DAN DOKUMENTASI
KONTEMPORER
Copyright @2019, Agus Rusmana, dkk
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Editor : Ute Lies Siti Khadijah, Rully Khairul Anwar, Agus Rusmana
Editor Ahli/ Reviewer : Pawit M. Yusup, Agus Rusmana
Tata Letak : Lutfi Khoerunnisa, Fitri Herdianti, Sendi Rustandi, Sri Mulyati
Desainer Sampul : Sendi Rustandi
Katalog
ISBN : 978-602-439-461-5
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWAT dan karunia-nya sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan Book Chapter berjudul “Komunikasi dan Budaya
Kontemporer”. Buku ini merupakan kumpulan dari berbagai artikel dan pengarang
mengenai Komunikasi dan budaya kontemporer.
Tujuan disusunnya buku ini ialah untuk memenuhi kebutuhan bacaan dan dapat
menjadi rujukan bagi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Selain
itu, semoga menjadi rujukan juga bagi para pustakawan dalam mengaplikasikan
pengetahuan mengenai Komunikasi dan Budaya Kontemporer.
Atas terselesaikannya buku ini, kami banyak mendapat bantuan dan dukungan
dari pelbagai pihak. Secara khusus, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan buku ini, diantaranya : Dr.
Hendarmawan.,M.Sc selaku dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan
Dra. Mudiati Rahmatunnisa,. M.A,. PhD Selaku wakil dekan Sekolah Pascasarjana yang
secara formal telah menugaskan kepada para penulis. Selain itu, kami ucapkan
terimakasih juga kepada Dr. Evi Novianti,. S.Sos,. M.Si, selaku ketua program studi
Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran yang secara demokratis
telah mengusulkan pembagian kerja pada pelaksanaan proses pembelajaran mata kuliah
ini secara profesional. Terakhir, kami ucapkan terima kasih pada pihak yang langsung
maupun tidak langsung terlibat sehingga selesainya penulisan buku ini.
TIM PENYUSUN
BAGIAN I
BUDAYA KONTEMPORER ....................................................................................................... 1
Priyo Subekti
Priyo Subekti
Evi Novianti
Deni Rustiandi
Komodifikasi Budaya Populer Korean Pop Music “Music Makes One” ............................ 98
Presentasi Diri Pecinta Budaya Populer Jepang Melalui Cosplay .................................. 116
Erlangga Marion
Iqbal Syaefulloh
Mochammad Nurreza
Studi Fenomenologi Budaya Perilaku Penggunaan Bahasa Anak Jaksel ...................... 167
Pemaknaan Nyadaran Sebagai Pelestarian Budaya Pada Etnik Jawa ........................... 178
Evi Novianti
BAGIAN II
DOKUMENTASI DAN DIGITALISASI ................................................................................ 209
Atef Fahrudin
Rusdin
BAGIAN III
KOMUNIKASI KONTEMPORER DAN MEDIA ................................................................ 239
Evi Novianti
Rizki Montheza
Tryan Nugraha
Pewarisan Nilai Kehidupan Melalaui Komunikasi Ritual Pada Tradisi Budaya Maca
Sajarah Kacijulangan Di Desa Kondangjajar Kecamatan Cijulang Kabupaten
Pangandaran ............................................................................................................................. 279
Iriana Bakti
Andini Claudita
Hashtag Twitter Sebagai Budaya Populer Media Siber (Analisis Waca Kritis
Penggunaan #KoalisiPraBOHONG Oleh Akun Twitter @MemeTanpaHurufK Dalam
Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet) ........................................................ 328
Annisa Salsabila
Ragil Romly
PENDAHULUAN
Pada saat ini pemasaran Museum dianggap dapat menjadi salah satu jalan keluar
dari permasalahan yang dihadapi oleh Museum berkaitan dengan upaya membuka
akses kepada masyarakat luas untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di
Museum, sekaligus memenuhi kebutuhan pengunjung. Strategi pemasaran sangat
penting karena menjadi ujung tombak dari sebuah lembaga atau perusahaan khususnya
di Museum, hal itu juga yang menentukan kemajuannya. Jika kita mempelajarinya,
diharapkan kita bisa membuat sebuah Museum menjadi maju dan sukses dengan
progres yang baik. Kita juga bisa menemukan cara-cara yang tepat dan pas dari produk
yang hendak kita pasarkan dari Museum.
Pemasaran merupakan sarana yang ampuh untuk dapat menarik perhatian
publik, termasuk dalam menggaet pengunjung untuk mengunjungi museum, bukan
karena alasan profit semata, tetapi lebih kepada mengembalikan fungsi museum
sebenarnya sebagai media transmisi pesan-pesan sejarah dan kebudayaan.Sehingga,
museum saat ini dibuat lebih menarik supaya tidak terkesan konservatif.
Salah satunya adalah museum yang terdapat di daerah Kota Bandung yaitu
Musem Sri Baduga. Museum ini terletak di jalan BKR nomor 185 Bandung yang juga
berhadapan dengan Monumen Bandung Lautan Api. Untuk dapat meningkatkan jumlah
pengunjung, Museum Sri Baduga mengadakan banyak kegiatan untuk menarik minat
masyarakat mengunjungi Museum Sri Baduga. Kegiatan – kegiatan Museum Sri Baduga.
Museum Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega dan berhadapan
dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan
memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum
berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang
Price (Harga)
Sebagai sebuah lembaga yang menawarkan jasa informasi kepada para
konsumennya atau pengunjung, sebuah Museum lazimnya tidak mengenakan biaya
namun Museum Sri Baduga harus tetap mematuhi peraturan daerah yang menetapkan
harga tiket masuk museum sebesar Rp. 3000 untuk Dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-
anak. hal ini diungkapkan oleh pengunjung Museum Sri baduga. Namun Museum Sri
Baduga sering menawarkan untuk mengunjungi sebuah pameran tematik secara gratis
kepada lapisan masyarakat baik dalam kota Bandung maupun luar kota bahkan di luar
provinsi, agar mengunjungi pameran yang meraka laksanakan
Strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian nilai kepada
konsumen dan mempengaruhi citra produk serta kepuasan konsumen. Menurut
(Rachmawati 2004, 43) mengenai pengertian harga dalam konteks pemasaran lembaga
Place (Tempat)
Letak sebuah Museum tentulah mempengaruhi akan tingkat kemudahan
akses untuk para konsumen atau pengunjung untuk datang dan mengakses segala
sumber informasi yang dimiliki oleh Museum Sri Baduga. Letak sebuah lembaga atau
organisasi yang menawarkan produk jasa tidak terlepas dari keberadaan tempat
organisasi tersebut melakukan kegiatan transaksi yang dilakukan antara pemberi jasa
yaitu Museum Sri Baduga dan konsumen yaitu pengunjung. Seperti yang dilakukan oleh
Museum Sri Baduga mereka mem amerkan koleksi museumnya di tempat lain.
Pengenalan museum keliling untuk mempromosikan museum. Kami melakukan
museum keliling ke sekolah-sekolah secara random. Kami mengunjungi sekolah yang
ada di kota bandung atau kabupaten yang tidak pernah mengunjungi Museum Sri
Baduga. Selain itu di Mall juga menjadi tempat pameran kami untuk promosi museum,
kan orang tuh ke mall tuh kan lebih asik gitu ya jadi kita coba membuat pameran di mall
apa mereka mau datang atau engga. kita upaya – upaya gitu kan ya karena kita berfikir
bahwa orang ke museum tuh Cuma ada butuhnya saja, tidak ada niat pribadi ingin tahu
atau ingin memberikan edukasi kelak kapada anak
Selain Museum Sri Baduga menyelenggrakan pameran sebagai promosi mereka
di tampat Museum Sri Baduganya sendiri, mereka juga selalu ikut serta dalam pameran
nasional atau mengikuti pameranpameran yang diselengarakan oleh berbagai provinsi.
Pameran- pameran yang dilaksanakn oleh museum Sri Baduga adalah bagian dari
promosi kami, selain kami melakukan pameran di Museum Sri Baduga seperti kemaren
pameran Ibu Inggit Garnasih kami juga ikut serta dalam pameran-pameran yang
dilaksanakan oleh pameran di luar provinsi jawa barat ya. Pemilihan lokasi atau tempat
Museum dalam mempromosikan Museum Sri Baduga sudah bagus, karena mereka
Promotion (Promosi)
Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang
sangat penting untuk dilakukan oleh sebuah perubahan atau organisasi dalam
menjangkau target dari perusahaan atau organisasi yang mereka naungi. Kegiatan
promosi yang dilakukan oleh Museum Sri Baduga dengan cara kegiatan langsung yang
dilakukan oleh Museum Sri Baduga ataupun melalui media – media massa untuk
menginformasikan kepada para target pengunjung dari kegiatan promosi yang
dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Dra. Tini Djumartini selaku kepala seksi
pemanfaatan yang melaksanakan penyusunan rencana peningkatan promosi museum
bahwa :
Sebagai layanan publik untuk layanan pemasaran museum kita harus melakukan
promosi kepada warga jawabarat khususnya penduduk kota Bandung dan juga diluar
kota Bandung mengenal museum Sri Baduga Banyak strategi yang dilakukan agar
museum di kenal oleh masyarakat kota Bandung, Jawa Barat, luar Provinsi, dan juga
Luar Negeri. Kegiatan yang berkaitan dengan promosi selain pameran tetap ada
pameran tematik, Kemudian kita juga melakukan penyuluhan dengan pameran kecil ke
sekolah – sekolah untuk mempromosikan museum Sri Baduga dan mengundang mereka
untuk datang ke museum. Kita juga melakukan promosi di luar provinsi dan luar negeri
namun untuk luar negeri harus menunggu undangan seperti dengan museum singapura
dan melakukan promosi dengan malaysia di tahun yang akan datang. Museum Sri
Baduga juga melakukan promosi melalui media elektronik dan cetak. Bentuk elektronik
itu seperti website, blog dan kami juga mempromosikan kegiatan kami di tv lokal
bandung juga tv non lokal seperti kompas tv lalu untuk cetak kami membuat leaflet,
brosur yang ada di depan lobi masuk museum. Dari kegiata – kegiatan promosi yang
dilakukan oleh sebuah organisasi atau instansi tentulah memiliki target dari kegiatan
promosi tersebut. Begitupun dengan Museum Sri Baduga, namun target dari kegiatan
promosi museum mencakup pelajar kota bandung dan kabupaten. Target market
Museum Sri Baduga kebanyakan adalah kalangan pelajar di mulai dari PG TK, SD, SMP,
BIBLIOGRAPHY
Kotler, Philip,2009.Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol
.Jakarta:Erlangga
Moleong, lexy J,2002 Metode penelitian Kualitatif.Bandung:Rosdakarya.
Rakhmat,Jalaludin,2001.Metode Penelitian Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif kuaitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Tjiptono, F,2003. Strategi Pemasaran.Edisi 2.Jogjakarta:ANDI.
Alma,Buchari,2011.Manajemen Pemasaran dan pemasaran jasa. Bandung:Alfabeta
Lupiyoadi, Rambat, 2013. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 3. Jakarta:Salemba Empat
Lupiyoadi, Rambat hamdani, 2009. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 2. Jakarta:Salemba Empat
museumsribaduga.jabarprov.go.id/ (Di akses 1 Januari 2019 jam 11.32 WIB)
PENDAHULUAN
Dalam sebuah perusahaan pasti ada tahap pertumbuhan dan perubahan untuk
menciptakan perusahaan yang lebih baik lagi dan mengikuti perkembangan zaman.
Perubahan ini membantu para karyawan khususnya dalam upaya mempercepat visi,
misi, dan tujuan perusahaan dalam rangka membentuk perilaku karyawan untuk dapat
menciptakan nilai-nilai baru yang positif serta memperbaiki perilaku dan motivasi
karyawan sehingga meningkatkan kinerjanya yang merupakan bagian dari suatu budaya
organisasi, untuk itu diperlukan pemahaman mengenai budaya perusahaan oleh seluruh
karyawan. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Perbawasari dan Setianti
bahwa pemahaman yang baik oleh seluruh anggota perusahaan terhadap nilai budaya
dapat membantu mereka dalam bertindak untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan serta membantu perusahaan dalam menciptakan identitas perusahaan, karena
budaya merupakan cerminan dari tampilan perusahaan. (Perbawasari & Setianti, 2013)
Budaya organisasi atau disebut dengan nilai-nilai perilaku seseorang yang
tergabung dalam suatu organisasi yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian
tujuan perusahaan secara baik, benar, dan menguntungkan berbagai pihak. Hal ini
senada dengan apa yang disampaikan oleh (Yuningsih, 2004) yang menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah salah satu faktor yang perlu dibangun, dikembangkan,
dipelihara dan disosialisasikan. Maka, dalam sebuah organisasi atau perusahaan, budaya
organisasi merupakan pedoman bagi stakeholders untuk melakukan segala kegiatannya
yang berhubungan dengan organisasi. BNI sebagai organisasi yang bergerak dibidang
jasa keuangan dan perbankan nasional selalu siap menghadapi berbagai perubahan yang
terjadi secara cepat akibat faktor teknologi informasi maupun faktor lainnya, termasuk
perubahan dalam sistem tata kelola organisasi.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif dimana bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
untuk menggali informasi sedalam mungkin pada latar yang alami sehingga data yang
diperoleh benar-benar murni. Penelitian kualitatif ini secara spesifik diarahkan pada
penggunaan metode studi kasus, dengan tujuan untuk mengungkap implementasi
budaya organisasi pada Bank BNI yang didasari untuk mengetahui insight yang terjadi
di dalam suatu organisasi.
Studi kasus menjadi metode yang digunakan peneliti, merupakan metode
pengumpulan data secara komprehensif mengenai aspek individu, kelompok, organisasi
atau program. Adapun kasus dalam penelitian ini adalah implementasi budaya organisasi
yang telah berubah sebanyak 3 (tiga) kali. Subjek penelitian yang diteliti untuk menjadi
pembahasan dalam penelitian adalah para karyawan serta jajaran manajemen Bank BNI,
yang dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam kepada informan mengenai
bagaimana budaya organisasi yang mereka laksanakan selama ini. Teknik pemilihan
informan dilakukan secara purposif. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi
atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian
yang ingin didapatkan. Penelitian dengan teknik purposif digunakan untuk penelitian
Selanjutnya, (2) Tata Ruang Kerja. Untuk tata ruang kerja, BNI memberikan
standar layoutnya, seperti warna kursi semua BNI sama pada setiap kantor cabang yaitu
berwarna hijau tosca yang identitik dengan identitas perusahaan. Untuk yang (3) yaitu
penggunaan simbol-simbol yang identik dengan Bank BNI seperti adaya perubahan
logo, penanaman pola disipli dan peningkatan prestasi, dan slogan “Melayani Negeri
Kebanggan Bangsa”, buku pedoman bagi karyawan.
SIMPULAN
BNI 46 merupakan bank pertama yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia. BNI
46 berdiri sejak tahun 1946 dan sempat befungsi sebagai bank sentral di Indonesia. BNI
telah berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia dengan mengeluarkan berbagai
macam layanan perbankan seperti Bank Terapung, Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank
Sarinah.Itu merupakan peran BNI dalam mendukung perekonomian Indonesia untuk
melayani seluruh lapisan masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
Selama 71 tahun berdirinya perusahaan ini, BNI telah mengganti logo
perusahaannya sebanyak 2 kali. Pertama pada tahun 1988, dan yang kedua pada tahun
2004. Penggantian logo perusahaan ini sekaligus sebagai rebranding BNI dalam rangka
penyesuaian dengan pasar keuangan yang dinamis terutama di era modern ini.
Pemilihan lambang, warna huruf, dan penempatan posisi pada logo dimaksudkan agar
BIBLIOGRAPHY
Chatab, N. (2007). Profil Budaya Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Hardjana, A. (2010). Sosialisasi dan Dampak Budaya Organisasi. Jurnal ILMU KOMUNIKASI,
7(1), 1–40.
Kriyantono, R. (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Perbawasari, S., & Setianti, Y. (2013). Komunikasi dalam Transformasi Budaya Perusahaan.
Jurnal Penelitian Komunikasi, 16(022), 1–12.
West, R., & Turner, H. L. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
PENDAHULUAN
Budaya perusahaan adalah suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya
manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian integrasi ke dalam
perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai
yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. Budaya organisasi
mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup
semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga
mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan, dan sebagainya) dan makna-makna
yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini.
Transformasi budaya perusahaan adalah sebuah proses perubahan budaya
perusahaan yang mendasar untuk menuju pada tingkatan kemajuan perusahaan yang
berbeda. Perubahan ini tentunya akan berimplikasi pada perubahan karakter dan sedikit
atau hampir, tidak ada kemiripan dengan konfigurasi budaya perusahaan masa lalu, atau
masa kini. Transformasi budaya perusahaan biasanya, didorong oleh adanya
kesadaran/kebutuhan internal untuk merespon situasi yang berubah baik internal
maupun eksternal. Transformasi budaya selalu dimulai dari transformasional individual
dari setiap pemimpin perusahaan, perusahaan tidak bertransformasi, maka karyawanlah
yang bertransformasi.
Menurut Robbins (2003: 305) budaya organisasi merupakan sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama,
merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh suatu organisasi.
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan
karakteristik dari suatu budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan
menyukai budaya atau tidak. Edy Sutrisno (2010: 2), mendefinisikan budaya organisasi
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif, yang menurut (Kuntoro, 2009: 227) peneliti berupaya untuk
memahami perilaku dan kelembagaan dengan cara mengetahui secara baik sejumlah
orang yang terlibat, nilai, ritual, simbol, dan kepercayaan mereka. Penelitian kualitatif
pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya dengan cara turun ke lapangan dan berada di tempat penelitian dalam kurun
waktu tertentu (Nasution, 1996: 5).
SIMPULAN
Kesimpulan yang diambil dari keseluruhan makalah ini adalah bahwa tansformasi
budaya dari semen cibinong sampe ke Lafarge Holcim sangat mempengaruhi budaya
BIBLIOGRAPHY
Nasution, S.1996. Metode Research, Jakarta: Bumi Akasara.
Sutrisno, Edy. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Priyo Subekti
Program Studi Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran
E-mail: priyo.subekti@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Stress adalah sebuah bentuk dari ketegangan yang mempengaruhi fisik, psikis,
emosi dan mental seseorang (Jin, Sun, Jiang, Wang, & Wen, 2018). Stress ini dapat
mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan baik itu
menurunkan produktivitas kerja, maupun mengganggu hubungan sosial diantara
karyawan. Gangguan mental, tekanan pekerjaan yang berlebih dapat menimbulkan job
stress, yang pada akhirnya berpengraguh pada kinerja dan produktivitas karyawan.
Pengelolaan stress masing masing organisasi berbeda tergantung dari budaya
perusahaan yang dianutnya, justru stress merupakan salah satu indikator bahwa
organisasi tersebut cenderung sehat.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan stress di tempat kerja adalah: 1)
Tuntutan pekerjaan: pekerjaan yang terlalu padat yang menuntut karyawan bekerja
lebih keras dan bahkan harus mengambil lembur; 2) Jenis pekerjaan: masing masing jenis
pekerjaan mempunyai tanggungjawab masing masing sperti memberikan penilaian,
mengambil keputusan yang tepat yang hasilnya dapat mempengaruhi hajat hidup atau
nasib seseorang atau perusahaan, misalnya petugas medis, hakim, jaksa, kepolisian,
dosen, manajer dalam sebuah perusahaan dll. Keputusan yang di ambil harus dipikirkan
secara matang karena akan berdampak serius jika salah mengambil keputusan. (Kanki
et al., 2017).
Masalah stress kerja di dalam perusahaan merupakan masalah yang tidak akan
pernah habis dan akan selalu ada sehingga harus dicari bagaimana mengatasi dan
mengelolanya agar dapat bernilai positif. (Warrick, 2017). Stres dapat terjadi pada
hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana, karena memang tidak
dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana cara mengelola, stres
tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan dan dapat memberikan keuntungan
SIMPULAN
Perusahaan nightspade mempunyai budaya kerja yang santai dan fleksible, budaya
perusahaan ini di pakai untuk menghindari pemacu tingkat stress yang terjadi.
Hubungan antara karyawan di nightspade ini sangat baik adanya, mereka saling
menanamkan rasa kekeluargaan satu sama lain.
Pada perusahaan Nightspade ada 4 masalah yang menyebabkan stress pada
karyawan. Banyak nya permintaan cline yang sering kali tidak dapat dipenuhi tetapi
harus dipenuhi menjadi penyebab stress karyawan yang pertama, yang kedua karyawan
perusahaan ini merasa penat dan bosan berada di depan layar monitor terus-menerus
menyebabkan stress, yang ketiga sering kali dalam pekerjaan setiap karyawan pasti
menglami kendalanya masing-masing jika itu terjadi terus menerus maka akan
menimbulkan stress bagi mereka. Terakhir, sering kali lembur juga menyebabkan terjadi
nya stress pada karyawan.
Untuk itu Perusahaan nightspade mempunyai cara-cara tersendiri dalam
meminimalisir setiap permasalahan yang menyebabkan stress ini terjadi. Diantaranya,
mengadakan event tahunan berupa liburan atau event-event menarik lainya sehingga
karyawan merasa bahagia dan terhibur dengan ada nya event tersebut. Dengan event
tahunan ini diharapkan karyawan dapat menjalin kedekatan satu sama lain dan bisa
saling berbagi jika mereka sedang dilanda masalah yang akan mengakibatkan terjadinya
stress nantinya. Selain itu perusahaan juga membuat cara-cara jitu untuk menghindari
masalah yang akan terjadi nantinya terutama masalah yang terjadi dengan clien.
Untuk mewaspadai timbulnya penyebab stress yang dapat terjadi karena salah
satunya disebabkan oleh klien, maka sebaiknya pihak nightspade membuat sebuah
kesepakatan bersama ini mungkin bisa dibuat secara hukum atau cara lainnya yang bisa
memperkuat dan menguntungkan kedua belah pihak yakni antara perusahaan dan klien.
BIBLIOGRAPHY
Arnold, R., Edwards, T., & Rees, T. (2018). Organizational stressors, social support, and implications for
subjective performance in high-level sport. Journal Psychology of Sport and Exercise, 39, 204–212.
https://doi.org/10.1016/j.psychsport.2018.08.010
Chung, E. K., Jung, Y., & Sohn, Y. W. (2017). A moderated mediation model of job stress, job
satisfaction, and turnover intention for airport security screeners. Journal Safety Science, 98, 89–
97. https://doi.org/10.1016/j.ssci.2017.06.005
Deniz, N., Noyan, A., & Ertosun, Ö. G. (2015). Linking Person-job Fit to Job Stress: The Mediating Effect
of Perceived Person-organization Fit. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 207, 369–376.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.10.107
Fan, W., Moen, P., Kelly, E. L., Hammer, L. B., & Berkman, L. F. (2018). Job strain, time strain, and well-
being: A longitudinal, person-centered approach in two industries. Journal of Vocational Behavior,
#pagerange#. https://doi.org/S0001879118301271
Gul, H., Usman, M., Liu, Y., Rehman, Z., & Jebran, K. (2018). Does the effect of power distance
moderate the relation between person environment fit and job satisfaction leading to job
performance? Evidence from Afghanistan and Pakistan. Future Business Journal, 4(1), 68–83.
https://doi.org/10.1016/j.fbj.2017.12.001
Jin, X., Sun, I. Y., Jiang, S., Wang, Y., & Wen, S. (2018). The relationships between job and organizational
characteristics and role and job stress among Chinese community correctional workers.
International Journal of Law, Crime and Justice, 52, 36–46.
https://doi.org/10.1016/j.ijlcj.2017.09.002
Kanki, B. G., Hobbs, A., Barth, T. S., Dillinger, T., King, D., & Alston, G. (2017). Organizational factors and
safety culture. Space Safety and Human Performance. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/B978-
0-08-101869-9.00014-5
Nam, Y., & Kim, H. (2016). Influences of Organizational Culture Characteristics on Job Attitudes of
Organizational Members in Semiconductor Industry. Procedia Computer Science, 91(Itqm), 1106–
1115. https://doi.org/10.1016/j.procs.2016.07.162
Ramlee, N., Osman, A., Salahudin, S. N., Yeng, S. K., Ling, S. C., & Safizal, M. (2016). The Influence of
Religiosity, Stress and Job Attitude towards Organizational Behavior: Evidence from Public
Universities in Malaysia. Procedia Economics and Finance, 35(October 2015), 563–573.
https://doi.org/10.1016/S2212-5671(16)00069-1
Tongchaiprasit, P., & Ariyabuddhiphongs, V. (2016). Creativity and turnover intention among hotel
chefs: The mediating effects of job satisfaction and job stress. International Journal of Hospitality
Management, 55, 33–40. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2016.02.009
Troesch, L. M., & Bauer, C. E. (2017). Second career teachers: Job satisfaction, job stress, and the role
of self-efficacy. Teaching and Teacher Education, 67, 389–398.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2017.07.006
Warrick, D. D. (2017). What leaders need to know about organizational culture. Journal of Business
Horizons, 60(3), 395–404. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.01.011
Priyo Subekti
Program Studi Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran
E-mail: priyo.subekti@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Faktor utama dalam keberhasilan suatu organisasi adalah budayanya. Budaya
organisasi secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja dan efektivitas perusahaan;
moral dan produktivitas karyawannya; dan kemampuannya untuk menarik, memotivasi,
dan mempertahankan orang-orang berbakat. Sayangnya, banyak pemimpin yang tidak
menyadari dampak signifikan yang dapat dimiliki budaya, sadar tetapi diliputi oleh
informasi yang ekstensif dan kadang-kadang bertentangan yang tersedia pada budaya,
atau tidak memiliki informasi yang cukup tentang bagaimana membangun dan
mempertahankan budaya secara efektif (Warrick, 2017). Selain dipengaruhi oleh faktor
internal karyawan seperti motivasi, keinginian naik gaji, dan eksistensi diri, kinerja juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu budaya organisasi seperti faktor gaya
kepemimpinan, iklim organisasi, hubungan antar manusia, dan gaya komunikasi dalam
perusahaan (Ismail, 2006). Sedangkan definisi budaya organisasi sendiri adalah
serangkaian pengetahuan sosial yang dimiliki organisasi berkenaan dengan aturan,
norma, dan nilai-nilai yang membentuk sikap dan perilaku karyawan (Layonardo &
Adiwijaya, 2016).
Hal ini dipertegas hasil riset yang menyatakan kepemimpinan mempunyai
hubungan positif antara budaya organisasi yang berorientasi pada fleksibilitas dan
kepuasan kerja karyawan (Azanza, Moriano, & Molero, 2013). Lanjut dengan kepuasan
kerja karyawan ditentukan oleh gaya kepemimpinan, yang merupakan budaya
organisasi sebuah perusahaan (Uzarski & Broome, 2018).
Pemimpin memegang peranan yang sangat penting dan diperlukan dalam suatu
organisasi. Tanpa adanya pemimpin, tentu akan sangat sulit bagi organisasi/perusahaan
(+) Karyawan akan merasa lebih(-) Diperlukan tenaga dan biaya ektra
nyaman dalam pemenuhannya
(+) Menciptakan keadilan bagi tiap
(-) Berpotensi menimbulkan rasa iri
karyawan antara karyawan bila tidak diberi
perhatian
(+) Atasan dapat mengetahui (-) Sulit untuk menyelaraskan
perbedaan pandangan dari para perbedaan yang ada
bawahannya
Peran Pemimpin dalam membina hubungan baik dengan karyawan dan memotivasi
para karyawan
Salah satu faktor yang dapat memberikan motivasi kerja pada karyawan
adalah faktor eksternal yaitu hubungan relasional antar karyawan dan atasan.
Semakin bagus hubungan manusia antara karyawan dan atasan maka akan semakin
meningkat produktivitas kerjanya (Lukoschek, Gerlach, Stock, & Xin, 2018;
Tabel sisi positif dan negatif dari usaha Pemimpin dalam membina hubungan baik
dengan karyawan dan memotivasi para karyawan
(+) Tiap karyawan akan merasa (-) Sulit untuk mengawasi setiap
kerjanya diapresiasi karyawan
(+) Dapat menciptakan suasana (-) Memungkinkan adanya karyawan
kerja yang penuh kehangatan yang merasa tersinggung saat
ditegur/tidak disapa
(+) Para karyawan akan merasa (-) Ada karyawan yang merasa
dipedulikan privasinya diinvasi
(+) Meningkatkan kepercayaan diri (-) Bila karyawan kurang teliti akan
karyawan dalam melakukan menimbulkan kesalahan/error
tugasnya (-) Sulit untuk benar- benar
(+) Dapat mengenal masing- mengetahui sifat tiap karyawan
masing karyawan dengan baik (-) Berpotensi meruntuhkan
(+) Terjalinnya komunikasi yang kewibawaan pemimpin
baik dan membuat hubungan
semakin erat (-) Ada karyawan yang tidak suka
(+) Karyawan dapat lebih terbuka diberi empati
kepada atasannya
Seorang pemimpin perlu memberikan arahan dan motivasi kepada pegawai, dan
sebagai seorang pemimpin, tidak selalu harus kaku dan berbaur dengan karyawan, salah
satunya pada kegiatan team building dan program-program. Team building dan program
tersebut menjadi tempat saling berinteraksi dan bertukar pikiran agar terjadi komunikasi
2 arah yang baik antara atasan dengan bawahan. Selain memperkuat hal itu diadakan
Salah satu langkah yang diambil misalnya mempelajari sifat masing-masing individu,
dan memberikan respon yang tepat untuk masing-masing karakteristik. Contoh untuk
individu yang tidak suka ditegur langsung didepan umum, maka dipanggil keruangan
sendiri. Atau individu yang suka berdebat, maka difasilitasi dengan forum untuk
melakukan diskusi.
Sebagian besar organisasi yang menghadapi krisis akan bergantung pada
bagaimana peran seorang pemimpin dalam mengatasi krisis (Bowers, Hall, & Srinivasan,
2017; Yücel, Karataş, & Aydın, 2013). Ketika krisis tidak terselesaikan, organisasi
menyadari bahwa diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat dan efektif dalam
mengatasi krisis tersebut. Seorang pemimpin organisasi perlu memahami krisis yang
SIMPULAN
Ada beberapa simpulan yang didapat dari langkah-langkah seorang pemimpin dalam
membentuk budaya organisasi yang terbuka antara atasan dan bawahan yaitu: 1)
Leadership adalah proses menginsprirasi, mempengaruhi dan mengarahkan karyawan
untuk berpartisipasi dalam usaha bersama bagi perusahaan; 2) Tantangan
kepemimpinan di tempat kerja (perbedaan pada budaya, kepribadian, bahasa, jenis
kelamin); 3) Teamwork tidak terbentuk dengan sendirinya; 4) Mengelola hubungan
dengan karyawan (empati, komunikasi dengan karyawan); 5) Menyelesaikan masalah
dengan segera; 6) Melakukan pembinaan untuk menciptakan kinerja karyawan yang
maksimal.
BIBLIOGRAPHY
Acar, A. Z. (2012). Organizational Culture, Leadership Styles and Organizational Commitment
in Turkish Logistics Industry. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 58, 217–226.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.995
Azanza, G., Moriano, J. A., & Molero, F. (2013). Authentic leadership and organizational culture
as drivers of employees’ job satisfaction. Revista de Psicología Del Trabajo y de Las
Organizaciones, 29(2), 45–50. https://doi.org/10.5093/tr2013a7
Bowers, M. R., Hall, J. R., & Srinivasan, M. M. (2017). Organizational culture and leadership style:
The missing combination for selecting the right leader for effective crisis management.
Business Horizons, 60(4), 551–563. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.04.001
Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2009). Pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan serta dampaknya pada kinerja perusahaan
(Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, 10(2), 124–135.
Ismail, I. (2006). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan
Pemerintah Kabupaten-Kabupaten di Madura. Jurnal Ekuitas, 12(55), 18–36.
Layonardo, I. S., & Adiwijaya, M. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan CV X. Jurnal Agora, 4(2), 40–44.
Lukoschek, C. S., Gerlach, G., Stock, R. M., & Xin, K. (2018). Leading to sustainable organizational
unit performance: Antecedents and outcomes of executives’ dual innovation leadership.
Naqshbandi, M. M., & Tabche, I. (2018). The interplay of leadership, absorptive capacity, and
organizational learning culture in open innovation: Testing a moderated mediation model.
Technological Forecasting and Social Change, 133(March), 156–167.
https://doi.org/10.1016/j.techfore.2018.03.017
Shao, Z. (2019). Interaction effect of strategic leadership behaviors and organizational culture
on IS-Business strategic alignment and Enterprise Systems assimilation. International
Journal of Information Management, 44(13), 96–108.
https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2018.09.010
Tohidi, H., & Jabbari, M. M. (2012). Organizational culture and leadership. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 31(2011), 856–860. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.12.156
Warrick, D. D. (2017). What leaders need to know about organizational culture. Business
Horizons, 60(3), 395–404. https://doi.org/10.1016/j.bushor.2017.01.011
Yücel, C., Karataş, E., & Aydın, Y. (2013). The Relationship Between the Level of Principals’
Leadership Roles and Organizational Culture. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 93,
415–419. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.09.213
PENDAHULUAN
Adat dalam masyarakat adat Aru merupakan nilai-nilai budaya dan norma-norma
yang diyakini sebagai sesuatu yang benar sehingga dipakai sebagai pedoman hidup atau
penentu arah bagi masyarakat. Adat menentukan perilaku, tindakan dan karya,
maksudnya adalah adat digunakan sebagai barometer mana yang layak dikerjakan dan
mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk dalam segala aspek kehidupan,
baik dalam hubungan sosial antara individu dengan dengan individu, individu dengan
kelompok maupun manusia dengan alam. Tantangan yang mengemuka di dalam
tatanan Adat Aru adalah adanya modernisasi yang hadir di tengah-tengah masyarakat,
gejolak untuk meninggalkan dan menggerus tatanan adat semakian kuat. Hal ini sudah
mulai berdampak dengan lunturnya aktivitas upacara adat di masyarakat, namun disisi
lain tua tua adat masih mencoba untuk bertahan karena adat aru merupakan warisan
leluhur yang harus tetap di jaga dan digunakan sebagai bekal hidup.
Hukum adat yang berlaku di masyarakat Aru digunakan untuk menjaga
kelangsungan hidup mereka sendiri, Hukum adat menjalanlan fungsinya sebagao untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ketamakan, pola konsumi hasil
kekayaan alam mereka atur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan nafas bagi
keluarga dan masyarakat dalam jangka waktu yang lama. Eksistensi Aru tetap terjaga
karena adat, adat diyakini mampu melindungi masyarakat untuk menjaga nilai-nilai
peradaban di Kepulauan Aru, dengan kata lain adat diyakini sebagai pelindung
masyarakat dari bencana, mengingat lokasi Kepulauan Aru yang berada pada plat
Australia yaitu laut dangkal yang menyambung Papua dan Australia. Secara hukum adat,
Kepulauan Aru merupakan perwujudan dari ikan Paus, kepala ikan Paus ada di desa
Kerai, Lidah ikan Paus ada do Durjela, Ekor ikan Paus ada di Batu Kei dan perut ada di
desa Maekor.
Dobo sebagai ibukota Kepulauan Aru saat ini tinggal menyisakan dua desa adat,
yakni desa Durjela dan Desa Wangel. Desa Durjela dan Wangel merupakan dua desa
yang memiliki sejarah peradaban yang panjang, nilai-nilai adat masih terus dijaga oleh
dua desa tersebut. Raja Kepulauan Aru berasa dari desa Durjela, raja pertama bernama
Gabriel Barend, kekuasaanya di teruskan oleh raja kedua yang bernama Raja Bastians
Barends. Namun pada tahun 1983 Raja Bastians Barends wafat, beliau wafat karena
dibunuh oleh rakyatnya sendiri. Raja Raja Bastians Barends dikenal tegas saat
memimpin kerajaan, namun dalam sebuah peristiwa penyelesaian masalah di Aru, raja
ditikam oleh seseorang yang diduga adalah rakyatnya sendiri, sejak peristiwa tersebut
sudah tidak ada lagi keturunan raja yang meneruskan tahta kepemimpinanya. Jika tidak
dijaga eksistensinya bukan tidak mungkin desa adat akan hilang terkena dampak
modernisasi yang meninggalkan nilai nilai lokal.
Pemerintah provinsi maluku sedang memberikan perhatian untuk menghidupkan
dan mengembangkan masyarakat adat dan hukum adat. Langkah strategis itu telah
SIMPULAN
Masyarakat adat di Kepulauan Aru memiliki sejumlah potensi nilai budaya yang
dapat dijadikan sebagai modal sosial dalam pembangunan di Kepulauan Aru.
Pemerintah bersama dengan masyarakat adat harus membangun relasi yang kuat
sebagai pondasi pembangunan di Kepulauan Aru, oleh karena itu semangat
kebersamaan, persaudaraan maupun gotong royong harus selalu dikembangkan.
Dengan kata lain, masyarakat adat harus memiliki kesadaran untuk mengembangkan
potensi nilai-nilai budaya, adat istiadat. Hal ini bukan semata-mata tugas pemerintah
semata, pemerintah harus menjadi fasilitator untuk menggunakan potensi-potensi adat
istiadat yang ada sebagai “peluru” dalam pembangunan di Kepulauan Aru. Oleh karena
itu, pemerintah harus mempertahankan dan melestarikan adat istiadat melalui berbagai
kebijakan pemerintah. Masyarakat adat adalah producers dan juga enablers bagi program
pengembangan sectoral yang dilakukan oleh pemerintah Aru. Namun mereka bisa
menjadi limiters yang membatasi ruang gerak Pemerintah Aru dalam mengembangkan
daerahnya. Semua itu tergantung relasi yang terjalin antara pemerintah dan stakeholder-
nya, termasuk di antaranya adalah masyarakat adat.
BIBLIOGRAPHY
Dewan Adat Aru. 2006. Laporan Seminar Adat Aru.
Leatemia. 2006. Peranan Hukum Adat Bagi Pembangunan Daerah Kepulauan Aru.
Smith, Ronald. 2005. Strategic Planning for Public Relations. New Jersey: Lawrence
Evi Novianti
Program Studi Magister Pariwisata, Universitas Padjadjaran
E-mail: evi.novianti@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Adanya perbedaan budaya di dalam kehidupan sehari-hari yang di alami oleh
kalangan mahasiswa Unpad sangatlah beragam. Penulis mendapatkan informasi
langsung dari narasumber yang merasakan sendiri proses penyesuaian budaya. Topik
yang penulis angkat ialah mengenai mahasiswa rantau dan penyesuaiannya dengan
lingkungan yang baru. Topik ini diangkat karena penulis merasa bahwa masalah ini
sangat sering dialami oleh para mahasiswa khususnya mahasiswa Universitas
Padjadjaran yang datang dari berbagai latar belakang tempat, kebudayaan, nilai, norma,
dan sebagainya. Banyaknya mahasiswa terutama mahasiswa baru yang datang ke
Jatinangor membawa kebiasaan lamanya dari tanah asalnya dan harus menyesuaikan
diri dengan adat istiadat setempat (Sunda) di lingkungan Universitas Padjadjaran itu
sendiri. Banyak yang berhasil, namun tidak sedikit pula yang merasa kesulitan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
masalah-malasah yang timbul dari perbedaan nilai dan budaya yang dialami oleh
individu. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak perbedaan yang terdapat pada
kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Ambon, Toraja, Surabaya, yang
berada di Jatinangor. Ada banyak perbedaan, misalnya bahwa masyarakat Ambon
terbiasa dengan masyarakat yang bertutur kata keras dan intonasinya cepat, serta etnik
ini tergolong ke dalam konteks budaya rendah. Lalu ada pula kebiasaan makan etnik
Ambon yang terbiasa untuk menyantap ikan segar sebagai panganan utamanya dan
hal ini tidak bisa tidak harus selalu dilakukan. Namun ketika harus bermigrasi ke
Jatinangor, tiap harinya Lisa terpaksa untuk menyantap ayam. Mahasiswa yang berasal
dari Tana Toraja yang bermigrasi di Jatinangor tidak tebiasa dengan kebiasaan tersebut
seperti mahasiswa yang datang dari Kota Ambon, pendatang dari Tana Toraja ini
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan deskriptif. Menurut Morrisan (2012:37) metode
deskriptif bertujuan untuk menjelaskan suatu kondisi sosial tertentu. Di artikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek
atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya
yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Atau
juga akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau
menerangkan saling berhubungan, mentes hipotesis, membuat ramalan, atau
mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang bertujuan untuk
menemukan hal-hal tersebut mencakup juga metode deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah yang dilakukan secara hati-hati dan cermat
dan karenaya lebih tepat dan akurat. Informan dalan pnelitian ini adalah Lisa Christi
Lamba dan Aldrian Rivaldo Salamor. Lisa Christi Lamba atau yang akrab dipanggil Lisa
merupakan mahasiswi yang berasal dari Ambon namun sebelumnya sudah sempat
berpindah-pindah ke Tana Toraja dan Surabaya, dan pada saat ini ia bertempat tinggal
di Jatinangor. Lisa merupakan mahasiswi Fakultas Teknik Geologi di Universitas
Padjadjaran yang mendapatkan beasiswa kerjasama Universitas Padjadjaran dengan
Pemerintah Propinsi Maluku.
SIMPULAN
Proses adaptasi merupakan salah satu dari beberapa ciri-ciri pokok dari makhluk
hidup, termasuk manusia. Penyesuaian diri dengan para pendatang demi terciptanya
lingkungan masyarakat yang harmonis dan minim konflik, ada banyak perbedaan yang
terdapat pada kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Ambon, Toraja,
Surabaya, dan Jatinangor.
BIBLIOGRAPHY
Bungin, B. (2013). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suryabrata, Sumardi. 2012. metode penelitian. Jakarta. PT. raja grafindo Persada. 2012;76
Sztompka, Piotr, 2005. Sosiologi Perubahan Sosial (alih bahasa oleh Alimandan). Jakarta:
Prenada Media.
Tubbs, L Stewart dan Moss Sylvia. 2001. Human Comunication (konteks-konteks komunikasi).
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Varner Iris, Linda Beamer. Intercultural Communication in the Global Workplace. McGeaw
Hill. Singapore 2005.
PENDAHULUAN
Bandung adalah kota yang identik dengan kreatifitas anak mudanya. Berbagai
karya kreatif lahir dari kota ini, mulai dari musik, kuliner bahkan fashion. Bandung juga
dianggap menjadi pelopor bagi perkembangan dunia fashion dimana kaum muda yang
menjadi penggeraknya. Sekitar tahun 1996 mulai muncul dan berkembang industri
fashion, atau yang dikenal dengan istilah clothing. Clothing sendiri berasal dari bahasa
Inggris yang berarti pakaian. Namun dari sisi industri pakaian yang ada di Bandung,
clothing company adalah istilah yang digunakan untuk perusahaan yang memproduksi
pakaian jadi dibawah brand mereka sendiri(Fenom, 2016)
Berangkat dari perkembangan salah satu brand clothing ternama di kota
Bandung, yaitu unkle347, ternyata industri ini semakin menjamur dan semakin banyak
juga brand-brand clothing lainnya yang bermunculan. Masing – masing brand muncul
dengan konsep yang berbeda – beda, tergantung dari idealisme orang - orang yang
menciptakan produk clothing tersebut. Seperti halnya unkle347 memproduksi produk
fashion yang awalnya ditujukan untuk penggemar skateboard dan surfing. Ada juga
brand lainnya yang membuat produk clothing dengan tema musik dengan menggunakan
gambar – gambar yang berkaitan dengan dunia music, seperti cover album grup band
tertentu atau gambar personil band tersebut.
Ternyata citra yang dibawa oleh produk clothing company tersebut mendapat respon
yang sangat baik oleh pasar, terutama oleh anak muda yang merasa bahwa clothing ini
bisa memenui keinginan mereka untuk mendapatkan produk yang sesuai selera mereka,
yang tidak bisa mereka dapatkan dari produk lainnya, bahkan produk yang sudah
dikenal oleh skala nasional bahkan internasional sekalipun. Hal ini terjadi karena produk
yang sudah memiliki brand dengan skala luas lebih melihat konsep produknya sebagai
komoditi dagang yang bersifat komersil, sedangkan produk – produk clothing lebih
Kickfest
Kickfest merupakan acara rutin yang awalnya digelar di kota Bandung, namun
beberapa tahun terakhir Kickfest juga digelar di beberapa kota besar lainnya di
Indonesia seperti Malang dan Jogjakarta. Kickfest berawal dari komunitas anak muda
yang tergabung dalam “Kreative Independent Clothing Kommunity (KICK) yang
berambisi untuk meningkatkan kreatifitas anak muda khususnya di bidang clothing.
(Handiman.2013).
Dalam wawancara yang dilakukan kepada Tjuk Guritno selaku Marketing
Communication dari KICK selaku penyelenggara Kickfest, disampaikan bahwa Kickfest
pertama hadir di bandung sekitar tahun 2000 awal dan ini adalah reaksi dari anak muda
Bandung dalam menyikapi krisis moneter yang terajadi sekitar tahun 1998. Sekelompok
anak muda yang merasakan semangat yang sama mendirikan KICK sebagai wadah bagi
pengusaha clothing brand lokal yang ada di kota Bandung. Dari wadah KICK inilah
mereka membuat suatu event yang bisa menyatukan berbagai brand lokal, dan lahirlah
event Kickfest. Kickfest bertujuan untuk menunjukkan bahwa brand lokal bisa
berkompetisi sehat dalam dunia usaha industry clothing dan juga sebagai wujud
diplomasi eksistensi brand lokal ditengah arus invansi brand – brand mancanegara yang
masuk ke Indonesia. Kickfest yang awalnya hanya sebuah event, lama kelamanaan
menjadi sebuah pergerakan bersama yang mensinergikan antara para pelaku usaha
dengan para pelanggannya. Industri ini menjadi wujud kerjasama dari banyak pihak yang
ada didalamnya, termasuk pemerintah yang mulai mendukung jenis industri kreatif ini
melalui badan yang khusus dibentuk yaitu BEKRAF (Badan Ekomomi Kreatif) dimana
menekankan industry kreatif sebagai penyokong ekonomi negara.
Budaya
BIBLIOGRAPHY
Bungin, B. (2009). Sosiologi Komunikasi. jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Fenom. (2016). Pengertian Distro dan Clothing Company. Retrieved November 11, 2018, from
https://birdlook.wordpress.com/2016/01/14/pengertian-distro-dan-clothing-company-
3/
Ida rochani adi. (2011). Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mike Featherstone. (2001). Posmodernisme dan Budaya Konsumen. jakarta: Pustaka Pelajar.
Parekh, B. (1997). National Culture and Multiculturalism. New Delhi: Amar Prahasan.
Richard Semenik, Chris T Allen, Thomas C. O’Guinn, H. K. (2012). Advertising and promotions:
An integrated brand approach. South Western: Cengage Learning.
Ridaryanthi, M. (2014). Ridaryanthi: Bentuk Budaya Populer dan Konstruksi perilaku Konsumen
... Pop Culture, 13(01), 87–104.
https://doi.org/https://media.neliti.com/media/publications/142786-ID-bentuk-
budaya-populer-dan-konstruksi-per.pdf
Tanudjaja, B. B. (2009). Pengaruh Media Komunikasi Massa Terhadap Popular Culture Dalam
Kajian Budaya/Cultural Studies. Nirmana, 9(2), 96–105.
https://doi.org/10.9744/nirmana.9.2.pp. 96-105
Tomlinson, A. (2005). Consumption, identity, and style. Marketing, meanings, and the packaging of
pleasure. Routledge.
Trisnawati, T. Y. (2011). Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri dalam Komunikasi. The Messenger,
Vol. 3(No. 1), 36–47.
Tyaswara, B., Taufik, R. R., Suhadi, M., & Danyati, R. (2017). Pemaknaan Terhadap Fashion Style
Remaja Di Bandung. Jurnal Komunikasi, 8(3), 293–297. Retrieved from
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom/article/view/3281
1
Deni Rustiandi
Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: deni.rustiandi@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Sejak Tahun 2018 Lembaga Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas
Padjadjaran di bawah pembinaan Fakultas, hal ini dimaksudkan agar masing-masing
fakultas punya tanggung jawab untuk membina Lembaga Kemahasiswaan Induk, dua di
antaranya adalah Lingkung Seni Sunda (LISES) dan Unit Pecinta Budaya Minangkabau
(UPBM). Keduanya adalah merupakan Lembaga Kemahasiswaan yang bergerak dalam
bidang kebudayaan dan seni. Yang menarik menjadi kajian adalah ternyata anggota dari
kedua lembaga ini tidak berasal dari budaya yang sama. Anggota dari Lises tidak
seluruhnya beretnik sunda, begitupun UPBM tidak semuanya beranggotakan
mahasiswa yang berasal dari provinsi sumatera barat atau beretnik minang.
Keterlibatan Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswaan tentunya tidak
menghambat prestasi akademik seperti yang pernah diteliti oleh (Suartini & Sukandar,
2016) Keterlibatan mahasiswa yang baik pada organisasi kemahasiswaan akan
menghasilkan motivasi belajar yang baik.
Mahasiswa sebagaimana disampaikan (Suroto, 2016) adalah dapat menjadi agent
of change dan social control di lingkungannya, daerahnya serta negara. Dalam posisi
tersebut, mahasiswa yang merupakan representasi dari perguruan tinggi juga dalam
berbagai kegiatannya dapat mendukung kemajuan masyarakat berbasis keilmuan.
Implikasinya pengurus organisasi kemahasiswaan menjadi insan yang mandiri dan
memiliki tanggungjawab yang tinggi dalam peranannya menjadi pengurus organisasi
kemahasiswaan.
1
Deni Rustiandi, S.A.P, Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-
Sumedang KM 21, Jatinangor Sumedang
SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa inti dari konsep
integrasi sosial adalah dengan menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap
unsur. Dalam hal ini kedua lembaga kemahasiswaan ini mengakui perbedaan masing-
masing dan memberikan makna yang sama karena keduanya ingin meningkatkan
integrasi sosial dan relasi mereka. Hal ini terlihat dalam persamaan hak mereka dalam
berorganisasi selama masing-masing dapat memenuhi tujuan organisasi.
Dalam Komunikasi antar budaya kedua lembaga ini telah memenuhi fungsi
sosialnya yaitu komunikasi yang bersumber dari seorang individu yang kemudian
menyatakan identitas sosial sebagai lembaga kemahasiswaan budaya yang khas
membawa identitas budayanya yaitu budaya sunda dan minang melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Tetapi dalam prakteknya walaupun
anggota berasal dari berbagai etnis tetap berintegrasi dalam artian menerima kesatuan
dan persatuan antarpribadi, antarkelompok dan tetap mengakui perbedaan-perbedaan
yang dimiliki oleh setiap anggota. Sebagaimana tujuan komunikasi adalah memberikan
makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam
kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator
dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan
prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya
memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan
sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan
dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka. Dalam prakteknya masing-
BIBLIOGRAPHY
Connelly, F. M., & Clandinin, D. J. (1990). Stories of Experience and Narrative Inquiry.
Educational Researcher. https://doi.org/10.3102/0013189X019005002
Creswell, J. W. (2015). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset (memilih diantara lima
pendekatan). In Penelitian Kualitatif (p. 634). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Amanah, S. (2015). Pola Komunikasi dan Proses Akulturasi Mahasiswa Asing di STAIN
Kediri. Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015, 13(1), 54–64.
Hakim, A., & Hadipapo, A. (2015). Peran Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap
Kinerja SUmber Daya Manusia di Wawotobi. EKOBIS Vol.16, No.1, Januari 2015, 16(1),
1–11.
Sekeon, K. (2013). Komunikasi Antar Budaya pada Mahasiswa FISIP UNSRAT. Jurnal Acta
Diurna, 2(3), 1–14.
Suartini, T., & Sukandar, A. (2016). Pengaruh Organisasi Kemahasiswaan Terhadap Motivasi
Belajarmahasiswa Dalam Menghadapi Era Globalisasi, 307–316.
Bitar. (2018a). Suku Minangkabau : Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, dan Sistem
Kepercayaan Beserta Bahasanya Lengkap. Retrieved from
https://www.gurupendidikan.co.id/suku-minangkabau-sejarah-kebudayaan-adat-
istiadat-dan-sistem-kepercayaan-beserta-bahasanya-lengkap-2/
Bitar. (2018b). Suku Sunda : Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, dan Sistem Kepercayaan
Beserta Bahasanya Lengkap. Retrieved from https://www.gurupendidikan.co.id/suku-
sunda-sejarah-kebudayaan-adat-istiadat-dan-sistem-kepercayaan-beserta-
bahasanya-lengkap/
PENDAHULUAN
Pariwisata telah mengalami ekspansi dan diversifikasi berkelanjutan, serta
menjadi salah satu kunci bagi konservasi alam dan budaya (Kemenparekraf, 2016). Oleh
sebab itu diperlukan pembaharuan dalam pengembangan kawasan wisata di Indonesia
menjadi kawasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, salah
satu tempat wisata yang berada di Kabupaten Sumedang. Salah satu desa yang bisa
dijadikan untuk dijadikan desa wisata alam adalah Desa Jatiroke merupakan sebuah
desa kecil yang terdapat di ujung timur Kecamatan Jatinangor. Meskipun Jatiroke dapat
dinyatakan sebagai desa terpencil yang berada di Jatinangor, namun desa tersebut
memiliki satu aset yang dapat dikembangkan, yaitu Gunung Geulis. Gunung Geulis
merupakan salah satu daya tarik wisata yang ada di Jatinangor namun belum dapat
dikembangkan dengan baik. Padahal Gunung Geulis dapat digunakan sebagai salah satu
aset pariwisata yang dapat meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan masyatakat
Jatiroke khususnya. Berdasarkan data yang kami peroleh dari kantor Desa Jatiroke,
menyatakan bahwa masih terdapat lebih dari 75 ribu hektar yang belum dimanfaatkan
dengan maksimal. Sehingga Gunung Geulis memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat sekitar Jatiroke.
Sesuai dengan tujuan dan konsep kebijakan pembangunan pariwisata di
Kabupaten Sumedang maka dalam pengembangan Desa Wisata harus menerapkan
prinsip dan kaidah-kaidah pelestarian alam, lingkungan dan sumber daya berkelanjutan
dengan konsisten dalam pengelolaan dan pengembangan daya tarik wisata unggulan
dan fasilitas pariwisata utama Kabupaten Sumedang, mencegah dan menanggulangi
dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan
penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat,
Penghasilan bagi masyarakat lokal. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
Berdasarkan data dari Desa Jatiroke, dapat diketahui bahwa hampir 50%
penduduk Desa Jatiroke merupakan masyarakat yang berusia produktif, namun
sayangnya hanya tiga persen dari masyarakat Desa Jatiroke yang dapat menyelesaikan
pendidikan hingga perguruan tinggi dan sebanyak 20% yang menempuh pendidikan
hingga sekolah menengah atas. Karena tingkat pendidikan yang cukup rendah sebagian
besar masyarakat Jatiroke belum memiliki pekerjaan yang layak dan bekerja dengan
memanfaatkan hasil kekayaan alam yang berada disekitarnya. Berikut merupakan data
mengenai mata pencaharian masyarakat Jatiroke:
Penduduk Desa Jatiroke sendiri terdiri dari 6.586 penduduk sebagai tenaga
kerja, 1.754 tidak atau belum bekerja, dan 1.232 penduduk sebagai ibu rumah tangga.
Hampir 3.000 penduduk Jatiroke tersebut merupakan penduduk yang belum
diberdayakan dengan maksimal. Selain itu terdapat pula 1.122 penduduk yang berstatus
sebagai pelajar.
Penduduk Desa Jatiroke juga merupakan sekelompok warga atau terdapat
lembaga masyarakat yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan
serta pemberdayaan. Terdapat beberapa lembaga kemasyarakatan seperti Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Perlindungan Masyarakat (Limmas), Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM),
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Taruna Karya, Majelis Ulama, dan
Kelompok Tani. Selain terdapat beberapa lembaga kemasyarakatan juga terdapat pula
potensi masyarakat yang berasal dari bidang seni dan budaya yang masih terpelihara
dengan baik yaitu Reak, Singa Depok, Pencak Silat, Kuda Renggong, Marawis, dan
Qosidah Modern.
Berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki
oleh Desa Jatiroke maka dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa masih belum
Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan berasad dari kata berdaya atau empower yang dalam kamus
bahasa Indonesia diartikan sebagai berkontribusi baik dari segi waktu, tenaga, usaha,
melalui kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan hukum. Selain itu
pemberdayaan juga dapat dinyatakan sebagai pemberian kekuatan atau persetujuan
kepada seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Menurut Merriam Webster
“Empowerment” memiliki dua makna yaitu “to give ability or enable to” berarti untuk
memberikan kemampuan, dan “to give power or authority to” berarti memberikan
kekuatan”. Selanjutnya Carlzon dan Macauley menyatakan bahwa pemberdayaan
berarti membebaskan seseorang dari kendali yang kaku dan memberi orang tersebut
kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide, keputusan, dan tindakannya.
Strategi Pemberdayaan
1) Community Relation
Strategi yang pertama adalah community relation dimana pertama adalah
membangun hubungan yang baik antar masyarakat. Strategi ini dirancang guna
mempermudah jalur komunikasi dengan atau sesama masyarakat yang
selanjutnya akan dilibatkan kedalam berbagai program pemberdayaan yang
dirancang.
2) Community Engagement
Strategi kedua merupakan strategi untuk melibatkan masyarakat kedalam segala
proses yang berhubungan dengan pemberdayaan. Masyarakat akan dilibatkan
menjadi pelaku pembangunan dalam membangun Desa Jatiroke.
3) Government Relation
Membangun hubungan baik dengan pemerintah setempat untuk memajukan
sebagai pihak pendukung dalam mengurus perizinan dan sebagai pihak
pendukung atas program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di Desa
Jatiroke.
4) Government Engagement
Selain membangun hubungan yang baik dengan pemerintah, maka perlu
melibatkan pula pemerintah seagai pihak opinion leader atau pemangku opini
yang dapat turut mengajak masyarakat dalam berpartisipasi untuk turut serta
dalam pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan di Desa Jatiroke.
5) Coaching
Dalam meningkatkan potensi masyarakat Jatiroke maka perlu dilakukanya
pelatihan agar selanjutnya masyarakat mampu dengan sendirinya bertanggung
KESIMPULAN
Jatiroke merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jatiroke merupakan desa yang memiliki berbagai
potensi yang patut untuk dikembangkan melalui program pemberdayaan. Mulai dari
potensi Sumber Daya Alam sebagai identitas utama Desa Jatiroke, yaitu Gunung Geulis
hingga potensi Sumber Daya Manusia dengan melimpahnya masyarakat yang berusia
produktif ditambah dengan potensi pada bidang kesenian dan budaya leluhur.
Dengan berbagai potensi yang dimiliki oleh Desa Jatiroke sekaligus
dipadupadankan dengan konsep desa wisata dan konsep pemberdayaan masyarakat,
maka potensi yang dimiliki oleh Desa Jatiroke bisa lebih dikembangkan dan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan taraf ekonomi masyarakat setempat dan
melibatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, melibatkan pemerintah dan
DAFTAR PUSTAKA
Amanah, S. “Peran Komunikasi Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.”
Jurnal Komunikasi Pembangunan, Vol 8, no 1, 2010: 1 - 19.
Atmoko, Prasetyo Hadi. “Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata Brajan Kabupaten
Sleman.” Jurnal Media Wisata, Volume 12, Nomor 2, 2014: 146 - 154.
PENDAHULUAN
Mnet Asian Music Awards adalah sebuah ajang penghargaan (awards) musik K-
Pop yang paling bergengsi, paling besar dan diselenggarakan di tiga negara berbeda.
Mnet Asian Music Awards biasa disingkat dengan sebutan MAMA. Aacara penghargaan
bergengsi ini diselenggarakan oleh CJ E&M melalui saluran musik populer Korea Selatan
yaitu Mnet. MAMA menjadi salah satu penghargaan besar bagi grup atau penyanyi
terbaik Korea Selatan. Selain di Korea Selatan, MAMA juga terkenal hingga ke berbagai
negara seperti Cina, Jepang, Filipina, Thailand, Singapur, Amerika Serikat dan bahkan
Indonesia. Ajang penghargaan ini pertama kali diadakan pada tahun 1999. Saat itu
namanya adalah Mnet Km Music Awards yang menjadi ajang penghargaan untuk video
musik saja.
Pergantian nama terjadi berkali-kali, di tahun 2000 menjadi Mnet Music Video
Festival, kemudian di tahun 2004 menjadi Mnet Km Music Video Festival sebelum
kembali berganti nama lagi pada tahun 2006 menjadi Mnet Km Music Festival (MKMF).
Baru pada tahun 2009 nama penghargaan ini berganti menjadi MAMA alias Mnet Asian
Music Awards. Sebagai tambahan, masyarakat dan penggemar musik juga bisa
melakukan voting untuk menentukan pemenang. Malam penghargaan MAMA selalu
diselenggarakan di Korea Selatan, kecuali pada tahun 2010 saat diadakan di Makau,
Cina. Ajang penghargaan ini pun kerap menjadi barometer dan penentu kualitas musik
dari artis dan musisi di Korea Selatan. Mnet Asian Music Awards (MAMA) dikenal selalu
menyuguhkan konsep yang berbeda setiap tahunnya. Slogan “Music Makes One” pernah
digunakan oleh Mnet Asian Music Awards (MAMA) untuk menunjukkan perbedaan
bahasa, budaya dan negara bukan menjadi halangan dan rintangan untuk bisa
menikmati musik dan semua perbedaan tersebut justru dapat disatukan oleh musik.
METODOLOGI
Metode yang digunakan penulis dalam artikel ini adalah dengan menggunakan
metode desk research. Desk research merupakan penelitian yang pada dasarnya terlibat
dalam mengumpulkan data dari sumber yang telah ada maka sering dianggap sebagai
teknik dengan biaya rendah dibandingkan dengan penelitian lapangan. Selain
menggunakan penelitian yang sudah ada sebagai bahan referensi. Penulis juga
melakukan wawancara dengan beberapa penggemar/fans dari K-pop.
Informan 1 : “ Aliran musik K-pop menurut saya sangat enak untuk didengarkan walau
beda bahasa dan terkadang saya kurang ngerti arti dari lagunya.”
Informan 2 : “Kesan pertama saya ngikutin music K-pop karena beda dari music-musik
pada umumnya. Jadi bikin penasaran dan pengen tahu lebih banyak aja sih”.
Informan 3 : “Kalau saya suka dengan music K-pop itu karena kerja keras mereka.
Untuk jadi seorang idol itu tidak gampang. Mereka harus melewati masa audisi dan trainee.
Kalau pas jadi trainee berkembang terus, kesempatan debutnya akan semakin cepet tapi
kalau tidak ya mereka tidak bisa keluar dari agensi atau jadi trainee lama. Terus mereka itu
kreatif, suka memproduksi lagu-lagu mereka sendiri.”
• Apakah kamu tahu ajang Mnet Music Awards (MAMA)? Kalau tahu, apakah kamu
sependapat dengan slogan dari acara tersebut “Music Makes One”?
Informan 1 : “Iya tahu. Karena dengan K-pop, orang-orang dari berbagai penjuru
dunia menjadi satu yang biasanya kita sebut dengan fandom.”
Informan 1 : “Saya menikmati K-pop dengan mendownload lagu artis kesukaan saya,
menonton musik video di youtube dan mencari berita K-pop di Twitter. Kadang saya juga
suka beli album, aksesoris, kaos dari artis K-pop”.
Informan 2 : “Kadang emang sih 80 persen gak paham sama lagu yg lagi didengerin
yg jelas nikmatnya beda jadi don't think about it, just feel. Malah saya termasuk sering
nonton konser music K-pop.”
Informan 3 : “Dengerin lagunya di playlist handphone, update berita K-pop lewat
media sosial dan sharing dengan temen-temen yg suka K-pop juga. Kan banyak tuh fandom-
fandom K-pop. Kadang suka ikutan pesen album atau tiket konser karena seru banget
nonton konser music K-pop beda dengan yang Indonesia.”
Ketiga informan di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa sebagai fans,
mereka tidak mengalami hambatan dan keberatan yang berarti ketika mereka
menikmati atau mengonsumsi musik K-pop yang merupakan produk dari budaya
popular dari Korea Selatan. Slogan “Music Makes One” seolah semakin menguatkan
pendapat dari ketiga informan tersebut bahwa musik bisa membebaskan kita dari segala
perbedaan dan bisa menikmati lagu-lagu K-pop walau mereka tidak terlalu paham
dengan bahasa yang digunakan. Namun, dalam kajian komunikasi multikultur dikatakan
bahwa selain bahasa secara verbal, hal lain yang lebih penting fdalam berkomunikasi
adalah non verbal. Penulis menyimpulkan ketiga informan memanfaatkan komunikasi
non verbal untuk bisa menikmati musik K-pop. Ketiga informan ini juga sesungguhnya
secara tidak sadar merupakan konsumen dari industri budaya popular Korea Selatan.
Hal ini dibuktikan dengan mereka mengikuti perkembangan idola mereka dengan
membeli álbum, aksesoris, banner, poster, pakaian serupa hingga tiker konser para idola
mereka.
SIMPULAN
Penulis dapat menyimpulkan bahwa para penggemar musik K-pop memiliki
ketergantungan terhadap media khususnya media yang menayangkan segala sesuatu
tentang musik K-pop baik konvensional maupun online. Ketiga informan juga memaknai
slogan “Music Makes One” dan merasa membuat mereka menjadi bagian dari musik K-
pop secara tidak sadar. Slogan tersebut menghilangkan berbagai hambatan dalam
menikmati music K-pop.
Media Korea Selatan menangkap dengan baik kebutuhan para fans atau
penggemar sehingga konsumsi para fans menjadi strategi produksi yang baik bagi
BIBLIOGRAPHY
Ardia, V., Jakarta, U. M., Populer, B., & Media, G. (2013). Drama korea dan budaya popular.
Durham, M. G., & Kellner, D. M. (2006). Media and Cultural Studies: KeyWorks. International
Sociology. https://doi.org/10.1177/026858094009002003
Gooch, B. (2014). The Communication of Fan Culture: The Impact of New Media on Science
Fiction and Fantasy Fandom. Igarss 2014. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Jenkins, H. (1992). (1992). Textual Poachers: Television Fans & Participatory Culture. New
York: Routledge.
Karim, A. (2015). Komunikasi Antar Budaya di Era Modern. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam.
Storey, J. (1993). Cultural Theory and Popular Culture. Structuralism and post-structuralism.
https://doi.org/10.1096/fj.13-247106
Turow, J. (2016). Media today: Mass communication in a converging world. Media Today: Mass
Communication in a Converging World. https://doi.org/10.4324/9781315681726
1
Dita Nur Amalina
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: dita18003@mail.unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Dunia harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman yang begitu cepat,
salah satunya ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap
revolusi industri mempunyai ciri masing-masing, dari mulai generasi pertama sekitar
abad 18 dengan adanya lokomotif seperti kereta uap atau alat lainnya yang merupakan
hasil dari mesin pembakaran. Selanjutnya, industri 2.0 dengan adanya tenaga uap dan
air berkembang menghasilkan teknologi tenaga listrik. Generasi ketiga dengan teknologi
dan internet. Sehingga terus berkembang dan sekarang memasuki generasi keempat
ditandai dengan adanya robot pintar, superkomputer, kendaraan tanpa pengemudi,
perkembangan neuroteknologi serta editing gen2etic (Schwab, 2016) .
Era revolusi industri 4.0 mendorong seluruh negara dan lapisan masyarakat
terutama di Indonesia untuk beradaptasi dengan beragam perubahan besar. Begitu pun
di Indonesia, making Indonesia 4.0 merupakan strategi dan kewajiban bagi pemerintah
untuk menyiapkan angkatan kerja yang kompetitif produktif, yaitu generasi milenial.
Topik ini menjadi pembahasan penting sepanjang tahun 2017-2018 dan menjadi
fokus pemerintah untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Berbagai tanggapan
menyambut perubahan ini, sebagian ada yang menganggap sebagai ancaman. Namun,
banyak pihak juga yang menganggap kondisi saat ini sebagai peluang.
Perubahan-perubahan itu sangat jelas terasa di dalam tatanan masyarakat,
semuanya serba digitalisasi dan otomasi. Masyarakat masih sering memperdebatkan
dampak dari perubahan yang ada, fakta-fakta seperti berkembangnya perusahaan-
perusahaan baru (startup company) seperti transportasi online mengakibatkan
1 Dita Nur Amalina, S.Sos, Universitas Padjadjaran, Jln. Raya Bandung-Sumedang Km. 21
Jatinangor, Kab. Sumedang 45363 Jawa Barat. Email: pasca@unpad.ac.id.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis perilaku atau paritisipasi generasi milenial di era digital
akankah mampu untuk bersaing di era revolusi industri? Kesimpulannya, generasi
milenial dilihat dari berbagai macam karakter mereka mampu untuk bersaing. Seperti
halnya pemerintah mempunyai road map making Indonesia 4.0 dengan program yang
fokus dibeberapa industri, berbagai upaya dilakukan menyiapkan generasi milenial
menghadapi perubahan zaman.
Terutama, lembaga pendidikan dan universitas-universitas Indonesia diharapkan
akan mampu menghasilkan generasi yang melek teknologi dan memiliki literasi yang
tinggi. Sehingga, ketika terjun ke dunia kerja mereka siap bersaing tidak hanya di dalam
negeri tapi internasional.
Begitu pun dalam pekerjaan. Berbagai perusahaan harus berperan aktif, tidak
hanya diam atau gulung tikar dengan melihat kondisi yang cepat berubah. Persaingan
bisnis semakin ketat, bagi generasi milenial yang telah berkerja didorong untuk selalu
melakukan inovasi dan kreatif. Sebagai bentuk aksi yang mampu untuk menghadapi
BIBLIOGRAPHY
Bungin, B. (2011b). Masyarakat Indonesia Kontemporer Dalam Pusaran Komunikasi. Jurnal
Komunikasi,2(1), 127. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/316259632.
Howe,N.,William, S. (2000b). Millennials Rising the next Great Generation. Gener. J. Am. Soc.
Aging. https://doi.org/10.1108/jcm.2002.19.3.282.4.
Jenkins, H., Purushotma, R., Weigel, M., Clinton, K., Robinson, A.J. (2009). Confronting the
Challenges of Participatory Culture: Media Education for the 21st Century. Massachusetts:
MIT Press.
Schwab, Klaus. (2016b). 1.14 The Fourth Industrial Revolution: What It Means and How to
Respond. World Economic Forum. Retrieved from
https://doi.org/10.1038/nnano.2015.286.
Soesatyo, B. (2018, April). Generasi Milenial Dan Era Industri 4.0. Detik.Com, c. 3981811.
Jakarta. Retrieved from news.detik.com.
Tim APJII. (2018, Maret). Survei APJII. Buletin APJII, 3. Retrieved from apjii.or.id/.
PENDAHULUAN
Cosplay: Peragaan Busana Para Pecinta Budaya Populer Jepang
Disadari ataupun tidak, pakaian bisa dijadikan sebagai salah satu media untuk
menunjukan identitas seseorang. Dan memang melalui pakaian lah, kita mengenal
identitas mereka. Kita bisa mengetahui (atau sekedar mengira) karakter pribadi,
identitas budaya, status sosial, pekerjaan bahkan tingkat pendidikan. Terkadang tidak
selamanya pakaian yang digunakan merupakan pakaian yang sebenarnya mewakili
identitas dirinya. Salah satunya dengan permainan kostum. Pada keseharian, kita
memang biasa menggunakan pakaian ala kadarnya sesuai dengan kebutuhan atau
kecenderungan gaya fashion yang dianut. Hanya sedikit dari kita melakukan modifikasi
dalam gaya berpakaian sehari-hari. Namun dengan permainan kostum, seseorang dapat
merubah citra dirinya menjadi apa yang ia inginkan. Kegiatan permainan kostum ini
biasa disebut dengan Cosplay.
Secara bahasa, cosplay berasal dari dua kata bahasa Inggris yang digabung
menjadi satu. Yakni kata Costume (pakaian) dan Play (bermain). Dalam hal ini, kostum
digunakan untuk memainkan peran sebuah karakter atau figur dari sebuah film, komik,
kartun atau game. Salah satu negara yang memilikii budaya Cosplay terbesar adalah
Jepang. Cosplay pertama kali muncul di Harajuku, Jepang, pada tahun 1964. Cosplay
sendiri merupakan sebuah bentuk penyaluran hobi dan kesenangan pribadi untuk
mengenakan dan memamerkan kostum unik, apalagi jika kostum hasil design sendiri.
Selain itu, pada awal kemunculannya, cosplay dijadikan sebagai bentuk perlawanan para
remaja Jepang terhadap etika berpakaian di Jepang yang kaku dan konservatif (Tokyo
Essential, 2010)
Jepang memang terkenal dengan budaya fashion yang unik dan khas, yang
dinamakan dengan J-Style atau J-Fashion (Venus & Helmi, 2010). J-Fashion ini
Informan 2 : “Hm... awalnya sih emang seneng jepangan, aku kan suka dateng ke
event jepangan gitu, di sana pasti ada aja yang cosplay. Aku jadi tertarik. Selain itu
karena aku seneng sama karakter-karakter anime/game rasanya pengen coba
gimana rasanya ngubah penampilan jadi karakter tersebut. Aku seringnya jadi
karakter cowok. Seneng karena karakter yang aku suka ganteng-ganteng.”
Tidak hanya melalui pakaian, karakter cosplay juga dikuatkan dengan riasan
make up dan aksesoris seperti rambut palsu, kalung, anting bandana, topi, dan lain
Informan 1: “Soalnya ga cute kalau pakai hijab d jadiin rambut wkwkw lebi milih
d marahin ibu. Karena orang tuaku gaksuka kenapa pake mini2 gitu. Tp aku kekeuh
kasih argumen kalau inituh salah satu media buat berekspresi, dr pada buka kerudung
dan ntr banuak omongan dr kanan kiri dan keluarga. Aku juga berusaha setiap
cosplay tuh pake stocking kok, ga kulit langsung kalau pake rok mini.”
Informan 2: “karena aku sukanya jadi karakter itu, dan karakternya cowok yang
ga pake jilbab”
Adapun dari segi tingkah laku (Manner) Bagi sebagian orang, cosplay hanya
menjadi sebuah hobi yang menyenangkan dan dilakukan sewaktu-waktu. Namun bagi
sebagian orang, cosplay merupakan sebuah gaya hidup dan gaya berpakaian. Untuk
kedua informan ini, ada perbedaan mencolok. Informan 1 hanya menjadikan cosplay
sebagai ajang berekspresi dan menyalurkan keinginannya berpakaian lucu ketika ia ingin
dan memiliki waktu senggang. Namun untuk informan 2, cosplay menjadi ajang untuk
dirinya berubah menjadi karakter yang ia senangi, dan untuk mendapatkan apresiasi dari
SIMPULAN
Cosplay, meski secara definisi merupakan permainan kostum, namun pada
praktik komunikasi dapat diartikan lebih dari itu. Di dalamnya terdapat motivasi yang
mendasari presentasi diri cosplayer melalui kostum yang ia kenakan. Cosplay dapat
dijadikan sebagai ajang penyaluran ekspresi diri, sebagai hobi yang membawa kepuasan
dan kesenangan, sebagai ajang mengasah kreatifitas, juga sebagai cara untuk menjadi
terkenal. Setiap diri yang dipresentasikan akan dipengaruhi oleh motivasi tersebut.
Seseorang yang cosplay karena hobi dan mengekspresikan diri, akan ber-cosplay ketika
merasa ingin dan butuh, dan ketika memiliki waktu luang. Seseorang yang melakukan
cosplay untuk mengasah kreatifitas, akan mengembangkan cosplay kepada sesuatu hal
yang bersifat produktif, seperti membuat kostum, atau mengikuti perlombaan cosplay.
Sedangkan seseorang yang bercopslay karena ingin terkenal, ia akan mempostingnya di
media sosial dan mempromosikan postingan tersebut.
Presentasi diri yang dilakukan oleh cosplayer dikaitkan dengan aspek presentasi
diri menurut Goffman dapat disimpulkan bahwa dari aspek setting, cosplayer biasa
melakukan cosplay ketika mereka berada di tempat diselenggarakannya event budaya
BIBLIOGRAPHY
Adi, I. R. (2011). Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalaludin Rahmat. (1996). Psikologi Komunikasi (1st ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Venus, A., & Helmi, L. (2010). Budaya Populer Jepang di Indonesia : Catatan Studi
Fenomenologis Tentang Konsep Diri Anggota Cosplay Party Bandung, 1(1), 1–124.
https://doi.org/10.1196/annals.1432.049
Tokyo Essential. (2010). Harajuku and The Meiji Jingu Shrine. Retrieved November 12, 2018,
from https://www.tokyoessentials.com/harajuku.html
1Erlangga
Marion
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: erlangga.marion@gmail.com
PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu pernyataan seseorang dalam ucapan yang mewakili suatu
kelompok tertentu dan berbeda dengan suatu kelompok lainnya. Semua bahasa terus
mengalami perubahan dan tidak ada satupun yang tidak mengalaminya, perubahan ini
ada dikarenakan adanya faktor internal dan juga faktor eksternal(Hickey 2003). Bahasa
indonesia sendiri juga mengalami perubahan dari masa ke masa, seperti penggunaan
ejaan lama huruf “dj” yang sekarang hanya “j”, “j” yang berevolusi menjadi “y”, dan
banyak hal lainnya.
Faktor internal yang mempengaruhi perubahan ini biasanya untuk
menyeimbangkan suatu sistem bahasa itu sendiri, dikarenakan suatu bahasa memiliki
tingkatan-tingkatannya. Sesuatu yang diganti pada suatu bahasa akan menciptakan
suatu ketidak imbangan dan akan membuat adanya perubahan lagi pada tingkatan
bahasa lainnya(Hickey 2003). Faktor eksternal juga mempunyai peranan dalam hal ini,
ini dikarenakan adanya kata kata yang panjang dan diringkas pada suatu masa tersebut
sehingga menjadi lebih mudah di gunakan dan terdengar lebih fashionable(Hickey 2003).
Contoh dari perubahan yang didasari oleh faktor eksternal ini adalah kata “enggak” yang
menjadi nggak, “itu” yang menjadi “tuh” dan banyak kata-kata lainnya.
Perubahan bahasa ini memberikan efek pada komunikasi yang terjadi.
Komunikasi menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss adalah proses pembentukan
makna diantara dua orang atau lebih, sedangkan menurut Harold D. Lasswell
komunikasi merupakan proses bagaimana komunikasi sebagai proses penyampaian
pesan dari seorang komunikator kepada komunikan melalui suatu media dan
memberikan efek tertentu kepada penerimanya(Mulyana 2000). Pembentukan makna
1
Erlangga Marion, S.I.Kom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang
KM.21 Jatinangor, 45363. Email: erlangga.marion@gmail.com
Penanganan perubahan
Bagaimana suatu kata yang mempunyai arti yang sama juga berpengaruh dalam
bagaimana suatu bahasa bisa mengalami perubahan, hal ini dipicu oleh bagaimana
penanganan perubahan pada bahasa itu sendiri. Bila ada dua kata yang mempunyai arti
yang sama, maka individu cenderung menghindarinya dan berusaha untuk mencari kata
lainnya untuk menghndari kesalahpahaman.
Sangat banyak kata-kata yang memiliki makna ganda pada bahasa indonesia,
sehingga hal ini juga memberikan dampak yang berpengaruh pada perubahan bahasa
indonesia. Contohnya adalah bagaimana individu berusaha untuk menghindari
menggunakan kata “apel” pada saat melakukan upacara. Dan pada saat ini kata apel
sangat jarang digunakan untuk mendeskripsikan kumpul pada upacara, dan cenderung
digunakan untuk memaknai salah satu jenis buah-buahan.
SIMPULAN
Perubahan bahasa yang terjadi pada bahasa indonesia adalah sesuatu hal yang
wajar dan tak bisa di hindari. Bukan hanya indonesia yang mengalami dampak ini tetapi
juga bahasa yang ada diseluruh dunia. Hal ini terjadi dikarenakan adanya faktor internal
dan eksternal dari perubahan bahasa yang terjadi, kedua adalah perubahan dan sikap
yang dilakukan terhadapa perubahan bahasa tersebut, ketiga yaitu bagaimana
perubahan itu terjadi, dan keempat adalah cara menanggapi perubahan tersebut.
Keempat hal ini adalah yang melatarbelakangi bagaimana suatu perubahan bahasa bisa
terjadi dan diterimanya dalam suatu kelompok masyarakat. Perubahan bahasa ini akan
menimbulkan persepsi dan pemaknaan yang berbeda bila partisipan yang melakukan
komunikasi tidak memiliki pemaknaan yang sama akan hal tersebut. Bahasa akan terus
berkembang dan meninggalkan bahasa-bahasa yang tidak aktual lagi dipergunakan pada
masanya.
Perubahan bahasa adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari. Perubahan akan
selalu terjadi, terlepas dari seberapa kerasnya individu menolaknya. Hal-hal negatif pada
perubahan bahasa ini adalah perbedaan persepsi dan makna pada suatu kata yang
terjadi pada individu-individu yang melakukan komunikasi. Hal ini bisa dihindari dengan
penyamarataan informasi tentang makna kata tersebut diantara partisipan komunikasi,
dengan memberikan penjelasan tentang apa maksud dari kata tersebut dan bagaimana
penggunaannya. Efek negatif kedua yang menjadi dampak dari perubahan bahasa ini
adalah terlupakannya kata-kata yang sudah ada terlebih dahulu, dan tidak digunakannya
lagi kata tersebut dalam percakapan komunikasi. Hal ini sudah bisa ditanggulangi
dengan adanya kamus besar bahasa indonesia yang menyimpan kata-kata beserta
BIBLIOGRAPHY
Cambridge Dictionary, Cambridge. 2016. “Cambridge Dictionary.” Relative Clause.
https://doi.org/10.1007/978-0-387-25789-1.
Hickey, Raymond. 2003. Motives for Language Change. Motives for Language Change.
https://doi.org/10.1017/CBO9780511486937.
Oxford English Dictionary. 2014. “Oxford English Dictionary Online.” Oxford English
Dictionary. 2014. https://doi.org/10.1016/j.nimb.2015.03.065.
Zimmermann, Kim Anderson. 2012. “What Is Culture? Definition of Culture.” Live Science.
Iqbal Syaefulloh
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: iqbalsyaefulloh27@gmail.com
PENDAHULUAN
Asumsi bahwa perubahan budaya dalam kehidupan manusia ditentukan oleh
teknologi, dicetuskan oleh McLuhan. Pencetusan gagasannya sendiri didasarkan pada
pendapatnya mengenai pembagiannya atas periodesasi sejarah manusia yang menjadi
empat, di mana periode electronic age, selain menjadi periode terakhir juga menjadi salah
satu dari keempat periodesasi tadi yang fasenya mencakup tribal age, literacy age, dan
print age, Periode pada fase electronic age sendiri dimaksudkan McLuhan sebagai zaman
elektronik yang ditandai dengan penemuan telegraf, radio dan televisi.
Budaya adalah gambaran suatu negara, semakin banyak budaya yang ada di
suatu negara maka sudah dipastikan beragam pula suku, bahasa, ras bahkan
kepercayaannya. Ada perbedaan dimana negara yang dulu menjadi negara kolonial
Belanda dan Inggris memiliki ciri khas dalam berbudaya. Negara kolonial Inggris
contohnya Malaysia, negara tersebut ketika menjadi kolonial Inggris maka budaya
setempat akan sengaja dihilangkan, kemudian budaya Inggris yang akan mewarnai
budaya negara kolonialnya. Bisa kita lihat dari bahasa Malaysia yang beberapa kayanya
memiliki bahasa campuran Inggris atau serapan langsung dari bahasa Inggris. Berbeda
dgan negri kolonial Belanda, contohnya Indonesia, Indonesia adalah negara kolonial
Belanda dimana ketika mereka menjajah Indonesia mereka itu membiarkan
masyarakatnya untuk mempertahankan budaya setempat, tidak menghilangkan budaya
setempat. Oleh karena itu, Indonesia memiliki budaya yang banyak dan beragam dan
terus bisa dipertahankan sampai sekarang hal tersebut pun karena memang Indonesia
dulu menjadi kolonialnya Belanda, bayangkan jika Indonesia menjadi kolonial Inggris,
mungkin budaya kita akan sangat terbatas sekali atau bahkan hilang.
Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya yang sangat besar dan
beragam. Budaya-budaya yang ada di Indonesia adalah budaya-budaya yang sangat
METODE PENELITIAN
Penelitian deskriptif kualitatif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial.
Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang
tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang
lengkap sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak
dapat diterapkan pada berbagai masalah. Metode penyelidikan deskriptif tertuju pada
pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Metode ini menuturkan,
menganalisa, dan mengklasifikasi ; menyelidiki dengan teknik survey, interview, angket,
observasi, atau dengan teknik test ; studi kasus, studi komperatif, studi waktu dan gerak,
analisa kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. Bisa disimpulkan bahwa metode
deskriptif ini ialah metode yang menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya
tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang
menampak, atau tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang
LANDASAN TEORI
Pendekatan fenomenologi dengan memusatkan perhatian pada pengalaman
hidup, dan mencari makna dari menonton di Indonesia sebagai media komunikasi.
Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang dapat mengungkapkan
pemahaman, motif, dan pengalaman komunikasi mengenai menonton televisi sebagai
budaya masyarakat Indonesia. Dalam penelitian mengenai “Konstruksi Makna
menonton televisis di Indonesia”, peneliti menggunakan fenomenologi sebagai kunci
analisis dalam penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman
akan makna, motif, dan pengalaman dari fenomena semakin meningkatnya masyarakat
Indonesia dalam menonton televisi.
SIMPULAN
Simpulan dari pemelitina ini adalah Indonesia adalah negara dengan beragam
budaya, agama, kepercayaan, suku dan ras. Hal tersebut bukan menjadi penghalang
untuk masyarakatnya untuk bersatu, namun karena sangat beragam maka
masyaraktnya sangat menjunjun tinggi nilai-nila toleransi dalam keberagaman. Budaya
Indonesia yang sangat beragam tentu saja disetiap daerah dan tempat memiliki ciri
khasnya masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di daerah tersebut.
Namun dari keberagaman budaya tersebut ada salasatu pemersatu dari budaya tersebut
yaitu budaya menonton. Menonton adalah melihat (pertunjukan, gambar hidup, dan
sebagainya). Masyarakat Indonesia sangat menyukai menonton hal-hal yang menarik
dan sifatnya menghibur, seperti contohnya di pulau Jawa dikenal dengan pertunjukan
wayang dimana pertunjukan tersebut adalah sebuah sara media massa yang
bertujuanuntuk menghibur masyarakat. Tentu saja hal tersebut sangat diapresiasi oleh
masyarakat sekitar. Tentu saja hal tersebut dilakukan diberbagai tempat-tempat
lainnya, hanya saja objek tontonannya saja yang berbeda. Menonton sudah menjadi
budaya yang mendarah daging di masyarakat Indonesia dan hal tersebut sudah
dilakukan dari dulu dan terus turun-menurun. Kita lihat sekarang masyarakat Indonesia
masih sangat menggemri kegiatan menonton, namun seiring perkembangan teknologi
dan komunikasi maka tontonannya pun ikut bergesar yang asalnya menontong hal-hal
yang bersifat manual dan tradisional sekarang menjadi modern dan digital. Namun hal
tersebut tidak menjadikan minat masyarakat Indonesia menurun dalam menonton,
BIBLIOGRAPHY
Arikunto, S. (2006). PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Bumi Aksara.
https://doi.org/10.1362/026725701323366836
Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti.
https://doi.org/10.1016/j.actamat.2005.07.004
Gagaramusu, Y. (2004). Jurnal Kreatif Online Tadulako Vol . 1 No . 1 ISSN 2354-614X Dampak
Menonton Siaran Televisi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn di
Kelas IV SD Inpres 2 Tada Kecamatan Tinombo Selatan Jurnal Kreatif Online Tadulako Vol
. 1 No . 1 ISSN , 1(1), 89–102.
Kurniadi, O. (2014). Budaya Jurnalistik di Metro TV. Jurnal Kajian Komunikasi, 1(2), 133–140.
Morley, D. (1992). Television, Audiences and Cultural Studies. Routledge Research in Cultural and
Media Studies. https://doi.org/cultural studies;fernsehen;publikum
Triwardani, R. (1992). Etnografi Pemirsa dan Penggunaan Televisi dalam Keluarga, (2), 85–98.
https://doi.org/00003226-200408000-00002 [pii]
Puput Tripeni Juniman. 2017. Mengulik Nielsen, Perusahaan Penghitung Rating Televisi.
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170922131852-220-243328/mengulik-
nielsen-perusahaan-penghitung-rating-televisi Diakses 9-11-2018-13.00.
Hadijah Alaydrus. 2017. Survei Membuktikan Generasi Milenial Lebih Suka Menonton TV.
http://industri.bisnis.com/read/20171103/105/705870/survei-membuktikan-generasi-
milenial-lebih-suka-nonton-tv. Diakses 9-11-2018 14.55
1Fathiya
Nur Rahmi
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: fathiyanurrahmi@gmail.com
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak destinasi wisata yang berbasiskan budaya ada di Indonesia.
Penggabungan antara budaya dan pariwisata menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan khususnya wisatawan mancanegara yang jarang bahkan belum pernah
melihat secara langsung budaya tradisional ciri khas suatu daerah. Tidak heran jika
wisatawan mancanegara setiap tahunnya mengalami peningkatan khususnya di provinsi
Jawa Barat yang banyak mengusung wisata budaya. Data yang dilansir dari (Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2018) dalam jangka waktu dua tahun yakni 2015
hingga 2016 wisatawan asing mengalami peningkatan jumlah sebanyak 2 juta
pengunjung, sementara untuk wisatawan domestik yang berkunjung ke Jawa Barat
bertambah sebanyak 3 juta orang pada tahun yang sama.
Wisata budaya menjadi daya tarik sebuah daerah. Melalui wisata budaya
pengunjung dapat mempelajari nilai, kebiasaan, adat istiadat dan seni di suatu tempat
yang mungkin baru dikunjungi oleh wisatawan (Danurdara and Budhi 2016). Tidak
heran jika provinsi Jawa Barat saat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak
dikunjungi wisatawan karena memiliki sejumlah wisata budaya. Salah satunya adalah
Saung Angklung Udjo. Saung Angklung Udjo merupakan salah satu objek pariwisata di
Bandung dengan konsep wisata budaya dan edukasi. Tidak hanya menampilkan
pertunjukan Angklung namun memperkenalkan seni budaya Angklung secara
mendalam pada pengunjung.
Pertunjukan di Saung Anklung Udjo tidak hanya menampilkan pertunjukan
angklung ataupun kesen2ian lainnnya, namun diakhir pertunjukan acara penonton diajak
1Fathiya Nur Rahmi, S.I.Kom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang
KM.21 Jatinangor, 45363. Email: fathiyanurrahmi@gmail.com
Dari hasil wawancara di atas, dapat dilihat adanya perasaan senang saat
menyaksikan pertunjukan salah satu pertunjukan yakni Helaran. Pada pertunjukan
tersebut terdapat nilai komunikasi budaya kontemporer yakni semula acara yang
dilakukan oleh orang dewasa untuk menyambut panen padi, pada pertunjukan Helaran
yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo melibatkan anak-anak. Pertunjukan ini
memberikan pengalaman yang menghibur dan berkesan bagi penonton melalui budaya
kontemporer.
SIMPULAN
Konsep wisata budaya yang diterapkan oleh Saung Angklung Udjo memiliki
berbagai keunggulan. Salah satunya adalah dengan menggabungkan konsep
experiential marketing dengan komunikasi budaya kontemporer pada pertunjukan dan
konsep tempat wisata. Pertama dapat dilihat dari verbal dan virtual yang ditampilkan
oleh Saung Angklung Udjo, kedua aspek ini sangat menggambarkan suasana wisata
budaya Sunda melalui website, media sosial, dan pada saat pertunjukan juga dilibatkan
BIBLIOGRAPHY
Indriani, Farida. 2006. “Experiential Marketing Sebagai Suatu Strategi Dalam Menciptakan
Customer Satisfaction Dan Repeat Buying Untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran” 3
(1): 28. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/smo.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2018. “Jumlah Wisatawan Mancanegara Dan
Domestik Di Provinsi Jawa Barat.” 2018.
Udjo, Saung Angklung. 2018. “Official Account Saung Angklung Udjo.” 2018.
https://www.instagram.com/p/BpTQemjASUb/.
Saung Angklung Udjo. 2018. “Profile Saung Angklung Udjo.” 2018. https://angklung-
udjo.co.id/.
Mochammad Nurreza
Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran
E-mail: nrreza2@gmail.com
PENDAHULUAN
Secara substantif pemasaran (atau manajemen pemasaran) dan pemasaran
stratejik memiliki perbedaan dalam beberapa aspek seperti kerangka waktu, proses
keputusan, hubungan dengan lingkungan dan lainnya (Jain, 2000:32). Aspek waktu dari
manajemen pemasaran bersifat jangka pendek dan keputusan yang diambil berkaitan
dengan waktu tertentu, proses keputusan cenderung top-down, serta lingkungan
dianggap konstan. Sedangkan pemasaran stratejik bersifat jangka panjang dan
keputusan yang diambil memiliki implikasi jangka panjang, proses keputusan cenderung
bottom-up, serta lingkungan dianggap sering berubah dan dinamis.
(Cravens, Piercy, & Cravens, 2000) mengemukakan bahwa pemasaran stratejik
merupakan proses market-driven dari pengembangan strategi yang
mempertimbangkan perubahan lingkungan dan kebutuhan untuk menawarkan superior
customer value. Fokus dari pemasaran stratejik yaitu pada kinerja organisasi. Dalam hal
ini, pemasaran stratejik menghubungkan organisasi dengan lingkungan serta
memandang pemasaran sebagai suatu fungsi yang memiliki tanggungjawab melebihi
fungsi lain dalam keseluruhan aktivitas bisnis (Sucherly, 2004:20).
Pemasaran bagi sebuah perusahaan merupakan jantung untuk kelangsungan
hidup suatu perusahaan tersebut, tanpa pemasaran perusahaan tidak dapat
menjalankan bisnisnya dengan baik yang pada akhirnya perusahaan tersebut aka
bangkrut, oleh karena itu strategi pemasaran harus dimodifikasi sesuai dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan konsumen dan dapat mecakup seluruh kalangan.
METODE
Metode pengkajian yang di lakukan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan
kualitatif. Dalam penelitian kualitatif populasin dan sampel tidaklah menjadi tolak ukur.
Bahkan populasi dan samplingnya sangat terbatas sementara itu tepe penelitian ini
menggunakan tipe deskriptif kualitatif. Melalui tipe ini peneliti akan menggambarkan
berbagai kondisi.
Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha
menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari
objek penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti itu sendiri bertindak sebagai
instrumen penelitiannya; yang mana sebagai instrumen penelitian peneliti harus
memiliki bekal teoridan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis,
memotret danmengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan
bermakna(P.D, 2014). Karakteristik penelitiannya yang holistik (menyeluruh), peneliti
dalam penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analis (bersifat deskriptif analitik),
objektifitas, sistematik dan sistemik sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi.
Sebab, hakikat dari suatu fenomena atau gejala bagi penganut penelitian kualitatif
adalah totalitas atau gestalt.
Penelitian ini melakukan studi pustaka dimana sebelum peneliti memulai
penelitiannya, hal ini bertujuan diantaranya untuk menentukan informasi yang relevan
sesuai dengan objek penelitian dan menambah pengetahuan mengenai masalah yang
diteliti. dengan melakukan studi pustaka kita juga dapat menemukan masalah yang akan
dijadikan objek penelitian. hal ini sangat berguna ketika kita belum menemukan objek
yang akan diteliti. Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dengan mencari
informasi lewat buku, majalah, koran dan literatur lainnya yang bertujuan untuk
membentuk sebuah landasan teori(Arikunto, 2006).
PEMBAHASAN
Saat ini pertumbuhan pengguna internet berkembang pesat, hal ini dikarenakan
peduduk Indonesia sudah melek terhadap dunia digital, teknologi dan informasi. Dari
hasil survey yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia)
pada tahun 2017, dari total populasi penduduk Indonesia sebanyak 262 juta orang,
54,68% atau 143,26 juta jiwa sudah menggunakan internet sebagai media sumber
informasi dan media dalam berbisnis, berdasarkan karakter kota/kabupaten sebesar
72,41% dari kota, 49,49% dari kabupaten, sedangkan berdasarkan usia penetrasi
pengguna internet tertinggi dari usia 19-34 tahun sebesar 49,52%(APJII, 2018).
Dari sebagian besar data tersebut digunakan untuk keperluan pribadi dan bisnis,
penggunaan internet pada suatu perusahaan digunakan untuk keperluan berbisnis,
mengembangkan bisnis, mengetahui segmentasi pasar, dan memperkenalkan produk-
produknya kepada masyarakat secara luas, karena dari internet kita dapat
memperkenalkan produk/jasa kita kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali,
SIMPULAN
Budaya teknik pemasaran telah mulai berubah seiring dengan perkembangan
zaman, dari budaya konvensional menjadi pemasaran digital yang serba praktis dan
mudah, pada teknik pemasaran konvensional mengharuskan untuk bisa memetakan
market share dengan melakukan survey terlebih dahulu yang membutuhkan waktu dan
tenaga namun dengan berubahnya budaya konvensional menjadi budaya digital
mempermudah perusahaan untuk menentukan market share dengan
mengoptimalisasikan aplikasi yang dapat membantu menentukan market share
perusahaan tersebut tanpa mengabaikan prinsip pemasaran 4P. Dengan kemajuan
teknologi masyarakat dengan mudah mengenal produk/jasa yang diluncurkan oleh
perusahaan tersebut dengan mengaskses internet, dengan jangkauan yang sangat luas
BIBLIOGRAPHY
Akrimi, Y., & Khemakhem, R. (2012). What Drive Consumers to Spread the Word in Social
Media? Journal of Marketing Research & Case Studies.
https://doi.org/10.5171/2012.969979
Alma, B. (2011). Pemasaran dan Pemasaran Jasa. In Pemasaran dan Pemasaran Jasa.
American Marketing Association. (1985). AMA Board approves new marketing definition.
Marketing News.
APJII. (2018). Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017.
https://doi.org/10.1016/j.seizure.2011.01.014
Cravens, K., Piercy, N., & Cravens, D. (2000). Assessing the Performance of Strategic
Alliances: Matching Metrics to Strategies. European Management Journal.
https://doi.org/10.1016/S0263-2373(00)00042-6
Hutton, G., & Fosdick, M. (2011). The globalization of social media: Consumer relationships
with brands evolve in the digital space. Journal of Advertising Research.
https://doi.org/10.1108/sd.2012.05628faa.006
Katona, Z., Zubcsek, P. P., & Sarvary, M. (2011). Network Effects and Personal Influences: The
Diffusion of an Online Social Network. Journal of Marketing Research.
https://doi.org/10.1509/jmkr.48.3.425
Whiting, A., & Williams, D. (2013). Why people use social media: a uses and gratifications
approach. Qualitative Market Research: An International Journal.
https://doi.org/10.1108/QMR-06-2013-0041
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu dari unsur suatu kebudayaan. Menurut
Koentjoroningrat (1983) dalam (Suwarno, 2011, p. 66) mengatakan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yabg dijadikan milik diri manusia dengan belajar, yang lebih lanjut
dijabarkan tentang tujuh unsur kebudayaan, diman bahasa termasuk dalam tujuh unsur
tersebut.
Gaya bicara Bahasa anak Jaksel yang beberapa saat lalu menjadi viral dan
perbincangan khususya di media sosial merupakan fenomena yang cukup menarik.
Bahasa anak Jaksel yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang diucapkan bercampur
dengan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi, disebut bahasa anak Jaksel karena gaya
bahasa ini banyak digunakan oleh anak remaja di Jakarta Selatan. Fenomena
percampuran bahasa ini bukan hanya terjadi di Jakarta Selatan saja tetapi di daerah luar
Jakarta Selatan bahkan diluar Jakarta seperti Surabaya juga terjadi penggunaan bahasa
seperti ini. Ivan Lanin seorang Wikipediawan mengatakan bahwa fenomena seperti ini
sudah berlangsung sejak lama dan bukan sebagai fenomena yang baru saja terjadi atau
fenomena musiman yang kemudian akan hilang dengan berjalannya waktu, sehingga
keberadaan penggunaan bahasa seperti ini akan tetap ada meski candaan bahasa anak
Jaksel sudah tidak lagi ramai diperbincankan.
Globalisasi berimbas pada berbagai aspek kehidupan manusia termasuk
penggunaan bahasa (Piantari, Muhatta, & Fitriani, 2011, p. 12). Penggunaan bahasa
Indoenesia yang dicampuran dengan bahasa Inggris dalam berkomunikasi merupakan
efek dari globalisasi yang sudah tidak lagi mempunyai batasan dan dinding pemisah
termasuk dalam berinteraksi seperti yang terjadi saat ini, dimana interaksi yang terjadi
semakin meluas baik di kehidupan nyata maupun interaksi di kehidupan maya seperti
KAJIAN TEORI
Budaya Kontemporer
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,
makna, hirarki, agama, waktu peranan, hubungan, ruang, konsep alam semesta, objek-
objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi
METODE
Penelitian ini secara metodologi menggunakan model penelitian kualitatif,
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diperoleh kesimpulan yang di
dapatkan adalah perilaku penggunaan bahasa campuran Anak Jaksel dipengaruhi oleh
dua motif yakni motif sebab dan motif akibat. Motif sebab dikategorikan kepada faktor
seperti tuntutan pekerjaan, lebih merasa nyaman ketika berbicara menggunakan bahasa
campuran dalam menjelaskan, dan juga faktor kuliah di luar negeri serta Jakarta yang
menjadi pusat pertumbuhan bisnis di Indonesia. Selain motif sebab ada pula motif
tujuan yang dikategorisasikan ke dalam kesukaan terkait bahasa inggris sehingga
memanfaatkan penggunaan bahasa campuran dalam berkomunikasi menjadi salah stu
cara untuk belajar, kemudian faktor dari tujuannya sebagai pembuktian memiliki
intelektualitas yang lebih tinggi dan ingin terlihat berbeda dengan yang lain di
lingkungannya yang ditemukan dari hasil penelitian kedua faktor ini tidak bisa mewakili
sebagai latar belakang para pengguna bahasa campuran menggunakan bahasa ini dalam
berkomunikasi.
BIBLIOGRAPHY
Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia indonesia.
Lexy J. Moleong, D. M. A. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). In PT. Remaja
Rosda Karya. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2013.02.055
Piantari, L. L., Muhatta, Z., & Fitriani, D. A. (2011). Alih Kode ( Code-Switching ) Pada Status
Jejaring Sosial Facebook Mahasiswa, 1(1), 12–18.
Suwarno, dan P. (2011). International Seminar “Language Maintenance and Shift” July 2, 2011.
Zaim, M. (2015). Pergeseran Sistem Pembentukan Kata Bahasa Indonesia. Linguistik Indonesia,
33(2), 173–192. Retrieved from http://www.mlindonesia.org/images/files/Agustus
2015.pdf#page=75
Evi Novianti
Program Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran
E-mail: evi.novianti@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Suatu tradisi merupakan salah satu bentuk pewarisan kebiasaan yang turun-
temurun dari generasi ke generasi. Nilai-nilai yang diwariskan berupa norma-norma
yang masih dianggap baik oleh masyarakat kebanyakan. Tradisi tidak bisa lepas dari
unsur budaya karena mengandung unsur budaya yang terus dilestarikan (Hutagol,
2013). Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Koentjaraningrat, 2000). Salah satu tradisi yang banyak dilakukan oleh
masyarakat Indonesia adalah upacara adat atau upacara tradisonal. Upacara tradisional
merupakan warisan budaya para leluhur yang dianggap oleh masyarakat Indonesia
sebagai usaha untuk berinteraksi dengan pencipta dan arwah para leluhur. Upacara adat
yang berada dikalangan masyarakat Indonesia saat ini merupakan salah satu bentuk
komunikasi ritual. Salah satu bentuk upacara adat yang ada di Indonesia adalah Upacara
Nyadran didaerah Cilacap, Jawa Tengah.
Kata nyadran juga memiliki arti yang lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti
para leluwur (kang lurah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin
ngirim kembang. ‘selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya
dimakam atau tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dengan cara
membersihkan makam serta menaburkan bunga) (Mumfaganti, 2007). Tradisi Nyadran
bulan (Jawa) Ruwah atau yang lazim disebut Sadranan atau ada juga yang menyebut
Ruwahan merupakan suatu tradisi yang sudah kental didalam kehidupan sosial
masyarakat Jawa (Handayani, 1995). Menurut Poerwardarminto (1937 dalam Nur,
2013) kata Nyadran memiliki art selamatan (sesaji) ing papan sing kramat. Bagi
masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama Nyadran atau Sadranan merupakan
ungkapan refleksi sosial keagamaan. Tradisi nyadaran merupakan tradisi adalah salah
METODE PENELITIAN
Metode penulisan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Adapun pengertian dari
metode deskriptif menurut Hadari Nawawi, dapat diartikan prosedur pemecah masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian
seseorang, lembga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-
fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari, 1998;63). Menurut Moh. Nasir
deskriptif adalah;
Nara sumber yang dijadikan informan adalah anggota keluarga yang selalu
melakukan kegiatan nyadran di daerah Desa Karanganyar Kecamatan Gadrumangu
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dan Kedungrejo Kemusu Boyolali.
SIMPULAN
Tradisi Nyadran merupakan salah satu tradisi Hindu yang dimodifikasi oleh para
Wali Sanga untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Biasanya tradisi
Nyadran ini dilakukan sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. Dalam kasus yang
penulis paparkan menurut narasumber pun, tradisi Nyadran yang dilakukan oleh kelurga
dia memang biasanya dilakukan pada saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Tradisi Nyadran tersebut biasnya dilakukan dengan cara berkumpul dengan keluarga
besar, lalu berziarah ke makam keluarga atau leluhur. Lalu membersihkan makam
keluarga lalu dilanjutkan dengan menaburkan bunga serta memberi air. Dengan disertai
membaca doa-doa serta surat-surat pendek dalam agama Islam serta diakhir dengan
makan bersama-sama dengan keluarga.
Pada dasarnya tradisi Nyadran diberbagai daerah di Jawa mempunyai makna
yang sama, yaitu mempererat tali silaturahmi serta lebih mendekatkan diri pribadi
dengan Allah SWT. Hanya saja ritual atau tatanan caranya saja yang berbeda dsetiap
daerah di Jawa.
BIBLIOGRAPHY
Ana, P. A. (t.thn.). Komunikasi Ritual Natoni Masyarakat Adat Boti Dalam di Nusa Tenggara Timur.
Carey, J. W. (1992). Communication as Culture Essays on Media and Society. New York: Routledge.
Hasanah, H. (2016). Implikasi Psiko-Sosio-Religius Tradisi Nyadran Warga Kedung ombo Zaman Orde
Baru (Tinjauan FIlsafat Sejarah Pragmatis). Jurnal Ilmu Komunikasi, 18-35.
Isyanti. (2007). Tradisi Merti Bumi Suatu Refleksi Masyarakat Agraris. Jantra : Jurnal Sejarah dan Budaya,
131-135.
Kriyantono, R. (2012). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Tuti, S. N. (2016). Tradisi Nyadran sebagai Komunikasi Ritual. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1-8.
1Rully
Khairul Anwar, 2Edwin Rizal
FIKOM Universitas Padjadjaran
E-mail: 1rully.khairul@unpad.ac.id, 2edwin.rizal@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Setiap belahan dunia memiliki perbedaan budaya dan ragam budaya yang
menarik untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, selain
menambah wawasan juga dapat menghargai perbedaan. Tetapi saat ini budaya
mengalami perubahan dan masuknya budaya asing seperti budaya Korea.
Budaya Korea adalah salah satu budaya yang saat ini cukup berpengaruh di
dunia, tidak hanya remaja saja bahkan orang dewasa pun juga mulai terpengaruhi.
budaya Korea ini dikenal dengan istilah Korean Wave atau Hallyu. Korean Wave adalah
budaya, musik, film dan segala sesuatu tentang Korea yang sudah menyebar ke negara-
negara lain termasuk di Indonesia. Negara yang beribukota Seoul ini mampu
menggebrak dunia di abad ke-21 ini melalui dunia entertainment melalui Korean Wave
nya.3
Peningkatan kepopuleran Korean Wave yang ditandai dengan banyaknya
berbagai produk industri media seperti Korea drama dan Kpop memang banyak menarik
perhatian masyarakat. Di Indonesia sendiri budaya Korean Wave bermula pada awal
tahun 2000-an yaitu dengan ditayangkannya drama Korea di televisi Indonesia. Tidak
lama kemudian Korean Wave kembali menggemparkan masyarakat dengan hadirnya
girlsband atau boysband yang dikemas secara menarik.
Antusias masyarakat yang cukup besar terhadap Korean Wave membuat negara
tersebut semakin gencar dalam menyebarkan virus Korean Wave di dunia maupun di
Indonesia. Antusias masyarakat tidak hanya Drama Korean dan Musik Korea tetapi
1
Rully Khairul. Anwar, S.Ag., M.Si, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21,
Hegarmanah,Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363. Email: rully.khairul@unpad.ac.id
2
Dr. H. Edwin Rizal, M.Si, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah,Jatinangor,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363. Email : edwin.rizal@unpad.ac.id
3
Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia, (Yogyakarta: INAKOS bekerja sama dengan
Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada, 2012), cet. 1, h. 154.
4
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV Rajawali, 1982), h. 55
5
Inayatul Mahmudah, Dampak Budaya Korean Pop terhadap Penggemar dalam Perspektif Keberfungsian Sosial.
Skripsi 2015.
6
Ibid 56
7
W.A Gerungan, Ibid, h. 63
8
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik & Modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1986), h. 214
9
Kalangie, S. Nico, Kebudayaan, (Jakarta: Devisi dari Kesain Blanc, 1994), h.87
10
M. Taufiq Rahman, Glosari Teori Sosial. (Bandung: Ibnu Sina Press, 2011), h. 34.
11
Elly, M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 91.
12
Wawancara dengan MN, mahasiswi Semester 8, Bandung, 30 Juli 2018.
13
Wasty, Somento, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Karya, 1987, h.182-3.
14
Wawancara dengan IN, mahasiswi Semester 6, Bandung, 24 Mei 2018.
15
Wawancara dengan YN, Semester 4, Bandung, 24 Mei 2018.
Perhatian mahasiswa terhadap Korean Wave sudah tidak diragukan lagi karena
mahasiswa mudah terbius dengan apa yang ditampilkan oleh media sehingga apa yang
ditampilkan media mengenai Korean Wave terlihat menarik di mata para penggemarnya.
Dari awal mula Korean Wave ini sebagai kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh
mahasiswa dan akan berlanjut menjadi perilaku imitasi karena hampir kegiatan sehari-
hari mahasiswa melihat budaya Korea yang mendorong mahasiswa untuk mengikuti
budaya Korea atau sebagai tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru.
Globalisasi budaya pop Korea atau yang lebih dikenal dengan Korean Wave ini
berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang
16
Wawancara dengan LF, mahasiswa semester 8, Bandung, 11 Juli 2018.
17
Wawancara dengan PP, mahasiswi Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018.
18
Wawancara dengan ND, mahasiswi Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018.
19
Wawancara dengan MT, Semester 4, Bandung, 24 Mei 2018.
20
Wawancara dengan IN, Semester 6, Bandung, 29 Mei 2018.
21
Wawancara dengan AG, Semester 8, Bandung, 2 Mei 2018.
22
Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018.
23
Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018.
24
Wawancara dengan ML, Semester 8, Bandung, 3 Oktober 2018.
Perkembangan zaman dan dampak dari globalisasi, kebudayaan asing pun mulai
memasuki negara Indonesia. Bahkan kebudayaan asing tersebut mampu bersaing
dengan kebudayaan Indonesia hingga sedikit menggeser posisi kebudayaan lokal.
Salah satu kebudayaan asing yang sempat merajai negara Indonesia ini adalah
kebudayaan Korea Selatan. Masuknya budaya dari negeri Ginseng ini ke Indonesia
menjadikan masyarakat Indonesia menyukai hal-hal yang menyangkut dengan budaya
25
Wawancara dengan ML, Semester 8, Bandung, 17 Juli 2018.
26
Wawancara dengan AI, Semester 2, Bandung, 25 Mei 2018.
27
Wawancara dengan MN, Semester 8, Bandung, 30 Juli 2018.
28
Doyle, Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik & Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1986, h. 214.
29
Wawancara dengan IN dan PP, Semester 8, Bandung, 11 Juli 2018.
30
Crang, Mike. Cultural geography. Routledge, 2013, h. 13.
31
Bantock, Geoffrey Herman. Studies in the History of Educational Theory Vol 1 (RLE Edu H): Nature and
Artifice, 1350-1765. Routledge, 2012, h. 1355.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dirumuskan simpulan penelitian
sebagai berikut:
1. Produktivitas budaya yang dikomunikasikan melalui berbagai media dari Korea
merupakan bentuk dominasi budaya pada generasi muda. Berawal dari menyukai
Korean Wave, hampir kegiatan sehari-hari mendorong mahasiswa untuk mengikuti
budaya Korea atau sebagai tokoh idola yang dijadikan sebagai model untuk ditiru,
mahasiswa dengan sengaja mengikuti tingkah laku yang di idolakan.
2. Latar belakang mahasiswa perguruan tinggi X meniru perilaku budaya Korean Wave
yakni saling berinteraksi dengan temannya yang sama-sama menyukai budaya
Korea. Mahasiswa yang sama-sama menyukai Korean Wave akan selalu berbicara
mengenai budaya Korea, selain itu juga mahasiswa berinteraksi diluar kelompok
yakni interaksi dengan hasil buah kebudayaaan manusia yang sampai kepadanya
melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku, risalah dan
lain-lainnya. Sehingga mahasiswa saling mempengaruhi dengan temannya setelah
mendapatkan informasi-informasi baru melalui alat-alat komunikasi, adanya
hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu sama lain yang
memungkinkan individu atau kelompok untuk berubah sesuai situasi dan kondisi
yang ada pada dirinya atau di luar dirinya (kelompok) pada saat berinteraksi. Selain
itu mahasiswa juga berawal dari kegemaran menonton Drama Korea mahasiswa
menyukai artis-artis Korea dan mengikutinya mulai dari tingkah laku artis maupun
fashion atau make up yang dipakai oleh artis tersebut dan juga bahasa Korea. Motif
perilaku imitasi yang dilakukan mahasiswa yakni dorongan yang bersifat irasional
maupun rasional.
3. Perilaku imitasi budaya Korean Wave di kalangan mahasiswa berdampak positif dan
negatif. Diantara dampak positifnya adalah mereka jadi lebih menghargai budaya
luar menambah pengetahuan tentang Korea, seperti mahasiswa dapat mengenal
dan memahami bahasa Korea sehingga mendapatkan bahasa baru, selain itu juga
mahasiswa dapat inovasi baru dari Fashion yang unik juga make up Korea yang
terkesan natural, hal tersebut yang menjadi daya tarik mahasiswa untuk
mengikutinya. Negatifnya setelah meniru perilaku budaya Korea ini mahasiswa jadi
32
Herman, Edward S., and Noam Chomsky. Manufacturing consent: The political economy of the mass media.
Random House, 2010, h. 5.
BIBLIOGRAPHY
Ahmadi Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Almond, G. A., & Coleman, J. S. (Eds.). (2015). The politics of the developing areas. Princeton
University Press.
Bantock, Geoffrey Herman. Studies in the History of Educational Theory Vol 1 (RLE Edu H): Nature
and Artifice, 1350-1765. Routledge, 2012.
Bungin Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik & Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Dat. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
Herman, Edward S., and Noam Chomsky. Manufacturing consent: The political economy of the
mass media. Random House, 2010.
Ibrahim Adam. 2010. Teori Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama
M. Setiadi, Elly. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia, (Yogyakarta: INAKOS bekerja
sama dengan Pusat Studi Korea Universitas Gajah Mada, 2012), cet. 1, h. 154
Rahmat K. Dwi Susilo, 2008, 20 Tokoh Sosiologi Modern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Ritzer George. 2014. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Jakarta: Rajawal Pers
Ruben D. Brent, Stewart P. Lea. 2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia Edisi ke 5. Depok: PT.
Rajagrafindo Persada
Rusdianto, Dody, 2010, Gerakan Mahasiswa “Dalam Perspektif Perubahan Politik Nasional”,
Jakarta: Golden Terayon
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta
Wulansari Dewi, 2009, Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Fetika Aditama
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Yusuf, M. Pawit. 2009. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.
PENDAHULUAN
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di jawa barat sekaligus
menjadi Ibukota Provinsi Jawa Barat. Bandung terletak pada koordinat 107° BT dan 6°
55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di
tengah-tengah provinsi Jawa Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi,
Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.Kota
Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea
level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan.
Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675
msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu
cekungan (Bandung Basin).Melalui Kota Bandung mengalir sungai utama seperti Sungai
Cikapundung dan Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang pada umumnya
mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum, dengan kondisi yang demikian,
Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah
banjir.(http://www.bandungaktual.com/p /sejarah-bandung.html).
Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada saat zaman
dahulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon dan bunga yang tumbuh.
Bunga Patrakomala merupakan ikon dari kota Bandung sebagai kota kembang. Selain
itu kota Bandung dahulunya disebut juga dengan Paris Van Java karena keindahannya,
dan terkenal dengan bangunan-bangunan bersejarahnya yang mengusung gaya art
deco. Dan pada tahun 2007, British Council menjadikan kota Bandung menjadi pilot
project kota terkreatif se-Asia timur.
Saat ini kota Bandung merupakan salah satu tujuan utama pariwisata dan
pendidikan. Dua aspek inilah yang sekarang menjadi konsentrasi pembangunan yang
BIBLIOGRAPHY
Castells, Manuel, 2000. Toward a Sociology of the Network Society, Contemporary Sociology, Vol. 29,
No. 5. (Sep., 2000), pp. 693-699., American Sociological Association. Melalui:
http://www.jstor.org/ journals/asa.html.
Herring, Mark Y. 2001. 10 Reasons Why the Internet Is No Substitute for a Library. American Libraries
Komariah, Neneng Et Al. Literasi Informasi Masyarakat Pesisir Dalam Program Pemberdayaan
Perempuan Di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Kajian Informasi Dan
Perpustakaan, [S.L.], V. 3, N. 2, P. 155-166, Dec. 2015. Issn 2540-9239. Available At:
<http://jurnal.unpad.ac.id/jkip/article/view/9997>. Date Accessed: 01 Oct. 2018.
Doi:https://doi.drg/10.24198/jkip.v3i2.9997.
Siti Khadijah, Ute Lies et al. Literasi Informasi Motivasi Berwirausaha Ibu Rumah Tangga Kelurahan
Nagasari Kabupaten Karawang Barat. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 4, N. 2,
P. 149-160, Dec. 2016. Issn 2540-9239. Available At:
Atef Fahrudin
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: ateppahrudin@gmail.com
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia kini adalah masyarakat yang melek terhadap dunia digital.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dunia kini telah
memasuki gelombang ketiga dimana segala sesuatu di dunia yang kita tempati sekarang
akan serba terhubung dengan internet. Menurut data statistik www.aseanup.com
Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang paling banyak menggunakan
internet di Asia Tenggara. Sementara menurut data yang disajikan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet aktif Masyarakat
indonesia pada tahun 2017 adalah sebanyak 143 juta orang.
Melihat perilaku masyarakat Indonesia kontemporer yang tidak bisa lepas dalam
menggunakan internet, maka ini adalah sebuah peluang baru bagi dunia industri dalam
membidik pasar melalui transformasi digital. Dengan melakukan transformasi digital
dalam dunia industri akan melahirkan banyak manfaat dan tantangan tersendiri bagi
para pelakunya, apalagi kita tengah bersiap menghadapi Industrial Era 4.0 dimana semua
sektor industri akan segera di digitalisasikan termasuk di dalamnya adalah industri
pariwisata.
Indonesia adalah negara kepulauan yang besar dengan total pulau 17.000 an
lebih dengan beragam keindahan dan potensi wisatanya. Dengan melihat besarnya
potensi pariwisata Indonesia, kita berpeluang meraup untung besar dari sektor
pariwisata. Akan banyak sektor ekonomi yang ikut bergerak seiring dengan potensi
pertumbuhan pariwisata Indonesia. Digitalisasi industri pariwisata merupakan salah
satu langkah yang tepat dalam menyikapi perilaku masyarakat kontemporer Indonesia
khususnya dan mancanegara secara lebih luas dalam memenuhi kebutuhan mereka
untuk berwisata.
SIMPULAN
Era digital sudah terasa dalam kehidupan masyarakat kontemporer saat ini, kita
tidak bisa duduk manis menjadi penonton kemajuan teknologi dan informasi yang serba
cepat ini. Era digital telah mengubah berbagai macam perilaku manusia ke arah yang
lebih maju. Semua bergerak dengan cepat dan instan tanpa dibatasi oleh waktu.
Lahirnya manusia-manusia yang memiliki wawasan digital telah mendorong sektor
industri untuk ikut bertransformasi menjadi industri digital. Salah satu nya adalah
industri pariwisata.
Di satu sisi kita telah bersiap-siap menghadapi Industry Era 4.0 dimana segala
BIBLIOGRAPHY
Moleong. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Marzuki, C., Arikunto, S., & Nazir, M. (2009). Metode penelitian. STATISTIK DESKRIPTIF.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hoedi Prasetyo, W. S. (2018). Industri 4.0, Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah
Perkembangan Riset, 13(1), 17–26.
Megantara, I. M. T., & Suryani, A. (2016). Penentu Niat Pembelian Kembali Tiket Pesawat
Secara Online pada Situs Traveloka.com. E-Jurnal Manajemen Unud.
https://doi.org/2302-8912
Ri’aeni, I. (2010). Penggunaan New Media dalam Promosi Pariwisata Daerah Situs Cagar
Budaya di Indonesia, 9(May), 1–10. https://doi.org/10.1177/1461444808099577
Setiawan, W. (2017). Era Digital dan Tantangannya. Seminar Nasional Pendidikan 2017, 1–
9.
PENDAHULUAN
Pasca bergulirnya reformasi, pemberlakuan otonomi daerah semakin
memberikan kebebasan bagi pemerintah kabupaten/kota serta provinsi dalam
menentukan arah pembangunan daerahnya. Pemerintah kota diberikan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus, mulai dari perencanaan dan pembangunan
infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, kependudukan, perekonomian,
lingkungan hidup, dan penyelenggaraan dasar lainnya. Pemberian kewenangan ini
menunjukkan bahwa pemerintah kota mendapat otonomi yang lebih luas dibanding
sebelumnya. Dengan begitu, setiap kabupaten, kota, dan provinsi dapat
mengembangkan daerahnya berdasarkan nilai-nilai kebudayaan dan potensi yang
dimiliki.
Salah satu usaha untuk mengembangkan kota adalah dengan memberikan brand
kepada kota tersebut, atau yang dikenal dengan sebutan city branding. City branding
merupakan bagian dari perencanaan kota/perkotaan melalui berbagai upaya untuk
membangun diferensiasi dan memeperkuat identitas kota agar mampu bersaing dengan
kota lainnya demi menarik turis, penanam modal, SDM yang handal, industri, serta
meningkatkan kualitas hubungan antara warga dengan kota(Yananda & Salamah, 2014).
Hasil dari city branding adalah membangun citra positif tentang suatu kota/ daerah
melalui pembangunan spasial dan nonspasial yang membuat perencanaan dan
pengelolaan kota menjadi lebih focus dan terintegrasi pada produksi dan penyampaian
pesan yang tepat kepada pemangku kepentingan kota (Kotler & Gertner dalam Blang et
al., 2017)
Penerapan city branding dalam tata kelola kota di Indonesia bersamaan dengan
dimulainya otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang,
nomor 22 tahun 1999 diperbaharui dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
SIMPULAN
Penelitian tentang pengembangan model city branding Kota Dobo ini baru
sampai pada tahap pemetaan potensi dan tantangan, penajaman atribut identitas dan
konsep dasar strategi penggalangan dukungan dari stakeholder terkait dengan
kepentingan pemasaran Dobo sebagai sebuah destinasi wisata. Peneliti meyakini,
artikel ini merupakan representasi dari satu per tiga langkah awal dari sebuah skenario
upaya besar meningkatkan kualitas Dobo sebagi sebuah entitas merek pariwisata yang
lebih kuat. Selanjutnya perlu dikembangkan langkah-langkah lanjutan guna
mengerucutkan perhatian pada hadirnya konsep strategi komunikasi pariwisata yang
kreatif sebagai bagian dari upaya city branding Dobo. Hingga setelahnya bisa
dikembangkan strategi implementasi city branding, agar percepatan pemasaran Dobo
bisa cepat terlaksana.
Dobo tidak boleh terlalu lama tertidur dalam buaian potensi alam nya yang
sangat dahsyat. Kemuliaan nilai dan budaya Kepulauan Aru di Dobo harus segera
BIBLIOGRAPHY
Blang, P. U., Jeuleukat, W., Pusong, W., Boom, W., Ceria, M., Pria, M. M., & Neng, M. P.
(2017). Model City Marketing dengan Pendekatan Anholht Nation Brand Hexagon di
Kota Lhokseumawe, 6, 67–74.
Dinnie, K. (2011). City Branding: Theory and Cases. New York: Palgrave Macmilian.
Kavaratzis, Mihalis.2004. From city marketing to city branding: Towards a theoretical framework
for developing city brands. Place Branding, Vol. 1, No. 1
Larasati, D., & Nazaruddin, M. (2016). Potensi Wisata Dalam Pembentukan City Branding Kota
Pekanbaru. Jurnal Komunikasi, 10(2), 99–116.
https://doi.org/10.20885/komunikasi.vol10.iss2.art1
Moilanen, T., & Rainisto, S. (2009). How to Brand Nation, City, and Destination. New York:
Palgrave Macmilan.
Ruslan, R. (2003). Metode Penelitian untuk Public Relations & Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Perkasa.
Sukmaraga, A. A., & Nirwana, A. (2015). City Branding: Sebuah Tinjauan Metodologis Dengan
Pendekatan Elaboratif, Praktis, dan Ilmiah. City Branding Universitas Ma Chung,
8(September), 592–604.
Widodo, B., & Setiansah, M. (2014). Strategi Pencitraan Kota (City Branding) Berbasis Kearifan
Lokal (Studi Kasus di Kota Solo, Jawa Tengah dan Kabupaten Badung, Bali). Jurnal
Komunikasi PROFETIK, 7(2), 33–44.
Yananda, M., & Salamah, U. (2014). Branding tempat: membangun kota, kabupaten, dan provinsi
berbasis identitas. Jakarta: Makna Informasi
Rusdin
Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran
E-mail: rusdin@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Budaya dapat dimaknai sebagai kesatuan sebuah system antara ide, nilai,
kepercayaan, struktur, dan praktik yang dikomunikasikan oleh satu generasi ke generasi
berikutnya, dan yang menopang cara hidup tertentu (Rusdin, 2002). Dengan kata lain,
budaya merupakan salah satu unsur penting dalam system sebagai tempat lahirnya
komunikasi. Budaya membentuk bagaimana kita berkomunikasi, mengajarkan kita
apakah memotong pembicaraan itu pantas, seberapa banyak kontak mata dianggap
sopan, dan apakah argumentasi dan konflik diinginkan pada hubungan kelompok dan
personal. Guna membahas lebih jauh, penulis akan menguraikan 4 (empat) hasil
penelitian komunikasi manusia, yang terkait dengan budaya, yaitu hasil penelitian Kim,
Lujan, & Dixon (1998), Oetzel (1998), Tracy & Tracy (1998), dan Weatherall (1998)
mencerminkan perspektif paradigmatis yang berlaku dan penulis temukan dalam studi
kontemporer budaya dan komunikasi. Mereka juga mewakili tujuan alternatif, fokus,
dan orientasi metodologis serta asumsi ontologis dan epistemologis yang ada di
lapangan. Di tempat terpisah, Martin, Nakayama dan Flores (1998) telah menyarankan
bahwa masing-masing perspektif paradigmatik ini memberikan kontribusi unik untuk
pemahaman kita tentang budaya dan komunikasi dan penelitian serta dialog
antarparadigmatik dapat lebih meningkatkan pemahaman ini. Berdasarkan pemikiran
dan pengamatan inilah, penulis mengangkat tema berbagai tantangan dalam penelitian
budaya dan komunikasi kontemporer, untuk memberikan pembuktian empirik untuk:
(1) menyatakan kembali kontribusi dari paradigma fungsionalis dan interpretatif yang
diwakili dalam tulisan ini, dan (2) menunjukkan bagaimana dialog interparadigmatic,
seperti yang akan dijadikan rujukan, dan (3) memperluas dialog ini lebih jauh dengan
membawa gagasan tentang wawasan kritis dan postmodernism ke analisis budaya dan
komunikasi.
SIMPULAN
Sebagai penutup, penulis tidak merekomendasikan bahwa semua penelitian
dilakukan dari paradigma kritis dan posmodernism, tetapi lebih percaya bahwa
mengindahkan rekomendasi ini akan dapat berkontribusi untuk memperbaiki penelitian
selanjutnya. Dalam berbagai cara, penulis mencatat bahwa tulisan ini memang berbicara
tentang peluang dan tantangan penelitian dalam komunikasi dan budaya kontemporer.
Oetzel (1998) menulis bahwa selama penelitiannya, ia harus mengubah tugas yang
diberikan kepada kelompok-kelompok kecil, karena responden (Mahasiswa) dari Jepang
tidak membawa pemahaman plagiarisme yang sama terhadap tugas seperti yang
dilakukan para mahsiswa Eropa dan Amerika. Pengakuannya tentang perbedaan
BIBLIOGRAPHY
Alcoff, L. 1991. The problem of speaking for others. Cultural Critique, 20, 5-32.
Brownmiller, S. (1975). Against our will: Men, women, and rape. New York: Simon & Schuster.
Collier, M. J. 1998. Researching cultural identity: Reconciling interpretive and postcolonial perspectives.
In D. V. Tanno & A. Gonzalez (Eds.), Communication and identity across culture (pp. 122-147).
Thousand Oaks, CA: Sage.
Fussell, P. 1992. Class: A guide through America's status system. New York: Touchstone.
Gudykunst, W B., Ting Toomey, S., & Nishida, T. 1996. Communication in personal relationships across
cultures (pp. 102-121). Thousand Oaks, CA: Sage.
Hacker, A. 1997. Money: Who has how much and why. New York: Scribner.
Houston, M. 1992. The politics of difference: Race, class, and women's communication. In L. F.
Rakow (Ed.), Women making meaning (pp. 45-59). New York: Routledge.
Kim, Y. Y., Lujan, P., & Dixon, L. D. 1998. "I can walk both ways": Identity integration of American
Indians in Oklahoma. Human Communication Research, 25, 253-275.
Kochman, T. 1981. Black and white styles in conflict. Chicago: University of Chicago Press.
Kochman, T. 1990a. Force fields in Black and White communication. In D. Carbaugh (Ed.), Cultural
communication and intercultural contact (pp. 193-217). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum.
Kochman, T. 1990b. Cultural pluralism: Black and white styles. In D. Carbaugh (Ed.), Cultural
communication and intercultural contact (pp. 219-224). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum.
Leeds-Hurwitz, W. 1990. Notes on the history of intercultural communication: The Foreign Service
Institute and the mandate for intercultural training. Quarterly Journal of Speech, 76, 262-281.
Martin, J. N., & Nakayama, T K. 1990. Thinking dialectically about culture and communication.
Communication Theory.
______., Nakayama, T. K., & Flores, L. A. 1998. A dialectical approach to the study of intercultural
communication. In J. N. Martin, T. K. Nakayama, & L. A. Flores. (Eds.), Readings in cultural
contexts (pp. 5-15). Mountain View, CA: Mayfield.
______., and Lisa A. Flores. 1998. Colloquy Challenges in Contemporary Culture and
Communication Research. Human Communication Research, Vol. 25 No. 2, December
1998 293-299. International Communication Association
Moorse, Brooke Noel, 2009. Critical Thinking. 9th Edition. New York: McGraw-Hill.
Tanno, D. V., & Jandt, F. E. 1994. Redefining the "other" in multicultural research. Howard
Journal of Communications, 5, 36-45.
Tracy, K., & Tracy, S. J. 1998. Rudeness at 911: Re-conceptualizing face and face attack. Human
Communication Research, 25, 225-252.
Weatherall, A. 1998. Women and men in language: An analysis of semi naturalistic person
descriptions. Human Communication Research, 25, 276-293.
Wray, M., & Newitz, A. 1997. White trash: Race and class in America. New York: Routledge
Evi Novianti
Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran
E-mail: evi.novianti@unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Dewasa ini, Iklan merupakan salah satu kekuatan yang dapat digunakan untuk
menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan terdapat pada akses
informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, iklan
mempunyai tendensi untuk memengaruhi khalayak umum demi mencapai target
keuntungan. Iklan pada dasarnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
dimaksudkan untuk mendekatkan barang atau jasa yang hendak dijual kepada
konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir
seluruh kegiatan bisnis adalah penjualan yang memiliki output akhir pendapatan. Secara
positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat
dijual kepada konsumen.
Dengan adanya hal ini, dapat membuktikan bahwa kehadiran iklan sangat
penting bagi perkembangan suatau perusahaan baik mikro ataupun makro. Ditambah
dengan pergeseran zaman dari era globalisasi ke milenial, memberikan dampak yang
cukup kompleks terhadap pembuatan suatu iklan dan peran dari iklan itu sendiri
terhadap perkembangan perusahaan terkait. Selain itu, munculnya para tokoh-tokoh
“influencer” menambah ramai jagat periklanan. Saat ini, masyarakat mulai dicekoki
dengan berbagai macam ulasan-ulasan tentang suatu produk ataupun jasa dari para
tokoh influencer tersebut. Dengan adanya hal ini, sudah tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi perusahaan dalam memproduksi iklan dan memilih siapa yang pantas
untuk menjadi representasi perusahaan mereka. Bukan hanya itu, semakin
berkembangnya zaman pun berpengaruh terhadap munculnya media-media promosi
baru. Bukan hanya cetak atau elektronik, kini media massa pun mulai diramaikan oleh
hadirnya media online di tengah masyarakat.
Berdasarkan Fungsinya; Iklan Informasi : Iklan yang menitik beratkan isi iklan sebagai
sebuah informasi untuk khalayalknya. Semua iklan pada dasarnya berisikan informasi.
Namun ada iklan yang lebih menitikberatkan pada pemberian informasi dibanding
fungsi-fungsi lain.; Iklan Persuasi : Iklan yang dalam isi pesannya menitikberatkan pada
upaya mempengaruhi khalayk untuk melakukan sesuatu sebagimana dikehendaki oleh
komunikator; Iklan Mendidik : Iklan yang dalam isi pesannya menitikberatkan pada
tujuan mendidik khalayak, agar khalayak mengerti atau mempunyai pengetahuan
tertentu dan mampu melakukan sesuatu. Iklan Parodi / Hiburan: Iklan parody adalah
iklan yang dibuat untuk keperluan hiburan semata. Biasanya iklan ini dilakukan untuk
memeriahkan festival periklanan atau pun acara periklanan lainnya yang betujuan untuk
menghibur khalayak.
Pada saat ini, telah muncul trend baru dalam dunia periklanan. Dengan semakin
menjamurnya Influencer, kini iklan seringkali dikemas dalam kemasan berbeda, yaitu
melakukan kolaborasi dengan para Influencer tersebut. Hal ini sudah tentu dapat
memberikan beberapa keuntungan kepada para pihak terkait. Diantaranya sebagai
berikut; Keuntungan bagi Produsen Iklan (Perusahaan) yaitu Memudahkan produsen iklan
dalam memilih talent yang akan dilibatkan dalam iklan; Mempermudah dalam memilih
komunikator dari iklan tersebut, artinya dalam hal ini perusahaan dapat menggaet pasar
lebih besar dan luas melaui popularitas yang Influencer tersebut miliki; Efektivitas
waktu, artinya dalam hal ini perusahaan bisa mendapatkan dua hal sebelumnya dalam
satu orang sekaligus. Menjadi talent iklan dan juga menjadi komunikator pesan dari iklan
tersebut; Efektivitas biaya. Tidak jarang suatu perusahaan mendapatkan kerugian disaat
mereka memilih seorang Brand Ambassador seperti artis terkenal atau public figure
lainnya. Mereka mengeluarkan dana yang cukup besar untuk mereka, namun dampak
posistif yang diterima perusahaan tidak seimbang. Dengan adanya Influencer ini, kini
perusahaan tidak harus mempersiapkan dana yang terlalu besar karena tarif yang
mereka milihi relatif murah dibandingkan harus membayar artis terkenal. Sementara
Keuntungan bagi Influencer; Mendapatkan popularitas dari iklan yang mereka bintangi;
Bila kita coba telaah lebih lanjut, kekurangan atau kerugian yang bisa saja
didapatkan oleh pihak-pihak terkait sangatlah minim. Karena baik pihak produsen
(perusahaan) ataupun pihak Influencer mendapatkan keuntungan satu sama lain.
Peluang jika nantinya timbul kerugian antara pihak terkait, itu pun hanya terbatas dalam
segi teknikal saja. Seperti ketidak jelasan sistem kontrak, tidak sesuai nya jadwal
publikasi iklan perusahaan oleh pihak Influencer atau terlambatnya pencairan imbalan
bagi Influencer. Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan
atau influencer saat akan melakukan kolaborasi. Diantaranya; Pertama Perusahaan
harus memilih influencer yang sesuai dengan citra perusahaan atau produk yang akan
dipublikasikan; Perlunya sistem kontrak yang jelas antara kedua belah pihak; Content
Creator perlu memperhatikan materi yang akan mereka sajikan dalam iklan, agar tidak
melenceng dengan tujuan perusahaan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif. Menggambarkan,
memaparkan semua kejadian yang terjadi di lapangan.
Awal karir Yoga Arizona dimulai dari video-video parodi yang dia buat viral di
dunia maya khususnya di media sosial Instagram. Pada tahun 2015, Yoga membuat
video lucu melalui aplikasi dubsmash dan memparodikan beberapa artis kenamaan
Indonesia seperti Syahrini, Mamah Dedeh dengan konten yang lebih lucu dan kocak.
Selain Instagram, dia pun memiliki channel Youtube sendiri yaitu Yoga Arizona. Konten
yang dia buat di Youtube tidak jauh berbeda dengan di Instagram yaitu video parodi.
SIMPULAN
Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Diantaranya sebagai
berikut:
• Iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara
non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara
membayar.
• Secara keseluruhan Jenis iklan terbagi atas dua golongan besar, yaitu Iklan Secara
Umum dan Iklan Secara Khusus.
• Dengan semakin menjamurnya Influencer, kini telah muncul trend baru dalam
dunia periklanan yaitu adanya Kolaborasi antara perusahaan dan Influencer
dalam memproduksi sebuah iklan. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan
Shopee dalam iklan nya yang berkolaborasi denga Influencer Yoga Arizona dalam
iklan “Shopee X Yoga Arizona”.
• Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini telah memenuhi kaidah prinsip iklan. Iklan ini
pun termasuk kedalam iklan inovasi terbaru, karena tidak terpaku hanya pada
satu jenis iklan saja, namun terdapat kolaborasi antara beberapa jenis iklan.
• Iklan “Shopee X Yoga Arizona” ini telah memilih media yang tepat. Produsen iklan
dapat mengefektifkan biaya dan watu mereka, lalu perusahaan pun dapat
diuntungkan dengan segmentasi khalayak yang tidak terbatas karena iklan
tersebut dipublikasikan melalui jejaring Internet. Selain itu, baik perusahaan
ataupun Influencer bisa melihat feedback langsung dari khalayak melalui kolom
komentar, Viewers, dan Likes yang ada dalam postingan tersebut.
BIBLIOGRAPHY
Widyatama, Rendra. (2007). Pengantar Periklanan. Yogyakarta : PUSTAKA BOOK PUBLISHER.
Bovee, Courtland L. (1995). Advertising Exellence, New York, Mc Graw Hill, Inc.
M.A, Morissan. (2010). Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta : Kencana.
Kotler, Philiph. (1990). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan & Pengendalian. Jakarta :
Erlangga.
http://Wikipedia.co.id/Biodata-Yoga-Arizona
http://Shopee.co.id/Tentang-Shopee
Hakim, Budiman. (2005). Lanturan Tapi Relevan (Dasar-Dasar Kreatif Perikalanan). Yogyakarta :
Galang Press.
Harahap, Halamoan. 2008. Perencanaan Periklanan menjadi penting demi efesiaensi dan
efektivitas waktu. Perencanaan Periklanan. hlm 25-28 (e-journal)
PENDAHULUAN
Berangkat dari permasalahan bencana yang sering terjadi di tengah – tengah
masyarakat, radio komunitas PASS FM ini hadir sebagai media informasi mitigasi
bencana bagi masyarakat Kecamatan Katapang 2 khususnya. Radio PASS singkatan dari
Positif, Akomodatif, Selektif, dan Swadaya, merupakan radio milik warga setempat yang
dikelola dan dibermanfaatkan untuk keperluan warga Katapang. Konten yang disajikan
melalui radio ini diambil dari keseharian warga setempat (local content).
Selain aktif mengudara di Kecamatan Katapang dengan menyampaikan informasi
yang bermanfaat bagi warga, komunitas radio PASS ini juga telah banyak mengadakan
kegiatan – kegiatan sosial dan salah satunya yang terbesar ialah telah berhasil
mendirikan dan menjalankan Sekolah Rescue (Sekolah untuk tanggap bencana), sebagai
bentuk kepedulian mereka terhadap bencana dan cara menanggapinya. Maka dari itu,
penulis sangat tertarik untuk meneliti dan melihat sejauh mana peran dari radio PASS
terutama Sekolah Rescue-nya dalam hal mitigasi bencana, serta sebagai bentuk
program pelaksanaan KKN, penulis juga melakukan penyuluhan mengenai pengemasan
dan pengolahan informasi bencana bagi radio komunitas tersebut.
Mengenal keberadaan radio komunitas PASS FM yang aktif mengudara di
Kecamatan Katapang, Bandung. 3. Mengetahui peran penting radio PASS FM bagi
masyarakat Kecamatan Katapang. 4. Mencari tahu efektivitas peran penting Sekolah
Rescue / radio PASS FM dalam mitigasi / penanggulangan bencana. 5. Melakukan
penyuluhan terkait pengemasan dan pengolahan informasi bencana bagi radio
komunitas PASS FM Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berdaya guna dan bermanfaat untuk masyarakat. Berperan serta sebagai problem solver
di tengah masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Melatih keterampilan dalam
menyusun dan melaksanakan sebuah program komunikasi. Menumbuhkembangkan
PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Desa Sangkanhurip, kegiatan berupa survey
lapangan dan mencari data mengenai Radio Komunitas PASS FM dan mengumpulkan
data tentang Desa Sangkanhurip dari Kepala Desa. Proses pengumpulan data tersebut
dilakukan dengan wawancara langsung kepada Kepala Desa Sangkanhurip dan
pengelola Radio 12 Komunitas PASS FM, Irsan Buchori. Melalui wawancara ini,
datadata dikumpulkan untuk mengidentifikasi bencana yang terjadi di wilayah tersebut
serta sebagai bahan untuk penyuluhan. Pada tanggal 24 November 2018, kegiatan
berupa wawancara kepada pendiri Radio Komunitas PASS FM, Supriyatna, mengenai
peran radio dalam mitigasi bencana.
Kemudian, diadakan juga penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan di studio
Radio PASS FM terkait pengemasan informasi bencana. Penyuluhan ini dihadiri oleh
para pengelola radio dan mahasiswa KKNM. Pengumpulan data lewat wawancara
dengan Ir. Ns Adiyuwono, sebagai salah satu pendiri Radio Komunitas PASS FM dan
juga pendiri Sekolah RESCUE yang terletak di Desa Cilampeni. Data yang diambil
berupa hasil atau pengaruh dari adanya Radio Komunitas PASS FM dan kesadaran
masyarakat mengenai mitigasi bencana. 3.2.3.
Hasil Capaian Kegiatan Dengan selesainya penelitian dan penyuluhan mengenai
pengemasan informasi bencana di Radio Komunitas PASS FM di Desa Sangkanhurip,
maka hasil yang didapat adalah informasi seperti: Memahami mengenai pengolahan
SIMPULAN
Kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan pemenuh syarat studi masing-
masing mahasiswa yang mengikuti mata kuliah KKN, dengan keberagaman dan
perbedaan dari masing masing mahasiswa diharapkan dapat membentuk kerjasama
yang baik dan mampu menghasilkan output terbaik untuk masyarakat sekitar Jawa
Barat sebagai wujud pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat yang secara tidak
langsung selalu mendukung proses kegiatan belajar mengajar di kampus Universitas
Padjadjaran Jatinangor. KKN-PPM dengan topik Kegiatan Pengemasan Informasi
Bencana untuk Pengelola Radio Komunitas di Jawa Barat, telah dilaksanakan dengan
lancar dan sukses. Beberapa tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini telah tercapai dilihat
dari hasil wawancara peserta di awal dan di akhir kegiatan.
Indikator keberhasilan antara lain dengan mengikuti kegiatan ini dapat
menambah keterampilan peserta tentang bagaimana cara pengemasan informasi
BIBLIOGRAPHY
Komariah, Neneng Et Al. Literasi Informasi Masyarakat Pesisir Dalam Program Pemberdayaan
Perempuan Di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Kajian Informasi
Dan Perpustakaan, [S.L.], V. 3, N. 2, P. 155-166, Dec. 2015. Issn 2540-9239. Available
At: <http://jurnal.unpad.ac.id/jkip/article/view/9997>. Date Accessed: 01 Oct. 2018.
Doi:https://doi.drg/10.24198/jkip.v3i2.9997.
Rizki Montheza
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: rizki18018@mail.unpad.ac.id
PENDAHULUAN
Budaya dapat dimaknai sebagai kesatuan sebuah system antara ide, nilai,
kepercayaan, struktur, dan praktik yang dikomunikasikan oleh satu generasi ke generasi
berikutnya, dan yang menopang cara hidup tertentu (Rusdin, 2002). Dengan kata lain,
budaya merupakan salah satu unsur penting dalam system sebagai tempat lahirnya
komunikasi. Budaya membentuk bagaimana kita berkomunikasi, mengajarkan kita
apakah memotong pembicaraan itu pantas, seberapa banyak kontak mata dianggap
sopan, dan apakah argumentasi dan konflik diinginkan pada hubungan kelompok dan
personal. Saat ini berkembang sebuah budaya yang disebut dengan budaya virtual,
demina media sosial dan dunia digital berperan sangat besar dalam proses ini, untuk itu
penulis mencoba menjabarkan suatu studi kasus perkembangan sebuah budaya
komunikasi virtual yang terjadi di sebuah media kampus yaitu media @anak_unpad.
Perkembangan peradaban manusia terasa begitu cepatnya, kita tentunya
mengenal masyarakatprimitif, pada era itu seseorang untuk mendapatkan suatu barang
harus ditukar dengan baranglagi (barter), kemudian meningkat ke masyarakat agraris,
kemudian masyarakat industri. Darimasyarakat indusri loncat ke masyarakat informasi
(era informasi). Dengan era informasi ini,semuanya menjadi serba yaitu serba murah,
cepat, tepat, dan akurat. Di era globalisasi saat inimedia massa mempunyai peranan
penting dalam membentuk pola hidup masyarakat. Mediavirtual community menjadi
patokan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama bagi masyarakat
informasi, mereka dengan mudah dapat mengakses segala informasi yang mereka
butuhkan. (Damanik, 2012)
Internet adalah satu-satunya teknologi yang cepat dan mudah untuk memenuhi
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan umat manusia. Seiring dengan
Komunitas Virtual
Dalam perspektif ilmu sosial, banyak teori yang membahas apa itu komunitas.
Dari teori-teori tersebut ada kesamaan aspek dan defenisi komunitas yang didekati
dengan konsep, salah satunya adalah komunitas terbentuk dan orang-orang
berdasarkan adanya kesamaan atau tujuan.
Lalu Rheingold (Rheingold, 2000) menjelaskan, komunitas virtual merupakan
agregasi sosial yang mengambil bentuk di dalam internet di mana semua orang
membawa persoalan untuk didiskusikan dalam waktu yang lama, dan melibatkan
perasaan/pemikiran penggunanya denan relasi yang terbentuk dalam ruang siber.
(van Dijk, 2003)mendeskripsikan bahwa komunitas virtual diasiosiasikan dengan
sekumpulan individu yang tidak terikat oleh waktu, tempat maupun keadaan fisik atau
material. Mereka dikreasikan oleh lingkungan elektronik dan berdasarkan pada
komunitas yang termediasi.
Salah satu contoh komunitas virtual adalah hadirmnya media-media dengan label
dan latar belakang kampus di Indonesia, salah satu contohnya media @anak_unpad yang
hadir sebagai media yang mewakili aspirasi mahasiswa dan wadah informasi untuk
masyarakat atau komunitas mahasiswa Universitas Padjadjaran, media ini memeberikan
fungsi informasi dalam bentuk postingan di media sosial mereka seperti Instagram,
Twitter, dan Line. Informasi yang disebarkan berisi tentang informasi seputar kampus
BIBLIOGRAPHY
Castells, M. (2003). The internet galaxy: Reflections on the internet, business and society.
Research Policy. https://doi.org/10.1016/S0048-7333(02)00012-4
Djumaty, B. L., Putri, N., & Dey, H. (2016). Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan melalui
Ruang Virtual dan Ruang Nyata. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. https://doi.org/2442-
6962
Prayugo, D. W. (2018). Pengaruh Komunitas Virtual Terhadap Minat Beli Online Pada Grup
Facebook Bubuhan Samarinda. PENGARUH KOMUNITAS VIRTUAL TERHADAP MINAT
BELI ONLINE PADA GRUP FACEBOOK BUBUHAN SAMARINDA.
Rheingold, H. (2000). The Virtual Community: Homesteading on the Electronic Frontier. Reading
Mass. https://doi.org/10.1561/1500000001
Setyani, N. I., Hastjarjo, S., & Amal, N. N. (2013). Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana
Komunikasi bagi Komunitas. Jurnal Komunikasi.
Yasraf, A. . (2012). Masyarakat Informasi dan Digital: Teknologi Informasi dan Perubahan
Sosial. Sosioteknologi.
PENDAHULUAN
Berbagai macam fenomena dalam dunia olah raga khususnya dunia sepak bola
di Indonesia menjadi hal yang snagat menarik dan tidak pernah berhenti dibicarakan di
berbagai lapisan masyarakat. Rivalitas antar supporter terjadi dikarekan pergeseran dan
pergesekan antar budaya dari kedua supporter dan tim sepak bola itu sendiri. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi permusuhan antara kedua pendukung tim sepak bola
di Indonesia, salah satunya faktor budaya. Menjadi salah satu pendukung/supporter tim
sepak bola di setiap kota ataupun daerah sudah menjadi budaya turun-temurun, secara
tidak langsung hal tersebut diturunkan oleh peran keluarga, lingkungan, dan masyarakat
di daerahnya sendiri. Dan tidak ada satu budaya pun di negara ini yang mengajarkan
permusuhan dan pertentangan, tetapi setelah berkembangnya jaman hal itu memudar
dan menjadikannya alasan untuk menjadi supporter bola yang anarkis.
Dunia sepak bola di Indonesia sangat selalu menjadi hal yang menarik untuk
dibahas dan dikaji lebih dalam. Banyak nya faktor-faktor pendukung dari latar belakang
sepak bola menjadikannya hal yang tidak akan penah mati, salah satunya faktor
supporter ataupun pendukung tim sepak bola. Entah bagaimana mulanya sepak bola
secara tidak langsung membangun budaya turun-temurun untuk selalu mendukung tim
kesayangan yang berasal dari kota ataupun daerah masyarakat itu sendiri. Contoh nya
Persib bandung, tim yang berdiri pada tahun 1933 ini mempunyai supporter yang
dinamakan Bobotoh yang hampir tersebar di seluruh permukaan provinsi jawa barat,
bahkan seluruh Indonesia. Dan didalam bobotoh itu sendiri terdapat banyak nama-
nama persatuan supporter seperti Viking, Frontline, Bomber, Casual. Tetapi semua itu
adalah bobotoh, yang berbeda hanya cara mendukung tim persib itu sendiri dalam
1
Tryan Nugraha, S.Ikom, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang
KM.21 Jatinangor, 45363. Email: tryan18001@mail.unpad.ac.id
Adapun hasil wawancara dengan salah satu bobotoh yang sangat fanatik dengan
tim Persib Bandung dan seorang sarjana Hukum , bernama Fierzy Tri Muhammad
Alwien S.H. berikut adalah hasil wawancara terkait dengan nilai rivalitas supporter di
kota bandung.
“Menilai rivalitas dari viking dengan the jack , saya menilai seharusnya sudah di
hentikan permusuhan ini agar tidak memakan korban lagi.. kalau lihat dari sejarah,
sebenernyapun dua-dua nya pun salah mau viking ataupun the jack. Karena yang
dilihat itu bukan masalah sepak bola nya, tapi yang dilihat itu rivalitas antar kota itu
tersebut(bandung-jakarta) mungkin ini ada sangkut pautnya bandung sebagai salah
satu center dari indonesia juga jakarta sebagai ibu kota. Supporter yang bener itu,
saya melihat seperti supporter inggris.. seharusnya biarkan saja supporter yang
keluar tandang datang ke kandang lawan..harusnya berbalas yel-yel saja, setelah itu
biasa lagi seperti tidak ada apa-apa.. kalaupun harus ada yang nama nya garis keras,
menurut saya lebih efektif meminta seluruh kontak supporter di indonesia dari
Dari jawaban diatas maka peneliti dapat meyimpulkan bahwa Nilai dari rivalitas
supporter di kota bandung menurut nara sumber terkait dan kesadaran peneliti adalah
faktor perubahannya budaya yang telah terbangun di jawa barat khususnya di kota
bandung sebagai bobotoh atau supporter dari tim Persib Bandung. Dan pertikaian
diantara supporter klub sepak bola di Indonesia ini dikarenakan adanya oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab dengan memperkeruh suasana diantara kedua supporter
tim sepak bola. Dan dari jawaban kedua informan, menilai rivalitas supporter di kota
bandung sangat dikecewakan dengan perubahan budaya yang telah menjadi budaya
baru pada saat ini, yang menjadikan suasanya persepakbolaan di Indonesia ini tidak
menjadi harmonis lagi.
Dan hal yang hampir sama dilontarkan oleh Fierzy Tri Muhammad Alwien terkait
dengan motif rivalitas supporter di kota bandung, berikut penjelasannya.
“Yang saya lihat disini motif yang sekarang itu banyak kecemburuan sosial dan
berperang lewat sosial media, karena kalau jaman dulu setau saya supporter itu gak
pernah main di media, tapi langsung datang ke kandang lawan. Kalau sekarang kan
terlihat dari social media banyak provokasi-provokasi yang berujung maut seperti
kemaren pada Alm. Haringga Sirila.. mungkin dia supporter baik dari persija , tapi
tetep aja panitia itu sudah mengingatkan agar tidak datang ke bandung , dan legend
nya pun sendiri sudah mengingatkan agar tidak datang ke kandang GBLA Bandung.
tapi itu lah supporter yang berpikir pendek, kalau udah seperti ini siapa yang harus
disalahkan?? Mau menyalahkan bobotoh, tidak semua nya ikut memukul korban, dari
the jack nya sendiri harusnya gak usah sok jagoan.. jadi dua-dua nya juga sama saja,
jadi seperti gak mau kalah.”
Dari jawaban diatas makan peneliti dapat menyimpulkan bahwa motif dari
rivalitas supporter di kota bandung ini menurut para narasumber dan kesadaran peneliti
adalah rivalitas supporter dengan budaya yang berganti seiring berjalan nya waktu
adalah motif budaya dan motif ekonomi. Motif budaya, dimana kecemburuan sosial
masyarakat terhadap tim sepak bola lain lebih baik , ataupun menggap rendah tim
kesayangannya. Hal itu menjadikannya permusuhan diantara kedua belah pihak. Dan
hal itu akibat perubahan budaya yang semakin maju pada sekarang ini, dan didukung
oleh sosial media yang dijadikan sebagai sarana untuk menghujat, ataupun
menyebarkan berita-berita yang bisa memancing kesalah pahaman di antara dua
supporter sepak bola Indonesia. Motif ekonomi, tidak bisa dipungkiri permusuhaan
supporter sepak bola di Indonesia ini mempunyai nilai jual ataupun reting yang sangat
tinggi, dan hal itu dimanfaatkan oleh oknum, kelompok, organisasi, ataupun media untuk
mencari keuntungan dari rivalitas itu sendiri. Dan rivalitas antar supporter ini sekan
dibiarkan saja dengan sengaja demi tujuan tertentu.
Dan hal yang sama dilontarkan oleh Fierzy Tri Muhammad Alwien terkait dengan
pengalaman rivalitas supporter di kota bandung, berikut penjelasannya.
“Pengalaman terbaik selama saya hidup 24 tahun ini dari kecil saya suka Persib!!
Begitupun keluarga besar saya suka dan cinta ke Persib, banyak cerita tentang persib
mulai dari Ayah, Ibu, Sodara, kakek, dan Nenek saya bahwa persib pernah juara
perserikatan di 25 Januari 1986. Itu menjadikannya sebagai kebanggaan warga
Bandung, karena bagi orang sunda mah ini tuh udah menjadi satu budaya kita
mencintai Persib, dan pengalaman terindah itu ketiba Persib juara ditahun 2014
piala Presiden. Karena ditahun milenial ii saya baru melihat diseluruh penjuru kota
kembang Bandung menjadi lautan biru yang saya ga pernah melihatnya dimanapun
selain di Bandung. Apa yang menjadi perjuangan Persib menjadi perjuangan bobotoh
juga.. ibarat paribahasa Sunda mah ‘Panceg Dina Jalur,Moal Ingkah Sanajan Awak
Lebur’. Dan untuk kasus kemaren, saya dateng waktu kejadian kematian haringga
sirila itu, dan saya sebenarnya duduk dengan supporter Persija dan ada kabar 50
supporter persija menyaksikan pertandingan di wilayah barat stadion, dan seperti
SIMPULAN
Nilai yang terkandung dalam Makna rivalitas supporter di kota Bandung ialah
suatu budaya yang sudah turun-temurun. Dan dahulu kala budaya rivalitas supporter
itu tidak ada, bahkan dahulu para supporter sepak bola di tanah air ini bisa
menyaksiakan tim kesayangannya bermain dengan berdampingan, tanpa ada nya
batasan-batasan tertentu karena dinilai bisa manjaga keharmonisan antar supporter dan
tim sepak bolannya itu sendiri. Tapi seiring berkembangnya jaman, budaya supporter
yang damai dan harmonis itu tergantikan oleh budaya rivalitas antar supporter,
khususnya di kota bandung ini, entah apa pemicunya, tetapi budaya rivalitas ini menjadi
momok tersendiri bagi masyarakat kota bandung khususnya bobotoh. Banyak nya
BIBLIOGRAPHY
Juliastuti, Nuraini, Camelia Lestari, and Nuraini Juliastuti. 2006. “Whatever I Want: Media
and Youth in Indonesia before and after 1998.” Inter-Asia Cultural Studies.
https://doi.org/10.1080/14649370500463786.
Morissan. 2014. “Morissan: Media Sosial Dan Partisipasi Sosial.” Jurnal Visi Komunikasi .
Setiansah, Mite. 2009. “Politik Media Dalam Membingkai Perempuan (Analisis Framing
Pemberitaan Kasus Video Porno Yahya Zaini Dan Maria Eva Di Harian Umum Kompas
Dan Suara Merdeka).” Ilmu Komunikasi.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24002/jik.v6i2.200.
Iriana Bakti
Universitas Padjadjaran
E-mail: irianabaktipr@gmail.com
PENDAHULUAN
Kabupaten Pangandaran merupakan tujuan wisata yang memiliki
keanekaragaman budaya yang cukup potensial untuk dikembangkan. Salah satu
keanekaragaman budaya tersebut adalah penyelenggaraan acara Maca Sajarah
Kacijulangan yang rutin dilaksanakan setiap tahun pada bulan muharam, dan dalam
pembacaannya harus dilakukan dengan berdasarkan pada perhitungan sunda kuno dan
hanya boleh dibacakan pada waktu tertentu.
Maca Sajarah Kacijulangan ini sarat dengan makna simbolis, yang hanya bisa
dipahami oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan ini, atau orang-orang
yang memiliki minat dan perhatian khusus tentang kegiatan tersebut. Hal ini
disebabkan, dalam pembacaannya harus dilakukan oleh orang yang sudah memiliki
keimanan dan ketauhidan yang sempurna untuk menghindarkan perbedaan penafsiran.
Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan merupakan aktivitas komunikasi ritual,
karena bersifat ekspresif dan simbolis, serta di dalamnya terdapat kebersamaan yang
diikat oleh perasaan yang sama tentang hubungan manusia dengan sang pencipta,
sehingga akan leibih mengenal dirinya dan penciptanya. Penelitian komunikasi ritual ini
telah diteliti oleh (Ngare, 2014), dan (Andung, 2010). Selain itu, tradisi budaya Maca
Sajarah Kacijulangan memiliki nilai budaya, religi, dan sosial yang tercermin dalam simbol
sajian makanan, dan makna dari makanan yang disajikan tersebut. Penelitian tentang
nilai budaya dan religi ini diteliti oleh (Humaeni, 2015), (Solikin, 2015).
Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Kecamatan Cijulang Kabupaten
Pangandaran ini berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata berbasis budaya, yaitu
salah satu jenis kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas budaya sebagi objeknya.
SIMPULAN
Tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan di Desa Kondangjajar, Kecamatan
Cijulang, Kabupaten Pangandaran memiliki makna bahwa manusia itu harus mengenal
dirinya dan Tuhan yang menciptakannya. Oleh karena itu, manusia harus bertafakur
untuk mengkaji rasa dan mampu melaksanakan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-
Nya sebagai implementasi dari ketahuidannya.
Nilai budaya yang terkandung dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan
merupakan hasil kesepakatan yang tertanam dalam masyarakat yang melahirkan
ketaatan manusia terhadap simbol yang menjadi ciri khas kelokalannya berupa tanaman
tebu yang ditancapkan kepada kelapa muda ternyata merepresentasikan kesadaran
manusia yang diberi Tuhan berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
pengucapan yang diselaraskan menjadi sebuah “rasa.
Nilai religiusitas yang terkandung dalam tradisi budaya Maca Sajarah Kacijulangan
diwujudkan dalam kesadaran bahwa manusia adalah mahluk Sang Pencipta, yang
memiliki keyakinan dan keteguhan dalam kehidupan beragama, sehingga dirinya
BIBLIOGRAPHY
Andung, P. A. (2010) ‘Perspektif Komunikasi Ritual mengenai Pemanfaatan Natoni sebagai
Media Komunikasi Tradisional dalam Masyarakat Adat Boti Dalam di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur’, Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), pp. 1–10.
Ayutiani, D. N., Primadani, B. and Putri, S. (2018) ‘Penggunaan Akun Instagram sebagai Media
Informasi Wisata Kuliner’, 3(1), pp. 39–59.
Fairuza, M. (2017a) ‘Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor
Pariwisata ( Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi )’, Kebijakan Dan
Manajemen Publik, 5, pp. 1–13.
Fairuza, M. (2017b) ‘Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor
Pariwisata ( Studi Kasus Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi )’, Kebijakan Dan
Manajemen Publik, 5(3), pp. 1–13.
Hindaryatiningsih, N. (2016) ‘Model Proses Pewarisan Nilai-nilai Budaya Lokal dalam Tradisi
Masyarakat Buton’, Sosiohumaniora, 18(2), pp. 108–115.
Humaeni, A. (2015) ‘Ritual, Kepercayaan Lokal Dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas
Banten’, el Harakah, 17(2), pp. 157–181.
Manafe, Y. D. (2011) ‘Komunikasi Ritual pada Budaya Bertani Atoni Pah Meto di Timor-Nusa
Tenggara Timur’, pp. 287–298. Available at:
http://www.jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/download/26/30.
Nafila, O. (2013) ‘Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs
Megalitikum Gunung Padang’, Perencanaan Wilayah dan Kota, 24(1), p. 80. doi:
10.5423/PPJ.2009.25.4.333.
Priyanto and Safitri, D. (2016) ‘Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis Budaya: Tinjauan
Terhadap Desa Wisata di Jawa Tengah’, Jurnal Vokasi Indonesia, 4(1), p. 2016.
Solikin, A. (2015) ‘RITUAL CONGKO LOKAP DAN PENTI’, Al-Tahrir, 15(1), pp. 219–235. doi:
10.1016/j.ijcard.2014.12.075.
1
Andini Claudita
Program Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
E-mail: andiniclaudita@gmail.com
PENDAHULUAN
Stereotip Terhadap Etnis Minangkabau
“Oh, orang Padang ya? Hmm pantes pelit!” ucapan tersebut sering terlontar kepada
orang dengan etnis Minangkabau. Keterbatasan pengetahuan geografis membuat orang
seringkali menyebut orang minang dengan orang Padang, dan stereotip etnis sering
sekali muncul di dalam kehidupan sehari-hari, baik dilontarkan dalam bentuk candaan,
konfirmasi, bahkan tuduhan.
Etnis Minangkabau identik dengan budaya merantau. Dari data yang didapatkan
melalui wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, alumnus Hubungan Internasional
Universitas Padjadjaran yang beretnis Minang,
“…merantau awalnyo sebagai caro untuak lelaki minang untuak membangun rumah
gadang di nagari urang, sahinggo tabantuak nan namonyo wilayah rantau. Intinyo
dulu rantau tu untuak memperluas kekuasaan politik adat. Semakin Kamari esensi
marantau tu bageser. Esensi merantau modern tu sebagai pendewasaan bagi urang
minang, lelaki terkhususnyo. Lelaki nan marantau akan dianggap alah dewasa tu
mampu maagiah penghidupan bagi urang kampuangnyo.”
“… merantau awalnya sebagai cara untuk lelaki minang untuk membangun rumah
gadang di negeri orang, sehingga terbentuk wilayah rantau. Intinya dahulu
wilayah rantau itu untuk memperluas kekuasaan politik adat. Semakin kemari,
esensi merantau telah bergeser. Esensi merantau modern itu sebagai
1
Andini Claudita, S.I.Kom, Universitas Padjadjaran. Cikeruh, Jatinangor, Sumedang, 45363. Email:
andiniclaudita@gmail.com
1
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 30 Oktober 2018 pukul 10.15 wib
Teori Fenomenologi
Stereotip
Halo Effect
Halo effect merupakan merupakan suatu bias kognitif dimana orang cenderung
untuk mempersepsi dan menggambarkan secara umum individu dengan karakteristik
tertentu(Ackert, L., & Deaves 2010). Halo effect membuat individu membentuk asumsi
tentang suatu hal akibat kekurangan informasi, sehingga individu tersebut membentuk
asumsi dari informasi-informasi menonjol yang dimiliki dan mengabaikan informasi lain
yang lebih relevan.
Halo effect merujuk pada fakta bahwa sekali manusia membentuk kesan yang
sifatnya menyeluruh terhadap manusia lainnya, akan ada efek yang kuat pada
penilaiannya terhadap karakter-karakter yang sifatnya spesifik. Halo effect tersebut
didapatkan dari kesan pertaman saat bertemu seseorang yang sifatnya sulit untuk
digoyahkan dan menjadi kesan menyeluruh sehingga dapat menjadi hukum keprimaan
(law of primacy). Kesan pertama adalah hal yang membentuk Halo effect, jika impresi
awalnya baik, maka halo effect yang terbentuk adalah baik, begitu juga sebaliknya.
Hasil dan pembahasan ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu:
1)Mengetahui bagaimana stereotip orang minang itu pelit dapat muncul dalam
kehidupan mahasiswa Unpad 2) Mengetahui bagaimana pengalaman mahasiswa
minang Unpad dalam menghadapi stereotip orang minang itu pelit 3)Mengetahui makna
stereotip orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad. Penelitian ini
Munculnya Stereotip Orang Minang Itu Pelit dalam Kehidupan Mahasiswa Minang
Unpad
Seperti yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu tentang stereotip
masyarakat tentang etnis minang, dan yang akan secara spesifik akan dibahas adalah
stereotip bahwa orang minang itu pelit. Orang minang yang dikenal dengan budaya
merantau dan berdagang nyatanya mendapat stereotip bahwa orang dengan etnis ini
bersifat pelit. Stereotip ini sendiri didengar dan dirasakan oleh mahasiswa minang yang
berkuliah di Unpad, sebanyak enam informan yang diwawancarai, mereka berenam
menyatakan pernah mendengar dan dintanyai tentang stereotip tersebut. Baik dalam
Seperti yang dinyatakan oleh Rehan, yang mendapatkan stereotip itu dalam
konteks pertanyaan, candaan, dan dalam rangka orang lain mencari topik pembicaraan,
“jatuahnyo giko, katiko pertamo basobok, mereka tu ndak, apo, dalam mencari topik
pembicaraan kan, ketika dipaksakan dalam satu tempat dan orang yang baru saling
kenal satu sama lain itu tu biasonyo dalam usaho mancari topik pembicaraan itu
banyak hal yang keluar, banyak hal yang dikaitkan, bukan hanya basa-basi, dan salah
satunyo stereotip itu, gitu. Hoo paliang umum sih pas awal-awal kenal yo. Cuman
setelah apo, setelah lama-lama kenal ado lo beberapa orang yang tibo-tibo terucap
di muluiknyo mode tu. Atau ndak yo dikelompokkan se sadonyo”2
“Jatuhnya seperti ini, ketika pertama kali bertemu, mereka tidak tahu bagaimana
untuk mencari topik pembicaraan, ketika dipaksakan dalam satu tempat dan
orang yang baru saling kenal satu sama lain, biasanya dalam mencari topik
pembicaraan itu ada banyak hal yang keluar, banyak hal yang dikaitkan, bukan
hanya basa-basi, salah satunya ya dengan stereotip itu. Yang paling umum adalah
saat pertama kali berkenalan. Namun ada juga yang melontarkan (stereotip
tersebut) saat sudah kenal lama yang tiba-tiba berkata seperti itu. Atau
dikelompokkan saja semuanya.”
Senada dengan pengalaman Rehan, Afif juga mengalami hal yang kurang lebih sama
“Sering, kalau misalnyo di kampus apolai kalo udah makan, beko kan, atau yang
paling sering itu pas baru baru kenal misalkan, sensitif kedaerahannyo masih kuat,
tapi semakin Kamari dek lah dakek jadi dak terlalu, jadinyo kayak becandaan se lai,
kayak lagi ngumpua. ‘Paja ko pasti gitu, soalnyo urang minang pilik’, ha jadi lebih ke
bahan bercandaan kalo kini ko, kalo dulu dak tau kok yo, emang serius gitu mereka
mangecekkan. Kalo dilingkungan”3
2
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47
3
Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27
Menurut pengalaman Rehan dan Afif, munculnya stereotip tentang orang minang itu
pelit merupakan hal yang sudah mereka ketahui terlebih dahulu, selanjutnya
pengetahuan tersebut dimunculkan kembali sebagai topik pembicaraan kepada orang
minang yang baru dikenalnya, tujuannya semacam basa-basi, dan sebagai topik yang
umum, senada dengan teori penetrasi sosial yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor,
dimana tahap awal dalam mengenali orang adalah dengan tahap orientasi, tahap
orientasi terdiri atas komunikasi tidak dengan orang tertentu, di mana seseorang hanya
mengungkapkan informasi yang sangat umum(Littlejohn, S., & Foss 2011). Karena
stereotip adalah sesuatu yang umumnya didengar, maka wajar apabila topik tentang
stereotip etnis menjadi bahan pembicaraan.
Selain Rehan dan Afif yang mendapatkan stereotip etnik tersebut lewat bahan
pembicaraan dan pernyataan, informan lain juga mendapatkannya berupa pertanyaan
konfirmasi berupa kebenaran bahwa orang minang itu pelit. Seperti yang dinyatakan
oleh Abdul Manaf,
“Pernah mendengar seperti itu, saat pertama kali saya datang ke Jatinangor saat
2014,nah ketika 2014 itu saya sedikit shock, kan pertama kali saya merantau,
masuk unpad pertama kali dan teman sekelas bilang ‘eh orang minang itu pelit
ya, soalnya sampai terkenal gitu loh, misalnya kayak padang banget sih pelit
banget sih pelit banget sih’ jadi orang mengidentifikasikan pelit itu sebagai
padang, gitu. Apa ya, udah banyak yang ngomong seperti itu, jadinya saya shock
saat mendengar kata kata itu, begitu. Itu saya dapatnya dari teman-teman kelas,
teman-teman organisasi, kemudian orang-orang kelas pernah ngebahas itu loh,
gitu sih”4
4
Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53
“pernah, itu tu yang ngecek (ngomong) temen-temen dari jurusan, ada lah, dia
etnis tertentu, cuman dia nanya aja, bener gak sih kalo orang minang itu pelit, dia
nanya ke aku. “
“Eh pernah waktu itu urang mangecek sekali ‘baa sih kok urang minang itu pilik?’”5
“Eh pernah waktu itu orang ngomong sekali, ‘kenapa sih kok orang minang itu
pelit?’”
“stereotip itu bisa muncul karena turun temurun itu tadi, mereka itu taunya dari
orang orang sebelum mereka, gitu dan udah berkembang dan susah banget
dihilangkan, gitu. Kayak stereotip orang manado cantik, menggeneralisasi doang,
5
Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08
“Iyo turun-temurun, sabok misalkan kelompok yang tadi tu dak nio berbaur dan
melebur ke kelompok lainnyo, otomatis stereotip itu turun temurun, sabok anak si
anak kelompok iko dak ado berbaur jo kelompok lain. Kelompok A dak berbaur
sehingga dak tau anak kelompok B itu baa. Inyo tau dari orang tuonyo, bahkan
sebelum anak ko tau urang tuonyo lah maagiah tau secara turun temurun.”7
“Iya turun-temurun, sebab misalkan kelompok yang tadi tidak mau berbaur dan
melebur ke kelompok lainnya, otomatis stereotip itu turun-temurun, sebab si
anak kelompok ini tidak berbaur dengan kelompok lain. Kelompok A tidak
berbaur sehingga tidak tahu anak kelompok B itu gimana. Dia tahu dari orang
tuanya, bahkan sebelum anak ini tahu orang tuanya telah memberi tahu secara
turun-temurun.”
Dari asal stereotip yang munculnya secara turun-temurun ini, Purwasito dalam (Shoelhi
2015) menjelaskan bahwa stereotip dibangun oleh kelompok masyarakat dari waktu ke
waktu dan mengandung kerangka interpretasi sendiri berdasarkan lingkungan
budayanya. Stereotip biasanya merupakan referensi pertama (penilaian umum) ketika
seseorang atau kelompok melihat kelompok lain.
Dari realitas tersebut dapat dilihat bahwa stereotip orang minang pelit sudah
mengakar dari zaman dahulu semenjak orang minang berinteraksi dengan orang lainnya.
Kemungkinan yang terjadi tentang orang di masa lalu adalah, saat seseorang dari etnis
lain berinteraksi dengan etnis minang, dan menemukan realitas bahwa orang minang itu
pelit. Pengalaman tersebut diceritakan kepada orang lain, dan pandangan tersebut
malah digeneralisasikan seolah semua orang minang memiliki watak pelit.
Dari kasus tersebut, stereotip bahwa orang minang itu pelit menyebar lewat
mulut ke mulut disebarluaskan oleh masyarakat. Masyarakat yang pengetahuannya
6
Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53
7
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47
“Stereotip itu kan terjadi karena beberapa hal, kalo di HI yo, abang kan baraja
stereotip, jadi ado yang terjadi karena emang fakta di lapangan emang mode tu, atau
oooh karena pengaruh media. Jadi kalo misalkan dek urang minang, raso abang
emang ado andil dari kaduo ko, gitu. Di satu sisi, di media-media tivi tahun 80-an
atau 90-an, itu tuh banyak film-film, atau sinetron-sinetron, atau acara tv lah yang
menampakkan bahwa pedagang ko kalo ndak urang cino, urang minang, gitu. Dan
pedagang ko setiap sadonyo pilik. Jadi, pedagang ko urang minang atau urang cino.
Sehingga diambiak kesimpulan kalo urang minang jo urang cino ko pilik, gitu a. dapek
dari media mode tu.”8
“Stereotip itu kan terjadi karena beberapa hal, kalau di HI abang belajar stereotip,
jadi kalau ada fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan seperti itu, atau
memang karena pengaruh media. Jadi kalau misalkan orang minang, menurut
abang memang andil dari keduanya. Di satu sisi media dari tahun 80-an atau 90-
an banyak film-film, sinetron-sinetron, tau acara tv yang menampakkan bahwa
pedagang berasal dari orang cina dan orang minang, dan pedagang itu semuanya
pelit. Jadi pedagang kan orang minang dan cina. Sehingga diambil kesimpulan
kalau orang minang dan orang cina itu pelit, Karena dapat dari media seperti itu.”
“Hm kalo baa dapek stereotip itu baliak ka yang itu tadi dit. Mungkin ado
pengalaman pribadinyo, misal dita dak urang minang doh kan, ajar urang
minang, awak alun talampau dakek, tibo tibo dita minjam pitih, tu dak amuah
jar maagiah doh, ha itu yang disangkonyo, padahal dita tau jar banyak pitih
8
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47
“Hm kalau bagaimana mendapatkan stereotip itu balik ke yang tadi Dit.
Mungkin ada pengalaman pribadinya, misal Dita bukan orang minang, lalu
kita belum terlampau dekat, tiba-tiba Dita minjam uang, ya jelas aja Jar
gak mau ngasih, nah hal itu yang disangkanya, padahal Dita tau Fajar ada
uang, karena hal sesederhana itu mungkin, ya kita kan gak mau minjamin
uang kalau kita gak terlalu deket. Kalaupun udah deket kita juga memilih
kepada siapa uang akan dipinjamkan, nah kalau secara globalnya mungkin
ada teman yang bukan minang, jadi menularkan informasi dan
mendapatkan informasinya dari sana.”
“Seperti yang rahmat sampaikan sebelumnya, kan mungkin dari teman itu
yang mendengar informasi simpang siur kalau orang minang itu pelit, jadi
masih belum mengenal banyak orang minang, atau mereka hanya
mendengar isu saja dan langsung mengaminkan tanpa mencari tahu itu
valid atau hoax. Atau yang kedua mungkin mereka punya banyak teman
orang minang dan dari teman mereka itu emang mayoritas pelit, jadi
mereka langsung menggeneralisir orang minang itu pelit. Padahal teman
mereka Cuma segelintir dari banyaknya orang minang.”10
“sebenernya gak tau orang luar itu sih beranggapan gitu asalnya dari
mana, cuman yang saya rasakan orang itu Cuma bertanya, benar gak, pelit.
Atau dia tu bisa ngatain orang minang itu pelit buktinya itu apa juga gak
tau, pas ditanya bukti mereka juga dengar-dengar aja dari orang lain,
9
Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08
10
Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56
Dari hasil wawancara yang didapatkan, selain dari faktor turun-temurun dan
tersebar lewat mulut ke mulut akibat masyarakat yang malas mengkonfirmasi, media
dianggap juga menyebarkan stereotip ini, selain dari pernyataan Rehan, Afif Mulya dan
Rahmat Illahi juga mendukung pernyataan bahwa media merupakan alat untuk
menyebarkan stereotip tersebut. Baik media massa maupun media sosial,
“…Dari tv. iyo misalnyo bib pernah manonton suami suami takut istri, kan ado yang
urang medan diidentifikasikan kareh, kasa, gitu kan. Ado urang minang diituan nyo
pilik, mungkin dari tv itulah berpengaruh besar. Jadi yang kayak urang yang dak tau
menonton tv ha jadi lah tercuci se otaknyo kan gitu”12
“… Dari tv. Iya misalnya Bib pernah menonton Suami-suami Takut Istri, ada orang
medan yang diidentifikasikan keras dan kasar, gitu. Ada orang minang yang
diidentifikasikan pelit, mungkin dari tv itulah berpengaruh besar. Jadi kayak
orang yang gak tau, menonton tv, jadi tercuci otaknya.”
Rahmat menyatakan,
“Media sangat berperan. Apalagi di era modern kita bisa akses semua informasi,
apa yang kita pengen tau kita bisa search, tapi bisa dipilah informasi yang benar
dan salah. Jadi media memang penting. Apalagi media massa atau orang sebagai
medianya. Kita tau karena ada komunikatornya kan.”13
11
Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10
12
Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27
13
Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56
Dari data tersebut, didapatkan bahwa stereotip orang minang itu muncul di
dalam kondisi saat orang belum saling mengenal, lalu ketika sudah cukup dekat dan
saling mengenal, yang dilontarkan adalah candaan. Sedangkan stereotip orang minang
itu pelit muncul secara turun-temurun, dari mulut ke mulut, dan dari media.
“Cara menghadapinyo ado duo sih, ado yang abang baok bagarah, atau kalo emang
nyo nanyo serius, abang jawek baa kok muncul stereotip itu. Gitu ha. Yo kalo misal
kawan dakek yo padiaahan selah, kalo misalkan urang yang mancari topik eh, inyo
baru lo sobok awak, dak tau lo a nan ka dikecekkan ka awak doh, nah itu untuak
manambah pembicaraan nak, tu wak baok panjang pembicaraan ka lakang, nah
mode tu caronyo. Duo tu yang baok serius dan baok bagarah”14
“Cara menghadapinya ada dua sih, ada yang dibawa bercanda, atau kalau
memang dia bertanya serius, abang jawab bagaimana stereotip itu bisa muncul,
begitu. Ya kalau misalnya teman dekat ya biarkan saja, tapi kalau orang yang
mencarri topik, dia baru bertemu dengan kita dan tidak tahu harus
menyampaikan apa, itu kan untuk menambah pembicaraan, ya jelaskan. Nah
seperti itu caranya, dua itu. Dibawa serius dan bercanda.”
14
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47
“orang minang itu gak pelit kok, mereka itu lebih kepada perhitungan, gitu. Bukan
berarti pelit kan. Pokoknya mereka itu mereka memanage sesuatu termasuk
keuangan emang bener-bener tertata rapi gitu loh, jadi apa ya, mereka kan
merantau nih, jauh dari keluarga, jauh dari orang tua, mereka juga butuh
penghematan, pokoknya butuh irit gitu loh, makanya mereka itu tidak suka
boros. Tapi orang lain mengidentifikasi tidak boros atau iritnya orang minang itu
dengan pelit, gitu.”16
“kalo dikecekkan pilik, salah. Tapi kalo mungkin dikecekkan baretong iyo. Karano itu
kebudayaan merantau tadi, nah itu kalo nyo pai dari rumah yo inyo tu pai mancari
iduik, gitu a. dak mambaok apo apo, jadi jaman dulu tu urang minang yang kuliah
dilua tu nyo ndak manunggu kiriman dari kampuang doh, justru katiko nyo marantau,
pai kuliah pun nyo tetar bausaho mancari. Justru bagi beberapa orang nyo
menganggap caro mendewasakan orang yo dengan itu, karano kalau diagiah taruih
nyo dak bapikia nyo dak akan dewasa, baa sih supayo den dapek pitih dari usaho
surang tanpa minta-minta, gitu.”17
“Kalau dikatakan pelit, salah. Kalau perhitungan mungkin iya. Karena kebudayaan
merantau tadi, karena pergi dari rumah kan untuk mencari penghidupan, tidak
membawa apa-apa. Jaman dahulu, orang kuliah di luar bukan menunggu kiriman
orang tua, jadi disaat kuliah juga harus mencari. Justru bagi beberapa orang,
mendewasakan orang ya dengan cara itu, karena kalau dikasih terus ya dia gak
berfikir bagaimana akan dewasa, ‘gimana sih caranya dapat uang tanpa minta?’,
gitu.”
15
Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10
16
Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53
17
Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08
“Rahmat sendiri lebih suka bilang tidak pelit, kalo stereotipnya pelit itu tidak
tepat karena memang gak bisa menggeneralisir suatu suku bangsa. Orang kan
menghadapi orang yang berbeda dan mengenal orang yang berbeda, mungkin
stereotip tersebut terlalu menggeneralisir suatu suku bangsa.terus menurut saya
sendiri yang orang minang yang secara tidak langsung membela suku sendiri, ya
orang minang itu bubukan pelit tapi punya banyak perhitungan dalam hidupnya,
kayak gitu sih.”18
“Mungkin dek marantau hemat-hemat nyo mungkin kayak gitu. Kalo istilah minang
kan bapandai pandai nyo. Mungkin diartikan samo urang non minang itu pilik, gitu
ha.”19
“Mungkin karena merantau jadi hemat-hemat, kalau dalam istilah minang kan
berpandai-pandai. Mungkin diartikan dengan orang non minang dengan pelit,
gitu.”
Jika dirumuskan dalam bentuk tabel, maka data yang didapatkan adalah sebagai berikut,
Tabel 2. Pengalaman Mahasiswa Minang Unpad dalam Menghadapi Stereotip Orang Minang Itu Pelit
18
Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56
19
Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27
Bagi orang yang merupakan etnis minang, pasti memiliki reaksi yang berbeda
saat mendapatkan stereotip yang negatif tentang etnisnya sendiri. Dikarenakan, mereka
mengetahui realitas yang terjadi di dalam kelompoknya, budaya yang dianut, tradisi, dan
lain-lain. Jadi merupakan suatu kewajaran untuk menyampaikan kepada orang lain yang
belum mengetahui tentang realitas etnis mereka.
Bagi orang minang, merantau merupakan sebuah tradisi, khususnya bagi laki-laki.
Menurut Mulyana dan Rakhmat (2001), tradisi merupakan aspek budaya yang penting
yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan tak tertulis, pantangan, dan sanksi. Tradisi
dapat mempengaruhi suatu bangsa tentang apa yang merupakan perilaku dan prosedur
yang layak berkenaan dengan makanan, pakaian, apa yang berharga, apa yang harus
dihindari atau diabaikan (Mulyana, D., & Rakhmat 2001). Di rantau lah mereka berusaha
mencari penghidupan, bukan hanya bagi mereka sendiri, tapi juga untuk keluarga yang
ditinggalkan di kampung halaman. Salah satu cara dalam mencari penghidupan adalah
dengan berdagang, maka itu merantau dan berdagang sering diasosiasikan dengan
masyarakat Minangkabau.
Tradisi merantau orang minang terbangun dari budaya yang dinamis, egaliter
mandiri dan berjiwa merdeka. Peribahasa “Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang”
mendeskripsikan bagaimana etnis minang mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat
dan peraturan setempat(Sari 2017). Sebagai etnis yang identik dengan merantau dan
berdagang, informan menjelaskan bahwa orang minang bukannya pelit, namun
perhitungan. Karena hidup jauh dari orang tua, untuk mahasiswa tentu harus pandai dan
bijak dalam mengatur keuangan, bagi pedagang, untung dan rugi merupakan hal yang
harus diperhitungkan. Hukum ekonomi tentu saja berlaku saat berdagang, dimana harus
mengeluarkan modal minimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Seringnya, orang malah salah kaprah menghadapi hal ini, mengelola keuangan
dengan baik dan bijak dianggapnya sebagai pelit. Pendapat subjektif tersebut kemudian
diterima masyarakat tanpa melihat dan mencari tahu kebenarannya, hal tersebut yang
membuat stereotip orang minang itu pelit tertanam dan menyebar. Namun, informan
berusaha menjelaskan kepada orang-orang yang menanyakan stereotip tersebut
dengan sebaik-baiknya, menjelaskan bahwa yang selama ini dipikirkan orang adalah
kesalahpahaman.
Makna Stereotip Orang Minang Itu Pelit Bagi Mahasiswa Minang Unpad
Stereotip yang muncul bagi etnis minang bahwa orang minang itu pelit, tentu
saja memiliki makna bagi mahasiswa minang Unpad yang merantau. Rehan
mengungkapkan,
“Kalau bagi Abang pribadi jika statement itu masih beredar luas, berarti
masyarakat menutup diri untuk mengerti bagaimana orang minang aslinya.
Orang minang pelit, udah gitu aja. Tidak ada pertanyaan mengapa pelit? Apa
alasannya sampai pelit?”
“Stereotip minang itu pelit bagi Bib santai saja, kalo emang ga setuju tunjukin aja
kalo memang tidak pelit, dan kalo pelit juga tidak masalah sepertinya, jadi santai
saja”21
“Kalau itu dari gua sendiri ambil positif nyo se mbak kalau steriotip orang seperti
itu berarti ada yg kurang tepat dalam pandangan orang terhadap orang minang
secara keseluruhan, jadi yang harus gua lakuan ya harus meluruskan pandangan
itu dengan diskusi samo urangnyo dan memperlihatkan secara langsung
kemereka lewat diri pribadi kalau pandangan mereka kurang tepat. Dan kalau
misalnyo dalam kenyataan dilapangan memang benar ada hal yg akhirnyo Senjadi
alasan bagi mereka untuak menegaskan kalau orang minang pilik dan itu negatif,
ya sama sama kita ubah saja untuk kedepannya.”22
20
Wawancara dengan Rehan Pratama Amigo, 26 Oktober 2018 pukul 14.47
21
Wawancara dengan Afif Mulya, 28 Oktober 2018 pukul 02.27
22
Wawancara dengan Rahmat Illahi, 28 Oktober 2018 pukul 02.56
“Supaya memperbaiki citra, bila dikenal citra orang minang pelit, maka hal itu
berusaha untuk memperbaiki diri dan menunjukkan dengan perilaku orang kalau
orang minang tidak seperti itu, sembari menjelaskan ke orang-orang bagaimana
realitasnya”24
“Maknanya stereotip itu sebagai reminder dan sindiran gitu dit. Reminder supaya
orang minang itu lebih dermawan. Mungkin iya orang minang itu hemat, irit,
perhitungan, pertimbangan blablabla, tapi mesti lihat situasi dan kondisi juga dan
jangan berlebihan. tapi disisi lain itu jadi sindiran bagi keseluruhan orang minang
gitu. kan nggak keseluruhan urang minang yg kayak gitu.. berarti urang minang
yg ndak marantau pun kena sindir dong dengan stereotip itu.”25
Makna yang ditangkap oleh informan tentang stereotip bahwa orang minang itu
pelit secara umum terbagi atas dua hal, yang pertama adalah mengajak orang lain untuk
memahami dan berempati terhadap budaya minang yang kebanyakan orang belum
memahami apa yang terjadi di dalamnya. Judgement atas sesuatu yang belum pasti
menimbulkan kesalahan persepsi pada masyarakat. Di sisi lain, bagi mereka, stereotip
yang muncul ini juga merupakan media untuk introspeksi diri agar bersikap lebih baik
dan menunjukkan kepada orang lain bahwa hal yang mereka nilai selama ini adalah
kesalahan persepsi. Jika dirumuskan dalam bentuk tabel, maka data yang muncul adalah
sebagai berikut:
Tabel 3 Makna Stereotip Orang Minang Itu Pelit Bagi Mahasiswa Minang Unpad
23
Wawancara dengan Ricky Vernando Andesta, 27 Oktober 2018 pukul 22.10
24
Wawancara dengan Fajar Ferdian Pratama, 27 Oktober 2018 pukul 21.08
25
Wawancara dengan Abdul Manaf, 27 Oktober 2018 pukul 19.53
Demikian, stereotip yang tidak tepat, menurul Hamilton, (dalam Tubbs dan Moss,
1996:257), di samping menciptakan pengharapan tentang bagaimana orang
berperilaku, juga sering menciptakan ramalan yang dibuat sendiri(self fulfilling prophecy)
karena manusia bertindak berdasarkan informasi yang dipercayai sebagai kebenaran.
Hal ini yang terjadi dalam komunikasi ketikan informasi dan pengetahuan tentang orang
lain cenderung terbatas.
1. Harus disadari bahwa perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan, baik
berbeda karena budaya, etnik, kepercayaan, keturunan, maupun lainnya.
2. Pandanglah orang lain yang berbeda secara jernih, akurat, dan komprehensif.
Pasti ada sisi di diri orang lain yang positif dan negative. Dari segi positifnya, kita
bisa mengambil manfaatnya.
3. Bersikaplah dewasa dalam menerima perbedaan, dan lapangkanlah data untuk
dapatberbagi pengetahuan dan pengalaman.
4. Bersikaplah jujur bahwa di samping kehebatan dan kelebihan, diri kita juga
memiliki keterbatasan juga kekurangan.
5. Bersikaplah berani dan fair dalam mengakui kelebihan orang lain.
Mulyana dan Rakhmat (2001) menyatakan, strategi yang paling tepat untuk
menghadapi realitas majemuk dan asumsi perbedaan adalah empati. Empati sering
SIMPULAN
Penelitian ini berusaha untuk mengungkap tiga hal, yang pertama, bagaimana
stereotip orang minang itu pelit dapat muncul dalam kehidupan mahasiswa Unpad, yang
ternyata muncul dalam konteks konfirmasi karena belum mengenal dan sebagai bentuk
candaan. Yang kedua, pengalaman mahasiswa minang Unpad dalam menghadapi
stereotip orang minang itu pelit adalah dengan menjelaskan realitas yang ada, bahwa
selama ini masyarakat belum mengenal etnis minang, yang sebenarnya terjadi adalah
mereka bijak dan pandai dalam mengelola keuangan. Yang ketiga, makna stereotip
orang minang itu pelit bagi mahasiswa minang Unpad adalah sebagai mediauntuk
mengajak orang lain berempati, introspeksi diri, dan menunjukkan bahwa stereotip
orang minang itu pelit adalah stereotip yang tidak benar.
BIBLIOGRAPHY
Abbate, S., Boca, S., & Bocchiaro, P. 2004. “Stereotype in Persuasive Communication: Influence
Exerted by Disapproved Source.” Journal of Applied Social Psychology.
Ackert, L., & Deaves, R. 2010. Behavioral Finance: Psychology, DecisionMaking, and Markets.
Mason: South-Western Chengage Learning.
Handaru, Agung Wahyu, Magdalena Prita Pagita, and Widya Parimita. 2015. “Karakteristik
Entrepreneur Melalui Multiple Diskriminan Analisis (Studi Pada Etnis Tionghoa, Jawa Dan
Minang Di Bekasi Utara).” Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia 6 (1): 351–75.
Juditha, Christiany. 2015. “Stereotip Dan Prasangka Dalam Konflik Etnis Tionghoa Dan Bugis
Makassar.” Jurnal ILMU KOMUNIKASI, FISIP Universitas Atmajaya Yogyakarta 12 (1): 87–
104. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24002/jik.v12i1.445.
Littlejohn, S., & Foss, K. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, D., & Rakhmat, J. 2001. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yanti, W. 2014. “Memahami Peranan Perempuan Suku Minang Perantauan Dalam Menjaga Dan
Meneruskan Komunikasi Budaya Matrilineal.” THE MESSENGER Volume VI,: 29–36.
PENDAHULUAN
Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor 226/C/Kep/0/1992 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah
OSIS. Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) adalah suatu organisasi yang berada di
tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA). OSIS diurus dan dikelola oleh murid-murid yang terpilih
untuk menjadi pengurus OSIS. Biasanya organisasi ini memiliki seorang pembimbing
dari guru yang dipilih oleh pihak sekolah. Anggota OSIS adalah seluruh siswa yang
berada pada satu sekolah tempat OSIS itu berada.
Dalam upaya mengenal, memahami dan mengelola OSIS perlu kejelasan
mengenai Pengertian, Tujuan, Fungsi, dan Struktur OSIS. Dengan mengetahui
pengertian, tujuan, fungsi, dan struktur yang jelas, maka akan membantu Pembina
peengurus dan perwakilan kelas untuk mendayagunakan OSIS ini sesuai dengan fungsi
dan tujuannya. Begitu juga dengan SMA Negeri 1 Sumedang yang mendirikan OSIS
yang memiliki berbagai potensi dan kegiatan-kegiatan yang inspiratif, guna membangun
kreatifitas siswa mulai dari kegiatan bakti sosial, lomba antar sekolah, berdoa bersama
dan lain-lainnya. Kegiatan seperti ini yang diantaranya dilakukan oleh OSIS SMA Negeri
1 Sumedang bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas siswa, dan soledaritas yang
tinggi, juga memanjukan nama baik sekolah dengan kegiatan dan prestasi yang
ditampilkan. Kegiatan positif ini dibuktikan dengan eksisnya beberapa kegiatan yang di
apresiasi oleh Bupati Sumedang seperti acara bakti sosial, dan HUT SMA Negeri 1
Sumedang yang menghadirkan artis Rossa sebagai bintang tamu, dan peran serta media
massa yang ikut mengabadikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dalam artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Dengan pendekatan ini, berusaha mengungkap sebuah fenomena yang diamati dengan
menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian berdasarkan fakta yang terjadi,
berdasarkan fakta pada objek penelitian yang ada di sekitar kehidupan peneliti serta
disajikan apa adanya (Nawawi, 2005).
Berdasarkan ungkapan yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini akan
menjelaskan mengenai pemanfaatan media sosial Instagram sebagai media yang
membantu mengeksplorasi dan promosi kegiatan kreatif dan inspiratif SMA Negeri 1
Sumedang melalui akum Instagram @osissmansa2018.
Adapun sumber data yang digunakan ialah data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari kegiatan studi di lapangan, dengan beberapa
prosedur penelitian menurut Sugiyono (2011). Kemudian, data sekunder dalam
penelitian ini didapat dari proses wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data
dengan menggunakan metode tanya jawab yang dilakukan kepada narasumber (key
informan). Selanjutnya, data sekunder didapat melalui studi dokumen, yaitu berupa
jurnal penelitian, literatur-literatur, maupun berita yang terdapat di mediamasa
(Sugiyono, 2011). Wawancara dan dokumentasi adalah proses yang ditempuh untuk
SIMPULAN
Melalui pengamatan dan pembahasan maka adanya kesimpulan apabila:
1. Pemberdayaan Instagram sebagai bentuk media komunikasi kontemporer yang
dilakukan pengelola akun @osissmansa2018 berfungsi dengan cukup baik dan
efektif melalui empat tahap terbentuknya sebuah interaksi komunikasi ialah
komunikator, pesan, saluran, dan komunikan
2. Instagram dapat membantu menginformasikan segala kegiatan positif dan
inspiratif yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Sumedang menjadi lebih
terekplorsi, berdampak pada eksistensi sekolah, dan motivasi bagi sekolah agar
terus mengembangkan mutu dan kualitasnya.
3. Pemilihan media sosial Instagram dalam mengapresiasi segala bentuk prestasi
yang diraih oleh pelajar didalam SMA Negeri 1 Sumedang, karena Instagram
medi sosial yang berbasis foto dan video sehingga lebih menarik untuk di lihat
pengguna, dan berbagai ketersediaan fitur yang mendukung.
4. Dengan fitur Instagram seperti Sharing, Hastag, Repost, Worldcam, Searchstagram,
Instastory dan Findergram.
5. Berdasarkan jenis fitur yang ada maka yang digunakan akun @osissmansa2018
ialah fitur sharing foto, hastag, repost, dan Instastory
BIBLIOGRAPHY
Ara, C. S., Paulo, L., Corrˆ, D., Paula, A., Prates, R. O., & Jr, W. M. (2014). It is not just a
picture: Revealing some user practices in Instagram, (May).
Effendy, Onong Uchjana. (2009). Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja.
Rosdakarya.
Manap, K.H.A. (2013). The role of User generated Content (UGC) in Social Media for Tourism
Sector. Paper presentedat 2013 WEI International Academic Conference
Proceedings,Istanbul –Turkey.
Nawawi, Hadari, 1989 Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan,
Jakarta:Haji Masagung
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta.
Ting, H., W.W.P. Ming, E.C. de Run, & S.L.Y. Choo (2015). Beliefs about the use of instagram:
An explonatory study. International Journal of Business and Innovation, 2(2).
Ting Ting, C. (2014). A study of motives, usage, self-presentation and number of followers
on instagram. Discovery – SS Student E-Journal, 3, 1-35.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, media sosial tidak hanya terbatas sebagai media personal namun juga
sebagai media kampanye politik. Kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial untuk
membagikan gambar, video, dan berita, telah dimanfaatkan oleh politikus daerah
maupun nasional. Twitter, Instagram, Facebook, sampai Youtube, merupakan sarana
budaya populer yang telah menjadikan politikus sebagai “selebritis” (Subiakto, 2017),
seperti yang dilakukan Joko Widodo pada kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta
2012 (Sandra, 2013). Sosial media sebagai budaya populer mempunyai peran dalam
mengubah karakter dan perilaku masyarakat dalam keterbukaan dan memberikan
respon aktif terhadap suatu fenomena, seperti hashtag dalam Twitter. Melalui hashtag
Twitter juga, masyarakat diberikan kemudahan untuk mencari informasi sesuai dengan
kebutuhan mereka (Gustam, 2015).
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kominfo,
2017) menunjukkan bahwa data penggunaan internet di Indonesia sebesar 143.26 juta
atau 54.68 % dari total seluruh penduduk. Dari data tersebut, 49.52% merupakan
pengguna dengan usia rata-rata 19-34 tahun, dan 75.50% penggunan dengan rata-rata
usia 13-18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar hidup generasi muda
dibentuk oleh media baru, yaitu internet. Tema-tema atau wacana-wacana yang muncul
di internet berdampak besar dalam membentuk subjektivitias dan identitas generasi
muda tidak hanya pada saaat ini tapi juga berpengaruh pada genenrasi muda di masa
depan.
Dengan kemudahan yang ditawarkan oleh sosial media dalam penyebaran
informasi, menyebabkan terjadinya fenomena penyebaran berita hoax yang mencoba
PEMBAHASAN
Dalam penelitian komunikasi, pemilihan paradigma sangat mempengaruhi
perspektif atau sudut pandang peneliti dalam melihat fenomena yang sedang diamati.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan analisis wacana kritis untuk melihat lebih dalam
sisi lain dari fenomena kasus hoax Ratna Sarumpaet.
a. Teras berita
a. Struktur Makro
Hal yang diamati dalam struktur ini adalah tematik atau tema. Terlihat
jelas bahwa tema yang dibawakan dalam thread ini adalah sikap akun twitter Pengrajin
Meme terhadap fenomena isu hoax RS. Pengrajin Meme mencoba menggali secara kritis
fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di balik bergulirnya Isu hoax RS.
b.Superstruktur
Hal yang diamati dalam struktur mikro ada empat fokus pengamatan.
Yaitu pengamatan dari sisi semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Untuk memudahkan
uraiannya, maka penulis sajikan tiap sisi seperti berikut :
- Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang terdapat dalam berita tersebut yaitu kalimat aktif yang
ditunjukkan pada tweet “Kalo gue posting berita2 tentang awal muasalnya
#KoalisiPraBOHONG nyerang pemerintah melalui Hoaxnya @RatnaSpaet gak
akan habis. Hampir semua berita online menyajiakan #KoalisiPraBOHONG”.
Tweet ke-3.
- Semantik
Pengamatan semantik mengulik latar, detil, maksud dari tulisan.
Pengamatan ini akan menguraikan makna yang ingin ditekankan penulis dalam
berita dengan strategi penulisan latar, detil, dan maksud tulisan.
Kalimat-kalimat berita tersebut dengan jelas menggambarkan latar
keadaan. Dalam thread tersebut sikap akun twitter Pengrajin Meme terhadap
isu hoax RS.
d. Sinteksis
Pengamatan sintaksis untuk mengetahui bagaimana pendapat
disampaikan.Sedangkan stilistik mengamati pemilihan kata yang dipakai. Kata
yang digunakan tidak termasuk dalam sastra.
e. Retoris
Struktur mikro pada pengamatan retoris meneliti tentang
gaya penyampaiannya. Apakah melalui grafis, ekspresi, atau metafora.
Gaya penyampaian wacana dalam thread “skematik #KoalisiPraBOHONG dari
akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna
Sarumpaet” menggunakan gaya kalimat metafora, bersinonim, dan cenderung
menggunakan kalimat konotasi.
4. Analisis Konteks Sosial
Analisis sosial berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi pemakaian bahasa
dan terbentuknya sebuah wacana. Seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi sosial
yang terjadi saat itu. Pada konteks sosial tertentu, sebuah wacana dapat diteliti,
SIMPULAN
Setelah menganalisa dan menjelaskan data pada bagian sebelumnya, maka pada
bagian penutup peneliti mengambil kesimpulan bahwa perspektif kritis
“#KoalisiPraBOHONG dari akun twitter @MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta
Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet” dilihat dari dimensi teks dan konteks Teun Van Dijk,
antara lain:
1. Dilihat secara skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter
@MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet
memiliki skema berurutan yang berlanjut mulai dari tanggal 3 sampai 8
Oktober 2018. dengan satu threat #KoalisiPraBOHONG berisi 49 tweet.
Gagasan utama berada di awal tweet. Tweet selanjutnya menyajikan fakta-
fakta yang mendukung gagasan tersebut.
2. Dilihat secara skematik #KoalisiPraBOHONG dari akun twitter
@MemeTanpaHurufK Membongkar Fakta Dibalik Hoax Ratna Sarumpaet
memiliki skema berurutan yang berlanjut mulai dari tanggal 3 sampai 8
Oktober 2018. dengan satu threat #KoalisiPraBOHONG berisi 49 tweet.
Gagasan utama berada di awal tweet. Tweet selanjutnya menyajikan fakta-
fakta yang mendukung gagasan tersebut.
BIBLIOGRAPHY
Adhiarso, D. S., Utari, P., & Slamet, Y. (2017). Pemberitaan Hoax di Media Online Ditinjau dari
Konstruksi Berita dan Respon Netizen. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(3), 215–225.
Anata, N. P. (2017). Wacana Politik dalam Media Dakwah Online Political Discourse in Online
Dakwah Media. Jurnal IPTEK-KOM (Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Komunikasi),
19(1), 1–24.
Budiman, A. (2017). Berita Bohong (Hoax) Di Media Sosial Dan Pembentukan Opini Publik.
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, IX(01), 2009–2012.
https://doi.org/10.1134/S1063782613120166
Creswell, J. W. (2015). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset (memilih diantara lima pendekatan).
In S. Z. Qudsy (Ed.), Penelitian Kualitatif (I). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eriyanto. (2005). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling. Analisis Opini Publik. yogyakata: LKiS pelangi aksara.
https://doi.org/433
Faris, D. (2010). Revolutions without Revolutionaries?: Social Media Networks and Regime Response
in Egypt. Political Science. Pennsylvania: Publicly accessible Penn Dissertations. Retrieved
from
http://repository.upenn.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1195&context=edissertations
Fuchs, C. (2017). Social Media: a Critical Introduction (2nd ed.). Singapore: Sage Publications Asia
Pacific Pte ltd.
Gustam, R. R. (2015). Karakteristik Media Sosial dalam Membentuk Budaya Populer Korean Pop
di Kalangan Komunitas Samarinda dan Balikpapan. EJournal Ilmu Komunikasi, 3(2), 224–
242.
Hofheinz, A. (2007). The Internet in the Arab world: playground for political liberalization.
Internationale Politik Un Gesellschaft/International Politics and Society, 3, 78–79.
Kominfo, H. (2017). Jumlah Pengguna Internet 2017 Meningkat, Kominfo Terus Lakukan
Percepatan Pembangunan Broadband. Retrieved from
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/12640/siaran-pers-no-
Mulyana, D. (2004). Komunikasi Populer: Kajian Komunikasi dan Budaya Kontemporer. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Prasongko, Dias Chairunnisa, & Ninis. (2018). Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet.
Retrieved from https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-
ratna-sarumpaet
Sandra, L. J. (2013). Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI
Jakarta 2012 Di Media Sosial Twitter. Jurnal E-Komunikasi, I No. 2.
Sirojuddin, T. B. R. (2018). Studi Kritis Narasi Kebencian Muslim Cyber Army Di Media Mass.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Strachan, D. (2009). Twitter: How To Set Up Your Account. The Daily Telegraph. Retrieved from
http://www.telegraph.co.uk/travel/4698589/Twitter-how-to-set-up-your-account.html
Thompson, C. (2009, September). I’m So Totally, Digitally Close to You. The New York Times,
1(September 2009), 1–6. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Tribunnews. (2018). Akun Twitter Ini Bongkar Skenario Kasus Ratna Sarumpaet Katanya Bisa
Sadap GPS Fadli Zon. Retrieved from
http://m.tribunnews.com/nasional/2018/10/08/akun-twitter-ini-bongkar-skenario-
kasus-ratna-sarumpaet-katanya-bisa-sadap-gps-fadli-zon?page=all
Annisa Salsabila
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: annisasalsabilla44@gmail.com
PENDAHULUAN
Keberagaman budaya merupakan suatu keunikan yang dimiliki oleh Indonesia.
Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan dari sabang hingga marauke dimana
budaya tersebut yang menjadi pembeda dari setiap daerah di Indonesia. Elemen dasar
yang membedakan dari setiap budaya ialah bahasa dan “logat” yang dimiliki setiap
daerah. Melalui bahasa kita bisa langsung menebak asal daerah dari seseorang. Selain
bahasa, perbedaan budaya dan kebiasaan pada setiap budaya juga sangat menonjol.
Seperti orang minang yang suka merantau dan pekerja keras atau orang sunda yang
terkenal dengan keramahtamahannya. Suku Minangkabau sendiri merupakan salah satu
suku dan etnis terbesar di Indonesia.
Pada sensus penduduk tahun 2010, suku Minangkabau menempati posisi ke-6
dengan jumlah penduduk sebesar 6.462.713 (2,73%). Suku Minangkabau terletak di
pulau sumatera tepatnya di Sumatera Barat. Minangkabau Masyarakat minangkabau
seringkali dikenal dengan sifat perantaunya. Sifat perantau ini sudah diterapkan secara
turun-menurun oleh masyarakat Minangkabau. Kebiasaan yang biasa dilakukan oleh
suku Minangkabau yakni “merantau ke negeri orang”, seperti menggaleh (berdagang)
atau melanjutkan pendidikan. Pepatah Minang mengatakan “Karatau tumbuah dihulu,
babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, dirumah baguno alun”. Sifat orang minang
yang suka merantau ini harusnya juga menuntut kefleksibelitasan mereka dalam
beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda-beda. Kemampuan komunikasi sangat
dibutuhkan disini mengingat komunikasi merupakan salah satu cara utama manusia
untuk membangun interaksi dengan sesamanya.
Komunikasi adalah kemampuan naluriah manusia untuk dapat saling
berkomunikasi dengan sesamanya. Melalui kemampuan komunikasi tersebut manusia
dapat saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Komunikasi disini bukan hanya
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
penelitian kualitatif. Penggunakaan pendekatan penelitian kualitatif ini adalah untuk
menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya. Creswell (2009) dalam (Bandur, 2016) mendefinisikan bahwa “qualitative
research is a means for exploring and understanding the meaning individuals or groups
ascribe to a social or human problem”. Dapat dikatakan bahwa inti utama penelitian
kualitatif ialah pada tujuan eksplorasi dan pemahaman data secara lebih mendalam.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat fleksibel, tidak terpaku
pada konsep, fokus, teknik pengumpulan data yang direncanakan pada awal penelitian,
tetapi dapat berubah di lapangan mengikuti situasi dan perkembangan penelitian
(Herdiansyah, 2015). Pada penelitian kualitatif, penelitian yang dilakukan tidak berfokus
pada suatu konsep atau teori melainkan melalui penelitian kualitatif ini dapat diciptakan
sebuah konsep baru.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat
dekskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi atau objek tertentu (Kriyantono, 2014). Melalui jenis penelitian deskriptif ini
diharapkan informasi atau data yang diperoleh hasil dari penelitian ini dapat
dideskripsikan dan dipresentasikan dengan jelas dan baik.
Agustinus Bandur (2016) mengemukakan bahwa tujuan dari setiap penelitian
sebenarnya untuk menyediakan informasi atau mendeskripsikan tentang topik dan
responden penelitian yang terlibat. Tujuan utama penelitian deskriptif ialah untuk
mempresentasikan informasi demografis mengenai responden dan mendiskusikan isu-
isu yang muncul dala mtopik penelitian tersebut. Penelitian desktiptif berusaha
menjawab apa peristiwa, sikap, keyakinan, tindakan, struktur sosial yang terjadi dalam
fenomena penelitian.
Gambar 1 Komponen dalam Analisis Data (Model Miles dan Huberman)(Sugiyono, 2016)
1
Hasil wawancara Informan 2 pada 30 Oktober 2018, pukul 15:35 WIB, terkait alasan memilih pendidikan di
pulau Jawa.
2
Hasil wawancara Informan 2 pada 30 Oktober 2018, pukul 15:25 WIB
3
Hasil wawancara Informan 1 terkait strategi pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian.
4
Hasil wawancara Informan 1 hal-hal yang diperhatikan padasaat berinteraksi dengan orang berbeda budaya
guna mengurangi kecemasan.
5
Hasil wawancara Informan 3 mengenai strategi pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian komunikasi.
6
Hasil wawancara Informan 3 mengenai konfirmasi makna.
Strategi yang digunakan oleh informan 2 ini secara tidak langsung berkaitan
dengan strategi yang digunakan oleh informan 1 yang jika digabungkan menjadi strategi
satu kesatuan dimana dengan memperbanyak dan memperluas pertemanan dengan
orang-orang yang berasal dari berbagai budaya dapat membantu meningkatkan
kepercayaan diri yang pada akhirnya mengurangi rasa kecemasan dan ketidakpastian
tersebut. Malalui interaksi dengan berbagai budaya yang berbeda dengan budaya kita
tentunya akan membantu kita untuk dapat lebih menerima perbedaan yang ada dan
tidak berpikir bahwa budaya yang dimiliki oleh orang lain merupakan model dari budaya
yang kita miliki.
7
Berdasarkan hasil wawancara Informan 2 dalam menghilangkan sikap etnosentris.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian atau mini riset yang di telah buat mengenai “Pengelolaan
Kecemasan Komunikasi dan Konsep Diri dalam Keberagaman Budaya”, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keberagaman budaya merupakan sesuatu yang sudah menjadi suatu keunikan bagi
Indonesia. Indonesia terkenal memiliki budaya-budaya yang beranekaragam dan
membentuk kebiasaan-kebiasaan yang menjadi pembeda antara budaya tersebut.
Keberagaman budaya pada yang dirasakan oleh para informan yang dilatar belakangi
budaya Minang tidak menjadi penghalang para informan untuk beradaptasi dengan
budaya lainnya. Keberagaman budaya tersebut menjadi sebuah peluang bagi
informan untuk saling bertukar informasi dan pengetahuan.
Strategi yang digunakan oleh para informan juga beragam, pertama melalui
pengamatan dan menilai sikap, tingkah lalu atau perilaku, dan ekspresi dari orang
yang memiliki budaya yang berbeda menjadi strategi ampuh untuk mengurangi
kecemasan dan ketidakpastian tersebut. Kedua, informan mencoba untuk
memaklumi kebiasaan dan kebudayaan orang-orang Jakarta dan Bandung. Ketiga,
berusaha untuk memperlajari bahasa, karena bahasa merupakan kunci utama dalam
berinteraksi dengan suatu budaya. Mempelajari bahasa ini bisa dengan cara
langsung masuk ke dalam lingkup pertemanan dan jangan malu untuk bertanya
mengenai arti dari kata yang mereka ucapkan.
Komunikasi dapat dikatakan efektif jika kedua pihak yang berkomunikasi dapat
menerima makna pesan secara baik dan jelas. Keempat, meningkatkan kepercayaan
diri. Dengan meningkatkan kepercayaan diri, kecemasan dan ketidakpastian pada
saat berinteraksi dengan orang dari budaya yang berda tersebut akan berkurang dan
secara tidak langsung mempererat pertemanan dengan budaya lain.
BIBLIOGRAPHY
Ardianto, E. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations: Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung: Simbiosa Rekatama Medai.
Bandur, A. (2016). Penelitian Kualitatif: Metodologi, Desain, dan Teknik Analisis Data dengan
NVIVO 11 Plus. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Gudykunst, William B.; Nishida, T. (2001). Anxiety, uncertainty, and perceived effectiveness of
communication across relationships and cultures. International Journal of Intercultural
Relations, 55–71. https://doi.org/10.1016/S0147-1767(00)00042-0
Herdiansyah, H. (2015). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian
Data Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyana, D. (2016). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Prabowo, A., & Fatonah, S. (2014). Kecemasan Komunikasi Dalam Relasi antar Etnik.
Stephan, C. W., & Stephan, W. G. (1992). Reducing intercultural anxiety through intercultural
contact. International Journal of Intercultural Relations. https://doi.org/10.1016/0147-
1767(92)90007-H
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
VII Nomor, V., Diana, A., & Lukman, E. (2018). Pengelolaan Kecemasan dan Ketidakpastian
dalam Komunikasi Antarbudaya antara Auditor dan Auditee JURNAL KOMUNIKASI
INDONESIA.
PENDAHULUAN
Dunia wisata kuliner sangat melekat di kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari
bidang pariwisata, dunia kuliner memiliki arti yang penting bagi manusia. Makanan dan
minuman merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Hal
tersebutlah yang dijadikan peluang oleh para pengusaha kuliner untuk mengembangkan
produknya lebih luas lagi.
Dewasa ini, fenomena wisata kuliner sedang hangat dibicarakan di media sosial. Para
pengusaha kuliner memanfaatkan media sosial sebagai media untuk “memamerkan”
produknya secara digital. Selain itu, mereka pun menjadikan media sosial sebagai wadah
untuk memasang iklan produknya secara “murah”. Mereka hanya tinggal
mempersiapkan konten yang bagus (dalam bentuk foto/video), kemudian mempersuasi
pasarnya melalui caption dengan kata-kata yang menarik.
Media sosial memiliki pengaruh dalam “mempersuasi” para pengikutnya melalui
konten yang disajikan. Dalam konteks tulisan ini, media sosial yang dimaksud adalah
Instagram. Para pengusaha kuliner seakan berlomba-lomba dalam “menggaet” para
pengguna Instagram agar tertarik dengan produk yang ditawarkan. Produk tersebut
dipajang secara online melalui foto dan video dengan angle yang menggugah selera.
Selain itu, caption yang digunakan dibuat sekreatif mungkin sehingga membuat para
pengguna Instagram semakin tertarik.
Pada awalnya, selain sebagai tempat untuk mencari dan mendapatkan teman,
Instagram merupakan tempat untuk mencari hiburan dan sebagai media untuk
aktualisasi diri. Dewasa ini, fungsi Instagram mengalami pergeseran menjadi media yang
menyediakan berbagai informasi dalam bentuk foto maupun video. Hal tersebut
dipermudah dengan adanya tanda pagar (tagar) yang dapat mengumpulkan informasi
SIMPULAN
Dunia kuliner dengan kehidupan manusia sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Dunia
kuliner yang di dalamnya terdapat makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer
manusia. Hal tersebut membuktikan bahwa manusia selalu membutuhkan kuliner setiap
harinya. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari berbagai aspek salah satunya adalah
kebutuhan informasi.
BIBLIOGRAPHY
Gumilar, Gumgum. 2015. “Pemanfaatan Instagram Sebagai Sarana Promosi Oleh Pengelola
Industri Kreatif Fashion Di Kota Bandung.” JIPSi V (2).
Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss. 2008. “Theories of Human Communication.” In
Theories of Human Communication. https://doi.org/10.1007/s11136-011-0034-1.
Rikobi, Abi. 2015. “VIDEO ILUSTRASI KREATIF TENTANG KULINER KOTA BANDUNG
UNTUK MENUNJANG PARIWISATA.” Sketsa II: 1.
Sastika, Widya. 2018. “EPIC MODEL: PENGUKURAN EFEKTIVITAS IKLAN KULINER MELALUI
SOSIAL MEDIA INSTAGRAM @KULINERBANDUNG SEBAGAI MEDIA PROMOSI.”
Teknologi Informasi Dan Manajemen.
Sukma, Rima Nurani. n.d. “PENGALAMAN KOMUNIKASI PELAKU BISNIS KELUARGA DALAM
MENGEMBANGKAN BISNIS KULINER DI KOTA SUKABUMI.”
Ragil Romly
Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
E-mail: raliesta@gmail.com
PENDAHULUAN
Selain memiliki aneka ragam budaya, Indonesia juga memiliki berbagai ragam
sumber daya alam tumbuhan. Sedikitnya ada 40.000 jenis tumbuhan yang terdapat di
Indonesia. Sebagian dari tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan konsumsi atau
obat-obatan. Tradisi mengolah bahan tumbuhan menjadi bahan pangan ataupun obat-
obatan di Indonesia diwarisi secara turun temurun.
Sebelum ilmu kesehatan dan pengobatan modern berkembang, berbagai suku
bangsa di Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis pengobatan tradisional yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan yang diwarisi secara turun-temurun.
Berbagai praktik pengobatan tradisional terekam dalam relief Candi Borobudur pada
772 Masehi yang menggambarkan pertolongan terhadap orang sakit, bersyukur ketika
diberi kesembuhan, serta proses kelahiran dibantu dukun. Relief lain menunjukkan ada
50 jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk pengobatan seperti jamblang, pinang,
pandan, maja, nagasari, semanggen, cendana merah, cendana wangi, kecubung, dan
lainnya. Tumbuhan teresbut tersebar pada dinding Candi Prambanan, Candi Sukuh,
Candi Penataran, dan Candi Tegawangi.
Salah satu bentuk produk pengobatan tradisional Indoensia adalah jamu. Kata
jamu sendiri berakar dari sebuah kata dalam bahasa Jawa Kuno, jampi atau usadha yang
berarti obat (Sutarjadi: 2012). Bukti sejarah tentang jamu tertulis pada prasasti
Madhawapura yang merupakan peninggalan Kerajaan Hindu-Majapahit. Dalam prasasti
tersebut terdapat profesi “tukang meracik jamu” yang disebut Acaraki.
Pada tahun 991-1016 M dikembangkan catatan tentang praktik penggunaan
obat tradisional yang terdapat dalam kitab Lontar Usada di Bali dan Lontar Pabbura di
Sulawesi Selatan yang berisi tentang tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat
tradisional. Penggunaan jamu sebagai bentuk pengobatan tradisional juga sudah
Pemberian Logo pada berbagai jenis obat olahan herbal merupakan konsekuensi
ketika produk herbal seperti jamu masuk ke dalam ranah industri. Meski demikian,
penggunaan produk olahan herbal tetap harus memperhatikan aturan pakai dan
SIMPULAN
Jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah melewati proses
sejarah panjang sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional. Dalam
BIBLIOGRAPHY
Aditama, Tjandra Yoga, (2014). Jamu dan Kesehatan, Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes
(LPB) Kementerian Kesehatan
Cresweel, John W, (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methodes
Approaches Second Edition, California: SAGE Publications.
Littlejohn, Stephen W., dan Karen A. Foss. 2011. Teori Komunikasi: Theories of Human
Communication, Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy dan Jallaudin Rakhmat. (2000). Komunikasi Antar Budaya : Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nasrullah, Rulli. (2012). Komunikasi antar Budaya di era Budaya Siber, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Samovar, Larry, Richard Porter and Edwin McDaniel. (2010). Communication Between
Cultures, Boston: Wordsworth.
Severin Werner J, James W. Tankard. Jr. 2001. Teori Komunikasi: Sejarah,Metode,dan Terapan
di dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Andriati dan Wahjudi, R.M, Teguh, (2016) Tingkat Penerimaan Penggunaan Jamu sebagai
Alternatif Penggunaan Obat Modern pada Masyarakat Ekonomi Rendah-Menengah dan
Kartika, Tina, (2016) Tradisi Minum Jamu: Konsep Komunikasi Kesehatan Dari Generasi Ke Generasi
Study Masyarakat Di Indonesia. Lampung: Prosiding Seminar nasional : Komunikasi Publik
dan Dinamika Masyarakat Lokal November 2016
Purwaningsih, Ernie H. (2013) Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia Pasang Surut
Pemanfaatannya di Indonesia. Jakarta: Jurnal Kesehatan Indonesia Vol. I, No. 2 Agustus
2013
Ruma, Lusia Oktora dan Sari, Kumala, (2006). Pemanfaatan Obat Tradisional dengan
Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Jakarta: Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III,
No.1
Sangat, Harini M. dan Larashati, Inge, (2002) Some Ethnophytomedical Aspects and Conservation
Strategy of Several Medicinal Plants in Java, Indonesia. Semarang : Jurnal Biodiversitas Vol
III, No.2
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun ini terjadi fenomena budaya yang unik, dimana
masyarakat Indonesia pada umumnya sedang keranjingan dengan minuman kopi, baik
kopi hitam klasik maupun kopi yang telah diolah berdasarkan metode modern seperti
cafe latte, capuchinno atau pun dengan metode manual brew. Fenomena ini muncul
seiring dengan semakin menjamurnya Cafe atau warung kopi yang menyediakan
berbagai varian kopi, termasuk berbagai jenis makanan berat atau minuman ringan
lainya. Ngopi atau minum kopi merupakan sebuah istilah umum untuk minum kopi
bersama. Budaya ngopi pada saat ini sudah menjadi budaya kontemporer atau budaya
pop dimana menurut (McQuail, 1996:36) dalam (Rahayu, 2009) budaya populer adalah
produk budaya yang diciptakan semata-mata untuk pasar masal dengan ciri adanya
standarisasi produk dan perilaku massa dalam menggunakan produk tersebut. Budaya
nongkrong sambil minum kopi akhir-akhir ini memang didominasi oleh kalangan yang
baru dengan dunia kopi atau mereka yang baru mengenal minum kopi dengan metode
penyeduhan tertentu. Penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana
perkembangan budaya minum kopi ini serta proses komunikasi didalamnya. Menurut
Harorl D. Lasswell, (1960) dalam (dedy Mulyana, 2005) Komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa,
kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel?
To whom? With what effect? )
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
eksploratif dengan menggunakan teknik obervasi. Pendekatan kualitatif merupakan
suatu pendekatan yang bertujuan membangun suatu peryataan dan pengetahuan
berdasarkan presfektif konstruktif, seperti makna-makna yang bersumber pada
individu, nilai-nila sosial serta sejarah dengan memiliki tujuan untuk membangun teori
atau pengetahuan tertentu. (Creswell, 2014)
Kualitatif memiliki fungsi untuk menjawab alasan yang apa yang ada di dibalik
perilaku manusia. Selain itu, pendekatan kualitatif ini digunakan untuk menggali
informasi berdasarkan asumsi-asumsi yang terbentuk dari rumusan berdasarkan kajian-
kajian terdahulu yang berhubungan dengan fenomena sosial yang ada. (Ridaryanthi,
2014)
Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri berkenaan dengan
konsep dan teori dalam bidang keilmuan sosial (Bogdam 1972 dalam Berg 1998).
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengeksplorasi pertanyaan mengapa dan
bagaimana suatu fenomena dapat terjadi. Penelitian jenis ini tidak memerlukan jumlah
informan yang besar, namun informasi yang mendalam dan komprehensif.
Tempat Ngopi
1) Angkringan
Angkringan adalah suatu warung kecil yang menyajikan makanan dan kopi yang
berasal dari jogja yang biasanya tempat tersebut digelar secara lesehan atau
menggunakan alas duduk. Didalam angkringan ini terdapat berbagai macam makanan
yang terdiri dari nasi kucing atau nasi yang dibuat dalam bentuk porsi kecil dan tentu
saja berbagai macam lauk yang disajikan dalam bentuk sate, dan tentunya hampir
disetiap angkringan kita akan menemukan jenis kopi khas ala angkringan yaitu kopi Joss.
Kopi joss merupan kopi khas ala angkringan yang disajikan dengan cara
memasukan arang panas kedalam cangkir kopi tersebut, kopi joss sendiri berasal dari
suara arang panas yang dimasukan kedalam seduhan air kopi tersebut. Proses
penyeduhan ini ditemukan oleh para mahasiswa Universitas Gajah Mada yang gemar
menikmati kopi di angkringan. Pemanfaatan arang ini ternyata dapat menghilangkan
asam dalam kopi dan memberikan rasa yang lebih nikmat. (Gumulya & Helmi, 1987).
SIMPULAN
Dalam hal ini kopi ternyata selain menjadi sebuah produk budaya namun jauh
dari itu kopi merupakan sebuah esensi atau media komunikasi yang efisien dan efektif.
Komunikasi yang dilakukan saat kita menikmati kopi ternyata memiliki esensi yang lebih
dalam dibanding komunikasi formal yang biasa dilakukan ditempat formal, dan tak
jarang kebuntuan komunikasi bisa dicairkan lewat “Ngopi” karena sifatnya yang fleksibel
dan terkesan santai, obrolan pada saat kita menikmati kopi bersama lebih banyak
menghasilkan hal yang positif dibanding hal negatif.
BIBLIOGRAPHY
Fitryarini, I. (2013). Iklan dan Budaya Popular: Pembentukan Identitas Ideologis Kecantikan Perempuan
oleh Iklan di Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 119–135.
Gumulya, D., & Helmi, I. S. (1987). Kajian Budaya Minum Kopi. Annales d’Endocrinologie, 48(5), 424–431.
Herlyana, E. (2012). FENOMENA COFFEE SHOP Oleh : Jurnal Thaqafiyyat, 13(1), 188–204.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi (Vol. 1). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Vol. 5). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rahayu, N. T. (2009). TAYANGAN HIBURAN TV DAN PENERIMAAN. Jurnal Ilmiah Scriptura, 3(1), 24–
36.
Ridaryanthi, M. (2014). Bentuk Budaya Populer dan Konstruksi perilaku Konsumen ... Pop Culture, 13(01),
87–104. https://doi.org/https://media.neliti.com/media/publications/142786-ID-bentuk-
budaya-populer-dan-konstruksi-per.pdf
PENDAHULUAN
Di dalam organisasi atau perusahaan ada bermacam-macam jenis kelompok
pekerjaan yang biasanya disebut bagian atau departemen. Di sinilah pentingnya
perusahaan atau organisasi dipandang sebagai suatu struktur organisasi. Melalui sebuah
struktur organisasi, dapat diterangkan dan dipahami bagaimana hubungan dan
kerjasama antarpegawai dalam perusahaan. Dengan kata lain, menetapkan bagaimana
tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal
serta pola interaksi yang akan diikuti.
Dalam usaha mencapai tujuan atau visi, misi perusahaan, setiap bagian atau
departemen dengan tugas, fungsi, kekuasaan, dan kewenangan masing-masing,
tentunya diperlukan adanya kerjasama dan koordinasi. Proses kerjasama dan koordinasi
tersebut memerlukan hubungan dengan orang lain melalui mekanisme yang disebut
komunikasi. Komunikasi menjadi hal yang mengikat kesatuan organisasi. Dimana
tujuan utamanya adalah memfasilitasi proses perekrutan dan memelihara pekerja
berkualitas tinggi yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan
organisasi. Tujuan lainnya adalah untuk meyakinkan bahwa para pekerja tersebut
akan selalu mendapatkan informasi dengan baik sehingga kinerja dan kepuasan kerja
dapat di maksimalkan. Rasa keterlibatan dan rasa kepemilikan di kalangan pekerja
menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan dan menunjang keberhasilan.
(Beard, 2001).
Keterkaitan struktur organisasi dengan komunikasi, bisa dipahami sebagai
jaringan kerja yang dirancang dalam suatu sistem dan proses untuk mengalihkan
informasi dari seorang atau sekelompok orang kepada seorang atau sekelompok orang
demi tercapainya tujuan organisasi.
Keterangan :
A = General Manager / Executive Assistant Manager
B = Department Human Resouces Development
C = Department Purchasing
D = Department Engineering
E = Department Food and Beverages Service
F = Department Food and Beverages Kitchen
G = Department House Keeping
H = Department Information Technologi
I = Department Accounting
J = Department Front Office
K = Department Sales and Marketing Communication
L = Department E-commerce
M = Department Security
Pada aktivitas morning briefing arah jaringan komunikasi kepada bawahan adalah
dari General manajer/GM kepada para peserta morning briefing yaitu para kepala
departemen. Biasanya GM menyampaikan evaluasi atas kerja atau report yang telah
dicapai atau dilakukan, kemudian mengarahkan masing-masing departemen kepada
satu kesatuan kerja, dan instruksi kerja, informasi kebijakan perusahaan guna mencapai
tujuan organisasi, serta pengambilan keputusan bersama atau pengambilan
keputusan dalam kondisi ambigu. Bersamaan dengan pemberian perintah tentunya
SIMPULAN
Sistem komunikasi internal dalam kegiatan Morning Briefing di hotel X tersebut
prosesnya berjalan secara sirkuler, dimana ada kesetaraan diantara para pelaku
komunikasi, serta pesan atau materi Morning Briefing terkait dengan tugas-tugs atau
pekerjaan guna mengkoordinasikan sebagian atau seluruh tugas. Juga terdapat tiga
fungsi komunikasi dalamnya, yaitu fungsi komando atau perintah, fungsi relasi, dan
juga fungsi manajemen yang ambigu. Dimana ketiganya sudah berfungsi secara optimal
sehingga mencapai pengertian bersama di antara para peserta Morning Briefing.
Sementara itu, pada jaringan komunikasi internal yang meliputi bentuk dan arah jaringan
BIBLIOGRAPHY
Beard, M. (2001). Manajemen departement Public Relations. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Masmuh, A. (2010). Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMM
Press.
Tubbs, S. L., & Moss, S. (1996). Human Communication Konteks-konteks Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
PENDAHULUAN
Makna Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi
Periklanan internet berbeda dari periklanan melalui media cetak maupun siaran
dalam kemampuannya untuk meraih suatu khalayak yang didefinisikan secara semoit,
memungkinkan interaksi langsung diantara konsumen dan pengiklan. Periklanan
internet menyerupai periklanan siaran dan periklanan cetak dalam hal tujuannya, yaitu
untuk memasarkan produk barang maupun jasa dan citra melalui pesan – pesan yang
terkesan persuasif. Para copywriter bekerja sama dengan para designer untuk
mengembangkan konsep iklan di internet.
Sifat internet yang begitu menglobal menjadikannya sebuah media yang memiliki
rasa dan kelas tersendiri.produk, harga, dan pemesanan dapat berubah sesuai dengan
seiring berjalannya waktu mengikuti keadaan. Semakin banyak jasa editor, desain web
yang bermunculan untuk memenuhi kebutuhan media yang tergolong baru ini. Sebagai
contoh, Shamrock Net Design adalah perusahaan jasa konsultan komunikasi interaktif
yang mengkhususkan diri dalam pemasaran interaktif dan desain situs web. Omnicom,
US Web, dan iXL di Atlanta adalah sebagian “pemburu agresif” dari agen-agen interaktif
yang jumlahnya kian meningkat.1
Di dalam dunia maya, sebuah situs Web harus bersaing dengan ratusan ribu situs
– situs lain, yang banyak diantaranya menghubungkan para pengunjung ke llebih banyak
saluran lain. Oleh karenanya, para designer dan produser internet menghadapi
tantangan – tantangan yang sangat besar. Mereka dituntut untuk mengreasikan situs-
situs web agar digemari oleh para konsumen.
1
N.Y. Times News Service, dalam Simon & Schuster College Newslink, 3 Agustus 1998, www.penhail.com
2
Ibid., h.245
3
Tom Duncan, Principles of Advertising & IMC, Second Edition, McGraw-Hill / Irwin, New York, 2005, hlm.389.
Lembaga survei Gallup di AS menunjukkan 95 persen pengguna inteernet bertujuan untuk mendapatkan informasi.
4
George E. Belch & Michael A Belch, Advertising of Promotion: An intergrated marketing communication
perspectives, Fifth Edition, Irwin/Graw Hill, New York 2001, hlm. 495.
Salah satu perusahaan yang sering beriklan melalui Youtube adalah Bukalapak.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah video iklan yang diunggah ke dalam situs Youtube
sebesar 222 video iklan pada bulan Februari 2017. Bukalapak adalah salh satu online
SIMPULAN
Dari hasil pengamatan iklan Bukalapak melalui Youtube sangatlah efektif dalam
meningkatkan penjualan, selain itu pula dalam hal menciptakan citra baik perusahaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Bukalapak memiliki ide – ide kreatif dan inovatif satu
langkah di depan marketplace lainnya, hal ini pula yang menjadikan nilai lebih terhadap
Bukalapak.
BIBLIOGRAPHY
Sutherland, Max & K Sylvester, Alice. (2000). Advertising : And The Mind Of The Consumer.
Jakarta : PPM.
Lee, Monle & Johnson, Carla. (2007). Prinsip – Prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Morissan. (2015). Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Ahmad, Amar. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi : Akar Revolusi dan Berbagai
Standarnya. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol 13, No. 1 Juni 2012 : 137 – 149.