Anda di halaman 1dari 190

SOSIOLOGI

KOMUNIKASI
Undang-unoang KC!J)U(III" ..........-. ........... ,amm ,..,.,, i.c:m•ug na1, ....,...
Ungkup Hak Clpta
pasal 2: •
1. Hak clpta merupaka ....... �- ..·-· - ... • �·-·"- ...... r .. , .. �,....,. , -" Clpta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannva, yang tlmbul seeera otomatls setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangl pembatasan menurut peraturan perundang·undangan yang berlaku.
Ketentuan Pldana
Pasal72: .
Baran& slapa dengan sengaja atau tanp_ ··-·· ···-·-··-··-·· �-- ----·· ----r····-·- dimaksud dalam pasal
1.
2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipldana dengan pldana penjara maslng-maslng paling slngkat 1
(satu} bulan dan/atau denda paling sedlkit 1.000.000,00 (satu Juta) rupiah atau pldana penjara pal!ng
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak 5000.000.000,00 (llma mllyar) rupiah.
2.
earang siapa dengan sengaja menylarbn, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasll pelanggaran hak clpta atau hak terkalt sebagaimana dlmaksud pada avat
(l) dlpldana dengan pldana penjara paling lama S (llma) tahun dan/atau denda paling banyak
soo.ooo.000,00 (lima ratus juta) rupiah.
Ora. Hj. Radiah AP., M.Si.

SOSIOLOGI
KOMUNIKAS1

ALAUDDIN UNIVERSITY PRESS


Sosiologi Komunikasi
Copyright@Penulis
Diterbitkan pertama kali dalam Bahasa Indonesia,
Desember, 2012 oleh Alauddin University Press

Editor: Dewi Anggariani


Penata Letak: Habbab Wahsyi
Sampul: AU Press Design
Perpustakaan Nasional; Katalog Dalam Terbitan {KOT)
Sosiofogi Komunikasi, 2012 _
ISBN: 978-602-237-247-9
Hak Cipta Dilindungi Undang-Unuang
Dilarang memperbanyak seluruh atau sebagtan
isi buku ini tanpa izin tertulis Penerbit

Alauddin University Press


JI. Sultan Alauddin No. 63 Makassar
Telp. 0823 4867 1117, Fax. 0411-864923
au_press@yahoo.com
Sambutan Rektor

Tidakkah engkau malu pergi ke laui, eementara pulang


hanya membawa sekendi air, padahal di dalam laut terdapat begitu
banyak mutiara yang terpendam... demikian nasihat puitis
Jalauddin Rumi dalam buku The Sufi Book of Life.
Syair inspiratif ini memberikan dorongan bagi siapa
saja yang mengabdikan dirinya di dunia pendidikan apalagi
di perguruan tinggi untuk menghasilkan dan melahirkan
karya-karya akademik yang dapat memberikan pencerahan
kepada siapapun. Sebuah ironi, jika orang-orang yang
bergelut di dunia perguruan tinggi, temyata hanya
membawa sekendi "air" pengetahuan untuk mengobati
dahaga masyarakat, padahal begitu banyak mutiara yang
terpendam di dalamnya yang dapat memberi "sinar"
kehidupan. Atas dasar inilah, ikhtiar untuk menjadikan
kampus UIN Alauddin sebagai kampus peradaban harus
terus digulirkan, sebab hanya kampus yang menjadikan
orientasi "Peradaban" sebagai basis aktivititas dan tradisi
keilmuannya yang akan mampu membawa semangat

v
perubahan di tengah masyarakat menuju masyarakat
madani.
Kampus peradaban yang dicita-citakan hanya bisa
terwujud jika pengembangan kultur dan mindset akademik
lebih relevan dengan suasana dan wadah yang bemama
universitas Islam. Sebaliknya, jika orientasi peradaban hanya
sebatas jargon dan simbol, maka status "universitas" dan
"Islam" akan menjadi beban bagi kita maupun masyarakat.
Di satu sisi, UIN akan menjadi universitas pinggiran,
sementara di sisi lain, karakter keislaman menjadi hilang.
Karena itu, diperlukan usaha sungguh-sungguh untuk
mengawal UIN Alauddin mencapai visi dan misinya untuk
menjadi world class university yang berperadaban.
Untuk mencapai visi itu, maka program GSB (Gerakan
Seribu Buku) ini menjadi salah satu langkah strategis
memacu sivitas akademika untuk tidak sekadar meneguk
"air'' pengetahuan di perguruan tinggi, tetapi dapat
membawa ribuan bahkan jutaan kendi "air dan mu tiara"
pengetahuan ke tengah masyarakat. Orang bijak berkata
"Bula, adalah pengusung peradaban, tanpa buku sejarah meniadi
sunyi, ilmu pengeiahuan menjadi mati, dan kehidupan bisa
kehilangan arti."
Oleh karena itu, saya sangat bersyukur kapada Allah
swt, atas terselenggaranya program GSB ini, baik tahun I
maupun tahun II. Program GSB telah membuktikan kepada
publik bahwa UIN Alauddin memiliki kekuatan dan potensi
yang cukup besar untuk mewujudkan dan menghantarkan
kampus ini menuju kampus peradaban melalui maha karya
para civitas akademika. Melalui program GSB i.ni, potensi
sumber daya UIN Alauddin akan terus digali, diapresiasi
dan dihargai sehingga melahirkan kreasi, ide dan prestasi.

vi
Selaku Rektor, saya senantiasa berharap agar tagline
"Peradaban" yang selama ini digulirkan harus menjadi visi
dan misi bersama yang tertanam dalam sebuah bingkai
kesadaran kolektif bagi seluruh sivitas akademik untuk
mewujudkan UIN Alauddin sebagai universitas yang
kompetitif dan berkarakter. Untuk itu, tiga agenda besar;
pencerdasan, pencerahan dan prestasi harus menjadi fokus
perhatian utama bagi sivitas akademika UIN Alauddin.
Ketiga agenda ini dirancang sebagai sebuah strategi untuk
menjadikan UIN Alauddin lebih terbuka, dan menjadi pusat
kepeloporan pengembangan nilai dan akhlak serta
keunggulan akademik-intelektual yang dipadukan dengan
pengembangan teknologi untuk membangun sebuah
masyarakat yang berperadaban.
Akhimya, perkenankan saya mengucapkan terima-
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh sivitas akademika UIN Alauddin Makassar yang
telah mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam meng-
hasilkan karya akademik ini. Semoga gagasan yang di-
tuangkan di dalam buku ini mampu menjadi "air" penyejuk
dan pengobat dahaga bagi masyarakat yang haus akan
pencerahan, dan dapat menjadi "mutiara" yang memberikan
cahaya bagi peradaban.

Samata, 1 N opember 2012


Rektor

Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT., MS.

vii
Pengantar Penulis

Puji syukur kehadirat Allah Swt Karen berkat


bimbingannya tulisan yang ada dihadapan pembaca ini
hadir dengan berjuta harapan. Tulisan ini, secara khusus
memperbincangkan tali-temali konsep dasar sosiologi
komunikasi. Karena manusia sebagai pelakunya berdimensi
psikologis, bahasan didalamnya tidak lupu pula dari kajian
psikologis.
Meskipun telah dipelajari cukup lama, kajian tentang
komunikasi baru menjadi topik yang sangat penting dan
teristimewa pada abad dua puluh. Kajian ini muncul karena
semakin meningkatnya teknologi komunikasi radio, televisi,
telepon, satelit, dan jaringan computer. Perkembangan yang
pesat inisejalan dengan industrialisasi, bisnis besar dan
politik global.

ix
Minat yang intens ternadap kapan komurukasr-
akademis dimulai setelah perang dunia ke I. tepatnya ketika
meningkatnya teknologi dan literasi membuat komunikasi
menjadi topic yang mendapat perhatian khusu, antara lain,
didorong oleh filososfi abad dua puluh tentang
pragmatismo. Tentu saja perkembangan ini merangsang
keinginan untuk mengembangkan masyarakat melalui
perubahan social yang luas. Pada awalnya, kajian
komunikasi itu dituntut oleh perkembangan dibidang politi,
sosiologi-antropologi, dan psikologi social, pengaruh politik
terhadap pesan public mendorong dilakukannya banyak
penelitian tentang propaganda dan pedapat public. Sosiologi
antropologi dan psikologi social memberikan sumbagan
yang sangat besar bagi perkembangan kajian tentang
komunikasi saat ini. Banyak penelitian sosiologi pada
rentang waktu 1930-an yang menyelediki cara-cara
berkomunikasi untuk mempengaruhi individu dan
komunitas. Topic-topik penelitian populer dibidang
psikologi social menyertakan efek film terhadap anak,
propaganda dan persuasi serta dinamika kelompok yang
yang pada akhirya pula menggiring pada sebuah perubahan
social dengan memunculkan berbagai dam:pak baik positif
maupun negatife.
Dengan kondisi sekarang ini, fenomena social yang
terjadi yang mengakibatkan pada sebuah perubahan social
itu tidak luput dari perkembangan teknologi komunikasi.
Dalam tulisan ini penulis mencoba mengurai sekelumit
kajian kom�nika�i . dalam perspektif sosiologi. Dengan
hadimya tuhsan 1111 pembaca bisa mendapatkan secercah ·
ilmu sebagai landasan awal sekaligus menjadi kompas

x
untuk menmasuki belantara peradaban manusia agar tidak
terlarut dengan situasi yang yang berdapak negative.
Akhirnya penulis mengucapakan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik
berupa materi dan dukungan moril sehingga tulisan ini bisa
hadir dihadapan pembaca. Penulis juga mengakui bahwa
tulisan ini masih jauh dari sebuah kesempumaan, olehnya
itu penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari semua pihak. Semoga kebenaran ilmu
penegtahuan menjadi salah satu cara menuju ridho Allah
Awt,Amin.

Dra. Hj. Radiah AP., M.Si.

xi
Daftar Isi

Sambuian Rektor _v
Pengantar Penulis .ix
Daftar Isi _xiii
BAB I - FILSAFAT SOSIOLOGI KOMUNIKASI _1
A. Filsafat Sosial, Sosiologi Moderen, dan Komunikasi _1
B. Sosiologi Modem _28
C. Lahirnya Sosiologi Komunikasi _31
D. Tradisi-Tarisi dalam 11.mu Komunikasi _36
E. Proses Sosial dan Interaksi Sosial _43
BAB II - RUANG LINGKUP SOSIOLOGI _62
A. Apakah Sosiolgi itu? _62
B. Ruang Lingkup Sosiologi _67
C. Konsep Sosiologi _70
D. Hubungan Sosiologi dengan Komunikasi _74
BAB ID - PERSPEKTIF KOMUNIKASI
ANTAR MANUSIA _83
A. Pemahaman Konsep Perspektif _83

xiii
B. Perspektif dalam ilmu Sosial (Ilmu Komunikasi) _85
C. Beberapa Perspektif yang Berkaitan
dengan Komunikasi _87
1. Perspektif Mekanistis _87
2. Perspektif Psikologis _90
3. Perspektif Pragmatis _93
4. Perpektif Interaksionisme-Simbolik _94
D. Konstruksi Sosial atas Realitas dan Konstruksi Sosial
Media Massa _97
BAB IV INTERAKSI SIMBOLIK SEBAGAI PERSPEKTIF
SOSIOLOGI KOMUNIKASI _103
A. Interaksionisme dalam Pandangan Mead _103
B. Perspektif pada Kelompok Rujukan _111
C. Masalah Perspektif, Sikap, dan Perilaku _114
D. Perubahan Sosial _116
E. Budaya Massa dan Budaya Populer _125
F. Efek Media Massa pada masyarakat _133
G. Masalah Sosial yang ditimbulkan Media Massa _137
BAB V PENELITIAN KOMUNIKASI _147
..\.. Proses dan Fokus Penelitian Komunikasi _147
1. Proses Penelitian _147
2. Fokus Penelitian _149
B. Pendekatan Penelitian _153
1. Pendekatan Kualitatif _153
2. Pendekatan Kuantitaf _163
C. Metode Penelitian _166
DAFTARPUSTAKA _167
TENTANG PENULIS _173

xiv
Bab 1
FILSAFAT SOSIOLOGI KOMUNIKASI

A. Filsafat Sosial, Sosiologi Modem dan Komunikasi


Salah satu factor yang menyebabkan mahasiswa
mengalami kesulitan dalam memahami sosiologi adalah
kurangnya pemahaman tentang filsafat ilmu sosial yang
merupakan dasar lahir berkembangnya ilmu sosiologi.
Perkembangan sosiologi pada dasamya tidak dapat
dipisahkan dari konstruksi filosofi metodologi yang
mendasarinya. Dalam proses ini tidak asing lagi kita
temukan perdebatan filosofis disana sini. Karena adanya
perdebatan aliran filsafat yang mendasari pemikiran aliran
tertentu tentang persoalan yang semestinya dipelajarinya,
maka teori-teori yang dibangun dan dikembangmkan
masing-masing aliran pun berbeda-beda. Dengan demikian

Sosiologi Komunikasi - I
metode yang digunakan untuk memahami dan
menerangkan subtansi disiplin ilrnu pun berbeda.
Berbicara tentang filsafat ilmu sosial maka kita akan
menemukan sekelumit pertanyaan menarik yang berkisar
pada persoalan ilmu alam yang selalu dipertentangkan
dengan persoalan ilmu sosial. Haruskah persoalan ilmu
sosial menggunakan metode yang berbeda dengan
permasalahan ilmu alam? Apakah persoalan ilmu sosial
hanya sekedar agregat? dan bagaimana pula kaitannya
dengan fakta dan nilai? Apakah nilai merupakan produk
sosial? Sederetan pertanyaan ini mengandung makna yang
sangat filosofis dan metodologi sosiologi sebagai salah satu
cabang ilmu sosial tidak lepas dari pertanyaan-pertanyaan
ini. Problematika relaitas sebagai kajian sosiologi dengan
jelas menunjukkan adanya perdebatan dalam teorinya.
Karena itu agar mudah memahami teori-teori sosiologi atas
realitas kajiannya dilakukanlah pengklasifikasian teori
berdasarkan refleksi terhadap filosofi ilmu sosial, yang
meliputi filosofi ilmu sosial positivistik, fenomenologi,
emansipatori.
1. Filosofi Ilmu Sosial Positivistik dan Tradisi Sosiologi
Saintifik
Secara historis, filosofi ilrnu sosial yang paling awal
muncul dalam perkembangan teori sosiologi adalah aliran
positivistik. Dikatakan positivistik karena berladaskan
filsafat positivisme, dan inilah roh sosiologi saintifik.
Dinamakan sosiologi saintifik karena sebagi cabang ilmu
sosial, sosiologi telah memenuhi prosedur ilmiah, yakni
empiris, objektif, rasional, sistematis, dan terukur. Sosiologi
saintifik lazim juga dinamakan sebagai tradisi sosiologi
konvensional, bahkan dipandang oleh sebagian besar tokoh

2 - Sosiologi KomW1ikasi
sosiologi sebagai aliran tradisional karena masa kejayaan
penerapan tradisi keilmuan ini sudah cukup lama.
Tradisi keilmuan ini berkembang atas dasar pengaruh
ilmu kealaman. Alirtan ini bertumpu pada pandangan
bahwa realitas pada hakikatnya bersifat materi dan
kealaman yan notabene bersifat Aristotelian. Dikatakan
Aristotelian karena pada prinsipnya positivistik mengikuti
cara panadang Aristoteles yang mendasarkan kebenaran
pengetahuan manusia bukan pada dunia gagasan Yatlf
transenden yang terpilih dan terpisah dari hal-hal
pengalaman sehari-hari sebagaimana dalam platonisme,
melainkan pada ide yang termuat dalam benda-benda dan
yang berhubungan dengan konsep manusia yang objektif
dan nyata (Bagus, 2005). Filsafat Aristoteles cenderung
bersifat natural empiris, ia menggunakan pendekatan
biologis yang mencakup analisis kenyataan empiris kedalam
bagian-bagian kelompok menurut spesies dan genus.
Menurutnya manusia layaknya seekor binatang dengan
unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan
tuturan.
Positivisme terdiri dari beberapa variasi, yakni
posistivisme sosial, positivisme evolusioner, posistivisme
kritis, dan positivisme logic.
Sejalan dengan pandangan-pandangan itu, Gidden
dalam bukunya Posistivism and Sociology menyatakan bahwa
"sikap positivistik yang dianut oleh ilmu-ilmu sosial
mengandung tiga pengandaian yang sating berkaitan.
Pertama, prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat
langsung diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Kedua, hasil-
hasil penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk hukum-
hukm seperti ilmu alam. Ketiga, ilmu-ilmu sosial tidak

Sosiologi Komunikasi - 3
bersifat etis dan juga tidak terkait pada dimensi politis
manusia" (Hardiman, 1990). Disini ilmu sosial mengandung
makna layaknya ilmu alam yang bersifat bebas nilai dan
netral dari tendensi politik.
Metode sosiologi saintifik memandang realitas
ontologis yang dapat dipecah-pecah, dieliminasikan dari
objek-objek lainnya. Dan dapat dikontrol. lmplikasi
metodologis dari sudut pandang ini adalah kerangka teori
yang dirumuskan harus spesifik dan mengabaikan uraian
yang terlalu meluas dan tidak relevan. Sementara itu,
epistimologi positivisme merujuk pada pemisahan jarak
antara subjek penelitian dengan objek penelitian. Paham ini
menempatkan peneliti dibelakang layar untuk
mengobservasi realitas apa adanya. Hal ini dimaksudkan
agar dapat diperoleh hasil penelitian yang benar-benar
objektif.
Tujuan yang diharapkan dari metode sosiologi
saintifik adalah mengkonstruk ilmu yang sifatnya
nomotetik. Dengan demikian, secara aksiologis
menghasilkan temuan ilmiah yang bebas nilai. Untuk
mejelaskan fenomena sosial, maka tradisi sosiologi saintifik
cenderung menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Beberapa cabang filsafat yang dapat ditelusuri dalam tradisi
ini adalah filsafat materialisme, realisme, empirisme,
behaviorisme.
a. Materialisme
Aliran filsafat ini memandang dan menyatakan bahwa
materi adalah primer dan ide atau pikiran adalah sekunder.
Ini berarti ide atau pikiran itu dilahirkan oleh keadaan
objektif. Keadaan objektif itu berupa otak itu ada, baru otak
bekerja menghasilkan pikiran. Tokohnya yang terkenal

4 - Sosiologi Komunikasi
adalah Karl Marx (1818-1883). Ia mengatakan bahwa
kesadaran sosial melahirkan ide. Materialisme juga
dimaknai dengan aliran filsafat yang menyatakan bahwa
tidak ada hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan
kesadaran ada]ah penjelmaan dari materi dan dapat
dikendalikan oleh unsur-unsur fisik, materi adalah sesuatu
hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk dan menempati
ruang.
b. Realisme
Aliran filsafat ini menyatakan bahwa objek-objek yang
diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. Objek-objek
tersebut tidak tergantung adanya pada yang mengetahui
atau tidak tergantung pada ide, pikiran dan dunia Iuar
saling berinteraksi, akan tetapi interaksi yang tetjadi tidak
mempengaruhi, dunia tetap ada sebelum pikiran menyadari,
akan tetap ada setelah pikiran berhenti rnenyadarinya.
Tokoh yang terkenal adalah Betrand Russel. Bagi penganut
realisme, makna sebuah objek hanyalah sebagian dari objek
itu sendiri.
c. Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme diambil dari istilah empeiria yang berarti
pengalaman. Empirime berpendapat pengetahuan tentang
kebenaran yang sempuma tidak diperoleh melalui akal
melainkan diperoleh melalui dari pancaindera manusia.
Aliran ini dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) yang ke
mudian disistemasikan oleh John Locke dan David Hume.
Aliran filsafat ini menyatakan pandangannya bahwa
pengetahuan ilmiah haruslah didasrkan pada pengujian dan

Sosiologi Komunikasi - 5
pengumpulan fakta tertentu yang terdapat secara pasti
dalam ilmu-ilmu sosial. Hal yang ditandaskan dalam
empirisme adalah bahwa suatu ilmu pengetahuan tidaklah
berkembang melalui fakta yang dapat di observasi secara
langsung melalui elaborasi konsep dengan merumuskan
fakta-fakta dengan menentukan kedudukannya dalm
empirisme, aktivitas teoritis akan mencangkup penemuan
dan analisi terhadap realitas diluar apa yang diterima
dengan segera.
d. Behaviorisme
Tokoh utama behaviorime adalah Skinner. Dalam
karya tentang prilaku manusia ia membuat tentang tiga
asumsi dasar. Pertama, bahwa perilaku manusia tetjadi
menurut hukum yang disebut behavior can be controlled.
Skinner tidak mencari penyebab perilaku di dalam jiwa
manusia clan menolak alasan penjelasan dengan
mengendalikan keadaan pikiran (maind) atau motif-motif
internal. Kedua, Skinner menekankan bahwa perilaku clan
kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan
mekanisme psikis seperti id dan ego. Ketiga, perilaku
manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual. Secara
umum penekanan kaum behaviorist dalam mengkaji suatu
realitas sebagai berikut:
1. Objectivisme, yakni teknik-teknik objektif untuk
mengumpulkan data.
2. Orentasi, S-R, seluruh proposisi dinyatakan dalam
istilah-istilah stimulus - response.
3. Peripheralisme, yakni suatu fenomena diklasifikasikan
sebagai suatu mental yang telah direduksi kedalam
objektifikasi yakni melalui S-R.

6 - Sosiologi Komunikasi
4. Penekanan atas pengajaran dan beberapa bentuk asosiasi
S-R sebagai landasan hukum dari pengajaran tersebut.
5. Environmentalisme, yakni merujuk pada kondisi
lingkungan seseorang dalam pengertian kondisi fisik
secara kasar.
Ketika tataran filosofi yang begitu abstrak dibreak down
ke dalam dimensi metodologis, maka akan ditemukan
beberapa pokok positivisme sebagai berikut:
1. Membatasi penelitian pada hal-hal yang positif yakni
yang dapat diuji secara empiris.
2. Menggunakan bahasa yang jelas, varibel, dan atributnya
perlu dijelaskan.
3. Menggunakan logika, karena itu argumentasi ilmiahnya
perlu memenuhi syarat logika deduktif.
4. Menunjukkan cara untuk justifikasi, menyajikan
rancangan pengujian empiris serta melakukan pengujian
empiris.
5. Ilmu alam dan sosial praktis menggunakan metode ini
dengan dasar logika deduktif positivisme.
Berdasarkan diskusi di atas, dapat ditemukan
beberapa ciri pandangan positivisme. Nasution (2002)
menguraikan tiga ciri-ciri pandangan aliran ini. Pertama,
logika eksperimen dengan memanipulasi variable yang
dapat diukur secara kuantitatif agar dapat dicari hubungan
antara berbagai variable. Kedua, mencari hukum universal
yang dapat meliputi semua kasus, walaupun dengan
pengolahan statistik dicapai tingkat probabilitas, dengan
mementingkan sampling untuk mencari generalisasi. Ketiga,
netralitas pengamatan dengan hanya meneliti gejala-gejala

Sosiologi Komunikasi - 7
yang dapat diamati secara langsung dengan instrument
yang valid dan reliable.
2. Filosofi Ilmu Sosial Fenomenologi dan Tradisi
Sosiologi Hermeneutik
Tradisi sosiologi yang kedua ini sangat berbeda
dengan tradisi yang pertama. Jika sosiologi saintifik
didasarkan pada filsafat postivisme, maka sosiologi
hermeneutik didasarkan pada filsafat fenomenologi.
Fenomenologi lahir pada awal abad ke-20 sebagai bentuk
kritik atas para pemikir positivisme. Karena itu aliran ini
sering juga disebut sebagai post-positivisme. Pada abad ini
sekelompok ilmuan sosial tidak sependapat dengan cara-
cara yang digunakan oleh kelompok positivisme dalam
mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari suatu gejala atau
fenomena. Kaum positivistik tidak memosisikan individu
secara holistik, melainkan membaginya ke dalam sejumlah
kategori rigid dan parsial.
Secara etimologis, fenomenologi berasal dari bahasa
Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak
dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti
kata, ucapan, rasio, pertimbangan, atau ilmu. Dengan
demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan
sebagai kajian terhadap fenomena atau apa saja yang
tampak oleh indera manusia. Bagus (2005) memberikan dua
pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas,
fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja
yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala
yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Berkenaan
dengan terms ini, Kant membedakan kata phenomenoin dan
noumenon.

8 _ Sosiologi Komunikasi
Aliran fenomenologi berkembang dari mainstream
ilmu-ilmu sosial Jerman yang sarat diwarnai pemikiran
Platonik. Metode berpikir Plato bertolak belakang dengan
metode yang digunakan oleh ilmu-ilmu pengetahuan
modem. Jika ilmu pengetahuan modem berpandangan
bahwa kebenaran universal dapat dicapai melalui
generalisasi dari gejala-gejala yang tampak. Hakikat
manusia dapat dikenal melalui cara mengenal pengertian
umum tentang manusia. Pandangan ini disebut dengan
Platonic Idealisme (Siahaan, 1986). Dari sinilah berkembang
ilmu sosial fenomenologi yang mengunggulkan pendekatan
kualitatif yang digunakan untuk memahami sosial yang
menempatkan manusia sebagai subjek utama dalam
peristiwa sosial budaya.
Feneomenologi sebagai aliran dan sebagai ilrnu
dikembangakan oleh Edmund Husserl. Menurutnya, objek
imu tidak terbatas pada sesuatu yang empiric sensual, tetapi
meliputi hal-hal yang tidak lain daripada persepsi,
pemikiran, dan kemauan subjek. Dalam paham
fenomenologi sebagimana diungkapakan oleh Husserl,
bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri
(zu den sachen selbst), objek-objek harus diberikan
kesempatan untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologi
guna mencari hakikat fenomena atau gejala-gejala
(wessenchau). Kesadaran dan alam, antara subjek dan objek,
kesadaran tidak menemukan objek-objek, akan tetapi objek-
objek diciptakan oleh kesadaran.
Secara umum pendangan fenomenologi dapat dilihat
pada dua posisi. Pertama ia merupakan reaksi terhadap
dominasi positivisme, dan kedua, ia sebenamya sebagai
kritik terhadap pemikiran kritisisme Immanuel Kant,

Sosiologi Komunikasi - 9
terutama konsepnya tentang fenomena dan noumena. Kant
menggunakan kata fenomena untuk menunjukkan
penampakan sesuatu dalam kesadaran, sedangkan
noumlena adalah realitas (das Ding an Sich) yang berada
diluar kesadaran pengamat. Menurut Kant, manusia hanya
dapat mengenal fenomena-fenomena yang tampak dalam
kesadaran, bukan noumena yaitu realitas di luar yang kita
kenal.
Bagi Husserl tugas utama fenomenologi adalah
menjalin keterkaitan menusia dengan realitas. Menurutnya,
realitas bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari
manusia yang mengamati. Realitas itu mewujudkan diri,
atas menurut ungkapan Martin Heidegger, yang juga
seorang fenomenologi sifat realitas itu membutuhkan
keberadaan manusia. Fenomenologi berusaha untuk
mencapai pengertian yang sebenamya dengan cara
menembus semua fenomena yang menampakkan diri
menuju kepada bendanya yang sebenamya.
Berkaitan dengan sekelumit hakikat realitas yang ada,
Husserl berpendapat bahwa untuk menangkap hakikat
objek-objek diperlukan tiga macam reduksi guna
menyingkirkan semua hal yang me.nganggu dalam
mencapai wessenchau. Reduksi pertama, menyingkirkan
segala sesuatu yang subjektif, sikap peneliti harus objektif,
terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara.
Reduksi kedua, menyingkirkan semua pengetahuan tentang
objek yang diperoleh dari sumber lain dan semua teori dan
hipotesis yang sudah ada. Reduksi ketiga, menyingkirkan
seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah
dikatakan orang lain untuk sementara harus dilu pakan. Jika

IO - Sosiologi Komunikasi
reduksi-reduksi ini berhasil maka gejala-gejala akan
memperlihatkan dirinya sendiri.
Sederetan nama tokoh fenomenologis lainnya yang
terbilang popular adalah Wilhelm Dilthey. Pemikir asal
Jerman ini melihat satu segi epistemologi yang sejak lama
senantiasa dilalaikan, yaitu masalah pemahaman. Ia
menganalisis soal pemahaman yang membuat kita dapat
mengetahui kehidupan kita sendiri dan kehidupan pikiran
orang lain. Di sini Dilthey melihat hermeneutika sebagai
metode Geisteistoissencnaften, yakni metode ilmu sosial dan
humanities, semua studi yang menafsirkan ekspresi
kehidupan kejiwaan manusia. Tujuan utama Dilthey adalah
mengembangkan metode memperoleh intepretasi yang
secara objektif sah tentang ekspresi kehidupan batin.
Selain Husserl, tokoh penting dalam transisi
fenomenologi mumi ke sosiologi adalah Alfred Schutz, dari
Austria. Schutz terbilang tokoh yang melanjutkan pemikiran
Husserl. Ia turut serta dalam peletakan dasar aliran ini.
Menurutnya, pokok pikiran sosiologi adalah melihat
bagaimana cara manusia menkonstruk realitas sosial atau
menciptakan dunia kehidupan sehari-hari. Pandagan yang
demikian ini meletakkan hakikat kondisi manusia dalam
pengalaman subjek dalam tindakan dan mengambil sikap
terhadap dunia kehidupan sehari-hari. Semua tindakan akan
bermakna apabila tindakan itu senantiasa dilakukan dengan
sadar yakni suatu tindakan yang diproyeksikan oleh pelaku
dalam pikimanya sendiri. la juga berpendapat bahwa kita
hanya dapat mulai memahami makna tindakan kita melihat
kembali padanya, pada saat refleksi. (Cambell, (1994).
Mazhab ini kemudian dikembangkan oleh Maximilian
Weber kedalam sosiologi. Pasalnya, tindakan manusia yang

Sosiologi Komunikasi - l l
tampak merupakan konsekwensi dari sejumlah pandangan
atau doktrin yang hidup dikepala manusia sebagai
pelakunya. Dengan demikian, ada sejumlah pengertian,
batasan-batasan, atau konpleksitas makna yang hidup
dikepala manusia pelaku membentuk tindakan yang
terekspresi secara eksplisit. Jika tradisi sosiologi saintifik
mengasumsikan kehidupan masyarakat selayaknya benda-
benda. Maka lain halnya dengan sosiologi hermeneutic yang
meletakkan kehidupan masyarakat pada kesadaran manusia
yang perlu dipahami, dimengerti, ditafsirkan, atau
diinterpertasi,
Pada mulanya, kajian komunikasi, apalagi ilmu
komunikasi adalah sesuatu yang tak pemah ada dalam
khazana ilmu pengetahuan. Ketika pada mulanya semua
masalah manusia masih dalam kajian filsafat, maka
komunikasi selain tidak terpikirkan atau belum terpikirkan
oleh manusia (laten fenomena)
Pada saat teori sosiologi sedang di bangun, minat
terhadap ilmu pengetahuan meningkat pesat, hal itu tetjadi
tidak saja di perguruan tinggi, namun juga di masyarakat
pada umumnya. Hasil sains termasuk teknologi mendapat
apresiasi itu diberkaitan dengan sukses besar sains fisika,
biologi, dan kimia, (Ritzer, 2004 ). Perdebatan antara
perkembangan sosiologi dan sains pada saat itu menjadi hal
yang penting di singgung dalam bagian awal ini untuk
mendudukkan persoalan bahwa pada awal perkembangan
teori sosiologi, sosiologi di besarkan oleh minat masyarakat
terhadap sains yang menginginkan sosiologi meniru
kusuksesan sains atau karena kesuksesan sains pada saai
itu, yang mengalihkan perhatian masyarakat terhadap
sosiologi. Rupanya, pada akhimya masyarakat kemudian

12 - Sosiologi Komunikasi
percaya bahwa perkembangan sosiologi di sebabkan karena
adanya keunggulan pemikiran yang lebih menyukai
sosiologi sebagai sains.
Banyak pengamat berpendapat bahwa perkembangan
teori sosiologi di pengaruhi oleh pemikiran pemikiran abad
pencerahan yang berkembang pada periode perkembangan
intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar
biasa. Pemikiran manusia pada awalnya perkembangannya
menaruh harapan yang besar terhadap mitosm logos,
dogma, dan kemudian beralih pada logos ( pemikiran
manusia ) lagi. Secara singkat sejarah filsafat ilmu
pengetahuan mencatat perkembangan-perkembangan
tersebut sebagai berikut :
1. Sebelum Yunani Kuno (sebelum ± 600 SM)
Mistik adalah sebuah fenomena yang sebenarnya
sudah di temukan oleh para mistikus pada ribuan tahun
yang lalu, sedangkan fenomena yang sama baru di temukan
oleh fisikawan modern saat ini. Dalam bukunya mistiscim
and the new phiscis (2002), Michael Talbot mengatakan
bahwa, dalam hal keterkaitan fenomena fisik alam raya,
yang berhubungan dengan manusia dan realitas kehidupan
manusia, mistik telah mengakui ribuan tahun yang lalu
ketika sains baru mengetahui sekarang. Fisika dan
metafisika telah sampai pada sebuah titik di mana bahasa
tidak lagi membawa informasi. Misalnya dalam mekanika
kuatum, partikel partikel yang identik dikatakan " tidak
dapat di bedakan ". Oleh karenanya dua electron yang tidak
dapat di bedakan dapat di anggap " sama" sekaligus"
berbeda".
Manusia memiliki persoalan besar dengan kesadaran
dan bahasanya, kesadaran manusia memiliki persoalan

Sosiologi Komunikasi - I 3
dengan pemikiran manusia, dimana dalam fisika modem di
katakan bahwa pemikiran manusia memiliki tangan dalam
dunia objektif manusia. Bahwa pikiran manusia bekerja
berdasarkan kesadaranya terhadap alam semesta yang ada,
sementara kesadaran manusia memiliki hubungan yang
sangat terbatas dengan realitas yang sangat terbatas pula
dengan realitas subjektif dan realitas objektif.
Sesungguhnya kesadaran manusia tentang relalitas
tergantung pada bagaimana syaraf-syaraf otak itu bekerja,
dengan demikian mistik adalah sebuah persoalan biologis
manusia dalam menangkap fenomena alam semesta, atau
dengan kata lain bagaimana kemampuan biologis manusia
menangkap dunia omnijektif adalah persoalan kesadaran
manusia, itu semua adala problem mistik manusia, terutama
ketika kemampuan omnijektif dan kesadaran itu harus di
bahasakan.
Dengan demikian, pengalaman manusia satu dengan
manusia lain amat berbeda tentang dunia mistiknya.
Begitu pula kemampuan manusia satu dengan manusia
lainya amat sangat di tentukan oleh kesdaran dan
kemampuan ia membahasakan pengalamanya itu. Ada
manusia tertentu yang memiliki kemampuan otak syaraf
yang baik sehingga memiliki kesadaran yang kuat terhadap
realitas omnijektif, namun ia tidak mampu menjelaskan
dengan bahasa karena ruang bahsanya tidak memberi
pengalaman untuk menjelaskan persoalan yang di
hadapinya itu. Persoalan persoalan ini kemudian di
interaksikan dalam kehidupan sehari hari manusia dalam
masyarakat sehingga menimbulkan wacana dan diskursus
yang tak habis habisnya dari generasi manusia satu generasi
manusia Iain. Wacana dan diskursus ini pun amat diwamai

14 _ Sosiologi Komunikasi
oleh bagaiamana wacana dan diskursus itu di bahasakan
dalam budaya masyarakat setempat, hal ini menyebabkan
cerita cerita mistik itu beragam antara masyarakat dengan
masyarakat lainya.
Jadi dengan demikian persoalan mistik ini adalah
sebuah rahasia Allah yang sebenamya oleh mistikus sudah
dapat di ungkapkan sejak ribuan tahun lalu. Akan tetapi
dalam sains modern saat ini mistik baru mulai menjadi
perdebatan ketika fonemena mistik mulai dapat di
ungkapkan oleh ilmuan sains modern.
Keterbatasan dan kelambanan sains modern
mengungkap misteri mistik ini di sebabkan oleh dua hal
utama, pertama mistik lebih banyak berhubungan dengan
realitas " kebatinan" dan kesadaran dimana tradisi ini lebih
banyak ada dalam budaya masyarakat timur. Sedangkan
budaya masyarakat barat lebih mengutamakan kekuatan
penginderaan manusia dalam menafsirkan realitas dengan
demikian sesuatu yang bersifat kesadaran yang di tampilkan
sebagai kelemahan dari kemampuan manusia untuk
menafsirkan realitas itu sendiri. Kedua, ada kaitanya dengan
yang pertama, bahwa paradigma sains modern yang terlalu
keberatan, lebih mengunggulkan paradigma positivistik dan
semua serba empiris yang di peroleh manusia berdasarkan
pengalamannya dengan penginderaan. Segala sesuatu yang
bersifat"kebatinan" dan bersumber dari kesadaran manusia
di anggapnya bukan sebagai sains, pada hal dalam tradisi
ketimuran, "kebatinan" dan kesadaran manusia adalah salah
satu sumber penginderaan manusia terhadap realitas,
terutama realitas omnijektif.
Sains barat yang banyak di pengaruhi oleh positivisme
tidak pemah mengakui pengetahuan manusia yang di

Sosiologi Komunikasi - 15
peroleh dari "kebatinan" dan kesadaran yang condong
konstruktif sebagai sebuah sains, fenomena itu (oleh mereka)
di katakan bukan ilmu, bisa jadi halnya"ngelmu"(dalam
pembahasan jawa). Persoalan ini sebenamya sebuah
kelemahan paradigma secara keseluruhan, ketika paradigma
dominan dapat menjadi alat untuk melegitimasi
pembenaran dari apa yang ia lakukan dan menyalahkan
yang di lakukan oleh sainstis lain. Padahal, tak satu pun
pengetahuan manusia ia lepas dari upaya manusia
membukakan tabir rahasia Allah yang salah satunya berada
di alam jagad raya ini. Ini sebenamya adalah persoalan
manusia ketika Allah hanya memberikan pikiran kepada
manusia sedangkan rahasia (pengetahuan) alam (jagad raya)
. ini menjadi tugas manusia mengungkapkannya dengan
pikiran pemberian Allah itu.
Fisikawan dan mistikus berhadapan dengan banyak
bentuk tidak tetap. Intusi membohongi kita, bahasa gagal,
dan kita akan mengetahui bahwa pemahaman kita atas alam
semesta bergantung pada cara berpikir peradaban barat
yang hanya di mulai dengan sikap curiga. Penemuan kita
atas alam semesta bergantung pada cara berpikir peradaban
barat yang hanya di mulai dengan sikap curiga. Penemuan
kita atas bentuk bentuk tidak tetap ini dan cara berbicara (
berbahasa) serta berpikir kita tentang bentuk bentuk tidak
tetap tersebut adalah titik nyata tempat terjadinya
pertemuan antara mistisme dan fisika.
Ketakutan manusia terhadap mistik adalah sebuah
fonomena sains dan pengetahuanya yang belum dapat
menjelaskan objek objek mistik itu sendiri dan bagaimana ia
menjelaskanya dengan menggunakan bahasa yang rasional
terhadap dirinya maupun kepada orang lain. Sebaliknya,

16 - Sosiologi Komunikasi
ketakutan itu sendiri adalah konstruksi sosial masyarakat
terhadap sesuatu yang berbahaya dalam hidup seseorang.
Jadi, sebenamya seseorang tidak akan takut terhadap sebuah
objek mistik apabila hal itu tidak dikonstruksikan sebagai
sesutu yang membahayakan hidup, menyeramkan, atau
menjijikan. Ketidakmampuan individu menerangkan objek
mistik dan konstruksi sosial tentang bahaya, keseraman dan
menjijikan inilah yang menyebabkan ketakutan manusia
terhadap objek objek mistik.
Penjelasan di atas menunjukkan betapa pentingnya
mistik pada awal kehidupan manusia. Mistik yang saat ini
menjadi kontroversi, pada saat itu menjadi cara
memecahkan masalah masalah kemanusiaan. Mistik adalah
kunci solusi dari semua permasalahan, seperti kontroversi,
pada saat itu menjadi cara pemecahan masalah masalah
kemanusiaan. Mistik adalah kunci solusi dari semua
permasalahan, seperti transportasi, komunikasi, tatanegara,
hukum, pertanahan dan keamanan, ekonomi, agama, dan
sebagainya.
Kehidupan manusia sebelum lahimya peradaban
yunani kuno, benar benar di pengaruhi oleh mistik, sehingga
mistikus yang terdiri dari para orang pintar, elite,
masyarakat, orang kuat adalah pemegang kekuasaan
tertinggi di masyarakat, sebaliknya anggota masyarakat di
belenggu oleh pemikiran pemikiran mistik yang saat ini di
sebut sebagai sesuatu yang tidak rasional. Walaupun
keadaan ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
lama, namun dalam masyarakat tersebut di anggap sesuatu
yang biasa biasa saja.

Sosiologi Komunikasi - 17
2. Yunani Kuno (± 600 SM)
Pada periodesasi sekitar ± 600 SM periode ini di tandai
oleh pergeseran pemikiran dari mitos. penjelasan penjelasan
mistik yang berdasarkan kepercayaan irasional tentang
gejala gejala alam bergeser pada penjelasan logis yang
berdasarkan pada rasio. Mengacu pada Adian (2002:7),
bahwa pada masa ini, filsuf-filsuf alam mulai mencari
penjelasan rasional atau prinsip dasar yang melandasi gejala
gejala alam berselubung kabut mistis, para filsuf alam mulai
menyibukkan diri dengan pertanyaan pertanyaan tentang
asas pertama ( arkhe) dan prinsip yang mengatur alam
semesta. Thales (hidup sekitar tahun 585 SM) misalnya
mengatakan, air adalah ark.he dari alam semesta, alasanya
air dapat mengambil berbagai macam wujud dan
keabsahannya (moist) di anggap sebagai kehidupan itu
sendiri yang selalu bergerak. Air yang diyakini oleh Thales
sebagai dasar terbentuknya alam semesta, para filsuf alam
lain yang juga mengembangkan pemikiran tentang kosmos
(alam) antara lain: Anaximander (610-547) dan Anaximenes
(sekitar 546 SM). Apa yang para filsuf alam kembangkan
sebenamya merupakan cikal bakal disiplin ilmu fisika.
3. Abad Pertengahan ( 300 SM-1300 M )
Menurut Adian (2002: 9) pemikiran filsuf pada abad
ini kehilangan otonimnya. Pemikiran abad pertengahan
bercirikan teosentris (berpusat pada kebenaran wahyu
tuhan). Para filsuf rohaniawan seperti Thomas Aquinas
(1225-1274) dan St. Bonaventura (1221-1257) adalah
rohaniawan- rohaniawan yang hendak merekonsiliasi akal
dan wahyu. Kebenaran wahyu mereka buktikan tidak
berbeda kebenaran yang di hasilkan akal. Meskipun
Aquinas bersifat netral terhadap dikotomi iman/akal.

18 - Sosiologi Komunikasi
Atmosfer yang meliputi hampir seluruh pemikiran di abad
petengahan memperlakukan akal sekadar sebagai hamba
perempuan teologi (ansila theologia). St.Agustinus (1354-
1430) bahkan tidak percaya akan kekuatan akal semata
dalam mencapai kebenaran.
Kebenaran utama adalah kebenaran teologi yang
termasuk dalam wahyu tuhan, manusia tidak mampu
mencapai pengetahuan sejati tanpa ilusinasi kebenaran Ilahi.
Singkatnya, rasionalitas mengalami deotonomisasi dari
posisinya semula yang independen pada masa filsuf filsuf
yunani, filsafat yang menjadi abdi dari teologi dimana
pemikiran pemikiran filsuf di gunakan untuk mendukung
kebenaran wahyu, upaya para filsuf - rohaniawan untuk
merekonsiliasi iman dan akal juga tidak banyak membawa
hasil. Di masa ini pertentangan antara wahyu dan akal akan
semakin menajam dan cenderung mengeras, banyak sekali
ilmuan yang di eksekusi karena menertawakan ilmiah yang
tidak sesuai dengan kebenaran wahyu. Ilmu pengetahuan
pun menjadi surut perkembangannya.
4. Filsafat Modem (Abad ke-17-19)
Kurang lebih sepuluh abad lamanya pemikiran filsuf
dan ilmu pengetahuan berdasarkan rasio direpresi oleh
kebenaran teologis yang berdasarkan iman. Kecenderungan
ini biasa disebut fedeisme ketaatan buta pada iman.
Semangat untuk membebaskan manusia dari
keterbelengguan teologis muncul pada masa yang dikenal
dengan nama Renaisans. Istilah Renaisans berarti kelahiran
kembali. Kelahiran kembali pemikiran filsuf Yunani Kuno
yang otonom lewat mempelajari kembali karya-karya klasik
filsuf Yunani Kw10 yang selama ini "disembunyikan" dan
dimonopoli kalangan elite gereja saja (Adian, 2002: 10).

Sosiologi Komunikasi - 19
Munculnya Renaisans tidak bisa di lepaskan begitu saja dari
sumbangan para filsuf Islam menetjemahkan karya-karya
klasik Yunani ke dalam bahasa Arab. Karya-karya
tetjemahan itulah yang nantinya dipelajari oleh dunia Barat
hingga menimbulkan suatu · gerakan reformasi yang
dinamakan Renaisans. Sejarah mencatat bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam telah main
lebih dahulu sebelum dunia Barat memperoleh
"pencerahan". Banyak karya-karya ilrniah yang berasal dari
dunia Islam yang kemudian dibawa ke Barat untuk
dipelajari dan dikembangkan.
Renaisans yang kemudian diikuti oleh masa
pencerahan (aufklarung) menjadi titik tolak modemisme di
mana ilmu. Pengetahuan, filsafat, dan ideologi berkembang
dengan demikian pesatnya. Otonomi manusia
(antroposentris) menjadi roh zaman modem (Adian, 2002).
Kebangkitan kembali rasio yang mewamai zaman modem
juga tidak dapat dilepaskan dari pemikiran seorang filsuf
Prancis bemama Rene Descartes (1596-1650). Pemikiran sang
filsuf betjasa, rehabilitasi, mereotonomisasi rasio yang telah
sekian lama (kurang lebih seribu tahun) dijadikan hamba
sahaya keimanan. Diktumnya yang sampai sekarang masih
terasa menggetarkan berbunyi, "cogito ergo sum", aku
berpikir maka aku ada". Rasio adalah sumber satu satunya
bagi pengetahuan, kesan-kesan indrawi dianggap sebagai
ilusi yang hanya bisa diatasi oleh kemampuan yang dimiliki
rasio.
Rene Descartes telah mempelopori suatu aliran filsafat
yang pengaruhnya cukup besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, yaitu rasionalisme (Adian, 2002). Selanjutnya
menurut Adian (2002), argumen Descartes mendapatkan

20 - Sosiologi Komunikasi
reaksi keras dari filsuf-filsuf Inggris seperti: David Hume
(1711-1776), John Locke (1632-1704), dan George Berkeley
(1685-1753). Mereka adalah penganut paham empirisme,
yaitu aliran filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan
hanya didapatkan dari pengalaman lewat pengamatan
empiris bukan semata-mata penalaran deduksi.
Kaum empiris yakin akan adanya keteraturan
(regularity) di dalam alam raya ini. Keteraturan tersebut
bukan diasalkan atau ditunjukkan pada kodrat yang
metafisis (pandangan teleologis Aristoteles ). Pertentangan
tersebut terus berlangsung sampai muncul seorang filsuf
Jerman bemama lnmanuel Kant (1724-1804) yang berhasil
membuat sistesis antara Rasionalisme dengan Empirisme.
Kant mengatakan bahwa, kedua aliran tersebut terlalu
ekstrem dalam memahami sumber pengetahuan. Kant
mengatakan bahwa, rasio dan empiris ada]ah sama-sama
sumber pengetahuan di mana kesan-kesan empiris
dikonstruksikan oleh rasio manusia melalui kategori-
kategori menjadi pengetahuan. Kant juga merupakan tokoh
sentral dalam zaman modem dengan pemyataannya yang
cukup terkenal, sapere aude (berani berpikir sendiri).
5. Positivisme (Abad ke-20)
Pada bagian lain Adian (2002:12) mengatakan,
pandangan dunia empmsme yang objektif dalam
memandang pengetahuan tersebut mengalami puncaknya
pada aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme.
August Comte (1798-1857) adalah filsuf yang mempelopori
kemunculan aliran filsafat ini. Comte jugalah yang
menciptakan istilah "sosiologi" sebagai disiplin ilmu yang
mengkaji masyarakat · secara ilmiah. Positivisme
mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal abad 20-

Sosiologi Komunikasi - 21
an dengan menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi
oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk disebut
sebagai ilmu pengetahuan yang benar. Kriteria-kriteria
adalah eksplanatoris dan prediktif. Demi terpenuhinya
kriteria-kriteria tersebut, maka ilmu-ilmu harus memiliki
pandangan dunia positivistik sebagai berikut: Periama,
objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai.
Kedua, fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya
membicarakan tentang semesta yang teramati. Substansi
metafisis yang diadakan berada di belakang gejala-gejala
penampakan disingkirkan. Ketiga, reduksionisme. Semesta
direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati.
Keempat, naturalisme. Alam semesta adalah objek-objek yang
bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam. Positivisme
memiliki pengaruh yang amat kuat terhadap berbagai
disiplin ilmu bahkan sampai dewasa ini. Pengaruh tersebut
dikarenakan klaim-klaim yang dikenakan oleh positivisme
terhadap ilmu pengetahuan.
Klaim kesatuan ilmu. Ilmu-ilmu manusia dan ilmu-ilmu
alam berada di bawah payung paradigma yang sama, yaitu
paradigma positivistik. Klaim kesaiuan bahasa. Bahasa perlu
dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan
mengajukan parameter verifikasi. Klaim kesatuan metode.
Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu
alam maupun ilmu-ilmu manusia.
6. Alam Simbolis
Positivisme telah mereduksi kekayaan pengalaman
manusia menjadi fakta-fakta empiris. Prinsip bebas nilai
positivisme telah membuat ilmuwan menjadi robot-robot tak
berperasaan. Positivisme telah mengakibatkan keringnya
semesta dari kekayaan batin yang tak terhingga, semesta

22 - Sosiologi Komunikasi
telah didesakralisasi. Tahapan filsafat yang terakhir ini
merupakan reaksi keras terhadap positivisme, terutama
pada asumsi kesatuan metode untuk ilmu-ilmu alam
maupun ilmu-ilmu manusia. Metode positivistik
mengasumsikan bahwa objek-objek alam maupun manusia
bergerak secara deterministik-mekanis. Manusia lebih dari
sekadar benda mati yang bergerak semata-mata berdasarkan
stimulan dan respons, rangsangan dan reaksi, sebab, dan
akibat (behaviourisme). Manusia, menurut Ernest Cassirer
adalah makhluk yang memiliki substratum simbolis dalam
benaknya hingga mampu memberikan jarak antara
rangsangan dan tanggapan. Distansiasi (refleksi) tersebut
melahirkan apa yang disebut sistem-sistem simbolis, seperti
ilmu pengetahuan, seni, religi, dan bahasa (Adian, 2002:13).
7. Postmodemisme
Adian (2002: 13) mengatakan, selain keenam tahapan
tersebut dewasa ini berkembang suatu atmosfer pemikiran
paling mutakhir yang sering disebut orang posmodemisme.
Banyak orang salah kaprah menafsirkan posmodemisme
sebagai perkembangan lebih lanjut dari modemisme. Kata
"pos" pada postmodernisme sering dipahami sebagai
"pasca", "sesudah" dalam pengertian urutan waktu, suatu
kemajuan melampaui modemisme. Pemahaman tersebut
salah kaprah karena postmodemisme justru sangat 'anti' ter-
hadap ide-ide, seperti kemajuan, emansipasi, linieritas
sejarah, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut justru yang
ditelanjangi habis-habisan oleh para pemikir posmo, seperti
Lyotard, Foucault, dan Derrida.
Posmodernisme sesungguhnya merupakan
terminologi untuk mewakili suatu penggeseran wacana di
berbagai bidang, seperti seni, arsitektur, sosiologi, literatur

Sosiologi Komunikasi - 23
dan filsafat yang bereaksi keras terhadap wacana
modemisme yang terlampau mendewakan rasionalitas
sehingga mengeringkan kehidupan dari kekayaan dunia
batin manusia. Filsafat yang dielukan-elukan sebagai
pemonopoli kebenaran dibunuh ramai-ramai oleh para
posmodemis dengan menyerang pilar-pilar filsafat modem
yaitu Rene Descartes dan Immanuel Kant yang masing-
masing menjunjung tinggi rasionalitas dengan mengklaim
dorongan-dorongan subjektif-irasional sebagai marginal, the
other.
Posmodernisme tidak bisa dikonseptualisasikan dalam
sutu definisi yang jelas dan terpilih karena segala sesuatu
yang berbau menyatukan justru diharamkan oleh kaum
posmodernisme. Mereka adalah pewaris kaum sofis yunani
kuno yang sangat anti-kebenaran tunggal demi
berkecambahnya kebenaran-kebenaran partikular yang
plural. Posmo adalah gelombang kritik paling mutakhir
terhadap modernisme yang telah dijadikan sains,
rasionalitas suatu" teologi" baru yang menghasilkan suatu
kebudayaan yang matematis, kalkulatif, monolitik, dan
kering batin.
N arasi awal ten tang posmodernisme dikemukakan
oleh Daniel Bell dalam bukunya, the culture contradiction of
capitalisme yang dipublikasikan pada tahun 1976. Bell
menyatakan, bahwa kapitalisme lanjut bergeser dari sebuah
sistem kultur dan ekonomi yang berdasarkan disiplin-
disiplin yang perlu bagi produksi kesistem yang
berlandaskan pada kenikmatan-kenikmatan konsumsi. Etika
kapitalisme yang menekankan ketja keras, individualitas,
dan prestasi untuk produksi telah memudar dalam hingar-
bingar konsumerisme, kolusi, dan lain sebagainya.

24 - Sosiologi Komunikasi
Klann yang sama dikemukakan oleh Jean Baudrillard
yang dalam sederetan buku-bukunya yang dipublikasikan
mulai dari tahun 1960-an telah mengkritik teori Marx yang
mengklaim ekonomi sebagai faktor penentu dalam
kehidupan sosial , dan memandang bentuk-bentuk dan
daya-daya produksi sebagai prinsip sentral setiap ekonomi.
Dalam kapitalisme lanjut, produksi dan reproduksi tidak
lagi berkaitan dengan benda-benda melainkan makna.
Produsen rokok tidak lagi memproduksi rokok an sich tetapi
tanda yang memuat makna seperti kemampuan hidup dan
maskulinitas.
Dunia menurut Baudrillard didominasi oleh
"Simulacrum". Ini adalah konsep yang diperkenalkan
Baudrillard yang mewakili tiada lagi batas antara yang nyata
dan semu. Dunia telah menjadi dunia imajiner. Baudrillard
member contoh Disneyland. Disneyland adalah suatu dunia
imajiner dimana segala sesuatunya bersifat futuristik,
mimpi-mirnpi Disneyland telah menjadi bius bagi sebagian
besar konsumen kelas menengah sehingga selalu dijejali
orang sepanjang tahunnya.
Disneyland menurut Baudrillard merupakan bentuk
pemujaan berhala mutakhir. Pemujuaan yang menunjukkan
betapa irasionalnya perilaku konsumtif orang-orang yang
rela mengantri berjam-jam, membayar puluhan dollar hanya
untuk memuaskan nafsu instink, dorongan, dan impuls.
Kolektifitas yang muncul adalah semu. Segerombolan orang
riang gembira menikmati kebersamaan mereka. Kemudian
kembali terpecah menjadi individu-individu yang
menjemukkan dengan rutinitas yang itu itu saja. Ini adalah
sebuah simulakrum.

Sosiologi Komunikasi - 25
Permasalahan kuasa juga menjadi tema yang digemari
para pemikir posmo seperti Frederic Jameson dan Michel
Foucault. Kekuasaan yang oleh kaum Marxis yang selalu
terkonsentrasi pada pusat yang merupakan perpanjangan
tangan kelas berkuasa di masa sekarang telah menyebar
pada institusi mikro, seperti sekolah, institusi agama,
penjara, partai politik, dan lain sebagainya. Masing-masing
memiliki mekanisme kuasanya sendiri-sendiri. Faucault
menyatakan, bahwa di sekolah pun mekanisme kuasa
bekerja dengan begitu rapi. Otoritas pendidikan selain
memberi pengetahuan tentang murid-muridnya untuk bisa
menguasai mereka secara lebih efisien. Para murid diuji,
diobservasi, dipsikotes untuk bisa diklasifikasi menurut
kecerdasan, kerajinan, sopan santun, dan seterusnya.
Beda dengan Foucault, Frederic Jameson memandang
pluralisme kuasa secara positif. Ia berkayakinan bahwa
dasar pedoman perjuangan kaum marxis merebut sarana
produksi dan merebut Negara guna mewujudkan
masyarakat sosialis sudah usang. Dasar pedoman itu telah
digantikan oleh berbagai kelompok penekan yang
memperjuangkan berbagai isu konkret, seperti kesetaraan
gender, hak konsumen, hak suku terasing, lingkungan
hidup, dan lain sebagainya.
Berbicara tentang posmodernisme, kita tidak bisa
melewatkan seorang intelektual perancis bemama Jean
Francois Lyotard. Ia adalah pemikir yang pertama kali
menjelaskan posmodernisme secara komprehensif lewat
bukunya yang berjudul the Posmodern condition (1984).
Modernism, menurutnya, muncul dengan menggeser narasi-
narasi spiritual tentang takdir manusia dengan narasi yang
lebih sekuler. Namun, narasi sekuler tersebut masih senafas

26 - Sosiologi Komunikasi
dengan narasi yang digantikannya. Marxisme adalah suatu
contoh menarik. Marxisme seayun dengan narasi kristiani
tentang lahimya kerajaan Allah. Idiologi tersebut
memandang sejarah manusia secara deterministic, saling
pengaruh antara perkembangan daya produksi dan relasi
produksi niscaya membawa manusia ke akhir zaman yang
manusiawi tanpa penindasan. Ini adalah cela yang menjadi
sasaran kritik posmo. Posmodernisme menurut Lyotard
adalah periode di mana ketidakpercayaan pada narasi-narasi
raksasa yang sifatnya universal dan esensialis semakin
gencar. Kesatuan sejarah digeser dengan kemajemukan
sejarah lokal yang tidak bisa diletakkan di bawah satu
payung narasi raksasa.

TABEL
FILSAFAT SOSIAL DAN KEBUTUHAN INTELEKTUAL MANUSIA
PADA AWAL LAHIRNYA SOSIOLOGI
AUFKLAR
MJSTIS LOGOS DOGMA RENAi SANS
ONG
Taklid Pengultusan Taklid pada Gerakan Masa
akal pikiran pendeta gereja kembali ke pencerahan
manusia sebagai akal pikiran
sumber ilmu manusia
pengetahuan
I<etergantungan Kemerdekaan Ketergantungan Pemujaan dan Akal
pada elite akal pikiran pada elite gereja penghargaan manusia
masyarakat manusia akal pikiran menjadi
manusia sumber
sebagai pencerahan
sumber ilmu dan
pengetahuan peradaban
umat
manusia

Sosiologi Komunikasi - 27
B. Sosiologi Modem
Persoalan manusia pada akhimya diatasi filsafat
melalui pendekatan filsafat sosial yang kemudian mampu
menjawab persoalan-persoalan: liberalisme, sosialisme,
komunalisme dan welfare liberalism, namun untuk menjawab
persoalan persoalan kemasyarakatan lainnya yang lebih
konkret, filsafat sosial mengalami hambatan metodologis.
Karena itu banyak persoalan masyarakat tidak bisa diatasi
oleh filsafat sosial yang sifat pendekatannya absatrak dan
tidak konktret. Masyarakat membutuhkan jalan keluar dari
permasalahan kehidupan mereka yang serba spesifik dan
konkret. Dengan demikian, manusia membutuhkan ilmu
pengetahuan yang menjembatani filsafat dan manusia.
Karena itu lahirlah sosiologi sebagai jalan keluar untuk
membantu manusia memecahkan persoalan masyarakat.
Orang yang pertama menggunakan istilah sosiologi
adalah Aguste Comte (1798-1857) Erikson (Ritzer, 2004: 16)
mengatakan bahwa, Comte bukanlah penemu sosiologi
modern, karena selain teori sosiologi konservatif banyak
dipelajari oleh gurunya Cloude Henri Saint-Simon (1760-
1825), Adam Smith atau para moralis Skotlandia adalah
sumber sebenamya dari sosiologi modem. N amun
demikian, Comte memiliki jasa yang luar biasa untuk
memperkenalkan sosiologi kepada dunia.
Pikiran-pikiran Comte sangat dipengaruhi oleh
pencerahan dan revolusi, ia juga sangat terpengaruh oleh
sains sehingga pendangan ilmiahnya memperkenalkan
"positivisme" atau "filsafat positif' lebih konkret lagi Comte
mengembangkan fisika sosial yang pada tahun 1839 disebut
dengan sosiologi (Pickering, 2000 dalam Ritzer, 2004: 16).
Penggunaan istilah filsafat sosial, pada mulanya Comte

28 - Sosiologi Komunikasi
bermaksud agar sosiologi meniru model Hard science . ilmu
baru ini mempelajari sosial staticis (statistic sosial atau
struktur sosial) dan sosial dynamic ( dinamika sosial a tau
perubahan sosial). Comte beranggapan bahwa walaupun
kedua pendekatan itu sama-sama menemukan hukum-
hukum kehidupan sosial, namun dinamika sosial lebih
penting bila dibandingkan dengan statistika sosial. Sudut
pandang Comte yang menganggap perubahan sosial lebih
penting ini dipengaruhi oleh konteks sosial pada waktu itu,
yaitu Revolusi Perancis dan Pencerahan.
Pikiran-pikiran Comte pada waktu itu didasarkan
pada pendekatan teori evolusinya dan hukum tiga tingkatan
(Ritzer, 2004: 17). Comte mengatakan ada tiga tingkatan
intelektual yang harus dilalui kelompok masyarakat, ilmu
pengetahuan, individu, atau bahkan pemikiran masyarakat
dan dunia sepanjang sejarahnya. Pertama, iahap teologis yang
menjadi karakteristik dunia sebelum era 1300. Dalam
tahapan ini sistem gagasan utama menekankan pada
keyakinan bahwa kekuatan adikodrati, tokoh agama dan
keteladanan kemanusiaan menjadi dasar segala hal. Dengan
demikian, dunia sosial dan alam fisika adalah ciptaan tuhan.
Kedua, tahap metafisika yang terjadi antara 1300-1800. Era ini
ditandai oleh keyakinan bahwa kekuatan abstraklah yang
menerangkan segala sesuatu, bukanlah para dewa. Dengan
demikian, pandangan terhadap ciptaan Tuhan mengalami
degradasi kekuasaan di hadapan manusia. Ketiga, pada
tahun 1800 dunia memasuki tahap positivistik yang ditandai
oleh keyakinan terhadap sains, manusia mulai cenderung
menghentikan penelitian terhadap kecenderungan penyebab
absolute (Tuhan atau Alam). Dan memusatkan perhatian
pada pengamatan terhadap alam fisik dan dunia sosial guna

Sosiologi Komunikasi - 29
mengetahui hukum-hukum yang mengatumya. Sekulerisme
pengetahuan manusia mulai terlihat secara jelas dengan
memisahkan apa yang terjadi pada manusia dengan unsur
yang menciptakan mereka. Seperti contohnya terlihat dalam
teori tentang dunia, Comte memusatkan perhatiannya pada
faktor intelektual. Ia mengatakan bahwa kekacauan
intelektual penyebab kekacauan sosial. Kekacauan ini
berasal dari sistem gagasan terdahulu {Teologi dengan
metafisika) yang terus ada dalam era positif (ilmiah).
Pergolakan sosial baru akan berakhir bila kehidupan
masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh positivisme
Orang lain yang juga betjasa pada awal-awal
pengernbangan sosiologi adalah Emile Durkheim (1858-
1917). Karya-karya Durkheim masih diwariskan oleh
pandangan pencerahan pada sains dan Revormasi sosial.
Pandanganya yang paling dikenal adalah berhubungan
dengan faktor sosial dan agama. Pandangan Durkheim
tentang fakta-fakta sosial; menjadi dasar bagi sosiologi
mengkaji pandangan tentang apa sebenamya fakta sosial itu.
Dalam bukunya yang betjudul The Rule of sociological method
(1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi
adalah mempelajari fenomena penting dalam kehidupan
manusia dalam dunianya yaitu fakta-fakta sosial. Ia
memandang fakta sosial adalah sebagai kekuatan (Force) dan
struktur bersifat ekstemal yang memaksa individu. Melalui
karyanya yang lain, yaitu Suicide (1897/1951) Durkheim
mencoba rnenguji pandangan sosiologisnya tentang
hubungan manusia dengan fakta sosialnya (Ritzer, 2004: 21).
Melalui The rule of sociological method Durkheim
membedakan dua tipe fakta sosial yaitu fakta sosial materil
dan fakta sosial nonmaterial. Walaupnn ia membahasnya

30 - Sosiologi Komunikasi
secara bersama-sama, namun Durkheim lebih banyak
menyoroti fakta sosial nonrnaterial (cultur, institusi sosial)
ketimbang membahas fakta sosial materil (birokrasi,
hukum). dalam karyanya yang lain, ia menjelaskan betapa
pentingnya fakta sosial non material seperti ikatan moralitas
bersama atau yang disebut dengan kesadaran kolektif yang
kuat.
Dalam hal agama, Durkheim berpandangan bahwa
agama adalah salah satu dari fakta sosial non material
melalui karyanya yang terakhir, The ElementanJ Forms Of
Religious Life (1912 atau 1965) ia membahas masyarakat
primitif untuk menemukan akar agama. Ia yakin bahwa ia
akan menemukan akar agama dengan jalan membandingkan
masyarakat primitif sederhana ketimbang mencarinya
didalam masyarakat modem kompleks, Temuannya, bahwa
sumber agama adalah masyarakat itu sendiri, dalam
masyarakat primitif (totemisme), benda-benda seperti
tumbuhan-tumbuhan dan binatang didewakan. Totemisme
selajutnya dilihat sebagai fakta sosial nonmateril sebagai
salah satu bentuk kesadaran kolektif. Selanjutnya Durkheim
menyimpulkan bahwa masyarakat dan agama adalah satu
clan sama (Ritzer 2004: 22).

C. Lahimya Sosiologi Komunikasi


Asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula
dari akar tradisi pemikiran Karl Marx, di mana Marx sendiri
adalah masuk sebagai pendiri sosiologi yang beraliran
Jerman, sementara Claude Henri Sains-Simon, August
Comte, Emile Durkheim merupakan nama-nama para ahli
sosiologi yang beraliran Perancis.

Sosiologi Komunikasi - 3 I
Sementara itu gagasan awal tentang Marx tidak
pemah lepas dari pemikiran-pemikiran Hegel. Hegel
memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx, bahkan Karl
Marx muda menjadi seorang idealism (bukan materialisme)
justru dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang
idealisme adapun kemudian Marx tua menjadi seorang
materialisme, hal itu adalah sebuah pengalaman pribadi
manusia dalam prosesnya dengan konteks sosial yang
dialami oleh Marx sendiri.
Menurut Ritzer (2004: 26), pemikiran Hegel yang
paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran
tradisonal konflik dan kritis adalah ajarannya tentang
dialektika dan idealisme. Dialektika adalah cara berpikir dan
citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir, dialektika
menekankan arti penting dari proses, hubungan dinamika,
konflik dan kontradiksi, yaitu cara-cara berpikir yang lebih
dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah pandangan tentang
dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi terdiri
dari proses, hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi.
Pemahaman dialektika tentang dunia semacam inilah
(terutama melihat dunia sebagai bagian yang berhubungan
satu dengan lainnya) di kemudian hari melahirkan gagasan-
gagasan tentang komunikasi seperti apa yang dikemukakan
oleh Jurgen Habermas dengan tindakan komunikatif
(interaksi).
Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang
lebih mementingkan pikiran dan produk mental daripada
kehidupan materil. Dalam bentuknya yang eksterm,
idealisme menegaskan bahwa hanya konstruksi pikiran dan
psikologis-lah yang ada, idealisme adalah sebuah proses
yang kekal dalam kehidupan manusia, bahkan ada yang

32 - Sosiologi Komunikasi
berkeyakinan bahwa proses mental tetap ada walaupun
kehidupan sosial dan fisik sudah tidak ada lagi. Idealisme
merupakan produk berpikir yang menekankan tidak saja
pada proses mental namun juga gagasan-gagasan yang
dihasilkan dari proses mental itu (Ritzer: 2004).
Pemikiran-pemikiran Habermas sendiri termasuk
dalam kelompok kritis. Habermas sendiri menamakan
gagasan-gagasan sebagai rekonstruksi materialism historis.
Habermas bertolak dari pemikiran Marx, seperti potensi
manusia, spesies mahluk, aktivitas yang berperasaan. Ia
mengatakan bahwa, Marx telah gagal membedakan antara
dua komponen analitik yang berbeda, yaitu kerja (atau
tenaga kerja, tindakan rasional-purposif) dan interaksi sosial.
Jadi, kata Habermas, "ia hanya mengambil perbedaan antara
kerja dan interaksi sosial sebagai titik awalnya". Di
sepanjang tulisannya, Haberrnas menjelaskan perbedaan ini,
meski ia cenderung menggunakan istilah tindakan (kerja)
rasionai-purposij dan tindakan komunikaiif (interaksi) (Ritzer,
2004: 187). Dalam The Theory Of Communication Action pun ia
menyebutkan tindakan komunikatif ini sebagai bagian dari
dasar-dasar ilmu sosial dan teori komunikasi (Habermas,
1996).
Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak
studi-studinya mengenai ilmu-ilmu sosial dan mulai menata
ulang teori kritik sebagai teori komunikasi. Tahap kunci dari
perkembangan ini termuat dalam kumpulan studi yang
ditulis bersama Niklas Luhmann, yakni Theori der Gesellschaft
der Soszialtechnologie (1971): legitimations problem des
historischen maierialismus (1976): dan kumpulan esai dalam
sekian buku lagi. Habermas sendiri saat ini menjadi guru

Sosiologi Komunikasi - 33
besar filsafat dan sosiologi yang hidup di Frankfurt (Kuper
and Kuper, 2000: 424).
Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh John
Dewey, yang sering disebut sebagai the first philosopher of
communication (Riger, 1986) itu dikenal hingga kini dengan
filsafat pragmatic-nya, suatu keyakinan bahwa sebuah ide itu
benar jika ia berfungsi dalam praktik. Pragmatisme menolak
dualisme pikiran dan materil, subjek dan objek (Ibrahim,
2005: xiii). Jadi, gagasan-gagasan seharusnya bermanfaat
bagi masyarakat, pesan-pesan ide harus tersampaikan dan
memberi konstribusi pada tingkat perilaku orang. Pesan ide
membentuk tindakan dan perilaku dilapangan.
Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikasi
menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan sumbangan
pemikiran Auguste Comte, Durkheim, Talcott Parsons dan
Robert K. Merton merupakan sumbangan paradigma
fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang
beraliran struktural- fungsional. Sedangkan sumbangan-
sumbangan pemikiran Karl Marx dan Habermas
menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori
kritis dalam kajian komunikasi.
Sosiologi sejak semula telah menaruh perhatian pada
masalah-masalah yang ada hubungan dengan interaksi
sosial antara seseorang dan orang lain. Apa yang disebutkan
oleh Comte dengan "sosial dynamic", "kesadaran kolektif"
oleh Durkheim, dan "interaksi sosial" oleh Marx serta
"tindakan komunikatif" dan teori komunikasi" oleh
Habermas adalah awal mula lahimya prespektif sosiologi
komunikasi. Bahkan melihat keyataan semacam itu, maka
sebenamya gagasan-gagasan perspektif sosiologi
komunikasi telah ada bersama dengan lahimya sosiologi itu

34 - Sosiologi Komunikasi
sendiri baik dalam perspektif struktural-fungsional maupun
dalam perspektif konflik.

SKEMAl
ALIRAN PEMIKIRAN DALAM PARADIGMA
SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Aliran Pemikiran yang Melahirkan


Paradigma dalam Sosiologi Komunikasi

Struktural-Fungsional Konflik-K:dtis

Auguste Comte KarlMmx

Emile Durkheim Jurgen Habennas

TaloottPmson John Dewey

RabertK. Merton

Selain apa yang disumbangkan Karl Marx dan


Habermas mengenai teori kritis dalam komunikasi,
sumbangan dan prespektif struktural-fungsional dalam
sosiologi yang diajarkan oleh Talcott Parsons dengan sistem
tindakan maupun dengan skema AGIL (Ritzer, 2004: 121 ),
serta kajian Robert K. Merton tentang struktur- fungsional,
struktur sosial dan anomie (Sztompka, 2004: 18), merupakan
sumbangan-sumbangan yang amat penting terhadap
lahimya teori-teori komunikasi di waktu-waktu berikutnya.
Saat ini perspektif teoretis mengenai sosiologi
komunikasi bertumpu pada fokus kajian sosiologi mengenai

Sosiologi Komunikasi - 35
interaksi sosial dan semua aspek yang bersentuhan dengan
fokus kajian tersebut. Narwoko dan Suyanto (2004:16)
mengatakan bahwa kajian tentang interaksi sosial
disyaratkan adanya fungsi-fungsi komunikasi yang lebih
dalam, seperti adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak
sosial tetjadi tidaklah semata-mata tergantung tindakan
tetapi juga tergantung pada adanya tanggapan terhadap
tindakan tersebut, sedangkan aspek penting dari
komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada
sesuatu atau pada perikelakuan orang lain. Dalam
komunikasi juga persoalan makna menjadi sangat penting
ditafsirkan oleh seseorang yang mendapat informasi
(pemberitaan) karena makna yang dikirim oleh komunikator
(receiver) dan penerima informasi (audience) menjadi sangat
subjektif dan ditentukan oleh konteks sosial ketiak informasi
itu disebar dan diterima.

D. Tradisi-Tradisi dalam Ilmu Komunikasi


Dalam ilmu komunikasi, penelitian terhadap gejala-
gejala atau realitas komunikasi telah berkembang sejak lama
sehingga dalam ilmu komunikasi dikenal tradisi-tradisi
yang unik. Seorang Profesor komunikasi Universitas
Colorado, Robert Craig, telah memetakan tujuh (7) bidang
tradisi dalam teori komunikasi yang disebut sebagai 7 tradisi
dalam Griffin (2000:22-35) , yakni:
1. Tradisi Sosio-Psikologi (komunikasi merupakan
pengaruh antar-pribadi) Tradisi ini mewakili perspektif
objektif/scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa
kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui
pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini mencari
hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan

36 - Sosiologi Komunikasi
sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan kapan
akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan
kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya
perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi. Semua
itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen.
Salah satu tokoh tradisi ini adalah Carl I Hovland,
seorang ahli psikologi yang sekaligus peletak dasar-dasar
penelitian eksperimen yang berkaitan dengan efek-efek
komunikasi. Penelitiannya berupaya:
a. Menjadi peletak dasar proposisi empirik yang
berkaitan dengan hubungan antara stimulus
komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan
opini.
b. Memberikan kerangka awal untuk membangun teori
berikutnya.
Menurut Ilmuwan Yale ini dalam formula who says
what to whom with what effect, ada tiga variabel yang
memiliki sifat persuasive, yakni:
a. Who-sumber pesan.
b. What-isi pesan.
c. Whom-karakteristik audiens.
Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat
yang dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan
sebelum dan pesan disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Jadi perhatian penting dalam tradisi
ini antara lain perihal pemyataan, pendapat(opini), sikap,
persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh).
2. Tradisi Cybernetic (komunikasi sebagai pemrosesan
informasi)
Ide komunikasi sebagai pemrosesan informasi pertama
kali dikemukakan oleh ahli matematik, Claude Shannon.

Sosiologi Komunikasi - 3 7
Karyanya, Mathematical Theory Communication diterima
secara luas sebagai salah satu benih yang keluar dari
studi komunikasi. Teori ini memandang komunikasi
sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang selama
Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS.
Eksperimennya dilakukan pada saluran kabel telepon
dan gelombang radio bekerja dalam menyampaikan
pesan. Meski eksperimennya sangat berkaitan dengan
masalah eksakta, tapi Warren Weaver mengklaim bahwa
teori tersebut bisa diterapkan secara luas terhadap semua
pertanyaan tentang komunikasi insani (human
communication). Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep
penting yang dikaji antara lain pengirim, penerima,
informasi, umpan batik, redudancy, dan sistem.
Walaupun dalam tradisi ini seringkali mendapat kritik
terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang
cenderung menyamakan antara manusia dengan mesin
dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul
karena hubungan sebab akibat yang linier.
3. Tradisi Retorika (komunikasi sebagai ilmu bicara yang
sarat seni) Ada enam keistimewaan yang mencirikan
tradisi ini:
a. Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia
dari binatang.
b. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang
disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang
lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
c. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang
pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens
dari sekian banyak audiens melalui pidato yang jelas-

38 - Sosiologi Komunikasi
jelas bersifat persuasive. Public speaking pada
dasamya merupakan komunikasi satu arah.
d. Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan
kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mampu
menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu
dengan lantang menyuarakannya.
e. Menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa
untuk menggerakkan orang banyak secara emosional
dan menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak.
Pengertian Retorika lebih merujuk kepada seni bicara
daripada ilmu berbicara.
f. Sampai tahun 1800-an, perempuan tidak memiliki
kesempatan untuk menyuarakan haknya. Jadi retorika
merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan
wanita di Amerika yang mempetjuangkan haknya
untuk bisa berbicara di depan publik.
4. Tradisi semiotic (komunikasi sebagai proses membagi
makna melalui tanda) Semiotika adalah ilmu tentang
tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Sebuah tanda
adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu yang lain.
Contohnya asap menandai adanya api. sebagai suatu
hubungan antara lima istilah berikut ini:
Lebih lanjut Pawito (2007:23) menyatakan dalam tradisi
lebih memusatkan pada perhatian lambang-lambang dan
simbol-simbol, dan memandang komunikasi sebagai
suatu jembatan antara dunia pribadi individu-individu
dengan ruang di mana lambang-lambang digunakan oleh
individu-individu untuk membawa makna-makna
tertentu kepada khalayak. Sehingga dalam tradisi ini
memungkinkan bahwa individu-individu akan
memaknai tanda-tanda secara beragam.

Sosiologi Komunikasi - 39
5. Tradisi Sosio Kultural (Komunikasi sebagai penciptaan
dan pembuatan realitas sosial). Premis tradisi ini adalah
ketika orang berbicara, mereka sesungguhnya sedang
memproduksi dan memproduksi kembali budaya.
Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa kata-kata
mencerminkan apa yang sebenamya terjadi. Pandangan
kita tentang realitas dibentuk oleh bahasa yang telah kita
gunakan sejak lahir. Ahli bahasa Universitas Chicago,
Edwar Sapir dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor
tradisi sosio cultural. Hipotesis yang diusungnya adalah
struktur bahasa suatu budaya menentukan apa yang
orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan
bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan
realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa
hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi
persoalan komunikasi atau refleksi tertentu. Hipotesis ini
menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita
memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari
bahasa yang kita gunakan. Secara fungsional, bahasa
adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan
gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat
dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota
kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa
diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata tersebut
sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh; terhadap
buah pisang, orang sunda menyebutnya cau dan orang
jawa menyebutnya gedang. Secara formal, bahasa adalah
semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat
menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat
dikatakan mempunyai tata bahasa/grammamya
tersendiri. Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa

40 - Sosiologi Komunikasi
Indonesia yang berbunyi "dimana saya dapat menukar
uang ini? maka akan ditulis dalam bahasa Inggris "where
can I Change some money?
6. Tradisi Kritis (komunikasi adalah refleksi penolakan
terhadap wacana yang tidak adil). Tiga asumsi dasar
tradisi kritis:
a. Menggunakan pnns1p-prms1p dasar ilmu sosial
interpretif. Ilmuwan kritis menganggap perlu untuk
memahami pengalaman orang dalam konteks.
b. Mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya
mengungkap struktur-struktur yang seringkali
tersembunyi
Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman
yang dikenal dengan sebutan "Frankfurt School". Para
teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis. Kelompok ini
telah mengembangkan suatu kritik sosial urnurn, di mana
komunikasi menjadi titik sentral dalam prinsip-
prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan fokus
yang sangat penting di dalamnya. Tokoh-tokoh
pelopomya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno
serta Herbert Marcuse. Pemikirannya disebut dengan
teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di Jerman, mereka
berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka menaruh
perhatian besar pada komunikasi massa dan media
sebagai struktur penindas dalam masyarakat kapitalistik,
khususnya struktur di Amerika. Teori kritis menganggap
tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan
penindas dalam masyarakat melalui analisis dialektika.
Teori kritis juga memberikan perhatian yang sangat besar
pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat.
Komunikasi merupakan suatu hasil dari tekanan antara

Sosiologi Komunikasi - 41
kreativitas individu dalam memberi kerangka pesan dan
kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut.
Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah
bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan dalam
masyarakat menciptakan suatu bahasa penindasan dan
pengekangan, yang membuat kelas pekerja menjadi
sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk
keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis
adalah menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang
memungkinkan diruntuhkannya paradigma dominan.
Hal itulah yang diungkapkan oleh Jurgen Habennas,
tokoh terkemuka kelompok Franfurt School di era
berikutnya. Habermas menaruh perhatian khusus pada
dominasi kepentingan teknis dalam masyarakat kapitalis
kontemporer. Dalam masyarakat seperti itu, public dan
swasta terjalin sampai pada tingkat di mana sektor publik
tidak mampu mempertahankan diri terhadap penindasan
kepentingan teknis swasta. ldealnya, publik dan swasta
seimbang, dan sektor publik harus cukup kuat untuk
memberikan suatu iklim bagi kebebasan gagasan dan
debat. Dari bahasan tersebut, jelaslah bahwa Habermas
menilai komunikasi sangat penting bagi pembebasan.
Bahasa sendiri merupakan hal pokok bagi kehidupan
manusia, dan bahasa menjadi alat di mana kepentingan
pembebasan dapat dipenuhi. Karenanya, kompetensi
komunikasi diperlukan untuk partisipasi yang efektif
dalam pengambilan keputusan.
7. Tradisi Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman
diri dan orang lain melalui dialog) Meski fenomenologi
adalah sebuah filosofi yang mengagumkan, pada
dasamya menunjukkan analisis terhadap kehidupan

42 - Sosiologi Komunikasi
sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah
bagaimana individu mempersepsi serta memberikan
interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Bagi seorang
fenomenologis, cerita kehidupan seseorang lebih penting
daripada axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis,
Carl Rogers percaya bahwa kesehatan kliennya akan
pulih ketika komunikasinya menciptakan lingkungan
yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia
menggambarkan tiga kondisi yang penting dan kondusif
bagi perubahan suatu hubungan dan kepribadian, yakni:
a. Kecocokan/kesesuaian, adalah kecocokan antara
perasaan dalam hati individu dengan tampilan luar.
Orang yang tidak memiliki kecocokan akan mencoba
mempengaruhi, bermain peranan, sembunyi di balik
suatu tedeng aling-aling.
b. Hal positif yang tidak bersyarat, adalah sebuah sikap
penerimaan yang bukan merupakan kesatuan dalam
penampilan.
c. Pemahaman empatik.

E. Proses Sosial dan Interaksi Sosial


Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang
dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok
sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-
bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi
apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan
goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses
sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara
pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-
mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan
ekonomi, ekonomi dengan hukum.

Sosiologi Komunikasi - 43
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua
kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan
mungkin ada kehidupan bersama.
1. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam
Kehidupan Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial
(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena
interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-
aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-
kelompok manusia terjadi anatara kelompok tersebut
sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut
pribadi anggota-anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia
tetjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih
mencolok ketika tetjadi benturan antara kepentingan
perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial
hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila tetjadi reaksi
terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin
terjadi apabila manusia mengadakan hubungan yang
langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak
berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat
hubungantermaksud.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan
pada pelbagai faktor:
1. Imitasi

44 - Sosiologi Komunikasi
Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku.
2. Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi
suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari
dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
3. Identifikasi
Identifikasi sebenamya merupakan kecenderungan atau
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama
dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam
daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat
terbentuk atas dasar proses ini.
4. Proses simpati
Sebenamya merupakan suatu proses dimana seseorang
merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini
perasaan memegang peranan yang sangat penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah
keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja
sama dengannya,
2. Syarat-syarat Terjadinya lnteraksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang
dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara
kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Dua Syarat tetjadinya interaksi sosial :
1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat
berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antar individu,
antar individu dengan kelompok, antar kelompok. Selain
itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun
tidak langsung.

Sosiologi Komunikasi - 45
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada
perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin
disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan
kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.
Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum
(artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh).
Arti secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara
fisik, kontak baru terjadi apabila tetjadinya hubungan
badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu
hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya
perkembangan teknologi, orang dapat mengontak berbagai
pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa
hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu
kontak.
Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk:
a. Adanya orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari
kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi
melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota
masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan
nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
b. Ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia
atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan
bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-
norma masyarakat atau apabila suatu partai politik
memaksa anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan
ideologi dan programnya.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
manusia lainnya.

46 - Sosiologi Komunikasi
Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan ketja
sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di
pemilihan umum.
Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata
tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap
tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif
mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat
negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan
sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder.
Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan
langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder
memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan
secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder
tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf
danradio.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah a tau sikap ),
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang
tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh
orang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan
perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat
diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal itu
kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa
yang dilakukannya.

Sosiologi Komunikasi - 4 7
3. Kehidupan yang Terasing
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya
interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang
terasing (isolation). Kehidupan terasing yang sempuma
ditandai dengan ketidak mampuan untuk mengadakan
interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing
dapat disebaban karena secara badaniah seseorang sama
sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lain.
Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh
pergaulannya dengan orang lain.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh
karena cacat pada salah satu indranya. Dari beberapa hasil
penelitian, temyata bahwa kepribadian orang-orang
mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang
terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut
akan mengalami perasaan rendah diri, karena
kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan
kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering
kali tertutup sama sekali.
Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial
vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta
tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di
kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi}, dapat pula
terjadi.
4. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja
sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan
dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict).
Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian,
namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima
untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini

48 - Sosiologi Komunikasi
berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya.
Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari
interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial
tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam
arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang
kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi
pertikaian untuk akhimya sampai pada akomodasi.
Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang
lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses
sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial :
1. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa
tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang
apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu
tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan
tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.
Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian
kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam
perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu
diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana
kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama
timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya
(yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan
bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung
anggota/perorangan lainnya.
Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles
ff.Cooley "kerjasama timbul apabila ornng menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada

Sosiologi Komunikasi - 49
saat yang bersamaan mempunsjai cukup pen.getahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri uniuk memenuhi kepeniingan-
kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-
kepeniingan yang sama dan adanua organisasi merupakan fakta-
fakta penting dalam kerjasama yang berguna"
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa
bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama
(cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi
dengan:
1. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama
yang serta merta
2. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama
yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
3. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama
atas dasar tertentu
4. Ketjasama Tradisional (Traditional Cooperation)
Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada 5 bentuk kerjasama:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong
menolong
2. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai
pertukaran barang-barang dan [asa-jasa antara 2
organisasi atau lebih
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah
satu cara untuk menghindari tetjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi
atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama.
Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil

50 - Sosiologi Komunikasi
untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak
sarna antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena
maksud utarna adalah untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah
kooperatif.
5. Joint venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-
proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak,
pertambangan batubara, perfilman, perhotelan.
b. Akomodasi (Accomodation)
Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti :
menujuk pada suatu keadaan dan untuk menujuk pada
suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya
suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam
kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses
akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia
untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu
pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan
sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi.
Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau
kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan,
mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-
ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Sosiologi Komunikasi _ 51
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
situasi yang dihadapinya, yaitu:
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau
kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk
sementara waktu atau secara temporer
3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok
sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial
psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada
masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. Mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang
terpisah.
Bentuk-bentuk Akomodasi
1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilaksanakan karena adanya paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang
terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai
suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise
apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup
mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih
demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang formal bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang
bertentangan karena mempunyai kekuatan yang
seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam
melakukan pertentangannya.

52 - Sosiologi Komunikasi
7. Adjudication, penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan
Hasil-hasil Akomodasi
1. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat
Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat
banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-
benih pertentangan laten yang akan melahirkan
pertentangan baru.
2. Menekankan Oposisi
Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi
keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi
pihak lain.
3. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
4. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan
keadaan baru atau keadaan yang berubah
5. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
6. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih
saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih
toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut.
Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga
meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak,
sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan
kepentingan dan tujuan bersama.
Proses Asimilasi timbul bila ada:

Sosiologi Komunikasi - 53
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda
kebudayaannya
2. orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling
bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang
lama sehingga
3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok
manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan diri.
Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke
suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila
memiliki syarat-syarat berikut ini:
1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan
terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga
berlaku sama
2. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-
halangan atau pembatasan-pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
4. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada
keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya,
stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak
yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan
suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan
dikembangankan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya
suatu asimilasi adalah:
1. Toleransi
2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang
ekonomi
3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya

54 - Sosiologi Komunikasi
4. Sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam
masyarakat
5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. Perkawinan campuran (amaigamation)
7. Adanya musuh bersama dari luar
Faktor umum penghalangan tetjadinya asimilasi
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam
masyarakat
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang
dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali
menimbulkan faktor ketiga
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan
yang dihadapi
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau
kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan wama kulit atau
perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah
satu penghalang tetjadinya asimilasi
6. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang
berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya
suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat
pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang
bersangkutan.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap
minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami
gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
8. Faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah
dengan pertentangan-pertentangan pribadi.

Sosiologi Komunikasi - SS
Asirnilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial dan dalarn pola adat istiadat serta interaksi
sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinarnakan
akulturasi. Perubahan-perubahan dalarn pola adat istiadat
dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan
menonjol.
1. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional
proccesses, yang persis halnya dengan kerjasarna, dapat
diternukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan
arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistern sosial
rnasyarakat bersangkutan. Oposisi dapat cliartikan sebagai
cara betjuang rnelawan seseorang atau sekelompok manusia
untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut
dinarnakan juga sebagai petjuangan untuk tetap hidup
(struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilrnu
pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedakan
dalarn ti.ga bentuk, yaitu:
a. Persaingan (Competition). Persaingan atau competition
dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana
individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada
suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara
menarik perhatian publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe
umum:
b. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam
mernperoleh kedudukan. Tipe ini dinarnakan riualru.

56 - Sosiologi Komunikasi
c. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua
perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan
monopoli di suatu wilayah tertentu.
Bentuk-bentuk persaingan:
1. Persaingan ekonomi: timbul karena terbatasnya
persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
2. Persaingan kebudayaan: dapat menyangkut persaingan
bidang keagamaan, pendidikan.
3. Persaingan kedudukan dan peranan: di dalam diri
seseorang maupun di dalam kelompok terdapat
keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok
yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
4. Persaingan ras: merupakan persaingan di bidang
kebudayaan. Hal rm disebabkan karena cm-cm
badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan
lainnya.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat
mempunyai beberapa fungsi:
1. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang
bersifat kompetitif
2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-
nilai yang pada suatu masa mendapat pusat perhatian,
tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks
dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan
individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai
dengan kemampuannya.
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya
(" fungsional")

Sosiologi Komunikasi - 57
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai
faktor berikut ini:
1. Kepribadian seseorang
2. Kemajuan: Persaingan akan mendorong seseorang untuk
bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk
pembangunan masyarakat.
3. Solidaritas kelompok: Persaingan yang jujur akan
menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan
diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga
tercapai keserasian.
4. Disorganisasi: Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam
masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada
struktur sosial.
Kontraversi ( Contravetion).
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk
proses sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut
Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5:
1. yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan,
keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-
halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan,
pengacauan rencana
2. yang sederhana seperti menyangkal pemyataan orang
lain di muka umum, memaki-maki melalui surat
selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban
pembuktian pada pihak lain, dst.
3. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus
yang mengecewakan pihak lain
4. yang rahasia, mengumumkan rahasia orang, berkhianat.
5. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan
membingungkan pihak lain.

58 - Sosiologi Komunikasi
Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan
diri dengan kekerasan, provokasi, intimidasi,
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe
umum kontravensi :
1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim tetjadi terutama
pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang
sangat cepat
2. Kontraversi seks: menyangkut hubungan suami dengan
istri dalam keluarga.
3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan
mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat,
baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam
lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.
Tipe Kontravensi:
1. Kontravensi antar masyarakat setempat, mempunyai dua
bentuk:
a. Kontavensi antar masyarakat setempat yang berlainan
(intracommunity struggle)
b. Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu
masyarakat setempat tiniercommunitsj struggle)
2. Antagonisme keagamaan
3. Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari
mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang
tinggi atau sebaliknya
4. Oposisi moral: erat hubungannya dengan kebudayaan.
Pertentangan (Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menyadari adanya
perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah,
emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan

Sosiologi Komunikasi - 59
seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat
mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu
pertentangan atau pertikaian.
Sebab musabab pertentangan adalah:
1. Perbedaan antara individu
2. Perbedaan kebudayaan
3. perbedaan kepentingan
4. Perubahan sosial.
Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk
mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda
bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.
Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
1. Pertentangan pribadi
2. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan
menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang
menimbulkan pertentangan
3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan
karena adanya perbedaan kepentingan
4. Pertentangan politik : menyangkut balk antara golongan-
golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-
negara yang berdaulat
5. Pertentangan yang bersifat intemasional : disebabkan
perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian
merembes ke kedaulatan negara
Akibat-akibat bentuk pertentangan
1. Tambahnya solidaritas in-group
2. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi
dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah
sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan
kelompok tersebut.

60 - Sosiologi Komunikasi
3. Perubahan kepribadian para individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.

Sosiologi Komunikasi - 61
BABII
RUANG LINGKUP SOSIOLOGI

A. Apakah Sosiologi Itu?


Perumusan suatu definisi, sesungguhnya, sangat sulit.
Sulit karena suatu definisi (batasan makna) tidak marnpu
mengemukakan seluruh pengertian, sifat, dan hakikat
sesuatu. la dikemukakan dalam beberapa kata dan kalimat.
Karena itu, suatu definisi hanya dapat dipakai sebagai
pegangan sementara. Sungguhpun penyelidikan berjalan
terus dan ilmu pengetahuan tumbuh berkembang menjadi
berbagai kemungkinan, pengertian yang pokok dan
menyeluruh masih sangat diperlukan. Lalu, apakah
sosiologi itu?
Sukanto; (1984: 15-16) mengutip pengertian dari
beberapa ilmuwan. Pitirim Sorokin mengatakan, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka macarn gejala-gejala sosial
(misalnya, antara gejala ekonomi dan agama; keluarga dan

62 - Sosiologi Komunikasi
moral; hukum dan ekonomi; gerak masyarakat dan politik).
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial
dan non sosial (misalnya, geografis, biologis); dan ciri-ciri
umum dari semua jenis gejala-gejala sosial itu.
Roucek dan Warren mengemukakan sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia di dalam
sebuah kelompok. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff
berpendapat sosiologi adalah penelitian secara ilmiah
terhadap interaksi sosial dan budaya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A. Van Doorndan C.J. Lammers berpendapat bahwa
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur dan
proses kemasyarakatan yang besifat stabil.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
menyatakan sosiologi (ilmu masyarakat) ialah ilmu yang
mempelajari struktur dan proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial. Menurut keduanya, struktur
sosial merupakan keseluruhan jalinan unsur-unsur sosial
yang pokok, yaitu kaidah atau norma sosial, lembaga sosial,
kelompok, serta lapisan sosial. Proses sosial adalah
pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dan
politik; antara segi kehidupan hukum dan agama; antara
segi kehidupan agama dan sosial yang bersifat tersendiri
dalam hal terjadinya perubahan di dalam struktur sosial.
Soesanto S(l 985:9) mengemukakan sosiologi ialah ilmu
tentang das sein, bukan das sollen. Sosiologi meneliti
masyarakat dan perubahannya menurut keadaan nyata yang
terjadi.
Berdasarkan definisi sosiologi tersebut, istilah sosial
harus ditinjau sebagai semua kegiatan yang berhubungan
dengan masyarakat luas sesuai dengan istilah asalnya
"sozius" yang berarti "teman'', Ini menunjukkan, sosiologi

Sosiologi Komunikasi - 63
banyak berhubungan dengan filsafat, sejarah, dan polituc
karena sosiologi sebenamya mempelajari gejala hubungan
antar manusia (Latin: sozius =kawan). Sebagai ilmu,
sosiologi memperoleh sistematikanya (logos= menurut
aturan dan susunan) pada perkembangan selanjutnya.
Menurut makna ilmu, sosiologi adalah ilmu yang
menjelaskan tindakan-tindakan sosial manusia yang
berpengaruh terhadap masyarakat.
Pengertian tersebut semakin menegaskan bahwa
apa yang ( diteliti oleh sosiologi hanyalah tindakan ke luar
(aksi-ekstemal) yang bergengaruh terhadap masyarakat.
Sosiologi tidak menjadikan tindakan terisolir seorang
individu sebagai bidang penelitiannya, karena masalah ini
termasuk kajian ilmu jiwa. Lalu, apa yang disebut tindakan
sosial atau aksi sosial itu?
Menurut Max Weber (dikutip kembali oleh Lawang,
. 1985:30), tindakan sosial ialah tindakan yang dilakukan
individu untuk mempengaruhi tindakan dan sikap orang
lain, yang karenanya, faktor orang lain itu diperhitungkan
dalam tindakan awalnya. Lammers (dikutip kembali oleh
Soesanto, 1985: 10) mengemukakan, sosiologi sebagai ilmu
tentang struktur yang stabil dan proses sosial. Sosiologi ialah
salah satu ilmu yang meneliti tingkah laku manusia dalam
kehidupan masyarakat sosialnya.
Dalam hal ini sosiologi mencari struktur hubungan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya atau antara
individu dan kelompoknya. Dapat dikatakan sosiologi
adalah structure of a group refers to its organization as a sistem of
unit parts which are interdependent and operete regularly as a
single whole in one or more activities. It refers to the regular
relationships between component parts. Joseph B. Gitter (dikutip

64 - Sosiologi Komunikasi
kembali oleh Soesanto, 1985:10) mendefinisikan sosiologi
sebagai a study of the forms and processes of human togetherness.
Berdasarkan beberapa definisi sosiologi ( dalam arti
konsepsional pragmatis), dapat disimpulkan beberapa hal
berikut.
1. Sosiologi adalah ilmu sosial, bukan ilmu alam atau ilmu
kerohanian. Pembedaan tersebut bukanlah pembedaan
tentang metode, melainkan menyangkut pembedaan isi.
Ini berguna untuk membedakan ilmu-ilmu lainnya yang
berhubungan dengan gejala alam dan kemasyarakatan.
Pembedaan tersebut untuk membedakan sosiologi dari
astronomi, fisika, geologi, biologi, dan ilmu alam lainnya.
2. Sosiologi bukanlah disiplin ilmu normatif, melainkan
disiplin ilmu kategorls; artinya, sosiologi terbatas pada
apa yang terjadi kini, tidak pada apa yang tidak terjadi
atau seharusnya terjadi. Sebagai ilmu, sosiologi
membatasi diri terhadap persoalan penilaian, sehingga
sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu
seharusnya berkembang. Juga, tidak memberi petunjuk
yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dan
politik. Dengan kata lain, pandangan-pandangan
sosiologis tidak dapat menilai apa yang buruk dan apa
yang baik, apa yang benar atau salah, serta segala sesuatu
yang bersangkut paut dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Sosiologi menetapkan masyarakat pada suatu waktu
dan tempat tertentu dan memiliki nilai-nilai tertentu,
tetapi tidak dapat menentukan bagaimana nilai-nilai
tersebut seharusnya. Jadi, sosiologi berbeda dengan
filsafat kemasyarakatan, filsafat politik, etika, dan agama.
3. Sosiologi merupakan ilmu murni (pure science),
bukan merupakan ilmu terapan atau terpakai (applied

Sosiologi Komunikasi - 65
science). Dari sudut penerapannya perlu dicatat, ilrnu
dipecah menjadi dua bagian: pure science dan applied
science. Pure science ialah ilmu yang bertujuan
membentuk dan mengembangkan ilmu secara abstrak,
yakni hanya untuk meningkatkan mutu, tanpa
menggunakannya dalam masyarakat. Applied science
ialah ilmu yang mempergunakan dan menetapkan ilmu
itu dalam masyarakat dengan maksud membantu
kehidupan masyarakat.
4. Tujuan dari sosiologi adalah mendapatkan pengetahuan
yang sedalam-dalamnya tentang masyarakat, bukan
untuk mempergunakan pengetahuan itu terhadap
masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu yang bertujuan
mendapatkan fakta-fakta dari masyarakat yang mungkin
dapat dipergunakan untuk memecahkan berbagai
persoalan masyarakat, meskipun sosiologi bukanlah
applied science. Peneta Kuinsosiologis belum tentu dapat
langsung diterapkan, meskipun begitu sosiologi bukan
berarti tidak mempunyai kegunaan sama sekali.
5. Sosiologi merupakan ilmu abstrak, bukan ilmu konkret;
artinya perhatian sosiologi bukan pada bentuk dan pola-
pola peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, melainkan
pada wujudnya yang konkret. Sosiologi bertujuan
menghasilkan pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi
meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau
hukum dari interaksi antar manusia, serta sifat hakikat,
bentuk, isi, dan struktur dari masyarakat manusia.
6. Sosiologi merupakan ilmu empiris rasional yang
menyangkut metode yang digunakannya.

66 - Sosiologi Komunikasi
B. Ruang Lingkup Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu yang· mempunyai berbagai
materi penelitian, yakni tentang segala kejadian nyata dalam
kehidupan manusia. Sungguhpun Plato dan Aristoteles
banyak membahas masalah sosiologi, tetapi pembahasannya
lebih banyak menyangkut masalah filsatat masyarakat pada
zamannya. Materi yang dibahas belurn dapat disebut
sosiologi karena dalam pembahasannya masih mempunyai
unsur etika, yaitu bagaimana seharusnya ( das sollen)
masyarakat itu. Karena itu, materi yang dibahas yang juga
dibahas dalam sosiologi dikenal dengan nama Filsafat Sosial
(Sozialphilosophie).
Pada mulanya, sosiologi pun tidak dapat dikatakan
sebagai ilmu, menurut filsafat ilmu yang dikenal sebagai
"ibu ilmu pengetahuan". Benar, Plato (429-374 SM) pemah
membahas unsur-unsur sosiologi dalam pembahasannya
tentang negara. Demikian pula Aristoteles (384-322 SM)
pemah membahas unsur-unsur sosiologi dalam
hubungannya dengan etika sosial, yaitu bagaimana
(seharusnya) tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan sesama manusia atau dalam kehidupan sosialnya.
Machiavelli (1469-1527) membahas faktor negara dengan
unsur sosiologi ketika ia memisahkan pemikiran dan alam
rohani dari alam kenyataan karena adanya pemisahan gereja
dan negara. Dalam hal ini, negara sebagai personifikasi dari
kehidupan sosial manusia yang nyata. Lalu, langkah ini
diwujudkan oleh Jean Bodin (1530-1596) yang
memisahkannya dengan kehidupan politik, sehingga unsur
sosiologi yang lebih menonjol. Bodin membayangkan
kehidupan sosial (mikro) sebagai kehidupan yang tenang

Sosiologi Komunikasi - 67
dan damai, sedangkan kehidupan politik (makro) dipenuhi
oleh perebutan kekuasaan.
Ilmuwan lainnya, seperti Thomas Hobbes, John Locke,
dan Jean Jacques Rousseau ikut serta memberikan bentuk
dan menunjukkan arah kepada ilmu yang kemudian dikenal
sebagai sosiologi berdasarkan pikiran kontak sosial-nya. Di
dunia Arab, terkenal nama Ibnu Khaldun (1332-1406) yang
mempunyai pemikiran sosiologi lebih terperinci dan sangat
maju sehingga ilmuwan ini sering disebut sebagai peletak
batu pertama dari sosiologi sebagai ilmu, mendahului
Auguste Comte (1789-1857). Sesudah itu, Herbert Spencer
memberi bentuk bahkan menggunakan nama sosiologi
dalam karyanya, Principles of Sociology. Inilah masa
sosiologi mengalami perkembangan pesat di Perancis,
Jerman, dan Amerika Serikat.
Masalahnya, apakah sosiologi itu benar-benar
merupakan sebuah ilmu? Sejak dulu, para pelopor sosiologi
menganggapnya demikian. Tetapi, apakah anggapan itu
benar? Persoalan itu mungkin dapat diselesaikan dengan
terlebih dahulu berusaha merumuskan apakah yang
dimaksud dengan ilmu (science) itu. Secara ringkas, dapat
dikatakan bahwa ilmu adalah knowledge yang tersusun
sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran.
Pengetahuan itu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis
oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya.
Rumusan ini sebenamya jauh dari sempuma,
meskipun rumusan itu telah mencakup beberapa unsur
pokok. Unsur-unsur (elements) yang merupakan bagian
penting dari gabungan definisi sebuah ilmu adalah
pengetahuan (knowledge); tersusun secara sistematis;

68 - Sosiologi Komunikasi
menggunakan pemikiran; dan dapat dikontrol secara kritis
oleh orang lain atau umum (objektif).
Jadi, secara umum sosiologi adalah ilmu yang tersusun
secara sistematis dari pemikiran yang dapat dikontrol oleh
orang lain atau umum ( objektif). Dalam pembagian ilmu
terlihat jelas bahwa sosiologi adalah ilmu yang
dikelompokkan dalam ilmu-ilmu sosial (Lawang, 1985:35).
Ilmu sosial adalah ilmu yang pokok permasalahannya
(subject matter) membicarakan kehidupan sosial manusia.
Ilmu sosial ini meliputi sosiologi, psikologi sosial, geografi,
ekonomi, politik, antropologi, etnografi, sejarah, dan
psikologi.
Ilmu sosial pada hakikatnya mengambil masyarakat
atau kehidupan bersama sebagai objek kajiannya. Ilmu sosial
belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang
diterima oleh sebagian besar masyarakat, karena ilmu ini
belum lama berkembang. Objek utama ilmu sosial ini adalah
masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah. Karena sifat
masyarakat yang selalu berubah-ubah, hingga kini, belum
dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan
antara unsur-unsur dalam masyarakat secara lebih
mendalam. Ini berbeda dengan ilmu alam (IPA) yang telah
lama berkembang sehingga sudah mempunyai kaidah-
kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh
masyarakat. Ini terjadi karena objek ilmu alam bukanlah
manusia.
Bagi seorang sarjana ilmu sosial, kiranya, masih agak
sulit untuk dapat memberikan jawaban yang tepat dan
memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan seperti "apakah
ekonomi itu?" atau "apakah sosiologi itu?". Bahkan, ketika
ditanyakan rumusan ilmu sosial tertentu, jawaban yang

Sosiologi Komunikasi - 69
tepat akan sulit ditemukan. Misalnya, pertanyaan "apakah
sosiologi itu?" akan menimbulkan pertanyaan Ianjutan
seperti "apakah bedanya sosiologi dengan antropologi?" atau
"apakah bedanya sosiologi dengan politik?". Untuk
memperoleh gambaran yang lebih tepat (setidaknya
mendekati kebenaran), perlu disusun beberapa kriteria
sosiologi sebagai ilmu sosial.
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah
masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu yang berdiri sendiri
karena memenuhi segenap unsur-unsur ilmu. Ciri-ciri
utamanya adalah:
1. Bersifat empiris, didasarkan pada observasi terhadap
kenyataan, akal sehat, dan hasilnya tidak bersifat
spekulatif;
2. Bersifat teoritis, berusaha untuk menyusun abstraksi
dari basil observasinya yang merupakan kerangka dari
unsur-unsur yang tersusun secara logis, serta bertujuan
menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi
sebuah teori;
3. Bersifat komulatif, teorinya dibentuk atas dasar teori
yang sudah ada yang telah diperbaiki, diperluas, dan
diperhalus dari teori lama;
4. Bersifat non etis, tidak mempersoalkan baik-buruknya
fakta tertentu, tetapi menjelaskan fakta itu secara analitis.

C. Konsep Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi juga harus memenuhi syarat-
syara t ilmiah. Karena sosiologi meneliti kehidupan manusia
sebagai kenyataan (das sein), tidak dapat dihindari metode
penelitiannya hams bersifat empirik, yaitu diambil dari
beberapa kejadian nyata, logis, dan sistematis. Adapun yang

70 - Sosiologi Komunikasi
menjadi bahan penelitiannya adalah hal-hal yang diduga
merupakan kenyataan dan tetjadi secara berulang.
Roland J. Pellegin (dikutip Susanto, 1985: 4)
mengatakan pendekatan empirik dari sosiologi inilah yang
memberi ciri khas sosiologi. Ciri khas ini pula yang
membedakannya dari ilmu sosial lainnya. Objek materi
sosiologi memiliki persamaan dengan ilmu sosial lainnya
dilihat dari sisi seleksi beberapa perspektif dan aspek proses
kehidupan manusia dalam masyarakat.
Bersama ilmu sosial lainnya, sosiologi mempelajari
tindakan manusia dalam komunitasnya. Persamaan yang
dimaksud adalah mengartikan keteraturan dan ketertiban
yang terdapat dalam masyarakat. Keteraturan inilah yang
akan dianalisis sebab-musababnya.
Dalam kehidupan berkelompok, manusia biasanya
mengikuti kebiasaan kelompoknya dan peraturan yang
berlaku di dalamnya. Usaha individu dan kelompok untuk
beradaptasi atau melawan usaha penyeragaman oleh
kelompok atau masyarakat luas itulah yang menjadi bahan
penelitian ilmu sosial. Ketika meneliti objeknya, ilmu sosial
menggunakan metode penelitian yang tidak banyak berbeda
dari yang biasa dipakai oleh ilmu sosial lainnya.
Masalahnya, di manakah letak perbedaan antara
sosiologi dan ilmu sosial lainnya? Pertama, pendekatan
penelitiannya: Sosiologi menganalisis dan- meneliti
kelompok yang menjadi "objek" dengan ciri-cirl khasnya.
Sungguhpun bidang penelitian merupakan sebagian hasil
hubungan antara manusia, sebenamya bukanlah sesuatu
yang dapat dibatasi dengan jelas-nyata. Pendekatan ini
dirasakan perlu untuk memperoleh berbagai keterangan

Sosiologi Komunikasi - 71
tentang struktur, fungsi, dan hubungan dari keseluruhan
kehidupan manusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa objek penelitian
sosiologi sebenamya adalah hubungan sesuatu yang tidak
dapat dilihat, tetapi hanya diketahui sebab-akibatnya. Itulah
sebabnya, peneliti.an sosiologi mengalami banyak kesulitan.
Salah satunya ialah hubungan manusia dengan manusia
lain, dan tindakannya yang diselidiki tidak dapat diteliti
secara terpisah dari lingkungan dan pengaruh luar
terhadapnya. Misalnya, pengaruh masa lampau,
kebudayaan, dan pendidikan. Dalam proses ini, sosiologi
harus mampu menyusun analisis tentang keteraturan,
struktur, clan pola hubungan antar manusia.
Sosiologi juga menuntut kemarnpuan untuk berpikir
abstrak dari orang-orang yang rnengalaminya. Terkait
dengan kebutuhan, bahkan tuntutan pendekatan ini,
sosiologi tidak dapat menarik kesimpulan dari satu-dua
kejadian saja. Sosiologi hanya dapat mengambil kesimpulan
dari kejadian-kejadian yang tetjadi secara berulang dan
teratur. Sebaliknya, sosiologi kurang menaruh perhatian
terhadap apa yang "lain dari yang lain".
Berbeda dengan ilmu sosial lainnya yang bersifat
normatif, penelitian sosiologi menuntut sikap objektif. la
harus membuang dan menjauhkan diri dari nilai-nilai
pribadi ketika melakukan penelitian. Menurut Pellegrin
(1964: 27) sosiologi meneliti beberapa bidang yang temyata
ditemukan secara berulang dalam kehidupan manusia dan
merupakan keteraturan. Beberapa bidang itu adalah
masyarakat (society), kebudayaan (culture), lembaga-lembaga
dan kelengkapannya, diferensiasi sosial, kehidupan

72 - Sosiologi Komunikasi
kelompok, pengawasan dan pengendalian sosial (social
control), dan perubahan masyarakat (social change).
Margaret Wilson ( dalam Susanto, 1985:6)
mengemukakan tema sosiologi yang menjadi pemikiran
para ahli antara lain sebagai berikut:
1. Manusia sebagai satuan sosial: Bagaimana hubungannya
dengan masyarakat?
2. Proses sosial dan ketentuan-ketentuan sosial: Apakah
masyarakat itu? Bagaimana proses pembentukannya?
3. Struktur sosial: Bagaimana masyarakat diatur dan
ditertibkan?
4. Kelangsungan hidup dari kelompok sosial: Apakah
unsur-unsur pengawasan sosial yang menjamin
kelangsungan hid up kelompok masyarakat?
Bagaimanakah individu paling efektif diawasi oleh
masyarakat?
5. Perubahan masyarakat: Apakah yang menyebabkannya?
Faktor-faktor apa saja yang menentukan dalam proses
ini? Bagaimana mengatasinya?
6. Sosiologi serta metode: Apakah sosiologi itu? Apakah
dasar penelitiannya? Metode manakah yang terbaik
baginya?
Pada umumnya, tema-tema yang sering dibahas oleh
sebagian besar buku sosiologi adalah sebagai berikut.
1. Proses sosial, berhubungan dengan proses sosial yang
asosiatif dan disasosiatif.
2. Kelompok sosial, membicarakan aneka ragam bentuk
kelompok sosial dan fungsinya.
3. Kebudayaan dan masyarakat, membahas aneka ragam
nilai-nilai yang terkandung dalam cipta, rasa, dan karsa-
manusia dalam masyarakat.

Sosiologi Komunikasi - 73
4. Lembaga kemasyarakatan yang ada dan menangani
aneka ragam fungsi dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Pelapisan sosial, menggambarkan strata, struktur dan
susunan sosial masyarakat yang terbentuk atas dasar
peran, kedudukan manusia dalam masyarakat.
6. Kekuasaan dan wewenang, membahas batas-batas tugas
dan fungsi seseorang dalam masyarakat dan sumber-
sumbemya.
7. Perubahan sosial-budaya, membahas hakikat sumber dan
sebab perubahan, pandangan tentang perubahan,
perubahan yang bersifat progress dan regress.

D. Hubungan Sosiologi Dengan Komunikasi


Berdasarkan uraian itu, dapat dikatakan, objek
material sosiologi ialah kehidupan sosial manusia, gejala,
dan proses hubungan antar manusia yang mempengaruhi
kesatuan hidup manusia. Objek formal sosiologi ialah
pengertian terhadap lingkungan sosial manusia dalam
kehidupan sehari-hari; peningkatan kehidupan masyarakat
yang serasi; dan peningkatan kerja sama antar manusia.
Terna yang menjadi objek formal sosiologi adalah
peningkatan kerja sama antar manusia, yakni apakah kerja
sama itu antar individu ataukah antara individu dan
masyarakat yang lebih luas. Masyarakat, dalam hal ini,
merupakan satuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang
sudah teratur dan stabil. Masyarakat merupakan sebuah
satuan yang bingkai struktumya (proses sosial) diteliti oleh
sosiologi. Secara visual, jika dilihat dari objek formal dan
materialnya, sosiologi dan komunikasi dapat digambarkan
sebagai berikut:

74 - Sosiologi Komunikasi
-->
ICP.hldupan sollal �sl kerjasama
tfubunpn antarmanusta antarmanusla

Perubahan masyankat

Proses IComunllcasl I-, �


------- \...J �

Di dalam masyarakat, manusia hidup dan berkembang


biak. Masalahnya, apakah masyarakat itu harus dilihat
sebagai bentuk kolektif, "wadah" yang dihadapkan dengan
individu sebagai satu-kesatuan? Pada masa liberalisme
individu dilihat sebagai satu-kesatuan sempuma, yakni
masyarakat yang terdiri atas satuan individu. Masyarakat
demokratis beranggapan masyarakat dan individu menjadi
komplementer satu sama lain karena masyarakat tidak akan
ada tanpa individu, dan tidak akan ada individu tanpa
masyarakat. Ini dapat dilihat dari kenyataan manusia
dipengaruhi oleh masyarakat dalam proses pembentukan

Sosiologi Komunikasi - 75
pribadinya; Sebaliknya individu mempengaruhi masyarakat,
bahkan dapat menyebabkan (berdasarkan pengaruhnya)
perubahan besar terhadap masyarakatnya.
Berdasarkan kedua unsur di atas, individu dapat
mengubah masyarakat di sekitamya. Terbukti, manusia
sebagai makhluk berpikir dapat mengambil kesimpulan dan
pelajaran dari pengalamannya selain dari hasil
pendidikannya untuk mencetuskan ide-ide baru. Melalui
perubahan ini, ia dapat mengubah masyarakat menjadi apa
yang disebut sebagai proses sosial; proses pembentukan
masyarakat.
Dapat dikatakan, masyarakat selalu berada dalam
proses sosial, yakni mengalami proses pembentukan.
Masyarakat selalu berubah, menyesuaikan diri, dan
membentuk diri ( di dunia sekitamya) sesuai dengan ide-
idenya. Perubahan ini tidak bisa atau jarang terjadi secara
mendadak sebagaimana hasil pendidikan dan kebudayaan.
Karena itu, proses sosial tetjadi menurut aturan-aturan
tertentu seperti yang telah diterima oleh masyarakat (baca:
kebiasaan). Karena itu, dapat dikatakan, setiap masyarakat
(sebagai objek sosiologi) merupakan kesatuan yang
mempunyai struktur stabil. Melalui proses sosial dan
sosialisasi ini, terbentuklah masyarakat dalam format
kelompok-kelompok sosial (sosial units). Oleh Anderson
(1975), kelompok sosial ini dikenal dengan istilah group,
yakni "an organization of two or more individuals in a role
strukiure adapted to the performance of a particular function".
Definisi tersebut menjelaskan bahwa di dalam
kelompok sosial telah terbentuk pembagian peketjaan
karena masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri.
Pembentukan ini tetjadi dengan sendirinya. Prosesnya

76 - Sosiologi Komunikasi
betjalan dengan dua kemungkinan: serasi atau bertentangan.
Pertentangan mudah tetjadi apabila sistem perilaku
(behavior sistem) dari setiap individu atau kelompok
tidak dapat menerima tugas dan pikiran yang "diserahkan"
kepadanya.
Proses sosialisasi tetjadi melalui interaksi sosial, yakni
hubungan antar manusia yang menghasilkan proses
pengaruh-mempengaruhi. Proses ini merupakan proses
pendewasaan sikap manusia berdasarkan pengalamannya
sendiri yang akan membentuk sistem perilaku (behavior
sistem). Sistem ini juga ikut ditentukan oleh watak pribadi
tentang bagaimana cara ia menyikapi suatu pengalaman
yang pemah tetjadi. Sistem perilaku inilah yang akhimya
akan menentukan dan membentuk sikapnya (attitude)
terhadap sesuatu.
Sebuah masyarakat terdiri atas individu-individu yang
berinteraksi sehingga tetjadi perubahan di dalam
masyarakat. Atas dasar itu, proses sosial dapat didefinisikan
sebagai perubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil
dari komunikasi dan usaha saling mempengaruhi
antarindividu di dalam sebuah kelompok. Secara tidak
sadar, individu berusaha menyesuaikan diri dan melakukan
perubahan tidak langsung (bersama individu lainnya) di
dalam masyarakat. Dapat dikatakan setiap individu dan
kelompok mempunyai peranan atau fungsi sentral di dalam
masyarakatnya.
Masyarakat, menurut Ferdinand Toennies
sebagaimana dikutip Veeger (1990), dapat dibagi dalam dua
bentuk, yakni gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinscnaft
adalah masyarakat yang lebih spontan, sedangkan
gesellschaft adalah masyarakat yang proses pembentukannya

Sosiologi Komunikasi - 77
berdasarkan · perhitungan manusia. Emile Durkheim
berpendapat bahwa gemeinschaft lebih banyak terbentuk dari
ikatan manusia yang lebih sederhana karena terjadi
berdasarkan ikatan biologis dan biografis. Sebaliknya,
masyarakat modem cenderung menjadi masyarakat
berbentuk gesellschaft. Masyarakat gesellschaft terbentuk dari
pikiran manusia yang sadar akan interdependensi antar
sesama manusia demi kelanjutan hidupnya dan berdasarkan
pemikiran pemenuhan kebutuhan. Akibat nya ialah
terbentuk masyarakat berdasarkan organisasi.
Anderson (1975),berkesimpulan bahwa manusia
tetpaksa hidup dalam kelompok apabila ia tidak mau hidup
dalam masyarakat luas. Mengapa? Menurutnya, para ahli
sosiologi dan biologi pun sependapat, karena manusia
adalah satu-satunya makhluk yang tidak dilahirkan dengan
kecakapan untuk menyesuaikan diri secara segera dengan
lingkungan hidupnya (immediate adaption to environment)
sehingga terpaksa hidup dalam berkelompok. Menurut
Ermle Durkheim, yang dimaksud oleh Toennies dengan
gesellschaft ialah masyarakat berdasarkan pembagian
pekerjaan atau organisasi. Pengertian tersebut sangat dekat
dengan perkataan sosial. Lalu, apakah yang dimaksud sosial
itu?
Kata sosial sudah banyak mendapatkan interpretasi.
Altman mengemukakan (1979) kata sosial meliputi
reciprocal behavior (perilaku yang saling mempengaruhi)
dan interdependensi (saling bergantung) antar manusia.
"Manusia sosial" diartikan sebagai "manusia yang
kehidupannya saling bergantung satu sama lain". Dengan
kata lain, manusia itu makhluk berkelompok. Kelompok
itulah yang merupakan "tempat hidup dan berkembangnya

78 - Sosiologi Komunikasi
seorang individu". Dalam hal ini, masyarakat dapat
dipandang sebagai totalitas dari kelompok-kelompok. Lalu,
apakah ciri khas suatu masyarakat?
Anderson dan Parker (dikutip Susanto, 1985) dalam
buku Society its Organization and Operation menjelaskan
ciri-ciri masyarakat. Menurutnya, sebuah masyarakat
memiliki (1) sejumlah orang, (2) tinggal di daerah tertentu
(ikatan geografi); (3) mengadakan atau mempunyai
hubungan yang tetap dan teratur satu sama lain; (4)
membentuk sistem hubungan antarmanusia; (5) terikat oleh
kepentingan bersama; (6) mempunyai tujuan bersama dan
bekerja sama; (7) mengadakan ikatan (kesatuanj berdasarkan
unsur-unsur sebelumnya; (8) mempunyai perasaan
solidaritas (sense of sharing), perasaan membagi bersama;
(9) sadar akan interdependensi satu sama lain; (10)
berdasarkan sistem yang terbentuk, terbentuklah nonna-
norma; dan (11) berdasarkan unsur itu, masyarakat itu
membentuk kebudayaan bersama melalui hubungan antar
manusia.
Sebagaimana pembentukan kelompok yang terjadi
melalui proses interaksi dan sosial, pembentukan
masyarakat pun terjadi melalui proses interaksi antar
kelompok. Proses pembentukan kelompok dan masyarakat
dengan masyarakat (luas) itu terjadi melalui komunikasi.
Komunikasi berawal dari pertemuan atau perkenalan
(taaruf). "Sesungguhnya kami telah menciptakanmu dari seorang
iaki-laki dan perempuan, dan menjadikanmu berbangsa-bangsa
dan bersuku-euku supaya kamu saling mengenal" (QS al-
Hujurat, 13).
Komunikasi merupakan proses interaksi karena
adanya stimulus rangsangan yang memiliki arti tertentu dan

Sosiologi Komunikasi - 79
dijawab oleh orang lain (responsse), baik secara lisan,
tertulis, maupun aba-aba. E. Bogardus mengemukakan
"Communication is interaction in terms of a stimulus or a/gesturl
Byone person which produces a responsse in. the form of a verbal 01·
silent simbol a second person".
Komunikasi menghasilkan interaksi sosial yang
memungkinkan adanya kontak sosial (sosial contact).
Kontak sosial merupakan usaha tindakan pertama,
meskipun kontak ini belum mampu membentuk komunikasi
yang berkelanjutan. Pembentukan komunikasi terjadi
melalui kontak sosial. Itulah sebabnya, pembahasan
komunikasi selalu terkait dengan proses sosial, yakni
seluruh kegiatan pertukaran pikiran dan memodifikasi
sistem nilai. Proses sosial memiliki bentuk yang berbeda
untuk setiap masyarakat. Perbedaan ini terjadi karena
adanya perbedaan watak bangsa, yakni perbedaan sistem
perilaku (behavior sistem) dan situasi total masyarakat.
Komunikasi sosial di sebuah masyarakat merupakan proses
yang tidak bisa dilepaskan dari sistem nilai masyarakatnya.
Sebagai sebuah proses, komunikasi mentransfer
lambang-lambang yang mengandung arti. Karena itu,
komunikasi dapat dikatakan sebagai proses sosial.
Lambang-lambang yang diberi arti oleh individu itu
mempunyai arti khusus bagi masyarakat tersebut. Karena
proses adalah any connected series of event, secara otomatis,
proses komunikasi dapat disebut sebagai proses sosial.
Menurut Lambert (1965: 150) a characteristic made of manner in
which related sosial event may occurt ". Komunikasi, sebagai
suatu proses, mempunyai beberapa segi, yaitu objektif
(lambang sendiri) dan subjektif (arti yang diberikan pada
suatu lambang).

80 - Sosiologi Komunikasi
Apabila kedua faktor itu terdapat pada orang-orang
yang berkomunikasi, sedangkan dalam proses (komunikasi
sekurang-kurangnya diperlukan dua orang, berarti ada dua
segi subjektif dan dua segi objektif. Dua segi objektif dapat
dikurangi menjadi satu segi objektif. Tetapi, ketika faktor
komunikasi merupakan faktor psikologi, dengan sendirinya,
seseorang harus memperhitungkan adanya kemungkinan
dua segi objektif dalam proses komunikasi antara dua orang.
Segi-segi subjektif ditentukan oleh beberapa faktor: a)
frekuensi interaksi (semakin sering kontak, semakin tenang);
b) teratur-tidaknya interaksi yang diadakan (bila teratur,
para sosiologi dapat "meramalkan" arah perkembangannya);
c) tersebamya interaksi (bergaul dengan banyak atau sedikit
orang); d) interaksi dijalankan dengan prakarsa searah atau
tidak; dan e) interaksi dijalankan dengan langsung (face to
face) atau tidak (lawan muka).
Seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain
sehingga proses interaksi dan sosial terjadi, sangat
bergantung pada norma-nonna masyarakatnya. Tetapi,
karena norma di dalam masyarakat juga dibentuk oleh
proses komunikasi, struktur komunikasi dapat
mencerminkan masyarakat. Norma itu memperlihatkan
proses sosial dan struktur sosialnya. Struktur komunikasi
merupakan sistem yang terbentuk dalam proses komunikasi,
yaitu ketika proses komunikasi berlangsung cukup lama
menurut norm.a-norm.a, serta memberi efek (hasil) tertentu.
Untuk menemukan sebuah sistem, diperlukan pengetahuan
tentang norm.a yang berlaku cukup lama dan ada-tidaknya
proses yang "sama" berdasarkan nonna yang ditentukan.
Kesimpulannya, proses komunikasi dan sosiologi
sangat erat kaitannya dari segi objektif dan subjektif.

Sosiologi Komunikasi - 81
Maksudnya, masalah simbolisasi (perlambangan) sehingga
pendekatan simbolisasi pada proses komunikasi melalui
pemahaman Interaksionisme simbolik (baca: sosiologi)
sangatlah relevan. jelasnya, pertemuan antara ( sosiologi
dan komunikasi).
[adi, sosiologi kornunikasi dapat didefinisikan scbagai
proses intcraksi antar manusia melalui simbol-simbol
yang bermakna (meaning full simbols) dengan melibatkan
sistcrn, norrna, dan nilai yang berlaku di masyarakat untuk
rnencapai kesamaan arti a tau makna. (Nina Svarn : 2008).

Subjektif
Pendekatan
Komunikasi

¢J
Sosiologi
,

Objektif

82 - Sosioloui Komunikasi
BAB III
PERSPEKTIF KOMUNIKASI
ANTAR MANUSIA

A. Pemahaman Konsep Perspektif


Menurut Charon 1979 sifat-sifat prospektif di awali
dengan pengertian titik pandang terhadap sesuatu.'' titik
pandang" yang di maksud adalah perspektif yang
menempatkan sesorang pada pilihan atas suatu peristiwa.
Sesuai dengan sifatnya sebuah titik pandang (persfektif),
sebenarnya, menyempitkan seseorang untuk melihat pada
satu sisi.
Persfektif sifatnya situasional: artinya, setiap situasi
dapat menirnbulkan peran yang berbeda ,peran yang di
mainkan seseorang mungkin menuntut lebih dari satu
persfektif tergantung pada situasi yang di pilihnya.
Perspektif itu dapat di terapkan di dalam lebih dari satu

Sosiologi Komunik .
asi - 83
peran yang di mainkan seseorang. Perspektif bukan atau
tidak sama dengan persepsi. Perspektif merupakan petunjuk
untuk persepsi seseorang. Perspektif mempengaruhi apa
yang di lihat dan bagaimana interpretasi seseorang terhadap
apa yang di lihatnya dengan kata lain, perspektif adalah
kacamata pandang yang di pakai seseorang.
Sebuah perspektif dengan segala sifatnya adalah
dugaan yang mengandung asumsi, penentuan nilai dan ide
ide, serta pengaturan lingkungan. Perspektif akan
memisahkan sesuatu dengan jalan tertentu, hasilnya akan
mempengaruhi aktivitas seseorang di dunia ini.

- Kera"8ka
Konseptual
- Seperanlcat Mempengaruhl
Asumsl Mempengaruhl
Perspektif - Seperanglcat Persepsl
perllaku dalam
Nllal sltuasl
- Seperanglcat kJta
- Ide

Gb.2.1. Perspektif yang mempengaruhi aktivitas


manusia dalarn Charon (1979:28)

Perspektif adalah titik pandang (Kacamata Pandang)


yang menciptakan kepekaan dan menunjukkan persepsi
realitas seseorang. Perspektif juga bias di buat sebagai
kerangka konseptual, seperangkat asumsi, nilai, dan
kepercayaan untuk mengorganisasi persepsi berdasarkan
kegunaanya bagi individu. Seseorang individu menentukan
perspektifnya berdasarkan kegunaanya bagi individu.
Seseorang individu memiliki perspektif karena perspektif
muncuI dalam interaksi dan hubungan antar peran.

84 - Sosiologi Komunikasi
Beberapa perspektif di anggap lebih baik lebih berarti dan
lebih akurat jika seseorang dapat mengukur ketetapanya. Di
dalam filsafat ilmu, setiap perspektif memfokuskan
perhatianya pada perbedaan aspek realitas.

B. Perspektif dalam ilmu sosial ( ilmu komunikasi )


Immanuel Kant (1724-1804) adalah seorang ahli
terkenal yang terus mengkaji masalah konflik yang timbul
antara agama dan ilmu. Kant adalah seorang yang
menyakini agama, mengamati konflik anatara argumen
ilmu dan keyakinan agama tradisional. Ia juga
memperhatikan usaha usaha yang lemah dari para pemikir
agama untuk mempertahankan pandangannya dengan
argumentasi yang tradisional.
Kant menyatakan bahwa ada dua dunia nyata yang
selalu di hadapi manusia yaitu dunia " fonomena" dan
dunia" noumena", dunia fonomena adalah dunia yang
dapat di alami secara indrawi, dunia ini terbuka secara
alamiah sehingga dapat di teliti secara empiris. Dunia itu
adalah dunia tradisional atau alam wajar. Ia ada karena
sebab sebab yang mendasari observasi yang terus di
lakukan. Sebaliknya, dunia II
noumena II
berada di luar
penyelidikan ilmiah. Ia tidak dapat di dekati oleh observasi-
empiris karena tidak mempunyai wujud fisik yang nyata.
Kant menjelaskan masalahnya pada pengantar bukunya
yang berjudul the critique of pure reason. Baginya, objek fisik
seperti turnbuh tumbuhan, rnanusia, keranjang sarnpah, dan
tape recorder menjadi bagian dari alam "fenomena" karena
itu, ia dapat menjadi subjek penelitian ilmiah. Sebaliknya,
tuhan, surga, malaikat dan iblis termasuk bagian dari alam

Sosiologi Komunikasi - 85
"noumena" ( bahasa agama menyebutnya sebagai alam gaib
). Lalu bagaimana dengan manusia?
Jika manusia berada di alam fenomena, berarti
manusia mempunyai wujud fisik, sehinga menjadi bagian
dari alam semesta yang dapat di selidiki dan di pahami
sepenuhnya melalui ilmu. Sebaliknya, jika manusia berada
di alam noumena, berarti manusia berada di luar jangkauan
ilmu dan tidak dapat di pahami sebagai bagian dari wujud
fisik alam semesta. Kant menyatakan manusia adalah subjek
terhadap hukum alam terbuka pengetahuan. Dalam hal ini,
manusia adalah subjek terhadap sebab alamiah. Sebaliknya,
manusia juga berada di dunia noumena dengan wujud jiwa
manusia yang setidaknya memiliki kemauan yang bebas
secara konsepsual. Dalam hal ini manusia bersifat pasif
karena ia menjadi individu yang terbentuk dan di
kendalikan oleh kekuatan yang berada di luar kontrol
seseorang, sebagai individu, manusia yang sangat aktif
melakukan kontrol pembentukan tindakan, dan kehendak
bebas. Ketika memandang sesuatu berdasarkan disiplin
ilmu, baik ilmu alamiah maupun ilmu sosial (seperti
sosiologi, psikologi, sosial, psikologi, antropologi, dan
termasuk komunikasi), setiap orang cenderung memiliki
cara pandang tersendiri disebut perspektif. Itulah sebabnya
dalam kajian ilmiah sering dikenal istilah perspektif
sosiologis, perspektif psikologi sosial, perspektif psikologi,
perspektif antropologi, dan perspektif komunikasi kama
ilmu komunikasi merupakan ilmu terapan, sebagian besar
proposisi yang di bangun dalam kerangka perspektif juga
bergantung pada dan terkait erat dengan perspektif lainya.
Defleur (1988:31) memberikan contoh dalam
memandang"media massa". setiap ilmuan (termasuk ahli

86 - Sosiologi Komunikasi
komunikasi) dapat memandangnya dari perspektif, antara
lain sosiologis. Perspektif sosiologis itu, misalnya
fungsionalisme struktural, evaluasi sosial, dan
interaksionisme simbolik. Tren Holn (1986 : 29/47)
Berpendapat bahwa berkomunikasi anatara pribadi atau
kelompok pun perspektif ilmu, komunikasi dapat
menggunakan perspektif mekanisis (menggunakan ilmu
alamiah), psikologis ( dari psikologi), interaksionisme
simbolis(dari sosiologis), dan prakmatis ( dari prespektif
sistem).
Berdasarkan contoh contoh tersebut, dapat di katakana
bahwa ilmu komunikasi (sebagai ilmu sosial) dapat
meminjam perspektif ilmu lainya termasuk sosiologi. Karena
hubungan proses sosial yang menciptakan komunikasi
antara manusia itu bergantung pada simbol, perspektif
komunikasi yang akan di bahas lebih banyak berkaitan erat
perspektif sosiologi.

C. Beberapa perspektif berkaitan dengan komunikasi


Perspektif mekanistis, perspektif psikologis, perspektif
prgmatis, dan perspektif interksionisme simbolis, setiap
perspektif tersebut mempunyai asumsi dasar, unsur, dan
ruang lingkupnya sendiri.
1. Perspektif Mekanistis
Uraian perspektif ini di awali oleh pengajuan asumsi
yang menjadi dasar pemikiran perspektif mekanistis.
Pertama, perspektif mekanistis beranggapan sebagian
dari sistem mekanik mantransformasikan fungsi fungsi pada
sebuah garis linear dan satu arah secara sekuensial. Asumsi
ini menjelaskan dalam proses komunikasi yang bersifat
linear dan satu arah, perpindahan pesan terjadi secara

Sosiologi Komunikasi - 87
sekuensial dan bertahap mengikuti rangkaian proses
komunikasi, loncatan dari satu unsur pada unsur lain tidak
mungkin tetjadi karena (misalnya, pesan) sebelum melewati
unsur unsur sebelumya. Dari prinsip ini, perspektif
mekanistis pesan di ibaratkan sebagai energy" yang di
II

pindahkan seperti halnya dalam kaidah perpindahan dalam


arus listrik.
Kedua, perspektif ini menyebutkan dunia dapat di
pandang sebagai rangkaian objek objek material, seperti
halnya sekuensi dari aksi aksi (hubungan sebab akibat
reaksi)yang timbul karena perpindahan energy dari asumsi
pertama akibat adanya aksi. Hubungan ini bersifat sebab
akibat. Dalam proses komunikasi, masalah ini pun berlaku
demikian. Misalnya, akibat yang tetjadi pada diri seseorang
komunikan karena peran peran sebelumnya.
Ketiga, sesuatu yang menyeluruh dari sebuah
rangkaian (misalnya, proses komunikasi) tetjadi bukan
karena sejumlah unsur yang ada, melainkan karena
gabungan dari peran unsur unsur itu. Dalam proses
komunikasi, hasil akhir tetjadi bukan karena kelengkapan
setiap unsur dalam proses itu, melainkan karena sejumlah
peran yang di mainkan oleh unsur unsur komunikasi itu,
karenanya menurut asumsi ini, jika hendak mengurangi
akibat akhir dari suatu rangkain komunikasi, seseorang
dapat mengurangi pesan dari masing masing di tingkat yang
di inginkannya. unsur unsur yang hams ada pada perspektif
adalah sumber, pesan, saluran, gangguan, penerimaan,
encoding, dan decoding, serta kejituan kejituan dalam
komunikasi. Model mekanistis ini beketja di mulai dai
perpindahan pesan dari sumber yang di encoding, lalu di
kirim melalui saluran. Sebelum di terima penerima, pesan

88 - Sosiologi Komunikasi
Iebih dulu di code. Petjalanan pesan itu mengalami
gangguan di saluran sehingga perhatian di saluran ini
menjadi sangat penting.

._______. t ___, I
source Enc:order Channel H Decoder I t •I ReceNer I
Message
t Message
Noise

G.b.2.2. Model Perspektif Komunikasi Mekanisme


Sharon & weaver

Ruang lingkup ulasan perspektif- mekanistis ini


meliputi study komunikasi yang di pusatkan pada saluran.
Saluran berbeda dengan media. David. K Berlo
mengumpamakan saluran sebagai sungai; sedangkan media
sebagai perahunya. Jadi, apabila sungai ini tidak berair (
Berfungsi ), perahu pun tidak akan bisa [alan (berlayar).
Saluran merupakan panca indra manusia; sedangkan media
adalah alat untuk menyampaikan pesan. Dapat di katakan
bahwa semua peristiwa, kejadian, atau fungsi lainya terjadi
atas peran sebuah saluran komunikasi. Karena itu, ruang
lingkup perspektif ini terletak pada upaya seseorang untuk
menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimana karasteristik sebuah sumber dapat
mempengaruhi transmisi dalam penerimaan sebuah
pesan?
2. Jenis efek apa saja yang terpenting dari suatu pesan
tertentu?

Sosiologi Komunikasi - 89
3. Apakah dengan saluran tunggal suatu pesan akan lebih
efektif atau mengubah efeknya dengan menambah atau
memperbesar daya dukung saluran?
4. Sejauh mana suatu saluran mempengaruhi seluruh atau
sebagian unsur dalam proses komunikasi?
5. Apa yang akan terjadi bila jumlah informasi yang di
sebarkan melebihi kapasitas saluran?
6. Apa yang akan terjadi jika ada saluran yang berfungsi
sebagai" penyaring" informasi?
Perspektif mekanistis dalam ilmu komunikasi,
sebenamya, di anggap sebagai perspektif tertua dan paling
terkenal. Dikatakan demikian karena perspektif paling
banyak dan sering di pergunakan dalam penelitian ilmu
komunikasi, antara lain, muncul dalam model "peluru" dari
Willbur Schramm.

�,......-----.
I source �
Encorder l==::.:ii Destination

2. Perspektif Psikologis
Perspektif kedua yang di kenal dalam ilmu
komuniukasi adalah perspektif psikologis. Dari namanya
terlihat jelas bahwa pandangan perspektif ini dalam melihat
peristiwa komunikasi di ambil dari ilmu psikologi. Tekanan
utamanya ada pada individu, sedangkan asumsinya sebagai
berikut:
Pertama, setiap manusia memiliki kebebasan dalam
memperoleh stimulus memlalui proses tertentu yang di

90 _ Sosiologi Komunikasi
hadapinya sendiri. Asumsi ini sebenamya di dapat dari teori
belajar sosial yang di hadapi oleh setiap manusia yang
antara lain, menjelaskan manusia berada dalam kondisi
selalu menerima dan menaggapi stimulus. Hubungan dalam
proses belajar ini di sebut stimulus dan respons (S-R). Di
dalam setiap peristiwa komunikasi, setiap orang selalu
menciptakan stimulus, dan juga menerima. Di dalam
komunikasi antar pribadi, hubungan antara S-R di
peruntukan secara simultan.
Kedua, jika dalam asumsi pertama di nyatakan bahwa
manusia mempunyai kemampuan untuk mencipta dan
menerima stimulus, maka asumsi kedua mengemukakan
kemampuan itu dapat berubah karena stimulus yang
diterima. Asumsi ini menjelaskan (masih dari teori sosial
itu}, respon yang di terima atas stimulus dapat berubah
bentuknya tergantung pada organisme yang di miliki setiap
manusia. Organisme itulah yang aktif mengubah setiap
orang dalam menanggapi sesuatu. Rumus untuk asumsi ini
adalah S-0-R, stimulus (S) itu datang dan di kelola
organisme, (0), lalu mengahailkan respons(R). dalam proses
komunikasi, menurut asumsi ini, peranan organisme setiap
orang, mislanya kondisi psikologisnya, dalam mengubah
cara peneriamaan terhadapa setiap stimulus atau cara
merespons. Demikian pula cara menyatakan stimulus
berikutnya.
Ketiga, manusia mempunyai kemampuan untuk
memilih setiap stimulus yang datang dan menentukan
respons apa yang di lakukanya. Ini menunjukkan bahwa
tidak semua stimulus yang datang langsung di terima untuk
di respons dan di ubah (tidak setiap orang "asal" menerima
stimulus). Tetapi, lebih dari itu manusia mempunyai

Sosiologi Komunikasi - 91
kemampuan psikologis dalam mengambil keputusan untuk
memilih respons yang terbaik dan sesuai dengan stimulus
yang datang. Code asumsi ini adalah S -0-R -C, yakni setiap
stimulus yang datang di kelola oleh organisme, dan di
respons sesuai dengan kemampuannya untuk mengontrol
(dalam pilihan stimulus).
Dalam komunikasi, menurut asumsi ini, setiap orang
membuat pilihan terhadap pesan yang menarik perhatianya
sesuai dengan kondisi psikologisnya. Pilihan ini juga sesuai
dengan kebutuhan dan keinginannya. Unsur-unsur
perspektif psikologis ini adalah adanya sumber dan
penerima, saluran, stimulus - pesan, respons yang
terintemalisasi, serta mental- set (filter konseptual).
Perspektif ini menempatkan ruang lingkup kajianya terhadap
individu sebagai sesuatu yang sangat penting. Sebagian ahli
yang terhimpun dalam perspektif ini mengemukakan
komunikasi psikologis yang terjadi dalam mental - set
sudah sangat mantap.
Beberapa area kajian yang menjadi perhatian
perspektif ini adalah bagaimana sumber dan penerima
berbuat sesuatu dengan pesan yang ada. Dari prinsip ini,
setiap peneliti, misalnya, mencoba untuk menentukan sebab
- sebab sumber penerima dapat merespons pesan dengan
cara cara tertentu melalui konstruk mentalnya. Konstruksi
mental itu misalnya, terjadi karena kepribadian seseorang
yang berbeda dalam merespons pesan yang sama. Tentu
saja, ada perbedaan dalam faktor-faktor personal, seperti
dorongan, kebutuhan, tujuan, dan sikap (kognisi, afeksi, dan
konasi). Relasi komunikasi yang sukses dapat terjadi karena
dua orang saling menukar pengalaman dan tujuannya.
Sumber penerima harus bertukar makna, dan mental-set

92 - Sosiologi Komunikasi
yang dimiliknya pun harus mirip. Penerimaan atas sumber
akan sama tergantung pada dua variabel yaitu daya tarik
antara pribadi dan faktor kepuasan.
3. Perspektif Pragmatis
Perspektif ini mengajukan asumsi yang berlandaskan
pada teori sistem, teori yang biasa di pakai dalam kerangka
ilmu. Nama untuk Perspektif ini sebenarnya berasal dari
studi bahasa yang menempatkan tiga bagian studi: sintaksi,
semantik, dan pragmatis (studi tentang bahasa dalam
tindakan). Asumsi umumnya, komunikasi itu terlihat efektif
ketika orang sedang berada dalam sebuah interaksi ( antara
lain) melalui bahasa.
Pertama, pertukaran pesan yang komunikatif bukan
pada individu melainkan pada unsur- unsur yang
menyeluruh pada sistem komunikasi. Pendekatan sistem
komunikasi terletak pada keseluruhan sistem individu, dan
bukan individu, seperti dalam perspektif psikologis.
Pertanyannya, prilaku macam apa yang menyebabkan dan
mengakibatkan suatu interaksi dan komunikasi terwujud ?
Kedua, prilaku bukan hasil dari manusia yang
berkomunikasi (komunikator) melainkan hasil dari prilaku
orang lain (perilaku komunikan). Suatu akibat dari
komunikasilah yang menimbulkan sebab reaksi balik.
Ketiga, dalam memahami komunikasi secara sistem,
kita harus meneliti sekuen perilaku yang bermuara pada
pola perilku tertentu yang istimewa, berkaitan satu sama
lain, dan merupakan karakteristik sistem itu sendiri.
Adapun unsur - unsur Perspektif pragmatis yang
perlu di perhatikan adalah tindakan, interaksi, hambatan,
kelebihan(redudansi) yang hasilnya terlihat dalam pola-
pola, serta interaksi yang tampak dalam tahap dan siklus

Sosiologi Komunikasi - 93
suatu sistem. Ruang lingkup perspektif ini mengacu pada
usaha untuk memahami proses komunikasi yang
merupakan sekuen dari perilaku yang tersusun dalam suatu
sistem, siklus, dan episode dalam berinteraksi. Kita tidak
bisa melihat perilaku seseorang dalam komunikasi secara
mandiri karena harus dikaitkan dengan sesamanya secara
feedbeck. Ruang lingkupnya adalah jawaban tentang apakah
ada penahapan tertentu ketika seseorang muncul dalam
komunikasi dengan adik, keluarga, maupun kelompok
kelompok kecil yang interaksinya dapat segera di amati.

MODEL KOMUNIKASI PRAGMA TIS


AKSI ORANG PERTAMA

:w:r �/I L{vI T T


lnteralcsl
ma sing
maslr1g
ranakalandl
tentukan oleh
Sequence CDEF Act F Act F aktlvltas

I
.
Secuense CDEF Secuense EF scuenseEF sebelwnnya

4. Perspektif Interaksionisme Simbolik


Perspektif rm murni bersumber dari hakikat
interaksionisme secara simbolis. Asumsi yang menjadi
sumber dan dasar telaahnya adalah sebagai berikut :
Pertama, komunikasi terjadi melalui dunia pertukaran
simbol yang berkaitan. Kedua, self terbentuk melalui
komunikasi. Ketiga, aktifitas sosial menjadi mungkin melalui
proses pengambilan peran orang lain. Ketiga, asumsi
tersebut meletakkan pandangan bahwa dalarn setiap
komunikasi seseorang tidak memperhatiakan perilaku
individu dalam berkomunikasi, tetapi ia harus mengamati
individu di tengah tengah kebersamaanya dengan orang

94 _ Sosiologi Komunikasi
lain. Komunikasi manusia secara pribadi tetjadi bukan
karena tindakan pribadinya, melainkan karena keanggotaan
dirinya dalam kelompok masyarakat. Dalam kondisi ini,
individu dapat di pahami karena ia berinteraksi, berelasi,
dan bertransaksi dengan orang lain. Tindakan yang muncul
dalam bentuk perilaku komunitas tetjadi bukan karena
tindakan yang mandiri sebagai individu, melainkan karena
kedudukan dan pengaruhnya dalam keanggotaan dan
kehadiranya dalam masyarakat. Manusia, dalam perspektif
ini, mengambil peran orang lain sebagaimana layaknya
sandiwara dalam berkomunikasi. Unsur-unsur perspektif
interaksionisme simbolik adalah self, society, hubungan
simbol, pembagian makna, koorientasi, dan pengambilan
peran. Unsur - unsur tersebut keluar dari luar lingkup
perspektif ini, yaitu setiap manusia memiliki tidak hanya
satu self Manusia yang memiliki satu self hanya berada
dalam kondisi psikologi dari perspektif psikologis. Dalam
perspektif ini, self yang ada lebih dari satu. Ini menunjukkan
setiap orang, diri, dan pribadinya sangat banyak. Karena
banyaknya lingkungan yang mempengaruhinya, ia pun
memiliki lingkungan yang kiprah perilaku komunikasinya
sesuai dengan dirinya. Berdasarkan pandangan ini, terlihat
jelas perilaku masyarakat yang mengelilingi seseorang
termasuk dalam perilaku komunikasi. Apa yang
digambarkan dalam perilaku komunikasi setiap individu
itu, sebenamya, merupakan perilku masyarakat secara
keseluruhan. Masyarakatlah yang bersama i.ndividu
menentukan penggunaan simbol simbol yang selama ini
menhubungkan mereka. simbol simbol komunikasi ini
terjadi, baik dalam berbahasa verbal ( dalam

Sosiologi Komunikasi - 95
memaknakannya secara konotasi ataupun denotasi) maupun
non verbal.
Simbol-simbol itu telah di sepakati sehingga setiap
individu pun tahu cara menggunakan dan mempertukarkan
(membagikannya) sehingga di antara warga masyarakat
dapat mengambil peran dari pertukaran simbol itu. Ruang
Iingkup perspektif ini tetap memberikan tekanan pada
simbol dan pertukaran simbol yang membawa makna
bersama. Kita tidak bisa memahami diri dalam
berkomunikasi jika tidak di mulai dengan memahami
masyarakat yang mengelilingi kita.
Untuk lebih jelasnya mengenai perspektif
interaksionisme simbolik, dapat di lihat gambar unsur unsur
yang ada dalam perspektif interaksionisme sombolik di
bawahini:

Asumsi: Unsur-unsur :
Pertukaran simbolik
Self building ---·�� Society
Self
Aktivitas sosial Simbol
Pembagian makna
Koorientasi
Pengambilan peran

Gb. 2.6 Unsur-unsur dalam Perspektif


Interaksionisme Simbolik.

96 - Sosiologi Komunikasi
D. Konstruksi Sosial atas Realitas dan Konstruksi Sosial
Media Massa
1. Kritik terhadap Teori Konstruksi Sosial
Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan
terdahulu, bahwa Peter L. Berger dan Thomas Luckman
menjelaskan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara
simultan rnelalui tiga tahap, yakni ekstemalisasi, objektivasi,
dan intemalisasi. Tiga proses ini terjadi di antara individ u
satu dengan individu lainnya dalarn masyarakat.
Substansi teori clan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas Berger dan Luckman adalah proses simultan yang
terjadi secara alarniah rnelalui bahasa dalam kehidupan
sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi-
sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini ialah
masyarakat transisi-modem di Amerika pada sekitar tahun
1960-an, di mana media rnassa belum menjadi sebuah
fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan
demikian, teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger
dan Thomas Luckman tidak memasukkan media massa
sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam
konstruksi sosial atas realitas.
Pada kenyataannya konstruksi sosial atas realitas
berlangsung larnban, membutuhkan waktu yang lama,
bersifat spasial, clan berlangsung secara hierarkis-vertikal, di
mana konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan ke
bawahannya, pimpinan kepada massanya, kyai kepada
santrinya, guru kepada muridnya, orang tua kepada
anaknya, dan sebagainya.
Ketika masyarakat semakin modem, teori dan
pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger
dan Thomas Luckman ini memiliki keandalan dan

Sosiologi Komunikasi - 97
ketajaman atau dengan kata Iain marnpu menjawab
perubahan zaman, karena masyarakat transisi-modem di
Amerika Serikat telah habis dan berubah menjadi
masyarakat modern dan postmodern, dengan demikian
hubungan-hubungan sosial antar individu dengan
kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua
dengan anggota keluarganya menjadi sekunder-rasional.
Hubungan-hubungan sosial primer dan semi-sekunder
hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modem
dan postmodern. Maka, teori dan pendekatan konstruksi
sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman
menjadi tidak bermakna lagi.
Di dalam buku yang berjudul, Konstruksi Sosial Media
Massa; Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat
Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman telah direvisi
dengan melihat variabel atau fenomena media massa
menjadi hal yang substansial dalam proses ekstemalisasi,
objektivasi, dan intemalisasi. Artinya, sifat dan kelebihan
media massa telah memperbaiki kelemahan proses
konstruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu.
Substansi "konstruksi sosial media massa" adalah pada
sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi
sosial yang berlangsung sangat cepat dan sebarannya
merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk
opini massa, massa cenderung apriori, dan opini massa
cenderung sinis.
Posisi "konstruksi sosial media massa" adalah
mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi
"konstruksi sosial atas realitas", dengan menempatkan
seluruh kelebihan media massa dan efek media pada

98 - Sosiologi Komunikasi
keunggulan "konstruksi sosial media massa" atas
"konstruksi sosial atas realitas". Namun, proses simultan
yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba,
namun terbentuknya proses tersebut melalui beberapa tahap
pen ting.
2. Proses Kelahiran Konstruksi Sosial Media Massa
Dari konten konstruksi sosial media massa, proses
kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap
sebagai berikut:.
a. Tahap menyiapkan materi konstruksi.
Ada tiga hal penting dalam tahap atau proses
persiapan materi konstruksi, yaitu.
a) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme.
Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi
media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam
arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan
kapital untuk menjadikan media rnassa sebagai mesin
penciptaan uang dan penggandaan modal. Semua elemen
media massa, termasuk orang-orang media massa
berpikir untuk rnelayani kapitalisnya, ideologi mereka
adalah membuat media massa laku di masyarakat.
b) Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari
keberpihakan ini adalah empati, simpati, dan berbagai
partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya
adalah untuk "menjual berita" dan menaikkan rating
untuk kepentingan kapitalis.
c) Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk
keberpihakan kepada kepentingan umurn dalam arti
sesungguhnya sebenamya adalah visi setiap media
rnassa, narnun, akhir-akhir ini visi tersebut tak pemah

Sosiologi Komunikasi - 99
menunjukkan jati dirinya, walaupun slogan-slogan
tentang visi ini tetap terdengar.
b, Tahap sebaran konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui
strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran
media massa masing-masing berbeda, namun prinsip
utamanya adalah real-time. Media elektronik memiliki
konsep real-time yang berbeda dengan media cetak. Karena
sifatnya yang langsung (live), maka yang dimaksud dengan
real-time oleh media elektronik adalah seketika disiarkan,
seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa atau
pendengar. Namun bagi varian-varian media cetak, yang
dimaksud dengan real-time terdiri dari beberapa konsep
hari, minggu, atau bulan, seperti harian, mingguan, dan
bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real-time
yang tertunda, namun konsep aktualitas menjadi
pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu
memperoleh berita tersebut.
b. Tahap pembentukan konstruksi
a) Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana
pemberitaan telah sampai pada pembaca dan
pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di
masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung.
Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu
bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di
masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang
ada (tersaji) di media massa sebagai suatu realitas
kebenaran.

I 00 - Sosiologi Komunikasi
b) Kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap
generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk
menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah
karena pilihannya untuk menyediakan pikiran-
pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga,
menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan
konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung
pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan
hidup yang tak bisa dilepaskan.
c) Tahap pembentukan konstruksi citra.
Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana
konstruksi citra pada sebuah pemberitaan ataupun
bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi
citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh
orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media
massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan
redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada sebuah iklan
biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya
copy writer. Pembentukan konstruksi citra ialah bangunan
yang diinginkan oleh tahap-tahap konstruksi. Di mana
bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media
massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model good
news dan model bad news. Model good news adalah sebuah
konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu
pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Sedangkan
model bad news adalah sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra
buruk pada objek pemberitaan.
d) Tahap konfirmasi adalah tahapan ketika media massa
maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan
akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam

Sosiologi Komunikasi - l O I
tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini
perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi
terhadap alasan-alasannya konstruksi sosial. Sedangkan
bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga sebagai
bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan
bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.

Soal Latihan
1. Apa yang di maksud dengan perhatian perspektif ?
2. Bagaimana perspektif dapat digunakan dalam ilmu
sosial, khususnya ilmu komunikasai ?
3. Jelaskan dan gambarkan mengenai perspektif mekanistis!
4. Jelaskan dan gambarkan mengenai perspektif psikologis!
5. Jelaskan dan gambarkan mengenai perspektif pragmatis!
6. Jelaskan dan gambarkan mengenai perspektif
interaksionisme simbolik!
7. Dari keempat perspektif yang telah anda ketahui,
perspektif mana menurut anda paling cocok untuk
sosiologi komunikasi ? berikan alasanya!

I 02 - Sosiologi Komunikasi
BAB IV
INTERAKSI SIMBOLIK
SEBAGAI PERSPEKTIF
SOSIOLOGI KOMUNIKASI

A. Interaksionisme dalam Pandangan Mead


IDE kenyataan sosial yang rnuncul rnelalui proses
interaksi sangatlah penting dalarn teori interaksi simbolik.
Teori ini berhubungan dengan media simbol tempat interaksi
tetjadi. Dalam karya Mead, teori ini khususnya rneliputi
analisis rnengenai kemarnpuan rnanusia untuk menciptakan
dan rnemanipulasi simbol-simbol. Kemampuan untuk
berkornunikasi antar pribadi serta pikiran subjektif dan
interaksi antar pribadi sangat ditekankan, Realitas sosial
yang muncul dari interaksi ini dilihat sebagai realitas sosial
berwujud fisik_objektif yang merupakan pokok masalah

Sosiologi Komunikasi - I 03
dalam ilmu alam (fisika, biologi). Namun, kesadaran tentang
realitas fisik dan kemampuan untuk mengomunikasikannya
dihubungkan dengan simbol-simbol. Perhatian perspektif
interaksionisme simbolik seperti yang dikutip oleh Johnson
dalam Lawang (1986) terhadap subjektif sejajar dengan
tekanan Weber pada pemahaman arti subjektif dari tindakan
sosial individu. Teori interaksi simbolik tidak melihat
tingkat subjektif dengan cara yang sama seperti halnya
Weber, juga tidak didasarkan pada perspektif Weber secara
eksplisit. Weber bergerak lebih jauh melebihi analisis
tindakan individu dan arti subjektif untuk melihat pola
perubahan institusional dan budaya yang luas,
interaksionisme simboli.k. Sementara Simmel justru
memusatkan perhatiannya terutama pada interaksi antar
pribadi secara makro.
Teori interaksi simbolik dapat diperluas sampai tingkat
makro. Sifat institusi sosial yang besar yang secara sosial
sudah dibangun mungkin tidak sejelas seperti sifat dunia
permainan anak kecil. Tetapi, semua institusi sosial
dilakukan secara sosial. Artinya, mereka berpijak pada
definisi subjektif bersama yang dikembangkan melalui
interaksi. Misalnya, institusi sosial mengalami perubahan
bila ada perubahan dalam definisi subjektif atau pola
interaksi yang menjadi dasarnya. Beberapa perhatian utama
teori interaksi simbolik "adalah dinamika interaksi tatap
muka, saling ketergantungan yang erat antara konsep diri
individu dan pengalaman kelompok kecil, negosiasi tentang
norma bersama dan peran-peran individu, serta pola
interaksi dalam skala kecil.
Karena banyak elemen penting dalam teori interaksi
simbolik yang diambil dari karya rintisan George Herbert

I 04 - Sosiologi Komunikasi
Mead, tekanan utama bab ini adalah bahasan tentang
sumbangan Mead. Interaksionisme simbolik masa kini tidak
berupa teori terpadu atau komprehensif. Teori itu
merupakan teori kelompok referensi yang merupakan teori
yang kurang umum dibanding teori interaksionisme
simbolik. Tetapi, teori ini memusatkan perhatiannya pada
individu dan proses sosial tingkat mikro. Sosiologi
fenomenologis dan aliran etnometodologi yang berkembang
akhir-akhir ini juga sejalan dengan interaksionisme simbolik
dalam memusatkan perhatiannya pada proses subjektif dan
interaksi tingkat mikro yang menghasilkan definisi subjektif
tentang realitas sosial. Narnun, interaksionisme simbolik
merupakan perspektif utama dan paling umum pada masa
kini yang menganalisis saling ketergantungan antara
kesadaran subjektif dan pola interaksi di tingkat mikro.
Kita sering hanya merasakan realitas keadaan
sekeliling, padahal kita akan menemukan hidup sehari-hari
sebenamya banyak dilengkapi oleh beraneka macam simbol.
Kita berkecimpung dalam simbol dan tanda. Simbol
merupakan bagian yang integral dari hidup manusia. Kita
dapat membayangkan bila manusia hidup tanpa simbol.
Karena itu, Ernest Cassier, filsuf Kantien menurut Bakker
(1978), dikatakan sebagai seseorang yang menjuluki manusia
sebagai binatang yang menggunakan simbol (animal
simbolicum). Manusia bukan hanya makhluk yang berakal
budi (annual rationale), makhluk sosial, makhluk ekonomis,
melainkan juga makhluk bersimbol.
Warsay (1975) melukiskan paham interaksionisme
simbolik sebagai saingan besar terhadap paham
fungsionalisme struktural terutama dalam pengertian
struktur dan fungsi, sebuah pandangan yang telah menjalar

Sosiologi Komunikasi - 105


di kalangan sosiologi di Eropa. Pada masa
perkembangannya, paham interaksionisme simbolik ini
hadir sebagai saingan berbagai teori psikologi, misalnya
behaviorisme, psiko-analitik, dan psiko-kognitif.
Menurut Warsay, tekanan utama interaksionisme
simbolik terletak pada hubungan interaksi antara bahasa
sebagai simbol inieraksi dan peranan, sikap, serta self yang
terlihat dalam pikiran Blum.mer, Goffman Kuhn, New
Comb, Segent, dan Sarbin. Namun, interaksionisme simbolik
tetap memusatkan perhatiannya untuk mewujudkan adanya
interaksi proses sosial demi tercapainya kesamaan
pengertian (the common of meaning).
Susane K. Langer, seorang ahli simbol, dalam buku
Philosaphical Sketches (1964), yang dikutip Wibisono (1977),
mengemukakan ada dua cara pembedaan simbol, yaitu
formal dan ways of using simbots. Secara formal, ada dua
macam simbol: simbolisme preeentasional dan simbolisme
diskursif. Simbolisme diskursif adalah simbol yang dalam
penangkapannya menggunakan intelektual. Penyampaian
apa yang diungkapkannya tidak secara spontan, tetapi
secara beruntun. Bahasa adalah satu-satunya yang tergolong
dalam simbolisme diskursif. Simbolisme presentasional adalah
simbol yang cara penangkapannya tidak memerlukan
intelektual secara spontan; ia menghadirkan apa yang
dikandungnya. Simbol presentasional inilah yang lazim
dijumpai di alam, lukisan, tari-tarian, dan pahatan.
Kita dapat melihat dua aspek penting dari ungkapan
Langei tersebut, untuk memahami sesuatu dalam proses
interaksi sehingga bisa menangkap suatu makna, baik secara
intelek maupun spontan diperlukan alat bantu. Salah satu
peran penting dalam bentuk simbolisme itu adalah bahasa

I 06 - Sosiologi Komunikasi
verbal yang mengungkapkan makna dari sisi lain. Selain itu,
ada bahasa yang maknanya dapat ditangkap secara
nonverbal
Zastrow (1987) memperjelas pandangan
interaksionisme simbolik. la menekankan dalam proses
kehidupannya setiap hari, individu berinteraksi di antara
mereka dalam suatu struktur sistem yang luas. Sistem itu,
misalnya pendidikan, ekonomi, dan agama. Teori
interaksionisme simbolik memandang perilaku merupakan
hasil dari setiap individu sebagai hubungan sosial dengan
orang lain. la mengatakan kebutuhan manusia dapat
diinterpretasi atau didefinisikan melalui penggunaan simbol
yang mewakili kata-kata dalam sistem bahasa yang
dipelajari manusia. Mengapa harus bahasa yang
memadukan interaksi demi kesamaan pemahaman?
Wibisono (1977) mengemukakan gejala bahasa diakui
sebagai gejala yang sangat khas pada manusia. Setiap
manusia mempunyai bahasa. Tak seorang pun yang tidak
mempunyai bahasa. Berbeda dengan hewan yang paling
tinggi taraf perkembangannya, orang utan misalnya, tidak
mempunyai dan tidak memakai bahasa. Hewan memang
mengekspresikan emosi dan perangsang, namun itu sama
sekali tidak dapat dipersamakan sebagai bahasa. Apa yang
mereka ekspresikan adalah symptom of emotions, sedangkan
bahasa simbol ialah simbolis dari perasaan dan gagasannya.
Bahasa adalah a very high form of simbolism. Itulah sebabnya,
bahasa hanya ada pada diri manusia.

Sosiologi Komunikasi - l 07
Slmbol
i Bahasa

lndividu � lnteraksi
Lain++�++ ¢;J
1
SO$iaJ Konsensus
Sosial
· i

Ungbmgan

Gb. 3.1 Hakikat Proses Interaksi Simbolik dalam


Sosiologi Komunikasi
Interaksionisme simbolik melalui bahasa merupakan
dasar dari studi proses sosialisasi individu karena ia
merupakan bentuk dasamya. Pendekatan interaksionisme
simbolik juga menekankan setiap manusia adalah produk
kebudayaan yang di dalaminya terdapat hubungan sosial
yang membuat orang-orang terus berpartisipasi. Perilaku
seseorang ditentukan, antara lain, oleh interaksi yang sangat
unik. Kenyataan-kenyataan itu hams terlihat melalui simbol.
Hakikat interaksionisme simbolik terjadi ketika
seseorang berinteraksi dengan orang Iain yang berarti ia
beraksi dengan simbol-simbol, bukan dengan kenyataan.
Zastrow mengutip pendapat Sulivan, simbol
merupakan prinsip utama. Melalui simbol kita meletakkan
harapan kepada sesama. Sebuah simbol dari setiap objek,
kata, maupun kejadian, terdiri atas arti yang dapat
dipertukarkan bersama. Pengertian simbol merupakan
konsensus sosial atau persetujuan kelompok untuk
menerangkan sesuatu yang diwakili oleh simbol itu.

108 - Sosiologi Komunikasi


Kita menggunakan simbol karena ingin
menggambarkan sesuatu tidak secara fisik, namun dalam
bentuk non fisik. Pandangan ini sebenamya tidak berbeda
dengan pandangan John Locke dalam tulisannya, Essays on
Human Understanding. Ia mengatakan bahwa hubungan
antara manusia melalui bahasa dilihat dari pengertian kata
sebagai lambang dari sebuah konsep oleh seseorang
terhadap orang lainnya dalam berkomunikasi. Lambang-
lambang itu telah disepakati dalam perjanjian bersama yang
membentuk sebuah masyarakat.
Sebagian pikiran interaksionisme simbolik ini, seperti
yang ditunjukkan oleh Bierstad (1977) dan Littlejohn (1978),
diambil dari pikiran Cooley dan Mead. Inti pikiran itu
sebagai berikut. QA Kehidupan sosial merupakan kegiatan
yang dimulai dengan interaksi sosial.
1. Interaksi merupakan proses dalam pemecahan masalah
demi pemahaman perilaku seseorang.
2. Perilaku muncul ketika seseorang dengan orang
lain saling memberikan stimulus (rangsangan). Ada
pembagian hubungan atau perilaku aksi bersama yang
dikonstruk oleh seseorang dalam kebersamaan tersebut.
3. Self adalah penamaan, sekaligus peran, yang terlihat
dalam interaksi secara berkesinambungan yang diuji dan
dilihat objektivitasnya dalam interaksi yang terus-
menerus.
4. Dalam konsep makro, interaksionisme simbolik
menunjukkan kebudayaan, masyarakat, dan pranata
(kadang-kadang dalam kelompok kecil) yang terlihat
sebagai kategori yang terbatas pada hubungan antar
pribadi dan jaringan kerja.

Sosiologi Komunikasi - I 09
5. Interaksionisme simbolik rnerupakan metode pendekaian
yang rnernpelajari secara langsung proses interaksi dan
partisipasi observasi dari setiap orang yang
berkomunikasi.
Menurut DP. Fleve (1989: 29), perspektif
interaksionisme simbolik dapat diringkas menjadi sebagai
berikut:
1. Masyarakat dapat dipahami sebagai sistem yang
mernpunyai arti dan makna tertentu. Ini terjadi karena
setiap individu dalarn membagi isi hatinya berkaitan erat
dengan penggunaan sirnbol, seperti bahasa dalam
aktivitas kornunikasi antar pribadi. Aktivitas itu
diharapkan dapat membentuk pengertian bersama yang
dapat rnenjadi pedoman perilaku ke arah pola perilaku
yang bersifat tetap.
2. Pandangan perilaku tertentu rnemperlihatkan realitas
sosial, baik secara fisik rnaupun alarniah, yang
sebenamya dibentuk dari proses susunan pengertian. Ini
terjadi karena setiap orang, secara pribadi maupun
bersarna, ikut berpartisipasi dalarn interaksi secara
simbolis. Interaksi terhadap kenyataan itu umumnya
terjadi secara konvensional dan intemalisasi.
3. Perjanjian antar orang tentang ide-ide yang dimiliki, baik
bersama dengan orang lain maupun kepercayaan tentang
diri mereka, tidak lain merupakan_konstruksi pengertian
(pemaharnan) yang dibentuk oleh proses_interaksionisme
sirnbolik. Kepercayaan yang dirniliki seseorang terhadap
orang lain sangat penting dalam kenyataan kehidupan
sosial.
4. Norma-norma pribadi yang muncul dalam perilaku pada
situasi tertentu, pada dasarnya, dipandu oleh ciri khas

110 - Sosiologi Komunikasi


seseorang dalam menghubungkan pemahamannya
dengan situasinya. Perilaku sama sekali tidak otomatis
dikatakan merespons setiap rangsangan dari luar, tetapi
merupakan hasil konstruksi yang subjektif tentang diri
sendiri dan orang lain karena kebutuhan situasi sosial.

B. Perspektif pada Kelompok Rujukan


Tamotso Shibutani pernah menulis sebuah artikel
menarik yang betjudul Kompleksitas dan Dinamika dari
Perspektif Manusia. Secara umum, Shibutani menggambarkan
perspektif sebagai cara pandang terhadap dunia
berdasarkan pilihan sifat tertentu dari berbagai objek,
peristiwa, dan sifat manusia sendiri yang disukainya. Hanya
pada objek yang disukai dan sesuai dengan pilihan sifat
seseorang sajalah objek itu dipandang. ltulah perspektif.
Dari sini sebenarnya terlihat perspektif yang dimiliki
seseorang terbentuk seperti matrik melalui apa yang
diterima seseorang dari kondisi lingkungannya. Ketika
mengamati suasana sekelilingnya, perilaku itu relatif stabil.
la bisa ditentukan, bahkan diramalkan.
Menurut Shibutani, skema kognisi seseorang sangat
ditentukan oleh berbagai pengalaman yang
membimbingnya. Skema budaya seseorang, secara
konvensional, dipengaruhi oleh tindakan yang bersifat real
(nyata), peninggalan artefak (simbol), dan karakteristik
lainnya dari masyarakat tertentu. Memahami kebudayaan
berarti memahami aksi-tindakan seseorang. Itulah
pentingnya memahami budaya yang dinamis untuk dapat
mendefinisikan kembali interaksi yang akan menghasilkan
komunikasi. Ini berarti setiap individu membimbing dirinya

Sosiologi Komunikasi - 111


melalui pemindahan perspektif dengan siapa mereka
berkomunikasi dan lingkungan budayanya.
Kelompok rujukan, menurut Shibutani, adalah
kelompok sosial yang menjadi ukuran atau standar bagi
seseorang dalam membentuk pribadi dan perilakunya,
meskipun orang itu tidak secara fisik menjadi anggota dari
kelompok tersebut. Dengan perkataan lain, seseorang tidak
menjadi anggota dalam organisasi atau kelompok
(membership) itu secara fisik, tetapi hanya
mengidentifikasikan diri dengan kelompok yang dirujuk itu.
Dari kelompok rujukan itu, muncul berbagai norma,
nilai, dan perilaku yang berbentuk simbol-simbol tertentu.
Ini sangat mempengaruhi interaksi orang itu dengan
sesamanya. Shibutani menyebutkan dua tipe umum dari
. kelompok rujukan: (a) kelompok bertipe normatif yang
menentukan dasar-dasar kepribadian seseorang; dan (b)
kelompok bertipe komparatif yang merupakan pegangan
bagi individu dalam menilai kepribadiannya.
Terhadap kelompok rujukan itu, seseorang berusaha
memberikan dan membagi berbagai pesan dalam rangka
pembentukan skema kognisinya. Shibutani, secara tegas,
mengatakan keberadaan manusia ditandai oleh upaya
mempelajari sesuatu melalui dunia sosial (masyarakat
kelompok rujukan), belajar melalui komunikasi
(interaksionisme simbolik) yang menempatkan perspektif
jaringan konseptual-simbolis dan budaya dari tiap orang.
Situasi di sekeliling tiap orang itulah yang sangat
mempengaruhi perilaku dan perspektifnya.
Shibutani berkesimpulan bahwa hakikat dan sifat
masyarakat ada dalam jaringan interaksi simbolik yang
diciptakan. Masyarakat terbentuk oleh individu-individu

112 - Sosiologi Komunikasi


yang berinteraksi, bcrkomunikasi, berbagi dan bertukar
perspektif, simbol-sirnbol, dan budaya. Dalam arti luas,
melalui pernbagian sirnbol-simbol budaya, setiap orang
dapat menjadi dan merasa terlibat dengan orang lain melalui
proses interaksi.
Untuk sekedar gambaran asal mula paham interaksi
simbolik ini, dapat digambarkan melalui pohon perspektif
inleraksionisme simbolik yang dikernbangkan oleh George
Herbert Mead di satu sisi, dan di sisi Iain oleh John Dewey,
James, Thomas, dan Cooley. Dari keduanya, model ini
clipopuJerkan oleh Herbert Blumer dkk., yaitu scbagai
berikut:

G.H. Mead Dewey, Cooley

...
Blumer dklc .

Pcrspektif Iaterakslouismc
simbolik


Teori 'Labelling' Etnomcthodologi

Paudangan dalam sosiologi, tcnnasuk psikologi sosiel, studi


tentang sosiulisasi, & perilaku kclektif

Gb.3.2 Pohon Perspektif Interaksionisrne Simbolik


lalam Charon (1979: 28)

Sosiologi Komunikasi - 113


C. Masalah Perspektif, Sikap, dan Perilaku
Pengertian perspektif sering dikacaukan dengan
pengertian sikap dan perilaku. Perspektif adalah cara
pandang dan pengambilan sudut pandang yang
mempengaruhi seseorang untuk melihat suatu peristiwa
dari sudut tertentu. Perspektif juga dapat diartikan sebagai
unit yang koherensi dari asumsi atau kepercayaan tentang
penekanan terhadap suatu gejala. Lalu, apakah sikap itu?
Sikap merupakan kecenderungan untuk merespons
atau menanggapi sesuatu dengan cara tertentu dan
membedakannya dengan yang lain. Sikap lebih merupakan
pemyataan atau keputusan untuk menunjukkan
kecenderungan terhadap objek (orang, peristiwa, atau
kejadian tertentu) dalam bentuk penilaian. Penilaian itu,
misalnya, bersifat suka dan tidak suka (like and dislike),
senang dan tidak senang, benar atau salah, dan cepat atau
lambat. Jelasnya, suatu penilaian bersifat kontinu dari suatu
kutub terhadap kutub lainnya. Sikap itu merupakan reaksi
atau respons terhadap setiap rangsangan atau stimulus yang
datang. Sikap menerima itu dinyatakan dalam
kecenderungan evaluatif dalam skala tersebut. Berdasarkan
kecenderungan itu, perilaku seseorang dapat dipengaruhi
untuk menuju objek, orang, peristiwa, atau isu tertentu.
Berdasarkan pengertian itu, terlihat jelas perspektif dan
sikap dapat disamaartikan. Namun demikian, kita harus
membedakan kedua pengertian mendasar yang dimiliki oleh
masing-masing.
Sikap dan perspektif sama-sama mengacu pada suatu
objek. Namun, sikap lebih cenderung untuk didekati sebagai
sesuatu yang relatif tetap dan sukar berubah apalagi bila hal
itu sudah cukup melekat pada orang yang memilikinya.

114 - Sosiologi Komunikasi


Sikap yang dimiliki seorang terjadi karena konsistensi
terhadap seluruh organisme yang dimiliki. la tanggap pada
setiap situasi dan telah menetap sebagai sebuah perangai.
Sikap menjadi tanggapan yang membatasi dan menentukan
perilaku seseorang. la relatif bisa bertahan pada situasi apa
saja. Sebaliknya, perspektif tidak bersifat demikian.
Perspektif merupakan konseptualisasi yang bersifat
dinamis. la terus berubah bergantung pada situasi dan
kondisi. Konseptualisasi itulah yang akan membimbing
seseorang untuk menginterpretasi Interaksi Simbolik sebagai
Perspektif Sosiologi-Komunikasi dan bertindak yang disusul
oleh interaksi. Keadaan ini tidak konsisten pada setiap
orang. Tetapi, perspektif, sikap, dan perilaku sangat
dipengaruhi oleh kelompok rujukan. Meskipun demikian,
setiap individu berhak menentukan dengan cara apa mereka
terkait atau berinteraksi dengan orang lain secara tetap dan
bertahan pada kecenderungan untuk berperilaku. Untuk itu,
perspektif kelompok rujukan pada perspektif, sikap, dan
perilaku dapat digambarkan sebagai berikut:

Sosiologi Komunikasi - 115


Perspektlf lndlvldu
Skema kognlsl

Tlpe Normatlf Tlpe Perbandlngan

Gb. J. J Perspektif pada I<elompok Rujukan

Untuk lebih jelasnya, hubungan antara perspektif, sikap, dan


erilaku dapat digambarkan sebagai berikut:

Gb. 3.4 Hubungan Antara Perspektif, Sikap, dan Perilaku

D. Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami
oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya
dan sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat kehidupan
masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-
unsur ekstemal meninggalkan pola-pola kehidupan,
budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri
atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan
sistem sosial yang baru .
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota
masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan
sistem sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-

116 - Sosiologi Komunikasi


unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial
dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh
kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual,
kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami
perubahan.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut
aspek-aspek sebagai berikut, yaitu; perubahan pola pikir
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, perubahan
budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap
masyarakat menyangkut persoalan sikap masyarakat
terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya di sekitamya
yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru
yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang
modem. Contohnya, sikap terhadap pekerjaan bahwa
konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan adalah sektor
formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerjaan
dibagi menjadi dua, yaitu sektor formal dan informal. Saat
ini terjadi perubahan terhadap konsep kerja lama di mana
konsep pekerjaan tidak lagi hanya pada sektor formal
(menjadi pegawai negeri), akan tetapi dikonsepkan sebagai
sektor yang menghasilkan pendapatan maksimal. Dengan
demikian, maka bekerja tidak saja di sektor formal, akan
tetapi di mana saja yang penting menghasilkan uang yang
maksimal, dengan demikian
Konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di
pemerintahan, sektor swasta yaitu beketja di perusahaan
swasta besar, sektor informal yaitu bekerja di sektor
informal seperti wiraswasta kecil, kaki lima, LSM dan
sebagainya, serta sektor lepas yaitu bekerja pada berbagai
bidang secara kontrakan di berbagai kegiatan, proyek dan
sebagainya. Kedua, perubahan perilaku masyarakat

Sosiologi Komunikasi - 117


menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, di
mana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan
menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku
pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Apabila
pada sistem lama, ukuran-ukuran kinerja hanya dilihat dari
aspek output dan proses tanpa harus mengukur sampai di
mana output dan proses itu dicapai, maka pada sistem sosial
yang baru sebuah lembaga atau instansi diukur sampai pada
tingkat kinerja output dan proses itu, yaitu dengan
menggunakan standar sertifikasi seperti BAN-Pr pada
perguruan tinggi dan sertifikasi ISO pada lembaga-lembaga
umum termasuk perguruan tinggi. Ketiga, perubahan
budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang
digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, karya
fotografi, karya film, teknologi, dan sebagainya yang terus
berubah dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan
masyarakat.

118 - Sosiologi Komunikasi


SKEMAl
TAHAPAN TRANSISI SOSIOLOGIS

Postmodern l
I Modem I/
Transill ·I /

Tmdilional I -:
'
Agrolmltural
•\
I/
y. -Mnitif
/

Masyarakat memulai kehidupan mereka pada suatu


fase yang disebut primitif di mana manusia hidup secara
terisolir dan ber-pindah-pindah disesuaikan dengan
lingkungan alam dan sumber makanan yang tersedia.
Manusia saat ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil
(band) dan terpisah dengan kelompok manusia lain-nya.
Fase berikutnya adalah fase agrokultural, ketika
lingkungan alam mulai tidak lagi mampu memberi
dukungan terhadap manusia, termasuk juga karena populasi
manusia mulai banyak, maka pilihan budayanya adalah
bercocok tanam di suatu tempat dan memanen hasil
pertanian itu serta berburu untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pada fase ini budaya berpindah-pindah masih
tetap digunakan walaupun pada skala waktu yang relatif
lebih lama.

Sosiologi Komunikasi - 119


Fase tradisional dijalani oleh masyarakat dengan
hidup secara menetap di suatu tempat yang dianggap
strategis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup
masyarakat, seperti di pinggir sungai, di pantai, di lereng
bu.kit, di dataran tinggi, di daratan rendah yang datar, dan
sebagainya. Pada fase ini kita mulai mengenal kata 'desa' di
mana beberapa band (kelompok kecil masyarakat) memilih
menetap dan saling berinteraksi satu dan lainnya sehingga
menjadi kelompok besar dan menjadi komunitas desa,
mengembangkan budaya dan tradisi internal serta membina
hubungan dengan masyarakat di sekitamya.
Pada fase transisi, kehidupan desa sudah sangat maju,
isolasi kehidupan hampir tidak ditemukan lagi dalam skala
luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk masyarakat
desa tertentu masih menjadi masalah. Penggunaan media
informasi sudah hampir merata. Namun secara geografis,
masyarakat transisi berada dipinggiran kota serta hidup
mereka masih secara tradisional, termasuk pola pikir dan
sistem sosial lama masih silih berganti digunakan dan
mengalami penyesuaian dengan hal-hal yang baru dan
inovatif. Dengan demikian, maka umumnya masyarakat
transisi bersifat mendua atau ambigu terhadap sikap,
pandangan, dan perilaku mereka sehari-hari. Pola pikir
masyarakat masih tradisional dan masih memelihara
kekerabatan namun perilaku masyarakat sudah terlihat
individualis. Sesuatu yang masih dominan dalam kehidupan
masyarakat ini adalah proses asimilasi budaya dan sosial
yang belum tuntas dan terlihat masih canggung di semua
level masyarakat.
Fase modern ditandai dengan peningkatan kualitas
perubahan sosial yang lebih jelas meninggalkan fase transisi.

I 20 - Sosiologi Komunikasi
Kehidupan masyarakat sudah kosmopolitan dengan
kehidupan individual yang sangat menonjol,
profesionalisme di segala bidang dan penghargaan terhadap
profesi menjadi kunci hubungan-hubungan sosial di antara
elemen masyarakat. Di sisi lain, sekularisme menjadi sangat
dominan dalam sistem religi dan kontrol sosial masyarakat
serta sistem kekerabatan mulai diabaikan. Anggota
masyarakat hidup dalam sistem yang sudah organik, kaku,
dan hubungan-hubungan sosial ditentukan berdasarkan
pada kepentingan masing-masing elemen masyarakat.
Masyarakat modem umumnya berpendidikan relatif lebih
tinggi dari masyarakat transisi sehingga memili.ki tingkat
pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang lebih
rasional dari semua tahapan kehidupan masyarakat
sebelumnya, walaupun kadang pendidikan formal saja tidak
cukup untuk rnengantarkan masyarakat pada tingkat
pengetahuan dan pola pikir semacam itu. Secara demografis,
masyarakat modem menempati lingkungan perkotaan yang
cenderung gersang dan jauh dari situasi yang sejuk dan
rindang, ditambah lagi karena kehidupan mereka yang serba
mekanik sepanjang minggu sehingga masyarakat kota
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan
rekreasi di akhir minggu untuk rileks dan melepaskan
kepenatan.
Pase postmodern adalah sebuah fase perkembangan
masyarakat yang pertama-tama dikenal di Amerika Serikat
pada akhir tahun 1980-an. Di Indonesia ciri masyarakat
postmodern dideteksi ada sejak tahun 1990-an. Masyarakat
postmodern sesunggunnya adalah masyarakat modem yang
secara finansial, pengetahuan/ relasi, dan sernua prasyarat
sebagai masyarakat modem sudah dilampauinya. Walaupun

Sosiologi Komunikasi - 121


terkadang ada satu dua masyarakat modem yang terlihat
memiliki ciri postmodern walaupun belum memiliki
kemampuan tersebut, namun hal itu her sifat temporer dan
meniru-niru kelompok lain yang lebih mapan. Jadi,
masyarakat postmodern adalah masyarakat modern dengan
kelebihan-kelebihan tertentu di mana kelebihan-kelebihan
itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-
pandangan mereka terhadap diri dan lingkungan sosial
yang berbeda dengan masyarakat modern atau masyarakat
sebelum itu. Sifat-sifat yang menonjol dari masyarakat
postmodern adalah:
(a) Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan
mereka yang terus bergerak dari satu tempat ke tempat
lain menyebabkan orang sulit menemukan mereka
secara ajeg termasuk dapat mendeteksi di mana tempat
tinggal menetapnya. Hal ini di-sebabkan karena
kesibukan mereka dengan berbagai usaha dan bisnis,
akhimya mereka bisa saja memiliki rumah di mana-
mana di dunia ini.
(b) Secara sosiologis mereka berada pada titik nadir, antara
struktur dan agen, yaitu pada kondisi tertentu orang
postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi
lain ia mengekspresikan dirinya sebagai agen yang
mereproduksi struktur atau paling tidak agen yang
terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal tersebut,
maka berdasarkan pengamatan "orang luar'' se-
sungguhnya pribadi postmodern adalah pribadi yang
secara permanen ambivalensia atau mereka yang
ambigu dalam pilih-an-pilihan hidup mereka. Namun
sesungguhnya pada pribadi-pribadi postmodern ha]
tersebut adalah pilihan-pilihan hidup yang demokratis

122 - Sosio]ogi Komunikasi


dan ekspresi dari kebebasan pribadi orang-orang
kosmopolitan.
(c) Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi,
dan kegemaran mereka melebihi apa yang mereka
anggap berharga dalam hidup mereka, dengan
demikian kegemaran spesifik mereka menjadi aneh-
aneh dan unik.
(d) Kehidupan pribadi yang bebas menyebabkan orang-
orang post modem menjadi sangat sekuler, memiliki
pemahaman nilai-nilai sosial yang subjektif dan liberal
sehingga cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh
komunitas masyarakat dan agama serta berbagai
pandangan politik sekalipun.
(e) Pemahaman orang postmodern yang bebas pula
menyebabkan mereka cenderung melakukan gerakan
back to nature, back to village, back to traditional atau
bahkan back to religi, namun karena pemahaman mereka
yang luas tentang persoalan kehidupan, maka "gerakan
kembali" itu memiliki perspektif yang berbeda dengan
orang lain yang selama i.ni sudah dan sedang ada di
wilayah tersebut.
Secara hierarkis perubahan sosial memiliki tingkatan
yang sederhana di tingkat individu sampai pada perubahan
sosial yang rumit di tingkat dunia. Laurer (2001: 6) membuat
sistematika perubahan sebagai berikut:

TABELt
TINGKAT ANALISIS PERUBAHAN SOSIAL
TINGKAT WAKIL KAWASAN WAWL UNIT-UNIT
ANALISIS STU DI STUDI
Organisasi Internasional;
Global GNP; data perdagangan
ketimpangan

Sosiologi Komunikasi - 123


intemasional
Lingkungan hidup
Inovasi ilmiah, kesenian
peradaban atau pola-pola
dan
inovasi Iain-lain; institusi
Peradaban inovasi Iain-lain; institusi
perubahan lain;
sosial
sosial evolusioner,
dialektika
Kebudayaan; materiil; Teknologi; ideologi; nilai-
Kebudayaan
non-materiil nilai
Pendapatan;kekuasaan
Sistem stratifikasi; dan gengsi, peran; tingkat
Masyarakat struktur; demografi, migrasi, tingkat
masalah sosial pembunuhan dan
sebagainya
Pendapatan; kekuasaan
Sistem stratifikasi; dan gengsi, peran;
Komunitasi struktur; demografi, pertumbuhan penduduk.
masalah sosial tingkat pembunuhan
dan sebagainya
Pendapatan keluarga;
pola pemilihan umum;
Ekonomi; pemerintahan;
jamaah gereja dan masjid;
Institusi agama; perkawinan dan
tingkat perceraian;
keluarga; pendidikan
proporsi pen-duduk di
perguruan tinggi
; Peranan; klik
Struktur; pola interaksi persahabatan
Organisasi struktur kekuasaan; pro - administrasi; tingkat
duktivitas produksi; output
perpekerja
Jumlah konflik; kompetisi
atau kedekatan; identitas
Tipe interaksi;
Interaksi keseringan dan
komunikasi
kejarangan partisipasi
interaksi
Keyakinan mengenai
Peradaban Sikap berbagai persoalan;
aspirasi

124 - Sosiologi Komunikasi


Berdasarkan tabel perubahan sosial di atas
menunjukkan bahwa selain perubahan sosial itu terjadi
secara vertikal, namun implikasi dari perubahan sosial
vertikal itu mengubah semua aspek dalam kehidupan
manusia, masyarakat, dan dunia serta semua kehidupan
sosial mereka yang umumnya terjadi tidak saja vertikal
namun juga horizontal bahkan membentuk pola-pola
perubahan lainnya, seperti memutar (siklus), mengulang
(repetition), memecah, menyatu (diffusion), dan sebagainya.

E. BUDAYAMASSADANBUDAYAPOPULER
Menurut Dennis McQuail (1994: 31), kata massa
berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif
dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan
kerumunan (mob), atau orang banyak yang tidak teratur,
bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan dan rasionalitas.
Makna positif, yaitu massa memiliki arti kekuatan dan
solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai
tujuan kolektif.
Sehubungan dengan makna komunikasi terutama
komunikasi massa, makna kata massa mengacu pada
kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen-komponennya
sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan
demikian, maka massa sama dengan suatu kumpulan orang
banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas.
Blumer (1939) dalam McQuail (2002:41),
mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang
mengandung arti massa, yaitu:
1. Anggota massa adalah orang-orang dari posisi kelas
sosial yang berbeda, jenis pekerjaan yang berlainan,

Sosiologi Komunikasi - 125


dengan latar belakang budaya yang bermacam-macam,
serta tingkat kekayaan yang beraneka atau berasal dari
segala lapisan kehidupan dan dari seluruh tingkatan
sosial.
2. Massa terdiri dari individu-individu yang anonim.
3. Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama
lainnya dan hanya terdapat sedikit interaksi atau
penukaran pengalaman antar anggota-anggota massa
dimaksud.
4. Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar,
dan tidak mampu untuk bertindak bersama atau secara
kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan (crowd).
Secara umum pengertian massa ditandai dengan:
(a) Kurang memiliki kesadaran diri.
(b) Kurang memiliki identitas diri.
(c) Tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisir
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
(d) Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan
berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula.
(e) Massa tidak bertindak dengan dirinya sendiri, tetapi
dikooptasi untuk melakukan suatu tindakan.
(f) Meski anggotanya heterogen, dan dari semua lapisan
sosial, massa selalu bersikap sama dan berbuat sesuai
dengan persepsi orang yang akan mengkooptasi
mereka.
Kata massa juga sering kali digunakan untuk
menyebutkan kata konsumen di pasar massal, sejumlah
besar pemilih dalam pemilu. Konsep massa kemudian
mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan
"masyarakat massa" (the mass society}. Menurut McQuail

126 - Sosiologi Komunikasi


(2002: 39), massa ditandai oleh (1) memiliki agregat yang
besar; (2) tidak dapat dibedakan; (3) cenderung berpikir
negatif; (4) sulit diperintah atau diorganisasi; dan (5) refleksi
dari khalayak massa.
Media massa adalah institusi yang menghubungkan
seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan
melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara
spesifik institusi media massa adalah (1) sebagai saluran
produksi dan distribusi konten simbolis; (2) sebagai institusi
publik yang bekerja sesuai aturan yang ada; (3) keikusertaan
baik sebagai pengirim a tau penerima adalah sukarela; ( 4)
menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan (5)
media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan
(McQuail, 2002: 15).
Kehidupan masyarakat kota, pada urnumnya, satu
sama lain tidak saling mengenal dan interaksi-interaksi
mereka didasari oleh kepentingan dan kebutuhan yang
dilandasi pada hubungan sekunder, sehingga secara real
media massa telah menjadi salah satu kebutuhan dalam
berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan
lainnya.
Namun penggunaan media massa berbeda dengan
komunikasi antar pribadi. Media massa membutuhkan
persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama adalah orang
harus bisa membaca, sebelum mengonsumsi surat kabar
atau majalah. Kedua, orang harus memiliki pesawat radio
atau televisi, bila akan mengikuti siarannya, atau punya
uang untuk beli karcis bila akan menonton film. Ketiga,
kebiasaan memanfaatkan media (media habit). Untuk
menjadi kha-layak media massa, maka ketiganya perlu

Sosiologi Komunikasi - 127


dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak, maka mereka tidak
bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.
Dalam penyampaian berbagai produk tayangan,
media massa berupaya menyesuaikan dengan khalayaknya
yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural, dan
lainnya. Produk media pun pada akhirnya dibentuk
sedemikian rupa, sehingga mampu di-terima oleh banyak
orang. Di sisi lain, media juga sering kali menyajikan berita,
film, dan informasi lain dari berbagai negara sebagai upaya
media memberikan pilihan yang memuaskan bagi
khalayaknya. Produk media baik yang berupa berita,
program keluarga, kuis, film dan sebagainya, disebut
sebagai upaya massa yaitu karya budaya.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seri hiburan ini
banyak diproduksi media untuk menarik sebanyak mungkin
khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan
khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan
komersial media yang kini masuk sebagai industri yang
membutuhkan dana besar melalui iklannya. Budaya massa
dibentuk disebabkan:
1. Tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan
karya yang banyak dalam tempo singkat. Maka si
pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam
tempo singkat, tak sempat lagi berpikir, dan dengan
secepatnya menyelesaikan karyanya. Mereka memiliki
target produksi yang harus dicapai dalam waktu tertentu.
2. Karena massa budaya cenderung 'latah' menyulap atau
meniru segala sesuatu yang sedang naik daun atau laris,
sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan
sebesar-besamya.

J 28 - Sosiologi Komunikasi
Pada urnumnya budaya massa dipengaruhi oleh
budaya populer. Pemikiran tentang budaya populer
menurut Ben Agger (1992; 24) dapat dikelompokkan pada
empat aliran (a) budaya dibangun berdasarkan kesenangan
namun tidak substansial dan mengentaskan orang dari
kejenuhan ketja sepanjang hari; (b) Kebudayaan populer
menghancurkan nilai budaya tradisional; (c) kebudayaan
menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx
kapitalis; dan ( d) kebudayaan populer merupakan budaya
yang menetes dari atas.
Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan
masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang
atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega
bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah,
perawatan tubuh, dan semacamnya.
Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan,
maka budaya itu umurnnya menempatkan unsur populer
sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh
kekuatannya manakala media masa digunakan sebagai by
pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Seperti Kapten
Medison Avenue yang mengguna-kan media untuk menjual
produk melalui studio dan televisi (Ben Agger, 1992; 24).
Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu
budaya dengan budaya lainnya. Budaya yang memiliki nilai
tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di
bawahnya. Namun dalam budaya populer, 'perangkat
media massa' seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan
jumalistik akan menuntun perkembangan budaya pada
'erosi nilai budaya'. Sedangkan kelompok konservatif seperti
Edmund Burke mengatakannya dengan 'erosi peradaban
berharga'. Sedangkan Allan Bloom dalam bukunya The

Sosiologi Komunikasi - 129


Clossing of The American Mind mengartikulasikan
pemahaman kaum neo konservatif, di mana paham ini
menyalahkan kebudayaan baru sebagai yang merusak
kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak hanya
secara langsung disalahkan bagi penantang inteligensia
publik dan melemahkan keadaan normal, namun justru
kritik neo konservatif semakin memperkeruh suasana
dengan tidak menunjukkan sikap penyelamatan terhadap
budaya tradisional (Ben Agger, 1992;27).
Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif
terus menyerang kebudayaan populer, namun anehnya
kekuatan budaya populer semakin kuat dengan begitu besar
pengaruhnya kepada miliaran manusia. Dan anehnya pula
kebudayaan populer lebih banyak berpengaruh pada
kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi
masyarakat dan kebudayaan, padahal budaya populer terus
menjadi kontradiksi dan perdebatan (Ben Agger, 1992; 28)
Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite
dalam masayarakat tertentu. Sejauh itu pula budaya populer
dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta pengaruhnya
yang lebih dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan
antara modemisasi dan posmodemisasi. Begitu pula
pertarungan konseptual antara kebudayaan tinggi dan
kebudayaan pop. Pertanyaan itu juga ditujukan kepada
bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan
dorongan pembebasan dari kebudayaan populer. Dengan
kata lain kekuatan hegemonisasi budaya menguasai unsur-
unsur penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa budaya populer
lebih banyak mempertontonkan sisi hiburan, yang
kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Dyer

130 - Sosiologi Komunikasi


(During,, 1993; 271-272), mengatakan hiburan merupakan
kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh
struktur kapitalis. Hiburan menyatu dengan makna-makna
hiburan dan saat ini didominasi oleh musik. Saat ini musik
merupakan perangkat hiburan yang lengkap yang
dipadukan dengan berbagai seni lainnya. Hampir tidak
dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran
musik, sebaliknya musik menjadi sebuah bangunan hiburan
yang besar clan paling lengkap. Sehingga komposit dunia
musik menjadi sebuah seni pertunjukan profesional yang
menghasilkan uang dan menciptakan lapangan ketja yang
luas.
Menurut Richard Dyers (During, 1993; 271-272),
hiburan merupakan respons emosi jiwa dan perkembangan
implikasi emosi diri, merupakan suatu tanda keinginan
manusia yang meronta-ronta ingin ditanggapi dengan
memenuhinya.
Prinsip-prinsip yang menonjol dalam hiburan adalah
kesenangan yang tertanam dan menjelma dalam kehidupan
manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma
membentuk budaya manusia. Dan akhirnya kesenangan itu
menjadi larut dalam kebutuhan manusia yang lebih besar,
bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia.
Kesenangan juga membuat manusia manja dan terbiasa
dengan kehidupan yang aduhai dan serba mengagumkan.
Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa
manusia dalam dunia yang serba tipuan. Maksudnya,
kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang Iebih konkret
dari apa yang dipetjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan
di saat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi oleh industri,
maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana.

Sosiologi Komunikasi - 131


Contohnya, teknologi film telah sampai pada tingkat di
mana kefanaan menjadi sesuatu yang dapat ditangkap oleh
indera manusia sebagai kenyataan konkrit. Kemajuan
teknologi telekomunikasi telah membentuk dunia ini sekecil
telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara
menjadi musnah. Kekuasaan tertinggi di dunia ini tidak lagi
terletak pada kepemilikan, akan tetapi pada penguasaan.
Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya
telah menjelma menjadi industri. Pada konteks ini, Theodore
Adorno dan Max Horkheimer mengatakah budaya industri
adalah media tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya
kepribadian yang tulus seperti kemampuan
menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah
berubah menjadi alat industri serta menjadi produk standar
ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah
proses reproduksi kepuasaan manusia dalam media tipuan.
Hampir tidak ada lagi perbedaan antara kehidupan nyata
dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang
menggunakan efek suara dengan tingkat ilusi yang
sempuma sehingga tak terkesan imajinatif (Simon During,
1993; 31).
Proses reprod uksi juga tetjadi pada saat budaya
hiburan mampu mereprod uksi tatanan baru dalam interaksi
individu dan keluarga di masyarakat. Umpamanya
bagaimana sebuah Telenovela mampu mereproduksi
hubungan perselingkuhan sebagai bagian yang dulu ditolak
masyarakat, saat ini menjadi samar-samar. Keadaan serupa
juga tergambarkan secara gamblang dalam film-film
Hollywood tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan
homo-seksual. Bukti reproduksi sosial itu tergambarkan di
saat film sejenis reproduksi homoseksual itu justru menjadi

132 - Sosiologi Komunikasi


film terbaik dan memperoleh Piala Oscar 2006. Kehidupan
seksual sejenis yang ditakuti oleh umumnya keluarga,
menjadi sesuatu yang tidak termasuk sebagai bahan
pertimbangan dalam penilain baik-buruk sebuah karya seni.
Artinya, dalam budaya hiburan, makna bisa saja terlepas
dari nilai sebuah benda, dan nilai begitu tidak penting di
saat berhadapan dengan makna benda tersebut.
Para sejarawan begitu sulit menentukan kaidah-kaidah
dasar tentang kesalahan, sama susahnya dengan
menentukan kaidah-kaidah dasar mengenai kebenaran.
Kemerdekaan pribadi menjadi ukuran utama dan dalam
dunia postmodern, ukuran ini menjadi semakin tidak jelas
(During, 1993; 34-35).

F. Efek Media Massa Pada Masyarakat


Dampak, pengaruh, atau yang juga sering disebut efek
media massa merupakan salah satu dari berbagai topik yang
sering mendapat perhatian dari para pakar dan peneliti di
bidang komunikasi. Secara umum, efek media oleh para ahli
biasanya diartikan sebagai apa yang terjadi akibat
konsekuensi langsung penggunaan media massa, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja. Menurut jangka waktu
terjadinya, efek media massa bisa dibedakan menjadi dua,
yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Menurut sifat
penerimaannya oleh khalayak, efek tersebut juga bisa
dibedakan menjadi dua yaitu disengaja atau disadari dan
tidak disengaja atau tidak disadari. Efek media massa juga
dapat dilihat dari segi tingkatan; individual, kelompok atau
organisasi, lembaga sosial, masyarakat secara keseluruhan,
dan budaya, dan dilihat dari segi jenisnya; kognitif

Sosiologi Komunikasi - 133


(pengetahuan, pendapat), afektif (sikap dan perasaan), dan
perilaku (Gayatri, 1998).
Menurut sejarah perkembangannya, konsepsi pertama
mengenai efek media massa yang dikemukakan para ahli
adalah teori peluru (the bullet theory), teori jarum hypodermis
(hypodermic neddle theorf), atau teori mekanistik stimulus-
respon (the mechanistic S-R theonJ). Teori-teori ini dilandasi
oleh pandangan urnurn yang dipengaruhi oleh kekuatan
propaganda pada masa Perang Dunia I sampai dengan
beberapa saat sebelum Perang Dunia II ketika sebagian besar
masyarakat merasa kuatir terhadap pengaruh propaganda
gaya Hitler terhadap Amerika Serikat melalui komunikasi
massa. Meskipun demikian, sejak awal perkembangannya
penelitian efek komunikasi massa tidak menghasilkan bukti
empiris yang mendukung kebenaran teori tersebut.
Sebaliknya, bukti-bukti empiris hasil penelitian para ahli
justru lebih banyak mendukung model efek terbatas, yang
dengan jelas dikemukakan Joseph Klapper dalam bukunya
"The Effect of Mass Communication" (1960). Sebagian dari
generalisasi yang disusun Klapper mengenai efek
komunikasi massa adalah sebagai berikut: (1) Komunikasi
massa biasanya tidak selalu menjadi penyebab utama
terjadinya efek pada khalayak, tetapi cenderung berfungsi di
antara dan melalui faktor dan pengaruh-pengaruh lain yang
mengantarai; (2) Faktor-faktor yang mengantarai terjadinya
efek tersebut adalah faktor-faktor yang biasanya merupakan
pendukung komunikasi massa, tetapi bukan merupakan
penyebab satu-satunya, dalam proses memperkuat kondisi
yang sudah ada. Faktor-faktor tersebut menurut Klapper di
antaranya termasuk proses-proses selektif (persepsi selektif,

134 - Sosiologi Komunikasi


terpaan selektif, dan retensi selektif), proses-proses dan
norma-norma kelompok dan kepemimpinan komunikasi.
Pengukuran efek media massa pada dasamya sangat
kompleks. Kompleksitas pengukuran media massa,
termasuk TV, secara umum dapat dikelompokkan menurut
SIAPA yang dipengaruhi, APA yang dirubah,
BAGAIMANA proses terjadinya efek, dan KAPAN efek
tersebut terjadi. Menurut Jack M. McLeod dan Byron Reeves
(dalam Gayatri, 1998), khusus untuk studi-studi lapangan
non eksperimental, "siapa" yang terkena efek media sering
menjadi tidak jelas; cukup sering efek media diukur dari
aspek khalayak (ditingkat mikro), tetapi kesimpulan
mengenai efek tersebut dibuat dalarn kaitannya dengan
masyarakat yang lebih besar (di tingkat makro). Di samping
itu, pengukuran efek media massa kadang-kadang menjadi
sulit dilakukan karena tidak dapat diketahui hanya dari
perubahan-perubahan perilaku individual saja. McLeod dan
Reeves juga menjelaskan pengukuran dampak media massa
menjadi semakin kompleks karena efek media pada
dasamya tidak sama pada setiap orang, tetapi sebagaimana
ditunjukkan oleh hasil sejumlah penelitian efek pesan media
tidak mempunyai dampak langsung atau silang karena
terjadinya sering disebabkan oleh adanya variabel ketiga
yang bersifat "kondisional", "mendukung", "mengantari",
atau justru yang ikut berpengaruh pada saat yang sama.
Di Indonesia, penelitian dampak siaran TV
kebanyakan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
peranan TV dalam pembangunan atau perubahan sosial
budaya secara umum. Salah satu penelitian mengenai
peranan TV dilakukan oleh Badan Litbang Penerangan
bekerjasama dengan LEKNAS-LIPI dan Institut Komunikasi,

Sosiologi Komunikasi - 135


East West Centre, Hawaii pada tahun 1976 dan 1982 (yakni
ketika TVRI masih merupakan satu-satunya stasiun
penyiaran TV di Indonesia). Hasil penelitian tersebut antara
lain menunjukkan bahwa kehadiran TV di tengah
masyarakat desa mampu meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat dimana 70% dari kelompok masyarakat yang
pada survai pertama berada dalam kelompok ekonomi
dibawah rata-rata pada survai kedua meningkat status
ekonominya pada kelompok masyarakat dengan tingkat
ekonomi diatas rata-rata. Disamping itu, kehadiran TV di
tengah masyarakat juga telah mengubah pola penggunaan
sumber-sumber informasi masyarakat, khususnya kelompok
masyarakat penonton TV, yang mana pada survai pertama
jumlah responden yang menggunakan sumber-sumber
informasi pertama selain TV umumnya menurun pada
survai kedua setelah kehadiran TV. Kehadiran TV juga
berhasil mengubah perilaku dalam adopsi kontrasepsi KB;
apabila pada survai pertama kelompok wanita muslim tidak
ada yang mau menggunakan alat kontrasepsi IUD, maka
pada survai kedua dari jumlah anggota kelompok tersebut
yang merupakan penonton TV terdapat 8,3% yang mau
mengadopsi alat itu. Dalam penelitiannya, Gayatri (1998)
juga menarik kesimpulan bahwa frekuensi menonton TV
dapat mengubah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
nilai-nilai budaya tradisional. Proporsi responden yang
mempercayai nilai-nilai budaya tradisional (dalam hal ini
pewayangan) mengalami peningkatan pada responden yang
sering menonton TV, tetapi justru menurun pada kelompok
responden yang tidak tentu dan agak sering menonton TV.
Sebaliknya, proporsi responden yang tidak mempercayai
nilai-nilai pewayangan cenderung meningkat pada

136 - Sosiologi Komunikasi


kelompok responden yang menonton TV secara tidak
menentu dan cenderung menurun pada kelompok
responden yang sering menonton TV.

G. Masalah Sosial yang ditimbulkan Media Massa


Para akademisi dan praktisi meramalkan bahwa
bahwa media massa akan mengalami perubahan secara
drastis baik sifat, peran, maupun jenisnya. Hal ini
disebabkan karena perubahan sosial yang begitu cepat dan
tuntutan-tuntutan pemilik modal yang begitu kuat sehingga
siapa pun yang telah memilih beketja di media massa akan
memiliki visi yang sama, yaitu "menyelamatkan diri"
dengan menyelamatkan medianya dari kebangkrutan atau
dari larinya pemilik modal.
lni berarti secara tidak langsung media massa tidak
lagi menjalankan fungsi utamanya dan juga telah merubah
visi dan misi media massa. Kalau secara teori media massa
adalah institusi yang berfungsi memberi informasi, edukasi
dan hiburan maka dikhawatirkan pada masa yang akan .
datang fungsinya berubah dengan memberi informasi yang
tidak edukatif dan hiburan yang tidak edukatif pula.
Dengan kata lain, media massa memiliki sisi gelap di mata
masyarakat. saat ini, media massa distigmakan sebagai
lembaga penghasut, pencetus kerusuhan, pencetus masalah
sosial dan sebagainya.
Media massa saat ini dianggap miskin dari fungsi
edukasi nilai-nilai kemanusiaan, media massa justru menjadi
corong provokasi nilai-nilai kehewanan, seperti materialistis,
mistisme, hedonisme, seks, konsumerisme, kekerasan,
sekularisme, mistisme, dan semacamnya yang dimana

Sosiologi Komunikasi - 13 7
semua itu telah menjadi masalah-masalah sosial dalam
masyarakat saat ini.
1. Mistisme dan Tahayul
Akhir-akhir ini tayangan mistik di media massa,
khususnya televisi menjadi salah satu mindstream di antara
minds tream lain yang ada di media massa. Lepas dari
kontroversi di masyarakat mengenai hal tayangan ini,
namun tayangan mistisme clan tahayul itu rnenyedot banyak
perhatian, karena pada dasamya masyarakat konsumen
media di Indonesia yang berbasis tradisional lebih menyukai
informasi yang tahayul dan mistisme. Kebutuhan
masyarakat terhadap hiburan macam ini adalah sebuah
petualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin
tahu mereka terhadap misteri fisika (mistik) atau rasa ingin
tahu terhadap dunia lain, dunia mistik yag tak terjawab itu.
a. Macam-macam Tayangan Mistik dan Tahayul
(1) Mistik-semi sains, yaitu film-film mistik yang
berhubungan dengan fiksi ilmiah. Tayangan ini bertutur
tentang berbagai macam bentuk misteri yang ada
hubungan dengan ilmiah, walaupun sebenamya kadang
tidak rasional namun secara ilmiah mengandung
kemungkinan kebenaran.
(2) Mistik-fiksi, yaitu film mistik hiburan yang tidak masuk
akal, bersifat fiksi, atau hanya sebuah fiksi yang di
Hlmkan untuk menciptakan dan menyajikan misteri,
suasana mencekam, ataupun kengerian kepada
masyarakat.
(3) Mistik-horor, yaitu film mistik yang lebih banyak
mengeksploitasi dunia lain, seperti hubungannya
dengan jin, setan, santet, kekuatan-kekuatan

138 - Sosiologi Komunikasi


supranatural seseorang, kematian tidak wajar, balas
dendam, penyiksaan dan sebagainya.
b. Bahaya Tayangan Mistik dan Tahayul
Setiap pemberitaan media massa memiliki efek media
bagi konsumen media, salah satu efek media tersebut adalah
efek kebuiukan yang dialami masyarakat. begitu pula
tayangan mistik dan tahayul memiliki efek buruk bagi
masyarakat yang menontonnya. Bahaya terbesar dari
tayangan mistik dan tahayul adalah pada kerusakan sikap
dan perilaku. Kerusakan sikap · menyangkut pembenaran
terhadap kondisi-kondisi hidup yang irasional, toleransi
terhadap keburukan, dengki dan iri hati. Walaupun secara
ilmiah tidak ada hubungan konstan antara sikapdan
perilaku, namun tayangan mistisme dan tahayul di media
massa dikhawatirkan mempengaruhi perilaku masyarakat
dengan perilaku-perilaku buruk yang ada pada tayangan-
tayangan tersebut.
1. Pelecehan Seksual dan Pomomedia
Berawal dari Wacana Seks
Masalah tubuh perempuan sebagai objek porno,
sebenarnya telah lama menjadi polemik dihampir semua
masyarakat disebabkan karena adanya dua kutup dalam .
menilai tubuh manusia (terutama perempuan) sebagai objek
seks. Pemikiran tersebut mendasari semua argumentasi dan
polemik tentang seks sebagai objek porno di masyarakat
baik sebagai alasan memuja-muja seks maupun alasan
penguasaan objek seks. Dari masa ke masa, masyarakat terus
berpolemik tentang seks di antara dua kutup itu.
Pada sisi lain dari kehidupan masyarakat kota,
dijumpai beberapa wanita lebh senang dieksploitasi atau

Sosiologi Komunikasi - 139


mengeksploitasi dirinya sebagai objek porno. Wanita lebih
senang menonjolkan bagian-bagian tubuhnya untuk
menjerat lawan jenisnya. Bentuk tantangan seperti ini adalah
sisi lain dari subjektivitas wanita dalam memperlakukan
perilaku seksnya, serta bagaimana mereka menempatkan
tingkah laku tersebut pada makna porno yang
sesungguhnya.
Melihat bahawa wacana porno itu selalu ditanggapi
secara subjektif menurut konteks nilai yang berlaku di
masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu, maka
perdebatan-perdebatan tentang persoalan seks dan hal ihwal
yang berhubungan dengannya, harus dimulai dari
pandangan intra subjektif maupun inter subjektif tentang
makna sebenamya dari porno yang diperdebatkan itu.
2. Pergesaran Konsep Pomografi
Pada awalnya ketika masyarakat belum terbuka
seperti sekarang ini, begitu pula media massa dan teknologi
komunikasi belum berkembang seperti saat ini, semua
bentuk pencabulan atau tindakan-tindakan yang jorok
dengan menonjolkan objek seks disebut dengan kata porno.
Saat ini ketika masyarakat sudah terbuka, kemajuan
teknologi komunikasi terus berkembang, maka konsep
pomografi juga telah bergeser dan berkembang. Karena itu
secara garis besar, dalam wacana porno atau penggambaran
tindakan pencabulan (pomografi) kontemporer, ada
beberapa varian pemahaman porno yang dapat
dikonseptualisasikan, seperti pomografi, pomoteks,
pomosuara, pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori
konseptual itu menjadi sajian dalam satu media, sehingga
melahirkan konsep baru yang dinamakan pornomedia.

140 - Sosiologi Komunikasi


a. Pomografi.. Pornografi adalah gambar-gambar perilaku
pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan
alat kelamin manusia.
b. Pomoteks. Pornoteks adalah karya porno yang ditulis
sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi
hubungan seksual, dalam berbagai bentuk narasi,
konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi
secara detail dan vulgar
d. Pomosuara. Pornosuara yaitu suara, tuturan, kata-kata
dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang, yang
langsung atau tidak langsung bahkan secara halus atau
vulgar melakukan rayuan seksual, suara tuturan tentang
objek seksual atau aktivitas seksual.
e. Pomoaksi. Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi
gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-
bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual
sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat
vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk
membangkitkan nafsu seksual bagi yang melihatnya.
f. Pomomedia. Dalam konteks media massa, pornografi,
pornoteks, pornosuara dan pornoaksi menjadi bagian-
bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter
media yang menyiarkan porno itu. Konsep pornomedia
meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media.
3. Pengaruh Pomomedia; Kritik Terhadap Pomografi
Pornografi adalah sebuah istilah yang cukup lama dan
cukup panjang sejarahnya bila dibandingkan dengan
berbagai istilah dalam konteks istilah-istilah yang sama.
Akhir-akhir ini masalah pomografi semakain sering
diucapkan sejak media massa terutama media elektronika
sering menayangkan gambar-gambar asusila.

Sosiologi Komunikasi - 141


Bahaya pomomedia dapat dikatakan sebagai berikut:
(1) Tingkat pertama, mengubah normal menjadi abnormal
(2) Tingkat kedua, meningkatkan kebiasaan menelusuri dan
mengkonsumsi pomomedia dan menjadikan perilaku
anomali sebagai kebiasaan.
(3) Tingkat tiga, mengumpulkan pandangan tentang
pomomedia dan mengubah pandangan normal
terhadap anomali pomomedia.
(4) Tingkat empat, mencari kepuasan pomomedia di dunia
nyata.
(5) Tingkat lima, sikap terhadap pencarian kepuasan
pomomedia di dunia nyata dan anomali seksual sebagai
tindakan normal dan wajar.
Dengan demikian, ketika sebuah tayangan
pomomedia disiarkan oleh media massa, maka dapat
dipastikan khalayak terkonstruksi dengan penayangan
pomomedia itu, karena media massa mampu meyakinkan
khalayak dengan terpaannya yang menyebar ke berbagai
pihak. Hal ini sungguh menghawatirkan banyak pihak
karena kerusakan-kerusakan sosial dan moral pasti tetjadi
sebagai bagian dari media massa yang tidak bisa
dikendalikan sebagaimana bahaya terhadap pomomedia
tersebut.
Alasan pomomedia sebagai kekerasan ( eksploitasi)
terhadap manusia terbesar di media massa adalah:
(a) Media dengan sengaja menggunakan objek perempuan
untuk keuntungan bisnis mereka, dengan demikian
penggunaan pomomedia dilakukan secara terencana
untuk mengabaikan, menistakan dan mencampakkan
harkat manusia, khususnya perempuan.

142 - Sosiologi Komunikasi


(b) Objek pomomedia (umumnya tubuh perempuan)
dijadikan sumber kapital yang dapat mendatangkan
uang, sementara perempuan sendiri menjadi subjek
yang disalahkan.
(c) Media massa telah mengabaikan aspek-aspek moral
dan perusakan terhadap nilai-nilai pendidikan dan
agama serta tidak bertanggung jawab terhadap efek-
efek negatif yang terjadi di masyarakat.
( d) Selama ini berbagai pendapat yang menyudutkan
perempuan sebagai subjek yang bertanggung jawab atas
pomomedia tidak pemah mendapat pembelaan dari
media massa dengan alasan pemberitaan dari media
massa hams berimbang.
(e) Media massa secara politik menempatkan perempuan
sebagai bagian kekuasaan mereka secara umum.
4. Konstruksi Sosial Pomomedia
Ketika media massa menggunakan pomomedia
sebagai objek pemberitaan maupun proses pemberitaan,
maka informasi dan pemberitahuan porno itu akan sangat
cepat (dan meluas) terkonstruksi sebagai pengetahuan di
masyarakat. Proses kecepatan itu melalui tiga tahap, yaitu
(a) Proses ekstemalisasi terhadap objek dan proses
pencabulan terjadi dengan cepat sebagai akibat dari
penyesuaian diri yang sangat cepat dari masyarakat
yang terbuka untuk menerima informasi baru melalui
media massa termasuk informasi-informasi pencabulan.
(b) Proses objektivasi, di mana masyarakat informasi yang
terbuka dengan pola-pola interaksi yang terbuka pula
akan memudahkan terciptanya proses intersubjektif
yang dilembagakan, sehingga informasi yang

Sosiologi Komunikasi - 143


disebarkan media massa akan dengan mudah
mengalami proses institusionalisasi di masyarakat.
(c) Proses intemalisasi, dimana masyarakat yang sudah
terobjektivasi dengan pomomedia akan
mengidentifikasi dirinya sebagai bagian fungsional dari
informasi itu sendiri, dengan demikian masyarakat akan
terbiasa dengan kehidupan porno.

2. Kekerasan Perempuan di Media Massa


1. Citra Kekerasan Perempuan
Keindahan perempuan dan kekaguman lelaki
terhadap perempuan adalah cerita klasik dalam
sejarah umat manusia. Dua hal itu pula menjadi
dominan dalam inspirasi banyak peketja seni dari
masa ke masa. Eksploitasi perempuan dalam
pencitraan media massa tidak saja karena kerelaan
perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial
itu sendiri. Sayangnya kehadiran perempuan dalam
kelas sosial itu masih menjadi refleksi realitas sosial
masyarakatnya bahwa perempuan selalu menjadi
subordinat kebudayaan laki-laki.
2. Kekuasaan Laki-laki Atas Perempuan
Dari sisi pemaknaan, pemberitaan media massa juga
tidak seimbang antara pemaknaan ruang publik laki-
laki dan ruang piblik perempuan. Ketika pemberitaan
media massa menyangkut persoalan laki-laki, maka
media massa menyorotinya sebagai pahlawan karena
masyarakat membutuhkan mereka. Namun ketika
sorotan media massa pada persoalan perempuan,
terkesan maknanya sebagai pelengkap pemberitaan
pada hari itu. Persoalan menjadi serius ketika

144 - Sosiologi Komunikasi


pmberitaan media massa menyangkut sisi-sisi aurat
perempuan makna pemberitaannya justru menjadi
konsumsi laki-laki, maka disitu terkesan bahwa
perempuan sedang dieksploitasi sebagai sikap
ketidakadilan terhadap perempuan dan bahkan
kekerasan terhadap mereka.
3. Kekerasan dan Sadisme
Kekerasan media massa bisa muncul secara fisik
maupun verbal bagi media televisi, dari kekerasan
dengan katat-kata kasar sampai dengan siaran-siaran
rekonstruksi kekerasan yang dapat ditonton di televisi.
Bentuk kekerasan dan sadisme media massa dengan
modus yang sama di semua media lebih banyak
menonjolkan kengerian dan keseraman di mana tujuan
pemberitaan itu sendiri.
Kejahatan di media massa terdiri dari beberapa
macam, seperti (1) kekerasan terhadap diri sendiri,
seperti bunuh diri, (2) kekerasan kepada orang lain,
seperti menganiaya orang lain, (3) kekerasan kolektif,
seperti perkelahian massal, ( 4) kekerasan dengan skala
yang lebih besar, seperti peperangan dan terorisme.
4. Pembunuhan Karakter
Pembunuhan karakter adalah juga kekerasan terhadap
orang lain, karena tidak seorang pun berhak
menghalangi seseorang untuk berkarya
mengekspresikan diri dan mengembangkan
karaktemya di masyarakat. Bagi media massa yang
menggunakan paradigma war journalism
pembunuhan karakter ini adalah model produksi
jumalisnya, tanpa memandang apa pun akibat dari
pemberitaannya bagi semua pihak.

Sosiologi Komunikasi - 145


5. Tayangan dan Pemberitaan Yang Tidak Bermutu
Media massa juga acapkali menayangkan atau
memberitakan informasi-informasi yang tidak
bermutu dan tak bermanfaat bagi masyarakat.
persoalan axiologi informasi menjadi sangat penting
ketimbang persoalan epistemoligi-nya, karena
pertanyaan mengapa harus tayangan itu yang
disiarkan, mengapa tayangan semacam ini yang di
blow up media habis-habisan, padahal tayangan itu
tak memberi apa-apa bagi masyarakat kecuali
masyarakat mengonsumsi sifat-sifat buruk dari
informasi itu, menjadi pertanyaan yang sangat
mendasar dalam paragraf ini.

SOAL LATIHAN:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian
interaksionisme simbolis?
2. Kemukakan definisi interaksionisme simbolis beserta
tokohnya (minimal 3)
3. Apa hakikat proses interaksionisme simbolis dalam
sosiologi komunikasi? (Gambarkan modelnya)!
4. Sebutkan sebagian pikiran interaksionisme simbolis
menurut Bierstad (1977) dan Littlejohn (1978)!
5. Apa yang dimaksud dengan perspektif kelompok
rujukan? (Gambarkan modelnya)!
6. Bagaimana pengaruh perspektif terhadap kelompok
rujukan? (Gambarkan modelnya)!
7. Bagaimana hubungan antara perspektif, sikap, dan
perilaku? (Gambarkan modelnya)!

146 - Sosiologi Komunikasi


BAB v
METODE PENELITIAN
SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Sebagaimana juga ilmu sosial lainnya, maka ilmu


komunikasi memiliki tradisi penelitian yang sama dengan
cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Walaupun demikian,
bidang kajian serta objek yang berbeda menyebabkan
penelitian komunikasi memiliki perbedaan secara formal
dengan cabang ilmu sosial lainnya, perbedaan yang paling
menonjol dalam penelitian komunikasi terletak pada proses
penelitian, pendekatan penelitian, objek penelitian dan
metode-metode khusus dalam penelitian komunikasi, proses
mana yang menjadikan penelitian komunikasi tersebut
menjadi penelitian yang spesifik seperti pula ilmu-ilmu
lainnya.

A. PROSES DAN FOKUS PENELITIAN KOMUNIKASI


1. Proses Penelitian
Penelitian adalah proses ilmiah yang selalu ada dalam
kehidupan intelektual manusia berdasarkan sifat ingin tahu
yang ada dalam hidup ilmuwan. Dalam memenuhi hasrat

Sosiologi Komunikasi - 14 7
tersebut ada cara yang digunakan, yaitu pertama, dengan
menggunakan akal sehat mengacu kepada kezaliman-
kezaliman dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, jika
pada suatu desa terjadi wabah penyakit, maka hal tersebut
dianggap sebagai kutukan tuhan. Kedua, melakukan
kegiatan penelitian yang bersifat ilmiah yang berdasarkan
pada kaidah-kaidah tertentu dan cara berpikir yang
sistematis yang melingkupi keseluruhan proses penelitian.
Di mana proses penelitian ilmiah itu meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Penentuan masalah dan judul penelitian
b. Perumusan permasalahan penelitian
c. Penelusuran teoritikal
d. Penyusunan desain penelitian
e. Penyusunan instrument penelitian
f. Penentuan sumber data; populasi dan sampel
g. Penentuan metode pengumpulan data
h. Pengumpulan data
i. Mengola dan menganalis data
j. Membahas hasil penelitian
k. Penulisan laporan penelitian
Keseluruhan proses tersebut terbagi dalam beberapa
kategori pekerjaan penelitian yaitu:
a. Penentuan rancangan-rancangan penelitian
b. Penentuan problem teori yang akan digunakan
c. Menentukan problem aplikasi lapangan
Penentuan rancangan penelitian adalah bagaimana
penelitian merencangkan model penelitian yang akan
dilaksanakan mulai dari rancangan problematik, rancangan
teoritik, rancangan metodologi sampai dengan rancangan

148 - Sosiologi Komunikasi


analisis dan hasil penelitian. Penentuan problem teori yang
akan digunakan adalah bagairnana penelitian menentukan
teori apa yang akan digunakan dan menjadi acuan dalam
penelitian ini, sehingga peneliti memiliki kejelasan tentang
upaya mapping theory mulai dari grand theonJ, middle theo,-y,
sampai application theory, penentuan problem aplikasi di
lapangan, yaitu bagaimana peneliti menentukan teknik
pelaksanaan penelitian mulai dari uji coba, instrumen
penelitian, aplikasi metode, dan pengumpulan data di
lapangan sampai analisis data. Termasuk menentukan
keterlibatan orang lain dalam setiap tahap aplikasi di
lapangan.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian komunikasi berhubungan dengan
bidang-bidang kajian komunikasi yang berkembang sampai
saat ini, baik kajian mikro komunikasi, yaitu yang
berhubungan dengan kajian spesifik maupun kajian makro
komunikasi, yaitu yang berhubungan dengan kajian
sosiologis, antropologis, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan fokus penelitian komunikasi
tersebut adalah:
Kajian mikro komunikasi berkisar pada kajian-kajian
yang berhubungan antara komponen komunikator, pesan,
media komunikasi, komunikan, dan efek. Seperti:
Periama, dimulai dari komponen komunikator yang
merupakan sumber informasi guna menyampaikan pesan
dalam proses komunikasi. Dalam sisi ini metode penelitian
yang dapat dipergunakan adalah metode survey, studi
kasus dengan tipe penelitiannya berupa tipe deskriptif, dan
evaluatif.

Sosiologi Komunikasi - 149


Kedua komponen pesan/informasi yang dikirim oleh
komunikator ke komunikan. Pesan disini dapat diteliti
melalui metode penelitian analisis isi, analisis wacana,
metode hermeneutika, ataupun auditkomunikasi dengan
tipe penelitian dan deskriptif. Dalam konteks pesan ini
peneliti dapat mengeksplorasi sebanyak-banyaknya hal-hal
yang berkaitan dengan pesan informasi yang tetjadi dalam
organisasi, ataupun dalam semua media komunikasi yang
dipergunakan oleh humas/PR
Ketiga, kompenen media komunikasi atau channel yang
digunakan oleh komunikator untuk sampainya pesan ada
komunikan. Analisis yang mengkaji tentang media
komunikasi sebelumnya bersifat deskriptif, evaluatif dengan
metode berupa studi kasus dan analisis jaringan.
Keempai, kompenen komunikasi atau penerima pesan dalam
proses komunikasi. Umumnya yang dipergunakan adalah
metode penelitian tentang survei, studi kasus dengan tipe
penelitian deskriptif dan eksplanatif.
Kelima, kompenen efek atau dampak dari keseluruhan
proses komunikasi metode yang digunakan adalah metode
studi kasus yaitu survei dengan tipe penelitian eksplanatif,
evaluatif dan deskriptif.
Berikutnya adalah komponen makro yaitu
berhubungan dengan kajian-kajian komunikasi dalam
prespektif lebih luas serta bersentuhan dengan bidang-
bidang yang lain yang memungkinkan kajian komunikasi
diperbesar dan membuka diri terhadap bidang-bidang sosial
lainnya serta memungkinkan lahimya kajian-kajian baru
dalam studi-studi komunikasi dalam rangka
"membesarkan" disiplin ilmu komunikasi. Bidang kajian
tersebut antara lain yang dapat disebutkan

150 - Sosiologi Komunikasi


a. Komunikasi Interpersonal
Face to fece communication
Model-model baru komunikasi tatap muka
Keeratan komunikasi
b. Komunikasi Antar Kelompok
Kelompok to kelompok
Individu to kelompok to individu
Individu dalam kelompok
lndividu diluar Kelompok
c. Komunikasi Massa
Kekuatan media
Sebaran media
Pemberitaan media
Opini
Perilaku audien, pembaca, dan pendengar
Periklanan
d. Komunikasi Politik
Hubungan Negara dan masyarakat
Hubungan partai politik dan Negara
Hubungan antar partai politik
Hubungan Negara dan media massa

e. Komunikasi Organisasi
Hubungan pimpinan dan bawahan
Hubungan bawahan dan bawahan lain
Hubungan internal organisasi
Etas kerja
Iklim komunikasi
f. Komunikasi Antar Budaya
Hubungan etnis suku dan budaya komunikasi
Komunikasi tradisional

Sosiologi Komunikasi - 151


Hubungan antara media dan moral, etika masyarakat
Media dan kearifan local
g. Sosiologi Komunikasi
Perkembangan media massa
Pendekatan perkembangan teori komunikasi
Efek media dan perubahan masyarakat
Konstruksi sosial media
Virtual reali ty
CybercommunihJ
Media online, internet dan sikap masyarakat terhadap
perubahan
Pomomedia dan perubahan sikap seks dimasyarakat
Pengaruh media dan hegemoni elite
h. Hukum Komunikasi dan Hukum Media
Hukum media dan disorder
Media dan perkembangan hukum
Media dan komplen masyarakat
Media dan penmdang-undangan
Cyberlaw
i. Semiotika Komunikasi
Hubungan antara simbol dan makna komunikasi
Media massa dan'simbol-simbol bahasa
Bahasa dan komunikasi
j. Publik relation
Reputasi PR
Efektifitas PR dalam organisasi
Konstruksi citra PR
dan sebagainya

152 - Sosiologi Komunikasi


B. PENDEKATAN PENELITIAN
Berdasarkan paradigm penelitian yang paling banyak
dianut dalam ilmu-ilmu sosial, maka pendekatan penelitian
komunikasi yang paling popular dan paling sering
digunakan adalah pendekatan kualitatif dan pendekan
kuantitatif. Pendekatan .kualitatif dalam komunikasi
menekankan pada bagaimana sebuah pendekatan dapat
mengungkapkan makna-makna dan konten komunikasi
yang ada sehingga hasil-hasil penelitian yang diperoleh
berhubungan pemaknaan dari sebuah proses komunikasi
yang terjadi. Sedangkan paradigma kuantitatif dalam
komunikasi menekankan pendekatannya pada bentuk-
bentuk kejadian variabel komunikasi, dimana komunikasi
disandang sebagai variabel yang dapa dihitung frekuensinya
dan dicari hubungan-hubungan serta pengaruh disekitar
kejadian variabel itu.
1. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualtatif memusatkan perhatian pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah
makna dari gejala-gejala sosial didalam masyarakat. Objek
analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari
gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.
Sasaran kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-
pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang
hidup dalam masyarakat gejala-gejala tersebut dilihat dari
satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan
menyeluruh. Sehingga pendekatan kualitatif sering disebut
sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial

Sosiologi Komunikasi - 153


Pendekatan kualitatif mencakup berbagai metodologi
yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan
naturalistik terhadap pokok kajiannya (subject of matter) oleh
karena itu dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti
berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya
dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena
sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek
penelitian.
Studi yang menggunakan pendekatan kualitatif
menggunakan khazana dari fenomena empiris, seperti studi
kasus, pengalaman pribadi, life histoy, wawancara, observasi,
sejarah, intraksi dan teks visual maupun konten pesan yang
menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna
kehidupan individu (Budi,lrawanto, 2001:1). Menurut
Crasswell, beberapa asurnsi dalam pendekatan kualitatif
yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses
daripada basil. Kedua, peneliti kualitatif lebih
memperhatikan interpreasi. Ketiga, peneliti kualitatif
merupakan alat utarna dalam rnengumpulkan data dan
analisis data serta peneliti kualitatif harus tetjun langsung
kelapangan, melakukan observasi partisipasi. Keempat,
penelitian kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat
dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian
pemahaman melalui kata atau gambar. Terakhir, proses
penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti
membuat konsep, hipotesa dan teori berdasarkan pada
lapangan yang diperoleh serta harus mengembangkannya
dilapangan dalam proses "jatuh bangun".

154 - Sosiologi Komunikasi


a. Desain penelitian kualitatif
1. Hal-hal umum yang perlu dipahami dalam membuat
desain penelitian komunikasi denan format kualitatif
adalah:
a) Rumusan permasalahan
Dalam penellitian kualitatif rumusan permasalahan
mempunyai karakteristik tidak terukur,
menganggap teori yang ada mempunyai
kemungkinan tidak cocok, tidak akurat, tidak betul
dan cenderung bias, berusaha mengeksplorasi dan
menggambarkan fenomena dan membangun teori
baru.
b. Peran peneliti
Penelitian kualitatif merupakan penelitian
interpretatif sehingga bias, nilai dan prasangka
peneliti dinyatakan secara empiris dalam laporan
penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka peranan
peneliti dalam penelitian kualitatif terbagi dalam
dua elemen, yaitu menggunakan pengalaman masa
lalu yang sesuai dengan topik penelitian, setting
lapangan untuk mempertajam interpretasi data dan
mengambil langkah-langkah untuk memperoleh
akses masuk ke lapangan dan menjamin dapat
memperoleh data yang diperlukan.
2. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data memuat langkah-langkah
membuat batasan penelitian, pengumpulan informasi
melalui wawancara, dokumen yang tersedia serta
gambar-gambar yang berkaitan, serta membuat
langkah-langkah memasukkan data.

Sosiologi Komunikasi - 155


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengumpulan data adalah:
a) Identifikasi batasan-batasan pengumpulan data.
Batasan data yang dikumpulkan harus
memperhatikan tempat penelitian, siapa yang akan
diteliti dan diwawancarai, tema apakah yang akan
menjadi topik wawancara, serta pemahaman asli
orang yang akan diwawancarai terhadap penelitian.
b) Membuat alasan pemilihan prosedur pengumpulan
data. Dalam penelitian kualitatif prosedur
pengumpulan data terbagi dalam beberapa metode
pen ting, yaitu: observasi, wawancara,
pengumpulan dokumen, visual citra, analisis isi dan
foku« group discussion (FGD). Dalam penelitian
kualitatif juga di mungkinkan menggunakan lebih
dari satu metode pengumpulan data, yang disebut
dengan metode ganda, maupun trianggulasi.
3. Model Desain Penelitian Komunikasi Kualitatif
Secara umum penelitian komunikasi dengan format
kualitatif, terdiri dari tiga bentuk desain penelitian,
yaitu desain penelitian deskriptif, verifikatif, dan
desain penelitian grounded. Pertama, desain penelitian
deskriptif-kualitatif merupakan desain penelitian yang
digunakan untuk makna dalam proses-proses
komunikasi linier (satu arah), interaktif, maupun pada
proses-proses komunikasi transaksional. Model desain
ini bersifat deskriptif untuk menjelaskan makna-
makna dalam gejala sosial. Model desainnya adalah:
a) Desain Desk,-iptif-Kualitatif
Format desain deskriptif-kualitatif banyak memiliki
kesamaan dengan desain deskriptif-kualitatif, karena

156 - Sosiologi Komunikasi


itu desain deskriptif-kualitatif biasa disebut pula
dengan kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu.
Artinya, desain ini belum benar-benar kualitatif karena
bentuknya masih dipengaruhi oleh tradisi kualitatif
( deduktif) terutama dalam menempatkan teori pada
data yang diperolehnya, Konstruksi desain deskriptif-
kualitatif dapat berbentuk sebagai berikut:
PENDAHULUAN
(1) Judul Penelitian
(2) Latar Belakang Masalah
(3) Maslah Penelitian
( 4) Tujuan Penelitian
(5) Tinjauan Pustaka/ Teori dan kesimpulan Teoritik
yang Digunakan
METODE PENELITIAN
(1) Objek dan Informasi Penelitian
(2) Cara Memperoleh Sumber Data (Informan) dan
Menentukan Unit Analisis Data
(3) Metode Pengumpulan Data dan Keabsahan Data
(4) Metode Analisis Data
(5) Rancangan Pembahasan (Diskusi) Hasil Penelitian
(6) Rancangan Laporan Penelitian
b) Desain Kulaitatif-verifikatif
Format desain kulaitatif-verifikatif merupakan upaya
pendekatan induktif terhadap seluruh proses
penelitian yang akan dilakukan, Karena itu format
desain penelitiannya secara total berbeda dengan
format penelitian kualitatif (maupun deskriptif-
kualitatif). Format penelitian kualitati.f-verifikatif lebih
banyak mengkonstruksi format penelitian dan strategi

Sosiologi Komunikasi - 157


memperoleh data dari Iapangan secara induktif,
sehingga konstruksi desain berbentuk sebagai berikut:
PENDAHULUAN
(1) Menentukan tema penelitian yang diinginkan
(2) Memulai berfikir tentang metode yang akan
digunakan
(3) Bagaimana memfokuskan cara berfikir dengan
metode serta research questions.
PENGGUNAAN METODE DAN LAPORAN
PENELITIAN
(1) Cara menemukan informasi penelitian
(2) Metode penelitian dan strategi menggunakan
metode penelitian
(3) Penggunaan dan bagaimana mengintegrasikan
metode dan informan
( 4) Memutuskan penggunan metode penelitian
(5) Membuat catatan harian
(6) Trianggulasi untuk antisipasi kelemahan proses
analisis data dan sumber data yang digunakan
(7) Bentuk draf laporan penelitian yang diharapkan
c) Desain Grounded Research
Dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualitatif
tidak membutuhkan pengetahuan dan teori tentang
objek penelitian untuk mensterilkan subjektivitas
peneliti, maka format desain grounded research
dikonstruksi agar peneliti dapat mengembangkan
semua pengetahuan dan teorinya setelah mengetahui
permasalahannya di lapangan. Karena itu, format
desainnya adalah sebagai berikut:
Tahap I Observasi Pendahuluan:

158 - Sosiologi Komunikasi


- Menemukan tema-tema pokok penelitian
- Menemukan gatekeepers
- Menemukan gambaran umum tentang alur
penelitian
Tahap II Pengumpulan Data:
- Menemukan Informan
- Mewawancara dan mengobservasi serta membuat
catatan harian
- Menemukan informan baru
- Mengembangkan strategi wawancara dan observasi
- Menggunakan trianggulasi untuk menemukan
kebenaran
- Terus-menerus membuat catatan harian
Tahap m Pengumpulan Data Lanjutan:
- Merevisi Draf Laporan Penelitian
- Menemukan kekurangan data dan informasi
- Membuang informasi yang tidak penting
- Menemukan informan baru
- Terus-menerus menggunakan trianggulasi
- Terus-menerus membuat catatan harian baru
- Memutuskan untuk menghentikan penelitian
- Mengembangkan draf laporan menjadi rancangan
lapor akhir
- Peneliti meninggalkan lokasi penelitian
Dalam tradisi peneliti kualitatif, ketiga format
penelitian atas bukanlah sesuatu ukuran baku yang
tidak dapat diubah dikonstruksikan ulang, karena
berdasarkan pengalaman bahwa format desain yang
telah disiapkan, namun hampir seluruhnya mengalami
perubahan di Iapangan, bahkan terkadang tidak dapat
digunakan sama sekali. N amun contoh di atas bias jadi

Sosiologi Komunikasi - 159


bermanfaat bagi pembaca, karena ditulis berdasarkan
berbagai pengalaman di lapangan bertahun-tahun,
karena itu tak perlu ragu menggunakannya.
Desain penelitian deskriptif lebih banyak digunakan
untuk penelitian dengan menggunakan teori
konvensional dalam komunikasi, untuk menjelaskan
hubungan antara media dengan pemirsa, untuk
menjelaskan efek media atau untuk menjelaskan
hubungan antara sumber berita, media, dan
masyarakat dengan hanya melihat problem statement-
nya sebagai hal yang dapat dideskripsikan. Desain ini
masih sangat "berbau" kualitatif dengan
mengandalkan analisis-analisis deduktif-induktif,
berfikir reflek dan masih melihat persoalan penelitian
secara linier.
Sedangkan desain verifikasi dalam penelitian
komunikasi telah melihat persoalan tidak pada tataran
tinier semata, akan tetapi persoalan emik, makna
antara sumber berita atau informasi dengan penerima
berita merupakan suatu hal yang perlu mendapat
penjelasan dan verifikasi yang jelas sehingga tafsir
terhadap sebuah pemberitaan menjadi semakin jelas,
transparan dan dapat dipertangungjawabkan, di
antara sumber berita, media, dan masyarakat.
Adapun desain grounded dalam penelitian komunikasi
digunakan apabila suatu gejala itu dipandang sangat
baru, belum pemah diteliti, belum ada teorinya, dan
ingin sekali memahami persoalan komunikasi itu dari
pandangan-pandangan yang sangat mendasar (yang
hidup di masyarakat) tidak saja pada level masyarakat
penerima berita, akan tetapi juga level pembuat berita

160 - Sosiologi Komunikasi


maupun media itu sendiri. Perkembangan media dan
masyarakat yang pesat seperti sekarang ini amat
sangat memungkinkan riset macam ini dilakukan
untuk menemukan suatu makna komunikasi yang
sangat transparan.
d) Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dalam penelitian komunikasi
berangkat dari pendekatan fenomenologi yang
sebenamya lebih banyak alergi terhadap positivism
yang dianggap terlalu kaku, hitam-putih, dan terlalu
taat asas. Alasannya, bahwa analisis fenomenologi
lebih tepat digunakan untuk mengurai persoalan
subjek manusia yang urnumnya tidak taat asas,
berubah-ubah dan sebagainnya.
Dengan demikian, maka pendekatan analisis kualitatif
menggunkan pendekatan logika induktif, di mana
silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus
atau data di lapangan dan bermuara pada hal-hal
umum. Dengan demikian pendekatan mi
menggunakan logika berpikir piramida duduk, seperti
gambar pada halaman berikut.
Contoh silogisme induktif adalah: "bebek milik
tetangga yang diberi nama pinpin bisa terbang, bebek
milik warung pak ahmad kemarin terbang sebelum
disembelih, semua yang bisa terbang adalah rumpun
keluarga burung. Pinpin adalah keluarga burung".

Sosiologi Komunikasi - 161


Silogisme-piramida duduk
Data/Fakta/Informasi


Teori/Dalil/Hukum
Analisis kualitatif umumnya tidak digunakan untuk
mencari data dalam arti frekuensi, akan tetapi
digunakan untuk menganalisis makna dari data yang
tampak di permukaan itu, dengan demikian maka
analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah
fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta tersebut.
Teknik analisis kualitatif terdiri dari berbagai model
dan pendekatan sesuai dengan sifat objek/subjek yang
diteliti itu sendiri. Berikut ini ada beberapa teknik
analisis kualitatif sebagai berikut:
1) Analisis isi (content analysis)
2) Teknik analisis domain (domain Analysis)
3) Teknik analisis taksonomik (taxonomic analysis)
4) Teknik analisis komponensial (componential
analysis)
5) Teknik analisis tema kultural (discovering cultural
themes analysis)
6) Teknik analisis komparatif konstan (constant
comparative analysis)
7) Analisis FGD
8) Freming Analysis
9) Analisis uiacana
10) Dll.

162 - Sosiologi Komunikasi


2. Pendekatan kuantitatif
a. Format Desain Penelitian Kuantitatif
Berbagai bentuk desain penelitian sudah dibuat oleh
banyak ahli penelitian sosial berdasarkan format penelitian
kuantitatif tujuan, bidang ilmu, dan sebagainya. Untuk
penelitian komunikasi kuantitatif, apabila disimpulkan dari
berbagai bentuk desain penelitian kuantitatif, maka format
desain penelitian komunikasi kuantitatif adalah sebagai
berikut:
PENDAHULUAN
Judul penelitian
Latar Belakang Masalah
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Tinjauan Pustaka/teori dan kesimpulan teoritik yang
digunakan hipotesis (kalau diperlukan)
METODE PENELITIAN
Populasi (sasaran) penelitian
Sampel dan teknik sampling
Metode pengumpulan data
Metode dan rancangan analisis data statistic
PEMBAHASAN DAN LAPORAN PENELITIAN
Rancangan analisis data dan pengujian hipotesis
penelitian
Rancangan pembahasan ( diskusi) hasil penelitian
Rancangan laporan penelitian
Konstruksi desain penelitian kuantitatif diatas akan
sangat berbeda-beda apabila dibuat untuk setiap format
penelitian yang dibutuhkan berdasarkan kepentingan
masing-masing desain penelitian, terutama perbedaannya
pada desain metode dan analisis data. Seperti, rancangan

Sosiolozi Komunikasi - 163


deskriptif berbeda dengan rancangan eksperirnen, a tau
berbeda pula dengan rancangan eksplanasi. Perbedaan ini
juga tergantung pada tujuan dan disiplin ilmu masing-
masing. Namun berdasarkan pengalaman empms,
konstruksi desain di atas secara umum digunakan pada
setiap desain peneltian kualitatif
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif bermula dari pendekatan
positivisme yang menekankan model analisis yang bersifat
analisis yang bersifat kuantitatif. Analisis ini menggunakan
pendekatan berpikir deduktif dimana kerangka analisis
dimulai dari persoala-persoalan yang umum ke persoalan-
persoalan yang khusus. Pendekatan deduktif menggunakan
logika deduktif di mana silogisme dibangun pada alur
berpikir piramida terbalik, seperti gambar dibawah ini:
Sologisme-piramida terbalik
Teori/Dalil/Hukum

Data/Pakta/Informasi
Contoh silogisme deduktif umpamanya: burung bisa
terbang, bangau itu rumpun keluarga burung, maka bangau
bisa terbang "hewan pemakan daging adalah binatang buas,
harimau pemakan daging, harimau adalah binatang buas"
Pendekatan analisis un menekankan kepada
pembuktian terhadap hubungan-hubungan antar variabel,
atau keterpengaruh antara variabel satu dengan lainnya,
atau perbedaan sifat dan kemampuan dari beberapa

164 - Sosiologi Komunikasi


variabel, maupun indentifikasi terhadap variabel. Sifat-sifat
analisis seperti ini lebih tepat menggunakan alat-alat statistik
dalam pengujian data di lapangan.
Dengan demikian, maka analisis kuantitatif
menekankan pada empat hal yang dicari dari hubungan-
hubungan variabel penelitian yaitu persoalan hubungan,
pengaruh, perbedaan, dan indentifikasi.
Analisis statistik yang umum digunakan untuk
menganalisis hubungan-hubungan antara variabel kualitatif
tersebut terbagi dalam dua jenis alat statistik, pertama
adalah statistik deskriptif dan kedua adalah statistik
inferensial. Statistik deskriptif adalah jenis alat analisis yang
digunakan untuk menggambarkan masing-masing variabel
berdasarkan pada posisi deskriptif variabel tersebut, dimana
variabel digambarkan apa adanya berdasarkan antara lain
frekuensi kejadian, bentuk-bentuk kecenderungan, dan
sebagainya. Alat-alat analisis statistik deskriptif adalah
sebagai berikut:
Distribusi frekuensi
Tendensi sentral
Distribusi kuartil, desil, dan persentil
Rata-rata deviasi
Standar deviasi
Alat analisis statistik inferensial adalah alat yang
digunakan untuk menggambarkan hubungan kaualitas
antara variabel X dan variabel Y atau variabel kontrol. Alat
analisis ini antara lain:
T. Test
Chi-kuadrat
Korelasi Product Moment
Rank Order

Sosiologi Komunikasi - 165


Korelasi Kontigensi
Yulis'Q
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis Jalur

C. METODE PENELITIAN
Penelitian komunikasi memiliki objek dan proses
serta pendekatan yang spesifik, sehingga kencenderungan
memilih metode pun terdapat perbedaannya. Pada
pendekatan kualitatif, lebih cenderung menggunakan
analisis-analisis isi kualitatif dan rumpunnya, seperti framing
analysis, discourses analysis, hermeunetika, analisis struktur,
analisis media, varian-varian metode analisis data kualitatif
juga merangkap sebagai metode pengumpulan data
kualitatif, sehingga hampir semua teknik analisis data
kualitatif yang disebutkan di atas, juga adalah metode
pengumpulan data. Karena itu, maka pendekatan kualitatif
dalam komunikasi cenderung menggunakan pendekatan
partisipatif dengan sumber data atau informan peneliti.
Berbeda dengan pendekatan kualitatif, pendekatan
kualitatif dalam komunikasi lebih banyak menggunakan
metode pengumpulan data, seperti angket, wawancara, ,
fokus group discussion, analisis isi kualitatif, dokumentasi,
teknik visualisasi dan sebagainya tergantung pada objek
penelitian mana yang sedang diteliti. Sifat-sifat metode
pengumpulan data kualitatif yang tentative macam ini
cenderung tidak mewajibkan peneliti terlibat langsung
dengan sumber data, karena bisa saja peneliti diwakilkan
oleh orang lain.

166 - Sosiologi Komunikasi


DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahral, 2002. Menyoal Objektfoisme llntu


Pengetahuan, Jakarta: Teraju.
Agger, Ben, 1992. Cultural Studies as Critical TheonJ, London:
The Palmer Press.
Berger, Peter L. dan Thomas, Luckmann, 1966. The Social
Construction of RealihJ. A Treatise in the Sociolog1J of
Knowledge. Ditetjemahkan oleh Basari, Hasan., 1990.
Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebualt Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES.
Bertens. K, 1993. Sejaralz Filsafat Yunani, Yogyakarta:
Kanisius.
Brown, Gillian and Yule, George, 1996. Analisis Wacana
(Discourse Analysis), Jakarta: Gramedia.
Bungin, Burhan, 2001. Imaji Media Massa, Konsiruksi dan
Makna Realitas Sosial Man Televisi dalam MaS1Jarakat
Kapitalistik, Yogyakarta: Jendela .
----- . , 2001. Erotika Media Massa, Surakarta: MUP.
_____ ., 2001. Metodologi Penelitian Sosial; Format-format
Kuantiiatif dan Kualitatif, Surabaya: Universitas Air
langga Press.

Sosiologi Komunikasi - 167


____., 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta:
Rajawali Press.
____., 2005. Pornomedia; Sosiologi Media, Konstruksi
Sosial Teknologi Telematika, dan Perayaan Seks di Media
Massa, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana.
____., 2005. Metodologi Peneliiian Kuantitatif,
Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta ilmu-ilmu
Sosial l.Ainnya, Jakarta: Prenada Media.
Davis, Keith. 1974. Human Behaoior at Work. New Delhi: Tata
McGraw Hill Publishing Ltd.
De Fleur, Melvin S., Rokeach, Sandra Ball. 1988. Teori
Komunikasi Massa. Diterjemahkan oleb Noor Barthi Hj.
Badarudin. Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan
Malaysia.
De Vito, Joseph A, 1997. Human Communication (Komunikasi
Antar Manusia) Edisi Kelima, Jakarta: Profesional
Books.
Effendy, Anong Uchjana, 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti.
2001. llmu Komunikasi; Teori dan Praktik,
Bandung: Rosda
Ellul, Jacques, 1980. 11,e Tecllnological System, New York:
Continum.
Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial,
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Furnham, Andrian., Bachner, Stephen. 1986. Culture Shock,
Psyclwlogical Reactions to Unfamiliar Environment. New
York: Menthuen - London.

168 - Sosiologi Komunikasi


Garfinkel, H. 1967. Studies in Ethnomethodologu. Englewood
Cliffs N. J.
Harton, Paul B., dan Hunt, Chester L, 1984. Sosiologi, Jakarta:
AirLangga.
Hidayat, Deny, K, 1999. "Paradigma dan Perkembangan
Penelitian Komunikasi", lumal Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia, Vol. HI/ April 1999, Jakarta: IKS] dan
ROSDA.
_____., 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif,
Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta ilmu-ilmu
Sosial Lainnva, Jakarta: Prenada Media
2001. llmu Komunikasi; Teori dan Praktik,
Bandung: Rosda.
Kadir, Abdul, 2003. Pengenalan Sistem Infon11asi, Yogyakarta:
Andi.
Koentjaraningrat, 1979. Pengantar ilmu Antropologi, Jakarta:
Aksara Baru.
Korzenny, Felire., Toomey, Stela Ting. 1992. Mass Media
Effects A Cross Cultures. California: Sage Publication
Kotler, Philip, 1994. Manajemen Pemasaran; Analisis,
Perencanaan, lmplemeniasi, dan Pengendalian, Jakarta:
Salemba Empat
Kuper, Adam dan Kuper, Jessica, 2000. Ensiklopedi ilmu-ilmu
Sosial, Jakarta: Rajawali.
Laurer, Robert H., 2001. Perspektif teniang Perubahan Sosial,
Jakarta: Bina Aksara.
McQuail, Denis dan Sven Windahl. Model-model Komunikasi,
(alih bahasa), tt, tp.

Sosiologi Komunikasi - 169


McQuail, Denis, 2002. Mc Quail's Mass Communication Theorv,
4th Edition., London: Sage Publication.
____., 1994. Teori Komunikasi Massa; Suatu Penganiar,
Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga.
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi; Teks
Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana
Paloma, Margaret M., 1992. Sosiologi Kontemporer, Jakarta:
Rajawali.
Prentice Hall, Inc. Gerungan, WA. 1979. Psikologi Sosinl.
Bandung: Pf. Eresco.
Ritzer, George dan Goodmen, Douglas J., 2004. Teori Sosiologi
Modern, Edisi Keenam, Jakarta: Kencana.
Samovar, Larry A., Porter, Richard E. 1976. lniercultural
Communication: A Render, 2nd Edition. Belmont CA:
Wadsworth Publishing Company.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1987. Teori-teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Pf Rajawali.
Sendjaja, Sasa Djuarsa, 1993. Teori Komunikasi, Jakarta: UT.
Setyobroto, Sudibyo, 2004. Psikologi Komunikasi, Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Severin, Werrner J and Tankard Jr., James W., 2005. Teori
Komunikasi; Sejnrah, Metode, dan Terapan di Dalam Medin
Massa, Jakarta: Kencana.
Schramm, Wilbur., Lerner, Daniel. 1978. Communication &
Change, 17,e Last Ten Years and The Next. Hawaii: The
University Press of Hawaii.
----. 1973. Men, Massages and Media. New York:
Harper & Row Publishers.

170 - Sosiologi Komunikasi


Soekonto, Soeryono, 2002. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:
Rajawali Press
Sorell, Tom, 1994. Descartes; Saya Berpikir Maka Saya Ada,
Jakarta: Grafiti.
Sztompka, Piotr, 2004. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta:
Prenada Media.

Sosiologi Komunikasi - I 71
TENTANG PENULIS

Ora. Hj. Radiah, AP., M.Si. adalah dosen


tetap pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Alauddin Makassar,
pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan
pertama llmu Komunikasi (IKOM) mulai
tahun 2008-2012, dia juga sebagai peneliti
dalam bidang komunikasi, sosial, dan
psikologi serta telah banyak menulis
jurnal dan buku. Demi memperluas wawasan, dia aktil
mcngikuti pelatihan-pelatihan dan seminar baik nasional
maupun internasional, Walupw1 Lerbilang aktif scbagai
akademisi dia juga tcibilang aktivis senior karena berbagai
macarn organisasi yang digeluti antara lain aktif dalam
kepengurusan Majelis taklim Perempuan Sulawesi Selatan,
ICtvll Perempuan Sulawesi Selatan dan beberapa organisasi
social lainnya.
Adapun jenjang pendidikan penulis adalah Sl pada
[urusan jumalis Fakultas Usluhuddin tahun 1982, kemudian
melanjurkan pendidlkannya 52 di Un:iversitas Hasanuddin
Prodi Ilrnu Kornunikasi konsentrasi Komunikasi Massa pada
tahun 2002 dan sekarang S3 Jurusan Sosiologi konsentrasi
Sosiolozi Komunikasi PPs UNM.

Sosiologi Kornunikasi - 1 73
PER
ALA

ISBN 602-237-247-X

i\lAUOOI•, Utt "f'(J81TY ,_.II


II IIIAll'!Ahuddl11 N• U MNaa..w
Ol?WKtltP tlJ $1M"(ff� Wll
9 786022 372479

Anda mungkin juga menyukai