabung dengan
KNIL dengan iming-iming pangkat dan gaji
besar. Di Malang terdapat banyak keluarga
tentara KNIL ditinggalkan para suami dan
pergi bersama Belanda. Penduduk setempat
mencurigai jika serdadu NICA dan RAPWI
menyerbu Malang mereka akan membantu
menghancurkan Republik dan
mengembalikan kekuasaan Belanda. Namun
badan-badan perjuangan tidak terpengaruh
oleh hasutan-hasutan tersebut sehingga
kericuhan yang mulai terjadi di beberapa
bagian kota tidak sempat meluas.
62
Dalam perkembangan
selanjutnya, sebagai tempat
pelarian keluarga-keluarga
bekas daerah pendudukan
Surabaya-Mojokerto, fungsi
dan tugas sosial KRIS Malang
menjadi sangat penting dan
berat. Pada saat itu jumlah
keluarga Manado yang perlu
mendapat perawatan,
termasuk para pengungsi
dari daerah-daerah
pendudukan, tidak kurang
dari 5.000 orang. Umumnya
mereka adalah anak-anak
dan para istri serdadu-serdadu KNIL yang pada waktu Jepang memasuki
Indonesia oleh Belanda diungsikan ke Australia. Selama masa
pendudukan Jepang, khususnya pada tahun 1945, para keluarga
tersebut sangat bergantung pada bantuan dan pimpinan perkumpulan-
perkumpulan Manado setempat. Sehingga wajar kemudian mereka
mengikuti orang-orang itu mengungsi setelah tempat tinggalnya diduduki
Belanda.
63
Pada akhir tahun 1946 dan
awal 1947 beberapa keluarga
eks KNIL meninggalkan
Malang, setelah mendapat
kabar bahwa suami mereka
sudah kembali di Indonesia.
Untuk keluarga kawanua ini
mereka dapat dengan mudah
melintasi garis demarkasi di
daerah yang dijaga pasukan
KRIS dengan surat PMI. Dan
di daerah seberang sebagai
keluarga KNIL, mereka tentu
akan mendapat pelayanan yang baik. Saat itu sikap KRIS tersebut sering
dipertanyakan dan dikecam oleh badan-badan perjuangan lainnya.
Tetapi KRIS berpendapat bahwa justru dengan membantu dan
melindungi keluarga-keluarga itulah dapat ditanam bibit kesadaran
dalam benak anggota KNIL bahwa mereka terlibat dalam perjuangan
bangsa di tanah air. Sebaliknya jika mempersulit mereka maka akan
menimbulkan dendam dan kebencian para suami yang bertugas di KNIL
dan menjadikan mereka lebih kejam dalam bertindak.
Hal itu pernah dialami Adolf Lembong, anggota Divisi VI TRI Laut di
Lawang. Ia semula sebagai anggota pasukan Heiho bentukan Jepang
tetapi melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Sekutu yang
memerangi Jepang di Philipina. Setelah kemerdekaan Indonesia ia
berniat mengabdikan diri pada perjuangan dan bergabung dengan
tentara Indonesia. Dari keluarga-keluarga KNIL yang baru tiba di
pedalaman, Adolf Lembong mengetahui bahwa di daerah perbatasan
Surabaya seluruhnya dikuasai orang-orang Sulawesi. Oleh karena itu ia
pergi ke Surabaya dan berpedoman pada keterangan yang didapat, ia
tiba di Lawang. Setelah melalui berbagai proses pemeriksaan, Lembong
selanjutnya ditampung dan diikutsertakan dalam badan perjuangan.
64
Selanjutnya ia diserahi pimpinan atas sebuah kesatuan dalam Divisi VI
Tentara Laut Lawang dan kemudian dalam kesatuan KRU X dan Brigade
XVI.
Pada masa itu Malang merupakan kota yang paling aman dan nyaman
serta kota yang paling tertib di daerah kekuasaan Republik Indonesia.
Sampai tahun 1947 Malang merupakan kota peristirahatan untuk
anggota pemerintah, tentara dan badan-badan perjuangan. Di kota ini
para anggota KRIS, baik dari seksi pertahanan maupun seksi lainnya,
selalu mendapat sambutan yang baik.Di samping usaha-usaha sosialnya,
KRIS Malang sering harus berperan sebagai penengah dalam pertikaian
demi terpeliharanya wadah kesatuan KRIS.
65
mempunyai pendirian yang sama dengan KRIS Bandung, sudah jelas
tidak dapat membenarkan tindakan KRIS Krawang yang sewenang-
wenang.
Dengan demikian, sekalipun secara resmi hanya seksi sosial KRIS yang
terdapat di Lawang, namun pada hakikatnya gerakan KRIS secara utuh
berfungsi di Surabaya dan Lawang. (KRIS 45 Berjuang Membela Negara,
2018)
66
konperensi Rannaja, di mana lebih dari 19 organisasi turut hadir di
antaranya terdapat badan-badan perjuangan KRIS Muda dengan KRIS
Sulawesi (bedakan dengan KRIS di Jawa). Badan gabungan baru itu
disebut "Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi" disingkat
LAPRIS. Sebagai anggota terdaftar 26 badan perjuangan.
67
Yang juga menarik dari pasukan ini adalah satuan Laskar Wanita dan
Palang Merah pimpinan Emmy Saelan dengan wakil, Sri Mulyati.
Makassar menjadi tidak aman baik bagi militer maupun sipil Belanda.
Laskar giat melakukan aksi di Makassar dengan pelemparan granat
ataupun rentetan tembakan terhadap kamp-kamp militer dan rumah-
rumah pembesar Belanda. Mereka juga melakukan perang psikologis
dengan penyebaran pamflet diberbagai pelosok kota. Makassar
dikucilkan, jalan-jalan raya di blokir dengan penebangan pohon-pohon
yang melintang di jalan-jalan yang dibantu sepenuhnya oleh masyarakat
luas. Semua jaringan komunikasi militer di Makassar terputus karena
kabel-kabel telepon sudah dipotong oleh laskar Harimau Indonesia yang
sebagian besar adalah pelajar-pelajar SMP Nasional. Lagi pula sebagian
besar dari daerah-daerah di Sulawesi Selatan telah dikuasai sepenuhnya
oleh para gerilyawan Republik, seperti di Madjene, Polewali,
68
Polombangkeng, Goa, Bone, Kolaka, Makale, Pinrang, Enrekang dan
Pangkajene.
69
Wolter Robert Monginsidi dengan
nama panggilan sehari-hari “Bote”
adalah seorang guru di sekolah
menengah pertama, Jalan Goa 56
Makasar. Tanggal 28 Peburari 1947. Ia
lahir di desa pesisir Malalayang, tak
jauh dari Manado, pada tanggal 14
Februari 1925 alias tepat di hari kasih
sayang. Meski lahir dari pasutri Petrus
Monginsidi dan Kina Suawa yang
berprofesi sebagai petani kelapa, Bote -
-sapaan Wolter-- kecil sudah diajarkan
akan pentingnya pendidikan. Ia
mengenyam bangku sekolah
Hollandsch-Inlandsche School (HIS,
setingkat SD) dan tamat Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO,
setingkat SMP) Frater Don Bosco di
Manado.
Tahun 1942 jadi masa cobaan setelah ibunda tercinta meninggal dunia.
Namun Bote tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Bersamaan dengan
pendudukan Jepang, ia mulai menimba ilmu di sekolah pertanian yang
didirikan pemerintah Dai Nippon serta di saat bersamaan menekuni
Bahasa Jepang di Sekolah Keguruan Bahasa Jepang. Keduanya berada
di Tomohon. Setelah lulus, ia menjadi guru Bahasa Jepang di beberapa
wilayah termasuk kampung halamannya.
Bote lulus dari MULO ketika kekuasaan Belanda di Indonesia baru saja
berakhir, digantikan oleh pendudukan militer Jepang sejak tahun 1942.
Ia kemudian masuk ke dua sekolah sekaligus, yakni sekolah pertanian
bentukan Jepang dan Sekolah Keguruan Bahasa Jepang, keduanya di
Tomohon – Minahasa.
70
Di pusat peradaban Sulawesi Selatan itu, Bote atau yang kini sudah
cukup dikenal dengan nama aslinya, Monginsidi, terhenyak karena
kemerdekaan yang baru dinikmati sesaat tiba-tiba terancam. Belanda
datang lagi dengan wujud anyar: Netherlands Indies Civil Administration
alias NICA dengan tujuan berkuasa kembali di Indonesia.
Tak pelak, darah muda Bote mendidih, dan dengan tegas ia memutuskan
untuk ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia di usianya yang masih remaja. Robert Wolter Monginsidi turut
dalam pembentukan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia
Sulawesi (LAPRIS) pada 17 Juli 1946.
71
"Saya berani berjuang untuk nusa dan bangsa saya dan saya berani
menanggung segala akibatnya, Saya hanya tunduk pada bathin saya".
Salah satu aksi heroik Monginsidi lainnya terjadi sepanjang pekan ketiga
Januari 1947. Pasukannya terlibat kontak senjata dengan pihak Belanda
dan berhasil memukul mundur lawan (Syahrir Kila, Kelaskaran 45 di
Sulawesi Selatan,1995:87). Beberapa hari kemudian, terjadi saling
tembak-menembak lagi. Monginsidi nyaris saja tertangkap, tapi lolos.
72
diledakkan, seisi kompleks penjara kacau-balau. Melalui cerobong asap
dapur, Monginsidi dan ketiga rekannya berhasil membongkar genting
dan melarikan diri. Sejak semula Monginsidi sadar, bahwa Belanda tidak
akan berhenti mencarinya sampai dapat. Dengan demikian dia
dihadapkan pada pilihan: melarikan diri ke daerah aman dan
meninggalkan semua teman-teman seperjuangan; atau tinggal di daerah
Makasar dengan risiko ditangkap kembali, yang pasti berarti mati.
Perhitungan tersebut dapat disimpulkan berdasarkan keterangan, bahwa
banyak mata-mata disebar Belanda ke segala penjuru untuk mencari
jejaknya. Maka pada suatu waktu pasti ada yang berhasil
menemukannya.
73
Monginsidi dibelenggu dengan rantai, kemudian dikaitkan ke dinding
tembok tahanan di Kiskampement Makassar.
74
sebagai korban dengan penuh keikhlasan memenuhi kewajiban buat
masyarakat kini dan yang akan datang. Saya percaya penuh bahwa
berkorban untuk tanah air mendekati pengenalan kepada Tuhan yang
Maha Esa.”
Ketika tiba pada hari Senin tanggal 05 September 1949 sebagai hari
penghukuman pada sekitar jam 05.00 subuh, di Panaikang Tello, putera
bangsa terbaik Robert Wolter Monginsidi dengan gagah berani berdiri
tegak di hadapan regu penembak. Monginsidi ingin menikmati saat-saat
terakhirnya dengan kebanggaan, “Saya jalani hukuman tembak mati ini
dengan tenang, tidak ada rasa takut dan gentar demi kemerdekaan
bangsa Indonesia tercinta.”
75
ketiak kanan, 1 di pelipis kiri, dan 1 di tepat pusar. Monginsidi
tersimpuh, gugur pada waktu subuh di umur yang juga masih terbilang
dini, 24 tahun.
76
masyarakat untuk tidak membantu para “ekstrimis.” Operasi
pembantaian yang dilakukan Westerling dengan diberlakukannya
Unsang-Undang SOB antara 10 Desember 1946 hingga 5 Februari 1947
telah menghilangkan ribuan nyawa pejuang dan gerakan bawah tanah
PNI dan pro-Republik di Sulawesi Selatan.
77
Pendaratan gelombang
pertama TRIPS terjadi kontak
senjata oleh hadangan
pasukan KNIL. Pertempuran
terjadi di daerah Suppa, yang
ketika itu pihak TRIPS hanya
berkekuatan satu peleton,
sedangkan yang dihadapi
satu kompi KNIL dengan
senjata serba lengkap
hinggga tidak seimbang.
Akibatnya, banyak dari
personal TRIPS gugur,
terutama dalam pertempuran
di Muntala.
78
membawahi daerah pertahanan Makassar dan sekitarnya, Parepare dan
sekitarnya, Palopo dan sekitarnya. Susunan Staf komando Divisi:
Panglima (pelaksana) : Mayor Andi Mattalatta,
Kepala Staf : Mayor Saleh Lahade,
Seksi I : Kapten Muhammad Syah,
Seksi II : Kapten Maulwi Saelan,
Seksi III : Kapten Andi Sapada,
Seksi IV : Kapten Andi Oddang,
79
Usaha Letkol Kahar Muzakar Membentuk Pasukan Sulawesi
di Yogyakarta.
*****
80
10. Perjuangan Arie Lasut.
Tahun 1939 itu juga ia mengikuti ujian masuk kursus asisten geologi
pada Dienst van den Mijnbuow (Direktorat Jendral Geologi dan Sumber
Daya Mineral saat ini). Ia lulus dua terbaik dari 400 peserta. Disinilah ia
bertemu dengan Soenoe Soemosoesastro. Mereka berdua menjadi
asisten geologi pribumi pertama di Indonesia. Selama mengikuti kursus,
Ari juga masuk dalam CORO (Corps Opleiding Reserve Officer) yang
dilatih oleh Belanda untuk membantu pertahan melawan Jepang.
Jepang menyerah kalah pada perang pasific tahun 1945 dan Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya. Melalui instruksi presiden, segala
asset harus di nasionalisasikan. Arie berperan penting dalam
81
pengambilan Chishitsu Chosacho dari Jepang dan mengubahnya
menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG). Berbekal
pengetahuannya akan ilmu Geologi, Arie ditetapkan menjadi kepala
Djawatan tersebut dan Soenoe sebagai wakilnya. Saat itu usianya baru
28 tahun. Usia yang boleh terbilang muda untuk memegang suatu
jabatan di Jawatan yang merupakan terbesar di Asia ini.
Masa awal kemerdekaan tidaklah berjalan mulus, Belanda masih belum
bisa move on, dan masih ingin menjajah Indonesia lewat agresi militer I
dan II nya. Dan Djawatan Geologi dan Tambang yang dipegang Arie
merupakan salah satu target operasi Belanda yang harus dikuasai. Arie
juga menjadi incaran Belanda saat itu.
82
Puncaknya pada pagi tanggal 9 Mei 1949, masuk radiogram dari
Pemerintah Belanda di Jakarta kepada Komandan Pasukan Belanda di
Yogyakarta yang berisi : "A.F. Lasut secepat mungkin dihilangkan". Arie
Lasut kemudian "dijemput" dikediaman dan dibawa ke Pakem,
Kaliurang. Dalam perjalan ia menerima berbagai siksaan agar mau
memberitahukan informasi dan dokumen-dokumen kekayaan geologi
Indonesia. Arie tetap tak bergeming, bahkan makin menimbulkan
semangat berani mati untuk bangsa dan negaranya. Hingga akhirnya
dengan gagah ia menatap tentara Belanda yang mengarahkan moncong
senjatanya kearah Arie. Arie ditembak dengan keji oleh Belanda yang
putus asa. Arie meninggal dihari tepat ditandatanginya perjanjian Roem
Roijen diusia 30 tahun. Jenazahnya ditemukan terbujur kaku
mengenakan celana dan kaus putih serta tangan yang menggenggam
granat.
****
83
E. AGRESI MILITER BELANDA PERTAMA
Setelah Perundingan
Linggarjati ditandatangani
oleh Indonesia dan Belanda
pada tanggal 15 November
1946, merupakan wujud
pengakuan internasional
terhadap Kemerdekaan dan
kedaulatan Indonesia. Inilah
perjanjian resmi pertama
yang dilakukan Belanda dan
Indonesia setelah
kemerdekaan
Indonesia. Dr. Van
Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, didampingi oleh
Schermerhom sedangkan Indonesia mengutus Sutan
Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris
sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord KiIllearn. Namun, realisasi di
lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli
1947, Van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur
pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Permintaan tersebut tentu
saja di tolak oleh Indonesia karena melanggar perjanjian yang sudah
dibuat.
84
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui
kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak
gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari
kalangan parpol-parpol di Republik.
85
Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk
menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang
lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian,
Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di
Sumatra, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi
minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang
diamankan.
86
mulai melancarkan operasi militer dengan tujuan tidak lain adalah
untuk menghapus segala bentuk atribut negara sehingga Indonesia
kehilangan kedaulatan dan kembali menjadi negara jajahan.
87
di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti
kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.
88
mengadukan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke PBB,
melalui jalur diplomasi. karena agresi militer tersebut dinilai telah
melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan
Linggarjati.
Pada bulan Juli 1947 jatuh saat bulan Ramadhan, sehingga semua
umat Muslim sedang melaksanakan ibadah puasa, termasuk pasukan
TNI. Pada sekitar pukul 3.00 pasukan terdepan menerima perintah dari
Komandan Markas Pertempuran Oentoeng Soeropati (MPOS) Letkol
Hamid Rusdi, yang berisi agar siap-siap untuk menghadapi segala
kemungkinan atas serangan pihak Belanda. Pada pukul 4.30 dengan
kode “Bibit Disirami‟ seluruh pasukan sudah siap di perkubuannya
89
masing-masing. Pada pukul 5.15 ada lima buah pesawat terbang
Belanda terbang di atas pertahanan Republik sambil menyebarkan
pamflet yang berisi agar tentara kita menyerah kepada tentara Belanda.
Kemudian pukul 5.30 muncul pesawat Belanda tipe P.51/Mustang
(Cocor Merah) dan B.25/Bomber yang menembaki daerah pertahanan
RI di Watukosek-Japanan-Bulusari yang mengakibatkan seorang gugur
dan 4 luka-luka. Hubungan dengan komando terputus dan Tretes hari
itu juga diduduki Belanda, para korban langsung diangkut ke Rumah
Sakit Malang.
****
90
F. INTEGRASI KRIS DALAM TRI
Pada prinsipnya Laskar KRIS tidak ada masalah dalam integrasi ini. Beda
dengan umumnya satuan laskar lain, kami tidak berada dalam partai
politik tertentu, sehingga tidak ada ganjalan apa-apa kalau berhadapan
dengan pejabat pemerintahan yang kebetulan adalah orang daripada
partai yang berseberangan. Faktor terpenting yang membuat sulit bagi
pemerintah untuk menghalangi integrasi Laskar KRIS kedalam TRI
adalah prestasi Laskar KRIS sendiri yang sedemikian menonjolnya.
Pasukan-pasukan KRIS di Bandung dan sekitarnya, ketika bersama
beberapa kelompok laskar lainnya berintegrasi dalam TRI, sampai berani
minta diresmikan dengan nama “Pelopor” untuk menyatakan
kepeloporan mereka dalam perjuangan membela tanah air, dan pimpinan
TRI mengakui itu.
91
Bagi pemerintah dan pimpinan TRI sendiri, integrasi dengan semua
badan kelaskaran semakin menjadi kebutuhan untuk menghadapi
musuh. Tapi integrasi dilangsungkan sebagai proses reoganisasi,
restrukturisasi dan rasionalisasi. Rasionalisasi inilah ynag konsekuannya
berupa pengurangan jumlah pasukan. Banyak yang dinilai tidak layak
untuk menjadi tentara resmi. Banyak satuan dan laskar yang ditolak
integrasi secara antero, namun hanya diterima secara individual atau
dalam satuan-satuan kecil terpilih saja, atau juga dilebur dalam
kesatuan resmi yang sudah ada. Salah satu ukuran terbilang jelas
mengenai faktor persenjataan. Jumlah senjata dalam pasukan harus 1
berbanding 1 dengan jumlah anggota. Dalam hal ini pimpinan TRI sudah
cukup obyektif, tidak benar kalau dituduh pilih kasih. Pasukan Siliwangi
saja diciutkan menjadi setengahnya.
Struktur pimpinan inti Brigade XII tak berubah dari Laskar KRIS.
Komandan Kolonel Evert Langkai, Wakil Komandan Letkol Jan Rapar,
Kepala Staf Mayor Henk Lumanuw,Staf Intelijen dan Operasi Kapten
Ventje Sumual. Walau sudah menjadi TRI, umumnya orang tetap
merasa ini pasukan KRIS. Itulah mengapa sering disebut Brigade XII -
KRIS.
Dengan status dan posisi sebagai tentara reguler, anggota KRIS yang
tergabung dalam Brigade XII, semakin gigih berjuang. Brigade XII tetap
92
sebagai pasukan yang banyak mencatat prestasi di banyak front. Karena
hal tersebut, banyak pasukan lain yang mau bergabung dengan Brigade
XII - KRIS. Melihat kenyataan ini, MBT lantas mempercayakan Brigade
XII untuk menghimpun pasukan-pasukan lain. Dengan kriteria yang
sudah ditentukan untuk menjadi satu Divisi. Adapun pasukan yang
menyatakan diri untuk bergabung dalam Brigade XII, di Laskar
Hizbullah/Fisabilillah, BPRI dibawah pimpinan Bung Tomo, Barisan
Banteng, resiman Pattimura, Resimen Ngurah Rai, Resimen Hasanuddin,
juga pasukan-pasukan Kalimantan. Masing-masing terdiri dari banyak
personil, bahkan ada yang sangat besar, misalnya Hizbullah yang
personilnya mencapai dua ribuan. Oleh karenanyai Brigade XII - KRIS ini
mendapat kehormatan dengan nama Divisi 17 Agustus. Panglimanya
Kolonel Evert Langkai dan rencananya akan segera diresmikan pada
HUT II RI 17 Agustus 1947.
Tetapi menjelang akhir Juli 1947 terjadi Agresi Militer Belanda. Semua
rencana pembentukan Divisi baru pun buyar, kendati pasukan-pasukan
yang akan diresmikan sudah gladi parade. Malah, bukan saja divisi baru
yang dibatalkan, keseluruhan pasukan-pasukan TRI harus
direorganisasi, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Meskipun Divisi 17
Agustus batal berdiri, namun sejak inilah Brigade XII mendapat
kepercayaan, baik pemerintah maupun pasukan-pasukan yang
bergabung untuk menjadi penggalang semua pasukan yang orang-
orangnya berasal dari luar Jawa dan Sumatera, untuk kemudiannya
disiapkan sebagai rintisan TNI bagi daerah masing-masing. Rintisan ini
terkenal dengan nama Pasukan Seberang.
93
Pada bulan Agustus 1947, Brigade XII - KRIS bukan saja mengalami
batalnya rencana menjadi Divisi 17 Agustus, tapi malah kehilangan
panglimanya. Kolonel Evert Langkai tiba-tiba mengundurkan diri di
akhir bulan Agustus 1947, dalam suatu Upacara militer yang digelar
mendadak di halaman Markas Brigade XII. Wakil Komandan Brigade XII
Letkol Jan Rapar langsung mengambil alih pimpinan upacara, dan sejak
itupun berfungsi sebagai Komandan Brigade XII. (Memoar Ventje Sumual,
2009)
******
94
G. TERBENTUKNYA BRIGADE SEBERANG
Pada akhir Oktober 1948, rencana reorganisasi telah selesai. Ada 4 Divisi
Teritorial. Divisi I, Divisi II, Divisi III dan Divisi IV. Divisi-divisi ini tidak
sama dengan 3 divisi yang ada sebelumnya. Dalam reorganisasi
sekarang, semua pasukan masuk dalam brigade-brigade. Disiapkan 17
Brigade. Kami KRU-X menjadi Brigade XVI. Empat Divisi baru itu
membawahi 15 Brigade. Sedang 2 Brigade lainnya, Brigade XVI dengan
Komandan Brigade Letkol AG. Lembong, Wadan Letkol Joop. F
Warouw. dan Brigade XVII langsung dibawah Panglima Komando
Teritorium Djawa, Kolonel AH. Nasution.
95
Komandan Yon E : Mayor Lukas Palar
Komandan Depo Batalyon : Mayor Ventje HN. Sumual
*****
96
BAB III
PERJUANGAN MENGHADAPI
AGRESI MILITER BELANDA II
97
tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda
terus berupaya mecari cara menjatuhkan wibawa Indonesia.
98
memborbardir Maguwo (sekarang Bandara Adisucipto) dan sejumlah
bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa itu mengawali agresi militer
Belanda II. Pemboman dilanjutkan dengan penerjunan pasukan udara.
Dalam waktu singkat, Yogyakarta ibu kota RI ketika itu, dapat dikuasai.
99
Adapun tujuan Agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda terhadap
bangsa Indonesia memiliki tujuan untuk memperlihatkan pada dunia
Internasional bahwa Republik Indonesia dan tentaranya TKR itu
sesungguhnya sudah tidak ada. Dengan begitu Belanda memiliki hak
untuk berbuat semaunya terhadap bangsa Indonesia.
Menurut Ide Anak Agung Gde Agung (1983, 183), Ada dua alasan
utama mengapa Beel melancarkan agresi militer tersebut, yakni
sebagai berikut:
1. Menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem
ketatanegaraan,
2. Membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas
Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan,
3. Wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang
kooperatif dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian
dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik.
Dan apabila ditilik dari tujuan utama dalam setiap gerakan militer
Belanda terhadap Indonesia, ada beberapa segi yang melatar belakangi
hal tersebut. Diantaranya sebagai berikut.
1. Dari segi ekonomi, bersamaan kembalinya Indonesia dibawah
kekuasaan masa penjajahan Belanda di Indonesia segala
100
kepentingan ekonomi investasi yang ditanam oleh Belanda akan
semakin luas dan mendapat keuntungan laba yang besar.
2. Dari segi sosial, ini memiliki keterkaitan dengan masalah
kependudukan orang Belanda yang masih tetap tinggal di Indonesia.
3. Dari segi eksistensi, kedudukan Belanda di mata dunia melalui
upaya perundingan yang gagal semakin memperburuk citra Belanda
di mata dunia Internasional. Dan melalui Agresi Militer Belanda
berusaha melancarkan tujuannya melalui dukungan Militer dan
sekutu.
101
Belanda, Dr. Beel, akan menyampaikan pidato yang penting.
102
diplomat Amerika Serikat (AS), Merle Cochran di Hotel Des Indes dan
melaporkan hal tersebut. Mendengar laporan ini, diplomat Amerika
Serikat tersebut sangat kaget, dan memutuskan untuk berangkat ke
Yogyakarta, namun nahas, upaya mereka ke Yogya dari Landasan Udara
Kemayoran, kandas karena tak mendapat izin terbang dari petugas
landasan. Bandara dinyatakan tertutup untuk lalu lintas penerbangan.
103
didukung pesawat angkut dan pesawat tempur, Tapi dari kesaksian
pasukan TNI saat itu yang jaga perbatasan (garis demarkasi) Kebumen-
Gombong, tidak banyak yang tahu bahwa infantri pelopor Belanda
merangsek ke Yogya, menyamar dengan kendaraan PBB sejak 18
Desember malam.
Pukul 06.45 perlawanan minim dari pasukan dan kadet Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI) dengan mudah dilumpuhkan. Tak berapa
lama, pasukan KST pun terjun. Singkat kata, Yogyakarta sudah bisa
dikuasai pada tengah hari dengan ditangkapnya Soekarno.
104
Pukul 05.45, 13 pesawat
tempur Belanda
membombardir Lapangan
Terbang Maguwo, kemudian
diikuti dengan Dakota yang
menerjunkan pasukan Linud.
Pertahanan Maguwo ternyata
sangat lemah, tidak seperti
yang digembar-gemborkan
beberapa perwira MBT.
Maguwo hanya dijaga oleh
seratusan tentara dengan
persenjataan minim. Mitraliyur 12.7 hanya sebuah. Ada 1 Kompi AD,
tapi entah kenapa beberapa jam sebelum serangan justru ditarik keluar
Jogja. 14 pesawat milik RI, antaranya 8 buah dalam hanggar, hancur
terbakar. Ditambah sebuah pesawat Catalina AURI yang kembali dari
Sumatera dan tidak mengira kalau Maguwo sudah dikuasai oleh musuh,
ditembak jatuh. Setelah tidak sampai 1 jam Maguwo sudah dikuasai,
berturut-turut tiba Dakota menerjunkan pasukan dalam jumlah besar.
15 Dakota Belanda mondar mandir Semarang-Maguwo menjemput dan
menerjunkan pasukan dan peralatan. Sementara digerbang Jogja
pasukan darat Belanda lengkap dengan lapis bajanya merengsek dengan
cepat memasuki Kota Jogja.
105
Pesawat-pesawat tempur Belanda
sejak pagi menderu-deru dilangit
Yogyakarta. Ada sekitara 20 pesawat
yang terdiri dari Jager, Bomber, dan
Fighter bergentayangan sambil terus
menerus memuntahkan
tembakannya. Mereka menembak
setiap objek yang terlihat dan
bergerak. Mobil, delman, gerobak,
kereta api, sepeda, mobil, juga
penduduk yang berlarian mengungsi
tidak luput dari hantaman mereka.
Mayat bergelimpangan, korban jatuh dimana-mana.
Kapten Abdul Latief dan segelintir prajurit yang tersisa beruntung bisa
meloloskan diri dari kepungan tentara Belanda pada 1 Maret 1949 itu.
Dua orang anak buahnya gugur, 12 orang lainnya mengalami luka-luka.
Sementara 50 orang pemuda dari laskar gerilya kota tewas tertembus
peluru, kemudian dikuburkan di makam tak bernama di dekat Stasiun
Tugu Yogyakarta. Dengan berlumuran darah dan nafas terengah-engah,
mereka terpaksa mundur dari ajang pertempuran dalam serangan
umum tersebut. Tujuannya adalah markas gerilya di daerah Kuncen, sisi
barat Kota Yogyakarta, yang juga menjadi tempat tinggal sementara
Latief dan kawan-kawan selama perang.
****
106
B. KEADAAN PEMERINTAHAN RI PASCA AGRESI MILITER
BELANDA KEDUA
107
sempat ditambah perkuatan pasukan AD dengan persenjataaan lengkap,
tapi hnya 1 Kompi, dan itupun malah ditarik lagi hanya beberapa jam
sebelum serangan Belanda tiba. Akibatnya parah. Pesawat-pesawat
AURI yang ada di Maguwo dihancurkan semua. Pasukan payung
Belanda diterjunkan dengan aman, pesawat-pesawat Dakota
pengangkutnya bolak balik lenggang kangkung dengan amannya
mendrop pasukan dan perlengkapan.
Di Jogja, TNI kocar kacir tanpa adanya koordinasi yang memadai. Baik
kordinasi untuk melakukan perlawanan seperlunya, maupun
pengungsian kedaerah gerilya. Meski sudah ada Perintah Siasat
Panglima Besar sejak bulan Juni 1948 untuk bergerilya, tapi pada 19
Desember itu ternyata tetap saja banyak pasukan yang bingung mau
melakukan apa dan bagaimana.
108
tersebut hingga memunculkan sindiran : “MBKD itu singkatan dari
Markas Belanda Keliling Djawa!” (Ventje Sumual, 2011)
109
Melihat kondisi Jenderal yang saat itu sedang sakit, Presiden
menyarankan untuk beristirahat saja. Namun Jenderal Sudirman tetap
bersikeras akan niatnya itu. Akhirnya dengan berat hati, Presiden
Soekarno terpaksa memberikan izin kepada Jenderal Soedirman untuk
bergabung dengan anak buahnya.
110
3. Tertawannya Para Pemimpin Pemerintahan RI
111
diserahkan kepada 3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri
Kehakiman, Menteri Perhubungan.
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van
Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke
Pelabuhan Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang
jelas. Selama di perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25
milik angkatan udara Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan
pesawat, pilot mengetahui arah setelah membuka surat perintah di
dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan kepada para pemimpin
republik.
112
tentara Belanda, kecewa luar biasa mendengar laporan bahwa tidak
terjadi pertempuran dikediama Presiden dan Wakil Presiden RI. Karena
itu berarti tidak bisa menembak pucuk pimpinan RI itu. Tatakrama
politik internasional hanya bisa memaklumi kalau tewas pada saat
pertempuran, killed during action.
113
kabinet serta mengambil alih tugas Pemerintah Pusat. Yang kemudian
pemerintahan pimpinan Syafruddin ini dikenal dengan Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI).
114
7. Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI.
8. Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar Tentara
9. Kolonel AH Nasution sebagai Panglima Tentara Jawa.
10. Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra.
115
PDRI juga berperan sebagai kunci di dalam arus informasi, membuat
mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah
yang lain. Radiogram tentang masih berdirinya PDRI menghadiri Ketua
Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya yang
berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. (Budi Setiyono,
2018)
116
Sekitar pukul 16.00, datang serombongan kecil perwira TNI dari arah
barat daya. Mereka adalah rombongan dari MBKD (Markas Besar
Komando Djawa), dipimpin Letkol Sukanda Bratamanggala yang
sedang berkeliling melakukan konsolidasi. Letkol Sukanda
Bratamanggala adalah Wakil Kepala Staf Teritorial, tapi saat itu ia satu-
satunya perwira tertinggi Komando Djawa yang ada di ibukota
Yogyakarta. Para pejabat lainnya sedang mengikuti Panglima MBKD
Kolonel AH. Nasution ke Jawa Timur
****
117
C. STRATEGI PERLAWANAN MENGHADAPI AGRESI MILITER
BELANDA KEDUA
118
beberapa hal yang kemudian dirangkum dalam Perintah Siasat No.1
Panglima Besar. Perintah Siasat No.1 itu secara garis besar bisa
disimpulkan adalah melakukan perang gerilya. Perang kecil-kecil secara
terus menerus yang melelahkan. Perintah Siasat No.1 itu dikeluarkan
Jenderal Soedirman pada 12 Mei 1948 pukul 13.00 WIB. Persoalan
kemudian adalah kapan perintah siasat itu akan dijalankan. Pada saat
Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948, Perintah Siasat No.1 itu
dijalankan oleh Perintah Kilat No.1 yang kabarnya ditulis tangan
langsung oleh Jenderal Soedirman.
119
SWK 101 di daerah Bantul Timur dengan Komandan Mayor Sekri
Soenarto.
SWK 102 di daerah Bantul Barat dengan Komandan Mayor Sardjono.
SWK 103 di daerah Godean dengan Komandan Mayor Ventje HN.
Sumual.
SWK 104 di daerah Sleman dengan Komandan Mayor Soekasno.
SWK 105 di daerah Gunung Kidul dengan Komandan Mayor Soejono
SWK 106 di daerah Kulon Progo dengan Komandan Letkol R.
Soedarto.
120
Pandu Wiguna, Ir. Sakirman, Setiadi. Chairul Saleh, yang kemudian
mengatakan akan ke daerah Jawa Barat, bergerilya disana.
121
(mantan Ajudan II Panglima Besar Jenderal Soedirman, Mayor (Purn) Pendeta Abu
Arifin).
122
Lama menunggu dan tidak mendapat kabar dari Supardjo Rustam,
akhirnya Jenderal Soedirman memutuskan untuk menemui Presiden
Soekarno di Istana, walaupun saat itu Soedirman dilarang untuk
bepergian. Lalu disiapkan dua mobil, yakni satu sedan hitam dan satu
mobil bak terbuka yang diisi pasukan. Pak Dirman lalu menaiki mobil
sedan hitam bersama supirnya Sudirman, yang namanya memang sama
dengan beliau. Kemudian komandan pasukan pengawal Kompi I
Kapten Cokropranolo berada di sisi kiri supir dan Jenderal Sudirman
bersama Letnan dua Suwondo..
123
Rombongan pasukan Sudirman lalu menyusuri wilayah selatan
Yogyakarta mulai dari Bantul hingga Parangtritis. Mereka lalu berhenti
dan beristirahat ditempat lurah Grogol yang bernama Pak Hadi. Di
rumah Pak Hadi, para pemimpipasukan mengadakan rapat untuk
membuat rute perjalanan menuju Gunung Wilis di Kediri. Sedangkan
Jenderal Sudirman mendapat pemeriksaan kesehatan oleh dokter
pribadinya, Dokter Suwondo.
124
seorang ulama bernama Mahfuz; Mahfuz memberi sang jenderal sebuah
tongkat untuk membantunya berjalan, meskipun Soedirman terus
dibopong dengan menggunakan tandu di sepanjang perjalanan. Mereka
kemudian melanjutkan perjalanan ke timur.
125
seorang prajuritnya, Letnan Heru Kesser –yang memiliki kemiripan
dengan wajah Jenderal Sudirman. Kesser diperintahkan untuk menuju
selatan bersama sekompi besar tentara, mengganti pakaiannya, dan
diam-diam kembali ke utara, sedangkan Jenderal Sudirman menunggu
di Karangnongko.
126
besaran. Sementara itu, Belanda mulai menyebarkan propaganda yang
mengklaim bahwa mereka telah menangkap Soedirman; propaganda
tersebut bertujuan untuk mematahkan semangat para gerilyawan.
(Wikipedia Indonesia)
127
langkah-langkah yang harus diambil guna meng-counter propaganda
Belanda itu.
128
Sudirman. Ia kemudian menjadi penghubung antara Panglima Besar
Jenderal Sudirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto
& Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Selain itu, sebagai dokter
spesialis paru, setiap ada peluang, ia juga dapat ikut merawat Panglima
Besar Sudirman yang saat ini menderita penyakit paru-paru. Guna
membantu dan merawat Panglima Besar Sudirman, Letkol. dr. W.
Hutagalung masih tinggal beberapa hari, sebelum kembali ke
markasnya di Gunung Sumbing.
129
1. Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III,
yang didukung Wehrkreise I, II & III,
2. Mengerahkan seluruh potensi militer & sipil di bawah Gubernur
Militer III,
3. Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di
wilayah Divisi III,
4. Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar mencapai efek lebih besar,
5. Serangan tersebut harus diakui dunia internasional, untuk itu perlu
mendapat dukungan dari: Wakil Kepala Staf Angkatan Perang
dukungan dengan pemancar radio yang disetujui oleh AURI &
Koordinator Pemerintah Pusat, Unit PEPOLIT [Pendidikan Politik
Tentara] Kementerian Pertahanan.
Tujuan utama dari rencana ini menunjukkan eksistensi TNI dan dengan
demikian juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia kepada
dunia internasional. Untuk menunjukkan eksistensi TNI, maka anggota
UNCI, para wartawan serta para pengamat militer harus melihat
perwira-perwira yang berseragam TNI. (Ki Hermawan Poerbocarito, 2016).
130
Langsung di bawah wilayah Divisi III / GM III sehingga tidak perlu
disetujui Panglima / GM lain & semua misi memperbaiki dan
mengendalikan wilayah / operasi.
131
Tengah, di mana ada misi Belanda yang kuat seperti Magelang,
Semarang dan Solo. Jarak tempuh [waktu itu] Magelang-Yogya hanya
sekitar 3-4 jam saja; Solo-Yogya, sekitar 4-5 jam, & Semarang-Yogya,
sekitar 6-7 jam. Magelang & Semarang [bagian Barat] berada di bawah
wewenang Divisi III GM III, namun Solo, di bawah wewenang Panglima
Divisi II / GM II Kolonel Gatot Subroto. Oleh karena itu, serangan di
wilayah Divisi II dan Divisi III harus juga dilakukan serempak.
132
Setelah pertemuan selesai, Komandan Wehrkreise II dan para pejabat
sipil pulang ke tempat masing-masing guna menyiapkan segala sesuatu,
sesuai dengan tugas masing-masing. Kurir segera dikirim untuk
menghadiri pertemuan di Gunung Sumbing pada 18 Februari 1949
kepada Panglima Besar Sudirman dan Komandan Divisi II / Gubernur
Militer II Kolonel Gatot Subroto. (Ki Hermawan Poerbocarito, 2016).
133
Brigade IX di bawah komando Letkol Achmad Yani, diperintahkan
melakukan penghadangan terhadap bantuan Belanda dari Magelang ke
Yogyakarta. Tanggal 19 Februari 1949. Panglima Divisi dan rombongan
melanjutkan perjalanan, yang selalu dilakukan pada malam hari dan
beristirahat pada siang hari, untuk menghindari patroli
Belanda. Penunjuk jalan juga selalu berganti di setiap desa. Dari
Banaran rombongan menuju wilayah Wehrkreise III melalui daratan
Menoreh untuk persetujuan atas Komandan Wehrkreis III
Letkol. Suharto. Kolonel Bambang Sugeng bersama rombongan
mampir di Pengasih, di tempat kediaman mertua Bambang Sugeng.
Disana ia masih sempat berenang di telaga yang ada di dekat Pengasih
[Keterangan dari Bambang Purnomo, adik kandung alm. Bambang
Sugeng, yg sekarang tinggal di Temanggung].
134
5. Serangan Umum 1 Maret 1949
135
Puncak serangan umum terhadap kota Yogyakarta akan dilakukan pada
tanggal 1 Maret 1949, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto,
Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, dimulai terlebih dahulu
dengan menghubungi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta. Letkol Soeharto, sebagai komandan Wilayah
Wehrkreise III yang bertanggung jawab di wilayah Yogyakarta dan
sekitarnya, lalu membuat rencana untuk menemui Sultan dengan
menyusup ke Keraton. Dalam penyusupan itu, Letkol Soeharto diantar
oleh Marsoedi menuju ke Keraton Yogyakarta dan berhasil menghadap
Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 14 Februari 1949. Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta
menyambut baik dan merestui serta siap membantu untuk pelaksanaan
serangan umum tersebut.
Kemudian untuk
melaksanakan rencana itu,
beberapa perwira pemimpin
sektor dipanggil untuk
maksud tersebut. Diantara
yang dipanggil adalah
Mayor Ventje Sumual
sebagai Komandan SWK
103A, berkedudukan di
daerah Godean, dan Mayor
Sekri Soedarto, Komandan
SWK 106, yang
berkedudukan di daerah Kulon Progo. Dalam pertemuan tersebut,
dibicarakan tentang strategi kedepan, sambil mengevaluasi langkah-
langkah yang sudah dan sedang dilaksanakan, yang disesuai dengan
strategi umum perang gerilya, tentu saja mengenai serangan umum yang
akan dilakukan lagi.
136
dipimpin Walikota Sardjono, Utara oleh Walikota Kusno. Di wilayah
kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki
sebagai pimpinan. (Merdeka.Com, 2013)
137
keesokan harinya pada 1 Maret 1949. Akibatnya dia hampir
mengacaukan jadwal serangan ke Kota Yogyakarta. Namun di sisi lain
akibat serangan Pasukan Komarudin yang salah tanggal itu membuat
Belanda lengah karena mengira serangan yang Komarudin lakukan
merupakan serangan besar yang santer akan terjadi. Sindonews.com,2017)
Serangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan dalam jumlah besar,
dapat menahan Belanda di Solo sehingga tidak dapat mengirim bantuan
138
dari Solo ke Yogyakarta, yang sedang diserang oleh besar-besaran -
Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, dapat dilakukan pergerakan
bantuan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara
Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik,
& sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11. 00. (Ki Hermawan Poerbocarito,
2016).
Sepanjang pagi hingga siang, TNI dan gerilyawan menguasai kota Jogja.
Memang serangan umum ini tidak dimaksudkan untuk masuk dan
menduduki markas-markas Belanda, kecuali di Benteng Vredeburg,
Pabrik Anem, dan beberapa pos yang kuasai sepenuhnya oleh para
pejuang. Pasukan Belanda yang berada ditempat-tempat tersebut sudah
lebih dulu melarikan diri meninggalkan mayat teman-teman mereka.
139
disekitar Yogyakarta, apalagi seluruh Jawa Tengah, mungkin sejarah
akan mencatat lain. Tentara Belanda pasti bisa langsung dihabisi dan
merebut kota jogja pada waktu itu juga. (Ventje Sumual. 2009)
Peran keraton dalam serangan umum ini tampak pada beberapa laporan
Belanda yang mengatakan bahwa pasukan Republik berpusat di
lingkungan Keraton. Dalam buku yang ditulis Elson mengatakan
beberapa orang bahkan melepaskan tembakan dari pucuk pohon di
dalam keraton.
Berdasarkan bukti-bukti ini, bagi Elson dan lebih dapat diterima oleh
akal bila menganggap Sultan-lah sebagai penggagas Serangan Umum 1
Maret. Baginya, sangat tidak mungkin ide serangan ini dilontarkan oleh
Soeharto yang saat itu masih terhitung sebagai perwira junior dengan
pengalaman terbatas.
140
Pengunduran dan Masuknya Bantuan Tentara Belanda
Setelah melakukan pengintaian dengan pesawat Auster, Kolonel Van
Zanten, Komandan Brigade tentara Belanda di Magelang, mengirimkan
2 batalyon andalannya. Batalyon “Andjing Nica” dan Batalyon “Gadjah
Merah”. Sekitar jam 11.00 mereka sudah tiba di Jogja, tapi itupun harus
mengalami hambatan dan
penghadangan oleh
pasukan-pasukan TNI,
antaranya Kompi Martono.
Sesudah jam 11.00 situasi
mulai berubah. Terutama
karena pasukan-pasukan
TNI dan para pejuang
lainnya sesuai rencana
operasi sudah mundur ke
pangkalan masing-masing.
Tembakan-tembakan yang
dilepaskan oleh para
pejuang hanya sebagai
penghambatan.
****
141
D. DAMPAK SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
142
simpatinya kepada Indonesia dengan memberikan beberapa
pernyataan.
143
dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB tersebut, Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dpimpin oleh Mr.
Syafrudin Prawiranegara, menyatakan bersedia untuk
melaksanakan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
e. Belanda harus menarik
pasukannya ke
kedudukannya semula.
f. Belanda harus menarik
semua tentaranya dari
wilayah Republik Indonesia.
g. Semua tahanan politik harus
dibebaskan oleh Belanda.
h. Pngakuan se facto atas
Sumetera, Jawa dan Madura.
i. Pembentukan pemerintahan
tanpa perantaraan Belanda.
144
2. Pembentukan UNCI
Untuk menyelesaikan
penyelesaian konflik ini
maka DK PBB
membentuklah UNCI
(Komisi PBB untuk
Indonesia) atau Komisi
PBB untuk Indonesia
sebagai upaya KTN. KTT
UNCI memiliki kelebihan
yang lebih besar
daripada KTN. UNCI
berhak mengambil
keputusan yang
mengikat atas suara
disetujui. UNCI memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut:
1. Anggota untuk DK PBB dan pihak-pihak yang bersengketa
(Indonesia dan Belanda).
2. Membantu mereka yang mengambil keputusan dan melaksanakan
resolusi DK PBB.
145
3. Mengajukan saran ke DK PBB tentang cara-cara yang dianggap
terbaik untuk memindahkan kekuasaan di Indonesia
berkelanjutan dengan tenteram.
4. Membantu memulihkan pemerintahan pemerintah RI dengan
segera.
5. Mengajukan rekomendasi ke DK PBB tentang bantuan yang dapat
diberikan untuk membantu ekonomi penduduk di daerah-daerah
yang dikembalikan kepada RI.
6. Memberi saran tentang penggunaan tentara Belanda di daerah-
daerah yang diperlukan perlu ketenteraman rakyat.
7. Mengawasi pemilihan umum, bila di wilayah Indonesia
mengadakan pemilihan.
146
Perjanjian ini mulai ditandatangani dan nama dari perjanjian ini
kemudian diputuskan diambil dari nama kedua pemimpin delegasi
dari dua belah pihak, yaitu Mohammad Roem dari pihak Indonesia
dan Herman van Royen dari pihak Belanda, maka dijadikanlan
perundingan ini bernama Perjanjian Roem Royen.
147
Dengan tercapainya kesepakatan
dalam prinsip-prinsip Roem-
Royen, Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatera
menerima Sri Sultan
Hamengkubuwono IX untuk
mengambil alih pemerintahan
Yogyakarta dan pihak Belanda.
Oleh karena itu di dalam perjanjian Roem Royem ini pihak Indonesia
mendapat banyak sekali keuntungan di dalamnya, salah satunya
adalah Indonesia mendapat kedaulatan seutuhnya. Disini Belanda
harus menyerahkan kedaulatan Indonesia tanpa syarat apapun.
****
148
BAB IV
Banyak dari anggota PBB yang juga sudah mulai memberi perhatian khusus
untuk Indonesia, bantuan mulai berdatangan dari pihak manapun untuk
membuat Indonesia kembali memiliki sistem pemerintahan yang baik dan
berdaulat. Masyarakat juga mulai percaya
dengan sistem pemerintahan yang ada
waktu itu.
149
Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949.
Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah
Pemerintah Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1
Juli 1949.
KMB akan dilaksanakan di Den Haag.
150
– Pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan
mandat secara resmi kepada Wakil Presiden Hatta.
Setelah tercapainya
kesepakatan antara
Indonesia dan
Belanda dalam
Perjanjian Roem-
Royen, beribu-ribu
pasukan TNI dan
rakyat yang berjuang
diseluruh Indonesia
mulai turun gunung.
Di Yogyakarta,
hampir setiap hari di
awal bulan Juli 1949,
banyak pasukan TNI yang begerilya memasuki kota, dan puncaknya
mereka mengadakan deville dan apel pasukan yang dihadiri oleh
Panglima Besar Jenderal Sudirman serta jajaran petinggi TNI. Walaupun
dalam keadaan tubuh lemah dan hanya dibantu dengan tongkat,
Jenderal Sudirman kemudian berjalan menghampiri barisan pasukan,
151
dan menyapa satu-persatu anggota pasukan yang berbaris dengan rapi
bersama senjata mereka masing-masing.
****
152
B. KONFERENSI INTER-INDONESIA
153
Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok
ini ingin agar garis kebijakan bekerjasama dengan Belanda tetap
dipertahankan BFO.
Konferensi Inter-Indonesia
merupakan tindak lanjut dari
Perjanjian Roem-Royen, dan
persiapan Pemerintah
Indonesia dalam menghadapi
Konferensi Meja Bundar
(KMB). Pemerintah kemudian
mengadakan pendekatan
dengan pihak BFO atau
Badan Musyawarah Negara
Federal dengan tujuan untuk
menciptakan satu front
menghadapi Belanda dalam
KMB.
******
154
C. KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB)
1. Pelaksanaan KMB
155
Konferensi Meja Bundar menghasilkan beberapa kesepakatan,
terutama terkait kedaulatan Indonesia. Sejumlah dokumen yang
dihasilkan di antaranya adalah Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan,
kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial dan
militer. Mereka juga menyepakati penarikan mundur tentara
Belanda "dalam waktu sesingkat-singkatnya", serta Republik Indonesia
Serikat memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda.
Selain itu, tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan
perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil alih
kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia
Perundingan men
genai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda
berlangsung berkepanjangan, dengan masing-masing pihak
menyampaikan perhitungan mereka dan berpendapat mengenai
apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh
Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada 1942. Delegasi
Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar biaya yang
menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer
terhadap Indonesia. (Wikipedia Indonesia)
156
Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan
pembicaraan menjadi buntu. Delegasi Indonesia berpendapat bahwa
Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Di pihak
lain, Belanda menolak karena mengklaim bahwa Papua Barat tidak
memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya. Meskipun
opini publik Belanda yang mendukung penyerahan Papua Barat
kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat
meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati. (Wikipedia
Indonesia)
3. Hasil KMB
157
3. Rancangan Piagam Penyerahan Kedaulatan.
*****
158
D. PEMBENTUKAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS)
Akhirnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS yang dipimpin o1eh
Drs. Mohammad Hatta berangkat ke Belanda untuk menandatangi "akte
penyerahan" kedaulatan dari Pemerintah Belanda .
159
kemerdekaan Indonesia dan mengakui kedaulatan penuh Negara Indonesia
di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda dengan bentuk Republik
Indonesia Serikat (RIS). Indonesia Serikat dibentuk seperti republik
federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan
persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
160
melakukan segala cara untuk kembali menguasai semua kawasan
Indonesia dengan bantuan tentara sekutu. untuk mencapai maksud
tersebut, Belanda membuat Negara-negara „boneka‟ dengan tujuan
utama memecah belah. Belanda membuat negara boneka ini menjadi
negara baru hingga harus membantu mereka dalam perang. Artinya
akan ada pertempuran saudara antara pejuang Indonesia dan pejuang
negara boneka yang pro Belanda.
161
a. Negara Indonesia Timur (1946-1950)
162
c. Negara Sumatra Selatan (1948-1950)
163
Negara Pasundan. Saat agresi militer Belanda dilancarkan Negara
Pasundan kian lemah. Apalagi
saat peristiwa Angakatan Perang
Ratu Adil yang dipimpin oleh
Westerling. Presiden Negara
Pasundan akhirnya
menyerahkan mandatnya
kepada parlemen. Akhirnya
pada 8 Maret di rumah presiden
diputuskan jika Negara
Pasundan resmi bubar dan
kembali bersatu dengan
Republik Indonesia.
Itulah enam negara bagian yang menjadi negara boneka yang dibentuk
Belanda saat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan. Niat
Belanda dalam memecah belah Indonesia tidak akan pernah berhasil.
Karena setelah proklamasi, seluruh masyarakat Indonesia akan
berjuang mempertahankannya. Semoga hingga sekarang.
****
164
E. PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN RIS
Pada masa RIS tidak sedikit kesukaran yang dihadapi oleh pemerintah
dan rakyat. Sebagai suatu negara yang baru diakui kedaulatannya ,
Indonesia harus menghadapi rongrongan dari dalam yang dilakukan oleh
beberapa golongan yang mendapat dukungan dan bantuan dari pihak
Belanda atau mereka yang takut akan kehilangan hak-haknya bila
Belanda meninggalkan Indonesia.
RIS yang berbentuk federal, tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat.
Hal ini disebabkan bahwa sejak semula sistem federal digunakan oleh
Belanda sebagai muslihat menghancurkan negara Republik Indonesia
hasil Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Disamping itu,
konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan. Hal inilah
yang mendorong keinginan rakyat untuk mebubarkan RIS.
165
kelahiran Surakarta menyampaikan pidato dalam dua bahasa. Intinya
adalah soal pembubaran Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau
Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL). “Seperti telah
saya kataken dalam pidato
radio saya, kepada semua
militer KNIL, saya yakin, di
mana pun tuan-tuan berada
dalam pekerjaan selanjutnya.
Tuan-tuan memperlihatken di
sana sifat-sifat baik yang
sama itu,” kata Buurman van
Vreden.
166
Hal ini disebabkan karena
anggota KNIL dan TNI serta
badan perjuangan lainnya,
harus bergabung menjadi
satu pada APRIS. Kondisi
tersebut pastinya sulit
khususnya bagi para
anggota KNIL maupun TNI.
Di antara anggota
pasukan Koninklijk
Nederlands-Indische
Leger (KNIL) banyak yang
tidak puas terhadap hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ringkasnya mereka tidak suka dengan terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang pada waktu itu bernama RIS. Apalagi KNIL
harus bergabung ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat (APRIS) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bagi TNI
sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja agak sulit
menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung
dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam
pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan.
Kecemburuan KNIL
terhadap TNI semakin
menjadi setelah diputuskan
bahwa pimpinan APRIS
harus berasal dari TNI. Hal
ini diperparah dengan
sambutan rakyat yang lebih
simpatik terhadap
keberadaan TNI. Pada titik
inilah, kaum reaksioner
yang subversif
memanfaatkan situasi
untuk terus menyebar hasutan guna merongrong pemerintah
Indonesia.
167
Kondisi politik Indonesia
pasca-pengakuan kedaulatan
oleh Belanda pada 1949
memang belum sepenuhnya
stabil. Kabinet yang dibentuk
silih berganti karena
munculnya berbagai konflik
politik. Kondisi ini diperparah
adanya sejumlah pejabat yang
melakukan korupsi dan
tindakan yang merugikan
negara. Keadaan itu membuat
rakyat merasa geram dan menginginkan percepatan pemilihan umum
untuk mengganti anggota parlemen. Ketika itu memang banyak dari
anggota militer yang menjadi pimpinan politik. Selain dari ranah
militer, mereka memainkan peran dalam perpolitikan daerah. Hal
inilah yang membuat petinggi TNI saat itu, Abdul Haris Nasution
untuk bisa merasionalisasi tentara dan mengurangi jumlahnya.
168
Gerakan unitarisme juga
meluas ke daerah-daerah
lain. Negara Jawa Timur
yang dibentuk oleh
Belanda dalam
Konferensi Bondowoso,
akhirnya dibubarkan
setelah dididesak oleh
rakyat. Selanjutnya,
Gubernur Jawa Timur,
Samadikoen, pada
tanggal 27 Februari
mengeluarkan suatu intruksi kepada segenap residen, bupati,
walikota serta aparat bawahannya dari bekas Negara Jawa Timur agar
menyerahkan pimpinan daerahnya masing-masing kepada pejabat
Republik Indonesia yang telah ditujuk sebelumnya. Tindakan tersebut
diambil oleh Gubernur untuk meredakan suasana panas di kalangan
rakyat yang menuntut dibubarkannya Negara Jawa Timur. Selain
Negara Jawa timur, Negara Madura juga ikut bergabung ke dalam
wilayah RI.
169
melepaskan diri dari NIT tidak kendor. Sebelum pemerintah RIS
dengan resmi membubarkan NIT, rakyat provinsi Sulawesi, Maluku,
dan Nusa Tenggara telah menyatakan melepaskan diri dari ikatan NIT
dan menggabungkan diri
dengan RI. Pernyataan tersebut
kemudian diwujudkan dalam
bentuk proklamasi yang
dikeluarkan di Polongbangkeng
pada tanggal 17 April 1950 dan
ditandatangai oleh
Makkaraeng Dg. Djarung yang
mengatasnamakan gubernur-
gubernur Provinsi Sulawesi,
Maluku dan Nusa Tenggara.
170
Di Sulawesi Utara
terjadi peristiwa 3 Mei
1950 di Manado dan
Minahasa yang
dilakukan oleh anggota
KNIL yang pemuda pro
republik dengan
mengambil alih
komando militer dari
tangan pemerintah
Belanda, dan
menyatakan diri
bergabung dengan
Republik Indonesia.
171
3. Pembubaran RIS Dan Kembali Ke NKRI.
172
rancangan UUDS itu menjadi UUDS Negara RI. Hasil persetujuan itu
ditetapkan melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1950.
*****
173
F. KEADAAN MILITER PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN
174
pangkat Letnan Jenderal, Kolonel AH. Nasution menjadi KSAD,. Wakil
KSAP Kolonel TB. Simatupang. Mendampingi Nasution di MBAD,
Kolonel Bambang Sugeng menjadi Kepala Staf G atau Umum. Kolonel
Hidayat menjadi Kepala Staf Q, Letkol Soehoed menjadi Kepala Staf A
(Ajudan Jenderal). (Ventje Sumual 2011)
Kecemburuan KNIL
terhadap TNI semakin
menjadi setelah
diputuskan bahwa
pimpinan APRIS harus
berasal dari TNI. Hal ini
diperparah dengan
sambutan rakyat yang
lebih simpatik terhadap
keberadaan TNI. Pada
titik inilah, kaum
reaksioner yang
subversif memanfaatkan situasi untuk terus menyebar hasutan guna
merongrong pemerintah Indonesia.
175
(TNI). Namun dalam menjalankan proses pergabungan tersebut, timbul
banyak masalah khususnya di daerah yang masih kuat pengaruh
“Belandanya” seperti di Indonesia bagian timur, yang tergabung dalam
Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibukotanya Makassar.
176
rencana keberangkatan pasukan pimpinan Letkol Lembong ke Filipina
tidak kesampaian ketika Belanda melakukan agresi militer kedua pada
19 Desember 1948. Yogyakarta diduduki dan Presiden Soekarno,
Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Perdana Menteri Sutan Syahrir
ditangkap. Belanda itu juga menangkap Letkol Lembong. Kemudian
dimasa pasca penyerahan kedaulatan, terjadi aksi militer APRA Letkol
Adolf Lembong bersama Kapten Leo Kailola dan beberapa prajurit
tewas pada peristiwa penyerbuan APRA pimpinan Mayor Raymond
Westerling di Bandung pada bulan Januari 1950.
Ekspedisi ke daerah
Seberang (Luar Jawa), di
Indonesia Timur pimpinan
Letkol. Joop Warouw
sebagai komandan Pasukan
Komando Sulawesi Utara-
Maluku Utara (KOMPAS
SUMU) pada bulan Mei 1950.
Sebelumnya, Kementerian
Pertahanan RI mengutus
Mayor Ventje Sumual,
177
Mayor Daan Mogot, Kapten Eddy Gagola dan Kapten Piet Ngantung
ke Manado dengan tugas melakukan proses alih keamanan dari
Komando territorial Militer Belanda kepada TNI dan mengatur para
prajurit eks KNIL menjadi TNI di Sulawesi Utara.
178
“Selatan” kian terasa yang puncaknya terjadinya pemberontakan
“Kahar Muzakar” dan “Andi Azis” di Sulawesi Selatan dan tengah. (Andi
Makmur Makka, 2008).
Hanya saja ketika itu, tentara-tentara yang berasal dari kesatuan Jawa
Timur ( Batalyon Brawijaya ) dan kesatuan dari Jawa Tengah (Batalyon
Diponegoro) juga masih berbaur dengan kesatuan anak daerah,
membuat persaingan itu tidak terlalu mencolok. Masalah yang selalu
memberikan posisi “kelas dua” bagi tentara asal “Selatan”, adalah
faktor pendidikan.
179
Rata-rata tentara termasuk para perwira asal “Selatan” belum pernah
mengecap pendidikan militer profesional, apalagi lulus dari akademi
militer Belanda. Secara kebetulan pejabat tertinggi di Sulawesi-Selatan
ketika itu, Kolonel Alex Kawilarang Panglima TT VII Wirabuana (dari
Manado) bersikeras meneruskan kebijakan Markas Besar Angkatan
Perang di Jakarta untuk menjadikan seluruh TNI menjadi militer
profesional. Hal ini berarti tidak ada jalan akan munculnya tentara
“Selatan” duduk dalam struktur penting pimpinan militer. Rata-rata
perwira menengah asal “Selatan”, tidak ada yang memiliki pendidikan
militer profesional. Mereka menjadi tentara, hanya secara kebetulan
karena panggilan pengabdian untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsanya. Walaupun pendidikan formal mereka, sebutlah A.
Mattalatta, Saleh Lahade, Hertasning, Usman Djafar, juga lepasan
pendidikan Belanda, tetapi dalam, profesi militer mereka nol. Sejumlah
perwira muda yang mendapatkan pangkat secara kebetulan ketika
bergerilya di Jawa,
hanyalah menempuh
pendidikan dasar
kemiliteran. Bandingkan
dengan perwira senior
dari “Utara” seperti A.
Kawilarang, Vence
Sumual, Dee Gerungan,
semuanya pernah
mengecap pendidikan
militer ( Hogere
Krigschool) Breda di
Belanda.
180
Sementara para perwira asal
“Selatan”, juga berkeinginan
agar jabatan panglima
diberikan kepada anak
daerah . Perwira tinggi yang
memenuhi syarat ketika itu
adalah Kolonel
A.Mattalatta. Rupanya
reorganisasi yang dirancang
Markas Besar Angkatan
Perang adalah pembentukan
KoDPSST (Komando
Pertempuran Sulawesi-
Selatan Tenggara). Dengan terbentuknya, KoDPSST , Kolonel
A.Kawilarang, Kolonel J.P. Warouw dipindahkan ke pos luar negeri
sebagai Atase Militer. Reorgananisasi ini sebenarnya juga konspirasi
terselubung, karena Pusat sudah mulai mencium jika para perwira
tinggi di daerah ini, sudah mulai melakukan tindakan indisipliner,
melakukan perdagangan barter. Dan ini betul terjadi. KoDSST akhirnya
tidak memunculkan perwira asal “Selatan” maupun “Utara”, tetapi
pusat menunjuk Kolonel R. Sudirman dari Brawijaya dan Kolonel
R.A.Nasuhi dari Siliwangi sebagai Kepala Staf. (Andi Makmur Makka,
2008). Dan puncak dari kekecewaan para perwira dari Indonesia bagian
timur ini terhadap kebijakan pemerintah pusat dan TNI dengan
meletusnya pergolakan Permesta.
*****
181
G. GEJOLAK DI INDONESIA TIMUR
182
bertentangan dengan Peraturan Tatatertib KMB dan Memorandum KMB
23 Juni 1949.
1. Plan Metekohi
183
bahwa daerah-daerah diwilayah NIT antara lain Makassar, Manado dan
Ambon, dapat menjadi negara sendiri lepas dari NIT, dan tidak
bergabung dengan RIS.
184
mempertahankan NIT. NIT juga didukung oleh masyarakat yang masih
pro-Belanda.
185
untuk melarang demonstrasi oleh semua pihak dan golongan dengan
penjelasan bahwa masalah penentuan azas federasi atau kesatuan
harus diputuskan melalui saluran yang demokratis, yaitu melalui
Badan Perwakilan Rakyat. dewan-desan yang dipilih secara demokratis
atau plebisit. Keputusan Kabinet Tatengkeng Demisioner ini ditentang
keras oleh golongan unitaris (kesatuan).
186
Indonesia Timur. Pasukan ini terdiri dari batalyon Ankatan Darat RIS
dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur didukung oleh
Angkatan Udara, angkatan Laut RIS,dan Kepolisian di bawah pimpinan
Kolonel A.E. Kawilarang. Pasukan militer dalam jumlah besar pun
dengan segera didatangkan ke Makassar. Tak hanya Batalyon Worang
lagi, tapi Brigade Mataram pimpinan Letnan Kolonel Soeharto juga.
187
Mendaratnya Batalion
Worang di Jeneponto
bukan tanpa perhitungan.
Di daerah ini, terdapat
laskar rakyat dan pasukan
gerilya yang pro republik.
Disana mereka juga
disambut dan dijamu
dengan gembira oleh Raja
Gowa Andi Ijo Karaeng
Lalolang bersama tokoh-
tokoh masyarakat di istana
Raja “ Balla Lompoa
“Gowa.
Di Makassar, pasukan
Batalion Worang langsung
mengamankan obyek-obyek
vital, serta menguasai
pelabuhan Makassar yang
sebelumnya dikuasai oleh
pasukan Andi Aziz.
Pengamanan Makassar
berjalan dengan baik, tanpa
perlawanan yang berarti,
karena Kapten Andi Azis
menyatakan diri untuk
menanggapi ultimatum yang
diberikan oleh pemerintah pusat.
188
berhasil juga karena Kota Makasar mulai menderita kekurangan
makanan. Dengan kekuatan ini, pasukan TNI segera disusun siasat
untuk merebut Kota Makasar dari sisa-sisa pemberontak, dan secara
bertahap mulai menggusur pengaruh KNIL di Makassar
======
189
BAB V
PERISTIWA 3 MEI 1950
DI MANADO DAN MINAHASA
190
Di sepanjang jalan rakyat menyambut kemenangan ini dengan sorak-
sorakan „‟Hidup Merah Putih‟‟. Dalam kup selama beberapa hari ini semua
warga Belanda dari KNIL maupun dari NICA berhasil ditawan. (Ben
Wowor,2015)
Walaupun aksi yang dilakukan oleh para serdadu KNIL pro republik ini
kemudian ditumpas, namun telah membawa dampak yang besar bagi
para serdadu KNIL lainnya serta seluruh rakyat di Minahasa. Timbulnya
ketidak-senangan kalangan bekas prajurit eks-KNIL asal Sulawesi Utara
terhadap NICA-Belanda, karena menjadi korban diskriminasi kolonialisme
Belanda. Pemerintahan NICA melarang penduduk untuk mengibarkan
Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang
sebelumnya hampir 1 bulan setelah peristiwa 14 Februari 1946 penduduk
bebas melakukannya. Hal ini berlangsung hingga pengakuan kedaulatan
oleh Belanda atas Indonesia pada tahun 1949. Namun gerakan bawah
tanah untuk menumbangkan kekuasaan Belanda di Minahasa dan
Manado tetap dilakukan, terutama oleh kelompok pemuda yang salah
satunya tergabung dalam kelompok Pasukan Pemuda Indonesia (PPI)
dan Laskar Rakyat Republik Indonesia (LRRI). Kelompok Pemuda PPI
bersama LLRI ini tetap melaksanakan aksinya mempengaruhi penduduk
dan anggota KNIL untuk menentang Belanda dan setia pada Republik
Indonesia.
****
191
A. LATAR BELAKANG PERISTIWA 3 MEI
192
Territorial Belanda (Troepen Commandant Noord Celebes) oleh
Kementerian Pertahanan dari Yogyakarta.
Memang keadaan dan situasi waktu itu tak pasti bagi mereka. Namun
bagi mereka hanya mau Manado-Minahasa masuk Republik Indonesia.
Di luar tangsi KNIL, pada 14 April 1950, sekelompok orang-orang pro-
Republik yang tergabung dalam Front Laskar Pemuda (FLP), dengan
sangat hati-hati mulai menyusun rencana penyerangan tangsi KNIL di
Manado. Tentu saja, mereka memberitahu kawan-kawan KNIL yang
sepaham dengan mereka yang berada dalam tangsi. Sayangnya,
seorang sersan bernama Rawung membocorkan rencana tersebut.
Kapten van Leur bahkan memegang data siapa saja orang sipil dan
KNIL Minahasa yang terlibat.
193
Mayor Nues bersama korps komando Baret Merah pimpinan Letnan
Antoinette dan Baret Hijau pimpinan Letnan Hetaria.
Pada 28 April 1950, rapat Laskar Front Pemuda (LFP) digelar dengan
Lexy Anes sebagai pemimpin. Rapat dilakukan lagi pada 2 Mei 1950,
membahas posisi orang-orang Belanda yang harus mereka serang.
Para sersan lainnya kemudian memberitahu rekan-rekan KNILnya pro-
Republik untuk bersiap. Malam 2 Mei 1950 serdadu-serdadu KNIL pro-
Republik sudah siap untuk membangkang terhadap para perwira
Belanda. Mereka hanya menunggu serangan LFP ke tangsi mereka, dan
mereka akan membantu LFP dari dalam tangsi. Jelang serangan LFP,
di kota Manado, diperkirakan hanya terdapat dua peleton pasukan
KNIL yang loyal pada perwira Belanda. Ditambah sepeleton Militaire
Police (MP) alias polisi militer yang tentu juga tunduk pada Belanda,
sepeleton pasukan cadangan pro-Belanda, dan sekitar 50 orang Polisi
Negara Indonesia Timur.
194
3. Usaha Belanda dalam Rencana Matekohi.
195
ternyata mempengaruhi suasana rapat dan semua yang hadir hening
seketika, dan para perwira Belanda sempat terbelalak dengan
pandangan kritis itu. Para pensiunan yang hadir terdiam dan sama
sekali tidak menyanggah pandangan Kopral Salmon. Pandangan dan
pertanyaan Salmon tidak memperoleh jawaban tegas dari perwira-
perwira Belanda hingga menimbulkan antipati hadirin.
196
yang pernah bertempur baik di front peperangan Pasifik dibawah
naungan AS, maupun di Asia-Tenggara dibawah komando Inggris.
197
Setiba di lapangan terbang Mapanget-Manado, Soumokil tidak turun
dan hanya mengirim utusan ke Manado dengan maksud menemui
kelompok KNIL Sersan Mawikere. Namun kedatangan mereka telah
diketahui oleh para pemuda pro republik, yang tergabung dalam Front
Laskar Pemuda (FLP). Ditengah jalan utusan itu dihadang oleh
kalangan pemuda pro Republik, yang sudah mengetahui peristiwa
pemberontakan Kapten Andi Azis di Makassar. Utusan itu tidak
akhirnya kembali ke mapanget, dan tidak berhasil menemui kelompok
Mawikere. Misi Soumokil di Manado-pun mengalami kegagalan.
Soumokil dan rombongan akhirnya terbang menuju ke Ambon pada
tanggal 13 April 1950.
198
Aksi menentang TNI berlanjut di Ambon ketika Dr. Chris Soumokil,
Jaksa Tinggi NIT tiba disana. Dan ia dengan ditunjang oleh kekuatan
KNIL di Ambon dengan ancaman senjata memaksakan para pejabat
daerah Maluku Selatan untuk memproklamasikan Republik Maluku
Selatan (RMS) pada 25 April 1950 dan menyatakan memisahkan diri
dari NIT atau RIS. Cetusan proklamasi RMS di dukung Ir. Manusama,
Han Boen Hiong dan sekitar 2.000 pasukan KNIL termasuk kesatuan
komando Baret Merah dan Baret Biru. Proklamasi itu menempatkan Ir.
Manusama sebagai Presiden RMS dengan Ambon sebagai pusat
pemerintahan RMS. Namun 8 hari kemudian Dr. Chris Soumokil
mengambil alih jabatan Presiden RMS dari Ir. Manusama. Untuk
memperkuat kekuasaan rezim, pihak RMS menangkap Pupella cs. dari
Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Ambon yang pro Republik.
*****
199
Arthur, bintang militer “Ridderlijke Orde” dari Belanda oleh Letnan
Jendral Spoor, Panglima militer Belanda di Indonesia karena prestasi
militer masa perang dunia kedua.
200
pangkat pada kedua pundak Bolang. Kemudian bersama mereka
masuk keruangan komandan untuk menemui Mayor Nues.
******
201
Pada saat pasukan mulai keluar
dari gerbang tangsi militer Teling,
terdengar bentakan kasar dari
Letnan Antoinette, seorang
komandan pasukan Baret Merah
bersama bawahannya. Ia
menanyakan mengapa pasukan
Bolang keluar dari tangsi. Namun
Kapten Bolang balas membentak
dan mengatakan bahwa ini
perintah Mayor Nues (troepen
Commandant). Mendengar
bentakan ini sang Kapten itu tak lagi melanjutkan perkataannya.
Pasukan Bolang terus bergerak keluar dari tangsi menuju Titiwungen,
tempat yang direncanakan Front Laskar Pemuda (FLP). Melihat
banyaknya prajurit KNIL menuju ke tempat para pemuda, para pemuda
sempat panik karena mengira rencana mereka sudah bocor dan mereka
akan dibantai. Merekapun lalu melarikan diri mencari tempat
sembunyi.
****
202
Pada jam 04.00 terdengar
berita Belanda memindahkan
senjata-senjata berat dari
gudang amunisi Teling. Dan
pada waktu bersamaan,
Mayor Ventje Sumual dan
Kapten Piet Ngantung
bergerak menuju Tomohon
untuk bergabung. Misi ini
dirahasiakan, karena bila
ditangkap, operasi ini akan
gagal dan menjadi sia-sia.
Setelah memperoleh laporan dari jaringan intel pemuda mengenai
situasi Manado yang sepi dari pertahanan KNIL, Bolang memimpin
satu kompi bersenjata lengkap menyerbu Manado pada jam 05.15.
203
memasang bendera Belanda untuk mencegah kemarahan pemuda.
Sedangkan prajurit KNIL yang tidak bergabung dengan LFP disuruh
kembali ke rumah masing-masing dan diperkenankan membawa
barang-barang pribadi milik mereka.
204
tegas menolak desakan Pareira dengan jawaban bahwa Itu bukan
urusan mereka. Dan TNI yang AKAN me-reorganisasi mereka. Hal ini
sesuai keputusan KMB di Den Haag yang sepakat membubarkan KNIL
setelah pengakuan kedaulatan Belanda pada RI. (KNIL dibentuk 10
Maret 1832 dan bubar 26 Juli 1950).
205
Kesuksesan pemberontakan ini seolah jadi pengobat dari
pemberontakan serdadu KNIL Minahasa yang gagal pada hari Valentine
1946, saat bendera Merah-Putih-Biru mereka jadikan Merah-Putih.
Batalyon ini pun segera mendapat tugas berat karena sejak 25 April
1950, Republik Maluku Selatan sedang mengganas di Ambon.
****
Batalyon 3 Mei terdiri dari bekas prajurit KNIL dengan pemuda LFP
dibentuk dengan susunan:
- Komandan : Mayor Alex Mengko;
- Wakil Komandan dan Kepala Kompi Staf: Kapten Fred Bolang;
- Kompi I : Kapten Alex Angkow;
- Kompi II : Kapten Tumonggor;
- Kompi III : Kapten Simon Pontoh;
- Kompi IV : Kapten Lexi Anes;
- Kompi Bantuan : Kapten Laurens Saerang.
206
Kekuatan senjata batalyon 3 Mei terdiri dari: 1000 pucuk senjata
L.E., 4 Vickers Mitraliur, M-23, 3 Mortir 81, 100 pucuk sten-gun, dll.
Seluruh senjata yang direbut dari KNIL berjumlah 2500 pucuk
termasuk sejumlah peti amunisi peluru.
Masuk Siliwangi
Setelah penumpasan
RMS, Batalyon 3 Mei
mengalami pergantian
pimpinan dan Mayor
Mengko diganti oleh
Mayor Mamusung.
Walau dibentuk di
Manado, namun
setelah selesai operasi
RMS di Maluku,
menurut Harry
kawilarang, batalyon
ini tak pulang ke Manado. Mereka didislokasi ke Jawa Barat, dan
oleh Kolonel Alex Kawilarang, anggota Batalion 3 Mei ini
ditempatkan dalam kesatuan Divisi Siliwangi. Di Jakarta, Wadan
Yon 3 Mei diserahkan kepada Kapten G. H. Mantik. Sedangkan
Kapten Fred Bolang bertugas sebagai Staf I TT-7 di Makassar.
207
Kemudian Batalyon 3 Mei dibagi dua, masing-masing di Jakarta di
Kesatuan Korps Cadangan, yang lainnya ditempatkan di Cimahi,
Jawa Barat.
======
208
BAB VI
PENUTUP
Peleburan seluruh unsur angkatan bersenjata baik dari kalangan TNI dan
dari KNIL, menimbulkan permasalahan tersendiri. Kondisi tersebut pastinya
sulit khususnya bagi para anggota KNIL maupun TNI. Di antara anggota
pasukan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) banyak yang tidak puas
dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada waktu
itu bernama RIS. Apalagi KNIL harus bergabung ke dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) bersama Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja
agak sulit menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung
dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam
pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan.
209
yang berimbas pada bidang militer. Pembentukan Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. banyak
serdadu KNIL yang kuatir soal nasib mereka ke depan. Termasuk soal uang
pensiun. Banyak dari mereka ragu bergabung dengan Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS). Namun untuk bergabung ke APRIS juga
tak bebas ancaman mereka mungkin akan dilucuti atau didiskriminasi
karena di waktu Revolusi Kemerdekaan mereka adalah tentara musuh
Republik.
210
Sulawesi Utara-Maluku Utara (KOMPAS SUMU) pada bulan Mei 1950.
dengan tugas mengambil alih Komando Territorial Belanda (Troepen
Commandant Noord Celebes) oleh Kementerian Pertahanan dari Yogyakarta.
211
Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa memang bukan persoalan main-
main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi pada
masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus terus
dan selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa
apabila terjadi bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan
hal tersebut. Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat
dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah
Indonesia pada masa kini. Kementerian Sosial saja memetakan bahwa pada
tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah dengan potensi rawan
konflik sosial. Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan
yang tinggi, yaitu Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi
Tengah, dan Jawa Tengah. (Kemendikbud, 2017)
Ada baiknya bila kita coba kembali merenungkan apa yang pernah ditulis
oleh Mohammad Hatta pada tahun 1932 tentang persatuan bangsa.
Menurutnya:
“Dengan persatuan bangsa, satu bangsa tidak akan dapat dibagi-bagi. Di
pangkuan bangsa yang satu itu boleh terdapat berbagai paham politik, tetapi
kalau datang marabahaya… di sanalah tempat kita menunjukkan persatuan
hati. Di sanalah kita harus berdiri sebaris. Kita menyusun „persatuan‟ dan
menolak „persatuan‟” (Meutia Hatta, mengutip Daulat Rakyat, 1931).
Konflik bahkan bukan saja dapat mengancam persatuan bangsa. Kita juga
harus menyadari betapa konflik yang terjadi dapat menimbulkan banyak
korban dan kerugian. Sejarah telah memberitahu kita bagaimana
pemberontakanpemberontakan yang pernah terjadi selama masa tahun
1948 hingga 1965 telah menewaskan banyak sekali korban manusia. Ribuan
rakyat mengungsi dan berbagai tempat pemukiman mengalami kerusakan
berat. Belum lagi kerugian yang bersifat materi dan psikis masyarakat.
Semua itu hanyalah akan melahirkan penderitaan bagi masyarakat kita
sendiri.
212
Peristiwa pergolakan dan pemberontakan PRRI dapat menjadi suatu
pelajaran yang berharga bagi Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia
dalam rangka membina dan mempertahankan persatuan dan kesatuan
bangsa dalam bingkai NKRI.
=========
213
LITERATUR
o Abdullah, Taufiq (editor), Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta;Gajah Mada University Press,
1996.
o Abdullah, Taufiq, Lapian, A.B, Indonesia. Dalam Arus Sejarah, Ichtiar Baru van Hove,
Jakarata 2012.
o Alfian, Pemikiran Dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama,
1992
o Bahar, Safroedin, dan Tangdigiling (ed) Integrasi Nasional: Teori Masalah Dan Stategi. Jakarta,
Ghalia, Indonesia, 1996.
o Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Tanpa Tahun Dan
Penerbit. Sinar Harapan. 1970,
o Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. ISBN 0-674-01137-6.
o Gazalba, Sidi,. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta; Bharatara Karya Aksara, 1981
o George Mc. Turnan Kahin, “Indonesia” , Mayor Goverments of Asia Ithaca,New York:
Cornell University Press, 1959
o Gottschalk, Louis, Understanding History. Diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto
dengan judul “Mengerti Sejarah” Jakarta: UI Press, 1986.
o Hatta, Moh, Past And Future. Cornell Modern Indonesia Project, 1960,.
o Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi, Brigadir Jenderal Polisi Datuk Rangkayo Basa: Gubernur di
Tengah Pergolakan (1998)
o Kaho, J.R Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Fisip-UGM dan
Rajawali Press, 1988.
o Kartodirjo, Sartono, 1971. Messianisme Dan Millenarisme Dalam Sejarah Indonesia. Jogjakarta:
Harvey, Sillars Barbara, 1989.
o Kahin, George (1970). Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornel University Press. ISBN 0-
8014-9108-8.
o Kreutzer, Rudi (1981). The Madiun Affair: Hatta's Betrayal of Indonesia's First Revolution. James
Cook University. ISBN 0-86443-027-2.
o Kawilarang, Harry, Sejarah Gerakan Kudeta 3 Mei 1950 di Minahasa, Manado, 3 Mei 2011
o Koentjaraningrat,1993. Masalah Kesukubangsaan Dan Integrasi Nasional. Jakarta, UI Press
o Koesoemahatmadja, 1979. Pengantar Kearah Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Bandung, Bina Cipta
o Kintowihjoyo,1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
o Manus, Laurens dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) Daerah Sulawesi Utara(1991)
o Mestika Zed & Hasril Chaniago dalam Ahmad Husein: Perlawanan Seorang Pejuang (2001).
o Mestika Zed dalam makalah bertajuk DekadePergolakan Daerah: Mendekati Isu-
Isu Konflik Pusat-Daerah dalam Perspektif Pembangunan Nasional Tahun 1950-an (2010)
o Meulen, SJ.WJ. Van Der, 1987. Ilmu Sejarah Dan Filsafat. Yogyakarta, Kanisius
o Muhaimin A Yahya, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia, 1950 -1980, Jakarta,
LP3ES, 1991
o Nasution, A.H. 1984. Memenuhi Panggilan Tugas, Jakarta: Gunung Agung
o Nico Thamiend R. Sejarah, Untuk Kelas 3 SMU, Yudhistira-Jakarta, 2000.
o Pinardi (1966). Peristiwa Coup Berdarah P.K.I. September 1948 di Madiun. Inkopak-Hazera.
o Poeze, H. A. (2008). Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia. ISBN 9789794616970.
214
o Poeze, Harry A. (2009). "The Cold War in Indonesia, 1948". Journal of Southeast Asian
Studies. 40 (Special Issue 3: Asian Cold War Symposium): 497–
517. doi:10.1017/S002246340999004X.
o Projodikoro, wiryono. 1980. Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta, Dian rakyat
o Rahkmat, redi et.all, 1992. Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keutuhan Dan Kesatuan
Bangsa: Kasus PRRI. Jakarta: Jarahnitra.
o Renier, G,J, 1997. History Its Purpose And Method, diterjemahkan oleh muin umar dengan
judul Metode Dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
o Suhardiman, Prof,Dr,SE, Pembangunan Politik Satu Abad, Yayasan Lestari Budaya,1996.
o Soe Hok Gie dalam Zaman Peralihan (2017)
o Soekamto, Soerjono, 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
o Soe, Hok Gie (1997). Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yayasan Bentang Budaya.
o Sugiyama, Akiko (2011). "Remembering and forgetting Indonesia's Madiun Affair:
personal narratives, political transitions, and historiography, 1948–2008"
o The Liang Gie, 1994, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara RI. Jilid II,
Yogyakarta: Liberty
o The Liang Gie, 1967, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jilid III,
Yogyakarta: Gunung Agung.
o Yoseph Tugio Taher, Mengorek Abu Sejarah Hitam Indonesia, 2010,
o Yusnawan Lubis, dkk, Pendidikan Kewargaan Negara, untuk SMA/SMK Kls XI,
KEMENDIKBUD, Jakarta, 2017.
o Tampubolon, L. T. Inplasi dan Kebijaksanaan yang telah dijalankan di Indonesia, 1945-1962,
Skipsi Sarjana EUI, 1965
o Wowor, Ben, Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946, bpnbmanado, 9 Mei 1915
o Westerling, Raymond Paul Pierre (1952). Mes aventures en Indonesie (dalam bahasa
Prancis). – diterjemahkan dari bahasa Prancis ke Inggris oleh Waverley Root sebagai –
Challenge to terror. London: W. Kimber.
o Media Sosial/Internet :
- Iverdixon Tinungki,Sumber: bluezevas.wordpress.commengutip:
http://www.geocities.ws/permesta2004/organisasi.html
- http://www.geocities.ws,redaksi@sulutiptek.com, Juni 2011 © LSM Pendidikan Silo (NGO)
& LSM Pemberdayaan Teknologi dan Perkotaan (NGO), Penanggung Jawab :Prof.Dr. Fabian
J. Manoppo
- Pemberontakan Di Indonesia, Pemberontakan Andi Aziz, Doni Setyawan, September 1,
2016.
- Pemberontakan di Indonesia, Pemberontakan Republik Maluku Selatan (Rms), Doni
Setyawan, Agustus 14, 2016.
- Sejarah Andi Azis Kahar Muzakkar, Faktor penyebab Pemberontakan Andi Azis Kahar
Muzakkar di Makasar , Petrik Matanasi, Tirto.Id – Humaniora,Kamis, 23 Februari
2012.
- Pertempuran Makassar 1950, http://www.virtapay.com/r/rabbanin.
- “Sejarah Gerakan Kudeta Militer di Minahasa 3 Mei 1950” oleh Harry Kawilarang,, Petrik
Matanasi, tirto.id – Humaniora, Mei 2011.
- http://www.facebook.com/profile.php?id=100000212354865#%21/notes/albert-
kusen/demi-merah-putih-peran-waraney-waraney-minahasa-dalam-
mempertahankan-kemerdekaan
215
BIODATA PENULIS
Sejak kecil ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita rakyat dari para tua-tua desanya
serta gemar membaca buku-buku cerita rakyat dan cerita mengenai kepahlawanan para
nenek moyang dahulu. Pada tahun 1993 ia merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu
Perusahaan Swasta Nasional di bidang General Insurance (1993 – 2003) dengan beberapa
kali memimpin kantor cabang antara lain di Bandar Lampung, 1994, Semarang 1997,
Jakarta, 1998, dan terakhir di Surabaya. 2001-2003. Pada tahun 2000 ia menikahi seorang
gadis asal Wanosobo-Jawa Tengah dan dikaruniai dua orang anak perempuan yang
keduanya lahir di Jakarta, satu orang Putra lahir di Minahasa Selatan. Kemudian pada Tahun
2014, ia diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara/PNS dilingkungan Pendidikan.
Setelah menikah, ia kembali dari perantauannya pada tahun 2004, ia mulai menulis buku yang
dimulai dari desa kelahiran. Buku pertama ditulisnya mengenai Sejarah Desa Kelahirannya
serta sejarah Injil yang berisi sejarah terbentuknya desa serta budaya, adat istiadat penduduk
setempat yang dahulu pernah hidup serta sejarah masuknya Injil di Tanah Minahasa.
Beberapa tulisan mengenai ulasan sejarah Minahasa pernah juga ditampilkan di beberapa
media surat khabar lokal dan mendapat sambutan yang baik dari para pemerhati sejarah
Minahasa.
Sebagai seorang aktivis LSM, beberapa jabatan organisasi yang pernah dipegangnya antara
lain :
- Ketua Bidang Minat Bakat Senat Mahasiswa FPIPS IKIP Negeri Manado. (1987-1991);
- Pengurus Inti KNPI Kec. Tareran, (1988-1991)
- Ketua Bid. Seni Budaya & Olah Raga KOSGORO Kec. Tareran, (1987-1999);
- Ketua Umum Karang Taruna Desa Lansot. (1992-1995);
- Penggurus Persatuan Keluargaan Marukupan Tareran Di Jakarta (1995-1999).-
- Ketua Rukun Keluarga Besar Dotu J.M. Prang-Kondoj – Tareran. (2007-2010)
- Wakil Ketua FSPSI Bid. Jasa Keuangan & Perbankan Cab. PT. ASWU-Jakarta (1997-
2003)
- Tim Pengamat/ Pemantau SDM pada : Yayasan API-Jakarta, Klif & IHRDP Jakarta (1998);
- Chairman Executive, Int’l H R D Program, Jakarta. (1997-2003);
- Chairman, Citra Int’l Indonesia, The Int’ HRD Found., Jakarta (2003-2008).
- Ketua Bidang Peng. & Pemb. Generasi Muda DPP Forum Peduli Sulut (2006-sekarang)
- Sekretaris Umum Forum Peduli Pendidikan - Sulawesi Utara.(2006-sekarang)
- Ketua Umum DPP PRAKTISI DAMAI, Prop. SULUT. (2007-sekarang)
- Pengajar Sejarah Indonesia & PKn di SMK Negeri 1 Tareran, (2010-Sekarang).
216